Anda di halaman 1dari 14

KARYA TULIS ILMIAH

EKONOMI PEMBANGUNAN II

"Analisis Tingkat Pengangguran Sarjana di Kota Medan"

Dosen Pengampu : Khairina Tambunan, MEI

DISUSUN OLEH
GROUP 2 DRESTANTA TIYASA_ALMAHYRA:

1. DEA MILIANTARI (0501172122)

2. KHAIDIR ALI (0501173295)

3. KHAIRUN NISA (0501173249)

4. NISA AULIA (0501171064)

5. RENI TANIA PURBA (0501173275)

6. RENI RISWATI (0501172187)

7. VIVI PRIYANTI (0501171043)

8. ADITYA RENALDI (0501172167)

9. IKHWANUL HAKIM AINAN (0501172116)

10. MAULANA (0501171061)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

2019/2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di Indonesia, Pertumbuhan penduduk semakin meningkat, terutama di daerah Perkotaan.
Banyak masyarakat desa yang mencari kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Mereka
berfikir bahwa diperkotaan adalah sumber mata pencaharian yang besar dibandingkan di
desa. Mereka juga menganggap bahwa kehidupan lebih baik dari pada di pedesaan. Namun
pada kenyataannya kehidupan dikota tidak sebaik yang merekabayangkan dan fikirkan.
Selain tingkat peningkatan jumlah penduduk. Tingkat pengangguran dikota juga semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya lajur urbanisasi di kota-kota besar dan
kurangnya lapangan kerja yang dibutuhkan. Penyebab ini mengakibatkan kekecewaan
masyarakat desa yang sebelumnya telah menggantungkan harapannya di kota.

Pengangguran di Negara-Negara berkembang seperti Indonesia, dalam pembangunan


ekonomi di Negara Indonesia semakin bertambah jumlah pengangguran merupakn masalah
yang lebih rumit dan lebih serius dari pada masalah perubahan dalam distribusi pendapatan
yang kurang menguntungkan penduduk yang berpendapatan rendah.

Dalam hal ini diperlukannya kerjasama antara pemerintah dalam menyediakan sebuah
lapangan pekerjaan yang akan sangat bermanfaat sekali untuk para pencari pekerjaan yang
memasuki Usia angkatan kerja teatpi belum mendapatkan pekerjaan, yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti kurangnya lapangan pekerjaan, dan sedang mencari pekerjaan agar
memperoleh upah atau keuntungan. Kami memilih tema ini karena tema ini sangat cocok
sekali terhadap permasalahan yang ada di sekitar kita yaitu pengangguran, selain itu menarik
untuk dikaji lebih mendalam terhadap permasalahan ini.

Masalah pengangguran seolah-olah momok yang begitu menakutkan khususnya di


Negara Indonesia, dikarenakan tingginya angka pengangguran. Jenjang pendidikan yang
tinggi sebagai jaminan memperoleh pekerjaan yang baik ternyata menjadi doktrin bagi
kebanyakan masayarakat. Realitanya masih dapat disaksikan dewasa ini bahwa para sarjana
masih terus disibukkan dalam persoalan mencari kerja, sementara ketersediaan lapangan
kerja makin sempit. Dan hasinya, tidak dapat lagi dipungkiri bahwa sitem pendidikan di
indonesia masih berorientasi pada menghasilkan lulusan walaupun tingkat kemandirian dan
semangat kewirausahaannya rendah.

Jumlah yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan memperkerjakan orang
lainmasih sedikit. Padahal, jika ditinjau dari perspektif logika, menjadi seorang sarjana
seharusnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan yang bukan lulusan sarjana. Seorang
sarjana harusnya mampu berpikir inovatif, kintruktif, dan kreatif. Sarjana seharusnya menjadi
pelopor, tidak hanya mampu menunggu kesempatan.

Padahal peradaban sebuah bangsa yang maju sangat ditentukan oleh kemajuannya
pendidikannya. Tingginya angka pengangguran terdidik (lulusan perguruan tinggi)
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, kompetensi keahlian tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar, lulusan program studi sudah jenuh dimasyarakat, atau tidak dimiliki
kehalian apapun untuk bersaing didunia kerja.

Dalam bersain di dunia kerja yang dibuthkan tidak hanya keahlian saja, tetapi juga
profesioanalisme yang ada pada diri setiap individu, karena dengan alaminya seorang
manusia akan sadar bahwa dirinya profesioanalis dalam bidang tertentu. Sedangkan dalam
menempuh pendidikan tingi seharusnya perguruan tinggi mampu menciptakan
keprofesioanalisan itu. Dengan fenomenanya banyaknya pengangguran terdidik, dilema
tentunya dirasakan oleh para penganggur terdidik saat ini, sekalian waktu bergumul
dikampus ternyata tak mampu mengangkat harkat penyandang status sarjana.

Fenomena pengangguran terdidik terjadi akibat tidak sejalannya kebutuhan industri


terhadap sumber daya manusia dengan kemampuan individu seorang sarjana. Dunia kerja
mengajukan persyaratan bagi lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan
komunikasi, kemampuan individu dan kerja tim, kemampuan berbahasa inggris, dan
mempunyai penaglam kerja.

Ada tiga hal yang menjadi alsan utama mengapa alumni perguruan tinggi banyak uyang
belum mendapatakan pekerjaan, yaitu hambatan kultural, mutu, dan relevansi kurikulum
pendidikan dan pasar kerja. Hambatan kulturan maksudnya menyangkut budaya, dan
masalah mutu serta relevansi kurikulum pendidikan yang masih belum mampu menciptakan
dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan duniakerja.
Sedankgan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas sember daya
manusia untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.

Namun tungginya pengangguran tidak semata-mata karena persoalan mutu pendidikan,


tetapi karena pada saat ini pendidikan berkembang sektor ketenaga kerjaan belum berubah.
Kecendrungan pasar lebih memiliki tenaga kerja lulusan SMK ataupun D3 dengan alasan
lebih terampil dan profesioanl dalam bidangnya tidak terlalu teoritis, tetapi praktis dan siap
pakai. Sedangkan tenaga kerja sarjana (S1) sebenanrnya juga dibutuhkan dalam sector riset
dan pengembangan yang baik.

Keadaan menganggur bagi lulusan Universitas dapat menyebabkan efek negatif. Menurut
carlson (2007), setelah dinyatakan lulus oleh Universitas, sebagian besar individu tidak
mengerti apa yang harus dilakukan setelah lulus. Kondisi tersebut menjadi stresor bagi
lulusan Universitas, dan akan menimbulkan kecemasan.

Dari paparan diatas diperoleh kesimpulan bahw abnyaknya lulusan Universitas yang
masih menganggur, disebabkan oleh beberapa hal, meliputi rendahnya soft skill, relasi dn
tingkat ekonomi orang tua. Beberapa pengangguran menikmati keadaannya yang
menganggur dan memiliki keyakinan akan mampu merubah situasinya menjadi lebih baik.
Namun, sebagian besar pengangguran mengalami depresi, sering melamun atau merenung,
merasa putus asa dan mengalami kecemasan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pengangguran terdidik lulusan universitas untuk
mencari lowongan pekerjaan?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan lulusan Universitas masih banyak menganggur?
3. Bagaimana tingkat pengangguran terdidik lulusan Universitas di Kota Medan?

BAB II. KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengangguran

2.1.1 Pengertian Pengangguran

Pengangguran ialah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja
kurang dari dua hari selama seminggu, atau seorang yang sedang berusaha mencari
pekerjaan. sedangkan yang dimaksud angkatan kerja adalah jumlah keseluruhan pekerja yang
tersedia untuk lapangan pekerjaan dalam sebuah negara. Golongan bukan angkatan kerja
adalah mereka yang bersekolah, yang mengurus rumah tangga, atau yang menerima
pendapatan tidak tetap.

Menurut Sadono Sukirno dalam Pitartono, dalam standar pengertian yang sudah
ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang
yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkannya.1

Selanjutnya International Labor Organization (ILO) memberikan definisi pengangguran


yaitu:

a. Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia


kerja yang selama periode tertentu tidak bekerja, dan bersedia menerima pekerjaan,
serta sedang mencari pekerjaan.

1
Pitartono. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2012. hlm 32
b. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh
karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara
terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain
atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan.2

2.1.2 Jenis-jenis Pengangguran

Menurut Marius jenis-jenis pengangguran adalah sebagai berikut:

1. Menurut Faktor-faktor penyebabnya

a. Pengangguran siklikal Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang terjadi


akibat siklus gelombang konjungtur atau perubahan naik turunnya kondisi ekonomi.
b. Pengangguran Teknologi Pengangguran teknologi disebabkan karena tenaga manusia
diganti menjadi tenaga mesin atau robot.
c. Pengangguran Srtruktural Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan
struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Misalnya perubahan
struktur agraris menjadi industri.
d. Pengangguran Friksional Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi
sementara waktu atau dalam jangka pendek. Contohnya seperti menganggur
sementara untuk menunggu panggilan kerja.

2. Menurut ciri-cirinya

a. Pengangguran Terbuka Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang benar-benar


tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini bisa terjadi ketika tenaga kerja telah
berusaha semaksimal mungkin mencari pekerjaan tetapi belum mendapatkannya.
b. Pengangguran Terselubung Pengangguran ini mempunyai ciri yaitu ketika jumlah
pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang diperlukan (kelebihan
pekerja). Pengangguran Musiman Pengangguran musiman terjadi karena adanya
perubahan musim atau kegagalan musim. pengangguran ini sering terjadi pada petani
yang menganggur disaat paceklik.

2
Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001. hlm 4
c. Setengah menganggur Di negara-negara berkembang banyak orang yang melakukan
migrasi. Namun tidak semua yang bermigrasi mendapat pekerjaan di tempat baru
mereka. sebagian terpaksa menjadi pengangguran sepenuh waktu. Ada pula yang
tidak menganggur tetapi tidak bekerja penuh waktu.3

2.1.3 Dampak pengangguran

Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya


pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalahmasalah sosial lainnya. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur
dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi, beberapa dampak yang timbul akibat pengangguran yaitu:

1. Dari segi ekonomi

a. Menimbulkan turunnya daya beli masyarakat


b. Menghambat investasi
c. Turunnya produk domestik bruto, sehingga pendapatan nasional pun akan berkurang.

2. Dari segi sosial

a. Timbulnya perasaan kurang percaya diri


b. Meningkatnya angka kriminalitas
c. Bertambahnya pengamen, anak jalanan dan pengemis
d. Tingginya jumlah angka anak putus sekolah

3. Dari segi pembangunan ekonomi nasional

a. Masyarakat tidak mampu memaksimalkan kemakmuran


b. Pendapatan pajak pemerintah berkurang
c. Tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi.4

3
Marius dan Jelamu Ardu, Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia, IPB, 2004. Hlm 39
4
Pitartono, Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010, Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2012. Hlm 58
2.1.4 Upaya mengatasi pengangguran

Untuk mengatasi pengangguran diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi pengangguran,


antara lain sebagai berikut:

1. Pemerintah

2. Mendirikan program tenaga kerja

3. Mengadakan program latihan kerja magang

4. Pengerahan tenaga kerja Indonesia

5. Mendirikan program pelatihan atau kursus

6. Memperluas pendistibusian informasi tenaga kerja yang dapat diakses dimanapun.

7. Masyarakat

8. Mengikuti program latihan kerja

9. Meningkatkan wiraswasta

10. Membuka lapangan kerja baru atau mendirikan kursus

11. Aktif dalam mencari informasi tentang tenaga kerja.5

2.1.5 Penyebab pengangguran

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding


dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya, beberapa penyebab timbulnya
pengangguran yaitu:

1. Besarnya angkatan kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja

2. Lapangan kerja sedikit

5
Marius dan Jelamu Ardu, Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia, IPB, 2004. Hlm 29
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang

4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang

5. Budaya pilih-pilih pekerjaan serta pemalas

6. Banyaknya jumlah penduduk

7. Teknologi yang semakin maju yang tidak diimbangi oleh kemampuan manusia

8. Pendidikan dan ketrampilan yang rendah

9. Pengusaha yang selalu ingin mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan
seperti penerapan rasionalisasi

10. Adanya lapangan kerja dipengaruhi oleh musim

11. Ketidak stabilan perekonomian, politik dan keamanan negara.

2.2 Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (UU ketenaga kerjaan No.14 tahun 1999). Oleh karena itu perusahaan
akan memberi balas jasa kepada pekerja dalam bentuk upah. Menurut Daniel & Moehar
dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya
terdapat pada usaha pertanian yang luas. Bagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja
upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas.6

Menurut Engkos tenaga artinya daya yang dapat menggerakkan sesuatu, kegiatan bekerja,
berusaha dan sebagainya, orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan kerja
artinya kegiatan melakukan sesuatu. Sumber daya manusia (human resource) adalah tenaga
kerja yang mampu bekerja melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang
mempunyai nilai ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja
(man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age population).
6
Daniel dan Moehar, Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia, (Jakarta: Bumi aksara, 2004) hlm 84
Faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variable yang penggunaanya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Maksudnya adalah kedudukan
petani dalam usaha tani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour)
melainkan menjadi seorang manajer. Kedudukan si petani tidak mampu merangkap kedua
fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan dan memusatkan diri pada fungsi
sebagai pemimpin usaha tani (manajer).7

Menurut Daniel & Moehar faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produk yang
penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan
saja di lihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu
pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja
adalah:

a. Jumlah tenaga kerja.


Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sampai tingkat tertentu jumlahnya optimal,
jumlah tenaga kerja ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan
kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
b. Kualitas tenaga kerja Dalam proses produksi,
apakah itu produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan
spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja
yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam
jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka
akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi
canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai
klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
c. Jenis kelamin Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin,
apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai
spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja
wanita mengerjakan tanam.
d. Tenaga kerja musiman Pertanian ditentukan oleh musim,

7
Engkos, Manajemen Industri. Bandung: Alfabeta, 2003 hlm 32
maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja
musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi
migrasi atau urbanisasi musiman.

Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga
kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara
keseimbangan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan
tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan
ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan
oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi dari pada upah
tenaga kerja manusia.8

Menurut Soekartawi umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar
kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa.9 Oleh karen itu penilaian
terhadap upah harus distandarisasi menjadi hari orang kerja (HOK) atau hari kerja setara pria
(HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam
kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja
bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan besar kecilnya upah tenaga kerja.
Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja
orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi.
Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
tenagaa kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi dari pada tenaga kerja tersebut.10

2.2.1 Tenaga Kerja Terdidik

Tingkat pengangguran terdidik (educated unemployment rate) merupakan rasio jumlah


pencari kerja yang berpendidikan SLTA keatas (sebagai kelompok terdidik) terhadap
besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Dengan kata lain, pengangguran terdidik
yaitu pengangguran lulusan SMA, Diploma, dan Sarjana yang belum bekerja.11
8
Daniel dan Moehar, Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia, (Jakarta: Bumi aksara, 2004) hlm 82
9
Soekartawi, Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: Media Pustaka, 2003) hal 42
10
Biro Pusat Statistik, Keadaan Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Indonesia, Berbagai Edisi. BPS, 2008 hal 42
11
Ibid, hal 42
Menurut Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, faktor yang menyebabkan
terjadinya pengangguran tenaga kerja terdidik yaitu :

a. adanya penawaran tenaga kerja yang melebihi dari permintaan,


b. kebijakan rekruitmen tenaga kerja sering tertutup,
c. perguruan tinggi sebagai proses untuk menyiapkan lulusan atau tenaga kerja yang
siap pakai belum berfungsi sebagaimana mestinya,
d. adanya perubahan kegiatan ekonomi dan perubahan struktur industri.12

Kecenderungan meningkatnya angka pengangguran tenaga kerja terdidik disebabkan


bahwa semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula aspirasinya untuk mendapatkan
kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih sesuai.13

BAB III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis.
Penelitian deskriptif analisis merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengungkap fakta
yang sudah ada dan mendeskriptifkan sesuai fenomena.

3.2 Sumber Data dan Pengumpulan Data


3.2.1 Sumber Data
Adapun Sumber data yang diambil dalam penelitian ini adalah :
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh orang yang melakukan sumber penelitian
dari sumber-sumber yang telah ada. Data yang didapat dari studi kepustakaan, dokumen,
koran, internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang diteliti oelh penulis. Untuk
melengkapi data penelitian, maka data sekunder juga diperoleh dari Website Badan Pusat
Statistik.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
12
Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres
Kota Surakarta Tahun2003, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri sebelas Maret, Surakarta, 2004 hlm 13
13
Soetomo Et al, Statistik Non Para Metrik Untuk Penelitian, (Bandung: CV Alfabeta,1999) hlm 17
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi merupakan melakukan pengamatan dan pencatatan suatu objek, secara
sistematik yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesuai atau berulang kali.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tingkat Pengangguran Sarjana di Kota Medan

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, dan merupakan kota terbesar
ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di Pulau Jawa. Selain
itu, Medan juga dikenal dengan perguruan tingginya yang sangat beragam dan tidak kalah
saing dengan perguruan tinggi yang berada di kota lain.Sehingga banyak masyarakat
Indonesia maupun asing pergi ke kota medan untuk melanjutkan studinya duduk di bangku
kuliah.

Akibat banyaknya lulusan sarjana di Kota Medan sehingga menimbulkan suatu masalah
seperti pengangguran. Pengangguran merupakan suatu keadaan seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh
pekerjaan. Selain itu pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang
tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan suatu usaha aktif. Pada intinya
seorang lulusan sarjana dikatakan sukses apabila ia mampu membuka lapangan pekerjaan
untuk orang lain, dengan kata lain seorang sarjana harus mampu berkarya sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya.

Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Medan, tingkat pengangguran sarjana tahun
2015-2018 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Yang dilihat dari data tahun ke tahun
pengangguran sarjana di Kota Medan kadang mengalami kenaikan dan kadang mengalami
penurunan.

Tabel Jumlah Pengangguran Sarjana di Kota Medan menurut BPS tahun 2015-2018

Tingkat Pendidikan Jumlah Pencari Kerja Menurut Jenis Kelamin dan


Tertinggi Tingkat Pendidikan Tertinggi (Jiwa)
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki +
Perempuan
2015 2015 2015
627 636 1263

2016 2016 2016


341 498 839
Diploma/Universitas
2017 2017 2017
840 1326 2166

2018 2018 2018


545 658 1196

Tahun 2015 pengangguran sarjana di Kota Medan berjumlah 1263 jiwa dengan jumlah
laki-laki 627 jiwa dan perempuan 636 jiwa, dan pada tahun 2016, jumlah pengangguran
sarjana mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 839 jiwa.Namun pada tahun
2017, jumlah pengangguran sarjana naik drastis menjadi 2166 jiwa dengan jumlah
perempuan yang paling banyak yaitu sebesar 1326 jiwa, hingga pada tahun 2018
pengangguran sarjana pun berkurang drastis menjadi 1196 jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, 2008. Keadaan Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Indonesia. Berbagai
Edisi. BPS
Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001

Daniel dan Moehar, 2004. Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: Bumi
aksara

Engkos, 2003. Manajemen Industri. Bandung: Alfabeta

Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, 2004. Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja
Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun2003. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri sebelas Maret. Surakarta

Marius dan Jelamu Ardu, 2004. Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia. IPB

Pitartono, 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010. Skripsi
S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro

Soekartawi, 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Media Pustaka

Soetomo Et al., 1999. Statistik Non Para Metrik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai