EKONOMI PEMBANGUNAN II
DISUSUN OLEH
GROUP 2 DRESTANTA TIYASA_ALMAHYRA:
2019/2020
BAB I PENDAHULUAN
Dalam hal ini diperlukannya kerjasama antara pemerintah dalam menyediakan sebuah
lapangan pekerjaan yang akan sangat bermanfaat sekali untuk para pencari pekerjaan yang
memasuki Usia angkatan kerja teatpi belum mendapatkan pekerjaan, yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti kurangnya lapangan pekerjaan, dan sedang mencari pekerjaan agar
memperoleh upah atau keuntungan. Kami memilih tema ini karena tema ini sangat cocok
sekali terhadap permasalahan yang ada di sekitar kita yaitu pengangguran, selain itu menarik
untuk dikaji lebih mendalam terhadap permasalahan ini.
Jumlah yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan memperkerjakan orang
lainmasih sedikit. Padahal, jika ditinjau dari perspektif logika, menjadi seorang sarjana
seharusnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan yang bukan lulusan sarjana. Seorang
sarjana harusnya mampu berpikir inovatif, kintruktif, dan kreatif. Sarjana seharusnya menjadi
pelopor, tidak hanya mampu menunggu kesempatan.
Padahal peradaban sebuah bangsa yang maju sangat ditentukan oleh kemajuannya
pendidikannya. Tingginya angka pengangguran terdidik (lulusan perguruan tinggi)
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, kompetensi keahlian tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar, lulusan program studi sudah jenuh dimasyarakat, atau tidak dimiliki
kehalian apapun untuk bersaing didunia kerja.
Dalam bersain di dunia kerja yang dibuthkan tidak hanya keahlian saja, tetapi juga
profesioanalisme yang ada pada diri setiap individu, karena dengan alaminya seorang
manusia akan sadar bahwa dirinya profesioanalis dalam bidang tertentu. Sedangkan dalam
menempuh pendidikan tingi seharusnya perguruan tinggi mampu menciptakan
keprofesioanalisan itu. Dengan fenomenanya banyaknya pengangguran terdidik, dilema
tentunya dirasakan oleh para penganggur terdidik saat ini, sekalian waktu bergumul
dikampus ternyata tak mampu mengangkat harkat penyandang status sarjana.
Ada tiga hal yang menjadi alsan utama mengapa alumni perguruan tinggi banyak uyang
belum mendapatakan pekerjaan, yaitu hambatan kultural, mutu, dan relevansi kurikulum
pendidikan dan pasar kerja. Hambatan kulturan maksudnya menyangkut budaya, dan
masalah mutu serta relevansi kurikulum pendidikan yang masih belum mampu menciptakan
dan mengembangkan kemandirian sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan duniakerja.
Sedankgan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas sember daya
manusia untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Keadaan menganggur bagi lulusan Universitas dapat menyebabkan efek negatif. Menurut
carlson (2007), setelah dinyatakan lulus oleh Universitas, sebagian besar individu tidak
mengerti apa yang harus dilakukan setelah lulus. Kondisi tersebut menjadi stresor bagi
lulusan Universitas, dan akan menimbulkan kecemasan.
Dari paparan diatas diperoleh kesimpulan bahw abnyaknya lulusan Universitas yang
masih menganggur, disebabkan oleh beberapa hal, meliputi rendahnya soft skill, relasi dn
tingkat ekonomi orang tua. Beberapa pengangguran menikmati keadaannya yang
menganggur dan memiliki keyakinan akan mampu merubah situasinya menjadi lebih baik.
Namun, sebagian besar pengangguran mengalami depresi, sering melamun atau merenung,
merasa putus asa dan mengalami kecemasan.
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pengangguran terdidik lulusan universitas untuk
mencari lowongan pekerjaan?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan lulusan Universitas masih banyak menganggur?
3. Bagaimana tingkat pengangguran terdidik lulusan Universitas di Kota Medan?
2.1 Pengangguran
Pengangguran ialah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja
kurang dari dua hari selama seminggu, atau seorang yang sedang berusaha mencari
pekerjaan. sedangkan yang dimaksud angkatan kerja adalah jumlah keseluruhan pekerja yang
tersedia untuk lapangan pekerjaan dalam sebuah negara. Golongan bukan angkatan kerja
adalah mereka yang bersekolah, yang mengurus rumah tangga, atau yang menerima
pendapatan tidak tetap.
Menurut Sadono Sukirno dalam Pitartono, dalam standar pengertian yang sudah
ditentukan secara internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang
yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkannya.1
1
Pitartono. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010. Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2012. hlm 32
b. Setengah pengangguran terpaksa adalah seseorang yang bekerja sebagai buruh
karyawan dan pekerja mandiri (berusaha sendiri) yang selama periode tertentu secara
terpaksa bekerja kurang dari jam kerja normal, yang masih mencari pekerjaan lain
atau masih bersedia mencari pekerjaan lain/tambahan.2
2. Menurut ciri-cirinya
2
Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001. hlm 4
c. Setengah menganggur Di negara-negara berkembang banyak orang yang melakukan
migrasi. Namun tidak semua yang bermigrasi mendapat pekerjaan di tempat baru
mereka. sebagian terpaksa menjadi pengangguran sepenuh waktu. Ada pula yang
tidak menganggur tetapi tidak bekerja penuh waktu.3
3
Marius dan Jelamu Ardu, Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia, IPB, 2004. Hlm 39
4
Pitartono, Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010, Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2012. Hlm 58
2.1.4 Upaya mengatasi pengangguran
1. Pemerintah
7. Masyarakat
9. Meningkatkan wiraswasta
5
Marius dan Jelamu Ardu, Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia, IPB, 2004. Hlm 29
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak
seimbang
7. Teknologi yang semakin maju yang tidak diimbangi oleh kemampuan manusia
9. Pengusaha yang selalu ingin mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan
seperti penerapan rasionalisasi
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat (UU ketenaga kerjaan No.14 tahun 1999). Oleh karena itu perusahaan
akan memberi balas jasa kepada pekerja dalam bentuk upah. Menurut Daniel & Moehar
dewasa ini terjadi lagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja upahan tidak lagi hanya
terdapat pada usaha pertanian yang luas. Bagi perkembangan baru, ketika tenaga kerja
upahan tidak lagi hanya terdapat pada usaha pertanian yang luas.6
Menurut Engkos tenaga artinya daya yang dapat menggerakkan sesuatu, kegiatan bekerja,
berusaha dan sebagainya, orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan kerja
artinya kegiatan melakukan sesuatu. Sumber daya manusia (human resource) adalah tenaga
kerja yang mampu bekerja melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang
mempunyai nilai ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja
(man power) adalah semua penduduk dalam usia kerja (working age population).
6
Daniel dan Moehar, Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia, (Jakarta: Bumi aksara, 2004) hlm 84
Faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variable yang penggunaanya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Maksudnya adalah kedudukan
petani dalam usaha tani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour)
melainkan menjadi seorang manajer. Kedudukan si petani tidak mampu merangkap kedua
fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan dan memusatkan diri pada fungsi
sebagai pemimpin usaha tani (manajer).7
Menurut Daniel & Moehar faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produk yang
penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan
saja di lihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu
pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja
adalah:
7
Engkos, Manajemen Industri. Bandung: Alfabeta, 2003 hlm 32
maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja
musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi
migrasi atau urbanisasi musiman.
Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga
kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara
keseimbangan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan
tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan
ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan
oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi dari pada upah
tenaga kerja manusia.8
Menurut Soekartawi umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar
kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa.9 Oleh karen itu penilaian
terhadap upah harus distandarisasi menjadi hari orang kerja (HOK) atau hari kerja setara pria
(HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam
kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja
bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan besar kecilnya upah tenaga kerja.
Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja
orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi.
Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
tenagaa kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi dari pada tenaga kerja tersebut.10
Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, dan merupakan kota terbesar
ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, serta kota terbesar di Pulau Jawa. Selain
itu, Medan juga dikenal dengan perguruan tingginya yang sangat beragam dan tidak kalah
saing dengan perguruan tinggi yang berada di kota lain.Sehingga banyak masyarakat
Indonesia maupun asing pergi ke kota medan untuk melanjutkan studinya duduk di bangku
kuliah.
Akibat banyaknya lulusan sarjana di Kota Medan sehingga menimbulkan suatu masalah
seperti pengangguran. Pengangguran merupakan suatu keadaan seseorang yang tergolong
dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh
pekerjaan. Selain itu pengangguran merupakan suatu ukuran yang dilakukan jika seseorang
tidak memiliki pekerjaan tetapi mereka sedang melakukan suatu usaha aktif. Pada intinya
seorang lulusan sarjana dikatakan sukses apabila ia mampu membuka lapangan pekerjaan
untuk orang lain, dengan kata lain seorang sarjana harus mampu berkarya sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Medan, tingkat pengangguran sarjana tahun
2015-2018 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Yang dilihat dari data tahun ke tahun
pengangguran sarjana di Kota Medan kadang mengalami kenaikan dan kadang mengalami
penurunan.
Tabel Jumlah Pengangguran Sarjana di Kota Medan menurut BPS tahun 2015-2018
Tahun 2015 pengangguran sarjana di Kota Medan berjumlah 1263 jiwa dengan jumlah
laki-laki 627 jiwa dan perempuan 636 jiwa, dan pada tahun 2016, jumlah pengangguran
sarjana mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 839 jiwa.Namun pada tahun
2017, jumlah pengangguran sarjana naik drastis menjadi 2166 jiwa dengan jumlah
perempuan yang paling banyak yaitu sebesar 1326 jiwa, hingga pada tahun 2018
pengangguran sarjana pun berkurang drastis menjadi 1196 jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik, 2008. Keadaan Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja Indonesia. Berbagai
Edisi. BPS
Badan Pusat Statistik Profinsi Jawa Timur, 2001
Daniel dan Moehar, 2004. Pengantar Tentang Tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: Bumi
aksara
Fadhilah Rahmawati dan Vincent Hadiwiyono, 2004. Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja
Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun2003. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri sebelas Maret. Surakarta
Marius dan Jelamu Ardu, 2004. Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia. IPB
Pitartono, 2012. Analisis Tingkat Pengangguran di Jawa Tengah Tahun 1997- 2010. Skripsi
S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Soekartawi, 2003. Analisis Hubungan Faktor Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Media Pustaka
Soetomo Et al., 1999. Statistik Non Para Metrik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta