Supply Chain Management (SCM) adalah suatu metode penciptaan produk untuk
disampaikan pada pengguna akhir, dimana di dalamnya tercakup berbagai komponen,
yaitu: the supplier of raw materials, the manufacturing units, warehouses, transporters,
retailers, and finally selling.
Perkembangan lingkungan industri yang dinamis pada era global seperti sekarang ini
menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan untuk menggali potensi yang
dimiliki, serta mengidentifikasi faktor kunci sukses untuk unggul dalam persaingan yang
semakin kompetitif. Teknologi yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan
untuk diterapkan dalam iklim persaingan. Usaha-usaha yang dilakukan pada
akhirnyadiarahkan untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen.
Salah satu upaya untuk mereduksi biaya tersebut adalah melalui optimalisasi
distribusi material dari pemasok, aliran material dalam proses produksi sampai dengan
distribusi produk ke tangan konsumen. Distribusi yang optimal dalam hal ini dapat
dicapai melalui penerapan konsep SupplyChain Management (SCM). SCM sesungguhnya
bukan merupakan suatu konsep yang baru. Menurut Jebarus (2001) SCM merupakan
pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi
permintaan konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang
menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga kepada
konsumen. Dari sini aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu
kesatuan tanpa sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme informasi antara
berbagai elemen tersebut berlangsung secara transparan. SCM merupakan suatu
konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola
pendistribusian produk secara optimal. Pola baru ini menyangkut aktivitas
pendistribusian, jadual produksi, dan logistik
Gambar 8.1 memberikan ilustrasi sebuah Supply Chain (SC) yang sederhana.
Sebuah SC akan memiliki komponen-komponen yang biasanya disebut channel . Semua
chanel bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir.
Praktek tradisional, semua aktivitas tersebut dilakukan tanpa atau dengan sedikit
koordinasi. Istilah cross fungsional team misalnya tidak banyak diaplikasikan dalam
manajemen SC tradisional. Pola hubungan manajemen logistik tradisional masih
bersifat adversarial, dalam arti pola hubungannya masih mementingkan pihak-pihak
secara individual tidak mengacu pada kinerja keseluruhan pihak yang menjadi
pembentuk sebuah SC, contohnya antara lain: Hubungan antara pemasok dengan
perusahaan yang disuplainya hanya terbatas pada transaksi jual beli. Pola-pola
negosiasi hanya mementingkan pihak-pihak secara individual. Pemasok ingin
secepatnya memindahkan atau menjual produknya secepat dan sebanyak mungkin
dengan harga yang tinggi, sementara perusahaan yang disuplainya menginginkan
harga yang murah dan pengiriman yang cepat dan tepat.
Lingkungan Bisnis senantiasa berubah dan perubahan tersebut semakin lama semakin
cepat. Akselerasi perubahan ini disebabkan berkembangnya secara cepat faktor-faktor
penting, antara lain:
1. Tuntutan konsumen yang semakin kritis. Konsumen menjadi semakin rumit dan
terlalu banyak menuntut. Mereka menuntut harga murah, mutu tinggi untuk
setiap produk yang ditawarkan, penyerahan tepat waktu, dan sesuai dengan
selera mereka.
2. Infrastruktur telekomunikasi, informasi, transportasi, dan perbankan yang
semakin canggih memungkinkan berkembangnya model baru dalam aliran
material/produk.
3. Daur hidup produk. Daur hidup produk sangat pendek seiring dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pasar.
4. Kesadaran konsumen akan pentingnya aspek sosial dan lingkungan dalam
kehidupan, menuntut industri manufaktur memasukkan konsep-konsep ramah
lingkungan mulai dari proses perancangan produk, proses produksi maupun
proses distribusinya.
5. Globalisasi dan perubahan peta ekonomi dunia ke arah meningkatnya
kemampuan ekonomi negara-negara dunia ketiga, telah menciptakan banyak
paradigma baru dalam dunia bisnis, dan salah satu paradigma penting adalah
meningkatnya persaingan antara produk jasa di pasaran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Supply Chain Management (SCM) adalah
suatu konsep yang menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu
menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini
menyangkut aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan logistik.
Ada pula yang mengatakan bahwa Supply Chain Management (SCM) adalah suatu
metode penciptaan produk untuk disampaikan pada pengguna akhir, dimana di
dalamnya tercakup berbagai komponen, yaitu : the supplier of raw materials, the
manufacturing units, warehouses, transporters, retailers, and finally selling.
Dari 2 (dua) definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus utama dari SCM
adalah sinkronisasi proses untuk kepuasan pelanggan. Semua supply chain pada
hakekatnya memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua
pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan
lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah,
berkualitas, dan tepat pengirimannya.
Persaingan dalam konteks SCM adalah persaingan antar rantai, bukan antar individu
perusahaan. Kelemahan praktek tradisional yang bersifat adversarial adalah terfokusnya
ukuran keberhasilan dan aktivitas pada bagian-bagian kecil dari supply chain yang
justru sering berlawanan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pelayanan pada
pelanggan atau konsumen akhir.
Evolusi SCM yang telah mencapai tahap keempat tersebut menunjukkan suatu
integrasi yang menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga menuntut
adanya transparansi arus informasi. Strategi kemitraan dapat digunakan untuk
mewujudkan kelancaran arus pasokan material dari pemasok sampai distributor
hingga ke tangan konsumen. Dengan strategi kemitraan maka perlu
mengembangkan komunikasi diantara semua pihak terkait, sehingga komunikasi
arus informasi maupun data yang dibutuhkan akan lebih lancar.
E. Manfaat SCM
perusahaan.
6. Perusahaan semakin besar. Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi
proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih
kuat.
Keenam manfaat yang sudah dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat
tidak langsung. Secara umum, manfaat langsung dari penerapan SCM bagi perusahaan
adalah :
1. SCM secara fisik dapat mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan
mengantarkannya kepada konsumen akhir. Manfaat ini menekankan pada fungsi
produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan
penggunaan dari seluruh sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses
transformasi yang terkendali, untuk memberikan nilai pada produk yang
dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan mendistribusikannya
kepada konsumen yang dibidik.
2. SCM berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang dipasok oleh
rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen akhir tersebut.
Dalam hal ini fungsi pemasaran yang akan berperan. Melalui pelaksanaan SCM,
pemasaran dapat mengidentifikasi produk dengan karakteristik yang diminati
konsumen. Selanjutnya fungsi ini harus mampu mengidentifikasi seluruh atribut
produk yang diharapkan konsumen tersebut dan mengkomunikasikan
kepada perancang produk. Apabila seleksi rancangan produk sudah dilakukan
dan dilakukan pengujian maka produk dapat diproduksi. Sehingga SCM akan
berperan dalam memberikan manfaat seperti point 1 tersebut.
Ditinjau dari segi ongkos, masing-masing fungsi di atas berkaitan dengan ongkos,
yaitu:
F. Prinsip-prinsip SCM
Anderson, Britt & Frave (1997) memberikan 7 prinsip SCM untuk membantu para
manajer dalam merumuskan strategi pelaksanaan SCM, yaitu:
Sebagai suatu konsep yang melibatkan banyak pihak sebagai mata rantai, SCM
menuntut beberapa persyaratan yang tidak hanya terkait dengan material, tetapi juga
informasi. Syarat utama dari penerapan SCM tentunya dukungan manajemen.
Manajemen semua level dari strategis sampai operasional harus memberikan dukungan
mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai
pengendalian.
Selain dukungan manajemen, syarat lain merupakan syarat yang melibatkan faktor
eksternal yaitu pemasok dan distributor. Sebelum membangun komitmen dan
melaksanakan ‘kontrak kerja’ dengan para pemasok, maka perusahaan terlebih dahulu
harus melaksanakan evaluasi pemasok. Sebagai catatan, melaksanakan evaluasi
pemasok untuk pemasok yang ‘bermain’ dalam pasar yang monopoli tentunya sulit dan
tidak bisa dilaksanakan, sehingga yang perlu dilakukan untuk kondisi ini adalah
membangun kemitraan dalam suatu kesepakatan.
Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama dapat diperoleh lebih
dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga criteria dalam melakukan evaluasi
pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok,keadaan pelayanan, dan keadaan material.
Beberapa contoh indikator darisetiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai berikut
(Gaspersz, 2002):
Satu lagi persyaratan yang penting dalam penerapan SCM adalah transparansi
arus informasi. Untuk dapat mendukung arus informasi yang transparan dari seluruh
mata rantai yang terlibat dalam SCM diperlukan komitmen (dapat dicapai melalui
kemitraan dan kesepakatan) disertai dengan ketersediaan database.
Konsep database yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya kumpulan data yang
dikelola dan dikendalikan secara terpusat, melainkan data tersebut harus memenuhi
lima kriteria sebagai berikut :
Strategi yang paling mendasar dalam SCM berkaitan erat dengan konfigurasi fisik
maupun manajemennya. Dalam rancangan struktur supply chain, mulai dari konfigurasi
jaringan antar chanel sampai pada konfigurasi fasilitas di dalam sebuah chanel tidak
bisa dilepaskan dari karakteristik produk maupun jasa yang dihasilkan oleh sebuah
supply chain.
Dalam SCM karakteristik produk ini dibedakan ke dalam 2 jenis yang didasarkan
pada berbagai aspek antara lain, siklus hidupnya, jumlah variasinya, stabilitas
permintaannya, kesalahan ramalan, tingkat markdown, dan sebagainya. Kedua jenis
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Produk fungsional, biasanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar, seperti garam, gula, sabun, minyak goreng, buku tulis, ballpoint, dan
sebagainya.
2. Produk inovatif, yaitu produk yang permintaannya biasanya sangat tidak stabil
dan sulit diramalkan. Produk inovatif ini biasanya muncul sebagai respon atas
perubahan pasar yang cepat atau sebagai akibat dari kemampuan teknologi dan
inovasi yang bagus. Contoh dari produk inovatif ini adalah komputer yang
perubahan rancangannya sudah dalam hitungan minggu atau bahkan hari. Ini
merupakan contoh produk inovatif yang dipacu oleh kemampuan perusahaan
melakukan inovasi (innovation driven). Contoh lain adalah pakaian yang
modelnya cepat berubah dan inilebih dipacu oleh kebutuhan pasar yang
mengisyaratkan perubahan model (market driven).
Fokus utama dalam mengelola Lean Supply Chain adalah menekan ongkos-
ongkos fisik disepanjang supply chain yang terdiri dari ongkos-ongkos material,
produksi, distribusi, penyimpanan dan sebagainya. Dalam lean supply chain koordinasi
yang baik antar chanel dalam rantai supply sangat diperlukan, termasuk di dalamnya
koordinasi untuk manangani dampak variabilitas dan ketidakpastian permintaan
maupun supply.
Meskipun SCM memiliki banyak manfaat dalam menjalankan sistem produksi dan
operasi di perusahaan, tetapi ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan disikapi
oleh perusahaan apabila akan menerapkannya. Tantangan yang pertama berasal dari
lingkungan makro dan juga lingkungan eksternal. Misalnya saja trend perekonomian
global yang menunjukkan adanya kecenderungan inflasi, khususnya di Indonesia. Hal
ini disebabkan karena persaingan di tingkat global memang sangat meningkat. Selain
itu juga kecenderungan perilaku konsumen yang menunjukkan sikap terlalu rumit dan
banyak menuntut. Faktor eksternal lain adalah perkembangan teknologi. Perkembangan
teknologi yang terkait dengan teknologi informasi sedapat mungkin diadaptasi oleh
perusahaan-perusahaan yang menerapkan SCM sehingga dapat mengelola informasi
yang bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk. Sehingga sangat
perlu bagi perusahaanyang menerapkan SCM untuk memiliki peralatan fungsional
seperti(Watanabe, 2001):
Di sisi lain, ada juga tantangan yang dapat digolongkan dalam lingkungan mikro
atau di lingkungan perusahaan itu termasuk stakeholder-nya. Mengingat sebuah rantai
supply chain terdiri dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh beberapa perusahaan,
maka pengelolaannya tidak mudah. Kompleksitas permasalahan meningkat dengan
cepat begitu pertimbangan-pertimbangan aliran produk dan informasi dilihat dalam
lingkungan keseluruhan supply chain dari ujung hulu ke ujung hilir. Karena
kompleksnya permasalahan pengelolaan tersebut, banyak sekali tantangan yang bisa
mengakibatkan kegagalan pengelolaan sebuah supply chain.
1. Just In Time (JIT), prinsip ini menekankan pada kemitraan yang erat antara
perusahaan dengan pemasoknya, dan pemasok akan memiliki wakil di
perusahaan yang disuplainya. Wakil tersebut berfungsi menggantikan peran
bagian pembelian di perusahaan pembeli. Atas nama perusahaan pembeli, wakil
tersebut akan membuat order pembelian ke perusahaannya berdasarkan rencana
produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembeli. Praktek ini
memungkinkan kedua belah pihak untuk merundingkan rencana-rencana
produksi maupun pembelian sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Perusahaan pembeli akan lebih mudah menegosiasikan jadwal pengiriman
karena wakil tadi sewaktu-waktu bisa ditemui di perusahaannya. Demikian pula
wakil tadi akan lebih banyak memberikan masukan tentang kemampuan
perusahaannyauntuk memasok kebutuhan material atau bahan baku yang
dibutuhkan perusahaan pembeli.
2. Vendor Managed Inventory (VMI), adalah merupakan salah satu variasi dari JIT
II. Konsep ini banyak digunakan oleh para pemasok yang mensuplai bisnis retail.
Selama ini pihak retail yang berkewajiban membuat order pembelian untuk
menjaga kelangsungan persediaan dari setiap item yang terjual. Pada VMI
kebalikannya, justru pemasoklah yang berkewajiban untuk menentukan kapan
dan berapa jumlah suatu item harus dikirim ke retailnya, berdasarkan informasi
tingkat penjualandan ketersediaan stock yang ada di retail tersebut. Pada VMI
pertukaran informasi yang lancar sangat diperlukan. Pemasok akan mampu
membuat keputusan yang baik, apabila informasi tingkat kebutuhan maupun
tingkat persediaan yang dimiliki pihak retail bisa diakses dengan mudah.
K. Rangkuman
1. Supply Chain Management (SCM) adalah suatu konsep yang menyangkut pola
pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian
produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian,
jadwal produksi, dan logistik.
2. Supply Chain Management (SCM) adalah suatu metode penciptaan produk untuk
disampaikan pada pengguna akhir, dimana di dalamnya tercakup berbagai
komponen, yaitu: the supplier of raw materials, the manufacturing units,
warehouses, transporters,retailers, and finally selling.
3. Manfaat penerapan konsep SCM dalam perusahaan yaitu: kepuasan pelanggan,
meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin
tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar.
4. Strategi yang paling mendasar dalam SCM berkaitan erat dengan konfigurasi fisik
maupun manajemennya. Dalam rancangan struktur supply chain, mulai dari
konfigurasi jaringan antar chanel sampai pada konfigurasi fasilitas di dalam
sebuah chanel tidak bisa dilepaskan dari karakteristik produk maupun jasa yang
dihasilkan oleh sebuah supply chain.
5. SCM membedakan karakteristik produk ke dalam 2 jenis yang didasarkan pada
berbagai aspek antara lain, siklus hidupnya, jumlah variasinya, stabilitas
permintaannya, kesalahan ramalan, tingkat markdown, dan sebagainya.
====//====