Sampul Depan
Kanjeng Kyai Sri Makmur
Penyelaras Keris : Nauval Ramsi (alm.)
Tinatah lapis emas : Idris dkk.
Dhapur : Sepang.
Pamor : Tirta Tinetes.
Warangka : Sunggingan Toni Junus.
Foto : Abdul Fatah.
Koleksi : Toni Junus.
1
demi kecintaanku
Vande Mataram
2
Sajak - sajak Keris
Antologi Keris Kamardikan
Seni Keris
Kamardikan
3
Penulis : Toni Junus.
Editor : Buntje Harbunangin.
Foto : Ferry Ardianto, Abdul Fatah, Jimbun Panoramic.
Desainer Keris : Toni Junus.
Penyelaras Keris : Nauval Ramsi (alm), Suhabib, M. Jamil, Idris dkk.
Grafis Desainer / Ilustrator : Toni Junus.
Ukuran : 21 X 28 cm.
Luxury Print - Hardcover
ISBN : 978-623-98032-0-9
Copyright : 2021Toni Junus
4
Keris adalah benda budaya,
awalnya berfungsi sebagai senjata tikam, kemudian oleh para Empu, keris menjadi media
untuk mengekspresikan ide-idenya menjadi karya yang simbolistik.
Keris merupakan peninggalan seni rupa abstrak dari Nusantara yang sudah tua,
motif pamornya bahkan mendahului seni rupa abstrak di barat.
5
Daftar isi : Daftar isi :
a. Sekapur Sirih (Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc) 8
b. Pesan Penulis (Toni Junus Kanjeng NgGung) 13
c. Catatan Editor (Buntje Harbunangin) 15
6
Hulu keris Durga yang sering
disebut juga Balu Mekabun,
menggambarkan wanita yang
tertutup kerudung di wajahnya.
Merupakan lambang adanya misteri
dalam kehidupan manusia.
Ada siang ada malam,
ada duka ada suka,
ada keberuntungan dan bencana.
7
Sekapur Sirih
“Art and technology have always been intimately
linked; indeed in their origins they were almost
indistinguishable” (Cyril Stanley Smith).
Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc moyang kita, penuh simbol-simbol yang
maknanya jarang dipahami oleh masyarakat.
8
Mereka (masyarakat pande) membentuk pelestarian budaya, tanpa itu tidak akan ada
kelompok yang diketuai seorang pemimpin budaya, dan manusia hanya akan menjadi
disebut 'tuha gusali' atau 'juru gusali'. Tempat binatang, bukan manusia.
'gusali' atau 'gusalian' sekarang disebut
'besalen'. Empu pembuat keris mempunyai Aspek-aspek simbolik telah mewarnai
kedudukan tersendiri di dalam masyarakat. Ia pandangan masyarakat terhadap metalurgi
dianggap mempunyai kekuatan magis karena keris.
artefak yang dihasilkan. Bahkan di Bali para
pande besi merupakan klen tersendiri yaitu Di Bali, Goris mencatat bahwa para pande
klen pande; dan mereka memiliki keris mendapatkan kekuatannya dari Dewa
keahliannya berdasarkan keturunan darah. Api. Dewa Api tersebut telah dikenal sebelum
Klen pande di Bali tidak tergabung dalam masuknya kebudayaan Hindu di Bali. Para
sistem kasta. Menurut salah satu babad pande keris menyiapkan sendiri air suci dan
pande, para pande logam memiliki bukan air suci yang sebagaimana lazimnya
pengetahuannya tentang pekerjaan logam dipersiapkan oleh para pendeta, karena pada
dari Dewa Api yang berkuasa di selatan. kenyataannya memang para pande keris tidak
boleh melibatkan para pendeta dalam aspek
Simbolisme di dalam Keris ritualnya. Ada mitos bahwa pande keris Mpu
Seorang ahli kulturologi, Leslie A. White Gandring telah dianugrahi kekuatan dari roh
menyatakan bahwa 'simbol' memegang nenek moyang. Mitos bahwa masyarakat
peranan penting dalam tingkah laku manusia. Toraja mempunyai dewa pande yang
Bahwa tingkah laku manusia dalam berbagai menempa kembali roh nenek moyangnya.
hal tergantung pada penggunaan simbol : Dalam kehidupan etnis Iban di Kalimantan,
”All culture (civilization) depends upon the memiliki tokoh kreator yang disebut
symbol. It was the exercise of the symbolic Selampandai yang secara simbolik ada pada
faculty that brought culture into existence and ‘ububan’ yang dapat menghidupkan roh
it is the use of symbols that makes the nenek moyangnya. Demikian pula etnis Dusun
perpetuation of culture possible, without it memiliki Dewa Pande Besi bernama
would be no culture, and man would be merely Kinorohingan yang dapat mematri arwah.
an animal, not human being.” Para pande besi (keris) dianggap memiliki
Semua budaya (peradaban) bergantung pada kekuatan supranatural bahkan tempat
simbol. Keberadaan yang simbolik itu yang perbengkelannya dianggap sebagai tempat
membawa budaya menjadi ada dan penggu- suci. Menurut catatan Rassers, sebelum
naan simbol-simbol memungkinkan adanya memulai pembuatan keris tempat kerja
9
tersebut harus dihias secara seremonial. Di dipuja dan dihormati.
Toraja, tempat pembuatan senjata besi Dari uraian diatas, jelas sekali bahwa dahulu
dianggap sebagai tempat yang dapat keris memiliki kesakralannya yang melekat
menyebabkan sesuatu menjadi lebih besar. pada metalurgi dengan aspek spiritualnya.
Berdasarkan aspek-aspek mitologi itulah Dalam kehidupan modern dan global yang
maka sebenarnya, menurut O'Connor: ”…… tidak menentu sekarang ini, proses pewarisan
iron working is both craft and a spiritual 'keris' harus tetap dijamin kontinyuitasnya
exercise”/ tempa besi adalah kerajinan dan agar budaya keris “tak lekang oleh panas, tak
melibatkan nilai spiritual. lapuk oleh hujan”.
Proses teknologi keris, terdapat isomorfisme Bangsa Indonesia, para generasi muda adalah
antara metalurgi dan pembebasan roh. 'pewaris budaya perkerisan'.
Menurut pandangan masyarakat tradisional
ada kesejajaran antara apa yang terjadi pada Buku yang disusun oleh Toni Junus berjudul
jasad tubuh manusia dan unsur-unsur non- ”SAJAK-SAJAK KERIS” ini membuktikan
fisik setelah mati dengan proses operasional bahwa teknologi keris mengalami
pembuatan keris sejak penyediaan bijih besi perkembangan dari zaman ke zaman, dari
sampai menjadi bentuk keris. Kematian jaman lampau ke zaman modern. Keris
bukanlah terminal akhir kehidupan, akan Kamardikan adalah bukti perkembangan
tetapi bermakna sebagai inagurasi periode budaya perkerisan. Kehadiran buku ini
transisi yang panjang, melalui kematian penting sekali dalam ikut mempertebal
spiritual dan kelahiran kembali. Selama ketahanan budaya bangsa dan menyadarkan
periode transisi tersebut jiwa atau roh bangsa bahwa keris itu adalah 'artefak budaya
bukanlah hidup ataupun mati tetapi Nusantara'. Maka Keris merupakan salah satu
'homeless', bingung. Itulah sebabnya identitas budaya nusantara. Sebagaimana
diadakan upacara pembebasan roh seperti diungkapkan Rassers: ”Java without keris is
misalnya upacara sradha di kerajaan no longer be called Java ….”.
Majapahit atau upacara mumukur di Bali agar
arwah masuk ke dalam dunia suci yang harus Mari kita dukung pelestarian dan pemelihara-
an budaya “perkerisan”.
10
Keris Kamardikan adalah sebuah istilah.
Kamardikan berasal dari kata Mahardika yang artinya merdeka.
Keris selalu lekat dengan atribut jaman pembuatannya yang disebut Tangguh,
yaitu seni tentang memperkirakan jaman pembuatan sebilah keris itu.
Parameternya adalah gaya keris yang khas pada setiap jaman dari kerajaan itu berdiri.
11
Pesan Penulis
“Wolak waliké jaman” adalah terjadinya suatu proses
pergeseran perilaku masyarakat dalam berkebudayaan.
Tentu hal ini dialami pula oleh budaya perkerisan.
12
yang pertama - Sekretariat Nasional Keris Sebagai seniman keris, saya bergumul dalam
Indonesia) di kediamannya, sambil makan perenungan yang melibatkan pengalaman dan
malam, berbicara seputar istilah yang tepat penghayatan pada kehidupan masa kecil di
untuk menyebut keris bikinan baru. Karena lingkungan saya, di kota Solo, mencoba
pada waktu itu ada yang menyebut keris mengoptimalkan rasa estetika dengan
milenial, keris baru, keris masa kini dan ada mengekplorasi pemahaman seni yang tak
sesepuh yang lebih ekstrim lagi menyebutnya terbatas pada teritorial estetika seni keris
dengan kata 'keris-kerisan”, mbah Kamdi saja, melainkan mencoba menjelajahi seni
(empu dari Solo) menyebutnya keris Republik. rupa, seni sastra dan lainnya.
Beranjak dari perbincangan tersebut, istilah
'keris setelah jaman Kemerdekaan' menjadi Keris Kamardikan, merupakan ‘keris harapan
perenungan saya. Dari sinilah, kemudian masa depan’ sebagai pemajuan kebudayaan,
muncul istilah Keris Kamardikan. sebab reka cipta manusia memiliki naluri
memunculkan pembaharuan. Hal yang
Istilah ini pertama kali dipublikasikan dalam memang sering harus keluar dari pakem atau
artikel di majalah ‘Pamor’ jilid 2. Penulisnya dalil kuno yang merupakan kesepakatan lama.
adalah Nini Smarakandi, nama samaran dari Walau sebenarnya proses penciptaan keris
seorang dokter yang aktif sebagai pelestari sepuh pada masanya dahulu, juga selalu
yang tak asing bagi sahabat perkerisan. mengalami pembaharuan.
Seni keris selalu berubah, keris itu menjadi
Kemudian, saya mewakili 'Komunitas Panji kuno karena perjalanan waktu.
Nusantara' bekerja sama dengan Bentara
Budaya Jakarta, mengadakan kejuaraan Demikian pesan pembuka saya.
(award) dengan menggelar Pameran Keris Buku ini saya susun untuk memperkaya
Kamardikan. Acara tersebut diikuti oleh notasi perkerisan, dengan narasi yang sengaja
pencinta keris seluruh Indonesia, dan saya kemas ringan-menghibur, dan sebagai
penggemar dari luar negeri. sumbangan pelestarian keris Indonesia....
Selain itu dihadirkan narasumber dari luar
negeri dalam acara diskusi, dua diantaranya Selamat membaca.
adalah Garret Solyom dari Hawaii dan Mohd. Toni Junus Kanjeng NgGung.
Ramli bin Raman dari Malaysia. Rahayu.
13
14
Catatan Editor
15
Keris Kamardikan yang dirintis oleh Toni dengan logika pakem, etika dan estetikanya.
Junus adalah cara untuk memutar ulang
siklus kehidupan keris sebagai karya budaya. Toni Junus sudah memilih jalan ini.
Tantangannya adalah memutar kembali tidak Ia berani untuk membuat yang baru tetapi
sama dengan sekedar mutrani. Mutrani dalam juga tetap setia pada inti dan keutamaan
pengertian replikasi atau menyalin keris yang
unsur-unsur lama.
lahir terlebih dahulu.
Harus ada keberanian, kreatifitas, sekaligus
Semoga buku ini menjadi inspirasi bagi para
kehati-hatian untuk membuat yang baru tapi
pencinta budaya keris.
tidak sepenuhnya meninggalkan unsur yang
lama.
Dengan kebudayaan kita menjaga ketahanan
Dalam hal ini yang dimaksud unsur lama
adalah kawruh padhuwungan. Lengkap bangsa.
16
Keris Kamardikan
17
18
1. Kanjeng Kyai Sabdo Palon
Keruntuhan Majapahit menurut Babad Tanah belum tentu serta merta mengartikan
Jawi, catatan Empu Prapanca dirangkai dalam keruntuhan pemerintahan Majapahit. Tetapi
sebuah kronogram “Sirna Ilang Kertaning mungkin lebih menekankan adanya kekhawa-
Bhumi”. Berdasarkan kronogram itu tiran akan runtuh. Pertama, karena telah
disimpulkan bahwa saat itulah runtuhnya terjadi polarisasi masyarakatnya dengan
kerajaan Majapahit. berkembangnya sistem kepercayaan dan
Sirna artinya lenyap = angka 0; Ilang artinya agama. Kedua, penggambaran fisik daratan
hilang = 0; Kertaning artinya kesejahteraan = Majapahit yang karena bencana, wilayahnya
angka 4; Bhumi artinya dunia = angka 1, dan berubah dan menyebabkan kesejahteraan
jika kata-kata itu dirangkai menyatakan ekonominya juga melemah.
ungkapan selesainya kerajaan Majapahit pada
tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.
Menurut Pararaton dan berita Barat dalam
Summa Orientalnya Tommy Peres, kerajaan
Tulisan Empu Prapanca ini diduga berkaitan
Majapahit masih berdiri walau dibawah
dengan bencana besar yang melanda
Kesultanan Demak dan oleh Raden Patah
Majapahit, mirip kejadian semburan Lumpur
diangkat raja yang bernama Girindra-
Sidoarjo – Lapindo yang lalu. Dalam kitab
Pararaton ini bisa disimpulkan terjadinya wardhana bergelar Dyah Ranawijaya yang
kemunduran kerajaan Wilwatikta atau diduga kuat sebagai raja yang akhirnya
Majapahit itu. (Brandes 1920; Pararaton, dikenal bernama Brawijaya (Batara Wijaya),
editan N.J. Krom). sebagai raja terakhir kerajaan Majapahit yang
Ÿ Adanya bencana yang dikenal dengan bertahta hingga 1527. Maka bisa disimpulkan,
“Banyu Pindah” yang terjadi pada tahun Majapahit betul-betul runtuh setelah 1527.
1256 Saka atau 1334 Masehi. Secara
harafiah kata Banyu Pindah adalah Dalam Serat Darmagandhul yang berisikan
menggambarkan terjadinya banjir besar. tembang-tembang dalam bahasa Jawa ngoko
dikisahkan seorang penasehat raja bernama
Ÿ Bencana yang disebut “Pagunung Anyar” Sabdo Palon sebagai manusia aneh (indigo)
terjadi tahun 1296 Saka atau 1374 Masehi, yang dianggap memiliki dua kepribadian dan
terbentuknya gunung baru yang merupakan sering muncul dengan jelmaan lain yang
timbunan lumpur yang luar biasa. dipanggil Nayagenggong. Mereka dihidupkan
sebagai dua tokoh atau dua figur penasehat
Kronogram “Sirna Ilang Kertaning Bhumi” Brawijaya.
19
Sabdo Palon digambarkan sebagai seorang bahwa akan ada kedatangan Sabdo Palon
pemikir yang sakti; jika bersabda selalu setelah 500 tahun menghilang dengan
terbukti. Arti Sabdo adalah yang memberi memperhitungkan selesainya kerajaan
masukan sedangkan Palon artinya pengunci Majapahit yaitu 1527 + 500 tahun atau
kebenaran yang bergema di ruang semesta. jatuhpada tahun 2027.
Sementara Nayagenggong merupakan pribadi
yang cuek, masa bodo, tidak suka berpikir Kedatangan Sabdo Palon merupakan harapan
panjang memiliki kewaskitaan yang tajam. terjadinya perubahan keadaan, menjadi
Naya atau nayaka artinya abdi sedangkan “gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kerta
Genggong adalah berulang-ulang yang artinya raharja” dalam pengertian kembalinya
jika menasehati raja, ia tak segan-segan selalu kejayaan Nusantara.
mengulang-ulang untuk mengingatkannya.
Nayagenggong sudah tahu bahwa keadaan Kembalinya mereka yang lupa akan esesnsi
akan berubah. Majapahit yang jaya bahkan moralitas atau 'agama budi' dan kembali pada
memiliki kekuatan armada yang hebat serta kesadaran dalam kehidupan berbangsa.
wilayah yang luas akan mengalami Tumbuh kembalinya kesadaran akan
keruntuhan. pentingnya kembali pada jati diri bangsa yang
sudah lama terjajah secara politik oleh
Penasehat ini tidak puas terhadap keputusan- pengaruh-pengaruh luar (asing).
keputusan sang raja dan belum bisa menerima
keadaan bahwa Majapahit sudah di bawah Bendera gula kelapa dari jaman dahulu tetap
Kesultanan Demak, akhirnya Sabdo Palon berkibar, itulah tanda adanya suatu kekuatan
meninggalkan raja, menghilang, moksa sambil yang berlanjut.
meneriakkan sumpah bahwa ia akan kembali
lagi setelah 500 tahun.
Semoga.
Berkaitan dengan kepercayaan terhadap kisah
ini, Nusantara yang merupakan wilayah masa
lalu Majapahit kemudian memiliki harapan,
20
Kanjeng Kyai Naya Genggong
21
Kanjeng Kyai Sabdo Palon
22
Kanjeng Kyai Naya Genggong
23
24
2. Kanjeng Kyai Satriya Gugah
Senandung tembang terdengar sayup-sayup baru yang semakin menjadi-jadi”.
seolah menghantar matahari ke peraduannya.
Lentera yang digantung pada beranda depan Dalam dinginnya malam itu, Dalang Karto
sudah dinyalakan. Dalang Karto duduk santai tidak berhenti melanjutkan monolognya itu.
sambil menghirup kopi. Sesekali ia menghisap Dirinya sangat meyakini bahwa Sabdo Palon
rokok klembak menyannya. sudah datang.... ya saat ini. Sabdo Palon sudah
hadir bersama cahaya, sebagai wahyu yang
Udara yang mulai dingin menerpa tubuhnya. menaungi Satryo Piningit, dan Sabdo Palon
Dikerudungkannya kain sarungnya untuk menjadi mentornya.
menahan dingin sambil menatap pohon-pohon Maka Dalang Karto berencana untuk
pisang di kegelapan, di depan rumahnya itu. menyelipkan monolognya itu pada pagelaran
wayangnya yang akan datang.
“Aku sudah datang, tapi aku tak akan
menampakkan diriku. Kugandeng ‘Satryo Satryo Piningit berparas seperti Batara
Piningit’mu yang sedang kuasuh supaya Kresna. Ketegasan dan kebijaksanaannya
kejujurannya dapat ia tularkan kemana-mana seperti yang dimiliki para Dewa.
dan kuberi ia sebilah keris Gunungan agar ia
punya makna ------ menjadi cahaya gemilang Kehadiran Satryo Piningit di bumi ini terbaca
yang menerangi Nusantara”. sebagai sosok pemimpin yang memiliki tiga
karakter. Pertama merupakan Ksatria
Dalang Karto masih duduk sendiri, rokok Bayangkara, karakter yang adil, pemaaf dan
klembak menyannya disedot lagi dalam-dalam. mengayomi. Lawan-lawan politiknya yang sok
mengaku 'akal sehat', suka bertarung dengan
“Aku sudah muak!! Sudah terlalu lama bualan kata-kata, ternyata kecerdasannya
kemunafikan tumbuh subur disini, bahkan justru meninggalkan kesadarannya.
orang-orang meneriakkan kebenaran yang Kedua, Ksatria Pinandita yaitu karakter yang
palsu, mengaku cendekiawan tapi tak akan berubah yakni religius, jujur, adil,
ditengkuknya menempel sampah yang tak dan bertanggung jawab mengemban amanah
pernah bisa mereka lihat sendiri dan selalu kemaslahatan umat dan rakyatnya,
mencelotehkan caci maki keji. Kebencian yang senantiasa dituntun oleh Sang Hyang Gusti.
diacungkan bahkan melukai anak cucunya Dan yang ketiga, Ksatria Raja yaitu karakter
sendiri, bangsanya sendiri. Meneriakkan negarawan, abdi negara, penuh pengorbanan,
keadilan tapi malah menciptakan kesengsaraan tidak mementingkan diri pribadi.
25
Maka pada malam Sabtu Kliwon itu, tibalah saatnya Dalang Karto naik ke panggung
melampiaskan perenungannya pada pagelaran wayang kulitnya di pojok Karaton
dengan lakon Satriyo Gugah....
Pagelaran dimulai oleh suara Dalang Karto yang berat, dalam, dan bergetar
meneriakkan pembacaan sepotong sajak :
26
Kanjeng Kyai Satriyo Gugah
27
28
3. Kanjeng Kyai Romo Tambak
Suasana pagelaran wayang pada malam Rabu seluruh Wanara (pasukan kera) tak mampu
Pon itu sangat ramai. Pengunjungnya lebih bergurau untuk membuat Sri Rama
dari lima ratus orang. Kali ini Dalang Karto tersenyum. Mereka ikut bersedih
menyajikan lakon Romo Tambak. membayangkan gejolak kerinduan Rama
kepada isterinya. Mereka seperti ikut
“Jalan TOL sedang dibangun, infrastruktur tertekan hingga di dada mereka perih
diutamakan, demi untuk kemajuan ekonomi bagaikan ada sembilu yang menyayat hatinya.
nagari. Demikian pula seperti Prabu Rama
membangun bendungan atau tambak untuk “Jalan TOL harus segera dibuat, karena itu
mengejar dan membebaskan Dewi Sinta yang satu-satunya cara yang terbaik, ... wahai
dicintainya, yang diculik oleh raksasa Rama...! Berdiam dalam keputus-asaan sama
Rahwana......”, begitu Dalang Karto memulai saja dengan menyengsarakan rakyat. Wahai
kisahnya.
Rama kepalkan tanganmu ambillah
keputusan!”. Begitu seru Dalang Karto dengan
Dewi Sinta isteri Prabu Rama mengiringi lirik
suara bergetar, sambil mengangkat wayang
cinta di radio-radio, yang didendangkan
Sang Penasehat yaitu Dewa Baruna...
dengan suara merdu oleh para pesinden. Lagu
dewanya ikan-ikan di Samodera. Begitulah,
yang menghanyutkan para penontonnya,
Dewa Baruna muncul di layar untuk memberi
hingga mereka ikut merasakan betapa hebat
nasehat, menggugah Rama agar tidak
keindahan cinta itu.
bermuram durja.
heningnya cipta – Oooh Resahku jadinya .......', mengacungkan semangatnya untuk merebut
begitu salah satu suara pesinden melantunkan Sinta, merebut kemakmuran rakyatnya,
nyanyian kondang Asmara Dahananya karena Sinta titisan Widowati adalah Bathari
29
tempat dimana Rahwana menyandera Shinta. Kemudian Dalang Karto mengangkat wayang
Wibisana. Maka ketika melihat wayang
Pasukan Kera pun mulai bergerak menimbun Wibisana muncul, para penonton bersorak-
lautan dengan batu-batu. sorai gembira. Para penonton sudah hafal,
Si pengonar Kala Marica sebagai mata-mata munculnya Wibisana sebagai tokoh bijaksana
dari Alengka mengetahui rencana ini, lalu merupakan penolong untuk keluar dari segala
melapor kepada Rahwana bahwa mega proyek gangguan.
TOL sedang dilaksanakan, dengan desain
bendungan raksasa..... heeeheeee. Rahwana Wibisana membantu membenahi jembatan
pun naik pitam. Dipanggilnya si Yuyu dari pantai Pancawati sampai ke negeri
Rumpung, Detya Kala yang berwujud kepiting Alengka.
raksasa..... “Siyap Melaksanakan....!” teriak
Dalang Karto menyuarakan kesanggupan Dalam waktu sekejap, Wibisana menciptakan
Detya Kala Yuyu Rumpung. jembatan yang kokoh dan kuat. Anoman
kemudian kembali mencoba jembatan yang
Maka Yuyu Rumpung membawa seluruh baru diciptakan Wibisana. Namun belum
pasukan raksasa kepiting yang ada di beberapa lama jembatan itu dicoba dilewati
Samudera Hindia, untuk menghancurkan oleh Anoman, ambrol dan hancur lagi. Karena
bendungan yang dibuat Prabu Rama sebagai ulah si Yuyu Rumpung. Jembatan ciptaan
jembatan. Wibisana pun runtuh.
30
Perjuangan tak kan sia-sia,
walau niat baik diganjal goda
Sinta bukanlah sekedar lambang cinta
ia isterimu, wahai Rama
Sinta adalah titisan Bathari Widowati
lambang kemakmuran rakyat.
niat baik, sering beradu
dengan orang-orang yang tak suka.
Rahayu.
Toni Junus 2015.
31
32
Kanjeng Kyai Romo Tambak
33
34
4. Kanjeng Kyai Panulak
Desa Plosorejo. bersepatu roda. Di tangannya memegang
Pagi itu matahari bersinar cerah, angin sepoi- senjata, ada yang menggenggam keris yang
sepoi menggoyang daun-daun hijau, ranting- dihunus dan beberapa diantaranya membawa
ranting pepohonan ikut berayun-ayun. tombak, parang yang diacungkan ke atas.
Di depan sana tampak sebuah dataran kebun
bunga yang berwarna-warni bagai hamparan Mereka mencari sesuatu, sesekali menengadah
permadani yang indah. keatas, mencari sesuatu yang tidak tampak.
Orang-orang, laki dan perempuan, tua dan Sesuatu penyebab adanya kematian mendadak
muda terlihat sibuk mengikat bongkokan dalam jumlah yang mencengangkan.
bunga-bunga. Ada bunga sedap malam, bunga
mawar, bunga-bunga anggrek, melati susun dan Orang sakti dari desa tetangga, yang dikenal
bermacam jenis bunga lainnya yang dipanen dengan panggilan mbah Dlingu muncul di
sepanjang hari itu. tengah kegaduhan desa Plosorejo, dini hari itu.
Beberapa mobil dengan bak terbuka berlalu- Mengejutkan sekali, karena mbah Dlingu yang
lalang, mengangkut ikatan bunga-bunga itu tinggal di atas bukit puncak Lawu hadir, ia
untuk kemudian membawanya ke sebuah pasar berteriak-teriak :
di Solo. “Masuk kembali ke rumah, masuk rumah,
kalau tidur, kalian harus menggelar tikar di
Desa Plosorejo adalah desa yang tenteram. lantai....”, berulang-ulang seruan itu terdengar.
Masyarakatnya hidup rukun dan bergotong “Buatlah keramaian, bikinlah kebisingan..“, kata
royong memiliki mata pencaharian yang baik, mbah Dlingu.
sejahtera, selaras dengan sejuknya udara di Lalu terdengar serentak orang-orang
lereng Gunung Lawu itu.... membanting panci, menabuh piring dan
melempar berkali-kali segala perkakas rumah
Malam menjelang dini hari. tangga ke lantai, ada pula yang memukuli
Suasana yang senyap itu.... dikejutkan.... suara baskom. Rumah-rumah menjadi gaduh, suara
titir kentongan bertalu-talu, mengisyaratkan gerombyangan tak henti-henti. Seluruh desa
ada bahaya mengancam desa itu, lalu disusul menjadi bising hingga terdengar sampai ke
suara gaduh dari rumah-rumah penduduk. desa-desa lainnya... dan mereka dari desa
Orang-orang terbangun, dan saling bertanya. tetangga pun ikut menyambut, rumah-rumah
Sekelompok penduduk desa berlarian di jalan- mereka ikut bersuara bising tetabuhan dari
jalan desa. Mereka menyebar menyusuri piring, panci yang terus berkelontang dari desa
kampung-kampung, meluncur seperti menjalar ke desa lainnya....
35
“... Lampor ... Lampor ... Lampor !“, teriak istilah untuk mengatakan dipanggil Tuhan
sekelompok pemuda di depan balai desa. atau “meninggal”. Begitu pula keluarga Punjul
yang kehilangan kakeknya, adik perempuan
Mbah Dlingu adalah seorang yang memiliki dan dua anaknya, “dipundut” dalam waktu
banyak keanehan, lahir tanpa puser di yang hampir bersamaan. Satu, dua, tiga dan
perutnya. Tubuhnya pendek gemuk buncit, bisa seterusnya korban Lampor, makhluk magis
digambarkan seperti wayang Semar. yang disebut hantu pageblug (hantu wabah)
Kesehariannya adalah petani biasa, rambutnya itu semakin banyak, orang-orang menjadi
panjang sampai bahu, diikat seperti prajurit panik, lehernya serasa tercekik jika
Majapahit dan suka tanpa baju, sehingga perut
mendengar kabar tentang kematian. Dalam
buncitnya yang tanpa puser (udel) kelihatan
beberapa hari sudah ratusan korban pageblug
bulat licin.
itu, bahkan kepala dusun dari desa sebelah
pun “dipundut”.
Nasehat dan himbauannya sangat dipatuhi
oleh masyarakat desa. Pendatang jauh dari luar
Tidak pandang bulu!
kota sering menyambangi rumahnya, karena ia
memang sesepuh yang waskita. Talenta
Lampor atau hantu pageblug sudah seminggu
bawaan dari sejak lahir. Mbah Dlingu juga ahli
belum pergi.
meramal, dan sangat menguasai tradisi sesaji.
Berdasarkan kepercayaan masyarakat Jawa,
Ia selalu diminta untuk memimpin ritual-ritual
kemunculan Lampor atau hantu pageblug
seperti upacara “bersih desa”, upacara tandur,
dikaitkan dengan wabah penyakit.
upacara panen sepisanan dan upacara lain-lain
Orang sering menghubungkan Lampor atau
menyangkut kemakmuran desa. hantu pageblug dengan Nyi Loro Kidul.
Konon, mbah Dlingu adalah keturunan ningrat Konon kemunculannya ditandai dengan suara
yang sejak usia 9 tahun sudah berkelana – gaduh yang dipercaya sebagai suara iring-
'lelono broto', pergi dari rumahnya atas iringan kereta kuda barisan pasukan dari Nyi
dorongan bathinnya, 'ngelakoni' dan akhirnya Loro Kidul, ratu penguasa laut selatan.
menetap di desa Dlingu di perbukitan Gunung
Lawu. Mungkin sama dengan di desa Plosorejo ini,
namun suara gaduh yang hingga jauh
Pada hari itu, di sana-sini... banyak kematian. terdengar di Plosorejo ini bukan iring-iringan
kereta kuda prajurit Nyi Loro Kidul...
Kemarin Ngatijo masih terlihat duduk-duduk melainkan kegaduhan yang memang dibikin
sambil ngopi, malamnya sudah “dipundut” atas perintah mbah Dlingu ... yang kemudian
36
berantai ke desa-desa lainnya. Karena Walaupun mengerikan, ternyata Lampor atau
penduduk menabuhkan perkakas yang bisa hantu pageblug ini juga diyakini memiliki
berbunyi nyaring... agar Lampor atau hantu kelemahan. Konon, makhluk halus ini tidak
pageblug segera terusir pergi... mampu membungkuk atau merendahkan
badannya, sehingga cara menghindar dari
Desa-desa di lereng Lawu menjadi sepi...
serangan Lampor atau hantu pageblug ini
mereka ketakutan jika Lampor atau hantu
adalah sesuai dengan anjuran mbah Dlingu
pageblug mendatangi rumahnya.
yaitu dengan tidur di lantai tanpa
menggunakan dipan atau ranjang, cukup
Situasi sangat mencekam.
menggelar tikar saja.
37
Simbol adalah tanda atau visualisasi untuk mengawasi ketegangan yang ada di ruangan
menjelaskan makna suatu gagasan (Ernst itu.
Cassirer), dan mbok Wito memang Orang-orang.... duduk bersamadi, berdiam
mempelajarinya. Ia murid mbah Dlingu yang diri dan tampak tenang seperti bunga teratai
berhasil menguasai tradisi sesaji. yang diam di atas permukaan air, sementara
Di antara sesaji yang memenuhi gelaran tikar arus air di bawah sedang bergerak kencang,
sepanjang 3 meter itu ada yang cukup menarik sebagaimana detak jantung mereka yang
perhatian yaitu satu nampan yang berisi bergolak bergedup-degup.
sepasang boneka dari ketan, di Jawa disebut
sajen Bekakak atau banten Wong-Wongan Di sudut kanan Lamijo melantunkan kidung
kalau di Bali. Semar, kidung penolak bala yang diciptakan
Sajen Bekakak terbuat dari ketan berbentuk oleh Kanjeng Sunan Kalijaga :
manusia terlentang yang diletakkan di atas
daun pisang dan beberapa potong jahe, bunga “Singgah singgah kala singgah. Tan suminggah
kamboja, bawang merah, dan cabai merah Durga kala sumingkira. Sing asirah. Sing
ditebar disampingnya. Sajen Bekakak ini asuku. Sing datan kasat mata. Sing atenggak
disajikan untuk menangkal ancaman Lampor kalawan sing abuntut. Kabeh padha
atau hantu pageblug yang semakin meluas. sumingkira. Muliha mring asalneki”.
Oleh sebab itu, upacara kali ini dibuat lebih
spesifik. Bekakak dihadirkan supaya dimangsa Memasuki tengah malam, murid-murid mbah
oleh Lampor sebagai pengganti manusia. Dlingu bersamadi untuk mencari pencapaian
“ngrogo sukma”... selang beberapa menit....
Malam semakin larut, 27 orang sudah mereka satu persatu melejit berterbangan, di
berkumpul di Pendopo Pasewakan yang cukup atas rumah-rumah, hanya suara angin dan
luas dengan lantai keramik berwarna putih. suara pasir putih yang di lempar bertaburan
Mereka duduk bersila di lantai itu. Minuman ke atap-atap rumah penduduk. Mereka
teh dan kopi sudah disediakan oleh Marsih dan terbang menyebar ke segala arah, dengan
Ratimah. Mereka juga dijamu makan sambil kecepatan yang dahsyat, 7 desa sudah
menunggu tengah malam untuk melaksanakan terlampaui.
upacara.
Ada dua orang murid yang gagal terbang,
Mereka semua diam, hanya sesekali terdengar mereka adalah Kamto dan Rini. Di dalam ilmu
orang bicara bisik-bisik. Suara detak jam Kejawen ada pelatihan Ngrogo Sukma, atau
dinding terdengar dikesunyian, seperti ikut 'meragai sukma' yaitu suatu ilmu yang tingkat
38
pemahamannya berada diatas realita, atau Tunggangannya itu berupa kerbau yang
”sur-realis”. menyala seperti bara api, tanduknya yang
Ada banyak istilah yang digunakan untuk panjang melengkung ke belakang seperti
fenomena ini, seperti: mragasukma, ngrogo sayap. Mbah Dlingu duduk di punggung
sukma, dan ngragani sukma. Secara universal kerbau, di pinggangnya terselip sebilah keris,
(diluar Kejawen), ngrogo sukma dikenal Kanjeng Kyai Panulak. Keris berdhapur
dengan sebutan ‘astral projection’. Mahesa Tangkis yang konon sering digunakan
untuk melawan pagebluk.
Mbah Dlingu tetap duduk mengawasi murid-
muridnya yang mungkin mengalami
Apa yang diucapkan Suhono benar, Lampor
kesulitan, dan menghindarkan mereka dari
menjelma menjadi “Durga”. Ia meminta untuk
mara bahaya. Terdengar jelas di telinga Rini
bertemu Sadewa karena Sadewalah yang bisa
bisikan mbah Dlingu.... “Dijajal maneh yo
membebaskan kutukan yang menimpa diri
nduk, kowe biso mabur koq, koyo mbahmu, ayo
Durga.
melu mbahmu paran ngidul” (ayo dicoba lagi
Di hadapan Durga, mbah Dlingu tiba-tiba
ya nak, kamu bisa terbang koq, seperti
merubah dirinya, menjilma sebagai Semar
mbahmu, ayo ikut mbahmu ke arah Selatan).
yang biasanya mengawal Sadewa. Lalu Dewi
Begitulah situasi malam yang hening itu. Durga menjerit lantang bahwa ia bersedia
Semua penghuni rumah di desa-desa itu mengakhiri bencana ini jika Sadewa menjadi
sudah tertidur lelap kena sirep. mangsanya (Kidung Sudhamala).
Pasir putih yang diambil dari pantai Baron Semar menyodorkan dirinya untuk berubah
sudah dimantrai oleh mbah Dlingu... dengan menjadi sesaji Bekakak agar dimangsa oleh
aji mantra penyirepan. Durga. Saat itu Sadewa sengaja tidak muncul.
Maka ketika Durga mendatangi dan membuka
Beberapa muridnya sudah menyelesaikan sesaji Bekakak, yang keluar adalah Semar
tugasnya, menebar sirep ke desa-desa. sehingga terjadilah pertempuran antara Durga
melawan Semar.
Tiba-tiba Suhono murid tertua berteriak
gugup : “Lampor menjelma menjadi Durga....”. Penampakan pada alam nyata hanyalah suara
Namun belum selesai Suhono berucap, awan mendung yang bertabrakan, guntur dan
sekejap pula, mbah Dlingu sudah melejit kilat petir menggelegar. Berkali-kali suara
dengan tunggangannya yaitu Mahesa Bang guntur itu terdengar, langit gelap, tiada
atau Kebo Abang.
rembulan dan bintang.
39
Angin dingin berhembus, malam semakin Keris Kanjeng Kyai Panulak ini semoga bisa
mencekam. Suara anjing melolong dimana- menjadi 'catatan budaya'. Bahwa ritual-ritual
mana. itu merupakan komunikasi sosial berke-
Tuhanan, mempererat kebersamaan yang
Pendopo Pasewakan masih gelap sementara saling menguatkan.
murid-murid mbah Dlingu pun masih tetap
duduk bersila. Ironisnya, sekarang ritual-ritual sebagai
ungkapan batin manusia Nusantara menjadi
............ Durga.... kalah! konfliktual, dan semakin termarginalkan,
karena berhadapan dengan pemikiran
Secepat kilat mbah Dlingu sudah mendarat. modern yang tidak mengabaikan lagi aspek
Kerbaunya kembali masuk ke kandang. spiritualnya.
40
RAJAH
DHAPUR TANGKIS HURUF JWA
DEPAN PAKE HO
(URIP IKU URUP)
SOGOKKAN TUNGGAL
GIGIR SAPI TINGGI
KELENG.
RAJAH
BELAKANG BILAH BEKAKAK
BIASA (BENTUK ORANG)
LAR GANGSIR
KASAR.
Bilah normal 36,5 - 37 cm
SOGOKAN TUNGGAL
tidak terlalu dalam
TINGGI 8 mm - 1cm
SEPERTI
GIGIR SAPI
8mm - 1cm
PENAMPANG BILAH
TANGKIS
BAGIAN BELAKANG
SEPERTI BIASA
WILAH GIGIR SAPI
NORMAL.... Gigir sapi
LAR GANGSIR KASAR
MUNGKIN 4 LEMBAR tinggi
HITAMNYA TEBAL. kira-kira
1cm
TINGGI GONJO
SEKITAR
1,5cm - 2cm
PENAMPANG GONJO
KELENG
41
42
Kanjeng Kyai Panulak
- side A dan side B.
43
44
5. Kanjeng Nyai Sombro
Suatu saat, di malam hari, di kamarku yang kemudian sekar kacangnya pun luruh,
sepi... grenengnya runtuh, berguguran kesana
kemari, sogokannya pun meleleh, berubah
Aku menatapi sebilah keris yang tergeletak di menjadi sebuah pisau dapur biasa yang tidak
meja itu, sekar kacangnya yang tebal memiliki variasi apa-apa. Polos, menjelma
mengisyaratkan kepadaku, agar merenungi sebagai bayi bugil yang menawarkan suatu
kembali dan mengenang perjalanan hidup kecantikan yang luar biasa, yang mengandung
dimasa lalu. pemahaman tentang hakekat hidup manusia.
Dari kemelaratan, dari kebodohan, dari
kebencian, dari sumpah serapah yang selalu Maka corat-coret desain baru itu, menjadi
di-greneng-kan ...grundelan.... dan juga dari sebuah gambaran keris yang sederhana
keserakahan segala gaya hidup yang seperti keris ciptaan Empu Sombro, seorang
berlebihan. maestro keris perempuan pada jaman
Pajajaran...
Walau keris yang kupandangi itu adalah keris
lurus dan gagah, namun ia seolah-olah Lalu dalam perenungan itu, aku menatapi
berteriak memberontak, karena ia tidak desainku, tiba-tiba diriku diterkam oleh suatu
menghendaki badannya dibubuhi hiasan kekuatan dahsyat yang berdengung di
sogokan atau parit jalan darah. kepalaku seperti diteriakkan oleh seorang
lelaki perkasa...
Ia seperti sedang memberi pernyataan keras
bahwa dirinya bukan senjata untuk
“Kemarin dan esok adalah hari ini
membunuh, melainkan sebagai benda untuk
bencana dan keberuntungan sama saja
mempertebal keyakinan..... Jimat! Ya jimat....
Langit di luar,
Langit di badan,
Tiba-tiba keris itu menggeliat dan bergoyang,
Bersatu dalam jiwa”
seperti kemarahan anak kecil yang merengek
dan meronta-ronta untuk kembali telanjang,
Quote : W.S. Rendra dari puisi : Hai, Ma!
kembali kepada kebersahajaannya.
45
Kanjeng Nyai Sombro.
Dhapur : Brojol Sombro.
Warangka : Kojongan – Workshop Gana, Klungkung.
Sunggingan gaya Bali oleh Toni Junus (terinspirasi lukisan tradisional - Pande Darmayana).
Tema : Rwa Bhineda, adalah filosofi Bali tentang keseimbangan dalam kehidupan oleh adanya
dualisme kontradiktif yang sering disimbolkan dengan Leak dan Barong, dimaknakan dengan
Bencana dan Keberuntungan; Kejahatan dan Kebaikan; Suka dan Duka dst....
46
Kanjeng Nyai Sombro
47
48
6. Kanjeng Kyai Bengawan Solo
Solo pada tahun 1940. kemudian kembali sunyi dan hanyut dalam
Ketika fajar menyingsing. Lelaki muda itu irama alam.
keluar rumah mengayuh sepedanya menuju
kearah timur kota Solo. Lengan bajunya Beberapa bulan setelah itu, lelaki muda itu
digulung keatas, celana panjangnya dilipat berhasil merangkum kisah panjang
satu lipatan. keagungan dari sebuah sungai itu. Sungai
yang memiliki kekuatan besar, kekuatan
Lelaki muda yang santai itu terbenam dalam berupa berkah bagi kehidupan manusia.
keindahan pagi, seolah sedang mengejar
matahari yang terbit di timur sana. Di
pundaknya bergantung tas kecil berisi alat BENGAWAN SOLO
musik tiup 'seruling' (flute).
Bengawan Solo, riwayatmu ini
Sedari dulu jadi… perhatian insani
Rupanya yang dituju adalah tepian Sungai
Musim kemarau, tak seberapa airmu
Solo, dahulu dikenal dengan Banawi Solo atau
Dimusim hujan air… meluap sampai jauh.
sekarang kita kenal dengan Bengawan Solo.
Lelaki muda itu duduk menjauh dari Lagu karya Gesang Martohartono,
keramaian itu, pandangan matanya tertuju diluncurkan tahun 1940, saat ia masih berusia
23 tahun.
pada keindahan pemandangan sungai, sambil
sesekali meniupkan serulingnya, sehingga
Di balik keindahan lagu Bengawan Solo,
seolah memberi aksen ditengah suara desir
dari beberapa kajian yang saya temukan,
dedaunan yang tertiup angin. Mengiringi
rupanya Gesang merenungi sungai Bengawan
suara kicau burung di pohon-pohon. Solo dengan selalu duduk ditempat yang
sama, di daerah Beton (mBeton), sebelah
Suara seruling sesekali menyibak keheningan timur kampung Sangkrah. Ia beberapa kali ke
49
tempat itu sepanjang 6 bulan, sampai Bengawan Solo yang lebih purba, tercatat
terciptanya sebuah lagu berjudul Bengawan bahwa sejak dulu di sekitar Bengawan Solo ini
Solo ini. sudah ada kehidupan manusia. Awalnya,
aliran sungai mengalir ke laut selatan namun
Kekuatan magis Bengawan Solo seolah
disebabkan terjadinya proses pengangkatan
menyelinap ke dalam sanubari seorang
geologis desakan lempeng Indo-Australia,
Gesang sehingga tercipta lagu Bengawan Solo
aliran sungai Bengawan Solo beralih mengalir
yang menjadi populer menggetarkan dunia.
ke utara.
Berdasarkan 'Babad Sala' (RM. Sayid), dahulu
kala pada jaman Mataram terdapat dusun Kehidupan manusia purba sudah
yang bernama Nusupan. Dusun Nusupan teridentifikasi dengan adanya riwayat
berada di sebelah tenggara Desa Sala, wilayah
penemuan yang menakjubkan berupa fosil-
yang dikemudian hari menjadi lokasi
fosil di wilayah sepanjang pinggiran sungai
pindahnya Keraton Kartasura.
Bengawan Solo ini, seperti penemuan
Keramaian di wilayah itu menjadikan tengkorak dan tulang Homo erectus serta
Bengawan Solo sebagai bandar pelabuhan penemuan rangka utuh gajah purba.
bagi para saudagar dan tempat berhentinya Wilayah penemuannya antara lain Sangiran,
kapal-kapal besar dari Gresik dan Surabaya. Sambungmacan, Cemeng, Trinil, Selopuro, dan
Dusun Sala pun ekonominya menjadi maju
Ngandong. Penemuan fosil tengkorak di
karena saudagar-saudagar dari Kotagede
wilayah Sambungmacan, Trinil dan Ngandong
Mataram ketika ingin bepergian akan
merupakan salah satu bukti adanya
melewatinya.
peradaban manusia di wilayah aliran sungai.
Bebekel atau tetua Dusun Sala pada masa itu
bernama Ki Gedhe Sala. Ia memiliki Bila dirunut dari tahun penemuannya,
kewenangan menarik pajak pelabuhan terbukti bahwa Homo erectus yang mendiami
kepada para saudagar. Kata 'Bengawan Solo' wilayah pinggiran Bengawan Solo lebih muda
yang dahulu memiliki banyak nama seperti
(progresif) dibandingkan dengan Homo
Wulayu, Bengawan Beton dll berubah menjadi
erectus yang tinggal di Sangiran (Arkaik dan
Bengawan Sala dari kondangnya nama Ki
Gedhe Sala. Tipik). Bukti tersebut menunjukkan adanya
pergeseran hunian Homo erectus ke arah hilir
Namun jika kita menelusuri masa lalu sungai Bengawan Solo.
50
Pergeseran hunian ini menunjukkan bahwa Saya merenungi kekuatan yang tersimpan di
banyak wilayah yang subur bagi kehidupan Bengawan Solo, dan menangkap tanda-tanda
manusia waktu itu, sehingga bisa bahwa sungai yang terpanjang di pulau Jawa
disimpulkan betapa pentingnya aliran sungai ini memiliki daya magis yang sangat luar
ini. biasa. Bengawan Solo telah memberikan
kesejahteraan bagi umat manusia dari sejak
Lirik lagu Bengawan Solo yang ditulis oleh jaman purba, kekuatan alamnya melimpahkan
Gesang sangat lugu dan sederhana, namun kesuburan dan memberikan kehidupan.
lirik itu menjadi ‘peninggalan tertulis’ yang Kekuatan inilah yang ingin saya lestarikan
menceritakan keadaan masa lampau yang dengan menciptakan sebilah keris pusaka,
telah hilang. yang saya beri gelar Kanjeng Kyai Bengawan
Solo…
Solo pada tahun 2018.
Saya duduk di atas tikar di Jurug, di tepian Saya ingin meleburkan diri menyatu dengan
Bengawan Solo, sambil menyantap pisang kekuatan alam Bengawan Solo, merenungi
rebus dari penjaja makanan. kebangkitan para ruh manusia purba, ruh
51
para saudagar dan raja-raja.
posisi
orang-orangan
Arca ROJOMOLO
apelan besi hitam
GONJO kelengan.
Kinatah manusia pada GONJO.
52
53
Kanjeng Kyai Bengawan Solo.
Penyelaras Keris : Workshop Nabila - Solo.
Tinatah lapis emas : Idris dkk. Madura.
Berdhapur : Rojomolo Luk 13.
Foto : Ferry Ardianto.
Koleksi : Hengki Joyopurnomo.
54
Kanjeng Kyai Bengawan Solo
55
56
7. Kanjeng Nyai Gayatri
57
paling terkenal adalah arca Prajnaparamita Wuruk.
dari Jawa kuno. Diperkirakan berasal dari Dua belas tahun setelah Gayatri meninggal,
abad ke-13M, era kerajaan Singhasari. Arca ini putrinya Tribhuwana Tunggadewi yang naik
ditemukan di dekat Candi Singhasari, Malang, tahta menjadi ratu melakukan upacara
Jawa Timur. Sraddha besar-besaran untuk Gayatri, ibunya.
Tujuan upacara ini untuk mengangkat roh
Menurut kepercayaan setempat, arca ini Gayatri agar bisa bersatu dengan
adalah perwujudan Sri Maharatu Ken Dedes Prajnaparamita sebagai perwujudan dewi
yaitu ratu pertama Singhasari. Akan tetapi ada
Buddha.
pendapat lain yang menyatakan arca ini
adalah sebagai perwujudan Sri Mahadewi Tribhuwana Tunggadewi menjadi ratu
Gayatri, putri Kertanegara istri Raden Wijaya. kerajaan Majapahit ketika raja Jayanegara
terbunuh oleh Ra Tancha. Padahal seharusnya
Arca ini ditemukan dan disimpan oleh D. Gayatrilah yang berhak menjadi ratu
Monnereau, seorang aparat Hindia Belanda. pengganti Jayanegara namun ia menolaknya.
Pada tahun 1820, Monnereau memberikan Dalam pandangannya, putrinya Tribhuwana
arca ini kepada C.G.C. Reinwardt yang Tunggadewi lebih diterima oleh rakyatnya.
kemudian memboyong ke Belanda hingga Cita-cita untuk menyatukan kerajaan-kerajaan
akhirnya menjadi koleksi Rijksmuseum voor yang ada tetap bisa dilakukan. Gayatri memilih
58
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Kerajaan Majapahit juga mengembangkan batik
pada tanggal 1 Juni 1945. yang dulu dipakai oleh kaum ningrat untuk
kerohanian dan laku meditasi. Selain itu corak
Kejayaan Majapahit inilah yang menjadi sumber arsitektur yang khas seperti gerbang Candi
inspirasi Soekarno. Bendera merah putih
Wringin Lawang yang kemudian diadopsi di
Indonesia terinspirasi oleh panji angkatan laut
daerah lain, bisa ditemukan pada bentuk
kerajaan Majapahit yang bermotif dasar garis-
gapura-gapura di Bali.
garis horizontal merah dan putih. Semboyan
Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi Warisan spirit dan ide yang berasal dari
semangat yang penting untuk kerukunan antar kerajaan Majapahit banyak di temukan di
suku dan antar agama. wilayah Jawa dan Bali.
59
Arca Gayatri ambil dari
contoh arca Pradnyaparamita
60
Kanjeng Nyai Gayatri.
Berdhapur : Megantara Ganan Gayatri.
Penyelaras Keris : M. Jamil.
Tinatah lapis emas : Idris dkk.
Foto : Ferry Ardianto.
Koleksi : Hengki Joyopurnomo (alm).
61
8. Kanjeng Kyai Rigma Seto
Pagi itu, Raden Jaka Rucitra berangkat mendaki Di puncaknya ada pesangrahan yang cukup
gunung Agungbawana; tempat orang-orang luas yang dibangun oleh ayah dari Sri Maharaja
kasepuhan menyepi, melakukan tapa brata. Bima, raja sebelumnya. Pesanggrahan itu
disebut Argogondoarum. Berdiri di hamparan
Jika ditempuh dengan jalan kaki dibutuhkan tanah luas yang dikelilingi tanaman sayur
waktu sekitar 20 jam. Jika ingin mendaki ke mayur, singkong, ubi, talas dan lainnya untuk
sana, orang harus mempersiapkan bekal memenuhi kebutuhan makanan.
sepanjang perjalanannya dan siap senjata
untuk mengatasi gangguan binatang buas. Jika Raden Jaka Rucitra berangkat kesana dengan
telah sampai di puncak gunung Agungbawana tujuan ingin memecahkan sebuah misteri,
tentu sudah lain persoalannya. Tantangannya yakni makna dibalik keris yang dihadiahkan
adalah hawa yang dingin, seringkali dibawah oleh kakeknya yang belum lama meninggal.
0º. Awan belerang yang disebut ampak-ampak Keris itu bergelar Kanjeng Kyai Rikma Seto.
sering turun ke lereng. Biasanya, pendaki Mungkin arti kata Rikma Seto adalah rambut
langsung pingsan atau dipundut nyawanya, yang memutih. Uban. Dalam beberapa kitab,
meninggal, tapi bagi yang berpengalaman, ditemukan bahwa uban merupakan
ketika ampak-ampak turun, mereka cepat- perlambangan tentang kedewasaan seseorang.
cepat merebahkan tubuhnya, tiarap, karena gas Dianggap semakin sepuh, semakin matang
belerang tidak akan menyentuh tanah, sekitar dalam kehidupan, termasuk dalam
60 centimeter dari tanah masih ada oksigen. memutuskan suatu persoalan.
Gunung Agungbawana merupakan gunung Rupanya tidak hanya sampai disitu.... pamor
berapi yang masih aktif. Gunung yang cukup keris itu yang bermotif Sekar Panca belum juga
menyeramkan, namun juga menjadi menarik terpecahkan .... Raden Jaka Rucitra sudah
karena pemandangannya yang indah. Serta dipesan kakeknya untuk memecahkan hal ini
adanya tantangan yang sekaligus menjadi dengan menyepi di gunung Agungbawana.
kebanggaan tersendiri bagi para pendaki dan
para pertapa untuk menguji diri sehingga Namun situasi gunung rupanya berubah
banyak cerita tentang misteri-misteri aneh drastis, gunung yang tenang ini mulai
yang sering dialami mereka. Pendek kata, mengepulkan asap, disusul getaran gempa
dibutuhkan nyali yang besar untuk mendaki beberapa kali. Gunung Agungbawana nduwe
kesana. gawe. Dalam bahasa Jawa, kata nduwe gawe
62
artinya gunung mulai erupsi. Orang Jawa dengan pemikiran yang bersifat rekayasa
berbahasa halus karena sangat menghormati genetik dalam diri manusia dan atau
alam yang sejatinya memberikan kehidupan. menciptakan kekuatan baru di luar manusia,
sebagai transhumanisme untuk mencari
Prajurit berkuda sebagai evakuator dan pasukan kesempurnaannya.
berpedati menuju ke puncak gunung. Suasana Eksistensialisme menyatu dalam jangkauan
menjadi kacau tatkala beberapa kali terdengar pemikiran yang tak terbatas.
gemuruh gempa di samping kiri atas gunung Beberapa pemuda Pasukan Pangarep, bergerak
Agungbawana. Asap mengepul setinggi puluhan mendaki ke atas, memakai sepatu beroda
kilometer. Penduduk berbondong-bondong elektrik dan menarik kereta-kereta dengan
menuruni gunung itu. Pedati-pedati dan prajurit kekuatan elektrik baterai lithium ion 808V
berkuda membantu pengungsian. Beberapa ahli 28.5A, sehingga dalam sekejap sudah
yang sudah selesai belajar teknologi di negeri menjangkau puluhan kilometer ke arah puncak.
untuk melakukan mitigasi bencana. Peralatan ketinggian 50 hingga 100 centimeter dari tanah.
Maka dalam beberapa menit mereka sudah bisa
Seismometer dan Tiltmeter, yang belum pernah
mengevakuasi ratusan penduduk desa.
dilihat penduduk desa dipasang di pos-pos
Granat-granat flue gas desulfurization yang
tertentu, untuk memantau aktifitas di bawah
diciptakan oleh para Prajurit Pangarep
permukaan tanah. Peralatan Geokimia untuk
dilontarkan jauh-jauh jika ampak-ampak turun
mengukur proses kimiawi sulfur dioksida
ke bawah. Ledakan granat-granat itu akan
dipasang untuk mengukur kadar belerang.
menetralisir gas belerang dan kabut belerang
Pergeseran terkait pengamatan posisi
akan luruh menjadi abu.
lempengan bukit pun diamati. Pantauan
terhadap gerak-gerik gunung terus diperhatikan
Awan panas mulai memporak porandakan.
dengan seksama. Kelompok mahir teknologi ini
disebut Prajurit Manendra beranggotakan ahli- Hari ketiga gunung Agungbawana masih terus
ahli teknologi baru. bekerja.......!
Kali ini awan panas mulai turun menyambar
Selain itu Sri Maharaja Bima juga kemana-mana. Pohon-pohon hangus, ternak
mengumpulkan beberapa pemuda yang di yang belum sempat diungsikan mati kering
jaman sekarang disebut kelompok milenial. bergelimpangan. Prajurit Pangarep tak bisa
Prajurit ini disebut Prajurit Pangarep. Mereka bekerja lagi, di antara mereka pun ada yang
menyatukan pemikiran humanisasi dengan terkena sambaran awan panas, meninggal
teknologi. Keterbatasan manusia dipecahkan dalam keadaan hangus.
63
Prajurit Manendra yang terdiri dari para ahli Disertai niat yang tinggi, dan kepasrahannya,
teknologi mulai ikut mengungsi. tiga kesadarannya disatukan, kesadaran pikir,
Goresan grafis yang terus memainkan penanya kesadaran raga dan kesadaran roso.... dalam
pada gulungan kertas itu menunjukkan radius kejawen disebut triwikrama, tiga kesadaran
awan panas semakin meluas turun ke bawah. yang dikawinkan. Ingsunnya seolah sudah di
Alat-alat terpaksa dipindahkan ke bawah. luar dirinya.... memanggili tubuhnya : Badan
wadagmu geni, nafasmu geni, getihmu segoro
Kejadian yang mirip dengan ketika Gunung
murub....wahai Rucitra dadio geni.*)
Merapi nduwe gawe. Keadaan yang sangat
Maka, jika secara visual, adegan saat itu
menyedihkan, bencana alam yang tak bisa
digambarkan, Raden Jaka Rucitra yang sudah
dilawan, karena menentang alam dihajar alam. memanfaatkan unsur api dalam tubuhnya
terlihat sebagai seorang yang duduk bersila
Saya mengenang mbah Marijan yang kondang dengan tubuh bersinar merah membara. Karena
yang bertugas ngemong Merapi, mengasuh api akan bersahabat dengan api.
Merapi, ia mengetahui bahwa saat itu bahaya *) Ia memanggil dirinya sendiri : fisikmu api, nafasmu
Gunung Merapi tidak sembarangan, namun api dan darahmu samudra yang membara... wahai
mbah Marijan adalah seorang yang teguh Rucitra jadilah engkau api.
memegang Satya Haprabu. Setia kepada rajanya.
Ia bukannya membangkang dan menentang
teknologi, melainkan memang sedang mencari Gawe gunung Agungbawana sudah mulai reda,
saat yang tepat untuk mengungsi. Maka sebelum Prajurit Pangarep dan Prajurit Manendra mulai
mengungsi mbah Marijan sembahyang dahulu. bekerja, membereskan segala sesuatu agar
Namun memang Merapi ingin mundut mbah keadaan cepat normal kembali.
Marijan yang telah berjasa bagi rakyat Merapi.
Ia akan tetap dikenang oleh semua orang. Hanya Sri Maharaja Bima beranjangsana mendaki
terlambat sebentar, ia disambar awan panas itu, gunung itu. Meninjau keadaan rakyatnya.
jenazah mbah Marijan diketemukan sedang
bersujud. Namun di tengah perjalanan rombongan raja
dikejutkan oleh seorang pemuda tampan,
Disaat awan panas itu melewati Pesanggrahan dengan pakaian pangeranan berambut ubanan,
Argogondoarum, Raden Jaka Rucitra mendekap berjalan melenggang sendirian.
keris Kanjeng Kyai Rikma Seto, sambil duduk
bersila. Tangan kirinya menutup puser, tangan Salah satu pengawal raja mengenali pemuda ini,
kanannya mendekap keris yang ditempelkan di namun ragu-ragu karena pemuda yang dulu
dada kirinya, di posisi jantungnya. rambutnya hitam digulung keatas, sekarang
64
rambutnya berwarna putih. Apakah mungkin adalah kenapa pemuda ini selamat dari bencana
karena terbakar awan panas. gawenya gunung Agungbawana???
Pemuda itu menunduk menyembah Sri Raden Jaka Rucitra, tidak secara gamblang
Maharaja Bima, sambil berkata : Satya Haprabu, menjelaskan kepada rajanya, karena tatkala di
menanyakan siapa gerangan pemuda itu. lima Dewa, yang satu-persatu dari Dewa itu
“Siapakah kau, wahai anak muda?”. merupakan hakekat dari kesadaran manusia,
“Saya ... Raden Jaka Rucitra....!”, jawabnya. kesadaran yang mewakili ke IllahianNya.
Sekar Panca!
Setelah ditelisik silsilahnya, maka terang
benderang bahwa Raden Jaka Rucitra adalah
Konon dikemudian hari lima sidik jari Dewata
seorang cucu dari mendiang patih Wisnu Pati
itu akan menjadi panduan ‘ketenteraman hidup’
yang dahulu mendampingi ayahanda Sri
di dunia.
Maharaja Bima. Segala teka-teki tentang dirinya
sudah jelas, tapi yang menjadi pertanyaan Rahayu, 20 Maret 2018
65
Kanjeng Kyai Rikma Seto.
Dhapur : Mahesa Trawangan.
Pamor : Sekar Panca Kanjeng Kyai Rikma Seto
Penglaras : Nauval Ramsi (alm). Pamor Sekar Panca
Foto : Jimbun Panoramic.
Koleksi : Masben Hadiwidjaja.
66
67
Kanjeng Kyai Rikma Seto
68
9. Kanjeng Kyai Nogo Siluman
Nogo Siluman adalah nama dhapur (bentuk 'sandi upaya' sebagai mata-mata, mereka bisa
keris) yang sudah menjadi patron turun- berubah wujud sebagai binatang, misalnya
temurun. Dalam Kawruh Padhuwungan menjadi seekor kucing, monyet dlsb. Tujuannya
disebut dhapur Babon. untuk menyelinap di kubu musuh agar dapat
mengetahui rahasia-rahasia musuh.
Nogo Siluman selalu digambarkan sebagai
makhluk naga yang dari leher menghilang Dalam ajaran Kejawen, Sastra Jendra
tiada tampak lagi bentuk badannya sebagai Hayuningrat Pangruwating Diyu, ilmu
gambaran ciri-ciri makhluk siluman. menghilang ini prinsipnya memanfaatkan
bayangan tubuh untuk dapat menutupi badan.
Para Empu di jaman dahulu menginduksikan Tentu harus dengan latihan samadhi bayangan
ilmu bathin, yaitu ilmu Siluman pada keris (semedi mayonggo kresna).
Nogo Siluman.
Itulah ilmu Bhayangkara.
Pada jaman dahulu, prajurit Majapahit
digembleng menjadi ksatria yang kebal Seorang Empu-Pande sakti bisa menginduksi
senjata dan memiliki berbagai kesaktian. ilmu Ngilang ini pada keris ciptaannya, sehingga
Mereka di latih oleh Gajah Mada dibantu para siapa yang memiliki keris Nogo Siluman ini
cantriknya di hutan Kudadu. pada situasi yang genting akan bisa menghilang
(tidak terlihat oleh musuh).
Salah satu ilmu bela diri itu adalah ilmu
Ngilang. Ilmu ini menurut para sesepuh Mungkin saja, Pangeran Diponegoro memiliki
kebatinan (kejawen) sangat rahasia atau keris Nogo Siluman sehingga dalam kurun
“sinengker”, sehingga banyak orang sudah waktu yang panjang Belanda tidak berhasil
tidak mengetahuinya lagi. Walau sebenarnya menangkapnya (1825-1830).
ilmu ini masih ada, sekarang sering disebut
ilmu Wewe Putih, ilmu Panglimunan, ilmu Namun banyak juga dongeng fiktif dalam
Perabun dan banyak lagi sebutan lainnya. bentuk cerita-cerita rakyat tentang Diponegoro
waktu itu.
Pada jaman Majapahit, ilmu ini disebut ilmu
Bhayangkara. Prajurit yang menguasai ilmu Terinspirasi dari dongeng fiktif itu saya
ini bertugas sebagai prajurit 'telik sandi' atau menciptakan keris Kanjeng Kyai Nogo Siluman
69
yang mudah-mudahan memiliki nilai tersendiri bagi budaya spiritual bangsa kita.
Semoga pemilik keris ini menjadi berjaya, bangga terhadap budayanya sendiri, tidak mudah
tersihir oleh segala tipuan, seperti halnya peristiwa yang terjadi pada tipu-muslihat
penangkapan Pangeran Diponegoro.
70
Kanjeng Kyai Nogo Siluman.
Penyelaras Keris : M. Jamil.
Pemahat : Idris.
Foto : Ferry Ardianto.
Koleksi : Hengki Joyopurnomo (alm).
71
72
10. Kanjeng Kyai Garuda
73
Perenungan Kedua.
Burung Garuda, burung Elang maupun Rajawali memiliki karakter yang anggun saat terbang
menjelajah angkasa. Ia seperti menjaga wilayahnya dengan sayapnya yang perkasa. Spiritnya itu
seperti menyelinap pada keris Kanjeng Kyahi Gurda yang saya ciptakan ini, maka begini pula
narasi yang ada dalam perenungan saya....
74
Kanjeng Kyai Garuda
75
76
11. Kanjeng Kyai Tirta Yasa
KERIS MENCARI TUAN. “Tak ada yang sakit dok. Saya hanya mau
Sore itu, pasien tidak banyak. Hanya tiga orang. membawakan sesuatu buat dokter”, jawab
Dua, darah tinggi. Satu, sariawan. Jarum jam lelaki itu perlahan sambil menyodorkan
menunjukkan pukul sembilan belas. Sang buntalan kainnya.
dokter baru saja mulai berkemas ketika
terdengar ketukan lemah di pintu. “Apa ini ?”, tanya sang dokter
“Ya, masuk”.
“Malam pak dokter”. Lelaki itu diam lagi.
“Baiklah, kalau ini buat saya, boleh saya
Seorang lelaki tua, hampir tujuh puluh buka?”.
tahunan. Kurus. Kemeja putih. Kelihatannya
itu pakaian yang terbaik tapi tetap lusuh. Lelaki itu mengangguk.
Lusuh adalah penampilan umum para pasien Sang dokter dengan hati-hati meraih buntalan
di desa itu. Ia membawa sebuah buntalan itu. Setelah membuka beberapa lipatan maka
kain. Dikepit di ketiaknya. terlihatlah isinya.
“Ya, silakan duduk”, sambut sang dokter.
Sebuah keris!
Dengan ragu-ragu, lelaki tua itu duduk di
kursi pasien. Kepalanya tertunduk. Matanya Kening sang dokter berkerut. Alisnya
menatap meja. merapat. Dipandangnya lelaki tua itu dengan
Sadar akan ketegangan pasien itu maka sang nanap.
dokter bertanya dengan nada seramah “Apa ini? Untuk apa pak?”, tanya sang dokter.
mungkin : Dia bingung.
“Ada apa pak?”.
Lelaki itu memandang keris itu sejenak
Lelaki itu masih diam tapi mata tuanya mulai kemudian menatap sang dokter dalam-dalam.
memandang sang dokter. Tiba-tiba, keraguan di wajahnya sirna. Yang
“Ada yang bisa saya bantu? Ada yang sakit?”, ada kini, seorang lelaki tua dengan penuh
tanya dokter lagi dengan senyum. keyakinan.
Senyum dapat mencairkan suasana.
“Keris dokter. Keris warisan. Saya ingin dokter
Kelihatan lelaki itu mulai agak tenang. menerimanya. Dokter mungkin lupa, tiga
77
tahun lalu anak perempuan saya sakit. Sang dokter menyodorkan keris itu kepada
Dokter yang menolong dan saya tidak bayar lelaki tua.
karena tak ada uang. Sekarang anak saya Sang lelaki tua menyodorkan kembali keris itu
sudah lama sembuh. Ia sudah berkeluarga kepada sang dokter.
dan membantu membantu suaminya di toko.
Toko kecil-kecilan, menjual barang antik. Saya Hening sejenak.
78
“Ah, sudahlah, tak perlu bertahan lagi. Lelaki Gagangnya dihiasi permata gemerlap dan
tua ini sudah terlalu keras. Lagi pula apalah ukiran yang begitu halus. Bilahnya dilapis
salahnya aku terima. Hanya sebuah keris.”, emas. Sungguh sebuah karya seni bangsa yang
batinnya. membanggakan, katanya. Kita harus bangga
dengan warisan budaya kita, semua indah,
“Baiklah pak, saya terima. Terima kasih. Maaf lanjut kawan itu pula. Sang dokter hanya
saya harus pergi sekarang.”, ucap sang dokter tertegun mendengarkan. Sejauh yang ia tahu,
sambil mengulurkan tangannya.
kawan itu selama di tanah air belum pernah
ke satu museum pun.
“Terima kasih dokter. Setiap keris akan
mencari tuannya. Saya senang keris ini sudah
mendapatkan tuannya.”, dijabatnya tangan
sang dokter erat-erat. Wajahnya
“Masalahnya, aku tidak bisa melihat dimana
memancarkan kebahagiaan. Matanya
keindahan barang ini?”, keluh sang dokter
berkaca-kaca. Setelah merunduk beberapa
dalam hati.
kali, lelaki tua itu membalikkan badannya,
Menuju ke arah pintu, pulang.
Di hadapannya ia hanya melihat sepotong besi
berwarna abu-abu kehitaman. Ada korosi di
Bahagia itu bentuknya macam-macam. Orang
sebagian pinggir bilahnya. Bentuk bilahnya
akan berbahagia bukan hanya saat menerima
kebaikan, tapi juga saat ia sempat untuk berlekuk dengan guratan garis keperakan
berterima kasih. Sangat filosofis, renung sang yang agak pudar. Gagang dan sarungnya
79
ditentukan keris? Ada-ada saja. Semua itu Ini pertanda memang kaulah orangnya. Lagi
hanya sugesti. Dan aku tidak boleh pula siapa tahu lelaki tua itu benar. Kau akan
terpengaruh sugesti macam itu. mendapatkan kedudukan tinggi dan
terhormat setelah kembali ke kota nanti. Kita
Tapi harus aku apakan barang ini? Tanya sang sudah berkawan lama. Dulu semasa sekolah di
dokter kepada dirinya sendiri. Aku buang? Jakarta, kau sering membantuku. Terutama
Bagaimana kalau ketahuan? Lelaki itu pasti
waktu aku kesulitan biaya. Maka anggaplah ini
tersinggung. Aku simpan saja? Dimana?
juga sebagai terima kasihku sekaligus hadiah
Bagaimana menyimpannya? Di lemari, di atas
dariku”, ujar sang dokter panjang lebar
lemari, di laci atau dimana? Malah, konon
kepada kawannya, sang aktivis.
setiap keris harus dimandikan di malam
tertentu, tentu repot. Sang dokter berpikir
Selesai membanjiri sang aktivis dengan
keras.
kalimat-kalimat panjang, sang dokter
mengamati wajah kawannya itu. Menerka-
Setiap keris akan mencari tuannya.
nerka bagaimana penerimaan kawannya itu.
“Percayalah, setiap keris akan mencari religius. Ia akan menyangka aku mulai suka
tuannya. Dan, aku percaya bahwa engkaulah hal-hal yang klenik. Ia pasti tak suka. Ia akan
tuan sebenarnya dari keris ini. Tentu ada menyuruhku membuangnya. Kalau aku buang,
alasan kenapa aku percaya. Pertama, kau bisa tentu engkau akan tersinggung”, jawab sang
baca puisi sampai melelehkan air mata, aku aktivis lirih.
tidak. Berarti kau lebih punya darah seni.
Keris ini barang seni. Kau pasti lebih “Ah, bagaimana kau ini? Istrimu seorang
mengerti keindahan keris ini. Kedua, tadi religius, itu bagus. Tentu ia tak percaya bahwa
setelah aku terima keris itu, aku mencoba keris punya kekuatan. Nah, kalau ia tak
mengamatinya baik-baik dan kau tahu apa percaya tentu ia pun tak keberatan kau
yang kupikirkan? Aku memikirkan dirimu. menyimpannya. Ia tak akan menyuruh
80
membuangnya”, tukas sang dokter sambil segan kepada mereka, para aktivis dan
tersenyum puas. Puas karena telah relawan. Selain itu, sebetulnya aku orang yang
mematahkan argumentasi kawannya dengan percaya mistis. Aku melihat keris ini kurang
cerdas. cocok denganku”, jawab sang pemilik rumah
makan, yakin.
Setengah jam kemudian, tinggallah sang “Kalau begitu kenapa tidak dijual saja? Aku
aktivis berdua dengan keris itu, di kantornya. kenal seorang pedagang benda-benda seni
yang mengerti barang seperti ini. Ia pasti akan
menerimanya. Aku lihat sarung keris ini indah
Sebelum pulang ke rumah, sang aktivis sekali, ada harganya.”, ujar sang pengusaha.
mampir ke sebuah rumah makan, milik “Setuju, tolonglah kau jualkan. Berapapun
kawannya. Kawannya sedang menikmati kopi dibayarnya, terima saja. Nanti uangnya kita
dengan seorang tamunya. Setelah berbasa- bagi dua”, kata sang pemilik rumah makan
basi, sang aktivis langsung menyampaikan dengan wajah cerah.
maksudnya, menghadiahkan keris itu kepada
kawannya. Sang kawan, pemilik rumah
makan, awalnya menolak. Namun dengan
sedikit paksaan, akhirnya diterimanya juga Sore itu sang dokter sedang duduk membaca
hadiah itu. buku di kamar praktiknya.
Telunjuknya menempel di kening. Ia sedang
Setelah sang aktivis pulang, pemilik rumah mempelajari teori tentang asam empedu. Lalu
makan dan tamunya bersama-sama terdengar sebuah ketukan, belum sempat ia
mengamati keris itu. Sang tamu adalah jawab, pintu sudah langsung terbuka.
seorang pengusaha. Berdagang kayu.
Sedetik kemudian, berdirilah seorang lelaki
“Kelihatannya kau tak suka dengan hadiah tua dengan buntalan kain di ketiaknya.
ini?”, tanya sang pengusaha kayu. Ia tersenyum, matanya berbinar-binar.
“Ya benar. Aku terima hanya karena tak enak Tampak kebahagiaan luar biasa menyelimuti
hati pada kawanku, aktivis itu. Dia pernah dirinya.
membantuku dalam sebuah perkara kecil
dengan pejabat kecamatan. Kita harus jaga Dia lagi, batin sang dokter.
hubungan dengan orang seperti dia.
Kau tahu sendiri, hari ini pemerintah sangat “Pak Dokter”, lelaki tua itu memulai dengan
81
semangat. “Memang semua sudah ada
garisnya. Seperti pernah saya ceritakan
bahwa anak perempuan saya membantu
suaminya berdagang antik. Suatu hari, ada
orang datang ke tokonya dan membawa
sesuatu. Dokter tahu apa itu? Ya, benar.
Pasangan kembar dari keris yang saya
hadiahkan waktu itu. Ini pasti bukan sekedar
kebetulan. Dan kini keris itu saya bawa. Saya
akan hadiahkan buat dokter. Ini akan
melengkapi keris pasangannya yang sudah
saya serahkan ke dokter. Semoga nanti dokter
benar-benar akan mendapatkan derajat yang
tinggi di kota”.
Buntje Harbunangin
Bintaro, 8 Mei 2020
82
Kanjeng Kyai Tirta Yasa
Dhapur : Carita
Pamor : Wos Wutah
Tinatah : Cupu Manik.
Penyelaras : M. Jamil, Idris.
Warangka : Sunggingan kreasi baru,
bergaya lukisan tradisionil Bali
Danganan : Detya Bhairawa.
Pemilik : Abdul Azis Wahid.
83
84
12. Kanjeng Kyai Bibit Brayat
Prabu Ranu Kertajaya sedang pergi berburu Semua senyap ketika Prabu Ranu Kertajaya
bersama 3 orang kawannya. Kesenangan melakukan interogasi kepada pengawal Istana
berburu sudah dilakukan sejak raja ini masih dan inang-inang pengasuh.
remaja. Pangeran yang gagah dan tampan ini
baru saja dikaruniai bayi lelaki dari Sementara Dewi Asih duduk di sudut tak
perkawinannya dengan Dewi Rara Asih atau henti sesenggukan menangis sedih.
85
besar ada panggung-panggung Tayuban, Dukuh Talun yang selalu ramai pada hari-hari
lelaki yang menari bersama para Ledek Tayub pasaran, dan sekarang menjadi aman
(di daerah lain disebut Ronggeng), lalu lelaki tenteram setelah mbah Kikisbondo menjadi
menyelipkan uang sawer sambil minum tuak. orang baik. Mbah Kikisbondo telah berubah
Acara Tayuban ini menjadi daya tarik dukuh menjadi tokoh yang dermawan, sawahnya
Talun. Bahkan isteri-isteri ikut menonton. luas dan ternak kerbaunya banyak. Ia sudah
Mereka bangga jika suaminya berhasil selesai menjalani lakon sebagai Mat Bajing,
berjoget dengan Ledek Tayub berjam-jam. karena ia sudah merubah diri menjadi
panutan dan ia sudah kaya. Bahkan
86
para penghuni Istana. telah menculik putra raja. Maka bersama
Karaton yang sedang bercahaya! isterinya, Kikisbondo siap untuk dihukum
pancung.
Seorang pemuda yang tampan melangkah Pertimbangannya adalah rahasia ini harus
dengan berwibawa, senyumnya dihiasi lesung dibuka. Calon pasangan Ratri Lembuasih adalah
pipi, ia menunduk memperkenalkan diri Singamaya, anak tiri yang didapat dari menculik.
kepada Ranu Kertajaya dan Dewi Asih. Satu darah dengan Ratri. Ya satu darah.... Sangat
Sementara Ratri Lembuasih dengan wajah tidak baik!
gundah memeluk ibunya, Dewi Asih, ia Rasa sayangnya pada Singamaya membuat
membenamkan kepalanya dalam keraguan Kikisbondo harus melakukan semuanya ini.
yang sangat menyiksa, apakah ayahnya yakni Baginya ini adalah ritus 'penyerahan' anaknya,
Ranu Kertajaya, bakal menyetujuinya? yakni Singamaya yang disayangi sekaligus ia
Begitulah gundah gulana hati Ratri. bersiap menjadi tebusannya yaitu 'penyerahan'
nyawanya.
Tetapi diluar dugaan, Ranu Kertajaya
memanggil Panembahan Agung untuk segera Mendengar apa yang diutarakan Kikisbondo,
mengumumkan pernikahan Ratri dengan Ranu Kertajaya dan Dewi Rara Asih saling
pemuda pilihannya itu. Dewi Asih pun menatap dengan keheranannya, rencana
terharu, karena walau Dewi Asih ibunya pernikahan agung sudah diundangkan. Rakyat
sudah sangat suka dengan pasangan ini tetapi sudah menyambut dengan suka cita namun
semua keputusan tetap berada di tangan kedatangan Kikisbondo merupakan peristiwa
Ranu Kertajaya. mengejutkan yang sudah pasti mempermalukan
Maka prosesi pernikahanpun dirancang dan Istana.
diumumkan di seantero negeri itu. “Duduklah, jangan bersimpuh di bawah... kakiku
Panembahan Agung dibantu para satria tak sepadan untuk kau cium...!”, begitu Ranu
berkuda berkeliling mengabarkan berita Kertajaya berucap menggelegar berwibawa
gembira ini. kepada Kikisbondo dan isterinya diminta duduk
kembali. Ranu Kertajaya menimbang bahwa jika
Mancung Kelapa. benar Singamaya bukan darah daging
Di Bangsal Wetan yang sepi terlihat ada Mat Kikisbondo, artinya Kikisbondo telah berbuat
Bajing atau Kikisbondo bersama isterinya yang terbaik dalam membesarkan anaknya.
menunduk dihadapan raja Ranu Kertajaya. Seorang desa menyekolahkan anak ke Sriwijaya.
Mereka menyerahkan diri dan mengakui Tindakan itu sangatlah mulia. Maka ganjaran
87
untuk Kikisbondo langsung dipikirkan dan pada mancung, menyatu dengan airnya.
diputuskan oleh raja Ranu Kertajaya..... Bupati Ranu Kertajaya dan Dewi Asih menatapi
Talun!!! Kikisbondo tak berucap, ia terkejut! permukaan air..... tanpa kata, hening, tatapan
dengan mata berkaca-kaca dan..... akhirnya
Lalu kepada Panembahan Agung, Ranu mereka berdua pun berpelukan ..... haru.
Kertajaya memerintahkan untuk melakukan
cek-dan-ricek dari mana bibit brayat pemuda
Pemandangan pada permukaan air itu
Singamaya itu berasal.
menampakkan bayi mungil Ranu Sumantri
sebelum diculik... bayi lucu yang tersenyum
Malam itu.....
dengan lesung pipinya yang tak hilang hingga
Sesaji anak ayam putih mulus sudah
saat sudah menjadi pemuda Singamaya.
disiapkan, buah-buahan 7 macam, dan bunga
7 rupa. Mancung kelapa diletakkan di meja
Pesta Perkawinan Ratri Lembuasih.
dan diisi air, lentera di Bale Suwung itu
Pemandangan Istana pada saat itu telah
dinyalakan. Semerbak harum dupa pun
berubah menjadi lalu-lalang kesibukan para
merebak dalam ruangan.
abdi dalem mempersiapkan pesta perkawinan
Ratri.
Panembahan Agung bersama seorang
Suara gamelan mulai ditabuhkan.
pengawal Istana membawa tangkai bunga
mawar, tangkai itu berduri. Mendatangi
Di Bale Parakan, raja Ranu Kertajaya dan Dewi
Singamaya di beranda belakang, lalu
digoreskan duri mawar pada lengan Rara Asih duduk sambil menikmati minuman
Singamaya, diambil darahnya, Singamaya segar jahe merah. Bale yang sejuk dan
hanya bertanya-tanya dalam hatinya, apa tenteram dikelilingi kolam yang berisi ikan
maksud pengambilan darah dalam prosesi berwarna-warni memberi keteduhan pagi itu.
pernikahannya ini. Dihadapan mereka, duduk seorang wanita
yang sengaja diundang khusus oleh Ranu
Panembahan Agung dan pengawalnya Kertajaya ke Istana. Ia adalah Sri Wigati, orang
kembali ke Bale Suwung, Ranu Kertajaya dan yang diam-diam ditugaskan mengawasi Ratri
Dewi Rara Asih sudah menunggu di dalam Lembuasih dari kejauhan, selama Ratri
ruangan itu. Lalu pintu Bale Suwung ditutup belajar di Sriwijaya.
rapat. Panembahan Agung mulai komat-kamit
mengucap mantera, cukup lama, hening dan Suami Sri Wigati adalah Brojoseno sahabat
khusyuk. Tetes darah Singamaya dituangkan karib Ranu Kertawijaya sesama penghobi
88
berburu namun wafat saat menumpas
pembrontakan di Babakan Kulon, tepat pada
saat itu Sri Wigati melahirkan bayinya.
Catatan:
Mancung (kelopak manggar bunga kelapa)
bentuknya seperti perahu, jika sudah kering
dapat digunakan sebagai wadah. Mancung
memiliki arti : Manungso Kumatil Unggul,
yaitu pada dasarnya setiap manusia itu
mempunyai atau dibekali oleh Allah Sang
Pencipta, sifat-sifat unggul. Di jaman
sekarang mungkin bisa disamakan dengan
adanya DNA seseorang.
89
Kaneng Kyai Bibit Brayat
90
91
13. Kanjeng Kyai Beethoven
Für Elise, tetap menjadi teka-teki, misterius… ya lagu
teruntuk Elise…?
Siapakah Elise, atau Elisa, atau mungkin Elizabeth…?
92
Kanjeng Kyai Panji Karongrong
(putran).
Digebug jam 09.00, 09 - 09 - 1999.
Kanjeng Kyai Beethoven
Prakarsa Toni Junus, kolaborasi
Karya : Toni Junus Kanjeng NgGung
bersama pande H. Duraphik (alm),
Penggarap : Nauval Ramsi (alm)
Sumenep.
dan pemahat figure Suhabib.
Koleksi : Ndalem Hanoman,
Koleksi : Masben Hadiwidjaja
Gentan - Solo.
93
94
14. Kanjeng Kyai Platuk Bawang
Kemarau panjang sudah memupus, langit mulai semua laporan kerja dan laporan keuangan
gelap. Musim penghujan berganti untuk segera serah terima jabatan kepada
menampakkan dirinya. orang-orang yang sudah disiapkan. Kriteria
bagi mereka yang terkena PHK adalah
Pagi itu, hujan lebat masih malu-malu datang penilaian kemampuan kerja, peninjauan gaji
sebentar, seolah langit hanya ingin menyiram yang tidak sesuai, karena pada sistem yang
tetumbuhan dan jalan aspal yang sudah lama lama senioritas lebih diutamakan. Beberapa
kering. Keramaian Jakarta tak terusik oleh manajer yang sudah bekerja 20 tahun, bisa
gerimis, lalu-lalang karyawan dan karyawati bergaji senilai direkturnya. Bahkan beberapa
berjalan seperti biasa. Jam kantor memang manajer tidak memiliki pekerjaan karena
selalu macet. divisinya sudah tidak jalan..... Mereka makan
gaji buta.
Setelah sampai di kantor, Diani Pongah Kinanthi
yang sering dipanggil bu Pongah mulai Bu Pongah memiliki pengalaman kerja yang
membuka-buka file daftar karyawan dan baik. Ia mendampingi Bos sebagai staf ahli
catatan prestasi kerja mereka. ikut membenahi perusahaan-perusahaan
Kemarin sore, bu Pongah dipanggil Bos diberi multinasional. Ia cerdas dan tegas. Cara
tugas agar membentuk tim 3 orang untuk kerjanya sangat teratur, walau kerja hingga 18
menyeleksi siapa manajer, karyawan dan staf- jam sehari, bu Pongah masih sempat
staf bawahan yang harus dilakukan efisiensi. berolahraga, berenang dan bersepeda
Perusahaan harus melakukan reorganisasi dan bersama suami dan anak-anaknya. Ia wanita
peninjauan efektifitas kerja karyawan untuk yang sehat dan energik.
mengejar target yang lebih besar. Bos yang baru
ini memang tidak sembarangan. Ia sengaja Sudah satu kwartal reorganisasi dan efisiensi
direkrut karena sudah kondang sebagai ahli berlangsung, 6 manajer dan ratusan karyawan
mengelola perusahaan-perusahaan besar, dan sudah diistirahatkan. Semua berjalan dengan
Diani Pongah Kinanthi adalah asisten bawaan lancar, walau ada beberapa kejadian yang
Bos ini. mengharukan, karena beberapa dari mereka
yang di PHK adalah orang-orang yang cukup
Diani Pongah Kinanthi sudah memilih disayangi oleh teman-temannya. Tangisan
Margiono, Etty dan Prastowo untuk menjadi tim sering berderai karena sudah bertahun-tahun
dan segera mempelajari konsep restrukturisasi mereka bersama-sama.
rancangan Bosnya. Ada pula kejadian yang membuat situasi
Setiap hari mereka lembur. menjadi ricuh. Ambar misalnya, ia adalah
seorang ibu yang belum lama suaminya
Dalam waktu yang cukup singkat, beberapa meninggal karena serangan jantung, ia pun
manajer tergusur. Mereka harus menyelesaikan kena PHK. Lalu, para sahabat dan karyawan
95
melakukan protes untuk meminta pertimbang- tegap kini membungkuk sambil tertatih-tatih
an agar Ambar mendapat pengecualian. berusaha menuju lift.
Dihadapan banyak orang ia berusaha untuk
Demonstrasi pun terjadi. tetap tegap...., namun kali ini terpaksa ia
minta Partono yang dibelakangnya
Beberapa karyawan bahkan mulai berujar menenteng tas bu Pongah ikut memapah,
kasar, meneriakkan yel-yel kebencian. mendampinginya. Belum sampai pintu lift,
Ancaman-ancaman dengan nada keras, bahkan dari mulut bu Pongah menyembur cairan
meludah jika berpapasan dengan bu Pongah. merah,...... mengejutkan, bu Pongah muntah
darah....
Margiono, Etty dan Prastowo menyelesaikan
persoalan satu persatu secara hati-hati. Darah berhamburan dimana-mana, orang-
Mereka menjadi kepanjangan tangan Diani orang disekitarnya ikut kalang kabut,
Pongah Kinanthi. Perempuan berhati baja, yang secepatnya bu Pongah diangkut ke Unit
tetap tenang dan tegar menghadapi gempuran Gawat Darurat di rumah sakit yang tak jauh
protes. Tidak gundah sama sekali, karena dari kantor.
kesadarannya sebagai profesional harus dijaga, Pemeriksaan dengan seksama dilakukan oleh
yaitu menyelesaikan tugas dengan baik. dokter yang merupakan profesor kondang
gastroenterologist.
Mencari Tuhan. Suami bu Pongah sudah datang
Hujan deras menderai kaca mobil menghalangi mendampinginya, menatapi bu Pongah yang
pandangan Partono, ia mengendarai mobil masih tegar, tak tampak kepanikan sama
dengan sangat hati-hati, memasuki tengah kota sekali pada raut wajahnya, menunjukkan ia
Jakarta Partono terhadang kemacetan luar memang wanita perkasa. Infus sudah
biasa. Bu Pongah yang sedang asyik membaca dipasang, dan segala peralatan-peralatan
file-file yang semalam ia kerjakan itu canggih dipersiapkan. Beberapa perawat
menengadah. Sambil nyeletuk.... “Biasa, pasti menyapa untuk menghibur, dengan ramah
jalanan pada banjir...”, ditujukan kepada pula bu Pongah menanggapinya,
Partono. Jakarta memang begitu, setiap hujan disembunyikannya segala kepanikan yang
selalu banjir. bergolak di dadanya...
Hampir 3 jam mobil bu Pongah yang
dikendarai Partono sampai di kantor. Beberapa kali bu Pongah menelpon
Tapi ada sesuatu yang mengganggu bu Pongah, bawahannya di kantor, semua kerjaan
ketika turun dari mobil tiba-tiba kepalanya dimintanya tetap berjalan sesuai improvisasi
pusing, dan lambungnya seperti diaduk-aduk para bawahannya. Ucapan-ucapan bijaksana
hingga mual. Tak mungkin lagi bu Pongah bu Pongah terlontar memuji inisiatif para
menegakkan diri. Ia yang biasanya berjalan bawahan yang seolah tak terpengaruh oleh
96
ketidak hadirannya. Esok harinya Bos besar, datang menjenguk.
Semua sedang diurus, kata Bos itu. Bu Pongah
Beberapa jam kemudian di ruang perawatan direncanakan akan diterbangkan ke rumah
yang nyaman, suasana sudah tenang dan sakit di luar negeri. Namun terkendala sulitnya
sepertinya tak terjadi lagi sesuatu apapun. urusan eksit-permit, karena disana sedang
lock-down.
Tiba saat pemeriksaan kedua bu Pongah
menjerit karena perutnya sakit seperti akan Malam itu, bu Pongah sengaja tidur di bawah,
meletus, serasa perut itu penuh terisi air hanya beralas selimut di lantai. Ada dorongan
lebih dari seember. Mulutnya menahan yang kuat dari hati nuraninya, instingnya,
desakan cairan dari tenggorokan, namun bahwa makhluk halus telah menyerang dirinya.
akhirnya tak tahan, menyemburlah muntahan Ia mencoba melakukan perlawanan, namun ia
air ke seluruh ruangan... merah, ...... darah lagi. tak tahu cara melawannya. Ia pun teringat
Para perawat mulai curiga... bahwa ini bukan dongengan dan kisah dari kakeknya yang
penyakit biasa. memang sangat kental dengan kehidupan
spiritual Jawa.
Kamar yang berbau anyir ditinggalkan, bu
Pongah dipindahkan ke kamar perawatan
Ia ingat kata Kinanthi yang dibubuhkan oleh
yang lain, hal yang serba darurat itu segera
kakeknya pada namanya. Tertatih-tatih
diatasi dan diantisipasi oleh sang Profesor,
diraihnya handphonenya, bu Pongah mulai
diberikannya suntikan dosis tinggi untuk
bergoogling, browsing, mencari makna kata
mengatasi nausea dan vomitus.... anti muntah.
Kinanthi.... ya ia tahu, itu merupakan
perlambangan sekuen atau tahapan hidup pada
Malam hari, bu Pongah tertidur pulas oleh
manusia, filsafat esensial tentang kesadaran
efek obat-obatan sedatif yang cukup kuat
luhur.
untuk menenangkan agar tubuhnya dapat
beristirahat. Tapi ada indikasi bahwa bu
Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun.
Pongah mengalami penurunan kadar sel
Seorang anak yang tumbuh dan berkembang
darah merahnya dan tubuhnya mulai lemah.
membutuhkan tuntunan dari orang dewasa.
Sangat drastis.
Bicaranya sedikit melemah, pelan tanpa Setelah dewasa ia dituntun oleh guru sejatinya.
tekanan. Tapi pikirannya yang masih kuat dan Begitulah prosesnya, bahwa seorang manusia
sadar. lahir seperti “kertas putih” yang kosong tanpa
Tubuhnya mulai kelihatan kurus, pucat dan isi tanpa tulisan. Maka kesimpulan dan
perutnya membuncit. kemampuan membaca kehidupan dan alam
Matanya cowong seperti orang melotot semesta, akan tertuang menjadi tulisan pada
dengan bola mata mau meloncat. kertas itu.
97
Lalu dicarinya tembang-tembang Kinanthi .... pada penerbangan yang ke dua, datang bu
satu-persatu syairnya dihayatinya. Ia ingin Parjiah beserta rombongan tetangganya,....
memperkuat batinnya dengan kesadaran membesuk. Niliki !!!
yang lebih transendental dari pada
mengandalkan kecerdasan dan logika Mereka sangat akrab, karena bu Pongah
pikirannya dalam memaknai ajaran-ajaran pandai bergaul, apalagi dengan ibu-ibu arisan
yang selama ini dibacanya. satu komplek di perumahannya. Bu Parjiah
Kesadaran luhur merupakan satu kekuatan mengisi pembicaraan tentang gowes
inti, dan itulah ruh hidup manusia. bersepeda dan senam pagi bersama.
Bu Pongah menyadari harus menanggalkan Ia selalu berbicara yang tinggi-tinggi, tak suka
pengertian yang artifisial dan dogma-dogma. disaingi. Selalu mau menang sendiri.
Maka diingatnya ketika kakeknya dahulu yang Setiap kali matanya menatapi jari-jari bu
sering berdiskusi dengan sahabat-sahabatnya
Pongah yang sudah tidak dihiasi berlian
dalam membahas falsafah hidup. Ia memang
sebesar jagung, gelang emas dan kalungnya
paling suka mencuri dengar, nguping, jika
pun tak lagi dikenakan. Bu Parjiah sangat
kumpulan orang-orang sepuh itu mulai
hafal tampilan bu Pongah itu. Pernah dalam
berdiskusi tentang sufisme Jawa.
pikirannya, ia ingin punya berlian yang besar
seperti milik bu Pongah, ada rasa iri hati. Bu
******
Parjiah selalu ingin menyainginya namun
memang beda kelas. Semua hanyalah impian
Pagi itu, bu Pongah meminta kepada
belaka bagi bu Parjiah.
suaminya untuk memesan tiket pulang ke
Solo. Tetapi ada semacam kegundahan sang
Pembicaraan beralih dari gowes bersepeda,
suami untuk mengabulkannya, karena
bergeser ke masalah nasib, kesehatan bisa
“permintaan pulang” sering bermakna ingin
pamit untuk pergi selama-lamanya. dijaga tetapi terkadang nasib berbeda
suratannya. Bu Parjiah memberikan contoh-
Namun kemudian maksud itu diutarakan contoh tentang teman-temannya yang
secara lisan kepada suaminya, sehingga ada meninggal justru karena mereka disiplin
kejelasannya yang tentu saja disetujui pula merawat tubuhnya agar selalu sehat,
oleh sang suami..... Tujuan pulang ke Solo olahraganya teratur, makanan sehat dan
adalah ingin menemui eyang Haryo Tjokro, minum empon-empon.... begitu katanya, .....
salah seorang sahabat karib kakeknya yang tetapi takdirnya lain, malah sakit-sakitan dan
masih hidup. Maka segala sesuatunya meninggal. Lalu bu Parjiah menyebut si A, si
dipersiapkan untuk terbang ke kota Solo, kota B, si C dan lainnya sebagai contohnya...
kelahirannya.
Di sudut ruang itu, duduk Putriyanti anak bu
Disaat sibuk mempersiapkan keberangkatan Pongah, ia ikut mendengar obrolan tak
98
bermutu itu sambil dihatinya menggerutu...., ngeyel.
untung ibunya sangat tegar mendengar
celoteh bu Parjiah itu. Eyang Haryo Tjokro pun tidak pangling
dengan kecerdasan cucu perempuan sahabat
****** lamanya yang dulu cukup dikenal sebagai sufi
Jawa, yaitu Mulyadi Purwojati.
Rumah eyang Haryo Tjokro, tidak berubah.
Halaman depan tampak bersih, pintu gebyok “Monggo, silahkan duduk...”, sapanya dalam
kayu jati masih seperti sedia kala. Pepohonan bahasa Jawa halus. Bu Pongah pun duduk,
di sekitar rumah itu masih asri, suasananya bersebelahan dengan suaminya. Adik bu
sangat menentramkan hati. Pongah ikut duduk di sebelah kanan.
Bu Pongah, yang dipapah suaminya, berjalan Sambil membenahi baju sorjannya, eyang
perlahan terhuyung-huyung memasuki Haryo Tjokro berkata : “Maaf ya nak Kinanthi,
halamannya. baju eyang kemerahan karena kelunturan
baju lain.... sorjan putih koq seperti disembur
Di depan pintu, sudah berdiri eyang Haryo muntahan darah njih... jadi merah”.
Tjokro seperti sudah tahu bahwa ia akan
kedatangan tamu dari jauh. Wajahnya sudah “Kemarin eyang diajak ke Malaysia menengok
pucat dan keriput, berambut putih. Posturnya cucu eyang, si Pratiwi, ia baru saja
sudah mengecil, memendek, seperti melahirkan, tapi eyang batal berangkat
umumnya pada orang tua yang fisiknya sudah karena disana masih lock-down”.
degradasi. “Dik Kinanthi juga batal ya ... nggak jadi ke
luar negeri, ya.... lha koq repot-repot, lebih
“Nak Kinanthi.... selamat datang! Kamu baik jalan-jalan ke Solo ketemu eyang”. Begitu
seperti kebingungan mencari Tuhan”. eyang yang cerewet ini asal ngomong tapi
Sapanya, “Tuhan tak akan kamu temukan menggetarkan dada bu Pongah dan suaminya,
karena semua orang mencari wujudnya, lalu terus disambung dalam pembicaraan
figuratif itu menyesatkan, carilah dengan dengan bahasa perumpaan atau bahasa batin
roso”, kata eyang Haryo Tjokro, itulah gaya (basa batos), sambil terkekeh-kekeh.
bicaranya yang sok filsuf. Bu Pongah sudah
tahu gaya bahasanya itu. Bicaranya sering Karena merasa bahwa eyang Haryo Tjokro
berupa ungkapan-ungkapan. “Saya mencari pun sudah bisa menerawangi kejadian apa
jawaban siapa orang yang memanah Tuhan”, yang dialaminya, maka bu Pongah pun
jawab bu Pongah mengimbangi. “Hingga membuka maksud kedatangannya. Ia ingin
kesakitannya ditimpakan kepadaku”, dengan eyang Haryo Tjokro menolongnya, karena
bahasa halus bu Pongah menyahuti bernada kondisi sakit anehnya memang parah.
99
Muntah darah masih sering, terakhir di toilet sendiri. Ia memang mempersembahkan
Bandara. Apalagi jika sudah pusing, jantungnya nyawanya.
berdegup seperti mau berhenti, Profesor yang Panjang lebar, eyang Haryo Tjokro berbicara.
merawat hanya berkata jika itu adalah Burung Platuk Bawang ini ada kaitannya
serangan panik saja, panic attack, tetapi sang dengan kedatangan Kinanthi, katanya. Bahwa
profesor tidak bisa menghilangkan sumber sebelum Kinanthi datang eyang Haryo Tjokro
penyebabnya. sudah menerima isyarat perintah tugas. Lalu
siapa yang memberi tugas? Ya.... alam ini.
Sementara itu, eyang Haryo Tjokro justru Tuhan.
tahu... blak-blakan ia berkata ada setan atau
roh halus mengikuti Kinanthi. Setan itu sering Waktu itu ia mendengar suara kain sarung
mendekat dan juga sering menjauh. Saat di yang dikebut-kebutkan seperti kebiasaan
almarhumah isterinya selesai mencuci sarung,
ruangan ini setan yang mengikuti sedang
padahal sepi tak ada orang.
menjauh, karena aura eyang Haryo Tjokro
Secara empiris mendengar suara orang yang
radiasinya memiliki radius cukup luas, setan
tidak nyata, mengibas-kibaskan kain basah
tak tahan mendekatinya sehingga bu Pongah
adalah perlambangan keharusan
merasa tenang dan bisa berpikir jernih.
membersihkan segala rereget alus.
Membersihkan gangguan roh jahat. Itulah
“Daradasih” kata eyang Haryo Tjokro, adalah
yang diyakini eyang Haryo Tjokro sebagai
suatu perlambang yang oleh orang Jawa sangat
tugas alam.
dipercaya sebagai suatu petunjuk. Memang
seperti mimpi tetapi selalu menjadi kenyataan.
Maka pada malam itu bu Pongah dan
suaminya diajak mengikuti upacara
Sehari sebelumnya, eyang Haryo Tjokro
sederhana yaitu ritual menyembelih burung
dikunjungi penduduk desa hutan jati Donoloyo, Platuk Bawang yang kemudian darahnya di
penduduk itu menyerahkan seekor burung dioleskan pada beberapa bagian tubuh bu
Platuk Bawang yang sudah tua dan tak bisa Pongah.
terbang.
Semua peristiwa ini sudah dirangkai dengan Setelah selesai, mereka pun diperbolehkan
asumsi-asumsi yang mengkristal dan diyakini pulang.
oleh eyang Haryo Tjokro, bahwa burung ini
adalah anugerah Gusti, sebagai bagian kecil Saat rombongan bu Pongah beranjak pulang
dari alam yang memiliki faedahnya untuk eyang Haryo Tjokro masih nyeletuk...
manusia. Burung itu tak akan mati ngurak atau “Kinanthi, siapa yang melakukan teluh, tak
istilahnya mati tua, tetapi burung itu memang perlu dipikirkan nanti pasti akan kau
menyerahkan diri demi dharma bakti hidupnya ketahui...!”.
100
Rembulan malam sudah meninggi, bu Pongah Wajah lelaki itu menghantui bu Pongah,
seperti biasa, mulai menggunakan rasionya, seperti harimau yang akan menerkamnya.
kutak-katik dengan logika pikirannya, Matanya memerah dan melotot seolah
mencari-cari buku-buku kuno peninggalan mengirimkan sinar laser... sihir. Ditepisnya
kakeknya di lemari depan, penasaran mencari bayangan itu, dengan keberaniannya yang
keterangan tentang burung Platuk Bawang. nyaris ludes. Lalu bu Pongah terduduk, dalam
diam dan sepi. Kalimat terakhir dari eyang
Namun yang diketemukan bukan tentang Haryo Tjokro.... bahwa dirinya memang kena
ritual-ritualnya, melainkan hanya notasi teluh serasa sudah terjawab. Ya ... Benar lelaki
sesuai kepercayaan orang dulu, bahwa itu yang bermain jahat... ? Pikirnya.
burung ini sangat kaya akan khasiat
magisnya, antara lain : Tak terasa bu Pongah tertidur pulas di kursi
· Lidahnya : dipakai agar pintar berbicara. malasnya, setelah minum susu hangat.
· Matanya: digantung di kisi-kisi rumah agar
waskita. Pagi-pagi, bu Pongah dibangunkan oleh
· Bulu kepalanya: ditaruh di bawah alas suaminya, untuk menyantap telur setengah
tempat tidur bayi agar bayi tenang. matang dan minum kopi susu yang sudah
· Darahnya : dikeringkan, untuk mengobati disediakan oleh Ipah. Mereka duduk di
penyakit. beranda depan. Partono mencuci mobil dan
..........dan seterusnya dan seterusnya.... menjemur karpet-karpet mobil sambil
membungkuk-bungkuk melewati tempat
****** duduk mereka berdua.
101
Kanjeng Kyai Platuk Bawang
Penyelaras Keris : Nauval Ramsi alm.
Tinatah lapis emas : Suhabib.
Dhapur : Mahesa Slurung, Ganan Platuk Bawang.
Pamor : Wulung Serat.
Foto : Ferry Ardianto.
Koleksi : Hengki Joyopurnomo (alm).
102
103
104
15. Kanjeng Kyai Sri Makmur
Kabut tebal itu masih menyelimuti bumi
Di kejauhan sana,
Aku berdiri,
17 Agustus 2020
105
106
Kanjeng Kyai Sri Makmur
Penyelaras Keris : Nauval Ramsi (alm.)
Tinatah lapis emas : Idris dkk.
Dhapur : Sepang.
Pamor : Tirta Tinetes.
Warangka : Sunggingan Toni Junus.
Foto : Abdul Fatah.
Koleksi : Toni Junus.
107
108
Membingkai keris Kamardikan
dalam khasanah keris Nusantara
109
110
1. Hengki Joyopurnomo (alm)
Kolektor
Sebuah buku diluncurkan dalam situasi Pandemi Covid19, mengisi waktu sebagai catatan
baru pelestarian keris Indonesia.
Proklamasi UNESCO tentang keris Indonesia sebagai warisan dunia : A Masterpiece of The
Oral and Intangible Heritage of Humanity, pada 25 Nopember 2005, telah membawa hawa
baru bergeloranya perkerisan di Indonesia. Pelestarian keris secara umum telah bergerak
melakukan konservasi atau merawat artefak keris agar tidak punah, pencinta keris menulis
buku-buku sebagai kajian dari penelitian keris yang kemudian akan menjadi sebuah
pengetahuan yang nantinya berguna untuk generasi anak cucu kita.
Hal ini berjalan dengan baik, namun bagi saya, penciptaan keris baru atau Keris Kamardikan
merupakan kesinambungan dari keberadaan pelestarian keris itu. Maka saya pun sering
beranjangsana ke beberapa besalen seperti Besalen Mloyokusumo, Besalen Gulo Kelopo dan
mengoleksi beberapa karya para seniman termasuk karya-karya seniman Madura.
Begitu pula dengan beberapa keris yang terpajang di buku ini merupakan hasil desain Toni
Junus yang menjadi koleksi saya.
Nah... dalam buku ini juga dilampirkan beberapa konsep rancangannya disertai esai yang
menarik, membahasakan keris dalam bentuk sastra yang menghibur sesuai judul bukunya,
dan berhasil menjelaskan sisi lain dari sebilah keris dengan santai.
Semoga buku ini membangkitkan motivasi para seniman keris untuk berkarya dengan ide-
idenya yang berkelas dan kolektor berminat mengkoleksinya.
Salam Budaya.
111
2. Unggul Sudrajat
Peneliti,
Balitbang - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sosok Toni Junus barangkali adalah salah satu sosok legend di dunia perkerisan Indonesia
kita saat ini. Tidak banyak tokoh seperti beliau yang konsisten dalam mengupayakan dan
merumuskan sejarah baru dalam dunia keris Indonesia, narasi keris kamardikan.
Dalam bukunya, Sajak-Sajak Keris: Antologi Keris Kamardikan Toni Junus Kanjeng NgGung,
mengisyaratkan dua makna mendasar dalam sebuah keris kamardikan. Pertama, keris yang
dibuat pada jaman setelah Indonesia merdeka. Kedua, keris yang dibuat dengan konsep
baru yang bebas. Makna pertama berpijak pada rentang waktu, kemerdekaan Indonesia
yang diproklamasikan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Artinya bila kita lihat
pada tahun 2021 ini, sudah 76 tahun “usia” keris kamardikan, seiring dengan usia republik
ini. Makna kedua adalah berpijak pada tataran ide, konsep yang mendasari pembuatan keris
tersebut. Tataran konsep atau ide ini bila merujuk pada siklus lingkaran budaya yang
dimaksudkan UNESCO dalam Unesco Framework for Cultural Statistics Domains 2009,
menetapkan bahwa ide, konsep, gagasan, adalah “roh utama” dalam suatu penciptaan karya
budaya.
Proses pertama dalam penciptaan keris, lahir dari ide atau gagasan yang menjadi dasar dan
inspirasi pada pembuatan keris oleh empu atau perajin keris. Kreativitas yang bermula dari
ide atau gagasan ini menjadi ranah personal dari empu atau perajin dalam mengembangkan
daya kreasinya, dalam rangka menciptakan sesuatu yang baru atau memberikan
pembaruan terhadap keris yang dibuat. Maka kemudian muncul berbagai hasil kreasi baru
dari berbagai ide dan gagasan tersebut. Namun dalam hal ini, eksplorasi ide dan gagasan
keris kamardikan melalui penciptaan keris dengan konsep baru yang bebas, menurut saya
112
bijak. Meskipun pembuatan keris baru bebas dalam hal penafsiran dan modelnya, namun
perlu pijakan untuk “nunggak semi” mengembangkan konsep baru dengan pijakan yang
lama dengan berbagai pertimbangan dan kaidah pembuatan keris yang sudah ada.
Dalam konteks pemajuan budaya khususnya keris Indonesia, Pemerintah sesuai amanat
Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 berkewajiban memajukan
budaya keris Indonesia melalui skema pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan
pembinaan pelaku budaya keris terutama dengan meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia. Peningkatan kualitas SDM yang bergerak di dunia keris dapat dilakukan sejak dari
proses penciptaan ide atau gagasan, proses penciptaan karya dan juga produksi, dukungan
pemasaran hasil produksi hingga edukasi dan promosi kepada publik mengenai keris
Indonesia.
Peningkatan kualitas SDM pelaku perkerisan akan sangat bermanfaat terhadap ratusan,
ribuan, puluhan ribu bahkan ratusan ribu pelaku aktif di dunia perkerisan; baik empu,
perajin, penjamas, pedagang, kolektor, dan berbagai profesi, dan bidang keahlian yang ada
di dunia perkerisan. Saya tidak berani menyebutkan berapa jumlah pelaku aktif di dunia
perkerisan karena sependek pengetahuan saya, hingga hari ini belum ada data resmi secara
nasional para pelaku aktif dunia perkerisan baik yang dikeluarkan oleh komunitas, asosiasi
maupun pemerintah, baik pusat maupun daerah. Barangkali ini salah satu pekerjaan rumah
yang besar bagi semua komunitas, asosiasi dan juga pemerintah untuk melakukan
pendataan integratif, komprehensif dan kolaboratif agar berbagai rencana aksi pemajuan
budaya keris Indonesia dapat berjalan dengan pijakan pasti, ada data lengkap sehingga
upaya pemajuan kebudayaan yang dibangun terarah, fokus dan berdampak positif bagi
dunia perkerisan di tanah air.
Nah kembali ke pembahasan mengenai buku ini, Sajak-Sajak Keris: Antologi Keris
Kamardikan Toni Junus Kanjeng NgGung dengan 15 keris buah pemikiran dan karya Toni
Junus ini bagi saya merupakan langkah pasti dalam melestarikan keris Indonesia. Pada saat
kebanyakan pecinta keris bergulat pada keris lama, Toni Junus justru hadir menawarkan
sesuatu yang baru, dengan ide segar dan gagasan yang seringkali orang umum tak mampu
fikirkan dengan menggelorakan narasi dan kreasi keris kamardikan. Menurut saya,
menggelorakan istilah keris kamardikan saja juga merupakan suatu pencapaian penting
113
dalam sejarah perkembangan dunia keris di Indonesia. Keris kamardikan saat ini sudah
menjadi bagian penting penanda dalam narasi sejarah periodesasi keris Indonesia. Tanpa
penciptaan karya keris-keris kamardikan, bisa dipastikan pelestarian keris Indonesia yang
selalu disuarakan akan mandeg dan berhenti.
Dalam buku ini, saya terkagum dengan sebab musabab kelahiran kelima belas karya beliau
yang ditulis dengan narasi yang mudah dicerna oleh semua kalangan. Meskipun antara satu
tulisan dengan tulisan yang lain dalam mengangkat kisah dibalik penciptaan setiap keris
berbeda-beda, pembaca justru ditantang untuk berimajinasi bebas dalam memaknai kisah
dan latar belakang penciptaan kerisnya.
Kekuatan narasi dari konsep setiap keris yang ditulis secara berbeda, yang kemudian
diterjemahkan dalam bentuk bilah keris oleh Toni Junus haruslah dimaknai dengan
berbagai pendekatan, dielaborasi antara satu bidang keilmuan dan berbagai
pendekatannya.
Bila anda hanya memaknai dengan kacamata kuda, maka anda akan kesulitan dalam
memahami dan memaknai kompleksitas penciptaan karya keris yang disajikan oleh Toni
Junus. Disinilah keunikan buku ini, narasi yang disajikan mampu menantang ruang
imajinasi dan pengetahuan kita akan dunia keris yang mencakup aspek; sejarah, tradisi,
seni, falsafah, simbolisme, teknik dan mistis. Bagaimanapun, buku karya Toni Junus ini
merupakan sebuah pencapaian dan dokumen penting dalam upaya pelestarian keris
Indonesia.
114
3. Cakra Wiyata
Pelestari Keris, Ketua Paguyuban Astajaya.
(Ajang Silaturahmi Pelestari Tosan Aji Jakarta Raya.)
“Dulu keluarga kami memiliki beberapa bilah Keris dan Pusaka peninggalan leluhur.
Konon menurut paman saya, jika kakek kami lalai dalam merawatnya, keris tersebut akan
berulah dan menimbulkan suara glodak glodak berisik dari dalam lemari.
Sehingga akhirnya Paman sepakat untuk membawanya ke Orang Pintar dan akhirnya
membakar serta melarung pusaka tersebut ke dalam sungai.”.
Seberapa sering anda mendengar cerita klasik serupa ini disaat anda memulai percakapan
tentang Pusaka bersama teman lama atau seseorang yang baru anda kenal?
Belum lagi pandangan sinis tentang Keris dan Pusaka seputar Mistis, Kanuragan,
Perdukunan, Syirik, bahkan komentar skeptis yang tersirat menyangsikan kemampuan
intelektual anda sebagai manusia logis dan modern.
Keris dan Pusaka memang memiliki banyak makna ditinjau dari berbagai perspektif yang
berbeda. Pada kenyataannya penilaian Fisik terkait Keindahan seni ukir dan bentuk, teknik
tempa dan tata pamor, serta metalurgi proses pembentukannya, hanya menduduki porsi
kecil dibanding makna keris seutuhnya.
Penilaian serta pemaknaan nilai Non Fisik dalam sebuah Keris lah yang membuat Keris
menjadi sebuah Warisan Adiluhung dunia yang diakui Unesco sebagai Masterpiece of the
Oral and Intangible Heritage of Humanity semenjak 2005.
Simbol filosofis, torehan sejarah, tradisi, status sosial, pesan moral, mistis dan inspirasi
kehidupan terkuak bagaikan Pesan Tersembunyi yang dapat berbicara kepada mereka yang
mencoba memahaminya.
Ungkapan keindahan rasa seperti Gebyar, Greget, Guwoyo, Wingit, Wibowo dan Mahanani
115
merupakan ekspresi khusus yang tak mudah diungkapkan, terlebih kepada benda seni
lainnya.
Buku ini secara lugas dan berbicara lantang mengenai makna sebenarnya dari sebuah keris.
Simbol simbol, cerita, sastra dan hikayat, serta teladan dari para leluhur diungkapkan dalam
keindahan bentuk seni sebilah Keris.
Kemerdekaan berekspresi dan berkarya dalam Keris menjadi penanda jaman tersendiri
dalam perkembangan Pusaka di Indonesia. Era Keris Kamardikan, demikian kita
menyebutnya.
Hendaknya inisiatif dan kumpulan mahakarya ini dapat menjadi awal gulungan bola salju
pembaharuan di era baru Pekerisan Indonesia di masa depan.
Cukuplah sebuah masa dimana Keris demikian terpojok akan pemaknaan yang keliru dari
sebuah generasi yang tak mampu memahami arti Pusaka yang sebenarnya.
Mencairlah sebuah kekuatan keras yang memanfaatkan Keris sebagai obyek cerita demi
meraup keuntungan atau maksud tersembunyi lainnya.
Warisan Dunia ini bukan sekedar untuk kebanggaan nama kita yang terucap semata.
Pengakuan dunia ini sejatinya adalah pernyataan nyata atas sebuah kontribusi bangsa besar
ini dalam membentuk Pondasi Peradaban Dunia jauh sebelum bangsa bangsa muda lainnya
membusungkan dada.
116
4. Waskito Giri Sasongko
Pemerhati Budaya Perkerisan
Membaca buku sebelumnya yakni Tafsir Keris karya Toni Junus, saya jadi teringat Hans-
George Gadamer. Seorang filosof yang masyhur melalui maha karya monumentalnya, Truth
and Method. Benar, Toni Junus tak sekalipun menyebut nama Bapak Hermeneutika Modern
ini. Namun membaca uraian dan pembahasannya perihal struktur epistemologi Mpu, saya
segera ingat pada sosok ini.
Terlebih membaca buku terbarunya, Sajak-sajak Keris, Antologi Keris Kamardikan. Terang
benderang di sini, bahwa sejarah dan masa lampau bagi Toni Junus bukanlah tumpukan
fakta-fakta mati. Sejarah dan masa lampau, baginya ibarat aliran arus sungai kesadaran
yang bergerak dinamis dan dialektis mencipta zaman.
Toni Junus berupaya memahami dan menginterpretasikan spirit zamannya itu. Melalui
keris-keris Kamardikan karyanya itu, ia tampak turut bergerak dan berpartisipasi dalam
arus sungai kesadaran muncul dan tumbuhnya keindonesiaan dan Indonesia.
117
Tak bisa disangkal, modus interpretasinya mirip praksis hermeneutika filosofisnya
Tak bisa disangkal, modus interpretasinya mirip praksis hermeneutika filosofisnya
Gadamer. Sebagai
Gadamer. creator, Toni
Sebagai creator, Toni Junus
Junus adalah
adalah seorang interpreter. Proses
seorang interpreter. Proses mengada
mengada dirinya
dirinya
(state of being) sebagai interpreter ini terlihat kuat pada keris-keris Kamardikan
buatannya.
Keris – meminjam ungkapan Pramoedya Ananta Toer soal buku-bukunya – ialah “anak
rohani” Mpu. Pada keris tergurat pesan baik tersurat maupun tersirat perihal nilai-nilai atau
makna kebenaran. Mpu mengartikulasikan pesan itu melalui dhapur dan pamor; sebuah
'bahasa' atau 'teks' tersendiri yang telah disepakati secara intersubjektif antar Mpu, dari
zaman ke zaman.
Tak hanya itu. Bagi masyarakat pewarisnya tosan aji tidak semata merepresentasikan
situasi zaman si-Mpu saat mereka berkarya dahulu. Tak sedikit di antara mereka bahkan
meyakini, pusaka ialah objek sakral yang menyampaikan pesan tersuruk dari langit suci
melalui mediasi Mpu.
Menoleh ke masa lampau hadir kekayaan mitologi maupun legenda dalam alam refleksinya.
Menoleh ke masa lalu juga hadir hikmah maupun kisah jadi material permenungan batin
sekaligus inspirasi Mpu untuk mengontemplasikan ide-ide atau konsep-konsep embrional
karyanya.
Sementara, bicara realitas dunia tosan aji tentu telah tersusun suatu tradisi sebagai
konsekuensi sejarah seribu tahun atau bahkan lebih kehadiran profesi menempa logam di
Nusantara. Dalam bayang-bayang horison sejarah masa lalu inilah, telah terentang saujana
pengetahuan seni tempa logam asli Nusantara.
Toni Junus tentu juga berpraksis serupa itu. Mengikuti konsepsi Gadamer, tentu terdapat
pre-understanding atau “prapemahaman” Toni Junus. Sejauh mana dan sebaik apa ia
memahami kekayaan tradisi dan sanggup mendialogkan secara terbuka dengan
kekiniannya merupakan faktor penentu keberhasilan proses kreatifnya.
Masih seturut Gadamer, saat terbangun dialog antara tradisi tosan aji dari horison masa lalu
dan horison kekinian zaman, maka proses kreatif Toni Junus tak hanya melahirkan
118
pemahaman dan interpretasi yang bersifat 'reproduktif' melainkan juga 'produktif'.
Bicara soal interpretasi 'reproduktif' di dunia keris, ini berarti Mpu membuat keris putran.
Karya ini semata menduplikasi capaian estetis dari karya-karya Mpu terdahulu. Lazimnya
keris putran merupakan duplikasi dari keris-keris pusaka kraton. Lihatlah kembali buku
Tafsir Keris, di sana banyak foto memperlihatkan kepiawaian Toni Junus mencipta keris
putran.
Proses kreatif lainnya ialah interpretasi 'produktif'. Toni Junus bermaksud menghadirkan
sebuah pemahaman dan interpretasi baru terhadap ketersituasian zamannya. Memahami
dan menginterpretasikan situasi zaman dalam horison sejarah yang utuh dan pada – masa
lalu, masa kini, dan masa depan – ialah tujuan praksis hermeneutika Toni Junus. Dialog itu
melahirkan bentuk dhapur-dhapur baru dalam karyanya.
Sebutlah, misalnya, Kanjeng Kyahi Bengawan Solo, Kanjeng Nyai Gayatri, Kanjeng Kyahi
Gurda, atau Kanjeng Kyahi Panulak, dan lainnya. Dalam karya-karya ini masa lalu Indonesia,
ketersituasian Indonesia kini, dan cakrawala harapan Indonesia di masa depan, semua
unsur itu simultan hadir dan mawujud serta terungkap dalam desainnya tersebut.
Pada titik ini, saya jadi teringat pada etimologi kata hermeneutika. Berasal dari bahasa
Yunani, hermeneutikos, hermeneuin. Kata ini diambil dari nama tokoh mitologi Yunani,
Hermes, yakni Dewa Pengetahuan. Hermes adalah penyampai pesan dari Dewa-dewa di
Olympus kepada manusia di bumi. Fungsi Hermes sangatlah signifikan. Pasalnya, bila
Hermes salah menangkap pesan dari Dewa-dewa, jelas fatal akibatnya bagi umat manusia.
Nah, keberadaan Mpu itu, ibarat ialah sosok Hermes bagi Nusantara. Semoga melalui karya-
karyanya ini Toni Junus juga mengemban fungsi laiknya Hermes (***).
119
5. Kuntadi Wasi Darmojo
Pengajar Program Studi Keris,
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Saat ini peradaban di muka bumi tercinta ini sedang diuji dengan terjadinya wabah pandemi
covid 19. Fenomena tersebut telah membuat hampir stagnan bahkan lumpuhnya sendi-
sendi kehidupan. Selain membuat was-was (khawatir) harus dengan penuh kehati-hatian
juga dalam merubah segala cara beraktivitas. Covid 19 telah membuat sebagian masyarakat
cemas, takut-khawatir, resah-gelisah menjadi satu dalam menyikapinya. Namun tidak
demikian halnya bagi para pelaku budaya (seniman/pelaku seni/mpu) dalam
menyikapinya. Justru dengan kejadian tersebut telah memberi motivasi dan inspirasi untuk
melakukan sesuatu di tengah pandemi covid 19 ini, salah satunya adalah seorang pemerhati
dan sekaligus pegiat serta praktisi budaya perkerisan yakni Toni Junus. Fenomena covid 19
ini oleh Toni Junus justru dijadikan sebuah momentum untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi dinamika budaya keris di era millenial ini yakni dengan meluncurkan
sebuah buku yang berjudul: Sajak-Sajak Keris. Antologi Keris Kamardikan.
Content buku tersebut sebenarnya secara eksplisit telah terungkap pada judul yakni pada
variabel Keris Kamardikan. Terbukti bahwa buku ini membahas tentang karya-karya seni
hasil dari proses kreatifnya terhadap perkembangan budaya keris. Keris-kamardikan
diciptakan berdasarkan pada konsep-konsep baru yang bebas dan kreatif tetapi tetap
berorientasi kepada norma-norma pada keris yang telah ada sebelumnya dan telah
dikembangkan dengan material dan teknik modern. Keris kamardikan telah mengalami
pergeseran budaya keris yang tidak dibawah suatu hegemoni, bukan atas permintaan raja
tetapi keris yang dapat mengaktualisasikan diri di tengah globalisasi yang menantang
kreatifitas para seniman. Keris kamardikan (keris baru, yang terbuat setelah era
kemerdekaan), indikatornya adalah sebagai berikut:
120
- Aspek visual/fisik (Memiliki bentuk gaya dengan kreasi baru sesuai keinginan
seniman/empunya).
- Aspek Empu (diketahui seniman pembuatnya/by name).
- Aspek Zaman (keris yang dibuat setelah era Surakarta/Yogjakarta).
- Aspek garap (keris yang memiliki konsep reinterpretasi dalam proses garap dengan cara
kreasi baru/inovasi/sanggit).
Sejalan uraian singkat tentang pengertian keris kamardikan di atas, maka apabila membaca
buku ini menangkap sebuah konsistensi seorang Toni Junus dalam menciptakan karya-
karya keris dengan konsep reinterpretasi atau yang dalam seni tradisi dikenal dengan
istilah sanggit, yang sama sekali tidak dijumpai keris yang dalam proses kreatifnya dengan
konsep revitalisasi (mutrani/nunggak semi).
Toni Junus cukup memiliki kepekaan dalam membaca fenomena yang terjadi di alam
sekitarnya, terbukti dengan karya-karyanya yang merupakan representasi yang
divisualkan dengan dhapur baru dari hasil interpretasi terhadap situasi sepanjang zaman.
Secara keseluruhan karya keris Toni Junus apabila dilihat dari aspek idea atau gagasan
terinspirasi dari fenomena yang berkembang di masyarakat, terlihat cukup jelas karya-
karya tersebut divisualkan dengan ekspresi yang mudah dipahami, termasuk pesan apa
yang ingin disampaikan.
Toni Junus membaca keris ditransformasikan sebagai media untuk menuangkan semua
hasil dari perenungan yang diinterpretasi melalui karya keris dhapur baru. Dia tidak lagi
terhegemoni oleh apapun, sehingga bebas menginterpretasikan dari proses dialog dalam
ruang dan waktu yang kemudian divisualkan ke dalam keris kamardikan dengan dhapur
baru.
Toni Junus dalam mewujudkan keris barunya tidak lepas dari persoalan teknik pengolahan
material sehingga dia cukup peka terhadap penguasaan bahan dalam perkerisan. Ada
semacam kaidah yang telah dijadikan pedoman dalam penguasaan bahan terkait dengan
teknik garap (pamor dan ricikan). Artinya bahwa antara pamor dan ricikan selalu
dikerjakan dengan rapi, detail dan perfect dan tetap mempertimbangkan nilai estetik.
121
Sehingga tidak akan mengurangi pemahaman terhadap tema yang diangkat dalam setiap
karyanya. Secara keseluruhan karyanya ditampilkan dengan mempertimbangkan
keserasian antara bilah dengan perabotnya baik pemilihan material maupun penguasaan
garap sehingga menjadi harmoni secara utuh keris tersebut tampil perfect.
Keris Toni Junus selain memiliki bentuk unik dan menarik, juga ada yang memiliki aura
emosional, tetapi juga nampak kesan hiburannya. misal pada keris Kanjeng Kyai Sabdo
Palon, Kanjeng Kyai Romo Tambak, Kanjeng Kyai Gayatri, Kanjeng Kanjeng Kyai Platuk
Bawang dan Kyai Panulak.
Keunikan bentuk dhapur keris Toni Junus memiliki bentuk khas apabila dikaitkan dengan
pakem perkerisan terlepas dari persepsi masing-masing orang, beliau berani menampilkan
bentuk baru walaupun totalitas dapat dikatakan keluar pakem, tetapi secara struktur
bentuk perkerisan masih kentara mengenai apa yang menjadi bagian struktur bentuk keris
misal walaupun bentuk sudah berubah, namun mengenai ganja, pesi, sor-soran, tubuh
(awak) dan pucuk serta berbagai ricikan masih terlihat jelas sebagai karya yang masih
masuk ke ranah keris. Dan justru dengan tampilan berkarakter bentuk seperti itu, menjadi
keunikan tersendiri, yang akhirnya mempengaruhi gaya seseorang dalam hal ini gaya Toni
Junus.
Setelah mencermati karya keris dalam buku ini cukup menginspirasi dan menjadi motivasi
bagi pembacanya untuk melakukan hal yang sama terutama bagi para mpu-mpu muda yang
butuh keberanian untuk melakukan inovasi terhadap keris-keris yang ada seperti keris apa
yang telah dilakukan oleh Toni Junus. Jujur secara pribadi saya cukup respek dan apresiatif
terhadap konsistensinya yang tetap memilih berkreasi diranah budaya tradisi keris, bahkan
dia bisa menyesuaikan dengan derasnya arus perkembangan teknologi digital di era
revolusi industri 4.0. Sehingga lahirlah karya luar biasa yakni beberapa keris dhapur baru
yang dapat dibaca secara tekstual dan kontekstual.
Itulah catatan kecil terhadap karya-karya keris Toni Junus yang disajikan dalam buku
berjudul Sajak-sajak Keris; Antologi Keris Kamardikan.
Buku ini selain berisi karya-karyanya juga dilampirkan tentang konsep penciptaannya,
122
yang dilengkapi dengan ulasan berupa narasi, yang kadang diselingi dengan sajak sesuai
judul bukunya.
Semoga buku ini menjadi bahan bacaan tidak hanya bagi para pencinta (generasi Milenial)
saja, tetapi juga akan menjadi referensi bagi kalangan akademisi terutama mahasiswa
Program Studi Keris, ISI Surakarta.
123
6. I Gusti Ngurah Okasunu
Pelestari Budaya Bali
Membaca buku Sajak-sajak Keris karya Toni Junus Kanjeng NgGung, yang pertama-tama
saya terkesan adalah pada foto-foto keris karyanya yang bagus.
Di Bali tempo dulu pun karya seni kadutan (keris) memang selalu berkembang sesuai
kreatifitas sang pembuatnya. Kadutan (keris) selain sebagai benda yang disakralkan, misal
milik “dadya jrowan” (keluarga besar bangsawan) atau milik Puri selalu disimpan di tempat
tertentu. Dan diperlakukan sakralisasi yang juga terkait dengan adat istiadat dan agama,
dengan demikian kadutan milik pribadi-pribadi yang merupakan “klangenan” (kesenangan
/hiburan) pun juga di upacarai, misalnya pada upacara Tumpek Landep.
Namun demikian, bagi orang Bali, kadutan yang menjadi benda “klangenan” memang
berbeda dengan adanya kesejarahan dari kadutan yang berada di Puri.
Seni kadutan di Bali, juga berkembang sangat dinamis dan pada waktu lampau pun
penciptaan baru terjadi dengan proses penggarapan yang kreatif, baik pada detil-detil
bilahnya, perabot wrangka maupun ukiran danganannya.
Saya membaca narasi dan menikmati foto-foto dalam buku 'Sajak-sajak Keris, Antologi Toni
Junus Kanjeng NgGung' ini menyimpulkan bahwa karya seni berbeda dengan kerajinan
biasa. Proses penciptaan kadutan Kamardikan pada buku ini jelas melalui perenungan yang
bukan sekedar mencipta sesuatu yang sudah ada dan diulang-ulang seperti halnya pada
pembuatan kerajinan tangan.
124
Saya pribadi adalah pencinta karya seni, dan menghargai kekunoannya, maka jika saya
menghadiri suatu pertemuan, saya selalu melestarikan dengan berbusana komplit
menyandang kadutan seperti halnya adat orang Bali di zaman dahulu. Namun toh ketika
membaca buku ini saya senang dan terhibur (klangen), Toni Junus memang seorang
seniman pencipta seni, kisah-kisah dari satu-persatu tentang keris-kerisnya sangat
mengesankan.
Semoga nanti banyak karya seni kadutan Kamardikan yang diciptakan para seniman masa
kini (seniman-seniman muda) menjadi kebudayaan baru yang meluhurkan perjalanan seni
kadutan yang tidak kaku, atau terdogma.
Karena bagi saya cinta kasih muncul dari batin yang merdeka, bukan batin yang terdogma.
Semoga buku ini menjadi pendorong para pelestari keris dan semoga maju jayalah seni
kadutan Indonesia.
125
7. R. Adi Deswijaya
Pengajar Filologi,
Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo.
Kreatifitas dan inovasi sangat dibutuhkan di dalam menghadapi era industri 4.0 saat ini. Nut
ing jaman kalakone tentunya sangat berpengaruh besar di dalam segala bidang, tak
terkecuali kehadiran kekreatifan dan inovasi baru karya Toni Junus di dalam kancah
perkerisan. Keris selama ini identik dengan tangguh pra ke-merdekaan, namun tidak
demikian dengan keris-keris karya Toni Junus yang disajikan di dalam Sajak-Sajak Keris,
Antologi Keris Kamardikan. Keris yang selalu mengikuti pakem tangguh jaman pra
kemerdekaan, kini telah mengalami kedinamisannya dengan lahirnya style baru dengan
penyematan label/penamaan/gelar pada karya keris kamardikan.
Keris-keris kamardikan yang diekspos di dalam buku Toni Junus menandakan bahwa keris
tidak lagi identik dengan senjata untuk berperang dan mengandung aura kemistikan,
namun lebih dikedepankan kepada aspek estetikanya dalam hal kandungan ricikan, bentuk
dan pamornya.
Lahirnya keris-keris kamardikan yang diprakarsai Toni Junus ini merupakan wujud hasil
cipta, rasa dan karsa sendiri dalam menciptakan sebuah produk budaya baru di dunia
perkerisan seraya tidak meninggalkan segi-segi estetika keris pada masa lampau.
Perspektif Toni Junus dalam menghadirkan keris kamardikan ini tentunya diilhami oleh
ekspresi ide kreatifnya sendiri. Tampil dengan estetika produk-produknya dalam buku
Sajak-Sajak Keris, Antologi Keris Kamardikan ini tampaknya terinspirasi oleh bayang-
bayang pengalaman yang pernah dilihat, didengar, dan dirasakan. Jiwa Jawa muncul pada
sosok pribadinya.
126
Hadirnya pengalaman dalam penciptaan karya seni Toni Junus telah merubah peradaban
masa lalu ke arah peradaban baru. Inspirasi dari pengalaman yang lahir seiring dengan
konteks budaya Jawa tradisional yang melatar belakanginya. Selain teridentifikasi sebagai
karya dari keahlian nenek moyang Jawa yang begitu adiluhung, keris merupakan cerminan
tatakrama dunia Jawa, penanda kultur Jawa, dan rasa jiwaning Jawa. Prinsip asma kinarya
japa.... 'di balik nama mengandung doa' tampak digunakan Toni Junus dalam penciptaan
keris kamardikannya, seperti Kyai Sabdo Palon, Kyai Satriya Gugah, Kyai Romo Tambak, dan
sebagainya.
Narasi di dalam buku ini membersitkan adanya kandungan sebuah doa atau harapan dari
Toni Junus. Doa atau harapan yang dilatarbelakangi oleh bentukan luapan perasaan hati
bahagia, sedih, terpesona atau kagum, kecewa, terkejut, dan sebagainya setelah melihat,
membaca, maupun mendengarkan sesuatu, akhirnya menghasilkan sebuah dhapur atau
ricikan keris kamardikan. Salah satu contoh adalah Kangjeng Kyai Sabdo Palon. Di balik
penamaan keris Kangjeng Kyai Sabdo Palon tersebut, secara tidak langsung Toni Junus
mempunyai harapan bahwa ke depan akan tercipta perubahan keadaan bangsa yang gemah
ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja serta tidak terpengaruh oleh masuknya budaya-
budaya asing. Luapan perasaan kagum Toni Junus atas sosok Sabdo Palon ini tentunya
dilatarbelakangi pula oleh pengalamannya dari sebuah cerita lisan atau membaca dokumen-
dokumen tulis masa lampau.
Jika kita kembali ke sejarah masa lampau, proses pemberian nama keris yang
dilatarbelakangi luapan perasaan hati ini dapat kita contohkan ketika terciptanya keris Kyai
Sangkelat era Majapahit. Teks Babad Tanah Jawi (Van Dorp Jilid 1; 1923) telah menarasikan
saat-saat terciptanya keris Kyai Sengkelat oleh Kyai Sura.
Kyai Supa, sebagai seorang empu yang ahli dalam perkerisan di jamannya (Majapahit) belum
mendapatkan petunjuk dari Yang Mahakuasa untuk menjalankan perintah dari Prabu
Brawijaya, yaitu membuat sebilah keris yang indah, memiliki dapur yang aneh, serta
melebihi keris lainnya. Kyai Supa terkejut ketika mengetahui bahan pembuatan keris
pemberian dari Prabu Brawijaya telah berubah wujud menjadi sebilah keris yang begitu
aneh dhapurnya. Keanehannya karena memiliki dua buah dhapur, yaitu parung dan carita.
Baik Ki Sura maupun Ki Supa belum bisa memberikan nama untuk keris tersebut. Akhirnya
Prabu Brawijaya sendiri lah yang menyematkan keris tersebut dengan nama Sangkelat atau
Sengkelat. Penamaan tersebut berlatar belakang dari kata sengkel yang artinya sedih atau
susah hatinya. Luapan perasaan susah atau sedih karena kesulitan memikirkan dhapur keris
127
tersebut. Berikut teks yang dinarasikan di dalam Babad Tanah Jawi, Van Dorp: 1923.
34. kang curiga dhapur kalih | inggih parung lan carita | èmêng tyasira sang katong | mitêdhani
dhapurira | ginalih ing wardaya | angandika sang aprabu | lah iku dhapur sangkêlat ||
35. dene luwih sêngkêl mami | mikir dhapuring curiga | hèh sagung punggawaningong | padha
sira ngèstrènana | iki wangkingan ingwang | sun karya pusaka besuk | ing anak putu manira ||
34. keris tersebut memiliki dua buah dhapur / yaitu parung dan carita / susah hati sang
prabu / dalam memberikan nama dhapur-nya / dipikir dalam hati / berkatalah sang prabu /
ini adalah dhapur sangkelat //
35. karena susahnya aku / memikirkan dhapur keris ini / hai punggawaku semua / kamu
saksikan semua / bahwa kerisku ini / besuk akan aku jadikan pusaka / untuk anak cucuku //
Semoga buku Sajak-Sajak Keris, Antologi Keris Kamardikan yang berisikan keris kamardikan
karya-karya Toni Junus yang telah nut ing jaman kalakone ini dapat dinikmati dan dipelajari
oleh khalayak umum. Buku ini bisa menjadi bukti catatan sejarah tersendiri atas lahirnya
budaya baru di kancah perkerisan dengan tidak meninggalkan etika pembuatan keris masa
lampau.
128
8. Diane Butler Ph.D.
(President and Co-Charter Founder International Foundation for Dharma Nature Time)
Jika berbicara tentang kearifan lokal, Indonesia sangat kaya, baik dalam warisan budaya
berupa benda (tangible cultural heritage) mulai dari situs, bangunan dan monumen
bersejarah buatan manusia hingga pusaka saujana maupun warisan budaya takbenda
(intangible cultural heritage) seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat,
ritus, dan perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan
semesta, dan kemahiran kerajinan tradisional. Pada 5 Juli 2007, melalui Peraturan Presiden
Nomor 78, Republik Indonesia mengesahkan 2003 Konvensi UNESCO untuk Perlindungan
Warisan Budaya Takbenda (Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural
Heritage). Salah satu karya budaya Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Karya
Agung Budaya Lisan dan Takbenda Warisan Manusia (Masterpieces of the Oral and Intangible
Cultural Heritage of Humanity) pada tahun 2005 kemudian pada tahun 2008 tercantum pada
Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Manusia adalah Keris Indonesia. Toni Junus
Kanjeng NgGung yang melalang di dunia keris sejak tahun 1976, telah mendesain karya-karya
keris baru dan berkolaborasi dengan empu-pande di berbagai daerah, membuat publikasi,
dan sangat aktif dalam perkembangan komunitas perkerisan Indonesia – bertahun-tahun
memberi kontribusi dalam pengembangan seni perkerisan di Indonesia, bahkan di tingkat
internasional. Maka, tidak berlebihan kalau kami memberi testimoni bahwa karya buku
Sajak-sajak Keris, Antologi Keris Kamardikan yang baru ini juga akan memungkinkan teknik
menerapkan kearifan lokal dan nilai-nilai yang diwariskan dari penciptaan lama menjadi
inspirasi bagi seniman muda untuk menyadari, menghayati, dan menikmati berbagai aspek
seni Keris Indonesia sekaligus untuk mengembangkan daya kreativitas mereka.
129
kau masih membisikkan semangatmu,
tiada henti
di sudut istirahmu
130
Tentang Penulis
131
Toni Junus, lahir 1 Mei 1956 di Surakarta, lulusan Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” Jogjakarta
(1980). Tertarik pada keris sejak tahun 1976. Aktif melakukan eksperimen pembuatan keris di
pelosok Madura, Malang dan Solo (1997 – 2019).
Profesi terakhir sebelum purna tugas adalah Senior Art Director pada salah satu Advertising
Agency di Jakarta.
Sampai sekarang masih aktif melestarikan keris, mendesain keris kamardikan kontemporer
dan menulis tentang keris.
132
Ucapan Terima Kasih
133
134
Mengucapkan terima kasih kepada :
- Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. yang telah berkenan memberikan “Sekapur Sirih” pada
buku ini.
- Para penulis tinjauan/review yang telah memberikan uraian yang bermanfaat untuk
membingkai keris Kamardikan sebagai pemajuan budaya perkerisan Nusantara.
- Pande Wayan Suteja Neka, Museum Seni Neka, Bali. Selaku pelestari keris Indonesia.
- A. A. Bagus Ngurah Agung, pelingsir Puri Gde Karangasem, pelestari keris di Bali.
- Para kolektor dan seniman-seniman yang terlibat dalam karya di buku ini.
135
Kanjeng Kyai Tirtayasa
136
Seni Keris
Kamardikan