Anda di halaman 1dari 65

MEMILIKI KERIS

Memiliki sebuah keris memang sangat membangggakan, disamping ikut nguri-uri (bahasa jawa) dan
melestarikan budaya yang adi luhung warisan nenek moyang juga menambah dan
menumbuhkembangkan semangat mencintai budaya nenek moyang. Memiliki keris yang cocok dan
sesuai dengan kebutuhan memang tidak gampang karena disamping sulit mendapatkannya juga
harga yang mahal apalagi kalau keris itu benar-benar keris yang memiliki sejarah yang jelas,
keindahan dan karisma yang tinggi. Bagaimana memilih keris yang baik ?, pertanyaan itu yang sering
muncul jika kita ingin memiliki keris. Banyak para pecinta keris yang sudah memiliki patokan-patokan
sendiri dalam mencari atau memiliki keris salah satunya adalah Tangguh, Wutuh dan Sepuh.

1. Tangguh adalah suatu perkiraan jaman pembuatan keris. Tangguh ditemukan dari meneliti bahan,
garap dan motip pamor yang ada pada sebuah keris. Misalnya keris tangguh majapahit besinya
hitam, ukuran bilahnya kecil, ganjanya juga kecil manis dan pamornya kecil seperti rambut kemudian
untuk keris tangguh Mataram besinya mentah, bentuk bilahnya seperti daun singkong, ganja seperti
cicak sedang manangkap mangsa dan pamor penuh atau mubyar sedang keris tangguh pajajaran
bercirikan kerisnya tipis, lebar pamornya berkesan ngajih dan besinya kering. Dan juga keris itu jelas
asal usulnya, pertama keris itu harus diketahui (diperkirakan buatan) mana, jelas pula siapa pemilik
asalnya dan juga perlu dipertanyakan kenapa keris tersebut mau di mas kawinkan . Ada beberapa
orang yang teliti sampai mengamati dahulu bagaimana keadaan keluarga pemilik keris tersebut,
apakah ia keluarga yang bahagia atau yang berantakan .

2. Wutuh adalah suatu kesan tentang keadaan dari sebuah keris yang masih lengkap bagian-
bagiannya, tidak ada yang patah atau keropos yang terlalu parah. Jika sudah keropos atau hilang
salah satu bagian keris maka nilai keris tersebut akan menjadi berkurang. Intinya keris yang cacat
jangan sampai dipilih, keris yang asal mulanya dibuat indah dan terbuat dari bahan baku pilihan
walaupun telah aus biasanya masih tetap terbayang keindahannya. Keris yang dianggap tidak lagi
utuh adalah keris yang patah bilahnya, patah kembang kacangnya atau pesinya.

3. Sepuh adalah perikiraan jaman dibuatnya keris adalah benar-benar tua, bukan keris jaman
sekarang yang dituakan karena proses kimia. Ciri dari keris itu tua adalah dengan melihat ada
tidaknya slorok (batas antara besi dan baja ) pada tiap bilah keris biasanya ada warna yang berbeda
batas tersebut berwarna kebiruan atau hijau metalik dan terdapat ditepi bilah sebagai tajamnya
keris. Banyak para pecinta keris pemula kadang tidak begitu mengerti tentang slorok ini sehingga
sering keliru dalam memilih keris.

4. Kemudian jika ingin mas kawin (membeli) sebuah keris harus diingat ada ilmu untuk mengetahui
apakah keris itu cocok dan berjodoh dengan kita atau tidak. Dalam dunia perkerisan ilmu tersebut
dinamakan tayuh, banyak cara menayuh salah satunya dengan meletakkan keris dibawah bantal dan
tidur sendirian dikamar dengan catatan hati dan pikiran kita harus bersih dan suci serta berdoa
kepada Tuhan agar diberikan petunjuk yang baik. Proses kepemilikan sebuah keris bermacam-
macam, ada yang lewat warisan orang tua, pemberian sesorang, membeli atau mas kawin dari
seseorang atau juga dengan cara-cara yang tertentu dengan meminta ridho dan ijin Tuhan. Semua
cara sah-sah saja asal jangan sampai menelantarkan tugas utama dan keluarga. Memiliki keris yang
baik memang tidak mudah tetapi kalau berjodoh dengan sedikit dana kita bisa mendapatkan keris
yang istimewa dan cocok dengan hati kita. Akan lebih baik jika kita memilih keris dengan acuan seni
dan keindahannya, walau keris itu muda tetapi seni garap dan keindahannya melebihi keris keris

1
yang sudah tua apa salahnya kita milikinya, hal ini akan membuktikan cita rasa seni yang tinggi
pemiliknya. Jangan sampai kita memiliki dan membeli keris karena tertarik pada cerita sipenjualnya,
ini artinya yang kita beli adalah ceritanya dan bukan keindahan atau kualitas kerisnya.

Syarat memilih suatu keris, yaitu: TUHSIRAPUH MORJOYO NGUN-NGGUH. Akronim tersebut
bermakna:

Wutuh, yaitu keseluruhan dari keris tersebut.


Wesi, yaitu bahan logam keris tersebut.

Garap, yaitu keahlian empu pembuat keris.

Sepuh, yaitu umur atau usia keris. Makin tua keris tersebut maka nilainya makin tinggi.

Pamor, yaitu gambar/motif yang ada pada keris.

Wojo. yaitu unsur baja/kekerasan keris tersebut.

Guwoyo, yaitu tampilan keris tersebut.

Wangun, yaitu keindahan keris.

Mungguh, yaitu keselarasan keris tersebut

KERIS ISI DAN KOSONG

Sering kita mendengar ada salah seorang pemilik keris yang mengatakan keris saya kosong karena
sudah tidak terawat atau sebab - sebab yang lainnya, cerita dimasyarakat tentang isi atau tidaknya
suatu (keris) memang masih membingungkan, walaupun keris itu dari warisan, pemberian orang,
mas kawin atau yang mendapatkan dengan cara-cara lainnya. Para pakar Perkerisan menyebutkan
bahwa ada banyak sekali jenis keris yang beredar dimasyarakat, untuk meneliti isi atau tidaknya
suatu keris tersebut masih sulit untuk dibuktikan. Bahwa ada 4 macam kategori keris yang ada di
masyarakat diantaranya :

1. Keris Souvenir : Keris yang sengaja dibuat untuk hadiah pada seseorang atau untuk
diperdagangkan dalam dunia luas, keris ini biasanya dibuat sederhana atau juga ada yang dibuat
indah dan sangat menarik, namun isi atau tuahnya tidak ada. Keris-keris model ini biasa dibuat oleh
pengrajin dan bukannya seorang Empu Keris. Dalam sehari seorang pengrajin keris ini dapat
membuat 15 sampai 20 buah dan biasa diperjualbelikan sebagai barang Souvenir.

2. Keris Ageman : suatu keris yang hanya menonjolkan keindahan bentuk atau model keris tersebut.
Keris yang demikian ini tidak ada isinya karena Sang Empu pada saat membuat keris tanpa
melakukan tapa brata dan upacara-upacara tertentu. . Dalam sehari seorang Empu keris ini dapat
membuat 3 sampai 5 buah.

3. Keris Tayuhan : Sebuah keris yang dibuat oleh seorang Empu melalui upacara-upacara khusus,
biasanya pada jaman dahulu ada seseorang yang memesan Keris pada seorang Empu untuk suatu
keperluan, untuk kewibawaan, memudahkan dapat rejeki atau juga untuk penolak bala. Kemudian
sang Empu membuat keris sesuai keinginan dari pemesannya dan tentu saja keris tersebut memiliki
2
tuah atau isi sesuai keinginan dari sang empu. Biasanya Keris model ini sederhana tapi ada juga yang
dibuat indah dan menarik. Dalam setahun seorang Empu keris dapat membuat 1 atau 5 buah.

4. Keris Pusaka : Sebuah keris yang dibuat oleh seorang Empu keris yang memiliki ciri ciri indah dan
memiliki tayuhan. Tentu saja pada saat pembuatan melakukan upacara-upacara khusus agar keris
tersebut bertuah. Dalam setahun seorang Empu keris dapat membuat 1 atau 2 buah saja.

Keris yang berisi tayuhan itu pasti memiliki daya tersendiri bagi yang melihat atau memilikinya,
daya isi bisa berupa perwujudan keris itu tampak wingit, galak, demes atau memiliki prabawa
tersendiri sedang keris yang tidak berisi pasti tampak biasa tidak ada rasa atau sesuatu dalam
perasaan kita. Bahwa keris yang dulunya dibuat sebagai keris Tayuhan atau keris pusaka kekuatannya
tidak dapat hilang, dikarenakan bahan-bahan yang dipakainya saja sudah mengandung tuah. Besinya
dicari besi pilihan yang bertuah, pamornya juga demikian sehingga isi dari keris tersebut tidak akan
hilang selama perwujudannya masih ada. Secara Logika dapat disamakan dengan besi Magnet, jenis
besi ini memang memiliki kekuatan untuk dapat menarik besi, kekuatannya tidak bakal hilang selama
unsur-unsur magnetnya masih ada demikian juga Keris, selama unsur besi, Baja dan Pamor masih
melekat kekuatan alaminya tidak bakal hilang. Hanya para empu yang mengetahui kekuatan atau
daya apa yang terkandung dalam bahan-bahan keris tersebut. Jika ada orang yang dapat mengambil
isi keris sebenarnya hanya daya postipnotis (daya saran) yang dilekatkan empu saja yang diambilnya,
sedang daya alami dari bahan keris akan tetap ada secara alami.

Ada beberapa acuan dalam meneliti sebuah keris Sepuh (Tua), diantaranya adalah :

1. SLOROK BAJA, meneliti ada tidaknya slorok baja, untuk keris tangguh setelah majapahit slorok baja
kelihatan cukup jelas slorok ini bisa berwarna unggu, hijau atau abu-abu berada diseluruh tepi bilah
dan slorok ini sebagai tajamnya besi. Untuk keris baru yang berkualitas dan dibuat dengan tehnik
tempa yang baik akan keluar slorok baja ini.

2. SEPUHAN, meneliti ada tidaknya sepuhan pada bilah keris, keris-keris tua biasanya terdapat
sepuhan untuk menguatkan bilah keris tersebut. pada sebuah keris yang dilakukan penyepuhan akan
terlihat sekali perbedaan warna pada area bilah yg dilakukan penyepuhan dan yang tidak dilakukan
penyepuhan dan biasanya sepuh ini dilakukan pada bagian bilah mulai dari ujung bilah dengan
panjang 1/4, 1/2. atau sepanjang bilah , jarang sekali ada keris yang disepuh seluruhnya.

3. LAPISAN BESI, BAJA DAN PAMOR , meneliti ada tidaknya lapisan baja, besi dan pamor, keris sepuh
atau tua pasti dibuat dengan tehnik tempa yang benar masing-masing unsur (besi, baja dan Pamor)
dibuat berlapis-lapis. Jadi sebuah keris tua besi harus berlapis, pamor harus berlapis dan baja juga
harus berlapis.

4. GRADASI WARNA, dari ketiga acuan diatas akan dapat diperoleh adanya gradasi warna kemudian
bandingkan keris yg asli dari jamannya dengan keris yg dicurigai baru. Jika memiliki sebuah keris tua /
sepuh dan benar-benar asli tua bisa membandingkan bilah dan gradasi warna pada keris tersebut
namun dengan catatan kedua keris di warangi dengan kualitas yang sama sebab ada jenis warangan
tua, muda, dan setengah setengah tua, hal ini juga akan berpengaruh sekali pada gradasi warna yang
terjadi pada bilah keris. Perhatikan Model ganja, gandik, blumbangan dan ricikan yang lain apa sesuai
atau apa ada yang tidak sesuai. Perlu diingat Para pembuat keris aspal (keris baru yang dituakan) juga

3
pandai, mereka membuat keris yang benar-benar mirip dengan aslinya, detail sekecil apapun akan
mereka buat untuk menyamai keris yang Tua dan asli.

5. TAYUH, Jika keempat cara diatas masih ragu perlu dilakukan cara yang telah diwariskan leluhur kita
yaitu dengan cara ditayuh. cara ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, ada yang
mengukur energi keris tersebut pada saat dipegang, ada yang perlu dengan meletakkan keris
tersebut dibawah bantal pada saat tidur.

Proses Transformasi Daya Pusaka ke Pemilik Pusaka

Setiap pusaka khususnya keris dan tombak pusaka tayuhan memiliki Energi atau yang sering disebut
dengan istilah Yoni, aura, isi atau khodam dan sejenisnya. Namun isi disini bukan berupa makluk
tetapi energi atau daya.
Tanpa kita sadari jika kita mempunyai dan merawat pusaka khususnya keris dan tombak maka akan
terjadi proses transformasi energi pusaka ke pemilik pusaka, perpindahan ini melewati beberapa
tahapan yang waktunya relative tergantung dari keahlian si pemilik keris itu sendiri, tahapan tersut
diantaranya :

1. Saat kita mendapat keris, energi kita cocok dengan energi keris hanya saja energi kita dibawah
energi keris tersebut namun ada juga energi kita sejajar atau juga diatas energi keris tersebut
sehingga proses transformasi ini langsung menuju pada proses nomor 3
2. kemudian keris mengolah energi kita agar sejajar dengan energi keris tersebut, proses ini biasanya
memberikan beberapa efek kepada si pemilik keris ada yang kuat dan ada juga yang tidak kuat, jika
kuat maka akan berlanjut ke tingkat selanjutnya namun jika tidak kuat keris tersebut akan mencari
orang yang bisa sesuai dan cocok dengan energi keris tersebut. Tanda-tanda efek ini bermacam-
macam ada yang menimbulkan panas, dingin, semangat, loyo, pemarah, pendiam, arif dan lain
sebagainya.
3. Setelah sejajar dan sama dengan energi keris maka keris sudah mulai menyatu dengan pemiliknya
4. Kemudian keris mengangkat energi pemilik keris ini keudara dan keris sudah benar-benar menyatu
dengan manusia. Tugas keris sudah selesai karena daya yang ada pada keris sudah disalin atau dicopy
kepemilik keris.
5. Pada proses ini jika keris kemudian dijual atau dimaharkan atau hilang maka proses selanjutnya
akan kembali kemanusia itu sendiri, apakah manusia mampu menyimpan daya keris itu ataupun
tidak.Benar dan tidaknya, silahkan anda mencoba dan buktikan sendiri..

Pamor keris Pemilih

Sering kita mendengar cerita dimasyarakat tentang orang yang tidak cocok pada keris pusakanya,
baik keris dari warisan, pemberian orang, mas kawin atau yang mendapatkan dengan cara-cara
lainnya. Ada banyak sekali jenis dari keris yang berpamor pemilih dan berpamor yang kurang baik,
hal ini dikarenakan oleh berbagai macam faktor diantaranya :

4
1. Saat Empu membabar / membuat pusaka konsentrasinya terganggu oleh sesuatu hal sehingga
mantra yang seharusnya baik menjadi salah ucap atau tidak sesuai maka mengakibatkan keris
tersebut mempunyai tuah yang kurang baik Contohnya : Pusaka Empu Gandring, sebelum keris
selesai dibuat sang Empu dibunuh oleh Ken Arok dan mengucapkan kata kata kutukan yang masuk
ke keris tersebut, dan terbukti keris tersebut mempunyai tuah seperti maksud dari kutukan empu
Gandring.

2. Pamor Adalah sebuah bentuk ilustrasi atau gambar yang muncul dipermukaan bilah keris, nama-
nama pamor sangat banyak dan beragam sesuai bentuk dan kemiripannya dengan alam, sebagai
contoh ; Pamor Beras Wutah, Pamor Sasa Sakler, Pamor Blarak Ngirid, Pamor Udan Mas dan lain
sebagainya. Terdapat beberapa jenis pamor yang memang mempunyai tuah yang kurang baik antara
lain :

Pamor Satria Wirang : membawa kesengsaraan pemiliknya.


Pamor Sujen Nyawa : pusaka ini menginginkan pemiliknya untuk segera meninggal.
Pamor Dengkiling : mempunyai angsar cengkiliing / jahil pada pemiliknya.
Pamor Yoga Pati : angsarnya anak pemilik pusaka sering sakit sakitan.
Pamor Tundung : membuat pemiliknya sering pindah-pindah tempat / usaha.

3. Ada beberapa pusaka yang pemilih, maksudnya pusaka ini hanya cocok pada orang orang
tertentu saja sehingga kalau tidak cocok dengan seseorang yang memilikinya maka akan menjadikan
pemiliknya tidak nyaman atau tidak tentram dalam berbagai kehidupan. Pusaka ini biasa tersirat
pada pamor atau juga dapur pusakanya. Sebagai contoh sebuah keris dapur Kebo Lajer adalah keris
untuk para petani dan peternak maka tidak akan cocok atau tidak sesuai jika dimiliki oleh seorang
pejabat, Keris Dapur Sangkelat adalah keris untuk para petinggi tidak akan cocok untuk petani.

4. Pusaka yang sudah cacat atau tidak WUTUH juga mempunyai pengaruh kurang baik pada
pemiliknya, seperti pegat waja, pugut / putus , Nyangkem kodok, Randa beser dan sudah terlalu aus
sehingga sudah tidak terbentuk lagi sebagai pusaka. Hal ini dapat digambarkan seperti mobil jika
remnya sudah tidak ada maka mobil tersebut akan sangat membahayakan bagi yang
mengendarainya. Muncul pertanyaan Keris yang tidak cocok tersebut harus dikemanakan ? , Bila
keris tersebut cacat maka bisa dibetulkan oleh seorang empu dimasa sekarang masih ada empu yang
dapat memperbaiki keris yang cacat atau rusak tepatnya di kota Solo atau Jogyakarta, tapi ada juga
yang rela keris keris tersebut dilarung ke sungai tapi ini adalah suatu tindakan yang keliru, karena
keris tersebut adalah juga suatu karya yang adiluhung maka sebaiknya diserahkan ke Museum, kalau
di Semarang dapat diserahkan ke Museum Rangga warsito yang siap untuk menerima pusaka
pusaka anda yang memiliki ciri-ciri yang kurang baik. Jika sampai hilang dari nusantara maka untuk
studi penelaahan keris akan menemui hambatan sebab banyak keris yang hilang karena dilarung.
Walau keris itu Kurang Cocok alangkah baiknya jika diserahkan ke museum, biar negara yang
menampung dan merawatnya agar budaya adiluhung kita tidak hilang. Maka jika ingin memiliki
pusaka KERIS sebaiknya memperhatikan 3 hal yaitu TANGGUH, SEPUH dan WUTUH seperti yang telah
diulas pada episode sebelumnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, semua hasil karya manusia yang gagal atau salah dalam
perhitungan, pengerjaan atau perencanaan akibatnya akan dapat membahayakan manusia, jadi tidak

5
hanya keris. Jembatan, rumah, toko, gedung juga memiliki pengaruh yang tidak baik bagi yang
menempati atau memiliki jika terdapat kegagalan dalam proses pembuatannya. intinya jika sesuatu
hal itu dirancang dan dikerjakan dengan perencanaan yang matang, hati yang baik dan iklas maka
hasilnya juga akan baik.

Cocok Tidaknya Keris dengan Pemilik

Setelah memiliki sebuha keris baik dari warisan, pemberian, membeli atau mencari dengan berbagai
macam cara, maka muncullah pertanyaan dibenak pemilik keris itu :

Apakah keris ini cocok dengan saya ?


Apakah keris ini cocok dengan keluarga saya ?
Apakah keris ini cocok dengan usaha saya ?
Apakah keris ini cocok dengan agama saya ?
Apakah keris ini cocok dengan istri dan anak-anak saya ?
mungkin masih banyak pertanyaan - pertanyaan yang sejenis yang akan muncul ketika keris sudah
ditangan.

Bagaimana menjawab pertanyaan diatas ?

Baiklah ada sedikit pengalaman pribadi yang pernah saya alami mungkin dapat dipakai sebagai
pembelajaran dan perbandingan.

1. memiliki keris dengan niat pertama nguri-uri (melestarikan) budaya, dengan niat ini maka kita
tidak akan terjerumus pada kemusrikan / kesyirikan, karena yang kita nilai dari sebuah keris adalah
budayanya bukan dayanya/isinya, jika sebuah keris ada tuahnya , ini terjadi atas ijin ALLAH SWT, kita
serahkan kembali kepadaNYa.

2.Keris yang baik akan datang kepada kita lewat berbagai macam cara dengan cara memberi tahu kita
disaat tidur atau sedang terjaga (Lewat tayuh), Keris yang datang tidak dengan tayuh dapat
dipastikan tidak akan cocok dengan kita atau keris tersebut keris baru bukan sebuah keris tangguh
sepuh. Kita harus yakin dan percaya bahwa setiap petunjuk yang baik itu pasti bersumber dari ALLAH
SWT, sedang kabar yang jahat dan buruk bersumber dari syaitan.

3. Nah dari Tayuhan yang datang tersebut kita dapat meperkirakan keris tersebut cocok atau tidak
dengan kita, keluarga kita, bisnis kita atau orang-orang disekitar kita. kenapa sampai ada tayuh ?
jawabnya adalah semua benda dialam ini diciptakan ALLAH untuk dimanfaatkan seluas-luasnya bagi
manusia, ada benda-benda yang memiliki daya ada juga yang tidak. jika kita membeli kursi atau meja
ditoko dan kemudian dikirimkan ke rumah kita pasti tidak akan ada firasat yang datang kepada kita
berhubungan dengan pembelian tersebut. Tapi jika istri kita mengandung anak kita pastilah kita akan
diberi petunjuk oleh ALLAH lewat mimpi yang beraneka ragam yang mengisyarkatkan bahwa kita
akan diberi Seorang anak atau lebih tepatnya dititipi seorang anak. ini semua kuasa dari ALLAH.

4.setelah keris kita simpan dirumah, perlu dicek apa saja yang terjadi setelah keris itu datang, apakah
sering bertengkar dengan anggota keluagra lain, anak sering rewel, tetangga memusuhi, atau
pimpinan dan rekan kerja acuh tak acuh dengan kita ? jika ini terjadi berarti keris yang ada tidak
6
sesuai dengan pribadi kita. Namun jika setelah keris itu datang kita jadi rajin sholat, banyak teman yg
berkunjung kerumah, banyak saudara yang berkunjung kerumah juga, banyak order penjualan, rekan
bisnis kita jadi sayang dan patuh pada kita, anak-anak dirumah patuh dan taat pada kita, ini artinya
berkah dari ALLAH SWT datang lewat keris tersebut. dan keris twersbut cocok dengan kita, keluarga,
bisnis dan anggota keluarga yg lain.

Keris Tindih

Salah satu jenis keris yang biasa dipakai untuk meredam kekuatan keris yang lain agar tidak
menyerang atau membahayakan pemilik keris dan keluarganya .

Kepercayaan yang ada dimasyarakat bahwa mereka belom merasa aman memiliki bebrapa keris jika
belom memeiliki keris tindih. Keris yang biasa dijadikan tindih adalah keris-keris tangguh Tua dan
biasanya berdapur Bethok. Dari pemahaman tentang keris tindih ini menyebabkan banyak sekali
Keris keris Aspal (asli tapi palsu) yang menyerupai keris Tangguh bethok tersebut.

Dari pengalaman bahwa keris tindih itu tidak harus bertangguh Kuno (Budo / Singasari) tapi bisa juga
tangguh2 setelah tangguh tersebutnya. Perlu dimengerti terlebih dahulu bahwa keris tindih ini
berfungsi untuk melindungi diri pemilik keris dan keluarganya dari mara bahaya, tidak hanya dari
keris tapi juga dari unsur-unsur yang lain yang dapat mengancam kehidupannya.

Nah kalau Keris bethok tidak ada Bisa menggunakan tindih Keris yang lain Misalnya :
1. Keris /tombak/pedang dengan pamor Wengkon, atau pamor tejo kinurung
2. Keris /tombak/pedang dengan Pamor Kelengan
3. Keris dengan pamor yang lain yang memiliki tuah untuk perlindungan diri pemilik keris dan
keluarganya
4. Keris dan Tombak dengan Dapur Khusus ang berfungsi untuk perlindungan sebagai contoh Tombak
Banyak Angrem

Kenapa berpamor wengkon yang dipilih ?

Karena pamor wengkon ini memiliki memiliki perlambang tuah untuk melindungi pemilik keris dan
keluarganya dari mara bahay, dan pamor ini tidak memilih artinya setiap orang dapat cocok
memilikinya.

Kenapa berpamor kelengan yang dipilih ?

Karena Keris Kelengan adalah keris yang memiliki perlambang untuk menambah kebijaksanaan dari
pemilik keris, apapun amarahnya kalau bertemu dengan kebijaksanaan akan luluh juga. Namun
pamor ini bersifat pemilih.

Namun perlu diingat lagi bahwa, Keris yang digunakan untuk Tindih harus cocok dengan pemiliknya,
kalau tidak cocok percuma saja.

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
KERIS SEBAGAI PIYANDEL SEBUAH TUNTUNAN HIDUP

Piyandel adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan yang termanifestasikan dalam wujud berbagai
benda-benda pusaka yang mengemuka secara fenomenal, penuh daya pikat dan sarat lambang yang
harus didalami dan dimengerti dengan baik, benar dan mendalam. Kepercayaan bukan berisi tentang
sesuatu yang pantas disembah dan dipuja, tetapi sebuah wahana yang berwujud (wadag) yang berisi
doa, harapan dan tuntunan hidup (filosofi hidup) manusia jawa yang termaktub dalam sangkan
parang dumadi sangkan paraning pambudi manunggaling kawula Gusti. Piwulang-piweling ini
terformulasi dalam sebuah benda buatan yang disebut keris atau tombak.

Melihat keris sama halnya dengan melihat wayang. Keleluasaan pemahaman dan pengertian
mengenainya tergantung luasnya cakrawala dan pengalaman hidup orang tersebut terhadap hidup
dan kehidupan. Jadi tergantung kepada kadhewasaning Jiwa Jawi kedewasaan orang dalam
berfikir dan bersikap secara arif dan bijaksana. Semakin orang itu kaya pengalaman rohani semakin
kaya pula ia mampu menjabarkan apa yang tertera di dalam sebilah keris.

Pada mulanya, di saat manusia jawa ada pada peradaban berburu, keris adalah alat berburu (baca:
mencari hidup). Kemudian ketika manusia mulai menetap dan bersosialisasi dengan sesamanya,
keris menjadi alat untuk berperang (baca : mempertahankan hidup). Lebih lanjut lagi setelah tidak
lagi diperlukan perang dan manusia mulai berbudaya, keris pun menjadi senjata kehidupan (baca:
tuntunan hidup). Yaitu senjata untuk mengasah diri menjadi orang yang lebih beradab dan
berperiperadaban hingga mencapai penyatuan diri dengan Penciptanya. Hal ini sangat nyata
ditunjukkan dalam lambang-lambang yang mengemukan pada ricikan-ricikan keris.

Ilmu keris adalah ilmu lambang. Mengerti dan memahami bahasa lambang mengandalkan
peradaban rasa (sense) bukan melulu kemampuan intelektual. Jadi adalah keliru jika memahami
keris secara dangkal sebagai sebuah benda yang berkekuatan magis untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia. Keris menjadi pusaka karena makna lambang-lambang dalam keris dianggap
mampu menuntun pembuat dan pemiliknya untuk hidup secara benar, baik dan seimbang. Dan bagi
orang jawa, hidup ini penuh pralambang yang masih samar-samar dan perlu dicari dan diketemukan
melalui berbagai laku, tirakat maupun dalam berbagai aktivitas sehari-hari manusia jawa, misalkan
dalam bentuk makanan (tumpeng, jenang, jajan pasar,dsb), baju beskap, surjan, bentuk bangunan
(joglo, limas an, dsb) termasuk juga keris. Di dalam benda-benda sehari-hari tersebut tersembunyi
sebuah misteri berupa pesan dan piwulang serta wewler yang diperlukan manusia untuk mengarungi
hidup hingga kembali bersatu dengan Sang Pencipta.

43
Dalam tradisi budaya Jawa ada sebuah pemahaman Bapa (wong tuwa) tapa, anak nampa, putu
nemu, buyut katut, canggah kesrambah, mareng kegandeng, uthek-uthek gantung siwur
misuwur. Jika orang tua berlaku tirakat maka hasilnya tidak hanya dirasakan olehnya sendiri dan
anak-anaknya melainkan hingga semua keturunannya. Demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu
manusia Jawa diajak untuk selalu hidup prihatin, hidup eling lan waspada, hidup penuh laku dan
berharap. Siratan-siratan laku, tirakat, doa, harapan, cita-cita restu sekaligus tuntunan itu diwujudkan
oleh para leluhur Jawa dalam wujud sebuah senjata. Senjata bukan dilihat sebagai melulu wadag
senjata (tosan aji) melainkan dengan pemahaman supaya manusia sadar bahwa senjata hidup dan
kehidupan adalah sebuah kearifan untuk selalu mengasah diri dalam olah hidup batin

Oleh karena itu orang Jawa menamakan keris dengan sebutan Piyandel sipat kandel, karena
memanifestasikan doa, harapan, cita-cita dan tuntunan lewat dapur, ricikan, pamor, besi, dan baja
yang dibuat oleh para empu dalam laku tapa, prihatin, puasa dan selalu memuji kebesaran Tuhan.
Niat ingsun nyebar ganda arum. Tyas manis kang mantesi, ruming wicara kang mranani,
sinembuh laku utama. Tekadku menyebarkan keharuman nama berlandaskan hati yang pantas
(positive thinking), berbicara dengan baik, enak didengar, dan pantas dipercaya, sembari
menjalankan laku keutamaan.

Meski demikian keris tetaplah benda mati. Manusia Jawa pun tidak terjebak dalam pemahaman yang
keliru tentang pusaka. Peringatan para leluhur tentang hal ini berbunyi : Janjine dudu jimat kemat,
ananging agunging Gusti kang pinuji. Janji bukan jimat melainkan keagungan Tuhan-lah yang mesti
diluhurkan. Nora kepengin misuwur karana peparinge leluhur, ananging tumindak luhur karana
piwulange leluhur. Tidak ingin terkenal lantaran warisan nenek moyang, melainkan bertindak luhur
karena melaksanakan nasihat nenek moyang. Oleh karena itu keris bukan jimat, tetapi lebih sebagai
piyandel sebagai sarana berbuat kebajikan dan memuji keagungan Ilahi.

Sumber : Ki Juru Bangunjiwo

Philosofi Nama Dapur BROJOL


Disadur dari Majalah PAMOR Edisi 08 Tulisan Wawan Wilwatikta

Brojol Sebagai Simbol Kelahiran


Dalam masyarakat yang memandang keris dari sisi esoteri, seringkali dapur ini dikaitkan dengan

44
tuahnya memperlancar kelahiran jabang bayi". Sehingga mungkin banyak orang yang menganggap
keris ini hanya cocok untuk mereka yang berprofesi sebagai dukun bayi. Benar dan tidaknya
mengenai tuah tersebut, hanya Tuhan yang mengetahui. Namun di sisi lain, dijumpai bahwa banyak
masyarakat yang memperoleh pusaka warisan keluarga berdapur Brojol, meskipun mereka bukan
dari keturunan dukun bayi.
Dapur Brojol, sebagaimana dapur keris lainnya merupakan suatu karya yang mempunyai muatan
spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara terminology, brojol memang identik dan terkait dengan
masalahi kelahiran. Brojol merupakan ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi ke dunia.. Keris
berdapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya bukan pada proses kelahiran itu sendiri
(mbrojol-lahir) yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada kesucian jabang bayi yang baru
dilahirkan, yaitu fitrah manusia.
Ajaran-ajaran Jawa disampaikan penuh dengan pengetahuan esoterik yang merangsang angan-
angann dan perenungan. (Niels Mulder, 2001:129). Penafsiran yang dilakukan sangat tergantung
wawasan dan pengalaman masing-masing pribadii yang sangat subjektif. Dalam budayal suatu ajaran
yang dianggap penting jika disampaikan tanpa simbolisasi tentu menjadi tidak menarik dan juga
kurang menyenangkan, karena disampaikan secara biasa-biasa saja (polos) dan tegas. Sebaliknya
semakin tersembunyi (simbolik) dan semakin rumit maka akan semakin menarik dan makin
mengembangkan pemikiran.

Fitrah Manusia
Fitarh manusia merupakan potensi dasar yang ada pada manusia untuk percaya adanya Tuhan dan
selalu condong kepada kebenaran. Fitrah ini diciptakan dan bersumber dari Tuhan. Oleh karenanya,
fitrah manusia mengarah kepada tujuan yang satu, kebenaran dan kesucian jiwa yang menjadikan
manusia selalu kembali dekat kepada Penciptanya.
Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri
dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam
lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama
yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan agama.
Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan membutuhkan adanya Tuhan Sang Pencipta.
Dengan kecenderungan fitrah inilah manusia - bagaimanapun ingkarnya dia - ketika ia dalam keadaan
tak berdaya, maka tetap akan mengakui keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Inilah hakikat fitrah
manusia.
Apabila mereka taat dan patuh pada perintah Tuhan, mereka akan selalu dekat dengan-Nya. Apabila
ia dekat dengan Tuhannya, ia akan selalu merasakan kehadiran Tuhan setiap saat. la akan merasa
bahwa setiap perilakunya, gerak geriknya berada dalam pengawasan Tuhan. Jika fitrah manusia telah

45
kembali dan terjaga, timbullah sifat Ihsan dalam dirinya; serasa ia berada dalam perhatian Tuhan,
sehingga menjadikannya tertib dan berhati-hati dalam setiap sikap dan perbuatan. Prinsip kebaikan
ini diakui oleh seluruh umat manusia, sedangkan perilaku yang tidak baik akan senantiasa
mengantarkan manusia menuju kehinaan dan kesengsaraan.
Ironisnya, banyak di antara kita yang melupakan fitrah insaniyah (kemanusiaan) kita. Sebagian besar
kita justru dipengaruhi, bahkan dikuasai oleh nafsu. Kita sering menjadikan nafsu sebagai illah
(Tuhan) dalam kehidupan ini. Padahal dalam ajaran agama Tuhan secara tegas mengecam para budak
'nafsu'. tidak lain seperti halnya binatang yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Betapa nista dan
hinanya sebutan padanan yang diberikan Tuhan kepada para pemuja nafsu. Mereka diibaratkan
seperti binatang, bahkan jauh lebih hina dari binatang. Inilah saat ketika manusia tergelincir berbuat
kejahatan yang menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan agamanya.
Manusia diciptakan sebagai mahluk paling sempurna, karena dikaruniai akal. Akal akan menuntun
manusia untuk menentukan derajatnya, apakah di bawah binatang atau bahkan di atas malaikat.
Dalam pandangan jawa ada dua macam nafsu yang sangat menghalangi nilai kemanusiaan, yaitu:
hawa nepsu (nafsu-nafsu) dan Pamrih ( Egoisme). Tak perlu disebutkan disini bermacam nafsu,
namun secara umum ada idiom yang di sebut Ma Lima, yaitu: Madat (nyandu obat terlarang),
Madon (main perempuan. selingkuh, seks bebas), Minum (Mabuk), Maling (mencuri, menipu,
korupsi), Main (judi).
Hawa Nepsu yang tidak baik, merupakan perasaan dan tindakan kasar yang melemahkan control diri
manusia sehingga dapat melemahkan kekuatan batin. Orang yang dikuasai nafsu menunjukkan
bahwa akal budi belum menduduki pengendalian iiwanya. Manusia semacam itu tidak lagi
mengembangkan segi-segi halusnya (perasaan) dan kerbanyakan akan menimbulkan konflik dan
pertentangan, baik dalam keluarga maupun dalam dalam lingkungannya dan masyarakat.
Halangan yang kedua yaitu Pamrih (egoisme). Bertindak oleh karena pamrih berarti hanya
mementingkan kepentingannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain bahkan
seringkali merugikan orang lain. Pamrih merupakan sikap yang memperlemah manusia dari dalam.
Pamrih terutama terkait dengan tiga nafsu, yaitu : Nepsu menange dewe (menganggap dirinya paling
berkuasa), Nepsu benere dewe (menganggap dirinya yang paling benar), dan Nepsu butuhe dewe
(hanya memperhatikan kebutuhan diri sendiri).
Dua macam nafsu tersebut menjadi halangan manusia mencapai Fitrah yang telah diberikan oleh
Tuhan. Banyak keinginan manusia diluar kebutuhannya. Manusia yang telah dikuasai oleh nafus
selalu berusaha untuk memenuhi segala keingannnya tanpa batas, meskipun ditempuh dengan cara-
cara yang merendahkan derajat/martabatnya (suap, korupsi, menipu orang lain, mencuri dan
sebagainya).
Hasil tersebut dapat memenuhi keinginan manusia untuk memperoleh uang dan harta yang

46
melimpah, rumah mewah, mobil berkilap, sandangan serba bergengsi, gaya hidup
hedonisme/konsumtif dan sebagainya. Meskipun hal tersebut dapat diperoleh, akan tetapi dari lubuk
hari yang paling dalam, ada perasaan tidak tenteram, merasa berdosa, itulah fitrah yang diberikan
Tuhan pada manusia.
Bagi manusia yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan
derajatnya, ia bahkan akan selalu berusaha untuk mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan,
ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya. Tetapi bagi mereka
yang telah dibutakan mata hatinya oleh dekapan nafsu, la akan terlena dan terbuai, tidak
mempedulikan lagi fitrah kemanusiaannya yang suci. la akan terlelap dalam bisikan nafsu, sampai
akhirnya maut dating menjemputnya.
Untuk mengendalikan nafsu-nafsu dapat dilakukan dengan cara laku tapa dengan sedikit mengurangi
makan, tidur, menguasai diri dibidang seksual dan lain sebagainya. Ajaran Jawa mengatakan "Cegah
Dhahar lan Guling", sebagaimana dalam Serat Wulangreh tembang Durma:
"Dipun sami ambanting sariranira, cegah dhahar lan guling, darapon suda, nepsu kang ngambra-
ambra, rerema ing tyasireki, dadi sabarang karsanira lestari
(artinya: Lakukanlah prihatin, janganlali terlalu banyak makan dan terlalu banyak tidur, agar nafsu
yang menyala-nyala dapat berkurang dan hati menjadi tenteram. Akhirnya segala sesuatu yang
hendak dicapai akan terlaksana).
Sesuai dengan hal tersebut, bagi orang Jawa laku tapa bukanlah meniadakan sama sekali dorongan
biologis akan tetapi sekedar mengaturnya. Hal tersebut tentu dapat dicapai dengan membiasakan
diri atau latihan dari sedikit. Taat terhadap perintah Tuhan dan selalu menjalankan apa yang telah
diajarkan dalam agama juga merupakan suatu laku tapa, sehingga dengan laku tapa demikian,
diharapkan akan mendekatkan diri kepada Tuhannya dan diharapkan manusia selalu pada fitrahnya.

Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan


Dapur Brojol mempunyai ricikan Pijetan yang merupakan symbol dari kelapangan hati. Gandik polos
merupakan symbol ketabahan dalam menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap sesuatu yang
diperoleh, khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah manusia itu pada
dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan takdir Tuhan. Takdir bagi orang Jawa
disebut dengan istilah "pepesthen". Pepesthen mempunyai arti segala sesuatu yang menyangkut
hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari takdir Tuhan. Ada ajaran Jawa yang mengatakan "Ora ana
kasekten sing madhani pepesthen, awit pepesthen iku wis ora ana sing bias murungake. Artinya
tiada kesaktian yang mempunyai kepastian sebagimana yang dimiliki Tuhan, karenanya tidak ada
yang dapat menggagalkan kepastian dari Tuhan. Oleh karena itu, dalam paham ajaran Jawa selalu
beranggapan bahwa abang birune urip (merah birunya hidup) tergantung dari takdir Tuhan.

47
Peristiwa kehidupan di dunia yang menyangkut begja cilaka, bungah susah, sugih mlarat
('keselamatan-bencana, sengsara-kesenangan, kekayaan-kemiskinan) dan sebagainya sudah
merupakan pepesthen. Atas dasar itu, orang Jawa menyikapi pandangan hidup dengan mung
saderma nglakoni (sekedar menjalankan) apa yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Dapat dikatakan bahwa ajaran Jawa percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada manusia
merupakan kepastian dari Tuhan. Karena merupakan kepastian dari Tuhan maka segala yang telah
terjadi justru harus disyukuri, diambil hikmahnya dan harus diterima dengan ikhlas dan Sumeleh
(dengan hati yang lapang). Takdir yang terjadi tidak bisa diubah oleh manusia, maka manusia hanya
Sumarah (pasrah dan tabah) pada kehendak Tuhan. Sumarah dan sumeleh menunjukkan kestabilan
jiwa seseorang dalam menjalani hidup.
Namun demikian, seriap orang wajib berikhtiar dan berusaha semampunya (wiradat). Hal tersebut
menggambarkan bahwa hidup ini perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau memaksakan diri diluar
batas kemampuannya. Orang yang ngoyo, cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang
justru menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.

Brojol Merupakan Ajaran Hidup Menuju Fitrah Manusia


Dapur Brojol yang sederhana merupakan suatu symbol mengenai ajaran hidup bagaimana seseorang
untuk menjaga fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan. Meskipun bentuknya sederhana, dapur ini
sarat dengan ajaran hidup yang sangat dalam. Meskipun fidak mudah untuk mencapainya, namun
paling tidak ajaran ini mengingatkan manusia. Seorang yang masih sadar akan eksistensi
kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan derajatnya, ia bahkan akan selalu berusaha untuk
mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat
serta kualitas kemanusiaannya.
Nafsu- nafsu duniawi yang menghalangi pencapaian fitrah, dikendalikan dengan tapa laku dan
memahami takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Karena hidup ini tidak lepas dari kepastian dari
Tuhan maka segala yang telah tercapai harus disyukuri, diambil hikmahnya dan harus diterima
dengan ikhlas dengan Sumeleh (dengan hati yang lapang) dan Sumarah (tabah dan pasrah).
Sumarah dan sumeleh menunjukkan kestabilan jiwa seseorang dalam menjalani hidup. Namun
demikian, orang harus wajib berikhtiar, harus berusaha semampunya (wiradat). Namun usaha
tersebut perlu dijalani sewajarnya, ora ngoyo atau memaksakan diri diluar batas kemampuannya,
melanggar ajaran agama dan merugikan orang lain. Orang yang hidup ngoyo dan neko-neko
(bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru menjauhkan dirinya
dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.

48
Philosofi Keris Dapur Gumbeng.
(Saduran dari Forum Diskusi Milis Tulisan Moderator M. Hidayat menjelang Puasa 2008)

Adalah salah satu dapur Keris yang sangat sederhana. Memiliki ricikan seperti Kebo Lajer, tetapi
bilahnya lebih lebar. Gandik panjang dan umumnya berasal dari tangguh sepuh seperti era Pajajaran
atau Tuban.
Istilah Gumbeng, selain untuk menyebut dapur Keris, juga merupakan salah satu bentuk kesenian
tradisional masyarakat Jogjakarta, terutama di wilayah Gunung Kidul, juga pernah berkembang di
daerah Banyumas. Disebut rinding Gumbeng. Di Ponorogo juga dikenal istilah Gong Gumbeng.
Keseluruhan kesenian tradisional ini memanfaatkan bambu sebagai alat instrumen. Pelaksanaan
kesenian rinding Gumbeng ini bernuansa sakral dan sering dilakukan untuk berharap panen yang
baik. Inti dari kesenian ini adalah ekspresi dari kesederhanaan, keluguan masyarakat yang bersahaja.
Lebih jauh, melalui tradisi Gumbeng ini, manusia diharapkan mampu menjalani kehidupan sehari-
hari dengan ulet, sederhana dan penuh kearifan baik dalam konteks vertikal (keTuhanan) dan
horizontal (alam dan manusia) untuk mencapai suatu kemakmuran hidup bagi masyarakat (sosial-
ekologis- kultural) .

Rupanya tidak jauh berbeda dengan kesenian Gumbeng yang telah berkembang di masyarakat
semenjak ratusan tahun lalu, keris dapur GUMBENG juga menunjukkan bentuk yang sederhana, lugu
dan memiliki muatan sakral serta magis dan ada kaitannya dengan keselarasan manusia dengan
alam. Dalam budaya keris, Gumbeng secara harfiah bermakna "tingkat kesadaran tertentu pada
saat bersemedi".

Semedi (meditasi, red), adalah salah satu bentuk meditasi yang dilakukan oleh manusia untuk
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan alam semesta. Berusaha mencapai keselarasan pikir,
hasrat dan daya-rasa-cipta pada diri manusia dengan Tuhan dan alam. Dalam tataran tertentu, ketika
bersemedi, manusia akan melalui suatu batas antara kesadaran pikir dalam tataran manusia dengan
kesadaran hakiki atas makna keTuhanan dan alam semesta. Semedi, juga menjadi semacam metode
penyucian batin (tazkiyatun nafs) serta berusaha mengelola energi alam.

Dalam bersemedi, manusia bisa jadi akan mengalami seperti apa yang dialami oleh Bima ketika
berusaha menjalankan titah mencari Tirta Pawitra dalam cerita Dewa Ruci. Melalui sebuah batas
dari tataran syariat, tarekat, hakikat dan makrifat yang disimbolkan dengan beberapa warna cahaya
sampai pada batas pencapaian (Kala Bintulu). Atau dalam budaya Jawa dikenal sebagai laku raga,
49
laku budi, laku manah, dan laku rasa. Atau menurut ajaran Mangkunegara IV seperti disebutkan
dalam Wedhatama, empat tahap laku ini disebut : sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan
sembah rasa.
Daya dorong kearah positif dan negatif harus, diselaraskan, diharmoniskan dan selalu dijaga
keseimbangannya. Jika daya nafsu bisa kita kendalikan dengan baik, akan sama artinya kita telah
bergerak untuk menyatukan diri dengan Tuhan, Hyang Moho Tunggal. Menyatukan disini dalam
pengertian ini bukan menyatunya dzat manusia dengan Dzat Tuhan. Manusia tidak perlu menyatukan
dirinya dengan Dzat Tuhan, karena Tuhan keberadaan-Nya sudah meliputi segala sesuatu. Yang perlu
disatukan adalah Sifat, Asma dan Afal manusia, agar selaras dengan sifat, asma dan afal Tuhan
yang telah diberikan kepada semua manusia sebagai Kodrad dan Irodad yang sudah ada dalam diri
setiap manusia. Jadi tugas manusia hanyalah menyelaraskan dan menyerasikan dengan Kodrad
dan Irodad Tuhan. Inilah batas yang ada dalam semedi. Semedi tanpa menyadari adanya batasan diri
akan menyebabkan manusia menjadi "owah". Berubah cara pikir dan perasaan terhadap lakuning
urip lan kesejatian.
Untuk bisa menyatukan diri dengan Tuhan, manusia dalam berbagai cara melakukan diantaranya
adalah dengan cara Semedi yang dalam hal ini manusia harus bisa menyatukan segenap perasaan
dan pikiran dengan nafasnya dalam bermeditasi. Puncak dari adanya penyatuan ini biasanya dalam
ukuran minim yang bisa terasa adalah timbulnya ketenangan Jiwa dan tentramnya Qalbu. Hanya
dengan mengingat Tuhan lah qalbu/hati bisa menjadi tenang.

Salah satu "semedi" dalam situasi, ajaran dan bentuk yang lain adalah Puasa. Puasa atau Poso
diserap dari dua kata Sansekerta, yaitu upa = dekat dan wasa = berkuasa. Jadi upawasa biasa
dilafalkan sebagai Poso atau puasa, merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Bahasa Arabnya shaum atau shiam. Dalam bahasa Inggris fasting yang diserap dari kata Jerman
kuno fastan = menggengam. Puasa dalam bahasa Ibrani tsum, tsom dan inna nafsyo yang
berarti merendahkan diri dengan berpuasa, sedangkan dalam bahasa Yunani = nesteuo, nestis atau
asitia/asitos.

Orang melakukan puasa, bukan hanya karena kewajiban atau karena ketentuan agama saja, bisa juga
untuk tujuan politik, seperti yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi ataupun Martin Luther King Jr
dengan demontrasi mogok makan. Begitu juga kita sering diwajibkan puasa demi kesehatan misalnya
sebelum melakukan test laboratorium atau pada saat melakukan detoksifikasi ataupun para
penderita diabetes. Begitu juga banyak orang melakukan puasa karena diet, hal ini banyak dilakukan
oleh para teenager. Orang berpuasa juga untuk menyatakan rasa duka ataupun karena ingin meraih
satu tujuan tertentu. Ada juga orang yang berpuasa sebagai persiapan diri menghadapi suatu tugas

50
khusus misalnya merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu.
Puasa dapat disebut doa dengan tubuh, karena menyangkut seluruh orang dan tingkah laku
rohaninya. Puasa dapat memberikan kemantapan dan intensitas pada doa, karena dapat
mengungkapkan rasa lapar akan Tuhan dan kehendak-Nya dan dapat bermakna mengorbankan
kesenangan dan keuntungan sesaat, dan dengan Puasa menolong orang untuk menghindari
keserakahan dan bisa merupakan tanda penyesalan, pertobatan. Puasa juga mempunyai akar
psikologis yang mendalam, yakni sebagai usaha pemurnian dan sebagai prasyarat mempermudah
pemusatan perhatian waktu semedi dan berdoa.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari puasa. Sekurang-kurangnya, kita diingatkan kembali oleh
Sang Pencipta arti penting hidup bersama dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, makhluk sosial
ini tidak akan bisa hidup tanpa ada hubungan baik dengan sesamanya. Ketika puasa, kita dapat
merasakan pahit getir menahan lapar dan dahaga. Padahal penderitaan ini hanya sesaat, yaitu sejak
terbit fajar sampai tenggelam matahari. Buat fakir miskin kesengsaraan ini dijalani sepanjang
hayatnya. Melalui cara ini, mata batin kita akan peka, naluri ingin menolong akan semakin sensitif
dan kepedulian kita kepada semua manusia akan semakin baik. Semoga, dengan Puasa, kita bisa
terlahir kembali menjadi sesosok insan yang memahami adanya batas. Batas pencapaian tujuan,
batas hidup, batas kemampuan dan batas diri lainnya. Juga memahami bahwa hidup di dunia ini
hanya sesaat karena kesejatian hidup adalah ketenangan jiwa yang mengarah pada pendekatan diri
terhadap Sang Khaliq.

Kang sinedyo tineken Hyang Widi (Yang diinginkan dikabulkan oleh Tuhan) Kang kinasara
dumadakan keno (Yang dikehendaki tiba-tiba didapat) Tur sisihan Pangerane (dan dikasihi oleh
Tuhan) Nadyan tan weruh iku (Meskipun dirinya tidak tahu) Lamun nedyo muja semedi (Akan
tetapi ketika dia hendak melakukan semedi)Sesaji neng segoro (Dia memberikan sesajian di
Samudera/Hati/Qalbu) Dadya ngumbaraku (Jadilah pengembaraan itu) Dumadi sariro tunggal
(Untuk menjadi satu diri) Tunggal jati swara aowr ing Hartati (Satu kesejatian suara yg ada dalam
Qalbu) Kang aran Sekar Jempina (Itulah yang disebut Bunga Jempina )

Salaam,
Hidayat.

KERIS DAPUR JALAK SANGU TUMPENG


(Disadur dari Majalah PAMOR, Edisi 09 tulisan Wawan Wilwatikta)
51
Dapur Jalak Sangu Tumpeng merupakan keris lurus yang mempunyai ricikan: sogokan rangkap,
sraweyan, tikel alis, gandik polos dan tingil.

Jalak Sangu Tumpeng sebagai Sebuah Pusaka

Dalam pakem perkerisan, sangat banyak dapur jalak yang kita kenal, antara lain : Jalak, Jalak Ngore,
Jalak Dinding, Jalak Sinom, dan Jalak Sangu Tumpeng. Dapur Jalak hampir semuanya merupakan
dapur yang populer. Bahkan kerap ditemui dapur Jalak Sangu Tumpeng disimpan sebagai pusaka
keluarga. Keris dapur ini kadang diberikan orang tua kepada anaknya ketika hendak pergi merantau
mencari nafkah (bekerja).
Dapur Keris Jalak merupakan dapur keris yang telah ada sejak jaman kuno. Bagi sebagian penggemar
keris, dapur Jalak Sangu Tumpeng dipercaya sebagai pusaka yang mempunyai tuah ke-rejeki-an atau
memudahkan mencari nafkah. Bagi sebagian orang hal semacam ini dianggap kepercayaan yang
mistik dan sirik. Meski dalam kenyataannya, nuansa cultural leluhur (khususnya orang jawa) akan
sulit ditinggalkan sampai kapan pun dalam memandang suatu pusaka. Karena itu tuduhan syirik jelas
ditolak mentah-mentah, sebab budaya leluhur mengajarkan demikian dan sama sekali tidak
memper-tuhan-kan sebilah keris. Meski demikian benturan anatar budaya dan agama masih saja
sering terjadi.
Tidak ada salahnya jika kita sedikit memperluas cakrawala pemikiran. Kita mencoba untuk mencari,
mempelajari dan memahami segala sesuatu dibalik nilai-nilai budaya, bukan sebaliknya justru
meninggalkan dan membuang suatu karya budaya karena takut dituduh syirik atau dianggap kuno
ketinggalan jaman.
Minimnya budaya baca-tulis bangsa ini di jaman dahulu menyebabkan banyak pengajaran hidup
dilakukan secara lisan (tutur). Dan agar lebih mudah mengingatnya, banyak hal dicatat dalam
bentuk simbol-simbol dari suatu produk budaya, misalkan dalam bentuk tarian, gambar, ukiran,
cerita, upacara-upacara tradisi, dan tak terkecuali keris.
Tidak ada ukuran / standar bagaimana suatu dapur atau pamor keris harus diinterpretasikan
maknanya. Makna yang direfleksikan pada sebuah dapur keris akan sangat tergantung pada
keleluasaan cakrawala masing-masing individu. Ajaran filsafat jawa yang dibungkus dalam suatu
karya seni keris, tentunya mempunyai suatu perlambang tentang ajaran mengenai hidup dan
kehidupan. Dalam hal ini budaya jawa membuka lebar-lebar setiap interpretasi, dengan tetap
berpijak pula kepada ajaran budi luhur para leluhur.

Penamaan dapur keris tidak lepas dari maksud dan tujuan yang hendak disampaikan dalam dapur

52
keris itu sendiri. Hal ini tidak lepas dari makna setiap ricikan yang ada dalam sebilah keris. Mungkin
dengan latar belakang demikianlah, seorang empu menciptakan dapur dan memberinya nama.
Empu, dalam memberi nama dapur keris tidaklah sembarangan. Sebuah nama dapat merupakan
doa, harapan, simbol dari suatu ajaran atau pun pandangan hidup. Para empu pinilih tersebut tidak
hanya ahli dalam hal teknis olah tempa dan laras (ilmu), namun juga memiliki keleluasaan
pengetahuan olah batin (ngelmu) yang dimanifestasikan dalam karyanya, baik secara estetika
teknis fisik maupun aspek spiritual. Sehingga, dalam perkembangannya keris bukan hanya sebagai
senjata, namun juga sebagai karya seni tempa logam yang memuat nilai-nilai budaya luhur.
Seseorang yang memberikan keris kepada orang lain atau keturunananya, seolah memberikan pesan
dan harapan, agar penerima dapat menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalam dapur keris
tersebut. Sedangkan empu keris seolah memberikan dorongan moril dan doa agar siapa pun yang
menyimpan hasil karyanya, diberikan petunjuk oleh Tuhan, sesuai dengan nilai-nilai simbolik dalam
keris karyanya tersebut.

Nama Jalak Sangu Tumpeng dapat diartikan Burung Jalak Berbekal Tumpeng. Tumpeng adalah nasi
(dibentuk seperti gunung) dengan segala lauk pauknya dalam sebuah nampan. Hal tersebut
nampaknya aneh dan tak masuk akal. Bagaimana burung jalak yang kecil dapat membawa bekal
tumpeng yang sedemikian besar dan berat? Supaya tidak kekurangan makan? Padahal burung jalak
tidak doyan nasi tumpeng. Jika keliru menafsirkan, bisa jadi Jalak Sangu Tumpeng diartikan sebagai
symbol keserakahan dan orang yang memaksakan diri.

Philosofi dalam Burung Jalak dan Nasi Tumpeng

Jalak merupakan species burung yang di jawa terdapat beberapa jenis, anatar lain: Jalak Kebo
(hitam), Jalak Pita (putih), dan alak Suren (hitam putih). Dari beberapa jenis ini, yang paling menarik
tingkah lakunya adalah jalak suren (Sturnus Contra Jalla). Di Jawa, sejak dahulu burung ini dikenal
sebagai burung peliharaan yang bisa membantu pemiliknya menjaga rumah. Burung tersebut
mempunyai naluri yang peka (waspada) terhadap kedatangan tamu asing baik siang maupun malam.
Dia akan berbunyi keras dan serak (bukan berkicau) jika ada orang datang dan belum dikenal seolah
mengingatkan (ng-eling-ake) pemilik rumah. Selain itu, Jalak merupakan burung yang dalam mencari
makan tidak merugikan orang lain. Sampai di sekitar tahun 70-an masih sering kita lihat burung ini di
atas punggung kerbau di sawah. Relasi simbiosis mutualisme dengan kerbau. Jalak memperoleh
makanan dan kerbau jadi sehat. Di sisi lain, jalak juga dikenal sebagai burung yang setia kepada
pasangannya.

53
Seniman Surakarta, Ki Surono Ronowibakso (Suryanto Sastroatmojo, 2006:110) memberikan
pandangannya tentang burung sebagai berikut :
Kukila tumraping tiyang jawi, mujudaken simbul panglipur, saget andayani renaming penggalih,
satemah saget ngicalaken raos bebeg, sengkeling penggalih. Candra pasemonanipun: pindha
keblaking swiwi kukila, ingkang tansah ngawe-ngawe ngupaya boga, kinarya anyekapi ing bab
kabetahanipun. Dene kukila ingkang sampun pikanthuk ing bab kabetahanipun, kukila kala wau
lajeng wangsul dhumateng tuk sumberipun, asalusulipun, inggih punika wangsul dhateng
susuhipun, ambekta kabetahaning gesangipun.
(terj bebas: bagi orang Jawa, burung merupakan symbol pelipur duka, memberikan rasa senang di
hati,menghilangkan rasa dongkol kejengkelan di hati. Sedangkan gambaran sosoknya, dimana
kepakan sayapnya melambai-lambai merupakan usaha dalam mencari pangan (nafkah), untuk
memenuhi kebutuhan. Urung yang telah mendapatkan pangan, kemudian pulang kembali ke
sarangnya (rumah dan keluarganya).

Tumpeng merupakan sajian nasi kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah
(nampan besar, bulat, dari anyaman bambu). Tumpeng merupakan tradisi sajian yang digunakan
dalam upacara, baik yang sifatnya kesedihan maupun gembira.

Tumpeng dalam ritual Jawa jenisnya ada bermacam-macam, antara lain : tumpeng sangga langit,
Arga Dumilah, Tumpeng Megono dan Tumpeng Robyong. Tumpeng sarat dengan symbol mengenai
ajaran makna hidup. Tumpeng robyong disering dipakai sebagai sarana upacara Slametan
(Tasyakuran). Tumpeng Robyong merupakan symbol keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan.
Tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati. Air yang mengalir dari
gunung akan menghidupitumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dibentuk ribyong disebut semi atau
semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang. Pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan
dari nasi putih. Nasi putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mempunyai arti simbolik, yaitu:

Nasi putih: berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan merapatmenyembah
kepada Tuhan. Juga, nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan
daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan
sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin naik dan tinggi.

Ayam: ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh
(kaldu santan yang kental), merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung)
dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar

54
(ngereh rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk (yang
dilambangkan oleh, red) ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela
dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan banding atau gurami atau lainnya.
Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan symbol
ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah
sekalipun.

Ikan Teri / Gereh Pethek: Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung.
Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan
kerukunan.

Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi
tidak dipotong sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut
melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana
dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang jawa mengajarkan Tata, Titi, Titis dan Tatas,
yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan
diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat
(fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

Sayuran dan urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang,
taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga
mengandung symbol-simbol antara lain: kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung,
tercapai. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem, taoge/cambah yang berarti tumbuh, kacang
panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative, brambang (bawang merah) yang
melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya, cabe merah
diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang
bermanfaat bagi orang lain. Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.

Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan terlebih
dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang
tahu akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat.
Dalam selamatan, nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang

55
dituakan sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara
potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran
hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

Ada sesanti jawi yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak
makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekuarang yang penting tetap
berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah
mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap
anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang barada, meski harus merantau,
harus lah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak
saudaranya.

Ricikan pada Keris Dapur Jalak Sangu Tumpeng

Jalak Sangu Tumpeng adalah keris lurus yang mempunyai makna selalu menempuh jalan lurus
menuju keutamaan hidup. Jalan lurus yang ditempuh yaitu dengan menjalani perbuatan yang baik
(Dadya laku utama), yang antara lain: tidak sombong, dan tidak mencela orang lain serta introspeksi
terhadap diri sendiri. Apalagi orang yang dianggap cerdik pandai atau berkeuasa, perlu dihindari
menjadi Prawata Bramantara yaitu orang yang tutur katanya membuat gusar oang lain atau
membuat suasana menjadi semakin keruh. Kata-katanya tidak menentramkan, ibarat gunung yang
tampaknya indah namun menghasilkan hawa panas yang berbahaya. Lebih dari itu, laku utama
juga meliputi tindakan selalu menjaga ketakwaan kepada Tuhandan hubungan kepada keluarga,
masyarakat dan lingkungannya (eling lan waspada).

Gandik Polos, merupakan symbol kekuatan, ketabahan hati, ketekunan dan rajin bekerja. Dalam
budaya Jawa ada sesanti yang mengatakan : sapa sing temen bakal tinemu, sapa sing tatag lan teteg
bakal tutug (siapa yang tekun akan menemukan jalan, siapa yang ulet dan tabah akan tercapai cita-
citanya)

Tikel Alis, merupakan symbol baik-buruk dalam diri manusia, yang keduanya harus selalu
dikendalikan. Pengendalian dua sifat tersebut akan terpancar pada watak seseorang.

Sogokan angkap (dua) dan Ada-ada, merupakan symbol dorongan/motivasi untuk selalu mempunyai
ide/gagasan/inovasi kreatif untuk maju. Motivasi yang murni harus mulai dari niat lahir dan batin.

56
Tingil merupakan symbol bekal pengetahuan dan ketrampilan yang pinunjul. Dalam berkarya
tentunya seseorang harus berbekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai.

Sraweyan merupakan symbol keluwesan. Dalam lehidupan hendaknya menjaga keselarasan


terhadap sesame, masyarakat dan lingkungan, dan dapat beradaptasi dengan kebiasaan setempat
dan menghargai pendapat serta sikap orang lain.

Pijetan/blumbangan, merupakan symbol keikhlasan hati dan kesabaran. Hidup dan bekerja harus
dilandasi dengan hati yangsenang, mencintai akan pekerjaannta dan ikhtiar serta tawakal. Tidak ada
yang disebut takdir sebelum diawali dengan ikhtiar.

Jalak Sangu Tumpeng Merupakan Ajaran Hidup Dalam Mencari Nafkah

Dapur Jalak Sangu Tumpeng secara keseluruhan sebagaimana ditunjukan dalam simbolisasi Jalak,
Tumpeng, bentuk keris lurus dan ricikan bilah merupakan ajaran hidup dalam mencari nafkah. Jalak
merupakan symbol atau gambaran seseorang yang berkewajiban mencari nafkah dan tentunya
untuk keperluan tersebut dia perlu mempersiapkan diri baik mental maupun spiritual. Sesorang
dalam mencari nafkah dan menjalani hidup diharapkan lebih mengutamakan perbuatan yang baik
(dadya laku utama) selalu menjaga ketakwaan kepada Tuhan dan hubungan dengan keluarga,
masyarakat serta lingungannya (eling lan waspada). Dalam mencari nafkah hendaknya berlaku jujur
dan tidak merugikan orang lain, Mencari nafkah memang tidak mudah, namun jika diberi kemudahan
hendaknya selalu juga waspada. Sebab uang sebanyak apapun jika tidak halal sumbernya jangan
diambil. Lebih baik uang sedikit namun halal dan sah. Sebagaimana diajarkan dalam tembang
dandanggula serat sana sunu (Yasadipura II):
..yang suksma, angupaya sandang pangan teka gampil, yen gampang den waspada. Sangkaning
arta yen tanprayogi, haywa arsa sanajan akathah, yen during sah hywa pinet, sathitik yen panuju,
den pakolih amburu kasil, liring pakolih ingkang, sah tentrem ing kukum.

Hal-hal yang tersirat dalam dapur Jalak Sangu Tumpeng merupakan pandangan dan pegangan hidup
untuk mencapai sukses dalam bekerja dan berusaha. Sehingga, nilai-nilai yang terkandung dalam
dapur ini, menjadikannya sebagai symbol pusaka dalam mencari nafkah. Sesorang yang menyimpan
keris dapur ini, seolah menyimpan nilai-nilai ajaran yang dapat digunakan sebagai pandangan hidup.

57
MERAWAT & MENJAMAS PUSAKA
Menjamas pusaka adalah proses merawat dan menjaga pusaka hingga tetap bebas dari karat hingga
terjaga dari kerusakan. Proses merawat pusaka ini mulai dari proses membersihkan dari karat /
mutih, mewarangi, hingga meminyaki dan memberi wewangian pada pusaka. Keseluruhan proses ini
disebut proses Jamasan Pusaka. Dan yang terpenting dari seluruh proses ini adalah sikap batin kita
yang harus nderek langkung alias permisi, menghormati dan tidak meremehkan. Hal tersebut
merupakan penghormatan kita atas kerja sang empu dan atas berkah Tuhan atas pusaka tersebut.

I. MENCUCI PUSAKA / MUTIH


Syarat mutlak agar bilah keris bisa diwarangi dengan baik, adalah bilah harus diputih dengan baik
terlebih dulu, setelah terlebih dulu dibersihkan dari berbagai noda, kotoran atau karatnya termasuk
warangan yang terdahulu / lama / bekas. Cara ini disebut mutih.

Salah satu cara tradisional mutih adalah :


Rendam bilah keris dengan air kelapa tua (asam lemah) selama beberapa hari, bergantung kadar
kotoran dan karatnya. (air bisa ditaburi dengan bunga setaman)
Gosok bilah dengan jeruk nipis sehingga menjadi putih keperakan
Buah lerak dibuang isinya dan diberi sedikit air dalam mangkok agar berbusa. Dengan sikat halus,
gosok keris yang telah dimandikan tadi dengan air lerak. Saat menggosok keris dengan sikat jangan
dibolak-balik. Sebaiknya mulai dari pesi sampai ganja terus ke awak-awak hingga pucuk. Lakukan
dengan pelan dan mantap hingga benar-benar bersih. Lebih hati-hati lagi jika membersihkan keris
kinatah atau keris yang kembang kacangnya sudah sangat tipis.
Lakukan pada bilah keris baliknya.
Setelah benar-benar bersih, keringkan dengan menggunakan kain bersih dengan cara memijit-
mijitkan kain ke seluruh bagian.
Keris yang telah kering disiram dengan air bersih dan keringkan kembali seperti sebelumnya.

Beberapa cara yang lain untuk mutih :

1. Di rendam dalam air jeruk nipis.


Akan lebih baik dai perasan air jeruk nipis yang sebelumnya buah jeruk tersebut dikupas. Kulit jeruk
bisa menyebabkan bilah keris menjadi kemerahan. Perlu dilihat waktu perendaman karena air jeruk

58
ini bisa memakan bilah besi jika terlalu lama direndam. Jadi sering-sering di cek. Biasanya
membutuhkan waktu sektar 6 jam - 1 hari tergantung kualitas warangan yang lama.

2. Jika ingin tidak terlalu makan besi, bisa menggunakan air kelapa tua.
Ini bisa membutuhkan waktu antara 2-5 hari tergantung warangan yang melekat pada bilah. Jika
menggunakan cara ini, maka tiap hari kita perlu membersihkan keris dengan sabun colek. Setelah
kering dan sabun bersih, maka dimasukkan lagi ke air kelapa. Tetapi jangan mengganti air kelapa
tersebut. Dibiarkan saja menggunakan yang awal. Air kelapa juga bisa mengangkat karat dari bilah
keris.

4. Jika ingin instant, bisa menggunakan air campur dengan serbuk sitrun.
Tetapi ini sangat tidak dianjurkan karena bisa membuat bilah keris berpori atau berbintik. Jadi serat
besi akan hilang.

5. Cara paling ekstrim dan sangat tidak dianjurkan adalah dengan menggunakan cairan HCL atau
Asam Nitrat. Ini sangat merusak keris walau keris bisa putih segera dalam waktu hanya sekitar 5
menitan.

Setelah itu keris dioles dengan jeruk nipis yang sudah di kupas dan dibelah menjadi 2 bagian. Bisa
ditambahkan dengan abu gosok, dimana belahan jeruk dimasukkan ke abu gosok dan dioleskan ke
keris. Cuci dengan air bersih. Barulah kemudian keris bisa menjadi putih sehingga siap diwarangi.
Memutih bilah, bisa dilakukan siapa saja. Tidak perlu ahli. Setelah bilah bebas karat usai direndam air
kelapa, dan disikat sabun colek jeruk nipis, ya tinggal disikat terus, pelan-pelan. Sesabar-sabarnya,
sabun-jeruk-sabun-jeruk sampai nyaris "putih" kemilau, seperti seolah bilah dicat warna metalik.
Jangan memutihkan keris dengan cara di ampelas atau apalagi di kikir.

II. MEWARANGI
Proses "memutih" bilah keris adalah kunci sukses pertama untuk mewarangi. Proses lainnya adalah
"setelan" dalam membuat warangan yang pas untuk berbagai jenis bilah dan proses mewarangi itu
sendiri.

Membuat Warangan
Bahan utama membuat warangan adalah Batu Warangan (serbuk warangan) dan air jeruk nipis.
a. Batu Warangan

59
Batu warangan yang bermutu bagus adalah batu warangan eks cina. Batu warangan sangat mahal
(sekitar 2 jt rupiah per ons) dan sulit diperoleh. Hal ini karena memang barang seperti itu tidak
banyak, juga karena adanya berbagai larangan di negara-negara tertentu (Singapura, misalnya) untuk
pemakaian sembaran warangan, maka kelangkaan bahan warangan pun terjadi. Tak semudah seperti
dulu. Apalagi, di Indonesia pun terjadi "praktek penyimpangan arsenik untuk membunuh Aktivis
Munir...)
Sebenarnya batu warangan berbeda atau tidak seratus persen sama dengan arsenikum (Ar).
Arsenikum yang dijual di apotik atau toko-toko kimia (sulit juga di dapat) biasanya dipakai sebagai
campuran "agar warangan lebih galak". Akan tetapi, hati-hati - selain beracun, warangan kimia juga
"lebih menggerogot bilah" karena kemurniannya, jika dibanding dengan "warangan alam" eks Cina.
Yang pasti, batu warangan - dan juga arsenik murni yang terkadang dijadikan katalis - sangat tidak
mudah didapat di berbagai negara yang "sadar lingkungan". Bagaimana pun, warangan - utamanya
arsenikum - adalah bahan yang berbahaya bagi keselamatan manusia. Soalnya, kandungan arsenik
yang masuk ke dalam tubuh, biasanya menetap (bersifat akumulatif). Jadi kalau setiap hari tambah
arsenik di tubuh kita, ya tentunya tumpukan unsur arsenik di tubuh kita semakin menggunung.
Batu warangan yang eks Cina, memang bukan "murni" arsenik. Di dalamnya terdapat pula kandungan
kapur, belerang di samping tentu juga arsenik di dalamnya. Karenanya jika diperhatikan, ada batu
warangan yang kekuning-kuningan, ada juga semburat ungu (violet) nya, serta ada juga yang
dominan putih, dengan semburat warna jingga, kuning, dan lainnya. Sedangkan arsenikum apotik,
tentunya murni hanya unsur arsenik.

b. Jeruk Nipis
Yang dipakai adalah jeruk nipis (Jawa: Jeruk Pecel), bukan jeruk lemon atau jeruk purut. Jeruk nipis
dikupas kulitnya dengan pisau kecil, agar cuma tinggal kulit dalamnya. Hal ini karena cairan "sereng"
yang keluar dari kulit jeruk tak baik untuk melarutkan warangan. Malah mungkin "memperburuk"
mutu warangan.
Cara memeras jeruk ada tekniknya sendiri - baik untuk mutih maupun terutama untuk bahan cairan
warangan. Kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya tak demikian.
Ada beberapa cara memeras jeruk. Bisa pakai alat (dibelah dan diputar-putar dalam alat perasan
jeruk yang biasa untuk minuman perasan jeruk), atau "fully manual" alias dengan tangan hampa
saja. Jeruk dibelah membujur - sesuai dengan serat pada belahan jeruk. Malah lebih mudah dan
enteng lagi, jika diprapat, atau malah diperdelapan.Hilangkan bijinya, lalu peras di atas rantang atau
waskom yang sudah lebih dulu ditutupi saringan teh-kopi. Peras, dan sekaligus pelan-pelan disaring.
Karena perasan jeruk biasanya katut (terikut) ampasnya, maka memerasnya pun harus cukup sabar.
Ampas perasan jeruk pun masih bisa diperas lagi pakai kain kaos, lalu dipencet di atas saringan teh.

60
Setelah rantang cairan hasil perasan jeruk terisi, maka tuang cairan ke dalam botol dengan "corong"
yang juga - sekali lagi - diberi saringan, berupa kain kaos yang tak terlalu rapat lubang-lubangnya.
Jadilah sudah, "air jeruk" murni yang bening. Tinggal diletakkan beberapa hari -- bisa juga beberapa
bulan di botol, maka larutan jeruk akan mengendap sendiri dan menghasilkan larutan jeruk yang
sangat bening... Untuk membuat warangan dibutuhkan sekitar 15 kg jeruk nipis sehingga menjadi
sekitar 1,5 liter air jeruk

c. Meramu Warangan
Soal "meramu larutan warangan". Ini juga penting, lantaran apabila kita belajar mewarangi, tentu
tak lepas pula dari membuat warangan. Larutan yang kalau dimasukkan dalam botol, warnanya mirip
Coca Cola yang lebih pekat ini, adalah "harta karun" bagi mereka yang hobi atau ahli mewarangi.

Biasanya, jika kita ingin membuat larutan warangan baru, dibutuhkan juga "bibit warangan yang
sudah jadi dan berkualitas bagus. Bibit yang dibutuhkan tidak perlu banyak, cukup secangkir saja
untuk seliter larutan warangan baru. Kegunaan bibit ini adalah sebagai katalisator, agar warangan
baru bisa bereaksi. Jadi atau tidak jadi warangannya, bisa dilihat dengan memasukkan paku yang
diikat dengan benang ke dalam botol larutan. Warangan yang jadi, akan segera "menghitamkan
paku" yang digantung benang seharian.

Cara membuat larutan baru:


Pertama-tama mengendapkan dulu hasil perasan air jeruk. Botol berisi air jeruk, kita biarkan berhari-
hari di tempat yang tenang. Anda akan melihat, cairan jeruk terpisah dua warna - bening di bagian
atas, dan keruh atau pekat-endapan di bagian bawah. Ambil botol kaca yang kosong, lalu tuang yang
bening (bagian atas) ke botol baru. Endapan jeruk nipis jangan dibuang, akan tetapi sendirikan dalam
botol lain. Endapan ini bisa digunakan untuk bahan "memutih bilah". (Jika diendapkan terus, sebotol
endapan ini juga akan menghasilkan jeruk bening bagian atasnya, yang tentu saja bisa kita pindahkan
ke botol jeruk bening yang pertama).
Dalam waktu lebih dari tiga bulan atau berbulan-bulan, jeruk bening di dalam botol akan berubah
warna. Dari semula kuning agak gading, menjadi "kuning semu oranye", agak tua. Jeruk inilah yang
akan dipakai untuk bikin larutan warangan baru. (Ada juga yang tak perlu melalui proses
"pembeningan" jeruk, tetapi langsung saja perasan jeruk nipis dicampur dengan bubuk batu
warangan baru. Risikonya, di masa datang warangannya ada endapan jeruknya).

Selanjutnya adalah melarutkan warangan. Caranya sederhana saja. Tumbuk (lumatkan) dulu batu
warangan, biasa dengan "deplokan" (mangkuk pelumat) yang biasa dipakai untuk mendeplok obat di

61
apotik-apotik. Biasanya, mangkuk-pendeplok ini dari bahan porselen tebal, lengkap dengan alu-
pendeploknya yang juga dari porselen. Banyak dijual di kios-kios obat di Pasar Rawabening,
Jatinegara Jakarta. Atau, toko-toko obat.

Berikutnya adalah melakukan pencampuran antara perasan air jeruk dengan bubuk warangan tadi.
Komposisinya adalah sangat etrgantung pada hasil yang diharapkan karena pada setiap jenis besi
terkadang harus dilakukan adjustment dengan cara menambahkan air jeruknya.

Untuk memancing agar warangan baru bisa cepat "jadi", selain di-katalisasi dengan secangkir
warangan yang sudah joss, juga botol berisi warangan itu "dijemur di terik matahari. Ada juga cara
lain dengan "nasi basi", atau nasi yang sudah lembek, kecut.
Bisa dibilang tidak ada warangan manapun yang langsung jadi. Harus distel dulu. Umumnya jadi tiga
jenis warangan, yakni warangan "galak", setengah "galak", dan warangan "nom" atau lambat-reaksi
untuk bilah-bilah dengan jenis pamor yang sanak.

Warangan lebih dulu diadjust dengan cara coba-coba celup bilah percobaan yang sudah diputih.
Jika dirasa "kurang galak", maka bisa ditambahkan perasan jeruk nipis aga lebih galak. Hal ini
butuh "feeling" dan pengalaman tersendiri. Bilah "majapahitan" biasanya "langsung nyamber",
gampang diwarangi. Tetapi bilah-bilah tua lainnya dengan pamor sanak akan sulit diwarangi. Butuh
adjustment warangan tersendiri.
Seorang ahli warangan yang baik, akan memiliki beberapa jenis larutan warangan yang akan dipakai
untuk jenis logam/besi yang berbeda-beda pula. Bahkan tak jarang mereka punya larutan warangan
untuk beberapa jenis tangguh, jika tangguh dianggap mewakili jenis-jenis logam yang berbeda. Dia
juga akan melihat 'hari baik' untuk mulai proses mewarangi, biasanya saat cuaca terang dan
matahari bersinar dengan cerah (sebagai katalis).

Beberapa Metode Pewarangan

Hasil proses mewarangi dipengaruhi setidaknya tiga variable yaitu: jenis logamnya, kualitas ramuan
warangan (bubuk warangan, air jeruk, dan katalisnya juga proses adjustment-nya), serta cara
melakukan pewarangan. Untuk hasil optimal, ketiga variable tadi harus dalam kondisi yang 'saling
mendukung'.
Ada juga sebelum diwarangi,wilah yang sudah diputih dijemur dulu biar cukup panas sebelum
dicelup dalam larutan warangan. Ada juga yang pakai metode 'staging' yaitu mewarangi dengan
beberapa tahap, dimulai dari tahapan 'warangan enom/muda' setelah itu meningkat ke 'warangan

62
tua' sehingga bilah semakin menghitam. Dalam hal ini terdapat istilah kalau bilah terlalu hitam
setelah diwarangi disebut 'warangane ketuan / warangannya terlalu tua'.

Secara garis besar, ada dua metode mewarangi :

a. Cara Di-koloh
- Siapkan warangan yang telah dicampur air jeruk
- Rendam pusaka dalam cairan warangan itu beberapa kali sekitar setiap sepuluh menit diangkat
dan diangin-anginkan sambil dibantu dengan pijitan tangan hingga meresap.
Mencelup / merendam bilah dalam warangan pun, tidak sembarangan. Disini diperlukan pengalaman
empirik, yang sulit dituturkan dalam tulisan. Yang pasti, setiap upaya mewarangi, pasti sering
terbentur kegagalan. Jika gagal? Ya "kembali ke laptop", diputih lagi. Begitu seterusnya

b. Cara Di-nyek
- Pusaka dijemur hingga panas lalu dilumuri warangan secara langsung dengan cara dipijit-pijit (di-
nyek) hingga kering
- Setelah kering dijemur lagi dan kemudian kembali dilumuri warangan dan dipijit-pijit. Begitu
seterusnya hingga tiga kali.
- Siapkan air jeruk dicampur dengan air buah klerek/air sabun lalu pusaka dikeplok dengan kedua
genggaman tangan dibersihkan dengan air bersih lalu dijemur lagi
- Setelah itu kembali ke proses awal hingga beberapa kali sambil diamati bagian per bagian.
Semakin lama maka warna pusaka semakin kereng (gelap), hingga guwaya pusaka menjadi bagus.
Biasanya pengulangan hingga sembilan kali. Setelah yang terakhir, dibilas hingga bersih dari bercak
merah warangan yang tidak menempel.

Menjamas dengan cara di-nyek memang sangat membutuhkan banyak warangan. Keunggulan cara
ini adalah membuat pamor tidak mubyar melainkan kelem dan angker, serat atau lapisan yang sering
disebut pamor sanak pada besi keleng dapat tenggelam dalam nuansa wingit. Namun hasil metode
ini kadang dirasa kurang kontras, jika dibandingkan dengan yang "koloh".

III. MEMBERI WEWANGIAN DAN MEMINYAKI PUSAKA

Berbeda dengan tahap sebelumnya, tahap ini merupakan tahap yang kerap diulang-ulang hingga
sebulan sekali, terutama bagian meminyaki keris. Tahap ini disebut pula tahap pemeliharaan yang
menjaga agar keris tidak berkarat.
63
1. Memberi Wewangian

Setelah keris diberi warangan, ada baiknya jika keris diberikan wewangian dupa terlebih dahulu.
Caranya :
- Pertama-tama olesi keris dengan minyak pusaka tipis saja. Ambil campuran bubuk gaharu, ratus dan
ramasala taburkan pada bilah keris hingga lengket biarkan beberapa menit.
- Setelah itu nyalakan lilin taruhlah di atas lilin dengan jarak lima jari gerakkan ke kiri ke kanan.
Biarkan hingga beberapa saat (tidak perlu sampai terbakar!)
- Bersihkan dengan sikat halus.
- Gosok lagi dengan minyak pusaka tipis saja seperti di atas.
- Taburi dengan bubuk kayu cendana dan taruh di atas lilin seperti tadi.
- Setelah itu bersihkan lagi dengan sikat halus diamkan beberapa saat.
Olesi dengan minyak pusaka. Angin-anginkan dan jangan tergesa dimasukkan dalam warangka.
Jangan menimpan keris di tempat yang tertutup rapat tanpa sirkulasi udara.

2. Membuat Minyak Pusaka


Cara membuat minyak pusaka adalah :
- Minyak paraffin 60 cc
- Bibit cendana (sandalwood) 25 cc
- Bibit Melati Keraton 5 cc
- Bibit Kenanga 10 cc
Bisa juga ditambah atau diganti dengan bibit minyak lainnya (gaharu, dsb) sesuai selera karena
bersifat sangat subjektif dan terkadang aroma / bau keris juga menunjukkan identitas pemiliknya.
Sangat dilarang mencampurkan bahan parfum atau jenis yang beralkohol pasti keris menjadi merah
berkarat.

Disadur, dirangkum, dikombinasikan, dikliping dari :


1. Milis FDK (Forum Diskusi Keris)
2. Majalah Pamor Edisi 03
3. Majalah Pamor Edisi 05
4. Haryono Haryoguritno, Keris Jawa: Antara Mistik dan Nalar, Indonesia Kebanggaanku, Jakarta,
2005
5. Bambang Harsrinuksmo, Ensiklopedi Keris, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004
6. Koesni, Pakem Pengetahuan tentang Keris, Aneka Ilmu, Semarang, 1979

64
65

Anda mungkin juga menyukai