Anda di halaman 1dari 9

KERIS DAPUR UMYANG

KERIS DAPUR UMYANG

Beberapa Literatur mengatakan bahwa Umyang adalah


nama seorang Empu yang hidup di jaman Pajang. Dan karena itu, sebenarnya nama Umyang
bukanlah nama dapur keris. Namun meski demikian, masyarakat per-keris-an di Jawa Tengah
dan Jawa Timur kerap kali atau bisa dibilang familiar dengan yang disebut sebagai keris dapur
umyang. Cirinya adalah terdapat ukiran atau relief sepasang manusia (kadang disebut puthut
atau badjang) di sebelah kanan dan kiri dapurnya (gandhik atau kadang di bagian wadidang).
Sepasang manusia tersebut saling membelakangi dengan posisi tangan menyembah atau
menengadah. Ciri tambahan lain (tidak selalu ada) adalah terdapat tulisan huruf jawa, relief
beringin, payung, dan padi kapas di bilahnya. Istilah yang baku untuk keris umyang ini
sebenarnya adalah Keris Dapur Puthut (kembar). Jadi bisa dibilang bahwa keris umyang adalah
istilah pasar bagi keris dapur Puthut (Kembar).
Apakah Empu Ompyang selalu (atau yang) membuat keris dapur Puthut Kembar ? Tidak bisa
dipastikan demikian. Hanya saja dalam literatur-literatur disebutkan bahwa Empu Ompyang
adalah seorang seorang empu yang senior, sangat mumpuni dan master piece dalam membabar
pusaka. Sangat diragukan jika Beliau membuat keris pasaran sebagaimana Keris Dapur
Umpyang yang beredar di masyarakat.
Tulisan Huruf Jawa di tengah bilah keris ini terbaca Umyang Jimbe, inilah yang kemudian

menjadika
n masyarakat awam menganggap keris dapur Puthut
Kembar ini bernama buatan Empu Umyang. Padahal bisa diragukan jika Empu Umyang sendiri
dengan jelas membubuhkan tanda tangan pada karyanya tersebut. Hal yang agaknya tabu
dilakukan untuk orang sekelas Beliau. Terlalu kasar dan mencolok. Katakanlah seorang perlu
menandai karyanya (ciri garap), biasanya dengan bahasa sandi atau simbol ataupun sengkala di

bagian pesi yang tersembunyi dalam deder atau pun landeyan.


Lebih lanjut alasan yang memberatkan adalah ketidak sesuaian ricikan keris umyang dengan ciri
khas (pakem) keris buatan Empu Umpyang. Jika kita membaca literature Panangguhing
Dhuwung, karya Mas Ngabehi WIRASOEKADGA, Abdi Dalem mantra pande Kadipaten
Anom ing Surakarta Adiningrat, hal 25 disebutkan secara detail bahwa ciri ricikan keris
tangguh Pajang karya Empu Ki Umyang terdiri atas : Dhuwung ganja waridin, gulu meled
menggik landhung sirah cecak dempok lancip, bangkekan sedhengan, buntut urang mekrok
buweng, seblakipun sereng kacel, wasuhanipun pamor mengkoreg kira lulut, tosanipun keset
sekar kacang kados gelunging wayang, jalen otot lantas lambe gajah landhung godhagan
longgar mojok gandhik cekapan mayat, blumbangan lebet, sogokan landhung janur lancip,
menawi luk - lukipun rengkol, menawi leres lenggahipun keder, awak-awakan pejetan, bilih
ngangge ri pandan - dha (jawi) nipun cetha, bilih gandhikan gandhikipun keder celak, tikel
alis jugag ceklek.
Lihat, tidak ada sangkut pautnya dengan ciri khas keris dapur umyang yang selama ini beredar.
Bahkan jika dibandingkan dengan keterangan buku Ensiklopedi Keris karangan Bambang
Harsrinuksmo tentang keris dapur putut, rupanya banyak beredar dapur putut yang telah keluar
dari pakem. Menurut Bambang Harsrinuksmo keris dapur ini adalah keris bilah lurus
sedangkan yang beredar bukan hanya bilah lurus melainkan bilah luk yang sangat beragam
jumlahnya.
Masih dalam kaitannya dengan Empu Omyang, dahulu sampai pertengahan abad ke-20, banyak
pemilik keris umyang yang mengasapinya dengan asap kemenyan setiap malam Rabu Pon, yang
dianggap sebagai hari wafatnya Empu Umyang. Pengasapan kemenyan itu dimaksudkan agar
tuah keris itu terpelihara. Namun sedikit demi sedikit kebiasaan itu mulai ditinggalkan orang,
hingga abad ke-21 amat jarang orang melakukan ritual semacam itu.

Ada pula yang mengatakan bahwa nama sebutan Umyang adalah


sebutan bagi sepasang puthut/badjang dan kegunaan keris tersebut. Jenis keris umyang
ada beragam. Ada Umyang Jimbe, Umyang Tagih, Umyang Beras, Umyang Panimbal, Umyang
Tombak dan lain sebagainya. Melihat penamaan keris ini, bisa langsung ditebak bahwa tujuan
utama sang pembuat dan pemilik keris ini berintensi mendapatkan bantuan atau pertolongan
dari piandel tersebut. Umyang Jimbe dipercaya bisa membantu melancarkan usaha dan
menghalau rintangan, Umyang Panimbal dipercaya bisa mendatangkan / memanggil rejeki,
Umyang Tagih membantu pemiliknya menagihkan utang-utang orang lain kepadanya, bahkan
Umyang Beras diyakini bisa membuat beras yang ada di tempat beras tidak akan habis.
Wallahualam.
Kembali ke masalah nama dinamakan umyang karena kedua puthut ini yang ngumyang
(umek, sibuk, berusaha keras sambil ngomel dan berceloteh). Kata Umyang sendiri, menurut arti

lain bahasa jawa adalah seseorang yang "ngumyang" atau menggigau..tidak sadar. Jadi
sepasang manusia pada dapur umyang tersebut dianggap sebagai prewangan yang membantu
pemilik pusaka tersebut melancarkan maksud-tujuannya. Rasanya logika penamaan ini cukup
masuk akal.
Karena sifat dapur keris Puthut Kembar sebagaimana terurai di atas, maka sangat kuat bahwa
dikalangan pecinta keris, dapur umyang lebih dimaknai sebagai benda isoteris klenik yang

kental denga
n dunia perdukunan. Penggemarnya pun juga
kebanyakan dari kalangan pengusaha atau pedagang. Padahal bila dicermati lebih dalam, kita
bisa menggali banyak nilai filosofis keris dapur puthut kembar ini dibandingkan sekedar
berharap rejeki dari benda mati.
Mari kita coba melihat nilai-nilai tersebut karena keris sebagai hasil karya seni juga merupakan
sebentuk bahasa alat komunikasi. Bahasa adalah sarana yang membawa banyak muatan, baik
muatan komunikasi, karakteristik penutur/pembuat, sampai relasi nilai yang paling substansial.
Bahasa adalah sebuah simbol. Sebagai sebuah bahasa, bentuk dan gambar berbicara menunjuk
tentang lambang/simbolisasi sesuatu yang mempunyai kandungan makna melampaui dirinya
sendiri.
Dalam kaitannya dengan dunia pe-keris-an juga sama halnya. Keris kerap dikatakan juga sebagai
alat penanda jaman / sengkalan suatu masa atau kejadian tertentu. Misal, Keris dengan kinatah
Gajah Singo pada gonjo yang melambangkan sengkalan tahun 1558, pertanda berhasilnya
pasukan Sultan Agung menumpas pemberontakan pragola di Pati, dan beberapa contoh keris
lainnya. Dan sesungguhnya lebih dari itu, keris juga bisa mempunyai maksud pralambang
atau simbolisasi. Dan ini bisa sangat jamak kita temui dalam hampir pada semua keris, termasuk
pada keris dapur Puthut Kembar ini.

Puthut, dalam istilah Jawa bermakna Murid atau Santri atau


Cantrik, seseorang yang berguru atau belajar ilmu (apa saja) pada seorang guru/resi/pandita dsb.
Putut adalah seorang pendeta atau petapa muda (Frater?). Bentuk puthut ini konon berasal dari
legenda tentang cantrik yang diminta menjaga sebuah pusaka oleh sang guru. Ia diminta untuk
menjaga (berjaga), sambil terus berdoa dan memohon pertolongan serta kekuatan dari Yang
Maha Kuasa.
Ada murid laki-laki ada perempuan, keduanya juga melambangkan keseimbangan dan juga
perpaduan, bahwa apa yang ada di bumi ini selalu berpasang-pasangan. Ada laki-laki dan
perempuan, ada siang dan malam, ada gelap dan terang, ada hitam dan putih, ada sedih dan

gembira, ada yin dan yang. Pada keris dapur puthut, ini bisa kita amati bahwa bentuk wajah

Puthut seolah-olah berupa orang laki-laki di bagian depan


(gandik) dan perempuan di bagian belakang (wadidang). Dan keduanya tampak menggenakan
gelungan ikat kepala.Posisi duduk bersimpuh (bertapa) : menengadahkan tangan seperti posisi
berdoa. Sebagai murid, untuk mencapai suatu ilmu, harus menjalaninya dengan proses tirakat,
semedi untuk mencapai keheningan, kebersihan batin, tawakal dan berserah diri kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa . Jika jiwa kita bersih, maka kita akan dengan mudah menyerap ilmu yang kita
pelajari. Sebagai murid, atau orang yang sedang belajar harus bisa menjauhkan diri dari sifat
sombong, congkak atau sifat merasa tahu (rumongso biso/sok tahu) Harusnya "biso
rumongso". Perlu membuka wawasan, mawas diri, rendah hati, sederhana, andhap ashor dan
bersedia belajar dari orang lain. Itulah laku yang harus dijalankan oleh murid / santri / cantrik di
jaman dulu, kemarin, sekarang serta jaman-jaman seterusnya. Itulah pakem seorang murid.

Dengan mendalami arti relief sepasang manusia pada dapur keris tersebut
maka kita akan bisa membedakan arti relief puthut dengan relief umyang. Dengan memahami
dan menghayati arti yang berbeda maka kita akan mempunyai energi yang berbeda pula. Jika
kita condong memahami keris tersebut sebagai bocah ngumyang yang lebih ke urusan rejeki
atau penagihan maka energi kita juga akan lebih kemrungsung akan harta benda. Jika kita
melihat sepasang bocah sebagai puthut yang nyantri / murid maka kita akan lebih bersikap
andhap asor dan mendudukkan diri sebagai murid di hadapan Yang Maha Kuasa, sesama dan
lingkungan jagat yang amat luas ini.
Posisi sikap keduanya sama yaitu sama-sama tangan menengadah ke atas (atau menyembah).
Keduanya sama-sama memohon ke TUHAN YME. Hanya tujuannya yang berbeda karena
spiritualitas yang berbeda. Yang satu memohon pemahaman hidup (sejatining urip) yang
lain memohon jaminan kekayaan harta/materi.
Kapas & Padi

Kapas dan padi melambangkan sandang pangan yakni


kebutuhan lahir dalam kehidupan manusia. Sandang dinomorsatukan atau didahulukan, sedang
pangan dinomorduakan atau dikemudiankan. Hal ini mengandung ajaran filosofis bahwa
sandang berhubungan dengan kesusilaan dan diutamakan, sedangkan pangan berhubungan
dengan lahiriah dinomorduakan. Oleh karena itu manusia hendaknya mengutamakan kesusilaan
daripada masalah pangan. Kehidupan manusia di bumi tidak dapat lepas dari kebutuhankebutuhan duniawi. Simbol padi kapas juga melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Beringin
Beringin adalah lambang kesuburan dan perlindungan. Rindangnya daun beringin dan
pohonnya yang tidak terlalu tinggi membuat sesorang merasa krasan dan terlindungi.

Beringin juga dipandang sebagai simbol pemelihara kehidupan (lingkungan). Deretan beringin
yang mengelilingi Alun-alun Kraton Yogyakarta, kerap dikaitkan dengan keadaan kota
Yogyakarta yang tidak pernah kekeringan, khususnya lingkungan Kraton. Beringin dipercaya
dapat menjaga ketersediaan air di sekitar tempat tumbuhnya. Beringin memiliki kemampuan
untuk menyimpan banyak air lewat akarnya. Tak mengherankan jika beringin turut berperan
terhadap kelestarian lingkungan. Tak pelak, bukti tersebut turut mengusung pernyataan pohon
(beringin) sebagai simbol kehidupan.
Di Bali banyak terdapat pohon beringin yang berdiameter besar dan berumur ratusan tahun serta
berkain hitam putih poleng.Beringin bagi orang Hindu Bali sangatlah penting, selain karena
bisa memberikan keteduhan. Pada jaman kerajaan Bali dahulu, Beringin merupakan waiting area
(tempat menunggu) dan berteduh bagi seseorang sebelum mendapatkan ijin untuk menghadap
raja.
Bagi umat Hindu Bali peranan pohon beringin penting dalam upacara memukur, yang
diselenggarakan biasanya 42 hari setelah ngaben. Jiwa orang yang mati yang telah dibebaskan
dari raga (di-ngaben) untuk sementara tinggal diantara daun dan cabang-cabang pohon beringin.
Selama upacara memukur, jiwa tersebut dibawa turun dari pohon dan kemudian di larung ke
laut sehingga menjadi murni dan kemudian di disemayamkan di tempat suci keluarga
merajan. Mereka menjadi Betara - betari (leluhur yang telah disucikan), yang memberikan
tuntunan kepada keturunannya di dunia.
Pohon beringin juga melambangkan wibawa karena kerap menyimbolkan keangkeran /
kesungkeran suatu tempat yang ada pohon beringinnya. Hal ini karena pengaruh pandangan /

budaya masa animisme. Pohon dianggap sebagai representasi budaya animisme nenek moyang
dan dipercaya memiliki kekuatan gaib. Karena ketergantungan pada alam yang sangat besar,
manusia merasa wajib menghormati dan menjaga keseimbangan alam. Pemujaan terhadap pohon
pun menjadi perwujudannya. Di mata manusia modern, ini terkesan berlebihan. Padahal
menghormati dan memelihara alam meruapakan suatu keharusan jika manusia ingin selamat dan
terhindar dari bencana (alam). Pohon memiliki konteks sosial dan menjadi entitas manusia
prasejarah, yang seharusnya juga tetap menjadi keprihatinan manusia modern untuk
memeliharanya. Tidak mengherankan jika pohon dikeramatkan sampai saat ini.
Beringin juga menjadi lambang kekuatan dan persatuan bangsa.
Payung tertutup

Tidak jelas siapa penemu payung pertama kalinya. Mungkin


secara naluriah sejak jaman pra sejarah manusia purba telah menggunakan lembaran daun lebar
sebagai payung untuk menutupi diri dikala hujan dan panas. Tercatat bahwa payung sudah
digunakan sejak 4000 tahun yang lalu oleh orang-orang Asiria kuno, Mesir, Yunani, dan Cina.
Sekitar abad ke-16 payung mulai digunakan oleh orang-orang Eropa. Awalnya payung digunakan
sebagai pelindung panas matahari, hanya para wanita yang boleh menggunakan payung. Konon
pula, orang yang mulai menggunakan payung sebagai pelindung hujan adalah orang-orang
Romawi kuno. Akhirnya pada abad ke-18 payung digunakan sebagai pelindung hujan hampir
diseluruh kawasan Eropa.
Di Indonesia, hingga tahun 1960-an, payung masih terbuat dari kertas. Yang paling terkenal
adalah payung Tasikmalaya. Lama kelamaan mulai muncul payung impor yang terbuat dari
plastik atau kain kasa yang kedap air. Sekarang model payung beraneka macam. Yang paling
umum adalah payung yang kita pakai sehari-hari dikala hujan. Kita juga sering melihat payung
besar yang dipakai oleh tukang jual minuman : payung matahari karena kegunaan utamanya
adalah untuk melindungi penjual dan dagangannya dari matahari (dari hujan juga). Juga ada
payung khusus untuk anak-anak dengan model yang unik dan kreatif. Bentuk dan warnanya lebih
menarik dan lebih lucu. ada yang berbentuk kepala hewan lengkap dengan telinganya atau
bentuk bunga dengan warna merah cerah.
Di desa Borsarng, Thailand, setiap bulan Januari selalu diadakan festival payung. Parade
pembuatan payung diselenggarakan bersama parade alat musik kuno, lomba menabuh drum,
tarian rakyat, dan kontes kecantikan. Desa Borsarng memang sudah terkenal dengan seni
pembuatan payungnya sejak 200 tahun yang lalu. Selain itu desa Borsarng juga dikenal sebagai
pembuat payung terbesar di dunia. Di Indonesia kita juga mengenal adanya kota payung. Sudah
lebih dari 75 tahun Tasikmalaya terkenal sebagai pusat pengrajin payung. Mereka lebih sering
membuat payung-payung tradisional Payung-payung dari Tasikmalaya juga sering dipamerkan.
Dari uraian panjang lebar di atas, jelas pada awalnya payung dipakai sebagai alat perlindungan
dari hujan atau terik matahari dan selanjutnya pun sebagai alat fashion. Inilah makna

simbolisasi payung.
Menarik bahwa penulisan kata Jogja pada logo Jogja: Never Ending Asia adalah berdasarkan
tulisan tangan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Huruf J yang panjang digambarkan sebagai
simbol payung atau perlindungan bagi masyarakat Yogyakarta
Lebih jauh lagi simbol payung juga dipakai sebagai simbol bagi para pemimpin untuk
memikirkan masa depan. Payung telah lama (sejak dahulu) memang dikaitkan dengan simbol
kepemimpinan yang mengayomi, symbol kehormatan dan kekuasaan. Hanya keluarga kerajaan
atau pejabat tinggi yang boleh memakai payung
Simbol payung tertutup pada kersi dapur puthut bisa dibilang sebagai symbol kesiap sediaan /
berjaga-jaga terhadap segala yang akan datang dan mengganggu (bagai panas dan hujan)
dan merupakan symbol kepemimpinan, kekuasaan, dan kehormatan. Sedia payung sebelum
hujan, mungkin itu ungkapan yang tepat atas symbol tersebut.
VARIASI BENTUK KERIS DAPUR PUTHUT
Selain bentuk umumnya keris dapur umyang atau puthut kembar sebagaimana di atas, di
kalangan per-keris-an dijumpai pula beberapa versi lainnya. Ada yang dalam bentuk Bethok berrelief Umyang (Bethok buda sebagai ciri dari jaman abad 5), ada yang cuma satu puthut-nya, ada
variasi lainnya yaitu satu sisi puthut / badjang/ umyang dan sisi lainnya macan, umyang-naga
(ada yang menyebut naga pandhita) dsb. (lihat gambar koleksi)
MITOS (SISI ISOTERI) SEPUTAR KERIS DAPUR UMYANG
Di bawah terekam berbagai sharing yang kami kutip dari berbagai sumber dan diskusi tentang
keris dapur umyang dari sisi isoterisnya. Kebenarannya? Wallahualam. Hanya Allah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Memberi dan hanya Allah yang harus ditakuti. La khaola walla khuata
illa billa!.
"Setahu sy tdp 9 jenis Umyang dg khasiyat berbeda. Sedang sy incar, bbrp umyang di jogya,
malang dan lampung. Yg di bantul milik pak jankung Umyang beras( selalu terbukti dapat
memenuhkan gelas berisi bbrp butir beras menjadi penuh dlm kurang dr 5 menit), di sorowajan
jogja ktk sy datangi ke rumah pemilik, malah umyangnya berbahan batu mengandung logam
mirip bethok buda(amat tua, sptnya dr jaman buda sebelum abad 4), umyang jk beraksara mk
termasuk masih muda, paling tua dr jaman majapahit dg besi hitam kelengan spt milik pak MH
di poto.
Di sleman umyang tumbak milik pak nyot super langka. Dr jaman kerajaan Kediri (Daha),
makannya darah manusia, jk ditaruh 1 gelas penuh darah malamnya, mk paginya akan susut
inggal 1/4 kadang 1/2 gelas, khodam 2 raja bajang dr jenis berwarna kuning keemasan.
Bentuknya mirip arca Gupolo tp cebol.
Di Tempel Sleman, umyang milik rekan sepuh sy di sana jk digores silang (X) ke sebidang tanah,
mk si pemilik tanah akan segera minta dibeli tanahnya oleh si penggores.
Di bogor milik sepuh asal jatim, umyang dipake menagih hutang, dg menyuruh khodamnya
mengganggu si penghutang, misal ktk tidur ranjangnya diangkat ingga terbalik, diteror, dsb

hingga dai membayar hutangnya(Umyang Tagih).


Umyang sy bentuk(nya) mirip umyang pak MH yg wana hitam tanpa aksara dr jaman singosari
besi warna abu2 khodam 1 bajang jenis warna hitam yg ganas, sy kembalikan ke pemilik
semula.
Di Purworejo Umyang jk ditarik dr warangka mk sontak listrik rumah padam, kejadian 2x
ditarik 2 kali padam, js Umyang sekaligus Sumpet(Singkir) geni.
Di malang umyang didapat dr benteng pendem cilacap ukuran besar seperti pedang, di mulut
pututnya tdp emas dan matanya tdp batu mirah, di lampung ktk sy telpon pemiliknya sering
bingung dengar suara tangisan bayi di malam hari, semntara jk sawah mrk panen, mk hasilnya
melebihi ukuran normal. Misal 1 hektar sawah umpama panen 4 ton mk doi timbang hasilnya
10-12 ton.
Sdg mencari channel ke seorang pedagang khusus Umyang yg mencari umyang hati, jk
ditusukkan ke hati ayam, mk dlm 1-3 menit hati akan kering, bahkan pecah-rekah. Doi berani
bayar mahal utk itu.
Msh ada umyang msh di alam gaib, di daerah kalasan, suatu saat insyaAllah sy tirakati.
Sekedar sharing info. Konon khabarnya, keris omyang jimbe perawatannya cukup sulit. Artinya,
tidak setiap orang kuat memangku derajat atau sawab yang terkandung pada pusaka ini. Seperti
merawat seorang bayi, siapa saja yang memiliki pusaka jenis ini harus telaten, sabar dan tak
mudah emosi. Selain itu, tak boleh terlambat barang sehari dalam memberi srono/syarat/saji,
jika tak menginginkan yoni pusaka ini marah, dan kemudian menghantam pemiliknya. Sehingga
keris ini tidak cocok dirawat oleh orang yang berwatak berangasan, kasar, suka menang sendiri,
dan tidak peka terhadap perasaan orang lain.
Keris Omyang Jimbe tergolong sulit. Sebab pusaka yang satu ini tidak suka dicampur dgn
pusaka jenis apapun. Dia lebih senang ditempatkan pada tempat yang sepi, bersih, rapi, dan
jauh dari keramaian. Jika dipaksa untuk campur, bukan tidak mungkin pusaka yang selalu basah
akibat tuanya besi baja itu akan marah.
Lebih mengerikan, jika pusaka ini murka, maka yang diserang adalah pemiliknya sendiri. Jika
marah, pemiliknya akan selalu dihantui dengan mimpi buruk, misal mimpi kecelakaan, dikejar
binatang buas. Yang terparah, pemilik akan mengalami stres.
Khasiat Keris Omyang Jimbe : bisa buat menunjang mencari nafkah asal si pemilik nayuh dulu.
Khasiat lain : dapat dipakai untuk menagih utang. Jika si penghutang ngotot tidak mau bayar,
dia bisa gila dan baru sembuh jika hutangnya terlunasi."
PENUTUP
Sebagai penutup, penulis tidak ingin memberikan komentar lebih lanjut, terutama mengenai sisi
subjektif isoteri keris dapur putut ini. Hanya beberapa kutipan weweler dalam bahasa jawa yang
mungkin bisa kita jadikan renungan bersama.
Ing samubarang gawe aja wani mestheake, awit akeh lelakon kang akeh banget sambekalane,
sing ora bisa diduga tumibane. Jer kaya unine pepenget menawa manungsa iku pancen wajib

ihktiyar, nanging pepesthene dumunung ing astane Pangeran Kang Maha Wikan. Mula ora
samesthine yen manungsa iku nyumurupi bab-bab sing during kelakon. Saumpama
nyumurupana, prayoga aja diblakake wong liya, awit temahane mung bakal murihake
bilahi
Yen sira kabeneran katunggonan bandha lan kasinungan pangkat, aja banjur rumangsa
Sapa sira sapa ingsun, tansah ngendelake panguwasane tumindak degsura marang
sapadha-padhane tumitah. Elinga yen bandha iku gampang sirna, lan pangkat sawayahwayah bisa oncat.
Iba becike samangsa wong kang lagi kasinungan kabegjan lan nampa kabungahan iku
tansah eling gedhe ngucap syukur marang Kang Peparing Gesang. Awit elinga yen tumindak
kaya mangkono mau kejaba bisa ngilangi watak jubriya uga mletikake rasa rumangsa yen
wong dilairake ing donya iku sejatine mung dadi lelantaran melu urun-urun tetulung marang
sapadha-padhane titah, mbengkas kasangsaran, munggahe melu ngreksa hayuning jagad.

Anda mungkin juga menyukai