menjadika
n masyarakat awam menganggap keris dapur Puthut
Kembar ini bernama buatan Empu Umyang. Padahal bisa diragukan jika Empu Umyang sendiri
dengan jelas membubuhkan tanda tangan pada karyanya tersebut. Hal yang agaknya tabu
dilakukan untuk orang sekelas Beliau. Terlalu kasar dan mencolok. Katakanlah seorang perlu
menandai karyanya (ciri garap), biasanya dengan bahasa sandi atau simbol ataupun sengkala di
lain bahasa jawa adalah seseorang yang "ngumyang" atau menggigau..tidak sadar. Jadi
sepasang manusia pada dapur umyang tersebut dianggap sebagai prewangan yang membantu
pemilik pusaka tersebut melancarkan maksud-tujuannya. Rasanya logika penamaan ini cukup
masuk akal.
Karena sifat dapur keris Puthut Kembar sebagaimana terurai di atas, maka sangat kuat bahwa
dikalangan pecinta keris, dapur umyang lebih dimaknai sebagai benda isoteris klenik yang
kental denga
n dunia perdukunan. Penggemarnya pun juga
kebanyakan dari kalangan pengusaha atau pedagang. Padahal bila dicermati lebih dalam, kita
bisa menggali banyak nilai filosofis keris dapur puthut kembar ini dibandingkan sekedar
berharap rejeki dari benda mati.
Mari kita coba melihat nilai-nilai tersebut karena keris sebagai hasil karya seni juga merupakan
sebentuk bahasa alat komunikasi. Bahasa adalah sarana yang membawa banyak muatan, baik
muatan komunikasi, karakteristik penutur/pembuat, sampai relasi nilai yang paling substansial.
Bahasa adalah sebuah simbol. Sebagai sebuah bahasa, bentuk dan gambar berbicara menunjuk
tentang lambang/simbolisasi sesuatu yang mempunyai kandungan makna melampaui dirinya
sendiri.
Dalam kaitannya dengan dunia pe-keris-an juga sama halnya. Keris kerap dikatakan juga sebagai
alat penanda jaman / sengkalan suatu masa atau kejadian tertentu. Misal, Keris dengan kinatah
Gajah Singo pada gonjo yang melambangkan sengkalan tahun 1558, pertanda berhasilnya
pasukan Sultan Agung menumpas pemberontakan pragola di Pati, dan beberapa contoh keris
lainnya. Dan sesungguhnya lebih dari itu, keris juga bisa mempunyai maksud pralambang
atau simbolisasi. Dan ini bisa sangat jamak kita temui dalam hampir pada semua keris, termasuk
pada keris dapur Puthut Kembar ini.
gembira, ada yin dan yang. Pada keris dapur puthut, ini bisa kita amati bahwa bentuk wajah
Dengan mendalami arti relief sepasang manusia pada dapur keris tersebut
maka kita akan bisa membedakan arti relief puthut dengan relief umyang. Dengan memahami
dan menghayati arti yang berbeda maka kita akan mempunyai energi yang berbeda pula. Jika
kita condong memahami keris tersebut sebagai bocah ngumyang yang lebih ke urusan rejeki
atau penagihan maka energi kita juga akan lebih kemrungsung akan harta benda. Jika kita
melihat sepasang bocah sebagai puthut yang nyantri / murid maka kita akan lebih bersikap
andhap asor dan mendudukkan diri sebagai murid di hadapan Yang Maha Kuasa, sesama dan
lingkungan jagat yang amat luas ini.
Posisi sikap keduanya sama yaitu sama-sama tangan menengadah ke atas (atau menyembah).
Keduanya sama-sama memohon ke TUHAN YME. Hanya tujuannya yang berbeda karena
spiritualitas yang berbeda. Yang satu memohon pemahaman hidup (sejatining urip) yang
lain memohon jaminan kekayaan harta/materi.
Kapas & Padi
Beringin juga dipandang sebagai simbol pemelihara kehidupan (lingkungan). Deretan beringin
yang mengelilingi Alun-alun Kraton Yogyakarta, kerap dikaitkan dengan keadaan kota
Yogyakarta yang tidak pernah kekeringan, khususnya lingkungan Kraton. Beringin dipercaya
dapat menjaga ketersediaan air di sekitar tempat tumbuhnya. Beringin memiliki kemampuan
untuk menyimpan banyak air lewat akarnya. Tak mengherankan jika beringin turut berperan
terhadap kelestarian lingkungan. Tak pelak, bukti tersebut turut mengusung pernyataan pohon
(beringin) sebagai simbol kehidupan.
Di Bali banyak terdapat pohon beringin yang berdiameter besar dan berumur ratusan tahun serta
berkain hitam putih poleng.Beringin bagi orang Hindu Bali sangatlah penting, selain karena
bisa memberikan keteduhan. Pada jaman kerajaan Bali dahulu, Beringin merupakan waiting area
(tempat menunggu) dan berteduh bagi seseorang sebelum mendapatkan ijin untuk menghadap
raja.
Bagi umat Hindu Bali peranan pohon beringin penting dalam upacara memukur, yang
diselenggarakan biasanya 42 hari setelah ngaben. Jiwa orang yang mati yang telah dibebaskan
dari raga (di-ngaben) untuk sementara tinggal diantara daun dan cabang-cabang pohon beringin.
Selama upacara memukur, jiwa tersebut dibawa turun dari pohon dan kemudian di larung ke
laut sehingga menjadi murni dan kemudian di disemayamkan di tempat suci keluarga
merajan. Mereka menjadi Betara - betari (leluhur yang telah disucikan), yang memberikan
tuntunan kepada keturunannya di dunia.
Pohon beringin juga melambangkan wibawa karena kerap menyimbolkan keangkeran /
kesungkeran suatu tempat yang ada pohon beringinnya. Hal ini karena pengaruh pandangan /
budaya masa animisme. Pohon dianggap sebagai representasi budaya animisme nenek moyang
dan dipercaya memiliki kekuatan gaib. Karena ketergantungan pada alam yang sangat besar,
manusia merasa wajib menghormati dan menjaga keseimbangan alam. Pemujaan terhadap pohon
pun menjadi perwujudannya. Di mata manusia modern, ini terkesan berlebihan. Padahal
menghormati dan memelihara alam meruapakan suatu keharusan jika manusia ingin selamat dan
terhindar dari bencana (alam). Pohon memiliki konteks sosial dan menjadi entitas manusia
prasejarah, yang seharusnya juga tetap menjadi keprihatinan manusia modern untuk
memeliharanya. Tidak mengherankan jika pohon dikeramatkan sampai saat ini.
Beringin juga menjadi lambang kekuatan dan persatuan bangsa.
Payung tertutup
simbolisasi payung.
Menarik bahwa penulisan kata Jogja pada logo Jogja: Never Ending Asia adalah berdasarkan
tulisan tangan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Huruf J yang panjang digambarkan sebagai
simbol payung atau perlindungan bagi masyarakat Yogyakarta
Lebih jauh lagi simbol payung juga dipakai sebagai simbol bagi para pemimpin untuk
memikirkan masa depan. Payung telah lama (sejak dahulu) memang dikaitkan dengan simbol
kepemimpinan yang mengayomi, symbol kehormatan dan kekuasaan. Hanya keluarga kerajaan
atau pejabat tinggi yang boleh memakai payung
Simbol payung tertutup pada kersi dapur puthut bisa dibilang sebagai symbol kesiap sediaan /
berjaga-jaga terhadap segala yang akan datang dan mengganggu (bagai panas dan hujan)
dan merupakan symbol kepemimpinan, kekuasaan, dan kehormatan. Sedia payung sebelum
hujan, mungkin itu ungkapan yang tepat atas symbol tersebut.
VARIASI BENTUK KERIS DAPUR PUTHUT
Selain bentuk umumnya keris dapur umyang atau puthut kembar sebagaimana di atas, di
kalangan per-keris-an dijumpai pula beberapa versi lainnya. Ada yang dalam bentuk Bethok berrelief Umyang (Bethok buda sebagai ciri dari jaman abad 5), ada yang cuma satu puthut-nya, ada
variasi lainnya yaitu satu sisi puthut / badjang/ umyang dan sisi lainnya macan, umyang-naga
(ada yang menyebut naga pandhita) dsb. (lihat gambar koleksi)
MITOS (SISI ISOTERI) SEPUTAR KERIS DAPUR UMYANG
Di bawah terekam berbagai sharing yang kami kutip dari berbagai sumber dan diskusi tentang
keris dapur umyang dari sisi isoterisnya. Kebenarannya? Wallahualam. Hanya Allah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Memberi dan hanya Allah yang harus ditakuti. La khaola walla khuata
illa billa!.
"Setahu sy tdp 9 jenis Umyang dg khasiyat berbeda. Sedang sy incar, bbrp umyang di jogya,
malang dan lampung. Yg di bantul milik pak jankung Umyang beras( selalu terbukti dapat
memenuhkan gelas berisi bbrp butir beras menjadi penuh dlm kurang dr 5 menit), di sorowajan
jogja ktk sy datangi ke rumah pemilik, malah umyangnya berbahan batu mengandung logam
mirip bethok buda(amat tua, sptnya dr jaman buda sebelum abad 4), umyang jk beraksara mk
termasuk masih muda, paling tua dr jaman majapahit dg besi hitam kelengan spt milik pak MH
di poto.
Di sleman umyang tumbak milik pak nyot super langka. Dr jaman kerajaan Kediri (Daha),
makannya darah manusia, jk ditaruh 1 gelas penuh darah malamnya, mk paginya akan susut
inggal 1/4 kadang 1/2 gelas, khodam 2 raja bajang dr jenis berwarna kuning keemasan.
Bentuknya mirip arca Gupolo tp cebol.
Di Tempel Sleman, umyang milik rekan sepuh sy di sana jk digores silang (X) ke sebidang tanah,
mk si pemilik tanah akan segera minta dibeli tanahnya oleh si penggores.
Di bogor milik sepuh asal jatim, umyang dipake menagih hutang, dg menyuruh khodamnya
mengganggu si penghutang, misal ktk tidur ranjangnya diangkat ingga terbalik, diteror, dsb
ihktiyar, nanging pepesthene dumunung ing astane Pangeran Kang Maha Wikan. Mula ora
samesthine yen manungsa iku nyumurupi bab-bab sing during kelakon. Saumpama
nyumurupana, prayoga aja diblakake wong liya, awit temahane mung bakal murihake
bilahi
Yen sira kabeneran katunggonan bandha lan kasinungan pangkat, aja banjur rumangsa
Sapa sira sapa ingsun, tansah ngendelake panguwasane tumindak degsura marang
sapadha-padhane tumitah. Elinga yen bandha iku gampang sirna, lan pangkat sawayahwayah bisa oncat.
Iba becike samangsa wong kang lagi kasinungan kabegjan lan nampa kabungahan iku
tansah eling gedhe ngucap syukur marang Kang Peparing Gesang. Awit elinga yen tumindak
kaya mangkono mau kejaba bisa ngilangi watak jubriya uga mletikake rasa rumangsa yen
wong dilairake ing donya iku sejatine mung dadi lelantaran melu urun-urun tetulung marang
sapadha-padhane titah, mbengkas kasangsaran, munggahe melu ngreksa hayuning jagad.