(Diambil dari Buku BAB DHUWUNG, berbahasa Jawa Krama, oleh Ki Darmosoegito, terbitan
Yayasan Penerbitan Jayabaya, Surabaya, 1989. Diterjemahkan oleh Damar Shashangka)
ari berbagai macam primbon yang saya ketahui, yang runtut (sistematis) hanya primbon yang
berasal dari Kadilangu/Demak, gubahan almarhum Kangjêng Pangeran Wijil. Akan tetapi,
almarhum Kangjêng Pangeran Wijil yang keberapa, hinggga sekarang belum diketahui pasti.
Setahu saya, almarhum Pangeran Jayaprana, yang dimakamkan di Pasar Gêdhe
(Ngayogyakarta), sebelum diangkat sebagai Pujangga di Mataram, juga bergelar
Panêmbahan/Pangeran Wijil. Putra beliau, yang menjabat sebagai Pujangga di jaman Kartasura
awal, juga bergelar Pangeran Wijil (pertama), dimakamkan di Sêtana Nglawihan. Putra beliau,
yang menjabat sebagai Pujangga di jaman Kartasura akhir, juga bergelar Pangeran Wijil (yang
kedua), dimakamkan di Sêtana Gêndok (Bintara-Dêmak). Yang menjabat sebagai Pujangga di
jaman Surakarta awal, yaitu Kyai Jurumartani, dimakamkan di Pêngging, juga bergelar Pangeran
Wijil (yang ketiga). Lantas yang berdiam di Kadilangu, hingga turun temurun sampai kelima,
juga bergelar Pangeran Wijil. Padahal semua sosok yang disebutkan diatas adalah para sarjana
terpelajar dalam hal sastra dan ilmu kebatinan.
Oleh karenanya, saya meyakini, primbon tersebut pastilah memiliki nilai kebenaran yang
tidak bisa serta merta di nafikan begitu saja. Saya meyakini, catatan tersebut dibuat tidak dengan
sembarangan belaka mengingat kredibilitas sang penulisnya.
Menurut isi primbon tersebut, Êmpu yang terbilang paling tua bergelar RAMAYADI,
hidup dijaman SANG PRABHU SRI MAHA DEWA BUDA manakala beliau memerintah
tanah Jawa. Diceritakan, pusaka-pusaka yang dibuat adalah pusaka yang sering terdengar di
jagad pewayangan semacam : Konta, Pasopati, Sarotama, Cakra, Naggala, Trisula, Limpung,
Dhuwung, Cundrik, Waos, Sabêt, Patrêm dan sejenisnya yang sering digunakan sebagai senjata
untuk bertempur. Konon saat membuat tanpa menggunakan peralatan sebagaimana para pandhe
pada jaman sekarang. Tidak mempergunakan api, Palu, Paron, Kikir, Ungkal (Batu asah) dan
semacamnya. Hanya di kepal-kepal, dipijit-pijit bagaikan memijat tubuh manusia, dipanasi
dengan udara yang dikeluarkan dari mulut, didinginkan dengan lidah serta air liur.
ÊMPU RAMAYADI memiliki putra ÊMPU SÊKADI. Pusaka buatannya juga terkenal
ampuh tiada beda dengan pusaka buatan ramandanya.
1. ÊMPU DEWAYASA
2. ÊMPU KI PURBAGÊNI
3. ÊMPU KI ANDONGPURWA
5. ÊMPU KI MUNDHINGBRATA
6. ÊMPU KI BRATALINUWIH
Seluruh putra-putra ini melanjutkan pekerjaan ramandanya. Membuat tosan-tosan aji
yang banyak dipergunakan untuk senjata berperang. Akan tetapi buatan mereka tidak pernah
disebutkan. Malahan kemudian yang tercatat dan terkenal melanjutkan pekerjaan sebagai Êmpu
hanyalah sang cucu. Cucu yang lahir dari putra bungsu (KI BRATALINUWIH), yang lain tidak
diketahui.
2. ÊMPU WINDUNATADI
3. ÊMPU WINDUWIDAGDA
Seluruh keturunan dari enam bersaudara ini, yang terkenal menonjol dalam sejarah Para
Êmpu di tanah Jawa, hanya cucu dari ÊMPU KAJAT SARI.
2. ÊMPU BRAMAKÊDHI
Mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama KYAI SANGGABUMI sedangkan
yang bungsu bernama KYAI MANCA.
1. KYAI KUWUNG tampan dan gagah, tosan aji hasil buatannya berwarna Gêdhah
(Kehijau-hijauan)
2. KYAI ANGGA, kegemarannya bertapa, tosan aji hasil buatannya berwarna hitam
bagai kan gosong.
3. KYAI KÊLÊNG, tosan aji hasil buatannya, bilahnya seperti ada serpihan serutan halus
kayu.
4. KYAI SOMBRO, seorang Êmpu wanita yang terkenal kepiawaiannya. Akan tetapi
tidak mau membuat dhapur (model) baru. Seluruh hasil buatannya hanya sekedar
mutrani (membuat tiruan) seluruh tosan aji hasil buatan saudara-saudara tuanya.
Pusaka hasil buatannya bilahnya juga seperti ada serpihan serutan halus kayu.
ÊMPU KYAI ANGGA dikemudian hari lantas berganti nama KYAI SINGKIR. Sebab
mengapa berganti nama ceritanya adalah sebagai berikut.
Disuatu hari saat KYAI ANGGA tengah mencari inspirasi untuk membuat tosan aji
dengan tingkat kesulitan yang tinggi serta hasilnya kelak bisa memberikan daya kebaikan bagi
sesama, tak diduga mendapatkan wisik dari almarhum eyangnya, KYAI ÊMPU ANJANI, yang
intinya agar supaya saat mengerjakan pembuatan harus berada ditengah samudera. Wisik yang
demikian itu dipatuhi. KYAI ANGGA lantas mengucilkan diri dari masyarakat dan lantas
bertempat tingal disebuah pulau kecil. Mulai saat itulah KYAI ANGGA lantas bergelar KYAI
SINGKIR. Tosan aji hasil buatannya yang terkenal keampuhannya berbentuk dhuwung (kêris),
diberinama SINGKIR GÊNI. Kekuatannya mampu menjauhkan sang pemilik dari bahaya api
dan mampu memadamkan kobaran api.
KYAI KUWUNG mempunyai lima orang putra, semuanya lantas tinggal diwilayah
Tuban, mereka adalah :
1. KI LARASÊMBAGA
2. KI JAKAJATI
3. KI PANITI
4. KI JAKASURATMAN
5. KI SALAETA
Didalam semua catatan primbon yang membahas tentang Dhuwung (Kêris), hasil buatan
lima orang Êmpu ini diberinama awalan ‘Tuban’, contoh ‘Tuban Pamêkti. Hasil garapannya,
bilah terkesan kering dan kesat.
KYAI SINGKIR mempunyai dua orang putra yang terkenal hasil karyanya, yaitu :
1. KYAI MLAYAGATI
2. KYAI CAKRABAWA
1. ÊMPU KALUNGLUNGAN
2. ÊMPU SÊDHAH
2. KI KUMÊNDHUNG
3. KI CANGKRING
4. KI TILAM
KI KÊLÊNG, putra ÊMPU KYAI MANCA, setelah menginjak usia sepuh, berkelana
kea rah timur, berdiam di dusun Pituruh, berganti nama menjadi KYAI WANABAYA. Hasil
buatannya ampuh. Lantas pindah lagi ke pulau Madura, berganti nama KYAI KASA. Setelah di
Madura, hasil tosan aji buatannya kebanyakan digunakan untuk para petani, memberikan
keselamatan dan menjauhkan tanaman dari hama.
2. KI BODAG, tidak tertarik menjadi Êmpu dan memilih menjadi seorang Pandhita
Terletak di Sogokan, terlihat Putih atau Hitam legam mirip gambar mega. Daya perbawanya
BISA DICINTAI BANYAK ORANG.
Senin, 13 Desember 2010
KERIS LUK DHAPUR (MODEL) SANGKÊLAT
Dhapur (Model) SANGKÊLAT. LUK TÊLULAS (Luk Tigabelas). Hiasan Sêkar Kacang,
Lambe Gajah tunggal, Sogokan, Sraweyan, Grênêng dan Ri Pandhan.
Dhapur (Model) KIDANG SOKA. LUK SANGA (Luk sembilan). Hiasan Sêkar Kacang,
Lambe Gajah dobel, Sraweyan dan Ri Pandhan.
Dhapur (Model) Karna Tinandhing, Gandhik dan Sêkar Kacang ada dimuka dan belakang
bilah, memakai Sogokan dan Sraweyan
MEMBUAT DAYA PERBAWA YANG BESAR, COCOK BAGI PARA PEJABAT ATAU
YANG MEMEGANG KUASA.