Anda di halaman 1dari 31

Dokumen Pribadi KRAT.

Priyohadinagoro
Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro
Ricikan Detail Sebuah Keris Pusaka

Ricikan Keris - Seseorang bisa menandai atau menyebutkan nama dhapur


keris apabila ia mengetahui dengan benar nama-nama bagian dari sebilah keris,
karena itu sebelum kita membicarakan soal dhapur keris, kita harus lebih dulu
mengetahui bagian-bagian keris yang menandakan dhapur keris. Sebilah keris yang
lengkap minimal mempunyai 26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing
ricikan memiliki nama. Untuk penamaan ricikan baku sifatnya dan sesuai dengan
pakem. Nama-nama ricikan telah dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.
Dalam perjalanan waktu, bisa dipahami jika terjadi pula kelasahan dalam pengucapan,
gaya bahasa tiap daerah dan pengucapan berdasarkan sinonim, sama maksudnya tetapi
lain penamaannya.

Memahami Makna Pada Bagian-Bagian Keris


Berbicara tentang makna, maka kita akan dihadapkan pada bentuk-bentuk makna itu
sendiri. Perhatian terhadap bentuk-bentuk makna ini sering kita dengar dalam
diskursus-diskursus yang terdapat di dalam ilmu bahasa atau biasa dikenal dengan
nama linguistik. Di sana kita akan menemui banyak sekali penggolongan makna yang
didasarkan atas berbagai variabel yang mengikutinya. Namun demikian cukuplah
kiranya jika dalam tulisan ini kita cukup mencantumkan bentuk makna yang bernama
makna leksikal dan makna kultural. Kedua bentuk makna ini dapat menjadi alat untuk
menjelaskan “makna” yang terkandung dalam bagian-bagian keris.

Mansoer Pateda (2001: 119) menyebutkan bahwa makna leksikal adalah makna kata
ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan
yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca dalam kamus bahasa
tertentu.
Sedangkan makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam
hubungannya dengan budaya tertentu. Untuk mengetahui adanya makna kultural yang
berkembang maka perlu diketahui terlebih dahulu makna leksikalnya.
Berikut tersaji makna leksikal dan kultural pada bagian-bagian keris.
Pada artikel kali ini sengaja diberikan sinonimnya, selain itu ricikan yang dipakai
adalah yang menurut pakem Jawa, terutama Jogyakarta, Surakarta dan sedikit Madura.
Dalam melihat ricikan keris, yang paling utama adalah dibagian sor-soran, berikut saya
jabarkan ricikan keris untuk mempermudah membedakan dhapur suatu keris :

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


1. ANGKUP
a. Makna leksikal :
Makna angkup menurut Poerwadarminta (1939: 16) adalah bungkus dari buah atau
bunga pada waktu masih kuncup. Sedangkan makna angkup yang berkaitan dengan
keris adalah bagian dari warangka yang berbentuk melengkung ke dalam. Jika
dipasangi ukiran maka bagian ini adalah bagian yang dekat dengan ukiran.
b. Makna kultural :
Manusia itu harus andhap asor, yaitu berlaku rendah hati kepada sesama manusia.
Sedangkan kepada Tuhan harus bersikap tawakal. Selalu meningkatkan keimanan dan
ketakwaan. (Arifin, 2006: 328).

2. LATHA

a. Makna leksikal :
Makna latha menurut Poerwadarminta (1939 : 263) adalah: (1) lekukan yang ada di
dagu; (2) tumbuhan yang merambat. Sedangkan makna latha yang berkaitan dengan
keris adalah bagian dari warangka yang terletak dekat dengan ri cangkring. Berbentuk
seperti sebuah cekungan.
b. Makna kultural :
Latha berhubungan dengan kata dilatha yang berarti wajah pengantin yang dihiasi. Hal
ini bermakna, manusia harus dihiasi dengan tindak-tindak yang menyenangkan jika
ingin memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


3. PATRA
a. Makna leksikal :
Makna patra menurut Poerwadarminta (1939 : 477) adalah: (1) daun; (2) surat.
Sedangkan makna patra yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari ukiran yang
berupa cekungan-cekungan yang teratur berbentuk semacam guratan-guratan yang
berpola yang terletak di bagian sudut yang melengkung sebelah atas dan bagian yang
dekat dengan cembungan di bagian bawah.

b. Makna kultural :
Patra merupakan perlambangan dari kawula ‘hamba’ dan Gusti ‘Tuhan’. Gusti
dilambangkan oleh ukiran yang ada di bagian kepala, sedangkan kawula dilambangkan
pada ukiran yang berada di bagian bawah dekat dengan cembungan. Persatuan antara
kawula dan Gusti mewujudkan manusia yang ideal. Manusia yang bisa menjadi contoh
bagi manusia lain. Karena sifat-sifat ketuhanan yang telah melekat pada dirinya. Hal
seperti inilah yang hendaknya dituju oleh semua manusia.

4. MENDHAK
a. Makna leksikal :Makna mendhak menurut Poerwadarminta (1939 : 307) adalah: (1)
agak menunduk sebagai tanda penghormatan; (2) agak turun, agak ambles, berkurang.
Sedangkan makna mendhak yang berkaitan dengan keris adalah cincin keris atau
bagian yang melingkari pesi di antara ganja dan ukiran.
b. Makna kultural :Mendhak memiliki makna bahwa manusia harus berusaha untuk
menundukkan diri pribadi agar dapat menjadi manusia yang sempurna. Mendhak
berarti merendahkan diri (Lumintu, 2004: 26).

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


5. GANDAR

a. Makna leksikal :
Makna gandar menurut Poerwadarminta (1939: 130) adalah: (1) kayu sarung dari keris;
(2) sifat atau bentuk yang baik. Poerwadarminta telah menyebutkan secara eksplisit
tentang makna gandar yang langsung berkaitan dengan keris. Namun, perlu kiranya
untuk dilengkapi lagi. Gandar adalah bagian dari warangka yang berfungsi sebagai
pelindung bilah keris secara langsung. Gandar merupakan suatu selongsong dari kayu
lurus di bawah bentuk perahu dari warangka.
b. Makna kultural :
Gandar adalah perlambangan dari bentuk dedeg pangadeg (bangun suatu badan),
sebagai suatau keadaan yang sudah pinasthi, ditentukan bagi masing-masing manusia
(Arifin, 2006: 328)

6. PENDHOK
a. Makna leksikal :
Makna pendhok menurut Poerwadarminta (1939 : 484) adalah selubung gandar keris
yang terbuat dari perak, emas dan lain sebagainya.

b. Makna kultural :
Suatu pesan moral terhadap manusia, yang
mengandung makna ingkang andhok tata kramanireki
atau yang jelas sikap sopan santunnya (Arifin. 2006:
328). Manusia harus bisa bersopan santun jika ingin
dihargai oleh orang lain.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


7. BUNGKUL
Bungkul atau Sebungkul atau Bonggol. Bentuknya mirip irisan bawang. Bungkul ini
merupakan kelanjutan dari bagian Janur yang bersinggungan dengan bagian ganja.
a. Makna leksikal :
Makna bungkul menurut Poerwadarminta (1939: 54) adalah: (1) bagian yang
menggelembung kecil pada tongkat atau pegangan payung; (2) alat bantu hitung untuk
bawang atau kapas, sedangkan makna bungkul yang berkaitan dengan keris adalah
bagian keris yang terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ganja. Berbentuk
membulat.
b. Makna kultural :
Bungkul merupakan perlambangan tekad yang bulat dan pasti. Ketika sesorang telah
memiliki cita-cita, maka sudah sewajarnya jika cita-cita tersebut diusahakan untuk
dicapai dengan suatu tekad yang bulat serta mantap.

8. GANDHIK
Gandhik merupakan raut muka dari sebilah keris. Ada yang polos, ada yang dilengkapi
dengan Kemang Kacang, Lambe Gajah dll. Gandhik biasanya terletak di bagian depan
bilah keris. Tetapi ada pula yang berada di bagian belakang, antara lain pada dhapur
Cengkrong. Bagian bawah pada Gandhik bersinggungan dengan Ganja.

a. Makna leksikal :
Makna gandhik menurut Poerwadarminta (1939: 131) adalah: (1) batu yang berbentuk
silinder yang dipakai untuk menggerus sesuatu; (2) berjodohan untuk kucing,
sedangkan makna gandhik yang berkaitan dengan keris adalah besi yang menggemuk
dan tebal di bagian muka keris. Gandhik merupakan tempat kembang kacang, jalen,
dan lambe gajah.
b. Makna kultural :
Gandhik melambangkan kepasrahan kepada Sang Maha Pencipta. Manusia diharapkan
membaktikan dan menyerahkan dirinya hanya kepada Tuhan. Bukan kepada benda-
benda yang ada dunia. Sebab Tuhan telah mengetahui apa yang terbaik bagi manusia.

9. GANJA (DIBACA GONJO)


Ada yang terpisah dari bagian bilah, ada pula yang menyatu dan hanya dibatasi
semacam guratan. Ganja yang menyatu dengan bilah disebut Ganja Iras. Ganja ini
sering juga disebut dengan Aring atau Ariang.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


a. Makna leksikal : Makna ganja menurut
Poerwadarminta (1939: 130) adalah: (1) dasar pesi keris
yang lekat dengan bilah; (2) penyangga di ujung pilar.
Poerwadarminta telah menerangkan ganja yang
berkaitan dengan keris. Namun, perlu kiranya untuk
ditambahkan lagi maknanya menjadi bagian pangkal,
dasar, atau alas dari sebuah kerangka bangun suatu
bilah keris, yang secara fisik terlihat bagaikan kerangka
bawah yang berfungsi sebagai pilar dasar dari bilah
keris, yang bentuknya lebih melebar ke depan dan ke
belakang untuk memberi perlindungan kepada tangan si
pemegang keris.
b. Makna kultural : Ganja adalah perlambangan dari wanita, sedangkan
perlambangan pria adalah pesi. Penyatuan antara ganja dan pesi yang membentuk
kesatuan keris secara utuh melambangkan proses kelahiran manusia yang memerlukan
pria dan wanita untuk dapat menjadi manusia.

RAGAM BENTUK GANJA/GONJO

Ganja/Gonjo adalah
bagian pada keris yang
menyatukan bilah dengan
pesinya, sering juga
disebut dasar (alas) bilah.
Pada beberapa keris
ditemui ganja yang
seperti menyatu dengan
bilah, Disebut keris
karena mengikuti aturan
dan kaidah dasar baik itu
bentuk ataupun bahan,
yang disebut PAKEM
antara lain.

GONJO..

Keris sebuah simbol penyatuan dan kesempurnaan antara Ibu bumi bapa Angkasa yang
dilambangkan dg Lingga-Yoni.
Dlm keris , Lingga-Yoni dilambangkan dg Bilah keris dan Gonjo….keduanya wajib
ada dan saling melengkapi.
Klo dalam tombak posisi Gonjo digantikan Methuk.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Dlm Pakem terdapat 2 macam Ganja
1. Ganja Iras, yaitu Bentuk Ganja yg bersatu dg bilah.
2. Ganja Raben/Rabi , yaitu Bentuk Ganja yg terpisah dari bilah dan bisa lepas.

a. Ganja umumnya terdiri dari bagian-bagian ricikan sebagai berikut :


b. Sirah Cecak, bagian depan ganja yg menyerupai kepala cecak.
c. Gulu Meled / Gulu Cecak, menyerupai bagian lehernya cecak.
d. Weteng Cecak, menyerupai bagian perutnya cecak.
e. Kepet Urang, bagian belakang ganja.
f. Kanyut / Buntut Mimi, bagian ekor atau buntut ganja.
g. Greneng, bagian belakang ganja mengarah keatas bilah yang biasanya berisikan
ricikan :
 Ron Dha, menyerupai ornamen pada huruf jawa Dha.
 Ri Pandhan, bagian tengah dari Ron Dha yang meruncing menyerupai duri
daun pandan.
 Tingil, bagian pinggir dari Ron Dha yang runcing melengkung.
 Wuwungan, bagian permukaan ganja yang tetap nampak apabila keris
disarungkan
 Omah-omahan, bagian lubang ganja yang ditembus pesi.

10. GRENENG
Rangkaian beberapa duri kecil di bagian sebelah bawah Wadidang yang terdiri dari Ri
Pandan atau Eri Pandan dan Ron Dha Nunut serta Ron Dha. Ada yang merupakan
Greneng lengkap/utuh dan ada pula Greneng tidak lengkap atau disebut juga Greneng
Wurung, yang bentuknya lebih sederhana.
a. Makna leksikal :
Makna greneng menurut Poerwadarminta (1939 : 162) adalah: (1) sesuatu yang mirip
seperti kaitan kecil; (2) bentuk yang seperti gigi pada hiasan. Sedangkan makna
greneng yang berkaitan dengan keris adalah ornamen berbentuk huruf Jawa dha yang
berderet dan letaknya di bagian bawah ujung ganja, dan sering dibuat rangkap sehingga
terletak sampai ujung bilah keris.
b. Makna kultural :
Greneng merupakan perlambangan dari dada. Karena di dalam greneng terdapat
beberapa bentuk ornamen berbentuk huruf Jawa dha. Sehingga terdapat bacaan dhadha
atau dada dalam bahasa Indonesia. Kaitannya dengan keris, dada merupakan
perlambangan dari kejujuran. Tanpa kejujuran maka manusia pasti akan menemui
kecelekaan dalam hidupnya.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


11. JANUR
Berbentuk alur yang membukit, yang memisahkan Sogokan Depan dengan Sogokan
Belakang. Bagian atas dari Janur ini menyambung ke Ada-Ada, sedangkan bagian
bawahnya menyambung ke Bungkul.

a. Makna leksikal :
Makna janur menurut Poerwadarminta
(1939 : 80) adalah daun kelapa yang
masih muda, sedangkan makna janur
yang berkaitan dengan keris adalah
bentuk yang menyerupai lidi yang berada
di antara sogokan.
b. Makna kultural :
Janur adalah daun kelapa yang masih muda. Lemes. Istilah perkerisan memaknai hal
tersebut sebagai watak yang luwes. Manusia diharapkan memiliki watak yang luwes,
tidak kaku dan suka bermusyawarah.

12. LANDHEP
a. Makna leksikal : Makna landhep menurut Poerwadarminta (1939 : 259) adalah: (1)
tidak tumpul; (2) mudah mengerti; (3) perkataan yang menyakitkan hati. Sedangkan
makna landhep yang berhubungan dengan keris adalah bagian keris yang tajam di sisi
samping.
b. Makna kultural : Bagian sisi keris yang tajam melambangkan penyembahan
kepada Tuhan secara lahir dan batin. Dua sisi tersebut (lahir dan batin) dilambangkan
pada dua sisi yang tajam pada bilah keris. Penyembahan kepada Tuhan harus dilakukan
dengan sebenar-benarnya. Jangan sampai hanya lahir saja tapi batin tidak ikut, begitu
juga sebaliknya. Lahir tanpa batin seperti orang munafik. Sedangkan batin saja tanpa
lahir seperti orang yang kurang sempurna.

13. WADIDANG ATAU WEDIDANG


Wadidang atau Wedidang merupakan bagian tepi sebelah belakang daerah Sor-Soran.
a. Makna leksikal : Makna wedidang menurut Poerwadarminta (1939 : 659) adalah:
(1) diantara lutut dan telapak kaki; (2) otot pada tumit. Sedangkan makna wedidang
yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari bilah keris bagian bawah yang berada
di atas greneng. Bagian ini merupakan bagian belakang dari sebuah keris.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


b. Makna kultural : Makna wedidang secara kultural ternyata memiliki makna yang
sama dengan buntut urang yaitu kita harus mengikuti nasihat guru. Manusia yang
sedang menuntut ilmu hendaknya selalu mengikuti nasihat guru dan patuh kepadanya.
Sebab, apapun yang dikatakan oleh guru pasti untuk kebaikan sang murid. Jadi, jika
ingin sukses maka patuh pada nasihat guru harus dilaksanakan.

14. PESI
Tangkai bilah keris yang terbuat dari bahan yang sama dengan bahan bilah kerisnya,
terletak di bawah ganja. Untuk keris-keris tangguh/buatan pulau Jawa, Bali dan
Lombok, ukurannya cukup panjang, antara 5,5 cm s,d 9 cm. Sedangkan keris buatan
Palembang, Riau, Luwu, Makasar dan Semenanjung Melayu umumnya pendek, antara
4 cm s.d 6,5 cm. Pesi ini sering juga disebut dengan Peksi, Paksi, Puting atau Punting.
a. Makna leksikal :
Makna pesi menurut Poerwadarminta (1939 : 488) adalah: (1) tonjolan dari pisau atau
keris yang masuk pada bagian pegangan; (2) burung. Secara lebih rinci makna pesi
yang berkaitan dengan keris adalah besi yang bundar dan memanjang antara lima
sentimeter hingga delapan sentimeter yang menjadi tangkai keris yang masuk ke dalam
pegangan atau ukiran.
b. Makna kultural :
Pesi merupakan lambang pria, sebagai lawan dari ganja yang merupakan lambang
wanita. Persatuan antara pria dan wanita (pesi dan ganja) telah melahirkan suatu
makhluk yang disebut dengan manusia. Jadi dua jenis manusia itu adalah suatu
keniscayaan yang harus ada demi berlangsungnya kehidupan.

15. PANETES
a. Makna leksikal :
Panetes berasal dari kata dasar tetes yang bermakna: (1) kebal; (2) bentuk krama inggil
dari berkhitan; (3) tindik; (4) pas, persis sama; (5) nyata (Poerwadarminta, 1939 : 604).
Awalan pa- biasa membentuk kata benda. Panetes adalah alat yang digunakan untuk
membuat lubang. Sedangkan makna panetes yang berkaitan dengan keris adalah bagian
bilah keris yang paling ujung atas.
b. Makna kultural :
Panetes merupakan bagian yang tajam pada keris di bagian ujung. Merupakan wujud
dari penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagian yang tajam berarti ketika
menyembah Tuhan, harus dilandasi dengan ketajaman atau kesungguhan.
Penyembahan hanya dilkukan kepada Tuhan.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


16. GODHONGAN
a. Makna leksikal :
Menurut Poerwadarminta (1939: 158) godhong adalah: (1) bagian dari tumbuh-
tumbuhan yang berwujud lembaran hijau dengan pegangan; (2) penutup dari jendela
atau pintu; (3) bagian dari sesuatu yang bersifat melebar. Akhiran -an biasanya
membentuk makna sesuatu yang bersifat seperti. Maka, godhongan dapat kita maknai
sebagai sesuatu yang bersifat seperti daun. Sedangkan makna godhongan yang
berkaitan dengan keris adalah bagian warangka yang terlihat melebar dan tipis seperti
daun.
b. Makna kultural :
Godhongan merupakan suatu perlambang tentang keadaan jiwa manusia yang
merupakan loro-loroning atunggal, antara Gusti dan kawula, sehingga harus
merupakan satu abipraya atau satu tekad, kehendak, dan niat (Arifin, 2006: 328).

17. UKIRAN
a. Makna leksikal :
Ukiran berasal dari kata dasar ukir yang bermakna: (1) gunung; (2) menatah kayu
dengan bentuk tanaman (Poerwadarminta, 1939 : 437). Akhiran -an membentuk kata
benda atau hasil dari proses. Sehingga ukiran bermakna sebagai hasil dari barang yang
telah diukir. Kaitannya dengan keris ukiran bermakna sebagai bagian dari perabot keris
tempat pegangan bilah keris dalam keadaan terhunus dan tempat memasukkan pesi
keris.
b. Makna kultural :
Ukiran menandakan bahwa Tuhan adalah Maha Luhur selalu melebihi apa saja yang
diunggulkan. Hal ini tidak boleh dipungkiri. (Lumintu, 2004: 26).

18. WILAHAN
a. Makna leksikal :
Wilahan bersal dari kata dasar wilah yang berarti: (1) potongan bambu ; (2) besi dari
keris; (3) bagian dari gender, saron, atau gambang yang ditabuh (Poerwadarminta,
1939 : 663). Akhiran -an membentuk kata benda. Secara tersurat Poerwadarminta telah
menyebutkan makna wilahan yang berkaitan dengan keris seperti di atas. Lebih
lengkapnya wilahan adalah bagian terbesar dari wujud bilah keris itu sendiri, tempat
sebagian besar detail keris berada, terletak di atas ganja.
b. Makna kultural :

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Wilahan merupakan lambang penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Suatu
penyembahan yang dilandasi oleh tiga ketajaman, yaitu tajam di ujung (panetes) dan
tajam di kedua sisi (landhep). Tajam diujung berarti hanya menyembah satu Tuhan
sedangkan tajam di sisi merupakan perlambangan bahwa penyembahan kepada Tuhan
harus dengan lahir dan batin. Menyembah satu Tuhan dengan perwujudan lahir dan
batin akan membawa dampak yang luar biasa bagi manusia. Dampak yang terjadi
adalah manusia akan memperoleh ketenangan. Baik ketenangan lahir maupun
ketenangan batin. Kedua hal tersebut nantinya akan dapat menjadi modal dasar untuk
membentuk kehidupan manusia dengan lebih baik. Tidak ada lagi permusuhan di
antara manusia karena yang dituju hanyalah kedamaian dan keselarasan dengan Tuhan
dan manusia.

19. BLUMBANGAN
Blumbungan atau Pejetan atau Pijetan, merupakan daerah lekukan di belakang bagian
Gandhik. Keris-keris yang terbilang garapan baik, bentuk blumbangan ini digarap
dengan manis.
a. Makna leksikal :
Makna blumbangan menurut Poerwadarminta (1939: 50) adalah iket atau kemben yang
hiasan batiknya hanya ada di tepi kain, sedangkan makna blumbangan yang berkaitan
dengan keris adalah bagian yang cekung di belakang gandhik.
b. Makna kultural :
Manusia diharapkan mampu untuk menampung berbagai macam persoalan. Ketika
banyak sekali masalah yang dihadapi, maka tidak serta merta berputus asa dan
menyerahkan semuanya kepada keadaan. Tapi yang dilakukan adalah bersabar serta
menyerahkan semua urusan kepada Tuhan. Namun tetap harus ada usaha untuk
menyelesaikan persoalan tersebut.

20. SOGOKAN DEPAN


Sogokan Depan, relatif lebih dalam dibandingkan dengan alur Tikel Alis, letaknya di
belakang Tikel Alis. Bagian bawah Sogokan Depan langsung menyambung dengan
Blumbangan atau Pejetan.
a. Makna leksikal :
Makna sogok menurut Poerwadarminta (1939 : 578) adalah: (1) segala sesuatu yang
agak panjang digunakan untuk mengorek; (2) kunci; (3) bengis. Akhiran -an
membentuk kata benda, sehingga sogokan adalah alat yang digunakan untuk mengorek

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


(menyogok), sedangkan makna sogokan yang berkaitan dengan keris adalah bagian
keris yang membujur seperti parit, memanjang terletak di depan dan di belakang janur.
b. Makna kultural :
Sogokan berbentuk alur yang mengarah ke atas seakan mendesak bilah. Hal ini
melambangkan manusia hendaknya selalu berusaha untuk mencari tahu tentang ilmu.
Karena ilmu itu begitu luas dan tidak ada habisnya, maka kita harus selalu dengan
tekun untuk menuntut ilmu.

21. SREWEHAN
Srewehan merupakan bagian melandai di belakang Sogokan sampai ke bagian
Greneng. Srewehan disebut juga dengan istilah Sraweyan, Sarewehan atau Sreawahan.
a. Makna leksikal :
Makna sraweyan menurut Poerwadarminta (1939 : 581) adalah: (1) terlihat berumbai-
rumbai; (2) bergerak-gerak tangannya melambai, sedangkan makna sraweyan yang
berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang bentuknya tebalan melandai yang
terletak di belakang sogokan paling belakang sampai ke greneng.
b. Makna kultural :
Sraweyan dikatakan sebagai orang yang suka usil mencari-cari cacat atau kekurangan
orang. Hal ini mengingatkan manusia agar tidak mencari keslahan atau cacat orang
lain, karena kita sendiri pun masih penuh dengan kesalahan dan cacat yang tidak
diketahui oleh orang lain.

22. ADA-ADA 
Ada-Ada atau Sada, bisa dikatakan merupakan garis tengah dari bilah keris, yang agak
menonjol dari permukaan bilah keris. Dengan mengamati bentuk potongan melintang
bilah keris, terutama bagian Ada-Ada, maka kita bisa membedakan bilah keris yang
Ngadal Meteng atau Nggingir Lembu.
a. Makna leksikal :
Makna ada-ada menurut Poerwadarminta (1939: 1-2) adalah: (1) serat yang tegak pada
daun; (2) bagian untuk pegangan pada bulu; (3) alat untuk menopang; (4) tanda dalam
sistem penulisan aksara Jawa; (5) memulai melakukan sesuatu yang belum pernah ada;
(6) pendapat yang pertama kali; (7) suluk dalam pertunjukan wayang. Sedangkan
makna ada-ada yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari bilah keris yang berada
di bagian tengah. Dimulai dari arah pangkal keris sampai ujung keris.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


b. Makna kultural :
Manusia harus berhati-hati di dalam segala tindakannya. Tanpa kehati-hatian yang
dilakukan maka akan menyebabkan kejelekan dan kecelakaan bagi manusia. Manusia
harus berjalan tepat pada jalurnya. Jalan yang lurus yaitu jalan yang telah digariskan
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahasa Jawa mengenal kata ada-ada sebagai ‘sesuatu
gagasan yang baru’. Oleh karena itu, ada-ada juga dapat dimaknai hendaknya manusia
selalu memiliki inisiatif dalam hidupnya, supaya semakin kreatif dan akhirnya dapat
membawa kemajuan bagi lingkungan sekitar

23. WARANGKA
a. Makna leksikal :
Makna warangka menurut Poerwadarminta (1939 : 669) adalah: (1) penjara; (2) kayu
sarung keris dan tombak.
b. Makna kultural :
Wrangka ladrang terbuat dari kayu. Istilah kayu diambil dari penggunaan kata bahasa
Arab yakni syajaratul yakin (pohon keyakinan), yang mengandung kepastian bahwa
hidup itu tidak mati.

WARANGKA KERIS
Tak hanya keris yang dikenal mempunyai ricikan atau detail tiap bagian.
Warangka keris Jawa sebagai pakaian/ sandhangan keris juga memiliki berbagai
ricikan yang membedakan antara satu bentuk dengan benthuk lainnya. Berikut
uraian ricikan dari warangka keris gaya Surakarta:
 

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Dalam uraian ini, warangka keris yang dimaksudkan adalah warangka gaya jogja dan
gaya solo sebagai representasi utama perkembangan keris di Jawa. Ada empat macam
jenis warangka di daerah Surakarta dan Yogyakarta beserta wilayah kebudayaannya
yang dikenal,yaitu warangka model sandhang walikat, penanggalan (wulan
tumanggal), ladrang atau branggah, dan gayaman. Dalam perkembangannya, pecinta
tosan aji lebih banyak memakai model ladrang/branggah dan gayaman baik gaya Jogja
maupun Surakarta (solo).
Berikut contoh ragam warangka gaya Jogja dan Surakarta:

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro
Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro
Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro
Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro
*Referensi:
Haryono Haryoguritno, Keris Jawa Antara
Mistik dan Nalar, Jakarta:
PT Indonesia Kebanggaanku, 2006.

24. RI CANGKRING
a. Makna leksikal :
Makna ri menurut Poerwadarminta (1939 : 529) adalah: (1) duri yang ada di pohon; (2)
tulang pada ikan yang tajam-tajam; (3) hari; (4) adik; (5) di, ketika, oleh, sedangkan
cangkring adalah pohon sebangsa dhadhap yang mempunyai duri (Poerwadarminta,
1939 : 626). Jadi, ri cangkring secara harfiah berarti duri pohon cangkring. Makna ri
cangkring yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari warangka berada di samping
latha. Berbentuk seperti duri yang keluar dari sisi samping warangka
b. Makna kultural :
Ri cangkring berarti pundak (Lumintu, 2004: 25). Manusia harus mampu memikul
semua tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepadanya, yaitu sebagai pemimpin
di dunia ini. Minimal menjadi pemimpin bagi diri sendiri.

25. BUNTUT URANG


a. Makna leksikal :
Makna buntut menurut Poerwadarminta (1939: 53) adalah: (1) bagian tubuh hewan
lanjutan dari tulang belakang; (2) perkara yang menyusul. Sedangkan urang adalah
udang. Maka, buntut urang bermakna ekor dari udang. Selain itu, Poerwadarminta juga
menyebutkan bahwa buntut-urang memiliki arti berupa rambut yang berada di tengkuk

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


(1939: 53). Makna buntut urang yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari ganja
yang berada paling ujung belakang.
b. Makna kultural :
Buntut urang bermakna kita harus mengikuti nasihat guru. Manusia yang sedang
menuntut ilmu hendaknya selalu mengikuti nasihat guru dan patuh kepadanya. Sebab,
apapun yang dikatakan oleh guru pasti untuk kebaikan sang murid. Jadi, jika ingin
sukses maka patuh pada nasihat guru harus dilaksanakan.

26. GULU MELED


a. Makna leksikal :
Makna gulu menurut Poerwadarminta (1939 : 154) adalah: (1) bagian badan manusia
antara kepala dan tubuh; (2) bagian yang mengecil untuk kendi, botol, dan lain
sebagainya; (3) laras bilah gamelan yang kedua. Sedangkan meled bermakna keluar
lidahnya (Poerwadarminta, 1939 : 301). Jadi, gulu meled dapat diartika sebagai leher
yang menjulur keluar. Makna gulu meled yang berkaitan dengan keris adalah bagian
dari ganja yang berada di belakang sirah cecak sebelum bagian yang menggembung di
bagian tengah ganja.
b. Makna kultural :
Gulu meled secara harfiah bermakna leher yang atau leher terjulur yang memanjang.
Istilah lain dalam bahasa Jawa adalah manglung ‘menunduk’ (Poerwadarminta, 1939 :
294). Hal ini senada dengan ungkapan dalam dunia pewayangan yang berbunyi :
“nganglungaken jangga, nilingaken karna“. Kurang lebih bermakna leher memanjang
(menunduk) telinga dipasang. Hal ini berarti seseorang yang melakukan itu sedang
benar-benar meperhatikan lawan bicaranya. Gulu meled memberikan kita contoh
bahwa sebagai seorang manusia kita harus dapat mendengarkan pendapat orang lain,
dan menghargai pendapat yang berbeda dengan kita.

JALU MEMET
Merupakan tojolan runcing pada bagian paling bawah dari Gandhik, paling dekat
dengan Ganja.

27. KEMBANG KACANG


Kembang Kacang atau Tlale Gajah atau Belalai Gajah, bentuknya memang mirip
dengan namanya. Bentuk Kembang Kacang ada beberapa macam yaitu : Gula Milir,
Bungkem, Nguku Bima dan Pogok.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


a. Makna leksikal :
Makna kembang menurut Poerwadarminta (1939 : 205) adalah calon buah yang
umumnya mempunyai lembaran, tangkai sari, bakal buah, serta indah bentuknya.
Sedangkan kacang adalah salah satu jenis tumbuhan yang buahnya ada yang di dalam
tanah juga ada yang menggantung berjulur-julur panjang berwarna hijau. Jadi,
kembang kacang dapat diartikan sebagai bunga dari tumbuhan kacang. Makna
kembang kacang yang berkaitan dengan keris adalah bagian keris yang berada pada
gandhik yang berbentuk seperti belalai gajah, berada di atas lambe gajah.

b. Makna kultural :
Kembang kacang yang akan menjadi buah pasti merunduk, lalu putiknya menjadi isi.
Ilmu perkerisan mengartikan sebagai manusia yang memiliki ilmu lebih tidak akan
berlaku sombong, malah akan selalu menunduk.

MENGENAL RAGAM BENTUK KEMBANG KACANG PADA KERIS

Kembang Kacang atau Telale Gajah atau Akar Kacang adalah nama bagian yang
terlihat seperti bunga kacang atau Belalai Gajah. Di Semenanjung Malaya, Brunei,
Sarawak, Sabah, Palembang, Pontianak, dan Riau, bagian ini disebut belalai gajah.
Bunga kacang adalah salah satu fragmen kepala, yang selalu menempel di puncak
Gandik di depan sor-soran di bagian atas. Bunga kacang biasanya memiliki jalen di
bawah lengannya. Di bawahnya biasanya terdapat lambe gajah dan jalu memet.
Tidak semua Keris memiliki bunga kacang. Banyak juga keris yang tidak
menggunakan Kembang Kacang atau bunga kacang, Keris yang tidak mempunyai
kembang kacang disebut keris gandik Lugas atau gandik polos.
Meskipun bentuknya biasanya sama, ada banyak variasi dalam bentuk bunga kacang,
yaitu: nguku bima, pogok, gula milir, malik atau bungem, nyunti atau nggelung
wayang dan ghatra, sedangkan bunga kacang yang patah atau bunga kacang yang
rusak, biasa disebut pugut.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


28. LAMBE GAJAH
Lambe Gajah atau Bibir Gajah merupakan dua tonjolan runcing, atas bawah, pada
bagian Gandhik, dekat dengan ujung Kembang Kacang. Walaupun kebanyakan Lambe
Gajah ini rangkap dua, namun ada pula keris yang hanya memiliki satu Lambe Gajah.

a. Makna leksikal :
Makna lambe menurut Poerwadarminta (1939 : 258) adalah: (1) tepi dari mulut; (2)
tepi dari cangkir, piring dan sebagainya; (3) tepi dari jurang, perahu, sumur, dan
sebagainya; (4) perkataan, sedangkan gajah adalah hewan yang memiliki belalai dan
gading. Lambe gajah secara harfiah berarti bibir dari gajah. Makna lambe gajah yang

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


berkaitan dengan keris adalah bagian dari keris yang berada di gandhik di sebelah
bawah kembang kacang. Wujudnya berupa tonjolan seperti bibir. Beberapa keris ada
yang memilikinya lebih dari satu buah.
b. Makna kultural :
Lambe gajah adalah untuk berbicara. Maka dalam arti perkerisan,manusia diharapkan
berhati-hati dalam berbicara dan mengeluarkan tutur kata. Kata-kata yang keluar tidak
dengan pertimbangan, dapat menyebabkan suatu hubungan di antara sesama manusia
menjadi tidak baik. Maka sudah menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk menjaga
semua perkataannya, dalam rangka memayu hayuning bawana, menjaga keseimbangan
dunia.

29. SIRAH CECAK


a. Makna leksikal :
Makna sirah menurut Poerwadarminta (1939 : 565) adalah: (1) kepala; (2) alat bantu
hitung untuk manusia; (3) sumber air yang besar, sedangkan cecak adalah: (1) hewan
sebangsa tokek tetapi kecil; (2) titik; (3) bentuk diakritik dalam sistem penulisan aksara
Jawa (Poerwadarminta, 1939 : 636). Sirah cecak secara harfiah berarti kepala cicak.
Makna sirah cecak yang berkaitan dengan keris adalah bagian paling depan dari sebuah
ganja. Jika dilihat dari arah pesi, terlihat seperti kepala cicak. Dunia perkerisan Jawa
juga mengenal istilah lain dari sirah cecak yang mengacu pada referen yang sama yaitu
endhas cecak.
b. Makna kultural :
Sirah cecak melambangkan kepala. Kepala adalah tempat berfikir bagi manusia.
Seorang manusia yang baik hendaknya suka menggunakan pikirnya untuk
menyelesaikan masalah. Suka belajar, dan menerima ilmu atau petuah-petuah.

30. TIKEL ALIS


Sebuah alur melengkung seperti Alis, mulai dari atas Gandhik ke atas, dengan panjang
sekitar 3,5 cm. Alur Tikel Alis ini tidak sedalam alur Sogokan.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


a. Makna leksikal :
Makna tikel menurut Poerwadarminta (1939 : 605) adalah: (1) patah; (2) tekuk; (3)
rangkap, sedangkan alis adalah rambut di atas mata (Poerwadarminta, 1939 : 7). Tikel
alis sendiri, menurut Poerwadarminta adalah alis yang bertemu (1939 : 605). Makna
tikel alis yang berkaitan dengan keris adalah bagian dari keris yang terletak di atas
blumbangan di depan sogokan yang berwujud alur pendek.
b. Makna kultural :
Tikel alis berarti alis yang bertemu. Suatu pertanda orang yang sedang berpikir atau
sedang keheranan. Hal ini bermakna bahwa manusia harus selalu bersikap penuh tanda
tanya terhadap segala sesuatu. Artinya selalu bersikap waspada.

31. SEBIT LONTAR


a. Makna leksikal :
Makna sebit menurut Poerwadarminta (1939 : 551) adalah robek. Sedangkan lontar
adalah daun tal yang pada waktu dahulu digunakan sebagai media untuk menulis
(Poerwadarminta, 1939 : 282). Jadi, sebit lontar secara harfiah bermakna robekan daun
tal. Makna sebit lontar yang berkaitan dengan keris adalah bagian ganja yang melandai
ke bawah di bagian ekor.
b. Makna kultural :
Sebit lontar berbentuk melingkar menurun ke bawah. Seperti air yang memancur. Hal
ini bermakna manusia yang baik adalah manusia yang selalu mengamalkan ilmunya
kepada orang lain. Jika ada kesulitan di pihak lain, maka kita bersedia untuk
menolongnya sesuai dengan kemampuan kita.

32. PAMOR
a. Makna leksikal :
Pamor adalah : (1) campuran, hal bercampur, bercampur jadi satu ; (2) logam putih
yang ditempa pada pada keris, tombak dan sebagainya yang berwujud motif
bermacam-macam (Poerwadarminta, 1939 : 462).
b. Makna kultural :
Secara kultural makna pamor disesuaikan dengan nama pamor tersebut. Seperti contoh
pamor yang sering keluar di dalam sebilah keris adalah pamor wos wutah. Pamor
Pamor wos wutah melambangkan kesejahteraan dalam hal keduniaan. Seorang pemilik
keris diharapkan ketika memiliki keris dengan pamor wos wutah, maka kehidupannya
akan tercukupi semua.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


JENGGOT
Jenggot atau Janggut merupakan beberapa tonjolan tajam di bagian dahi Kembang
Kacang. Jumlah tonjolan ini umumnya 3 buah.

JALEN
Jalen merupakan tonjolan tajam, hanya sebuah, persis di ketiak Kembang Kacang. Ada
sebagian yang berpendapat, yang disebut Jalen merupakan Jalu Memet, begitu juga
sebaliknya. Memang dalam buku-buku kuno terdapat perbedaan pendapat, tidak ada
alasan yang kuat untuk membenarkan salah satu pendapat atau menyalakan pendapat
lainnya.

LIS-LISAN
Lis-Lisan atau Elis, merupakan garis batas sepanjang tepi bilah, dari atas Kembang
Kacang atau Gandhik ke atas ujung bilah, melingkar turun ke bawah sampai ke dekat
Greneng. Garis batas ini merupakan sudut tumpul dan merupakan batas daerah Gusen.

GUSEN
Gusen adalah daerah sempit sepanjang tepi bilah yang dibatasi oleh tepi bilah yang
tajam, dengan garis Lis-Lisan.

KRUWINGAN
Kruwingan atau Keruwingan merupak garis yang mendampingi Lis-Lisan, dalam jarak
sekitar 1 cm. Kruwingan ini ada yang sampai ke dekat ujung bbilah, ada pula yang
hanya setengah panjang bilah saja.

SOGOKAN BELAKANG
Sama seperti Sogokan Depan, hanya letaknya di bagian belakang, bersebelahan dengan
Janur. 

RON DHA NUNUT


Ron Dha Nunut adalah rangkaian beberapa duri kecil di bagian Wadidang yang seolah
membentuk huruf Dha menurut abjad Jawa. Letaknya di bagian sebelah bawah dari
Wadidang.

TUNGKAKAN

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Bagian yang melengkung yang membatasi bagian buntut ganja dengan bagian bilah
keris sebelah bawah paling pojok.

RI PANDAN
Ri Pandan atau Eri Pandan, berujud seperti duri yang meruncing di antara Ran Dha dan
Ron Dha Nunut atau antara dua buah Ron Dha.

KANYUT
Terletak di bagian ekor dari Ganja, wujudnya seperti duri tetapi biasanya agak
melengkung ke atas, tepat di Buntut Urang dari Ganja.

THINGIL
Berbentuk duri tumpul, lebih besar dari ukuran duri-duri pada Ri Pandhan atau Ron
Dha. Kalau memakai Thingil, maka keris itu tidak memakai Greneng.

PUNDHAK SETEGAL
Pundhak Setegal atau Pundhak Sategal , bentuknya merupakan duri yang ukurannya
lebih besar dari Thingil, mirip dengan kelopak bunga yang mencuat ujungnya keluar
dari tepi bilah keris. Pundhak Sategal ini harus sepasang, yaitu di bagian depan dan di
bagian belakang.

SIMPULAN
Makna leksikal pada istilah-istilah tersebut menunjuk pada keterangan letak istilah tersebut di
dalam bilah keris, sedangkan makna kultural yang terkandung pada istilah-istilah ini sebagian
besar berisikan ajaran-ajaran luhur bagi manusia untuk dapat berlaku dan bertindak di dalam
dunia ini agar tercapai keselamatan dan dapat menggapai kesuksesan di dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka
Abdul Chaer dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Arifin, MT. 2006. Keris Jawa Bilah Latar Sejarah hingga Pasar. Jakarta : Hajied Pustaka.
Bambang Harsrinuksmo. 2008. Ensiklopedi Keris. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Deddy Mulyana. 2005. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Haryono Haryoguritno. 2006. Keris Jawa antara Mistik dan Nalar. Jakarta : PT Indonesia
Kebanggaanku.
_______. tt. “Keris antara Mitos dan Realita” dalam Ilmu Keris Seri 1. Yogyakarta : Pametri Wiji.
Heru Pratignya. 2010. “Padhuwungan” dalam Kawruh Sepala Babagan Panatacara Pamedhar
Sabda Lumantar Pawiyatan. Salatiga : Dewan Pengurus PERMADANI Kota Salatiga.
Imam Sutardjo. 2008. Kajian Budaya Jawa. Surakarta : Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Khaidir Anwar. 1995. Beberapa Aspek Sosio-Kultural Masalah Bahasa. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya Bagian II Jaringan Asia (edisi terjemahan oleh
Winarsih Partaningrat Arifin, et.al). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Lumintu, S. 2004. “Sekilas tentang Wrangka dan Etika Keris” dalam Ilmu Keris. Yogyakarta :
Pametri Wiji.
Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal edisi kedua. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Poerwadarminta, WJS. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: JB Wolters Uitgevers Maatschappij.
Soemodiningrat. 1976. “Kerisologi” dalam Dhuwung Warni-warni Yayasan Sastra Surakarta.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Tjaroko HP Teguh Pranoto. 2007. Spiritualitas Kejawen. Yogyakarta : Kuntul Press.

Ricikan Keris dan Maknanya


Makna Spiritual dalam Ricikan Keris - Ricikan keris, selain merupakan elemen
estetik yang mempercantik penampilan keris, sebenarnya mengandung banyak
makna. Dalam ricikan ada pesan dan pengharapan yang berkaitan erat dengan
hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta, Tuhan yang
Maha Esa.

Tak dipungkiri bahwa keris memiliki makna sendiri bagi masyarakat Indonesia pada
umumnya. Selama ini sebilah keris dimaknai sebagai simbol keabadian yaitu
bersatunya lelaki (pesi) dan perempuan (gonjo) atau juga bersatunya bapa angkasa
(pamor dari langit) dan ibu pertiwi (wesi). 

Bahkan pemaknaan warongko manjing curigo manjing warongko (warangka yang


membungkus bilah keris, dan bilah keris yang masuk dalam warangka) merupakan
manifestasi dari ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti yang benyak diugemi oleh
masyarakat Jawa pada khususnya. Inti ajarannya adalah
bahwa rasa sejati manusia sesungguhnya harus
mencerminkan kehendak Tuhan yang Maha Esa.  

Menyangkut ricikan keris yang lebih detil, sebenarnya juga


dibuat dengan landasan kepasrahan kepada Dzat Pencipta
yang Maha Agung. Mengapdi dan menyembah kepada Sang
Pencipta. Seperti yang sudah dipahami selama ini
bahwa pesi merupakan simbol lelaki, gonjo adalah simbol

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


perempuan, maka wilah atau bilah keris merupakan lambang panembah jati kepada
Tuhan. Wilah yang meruncing ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu
mengerucut ke atas, menyiratkan bahwa manusia harus selalu mengerucut olah batin-
nya menuju kepada cahaya Allah yang benderang. Sementara sisi tajam di samping
kanan-kiri bilah menyiratkan bahwa dalam menyembah harus menggunakan tatanan
lahir dan batin atau syariat dan marifat.

Ada-ada-yang membentuk garis tengah dari atas sogokan menuju ke ujung keris
adalah peringatan agar manusia dalam bertindak harus selalu berhati-hati. Ini artinya
perilaku manusia menjadi hal yang utama. Lis atau Gusen merupakan pengambaran
hawa nafsu. Bungkul adalah lambang tekad yang sudah bulat.  Tekad untuk
menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik atau tekad untuk mencari ilmu yang
bermanfaat. Dalam kebulatan tekad itu, manusia juga harus memiliki landasan bati
yang luas yaitu kesediaan untuk memaafkan kesalahan orang lain dan dirinya sendiri.
Landasan ini dilambangkan dalam blumbangan yang berarti kesabaran.

Ricikan janur yang terletak di antara sogokan merupakan nasehat agar manusia mesti


bersifat luwes dan tidak kaku. Sebagai makhluk yang selalu menyembah kepada Allah
SWT, manusia harus bersikap toleran kepada sesamanya-termasuk dalam perbedaan
beragama. Greneng yang berbentuk dua huruf Jawa "dha" yang bisa
dibaca "dhadha" bisa diartikan kejujuran. Seperti ada ungkapan lama : iki dadaku,
endi dadamu? (ini dadaku, mana dadamu?), maka greneng melambangkan orang yang
bicaranya selalu jujur dan terus terang.

Ricikan thingil memberi gambaran agar manusia itu mesti rendah hati dan tak suka
pamer. Bila memiliki kelebihan ilmu, seharusnya tak perlu ditonjol-tonjolkan, karena
kalau memang berilmu, nantinya juga akan dikenal orang lain. Sogokan mencerminkan
tetang seseorang yang selalu ingin mengetahui tentang kebenaran sejati. Jadi manusia
diharuskan untuk mengungkapkan tentang kebenaran, bukan hanya sekadar tahu
sebatas kulit luarnya  saja. Namun dalam mencari  dan mencoba mengungkapkan
kebenaran itu, manusia harus selalu waspada-berhati-hati agar tak merugikan manusia
lain yang tak bersalah. Tikel alis dimaknai sebagai lambang kewaspadaan.

Sementara salah satu ricikan keris yang paling terkenal sekar kacang (kembang
kacang) merupakan imbauan agar manusia meniru dan memakai ilmu padi : semakin
berisi semakin menunduk. Kerendahan inilah yang selalu diingatkan karena manusia

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro


mudah tergelincir dalam sikap sombong dan arogan. Kedua sikap ini gampang
menjatuhkan manusia dalam alam kebejatan dan kenistaan. 

Gandhik menjadi cermin kapasrahan kepada Tuhan yang Maha Esa. Bentuk Gandhik
yang agak miring merupakan lambang ketundukan hati terhadap Sang Pencipta.
Dengan rasa yang selalu pasrah kepada Sang Ilahi, maka manusia akan lebih berhati-
hati dalam berbicara. Semua ucapannya sudah dipikirkannya terlebih dahulu. Kehati-
hatian dalam berbicara ini di dalam keris dilambangkan sebagai lambe gajah.
Manusia akan bisa menjalankan semua ajaran yang dicerminkan dalam bentuk-bentuk
ricikan keris itu bila hati dan pikirannya dalam bentuk-bentuk ricikan keris itu bila hati
dan pikirannya bersedia menerima nasihat luhur. Kesediaan menerima nasihat ini
dilambangkan dalam bentuk sirah cecak pada gonjo. Sementara perhatiannya terpusat
dengan seksama kepada orang pandai yang sedang memberi nasihat luhur kepadanya.
Perhatian yang terfokus inilah disimbolkan oleh para empu keris dalam bentuk gulu
meler-nya. Setelah menerima semua nasihat itu, yang bersangkutan akan mengikuti
semua nasihat gurunya itu - dilambangkan dalam bentuk buntut urang yang terakhir,
setelah semua langkah dipenuhi, makan manusia harus mengamalkan ilmunya yang
telah diperolehnya itu. Seharusnya mengamalkan ilmu ini dimaknakan dalam bentuk
sebit ron lontar.

Jadi pada dasarnya, ricikan keris merupakan lambang-lambang pengharapan dan doa
bagi manusia yang mau ngugemi.

Oleh : Teguh Iman Santosa (Majalah Keris)


Bahan : Diolah dari Serat Purbobudoyo, Minggiran Yogyakarta

Dokumen Pribadi KRAT. Priyohadinagoro

Anda mungkin juga menyukai