2443019147
PROGRAM STUDI S1
FAKULTAS FARMASI
2023
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK ETANOL
UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum linn.) DAN EKSTRAK
ETANOL KULIT BAWANG PUTIH TERHADAP KEMATIAN LARVA
Aedes aegypti
PROPOSAL
OLEH:
FARIZA MAULINA ANDANI
2443019147
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Penguji
PENDAHULUAN
Penyakit akibat virus seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DengueHemorragic
Fever (DHF) menjadi permasalahan kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian
serius. Dengan ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, karena merupakan
vektor pembawa penyakit DBD walaupun beberapa spesies diluar Aedes sp. juga dapat
berperan sebagai vector tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vector utama dalam penyebaran
penyakit DBD (Ula dan Mizani, 2022). Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Arthrophod borne virus dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot, dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, dan trombositopenia.
Para peneliti memperkirakan siklus 5 tahunan Demam Berdarah Dengue (DBD) akan
mencapai puncaknya pada 2015. Penyakit yang tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia
awalnya masuk sebelum 2011. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
jumlah kasus penderita DBD dari tahun 2016 hingga 2022 berfluktuatif, dimana terjadi
peningkatan yang tinggi ditahun 2016 dengan jumlah kasus 204.171 selanjutnya kasus
penderita DBD mengalami penurunan ditahun 2017 dan 2018 yaitu sebesar 68.407 dan 65.602.
Tahun 2019 jumlah kasus DBD mengalami peningkatan kembali yaitu sebesar 138.127
penderita, kemudian terjadi penurunan dari tahun 2020 hingga 2022 yaitu sebesar 103.509,
71.044 dan 13.776. Kasus DBD hingga 20 Februari 2022 menyebabkan kematian hingga 145
kasus (Sagala dan Asshegaf, 2022).
Melihat adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh Aedes aegypti tersebut maka
perlu dilakukan pengendalian. Pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan
secara kimia maupun hayati. Cara yang efektif adalah dilakukan pemberantasan nyamuk
dewasa dan larvanya dengan menggunakan larvasida. Larvasida merupakan golongan dari
pestisida yang dapat membunuh serangga belum dewasa atau sebagai pembunuh larva. Saat ini
banyak dilakukan penelitian dan pengembangan larvasida alami atau yang lebih ramah
lingkungan. Hal ini dikarenakan penggunaan insektisida kimia seperti abate berbahan aktif
temephos. Bahan tersebut walaupun memiliki efektivitas yang tinggi, akan tetapi berdampak
seperti keracunan bahan kimia yang dapat menyebabkan penyempitan bronkus, kejang
diafragma, kejang otot pernafasan, dan semakin sering menggunakan abate dapat menyebabkan
peningkatkan resisten nyamuk atau serangga sasaran (Dinata, Tinni dan Asep, 2017).
Hal ini juga menandakan bahwa manusia mampu dalam memanfaatkan dan juga
mengelola nilai-nilai potensial dari sumber daya alam sendiri guna untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya sendiri. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai larvasida sangatlah
banyak dan juga beragam, salah satunya menggunakanumbi bawang putih (Allium sativum L.)
dan limbah kulit bawang putih. Sehingga dengan inovasi ini diharapkan memberikan nilai
positif kepada masyarakat untuk memanfaatkan limbah organik ataupun bahan bersifat alami
yang ada disekitar kitatanpa kita sadari akan kaya manfaatnya.
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah tanaman yang sering digunakan untuk dikenal
sebagai bumbu dapur, kini telah diketahui memiliki beragam kegunaan dalam menunjang
kehidupan manusia. Selain manfaat utamanya untuk bahan baku keperluan dapur, umbi bawang
putih juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan obat-obatan.
Salah satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai larvasida adalah kulit bawang
putih. Kulit bawang putih mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, saponin,
tanin, steroid, dan triterpenoid. Menurut Farmakope Herba Indonesia (2008) kandung minyak
atsiri pada simplisia bawang putih tidak kurang dari 0,5% v/b, jadi sangat mudah menguap di
udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih (Allium sativum L.) ini diduga mempunyai
kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. dilakukan pemberantasan nyamuk dewasa dan
larvanya dengan menggunakan larvasida. Larvasida merupakan golongan dari pestisida yang
dapat membunuh serangga belum dewasa atau sebagai pembunuh larva. Saat ini banyak
dilakukan penelitian dan pengembangan larvasida alami atau yang lebih ramah lingkungan. Hal
ini dikarenakan penggunaan insektisida kimia seperti abate berbahan aktif temephos. Bahan
tersebut walaupun memiliki efektivitas yang tinggi, akan tetapi berdampak seperti keracunan
bahan kimia yang dapat menyebabkan penyempitan bronkus, kejang diafragma, kejang otot
pernafasan, dan semakin sering menggunakan abate dapat menyebabkan peningkatkan resisten
nyamuk atau serangga sasaran (Dinata, Tinni dan Asep, 2017).
Hal ini juga menandakan bahwa manusia mampu dalam memanfaatkan dan juga
mengelola nilai-nilai potensial dari sumber daya alam sendiri guna untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya sendiri. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai larvasida sangatlah
banyak dan juga beragam, salah satunya menggunakanumbi bawang putih (Allium sativum L.)
dan limbah kulit bawang putih. Sehingga dengan inovasi ini diharapkan memberikan nilai
positif kepada masyarakat untuk memanfaatkan limbah organik ataupun bahan bersifat alami
yang ada disekitar kitatanpa kita sadari akan kaya manfaatnya.
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah tanaman yang sering digunakan untuk dikenal
sebagai bumbu dapur, kini telah diketahui memiliki beragam kegunaan dalam menunjang
kehidupan manusia. Selain manfaat utamanya untuk bahan baku keperluan dapur, umbi bawang
putih juga dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk pembuatan obat-obatan. Salah
satu tanaman yang dapat dikembangkan sebagai larvasida adalah kulit bawang putih. Kulit
bawang putih mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid,
dan triterpenoid. Menurut Farmakope Herba Indonesia (2008) kandung minyak atsiri pada
simplisia bawang putih tidak kurang dari 0,5% v/b, jadi sangat mudah menguap di udara bebas.
Minyak atsiri dari bawang putih (Allium sativum L.) ini diduga mempunyai kemampuan
sebagai antibakteri dan antiseptik. M enunjukkan kandungan suatu senyawa dalam suatu
larutan. Pengertian PPM, sendiri ialah, PPM atau Part Per Million jika dibahasa Indonesiakan
akan menjadi bagian per sejuta bagian adalah satuan konsentrasi. Seperti halnya namanya yaitu
ppm, maka konsentrasinya merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawadalam satu
juta bagian suatu sistem (Agus dan Pranata, 2019). Hasil analisis yang didapatkan menunjukkan
bahwa ekstrak etanol umbi bawang putih (Allium sativum L.) dapat membunuh larva Aedes
aegypti instar III sampai 98% dan untuk ekstrak etanol daun bawang putih sampai 75%.
Sedangkan penelitian uji aktivitas ekstrak etanol 70% kulit bawang putih (Allium sativum L.)
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar III, rentang konsentrasi ekstrak etanol kulit bawang
putih 6.250 ppm- 7.520 ppm. Hasil pengamatan berdasarkan nilai persentase kematian larva
nyamuk Aedes aegypti sebesar 52% dan 85% (Sagala dan Asshegaf, 2022).
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengujian efektivita
larvasida ekstrak etanol umbi bawang putih (Allium sativum L.) dan ekstrak etanol kulit bawang
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan efektivitas ekstrak etanol umbi bawang putih putih (Allium sativum L.) dan
ekstrak etanol kulit bawang putih dalam membunuh larva Aedes aegypti. Diharapkan dapat
memberikan pengetahuan di masyarakat mengenai pemanfaatan umbi bawang putih (Allium
sativum L.) dan kulit bawang putih sebagai suatu produk larvasida.
1.2 Rumusan masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah perbandingan 𝐿𝑇50 (Lethal Time 50) dari ekstrak etanol umbi bawang putih
(Allium sativum L.) dan ekstrak etanol kulit bawang terhadapefektivitas larvasida Aedes
aegypti instar III yang diamati selama 24 jam ?
2. Berapakah perbandingan 𝐿𝐶50 (lethal concentration 50) dan 𝐿𝐶90 (lethal concentration
90) dari ekstrak etanol umbi bawang putih (Allium sativum L.) dan ekstrak etanol kulit
bawang terhadap efektivitas larvasida Aedes aegypti instar III yang diamati selama 24
jam ?
3. Berapakah perbandingan 𝐿𝑇50 (Lethal Time 50) dari ekstrak etanol umbi bawang putih
(Allium sativum L.) dan ekstrak etanol kulit bawang terhadapefektivitas larvasida Aedes
aegypti instar III yang diamati selama 24 jam ?
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Diantara penyakit kevektoran akibat nyamuk Aedes adalah demam berdarah dengue (DBD)
yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesiakarena penderitanya terus bertambah
dan penyebarannya semakin luas. Keadaan inierat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk
dan sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang
berujung kematian. Keadaan ini erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan
dengan semakin lancarnya hubungan transpotasi. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan
perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Amirullah, Malik, dan Rosmaya, 2019).
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit Demam Berdarah Dengue
dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih
banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan
proporsi penderita Demam Berdarab Dengue pada orang dewasa (Sukohar, 2014).
2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus
yaitu :
1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vector
yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitanberikutnya. Sekali virus dapat
masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuktersebut akan dapat menularkan
virus selama hidupnya (infektif).
Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul(Sukohar, 2014).
2.1.5 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak mandi/penampungan
air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan
tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat
penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di
sekitar rumah dan lain sebagainya
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakanjentik
(ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14)
c. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan
menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk
abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas
bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan
pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu padawaktu tidur, memasang
kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat
nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat (Sukohar,
2014).
2.2 Tinjauan tentang Larva Aedes Aegypti
Larva nyamuk Aedes aegypti memiliki bentuk silinder dan tubuhnya terdiri
dari tiga bagian yaitu kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Dengan ciri-
ciri fisik :
1. Kepala, sepasang mata, sepasang antena pendek dan bagian mulut yang
disesuaikan untuk mengunyah.
2. Dada,terdiri dari 3 segmen yang menyatu.
3. Perut, terdiri dari 9 segmen. Segmen pertama membawa sekelompok rambut,
4 insang dan 2 kelompok rambut.
4. Segmen ke-8, sisir (satu atau lebih baris duri), sepasang spirakel pernapasandan
satu corong pernafasan (siphon).
Dalam perkembangan larva mengalami 4 kali pergantian kulit
(molting/ecdysis) dari larva instar I hingga instar IV, dan pupa. Berikut 4 tingkatan
perkembangan (instar) larva Aedes aegypti sesuai dengan pertumbuhan larva :
a) Larva instar I : Ukuran sekitar 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum
jelas dan pada corong pernapasan masih belum jelas dan berlangsung 1-2 hari.
b) Larva instar II : Ukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri belum jelas dan corong
pernapasan mulai menghitam berlangsung 2-3 hari.
c) Larva instar III : Ukuran 4-5 mm, duri-duri dada mulai jelas dan corong
pernapasan berwarna coklat kehitaman. Pada instar III ini memiliki sifon yang
gemuk, gigi sisir pada segmen abdomen ke-8 mengalami pergantian kulit dan
berlangsung 3-4 hari.
d) Larva instar IV : Ukuran 5-6 mm, dengan warna kepala gelap. Corong
pernapasan pendek dan gelap kontras dengan warna tubuhnya, setelah 2-3akan
mengalami pergantian kulit dan berubah menjadi pupa berlangsung selama 2-3 hari.
Larva menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memakan alga dan
bakteri. Larva memiliki pergerakan yang sangat lincah. Apabila larva sedang tidak
melakukan aktivitas atau mengambil napas, maka posisi tubuhnya membentuk sudut
dengan permukaan air dan siphonnya ditonjolkan ke arah permukaan air serta
berkembangbiak pada air jernih yang dasarnya bukan tanah. Larva memperoleh
makanan dengan bantuan sikat mulut yang berfungsi sebagai penghasil aliran air yang
dapat membawa makanan kedalam mulut Larva memperoleh makanan denganbantuan
sikat mulut yang berfungsi sebagai penghasil aliran air yang dapat membawa makanan
kedalam mulut (Shiff, Markell dan Voge, 1982).
2.2.1 Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut (Wahyuni dan Loren 2016) klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Classis : Insecta
Order : Diptera
Subfamily : Culicinae
Suborder : Nematocera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Species : Ae. aegyptiL.
Nama Binomial : Aedes aegypti
2.2.2 Morfologi larva Aedes aegypti
Larva nyamuk Aedes aegypti terdiri dari kepala, toraks dan abdomen. Kepala
berkembang baik sepasang antena maupun kepala majemuk, serta sikat mulut yang menonjol.
Abdomen memiliki 9 ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi tabung udara (siphon) untuk
mengambil oksigen serta dilengkapi dengan pectin pada segmen yang terakhir dengan ciri
pendek dan mengembung.
Pada segmen abdomen tidak ada rambut berbentuk kipas (Palmatus hairs) pada setiap
sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 dan berbentuk duri. Pada
sisi thorax terdapat duri yang panjang berbentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala
(Wahyuni dan Loren 2016).
Gambar 2.1 Larva nyamuk Aedes aegypti L. (Shiff, Markell danVoge, 1982)
Pupa merupakan stadium terakhir yang berada dalam air dan tidak memerlukan
makanan karena fase istirahat. Pada stadium ini dilakukan pembentukan mulut, ekstremitas dan
sayap didalam selubung yang menyelubungi chepalothorax Pupa mempunyai segmen di bagian
perutnya (struktur menyerupai dayung) sehingga terlihat seperti koma.
Gambar 2.2 Pupa Aedes aegypti L. (Shiff, Markell dan Voge, 1982)
Semua spesies nyamuk mengalami metamorfosis sempurna mulai dariinstar telur dan
berlanjut ke tahap larva dan pupa sebelum menjadi dewasa, yang muncul pada instar keempat,
dari pupa nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa beristirahat di permukaan air saat mengering dan
darah mengalir ke sayapnya Nyamuk bertelur baik secara tunggal atau berkelompok di
permukaan air setelah memakan darah. Saat menghisap darah dalam 24-36 jam. Nyamuk Aedes
aegypti bersifat antropofilik, namun terkadang nyamuk juga menghisap darah hewan (Shiff,
Markell danVoge, 1982)
.
Gambar 2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti L. (Shiff, Markell dan Voge, 1982)
Gambar 2.4 Struktur Kimia Temephos (Anadu, Anaso, dan Onyeka, 2014)
Salah satu upaya pencegahan DBD yaitu dengan pemberian larvasida berupa cairan
konsentarsi temephos 50%. Abate menghambat produksi kolinesterase dan setelah 12 jam
paparan pada tingkat aplikasi 1 mg/L yang disetujui, kadar kolinesterase dalam copepoda mulai
berkurang dan mereka kehilangan kemampuan untuk makan dan berenang secara normal
(Grunertr et al., 2022). Temephos adalah larvasida yang paling banyak digunakanuntuk
membunuh larva Aedes aegypti.
Sejak tahun 1976 Indonesia telah menerapkan penggunaan larvasida temephos, yang
dikenal dengan nama Abate, yang merupakan larvasida berbahan dasar kimiasebagai salah satu
cara pemberantasan pertumbuhan larva (jentik-jentik) nyamuk. Namun, Penggunaan Abate
(temephos 1%) secara terus-menerus dapat mencemarkan kondisi air, terutama air minum.
Bagaimanapun temephos tidak dapat digunakan secara oral. Selain itu, penggunaan larvasida
sintetik ini rutin dapat menjadikan vektor nyamuk semakin resisten (Kartikasari, Suhaim dan
Ridha, 2022).
Bawang putih tumbuh secara berrumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75 cm,
mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip
pita memiliki panjang mencapai 30–60 cm dan lebar 1–2,5cm. Tanaman memiliki 7–10 helai
daun berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang
bejumlah banyak. Umbi bawang putih berwarna putih terdiri dari 8–20 siung (anak bawang).
Kulit umbinya putih buram, berdiameter 3–3,5 cm Antara siung satu dengan yang lainnya
dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan rapat. Bawang
putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, jenis
tertentu dibudidayakan di dataran rendah. Bawang putih berkembang baik pada ketinggian
tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut (Untari I , 2010).
2.5.4 Manfaat Bawang Putih
Salah satu tanaman yang mempunyai khasiat obat dan sebagai antimikroba adalah
bawang putih (Allium sativum L.). Senyawa ini kebanyakan mengandung belerang yang
bertanggung jawab atas rasa, aroma, dan sifat farmakologi bawang putih seperti antibakteri,
antijamur, antioksidan, antikanker. Aktivitas biologi pada bawang putih telah banyak diteliti
(Moulia et al., 2018). Dan juga bisa sebagai larvasida yang dapat menyebabkan kematian
beberapa jenis hewan air dalam tahapan larva (Amirullah, Malik, dan Rosmaya, 2019). Kulit
bawang sendiri ternyata, mengandung beberapa senyawa- senyawa aktif yang bermanfaat bagi
tanaman, kandungannya meliputi, mineral, hormon auksin dan giberelin yang merupakan
hormon pemicu pertumbuhan tanaman, dan juga senyawa flavonoid dan acetogenin yang
berfungsi sebagai anti hama (Ula dan Mizani, 2022).
2.5.5 Metabolit Sekunder
Menurut Dinata, Tinni dan Asep (2017) kandungan kimia yang terdapat pada
bawang putih (Allium sativum L.) seperti saponin, flavonoid, tannin, alkaloid, allicin.
A. Saponin
Senyawa saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu terdiri dari
senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik
yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon)
( Gambar 2.6 ). Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metode ekstraksi
(Bintoro et al., 2017).
B. Flavonoid
Kandungan lain dari bawang putih yang diduga berperan dalam kematian larva adalah
flavonoid yang bersifat sebagai racun perut (Stomach poisoning). Sebagian besar
flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosidanya.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon. (
Gambar. 2.7 ) dimana dua cincin benzena (C6) terikat oleh rantai propana (C3)
(Amirullah, Malik, dan Rosmaya, 2019). Senyawa flavonoid, merupakan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan. Kemampuan senyawa flavonoid
sebagai antioksidan pada tanaman herbal seperti umbi bawang dayak (Eleutherine
palmifolia), daun bawang mekah (Eleutherine americana), dan beberapa genus bawang
(Allium sp) telah dibuktikan oleh banyak peneliti di seluruh dunia (Prasonto, Riyanti dan
Gartika, 2017).
Mekanisme larvasida dari bawang putih diduga diperankan oleh zat aktif dalam hal ini
kandungan allicin dan dialil sulfide memiliki sifat bakterisida danbakteristatik. Allicin bekerja
dengan cara mengganggu sintetis membran sel parasit sehingga parasit tidak dapat berkembang
lebih lanjut. Allicin juga bersifat toksik terhadap sel parasite maupun bakteri, bekerja dengan
merusak sulfhidril (SH) yang terdapat pada protein. Diduga struktur membran sel larva terdiri
dari protein dengan sulfhidril (SH) allicin akan merusak membrane sel larva sehingga terjadi
lisis. Toksisitas allicin tidak berpengaruh pada sel mamalia karena sel mamalia memiliki
glutathione yang dapat melindungi selnya dari efek allicin. Senyawa-senyawa kimia tersebut
bersifat sebagai racun perut (Stomach poisoning) yang mengakibatkan allicin dapat
menghambat perkembangan larva instar IV yang akan berubah menjadi pupa dan akhirnya mati
karena membran selnya telah dirusak (Amirullah, Malik, dan Rosmaya, 2019).
2.6 Tinjauan tentang Bawang Putih Sebagai Bionsektisida
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian lebih mengarah kepada penggunaan bagian
umbi bawang putih yang digunakan sebagai larvasida seperti penelitian yang dilakukan Dinata,
Tinni dan Asep (2017) yaitu memanfaatkan ekstrak umbi bawang putih (Allium sativum L.)
terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini menggunakan larva nyamuk
Aedes aegypti instar III dikarenakan larva instar III mempunyai organ tubuh yang sudah
lengkap terbentukdan struktur dinding tubuhnya belum mengalami pengerasan sehingga sesuai
untuk perlakuan dengan senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid. Parameter penelitian ini
adalah parameter biologi dimana meliputi mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti. Menurut
Dinata, Tinni dan Asep (2017) meningkatnya toksisitas ekstrak Allium sativum L. karena
kandungan zat yang dimilikinya apabila terabsorbsi oleh larva nyamuk sebagai hewan uji
melebihi batas toleransi akan mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan pada tubuh larva.
Penelitian tersebut didapatkan bahwa pemberian ekstrak umbi bawang putih efektif
menyebabkan mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti.
Sedangkan penelitian uji bioinsektisida lainnya yang menggunakan bagian kulit bawang
putih seperti yang dilakukan oleh Ula dan Mirzani (2022) pemanfaatan limbah kulit bawang
putih menjadi biopestisida alami pada kelompok tani di desa Klorogan, kecamatan Geger,
kabupaten Madiun yang disemprot pada tanaman.
Begitu juga pada penelitian yang dilakukan Upa, Arimaswati dan Purnamasari (2017)
yaitu uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol bawang putih (Allium sativum L.) terhadap
pertumbuhan bakteri Salmonella typhii dan Shigella dysenteriae.
2.8.1 Definisi
Dalam buku Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2, disebutkan bahwa : Ekstrak adalah
sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati menuut cara yang
cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Menurut DitJen POM RI (2000), ekstrak
dapat dikelompokkan atas dasar sifatnya menjadi :
a. Ekstrak Cair
Ekstrak cair adalah sediaan cair dari simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-
masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktifdari 1 g simplisia
yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienap tuangkan (dekantasi).
Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan farmakope. Ekstrak cair dapat
dibuat dari ekstrak yang sesuai.
b. Ekstrak Kental
Sediaan ini kental pada keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya kandungan air dapat menyebabkan
ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri dan terjadinya peruraian
bahan aktifnya. Ekstrak kental sulit ditakar (penimbangan dan sebagainya).
c. Ekstrak Kering
Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui
penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya 30 akan terbentuk
suatu produk yang memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Ditjen
POM RI, 2000).
2.8.2 Tahap Pembuatan
Adapun tahapan pembuatan ekstrak menurut DitJen POM RI (2000) adalah sebagai
berikut:
1. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya Proses awal pembuatan ekstrak adalah
tahapan pembuatan simplisia kering (penyerbukan). Simplisia dibuat serbuk simplisia
dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai berikut:
- Makin halus serbuk simplisia maka proses ekstraksi makin efektif- efisien,
namun makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologiperalatan untuk
tahapan filtrasi.
Tidak digunakan untuk sediaan dalam karena efek farmakologinya. Bahan pelarut
yang baik untuk basa alkaloida, damar, minyak lemakdan minyak atsiri. Sampai
saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yangdiperbolehkan adalah air dan alkohol
(etanol) serta campurannya. turunannya), heksana (hidrokarbon aliphatik),
toluen, hidrokarbol aromatik, kloroform (segolongannya) dan aseton umumnya
digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian(fraksinasi).
Metanol dihindari penggunaannya karena sifat yang toksik akut dan kronik,
namun demikian jika dalam uji terdapat adanya sisa pelarut dalam ekstrak
menunjukkan negatif maka metanol sebenarnya pelarut yang lebih baik dari
etanol (DitJen POMRI, 2000).
3. Separasi dan pemurnian
Tujuannya untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal
mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga
diperoleh ekstrak yang lebih murni.
4. Pemekatan/penguapan (vaporasi dan evaporasi)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara
penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi
kental/pekat.
5. Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan
serbuk, masa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan.
6. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal (DitJen POM RI, 2000).
2.8.3 Metode Ekstraki
A. Ektraksi dengan menggunakan pelarut
1. Cara dingin
- Maserasi
Maserasi adalah salah satu jenis ekstraksi padat cair yang paling
sederhana. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara merendamsampel
pada suhu kamar menggunakan pelarut etanol 70% selama 3-5 hari
sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan analit.
Maserat kemudian disaring lalu dilakukan remaserasi sebanyak 3 kali
dengan perbandingan pelarut yang sama. Maserat yang didapatkan
kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator
kemudian dilanjutkan dengan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental
(Prastiwi, Siska, dan Nila, 2017). ndikasi bahwa semua analit telah
terekstraksi secara sempurna adalah pelarut yang digunakan berwarna.
- Perkolasi
Perkolasi adalah Perkolasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat
cair yang dilakukan dengan jalan mengalirkan pelarut secara perlahan
pada sampel dalam suatu perlokator. Pada ekstraksi jenis ini, pelarut
ditambahakan secara terus menerus, schingga proses ekstraksi selalu
dilakukan dengan pelarut yang baru. Pola penambahan pelarut yang
dilakukan adalah menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana
terpisah disesuaikan dengan jumlahpelarut yang keluar atau dilakukan
dengan penambahan pelarut dalam jumlah besar secara berkala.
- Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarutterbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat
termasuk proses ektraksi sempurna.
- Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
- Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30menit) dan
temperatur sampai titik didihair (DitJen POM RI, 2000).
- Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih dengan temperatur
terukur 96-98ºC selama waktu tertentu (15-20 menit).
METODE PENELITIAN
(t-1) (r-1) ≥ 15
Dimana,
t = jumlah perlakuan
r = jumlah pengulangan
Pada penelitian ini ada 7 perlakuan, 2 untuk kontrol positif dan negatif. Sedangkan 5
untuk konsentrasi ekstrak, sehingga jumlah pengulangan pada penelitian ini :
(t-1)(r-1) ≥ 15
(12-1)( r-1) ≥ 15
11r-11≥ 15
11r ≥ 26
r ≥ 2,3 ≈ 3
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah pengulangan perlakuan dilakukan
sebanyak 3 kali, sehingga jumlah seluruh besar larva yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah :
Harga Per
No Jenis Biaya Kuantitas Satuan Sub Total
Unit
Simplisia umbi 1 kg Kg Rp. 230.000,- Rp.230.000,-
1.
bawang putih
Simplisia kulit 1 kg Kg Rp. 50.000,- Rp. 50.000,-
2.
bawang putih
3. Larva aedes aegypti 900 ekor Ekor Rp. 885,- Rp. 796.500,-
4. Aquadest 3 liter Liter Rp. 20.000,- Rp. 60.000,-
5. Abate 1% 2 bungkus Bungkus Rp. 2.500,- Rp. 5.000,-
6. Etanol 70% 5 liter Liter Rp. 75.000,- Rp. 150.000,-
Jadwal Penelitian Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr
Studi Literature √ √ √ √ √ √ √ √
Pendaftaran Sidang √
Sidang Proposal √
Penelitian √
Maserasi Ekstraksi
Ekstrasi
Uji Larvasida
Pendaftaran Skripsi
Sidang Skripsi
Daftar Pustaka