A. Latar Belakang
Nyamuk yang termasuk dalam genus Culex dikenal sebagai vektor penular.
Nyamuk genus ini merupakan nyamuk yang banyak terdapat disekitar kita. Selain itu,
nyamuk ini termasuk serangga yang beberapa spesiesnya sudah dibuktikan sebagai vektor
penyakit, disamping dapat mengganggu kehidupan manusia karena gigitannya. Sejauh ini
pengendalian serangga umumnya dilakukan menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik dianggap efektif, praktis, manjur dan dari segi ekonomi lebih
menguntungkan. Namun demikian penggunaan pestisida sintetik secara terus- menerus dan
berulang-ulang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kematian berbagai macam
jenis makhluk hidup dan resistensi dari hama yang diberantas. Pestisida sintetik
mengandung bahan kimia yang sulit terdegradasi di alam sehingga residunya dapat
mencemari lingkungan dan dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Sehubungan mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh pestisida sintetik, maka
perlu dilakukan suatu usaha pemutusan mata rantai penularan penyakit dengan
menggunakan bahan-bahan alami untuk tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi
manusia, yaitu dengan memanfaatkan ekstrak cabai rawit sebagai pestisida nabati. Cabai
rawit mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid, saponin, flavonoida dan tanin.
Capsaicin merupakan senyawa golongan terpenoid yang berfungsi sebagai sumber
aromatik dan rasa pada cabai rawit (German, 1990). Buah cabai rawit mengandung
substansi fenol golongan terpenoid berupa capsaicin (69%), dihydrocapsaicin (22%),
nordihydrocapsaicin (7%), homocapsaicin (1%), dan homodihydrocapsaicin. Capsaicin
merupakan senyawa golongan terpenoid terbanyak dan terpenting. Cabai rawit juga
mengandung senyawa ascorbic acid sebesar 0,2% (German, 1990).
Kandungan capsaicin dalam Capsicum frutescens dalam kadar tertentu dapat
bersifat toksik dan menimbulkan ancaman kesehatan. Ancaman kesehatan tersebut dapat
berupa reaksi inflamasi, gangguan fungsi sel, bahkan sampai kematian sel. Selain
capsaicin, beberapa senyawa yang terkandung dalam buah cabai rawit adalah alkaloid,
flavonoid, dan sterol atau terpenoid. Menurut (Widianti, 2010) “Biji cabai rawit
mengandung beberapa senyawa golongan alkaloid yaitu solanine, solamidine, solamargine,
solasodine, solasomine, serta mengandung capsaicin yang termasuk golongan steroid
saponin. Pada kadar tertentu, senyawa tersebut di duga dapat bersifat toksik”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak cabai rawit (Capsicum
frutescens L) sebagai pestisida nabati nyamuk Culex sp. Penggunaan insektisida nabati dari
tanaman cabai yaitu daun cabai rawit, biji cabai rawit dan daging buah cabai rawit perlu
dibandingkan keefektifitasannya dalam menghambat laju pertumbuhan nyamuk Culex sp.
Tanaman cabai rawit memiliki beberapa keunggulan, yaitu mengandung capsaisin yang
khas yaitu bau menyengat yang dikeluarkan, mudah didapat, murah, dan bisa dijadikan
sebagai tambahan zat pewarna alami
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak cabe rawit ini dapat efektif sebagai insektisida nabati terhadap
nyamuk culex sp
2. Bagaimana ekstra cabe rawit ini dapat membunuh nyamuk culex sp
C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui estrak cabe rawit ini dapat bekerja
Sebagai insektisida nabati terhadap nyamuk culex sp
D. Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini untuk mengurangi pestisida sintetik untuk digunakan
Dalam kehidupan sehari-hari karena penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan dapat
menganggu kesehatan
Kegunaan ekstrak cabe rawit ini sebagai penyemprot ruangan untuk menggantikan
pestisida sintetik
E. Keaslian
Temuan ini berisi tentang ekstrak cabai rawit sebagai insektisida nabati dalam
membasmi naymuk culex sp
referensi
Christina, R, dkk. 2020. TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA SERANGGA CABAI
RAWIT (Capsicum frutencens L.) KOMBINASI DENGAN EKSTRAK MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) DAN JARAK TANAM . Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan
Basah. Volume 5 : Nomor 3 Halaman 158-167.
Handayani, K. D, dkk. 2017. Prevalensi Mikrofilaria pada Nyamuk Culex dan Manusia di
Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes. Biosfera. Vol 34 : No 1