Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mawalfen Purba

NIM : 044413428
Nama Mata Kuliah : Praktik Kerja Perpajakan
Tempat magang/Praktik Kerja : KPP Pratama Pangkalan Kerinci

Pelaksanaan
Minggu ke
Kegiatan Perpajakan tugas *) Keterangan
Hari/Tanggal
Ya Tidak
Tuweb III:
Penagihan
a. Penatausahaan piutang 09 Mei 2023 ✓ Terlampir dibawah ini
pajak, penundaan dan
angsuran tunggakan pajak
b. Penagihan aktif 10 Mei 2023 ✓ Terlampir dibawah ini
c. Penghapusan piutang pajak 11 Mei 2023 ✓ Terlampir dibawah ini
d. Penyimpanan dokumen- 12 Mei 2023 ✓ Terlampir dibawah ini
dokumen penagihan.

Penagihan

Gambaran Umum Tugas Pokok


Seksi Penagihan ( sebelum reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada
Senin, 24 Mei 2021 ) sekarang menjadi Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan (P3)
merupakan salah satu ujung tombak dalam hal pencapaian penerimaan bagi kantor pajak. Seksi
penagihan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menagih utang pajak berupa nilai pokok
suatu ketetapan beserta bunga/denda nya. Dalam hal Wajib Pajak tidak memiliki itikad baik dalam
menunaikan kewajibannya, seksi penagihan melalui Jurusita dapat melakukan tindakan berupa
lelang aset ataupun jaminan yang dimiliki wajib pajak sesuai dengan besaran utang pajak yang
dimiliki.

Kepala Seksi
Penagihan

Jurusita Pelaksana
*Struktur Organisasi Seksi Penagihan

a. Penatausahaan Piutang Pajak, Penundaan dan Angsuran Tunggakan Pajak


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 242/PMK.03/2014.
Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta
Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak, pajak yang terutang, atau pajak
yang masih harus dibayar (utang pajak), dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas
atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi
kewajiban pajak pada waktunya. Tata caranya adalah sebagai berikut :
1. WP mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tempat WP terdaftar untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus
dibayar atau kekurangan utang pajak.
2. Permohonan harus diajukan secara tertulis paling lama 9 hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, serta jumlah
pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran,
atau jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
3. Apabila batas waktu 9 hari tersebut tidak dapat dipenuhi oleh WP karena keadaan di luar
kekuasaannya, permohonan WP masih dapat dipertimbangkan DJP sepanjang WP dapat
membuktikan kebenaran keadaan di luar kekuasaannya tersebut.
4. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran
pajak harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti
kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau
sertifikat deposito.
5. Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
setelah tanggal diterima permohonan. Keputusan tersebut berupa:
- menyetujui jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya penundaan
sesuai dengan permohonan Wajib Pajak;
- menyetujui sebagian jumlah angsuran pajak dan/atau masa angsuran atau lamanya
penundaan yang dimohonkan Wajib Pajak;
- menolak permohonan Wajib Pajak

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran yang
terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh paling lama 12 (dua belas) bulan.

b. Penagihan Aktif
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 189/PMK.03/2020
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus
Dibayar, tindakan penagihan pajak yang dilakukan meliputi:
• menerbitkan Surat Teguran;
Surat Teguran diterbitkan setelah lewat waktu 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran Utang Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi Utang Pajak.
• menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa;
Apabila setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal SuratTeguran
disampaikan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak,Surat Paksa akan diterbitkan
dan dan diberitahukan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.
• melaksanakan Penyitaan;
Apabila setelah lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat
Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak, akan diterbitkan
surat perintah melaksanakan Penyitaan dan Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan
terhadap Barang milik Penanggung Pajak.
Penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada WK,
WK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain, Pejabat melakukan permintaan Pemblokiran terlebih
dahulu.
• melakukan pengumuman lelang dan lelang, untuk Barang sitaan yang dilakukan penjualan
secara lelang;
Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan,
Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
• menggunakan, menjual, dan/atau memindahbukukan Barang sitaan, untuk Barang sitaan
yang dikecualikan dari penjualan secara lelang;
• mengusulkan Pencegahan;
Pengusulan Pencegahan dapat dilakukan setelah tanggal Surat Paksa diberitahukan tanpa
didahului penerbitan surat perintah melaksanakan Penyitaan, pelaksanaan
Penyitaan, atau penjualan Barang sitaan, dalam hal:
✓ Objek Sita tidak dapat ditemukan;
✓ Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan;
✓ berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
✓ terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan
bentuk lainnya; atau
✓ terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.
• melaksanakan Penyanderaan; dan/atau
✓ Penyanderaan dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak dalam jangka waktu
paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa Pencegahan atau
berakhirnya masa perpanjangan Pencegahan.
✓ Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal Surat Paksa diberitahukan, dalam hal:
- Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati daluwarsa penagihan;
- Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan
bentuk lainnya; atau
- terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit.
• menerbitkan surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, diterbitkan apabila:
✓ Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk itu.
✓ Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai
dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, ataupekerjaan
yang dilakukannya di Indonesia.
✓ Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
memindahtangankan perusahaan yg dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan
perubahan bentuk lainnya.
✓ Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.
✓ Terjadinya penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat
tanda-tanda kepailitan.
Surat perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus paling sedikit memuat:
- nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
- besarnya Utang Pajak;
- perintah untuk membayar; dan
- saat pelunasan Pajak
c. Penghapusan Piutang Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2012
tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan, Piutang
pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);
e. Surat Ketetapan Pajak (SKP);
f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT);
g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang
pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta
warisan atau kekayaan;
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
c. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
d. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran
secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan;
e. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi
tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang
tidak dapat ditagih lagi karena:
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
b. hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
c. dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran
secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
d. hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi
tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih
lagi,hal yang dilakukan :
1. KPP Pratama akan melakukan penelitian dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil
penelitian dengan menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang pajak yang bersangkutan
sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan
diusulkan untuk dihapuskan. Adapun ouput yang diterbitkan :
- Surat Perintah Penelitian Setempat;
- Laporan Hasil Penelitian Administrasi
- Laporan Hasil Penelitian Setempat
2. Berdasarkan laporan hasil penelitia, Kepala KPP Pratama menyusun daftar usulan
penghapusan piutang pajak dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atasannya. Adapun output yang diterbitkan:
Konsep Usulan Penghapusan Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terdiri atas:
✓ Konsep Daftar Usulan Piutang Pajak yang harus dihapuskan; dan
✓ Konsep Petikan Salinan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak berupa
Daftar Piutang Pajak yang dihapuskan.
3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan daftar usulan
penghapusan piutang pajak yang telah dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal
Pajak.
4. Direktur Jenderal Pajak mengusulkan penghapusan piutang pajak kepada Menteri
Keuangan
5. Berdasarkan usulan penghapusan piutang pajak, Menteri Keuangan menerbitkan
Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak.
6. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak,
Direktur Jenderal Pajak melakukan:
a) penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak; dan
b) hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang berlaku.

Berikut contoh Keputusan Menteri Keuangan:

Kemudian KPP Pratama akan melakukan:


1. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerima Daftar Usulan Piutang Pajak
yang Dihapuskan dari Kantor Wilayah DJP:
• Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk
menatausahakan Daftar Usulan Piutang Pajak yang Dihapuskan dan/atau Daftar
Usulan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan yang Dihapuskan.
• Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan untuk
menatausahakan Daftar Usulan Piutang Pajak yang Dihapuskan dan/atau Daftar
Usulan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan yang Dihapuskan.
• Pelaksana Seksi Penagihan menatausahakan Daftar Usulan Piutang Pajak yang
Dihapuskan dan/atau Daftar Usulan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan yang
Dihapuskan.
2. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerima Keputusan Menteri Keuangan
tentang Penghapusan Piutang Pajak beserta lampirannya, Keputusan Direktur Jenderal
Pajak tentang Rincian Penghapusan Piutang Pajak beserta lampirannya, dan Petikan
Salinan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak dari Kantor Wilayah DJP:
• Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Kepala Seksi Penagihan untuk
menghapuskan piutang pajak.
• Kepala Seksi Penagihan menugaskan Pelaksana Seksi Penagihan untuk
menghapuskan piutang pajak.
• Pelaksana Seksi Penagihan menghapuskan piutang pajak dan menatausahakan
Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak beserta
lampirannya, Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Rincian Penghapusan
Piutang Pajak beserta lampirannya, dan Petikan Salinan Lampiran Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.

Jangka waktu penyelesaian Paling lambat 1 (satu) bulan semenjak Keputusan Menteri
Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak beserta lampirannya, Keputusan Direktur
Jenderal Pajak tentang Rincian Penghapusan Piutang Pajak beserta lampirannya, dan
Petikan Salinan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak diterima.

d. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan


Kepala Seksi menerima dokumen masuk (melalui aplikasi Nadine atau Manual),
memberikan disposisi, menugaskan untuk menatausahakan atau untuk memproses
dokumen masuk, dan meneruskan dokumen masuk tersebut kepada Pelaksana Seksi
Penagihan. Dokumen penagihan akan disimpan ke dalam rumah berkas masing-masing
wajib pajak.

Anda mungkin juga menyukai