Anda di halaman 1dari 55

PENGEMBANGAN MATERI AJAR FRASA ADJEKTIVA DALAM

KEBAHASAAN TEKS EKSPOSISI BERBASIS KONTEKSTUAL DALAM


MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VIII
SMP NEGERI 13 KOTA TEGAL

PROPOSAL TESIS

OLEH

ALMAWATI AMELIA PUTRI


NPM 22520025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan

pembelajaran berbasis teks, yang diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan berpikir secara kritis sehingga dapat memproduksi dan

menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Suatu

keistimewaan Kurikulum 2013 dalam dengan menempatkan bahasa sebagai

penghela nafas ilmu pengetahuan yang diorientasikan pada pembelajaran

berbasis teks (Mahsun, 2014: 91). Teks menjadi pembelajaran utama dalam

Bahasa Indonesia. Beragam jenis teks dinyatakan di dalam Kurikulum 2013

untuk dipelajari. Sementara itu, sejumlah kata kunci (operasional) digunakan

untuk membelajarkan berbagai jenis teks itu. Jadi, kurikulum ini bertumpu

pada teks sehingga dapat disebut kurikulum berbasis teks (text-based

curriculum) sehingga dalam pelaksanaannya disebut pembelajaran berbasis

teks (textbased teaching and learning), biasa juga disebut pembelajaran

berbasis genre (genrebased teaching and learning). Perencananaan

pembelajaran berbasis teks memiliki keutamaan untuk memberi ruang pada

peserta didik agar dapat mengembangkan berbagai jenis struktur berpikir yang

dimiliki oleh setiap teks.

Pembelajaran berbasis teks yang merupakan ciri pertama pembelajaran

Bahasa Indonesia menurut Kurikulum 2013. Hal ini disebabkan pembelajaran

1
Bahasa Indonesia berbasis teks dapat dikatakan merupakan salah satu hal yang

baru karena belum terdapat pada berbagai kurikulum yang berlaku sebelum

Kurikulum 2013. Hal pertama berkenaan dengan kegiatan apa saja yang

dilakukan oleh peserta didik dalam belajar Bahasa Indonesia yang berbasis

teks. Hal kedua bersangkutan dengan bekal pengetahuan mendukung

Kurikulum 2013 yang menerapkan pembelajaran Bahasa Indonesia

menggunakan pendekatan berbasis teks. Teks dapat berwujud teks tertulis atau

teks lisan. Menurut Mahsun, (Kurikulum 2013, semua pelajaran Bahasa

Indonesia mulai jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah

atas (SMA) berbasis teks. Dengan berbasis teks, siswa tidak hanya

menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi, tetapi sebagai sarana

mengembangkan kemampuan berpikir (Mahsun, 2014:95).

Berbagai teks yang diajarkan dalam Kurikulum 2013 terbagi atas

berbagai genre. Salah satu teks yang diajarkan di sekolah yaitu teks eksposisi

yang termasuk ke dalam genre teks tanggapan. Teks tipe ini berisi paparan atau

usulan sesuatu yang bersifat pribadi. Struktur berpikir yang menjadi muatan

teks eksposisi adalah tesis/pernyataan pendapat, pernyataan argumen, dan

penegasan ulang pendapat (Mahsun, 2014:31). Struktur kebahasaan pada teks

eksposisi mengacu pada kata-kata teknis atau peristilahan, kata yang

menghubungkan argumenasi, kata kerja mental, kata perujukan, dan kata

persuasive (E. Kosasih, 2018:98). Dengan demikian, fungsi kata sangat penting

dalam pengembangan setiap struktur dalam teks eksposisi. Buku ajar yang

digunakan dalam pembelajaran, yaitu buku siswa “Bahasa Indonesia untuk

2
SMP/MTs Kelas VIII” yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan cetakan pertama tahun 2021 ditulis oleh Maya Lestari Gusfitri,

Elly Delfia. Materi kebahasaan teks eksposisi dalam buku tersebut tidak

menjelaskan frasa adjektiva, tetapi membahas mengenai kebahasaan seperti

kalimat verbal, nominal, kata istilah. Padahal, frasa adjektiva sangat berkaitan

dalam pembentukan kalimat (E. Kosasih, 2017:60).

Sebagai contoh dalam penggalan struktur teks eksposisi ditemukan

berbagai frasa adjektiva yang menjadi pendukung pengembangan pola kalimat

dalam strukturnya, sebagai berikut.

Pengelolaan hutan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan


dibandingkan tahun sebelumnya. Sebaliknya, kecenderungannya justru
semakin memburuk. Kebakaran hutan masih terus terjadi dan
penebangan liar semakin meningkat. Diperburuk lagi dengan rencana
pembukaan lahan hutan lindung bagi pertambangan. Keadaan tersebut
jelas menambah suram nasib hutan (E. Kosasih, 2017:60).

Contoh ilustrasi di atas yang merupakan penggalan paragraf dari struktur

rangkaian argumen dari struktur teks eksposisi ditemui berbagai frasa yang

salah satunya frasa adjektiva, seperti pengolahan hutan, kebakaran hutan,

penebangan liar, hutan lindung, dan menambah suram. Frasa yang didapat dari

penggalan argumenasi struktur teks eksposisi yang dijadikan materi ajar yang

menjadi pendukung dalam kebahasaannya. Melalui salah satu contoh struktur

teksnya, hal tersebut menjadi penguat bahwa frasa adjektiva sangat diperlukan

dalam pengajaran teks eksposisi.

Materi frasa adjektiva berkaitan dengan kedudukan frasa adjektiva secara

subordinatif dan koordinatif dalam kebahasaan teks eksposisi sebagai

pengembangan paragraf. Frasa adjektiva berkaitan dengan kebahasaan teks


3
eksposisi seperti; penggunaan kata teknis yang berkaitan dengan topik,

menggunakan kata-kata yang menunjukkan hubungan penyebab, menggunakan

hubungan temporal, penggunaan kata kerja mental, dan penggunaan kata

perujukan.

Sebagai penguat, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

digunakan oleh SMK Negeri 1 Kemang tidak memfokuskan frasa adjektiva

sebagai materi yang umum melainkan disesuaikan dengan buku ajar yang

digunakan saat pelaksanaannya yang hanya membahas materi kebahasaan teks

eksposisi. Materi pokok yang tersusun dalam RPP yang dirancang guru terlalu

memusatkan pada struktur dan kebahasaannya saja seperti penggunaan kalimat

argumen dan penggunan kata teknis (RPP Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP N

13 Tegal).

Berdasarkan penelitian pendahuluan berupa observasi dan wawancara

dengan guru dan peserta didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Tegal. Guru

mengalami kesulitan dalam proses pengajaran frasa adjektiva karena tidak

terdapat materi khusus mengenai frasa adjektiva. Selain itu, sekolah hanya

mengandalkan buku paket Bahasa Indonesia kelas VIII yang didapat melalui

dinas pendidikan yang hanya berisi mengenai struktur, beberapa contoh

kebahasaan dan contoh yang mengarah kepada teksnya. Jika dilihat dari hasil

kerja siswa dalam pemahaman frasa ajdektiva dalam teks eksposisi, masih

terdapat kekurangan dalam pemahaman materi frasa adjektiva. Guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 13 Tegal menjelaskan bahwa

pembelajaran kebahasaan teks eksposisi belum mencapai hasil yang maksimal.

4
Kendala yang dihadapi oleh guru dalam kegiatan menemukan pokok-pokok

permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran, antara lain; 1) Motivasi belajar

siswa yang masih rendah, 2) Guru yang belum bisa mengelola pembelajaran

dengan baik, dan 3) Pokok modul ajar yang digunakan di sekolah tidak

memfokuskan materi mengenai frasa adjektiva, 4) Pendekatan yang dilakukan

dalam pemaparan materi menggunakan cara konvensional, belum berbasis

kontekstual.

Masalah-masalah yang muncul pada pembelajaran frasa adjketiva dalam

kebahasaan teks eksposisi membutuhkan suatu materi ajar yang disusun bagi

guru dan siswa untuk memperbaiki kualitas pembelajaran baik dari segi proses

maupun hasil. Salah satu usaha yang dapat dilakukan, yaitu dengan menyusun

atau mengembangkan materi ajar, khususnya materi ajar frasa adjektiva dalam

pembelajaran teks eksposisi berbasis kontekstual. Maka dari itu,

pengembangan materi ajar kontekstual akan menjadi suatu solusi dari

permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Dengan memperhatikan

kebutuhan materi ajar seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu adanya

pengembangan materi ajar frasa adjektiva dalam teks eksposisi yang

disesuaikan dengan Kurikulum 2013. Berbeda dengan penelitian sebelumnya,

materi ajar yang dikembangkan mengenai frasa adjektiva dalam teks eksposisi

berbasis kontekstual. Oleh karena itu, dari permasalahan di atas maka judul

penelitian ini adalah “Pengembangan Materi Ajar Frasa Adjektiva Dalam

Kebahasaan Teks Eksposisi Berbasis Kontekstual Dalam Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal”

5
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Negeri

13 Tegal Materi Frase Adjektiva dalam Teks Eksposisi Berbasis

Kontekstual?

2. Bagaimana mengembangkan Materi Ajar Frasa Adjektiva Dalam

Kebahasaan Teks Eksposisi Berbasis Kontekstual Dalam Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal?

3. Bagaimana keefektifan Materi Ajar Frasa Adjektiva Dalam Kebahasaan

Teks Eksposisi Berbasis Kontekstual Dalam Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP

Negeri 13 Tegal Materi Frase Adjektiva dalam Teks Eksposisi Berbasis

Kontekstual.

2. Mengembangkan Materi Ajar Frasa Adjektiva Dalam Kebahasaan Teks

Eksposisi Berbasis Kontekstual Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal.

3. Menguji keefektifan Materi Ajar Frasa Adjektiva Dalam Kebahasaan Teks

Eksposisi Berbasis Kontekstual Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

6
Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan

secara praktis berkaitan terhadap pengembangan pengetahuan akademik.

Manfaat praktis merupakan manfaat secara langsung dari hasil penelitian yang

telah dilakukan.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, temuan penelitian ini dapat menambah pengetahuan

terkait bahan ajar frasa adjektiva dalam kebahasaan teks eksposisi dan

mempermudah penyusunan materi berbasis kontekstual.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis dari penelitian ini memberikan sumbangan dan

manfaat langsung bagi siswa, guru, pihak sekolah, bagi peneliti sendiri, dan

bagi peneliti lain. Manfaat penelitian secara praktis dalam penelitian ini

diuraikan di bawah ini:

a. Bagi Guru

1) Sebagai alternatif sumber belajar yang efektif untuk pembelajaran

dan penguasaan materi frasa dalam teks eksposisi berbasis

kontekstual.

2) Mempermudah dalam menyampaikan materi frasa adjektiva dalam

kebahasaan teks eksposisi berbasis kontekstual.

b. Bagi Siswa

7
1) Membantu siswa untuk belajar mandiri dengan proses yang jelas dan

terstruktur.

2) Membantu siswa mempermudah dalam memahami konsep-konsep

pada tiap pelajaran, khususnya dalam penggunaan frasa adjektiva

pada materi teks eksposisi berbasis kontekstual.

8
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Materi Ajar

a. Pengertian Materi Ajar

Hakikat materi ajar ialah komponen utama dalam sebuah

pembelajaran. Baik pengajar menggunakan buku teks, materi yang

disediakan oleh instansi atau lembaga yang bersangkutan, maupun

menggunakan materi yang disusun sendiri oleh pengajar. Daryanto

(2014: 171) mengartikan materi ajar atau materi sebagai bagian dari

perangkat pembelajaran yang yang disusun dari berbagai materi secara

sistematis dan dan tertulis sehingga memungkinkan peserta didik untuk

belajar. Pengertian ini menjelaskan bahwa materi-materi yang ada dalam

materi ajar harus disusun secara sistematis dan dapat digunakan oleh

peserta didik untuk belajar. Menurut Departemen Pendidikan Nasional

(2008) materi ajar merupakan kumpulan dari materi-materi baik berupa

buku, modul, dan LKS yang berfungsi untuk memudahkan pengajar

dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dan juga dapat membangun

motivasi peserta didik dalam belajar. Dapat disimpulkan bahwa materi

ajar merupakan seperangkat materi ajar yang digunakan untuk memenuhi

9
kebutuhan pembelajaran yang disusun secara sistematis. Materi ajar juga

diartikan sebagai bagian dari perangkat pembelajaran yang terdiri dari

materi-materi disusun secara berurutan atau sistematis dan mendorong

peserta didik dapat mempelajarinya secara mandiri serta dirancang sesuai

dengan kurikulum yang di pakai atau berlaku di lembaga pendidikan

tersebut.

Menurut Daryanto (2014: 171) jenis materi ajar berdasarkan

bentuknya terditi atas yang pertama, materi ajar cetak, seperti modul,

buku, lembar kerja siswa, brosur dan lain-lain. Kedua, materi ajar audio

seperti kaset, radio, piringan hitam, dan lain-lain. Ketiga, materi ajar

multimedia interaktif CD (Compact Disk), multimedia pembelajaran, dan

materi ajar berbasis web. Materi ajar disusun berdasarkan rancangan isi

pembelajaran dan analisis kebutuhan. Rancangan isi pembelajaran

selanjutnya dikembangkan dengan uraian dari berbagai sumber belajar

yang ada.

Menurut Mbulu (2004: 88) berikut hal-hal yang harus termuat

dalam materi ajar: 1). teori, istilah, persamaan; 2) contoh soal dan

praktik; 3) Latihan soal dan pertanyaan; 4) Petunjuk tentang bahan yang

dianggap diketahui; 5) contoh ujian; 6) Sumber pustaka; 7) Petunjuk

belajar.

b. Karakteristik Materi ajar

Penelitian ini mengembangkan materi ajar yang sesuai dengan

karakteristik materi ajar. Menurut Widodo dan Jasmadi (dalam Lestari,

10
2013: 1-2) beberapa karakteristik yang dimiliki materi ajar, yaitu self-

instructional, self-contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.

Untuk menghasilkan materi ajar yang yang dapat dikatakan mampu

memenuhi peran dan fungsinya dalam pembelajaran yang efektif, maka

materi ajar harus dirancang dan dikembangkan dengan mengkuti syarat-

syatat yang ada. Syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam penyususnan

materi ajar antara lain konsistensi, format penyajian, sistematika atau

organisasi, dan tampilan (spasi atau halaman yang kosong).

c. Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Penyusunan Materi ajar

Penyusunan materi ajar tidak terlepas dari tujuan dan manfaat

penyusunan materi ajar tersebut. Menurut Daryanto (2014: 171) materi

ajar dikembangkan dengan tujuan, yaitu 1) menyediakan materi ajar yang

sesuai dengan kriteria kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan

peserta didik; 2) membantu peserta didik memperoleh alternatif materi

ajar yang lain di samping buku teks yang penggunaan bahasa sulit

dimengerti oleh peserta didik; 3) memudahkan pengajar dalam

melaksanakan pembelajaran. Penelitian ini mengembangkan materi ajar

yang berupa materi ajar cetak.

Fungsi materi ajar bagi guru adalah untuk mengarahkan semua

aktifitasnya siswa dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan

subtansi yang seharusnya dijabarkan kepada siswa. sedangkan, bagi

siswa adalah menjadi pedoman dalam proses pembelajaran dan

merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Menurut,

11
Prastowo (2011).

Menurut Ballstaedt (dalam Majid, 2011: 175) materi ajar cetak ini

memiliki beberapa manfaat, yaitu materi ajar tertulis biasanya

menyajikan daftar isi, sehingga memudahkan pebelajar dalam mencari

materi ajar yang dipelajari, biaya untuk pengadaan materi ajar cetak

relatif sedikit, penggunaan materi ajar tertulis relative mudah dan juga

mudah untuk dibawa kemana-mana, materi ajar tertulis relatif ringan,

materi ajar yang baik dapat mendorong pembaca dalah hal positif di

setiap kegiatan sehari-harinya, materi ajar cetak dapat dimiliki sebagai

dokumen yang bernilai besar, dan pembaca dapat mengatur waktu

belajarnya sendiri.

d. Syarat Penyusunan Materi Ajar

Syarat penyusunan materi ajar tidak terlepas dengan syarat dalam

menyusun materi ajar itu sendiri. Hal ini sangat diperlukan dan penting

dalam mencapai hasil baik sebagai proses pembelajaran kepada peserta

didik. Merujuk dari UNESCO, kemendiknas (2008) merumuskan syarat

materi ajar yang baik. Syarat-syarat materi ajar atau buku teks yang

berkualitas diuraikan melalui kutipan berikut. Syarat-syarat materi ajar

atau buku teks yang berkualitas adalah: 1) Materi ajar memiliki peran

penting untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas

tinggi, 2) Materi ajar merupakan produk dari proses yang lebih besar dari

pengembangan kurikulum, 3) Isi materi ajar memasukkan prinsip-prinsip

hak asasi manusia, mengintegrasikan proses pedagogis yang

12
mengajarkan secara damai terhadap penyelesaian konflik, kesetaraan

gender, nondiskriminasi, praktik-praktik dan sikap-sikap lain yang

selaras dengan kebutuhan untuk belajar hidup bersama, 4) Materi ajar

menfasilitasi pembelajaran untuk mendapatkan hasil-hasil spesifik yang

dapat diukur dengan memperhatikan berbagai perspektif, gaya

pembelajaran, dan modalitas berbeda (pengetahuan, keterampilan, dan

sikap), 5) Memperhitungkan level konseptual, lingkungan linguistik, latar

belakang dan kebutuhan pebelajar di dalam membentuk isi dan

mendesain model pembelajaran, 6) Materi ajar menfasilitasi

pembelajaran yang dapat mendorong partisipasi dan pengalaman secara

merata dan setara oleh semua pebelajar yang terlibat dalam proses

pembelajaran, dan 7) Materi ajar dapat dijangkau dari sisi biaya,

memiliki daya tahan lama, dan dapat dapat di akses oleh semua pebelajar.

e. Konsep, Tujuan, dan Prinsip Pengembangan Materi Ajar

Gatot, (2008), menyatakan bahwa pengembangan adalah

menerjemahkan spesifikasi produk ke dalam bentuk fisik. Gatot (2008)

menyatakan bahwa “pengembangan dapat dimaknai sebagai tindakan

menyediakan sesuatu dari tidak tersedia menjadi tersedia atau melakukan

perbaikan-perbaikan dari sesuatu yang tersedia menjadi lebih sesuai,

lebih tepat guna dan lebih berdayaguna”. Sesuai dengan pendapat Gatot,

(2008) tentang pengembangan materi ajar menyatakan bahwa

pengembangan materi ajar adalah suatu proses yang sistematis dalam

mengidentifikasi, mengembangkan, mengevaluasi isi dan strategi

13
pembelajaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara

lebih efektif dan lebih efisien.

Pengembangan materi ajar memiliki tujuan dan sangat berpengaruh

satu kesatuan di dalam pengembangan mengenai isi, materi dan materi

ajar itu sendiri. Kemendiknas (2008) merumuskan tiga tujuan, yaitu: 1)

memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu

bersifat verbal, 2) mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera,

baik peserta didik maupun pengajar, 3) dapat digunakan secara tepat dan

bervariasi.

Pengembangan materi ajar harus didasarkan pada pinsip-prinsip

tertentu agar tujuan di atas dapat diwujudkan. Prinsip pengembangan

materi ajar menurut Daryanto dan Dwicahyono (2013) sebagai berikut: 1)

Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang konkrit

untuk memahami yang abstrak; 2) Pengulangan akan memperkuat

pemahaman; 3) Umpan balik positif akan memberikan penguatan

terhadap pemahaman peserta didik; 4) Motivasi belajar yang tinggi

merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar; 5) Mencapai

tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap akhirnya akan mencapai

ketinggian tertentu; 6) Mengetahui hasil yang telah dicapai akan

mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan.

Materi ajar mempunyai peran penting dalam proses pembelajaran,

yaitu sebagai acuan yang digunakan oleh tenaga pengajar dan siswa. bagi

siswa materi ajar menjadi acuan yang diserap isinya sehingga dapat

14
menjadi pengetahuan dan bagi guru/dosen materi ajar ini menjadi acuan

dalam menyampaikan keilmuwannya. Tenaga pengajar diharapkan dapat

mengembangkan materi ajar untuk digunakan dalam proses pembelajaran

di kelasnya. Dalam proses pengembangan materi ajar tersebut, terdapat 7

(tujuh) faktor yang harus dipertimbangkan oleh tenaga pengajar agar

materi ajarnya menjadi efektif (Purwanto, 2009). Faktor-faktor tersebut

adalah sebagai berikut: 1) Kecermatan isi, berkenan dengan validitas isi

dan keselarasan isi, 2) Ketepatan cakupan, berkenaan dengan keluasan

dan kedalaman materi, serta keutuhan konsep yang dibahas berdasarkan

bidang ilmunya, 3) Ketercernaan materi ajar, berkenaan dengan

kemudahan materi ajar tersebut dipahami dan dimengerti oleh siswa

sebagai pengguna, 4) Penggunaan bahasa, berkenaan dengan pemilihan

ragam bahasa, pemilihan kata, penggunaan kalimat efektif dan

penyusunan paragraf yang bermakna, 5) Perwajahan/pengemasan,

berkenaan dengan penataan letak informasi dalam satu halaman cetak, 6)

Ilustrasi, berkenaan dengan variasi penyampaian pesan dalam materi ajar

agar lebih menarik, memotivasi, komunikatif, dan membantu

pemahaman siswa terhadap isi pesan, 7) Kelengkapan komponen,

berkenaan dengan paket materi ajar yang dapat berfungsi sebagai

komponen utama, komponen pelengkap, dan komponen evaluasi hasil

belajar.

2. Teks Eksposisi

15
Kajian teori tentang teks eksposisi diuraikan dengan: a. pengertian

teks eksposisi, b. struktur teks eksposisi, c. unsur kebahasaan teks eksposisi,

d. ciri-ciri teks eksposisi, e. tujuan teks eksposisi. Berikut rincian penjelasan

dari masing-masing aspek.

a. Pengertian Teks Eksposisi

Menurut Syafi’ie dalam Arief (2015: 8), eksposisi adalah wacana

yang berusaha menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat

memperluas pengetahuan pembaca karangan itu. Wacana ini bertujuan

menyampaikan fakta-fakta secara teratur, logis dan saling bertautan

dengan maksud untuk menjelaskan suatu ide, istilah, masalah, proses,

dan unsur-unsur sesuatu, hubungan sebab-akibat, agar diketahui oleh

orang lain. Menurut Nasucha dalam Arief (2015: 9), bahwa paragraf

eksposisi bertujuan memaparkan, menjelaskan, menyampaikan

informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan

atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya. Menurut

Alwasilah (2005:11), eksposisi adalah tulisan yang tujuan utamanya

mengklarifikasi, menjelaskan, mendidik, atau mengevaluasi sebuah

persoalan. Menurut Keraf dalam Mita (2018:7), eksposisi adalah suatu

bentuk wacana yang berusaha menguraikan objek sehingga memperluas

pandangan atau pengetahuan pembaca. Ramlan dalam Mita (2018:7),

eksposisi artinya paparan yang bertujuan untuk menyampaikan suatu

penjelasan atau informasi.

b. Struktur Teks Eksposisi

16
Struktur teks eksposisi ada tiga, yaitu: 1) pertanyaan pendapat

(tesis), 2) argumentasi, dan 3) penegasan ulang pendapat (Kemendikbud,

2014: 74). Ketiga struktur tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, pernyataan pendapat (tesis). Pernyataan pendapat (tesis)

merupakan argumen-argumen yang akan dipaparkan (Kemendikbud,

2014: 74). Muda (2006:526) menyatakan bahwa tesis adalah pernyataan

atau teori yang didukung oleh argumen-argumen untuk dikemukakan

khususnya berupa karangan. Menurut Doddy dalam Mita (2018:8)

menyatakan pendapat (tesis) merupakan bagian yang memperkenalkan

topik dan menunjukkan posisi penulis, serta menguraikan pendaat utama

yang akan disajikan.

Kedua, argumen. Argumen merupakan alasan penulis yang

berisikan fakta-fakta yang dapat memperkuat atau menolak suatu

pendapat, pendiri, atau gagasan (Kemendikbud, 2014: 75). Muda (2006:

60) menjelaskan bahwa argumen adalah alasan yang dapat dipakai untuk

memperkuat atau menolak suatu pendapat. Dapat disimpulkan, bahwa

argumen adalah alasan berupa fakta yang dapat memperkuat atau

menolak suatu pendapat.

Ketiga, penegasan ulang pendapat. Penegasan ulang pendapat

merupakan bagian akhir dari sebuah teks eksposisi untuk mempertegas

pendapat yang sudah dipaparkan dibagian argumen (Kemendikbud,

2014: 76). Marahimin (2010:194) menjelaskan bahwa sebelum

mengakhiri eksposisi, haruslah disimpulkan kembali apa-apa yang

17
dikatakan dalam tesis. Menurut Doddy dalam Mita (2018:8) bahwa

struktur terakhir eksposisi adalah conclusin (kesimpulan) yang

menyatakan kembali posisi penulis. Dapat disimpulkan bahwa penegasan

ulang pendapat perlu diperhatikan atau dilakukan supaya pendapat

penulis dapat terbukti.

c. Unsur Kebahasaan Teks Eksposisi

Unsur kebahasaan teks eksposisi ada tiga, yaitu (1) pronomina, (2)

konjungsi, (3) kata leksikal. Ketiga unsur tersebut, sebagai berikut.

Pertama, menggunakan pronomina. Marhiyanto (2008: 104)

menjelaskan bahwa pronomina atau kata ganti adalah kata yang bertugas

menggantikan kata benda yang telah disebut atau setidak-tidaknya telah

dikenal. Pronomina dibagi atas beberapa jenis antara lain: pronomina

persona (orang pertama, kedua, dan ketiga), pronomina pemilik (-nya, -

mu, mereka), pronomina penanya (apa, siapa, kapan, dimana, mengapa,

bagaimana, barangsiapa, yang). Pronomina dalam teks eksposisi biasanya

terdapat pada bagian tesis dan penegasan ulang pendapat. Pronomina

digunakan untuk memperkuat gagasan terhadap yang dipaparkan.

Kedua, menggunakan konjungsi. Tarigan dalam Mita (2018: 9),

konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang

berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata

dengan kata, frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat. Chaer

(1993: 110) menyatakan beberapa jenis konjungsi antara lain: (a)

konjungsi adversative (namun, tetapi), (b) konjungsi kausal (sebab,

18
akibat), (c) konjungsi korelatif (apalagi, demikian juga), (d) konjungsi

subordinatif (meskipun, kalau), (e) konjungsi temporal (sebelumnya,

sesudahnya, lalu, kemudian), (f) konjungsi koordinatif (dan, tetapi, atau,

16 melainkan, sedangkan, kemudian, lalu, bahkan). Dalam teks eksposisi

konjungsi atau kata hubung digunakan untuk memperkuat argumen.

Ketiga, kata leksikal. Kata leksikal yang digunakan dalam teks

eksposisi adalah kata yang menyatakan persepsi atau menunjukkan sikap

penulis. Contoh, kata percaya, kata yang sejenis yaitu yakin, optimis,

potensial. Kata-kata tersebut digunakan untuk mempengaruhi atau

mengubah persepsi pembaca agar mengikuti atau menerima pendapat

penulis teks (Kemendikbud, 2013: 86). Kata leksikal dapat berupa

nomina, verba, adjektiva, dan adverbia.

d. Ciri-Ciri Teks Eksposisi

Ada beberapa ciri karangan eksposisi, yaitu: 1) Paparan itu

karangan yang berisi pendapat, gagasan, keyakinan. 2) Paparan

memerlukan fakta yang diperlukan dengan angka, statistik, peta, grafik.

3) Paparan memerlukan analisis dan sintesis. 4) Paparan menggali

sumber ide dari pengalaman, dan penelitian serta sikap dan keyakinan. 5)

Paparan menjauhi sumber daya khayal. 6) Bahasa yang digunakan adalah

bahasa yang informatif dengan katakata yang denotatif, serta penutup

paparan yang berisi penegasan (Dalman, 2012: 120).

19
e. Tujuan Teks Eksposisi

Ada beberapa tujuan karangan eksposisi, yaitu: 1) Memberi

informasi atau keterangan yang sejelas-jelasnya tentang objek, meskipun

pembaca belum pernah mengalami atau mengamati sendiri, tanpa

memaksa orang lain untuk menerima gagasan atau informasi. 2)

Memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. 3)

Menyajikan fakta dengan gagasan yang disusun sebaik-baiknya, sehingga

mudah dipahami oleh pembaca. 4) Digunakan untuk menjelaskan hakikat

sesuatu, memberi petunjuk mencapai atau mengerjakan sesuatu,

menguraikan proses dan menerangkan pertalian antara satu hal dengan

hal yang lain (Dalman, 2012: 120).

3. Materi Frase Adjektiva

Adjektiva menurut Kridalaksana (1984: 53), “frasa adjektiva adalah

frasa endosentris berinduk satu yang induknya adjektiva dan modifikatornya

adverbial”. Pendapat lain dikemukakan pula oleh Tarigan (1985:112) yang

mengatakan bahwa, “frasa adjektiva adalah frasa yang hulunya berupa

adjektiva atau keadaan”. Frasa adjektiva adalah konstruksi yang termasuk ke

dalam jenis frasa yang bertipe endosentris. Sifat endosentris inilah yang

menyebabkan sehingga dalam konstruksi frasa adjektiva kita mengenal

adanya unsur pusat dan unsur atribut. Kalau diperhatikan struktur frasa

adjektiva, yang menjadi atribut dalam konstruksi tersebut umumnya hanya

diisi oleh kategori adverbia (kata keterangan). Selanjutnya, “adverbia adalah

kategori yang mendampingi adjektiva, verba, numeralia, atau preposisi

20
dalam konstruksi sintaksis” (Kridalaksana, 1986: 79).

Struktur Frasa Adjektiva Menurut Kridalaksana (1986:80), “kategori

adverbia dibedakan menjadi adverbia dasar bebas, adverbia turunan,

adverbia yang terjadi dari kategori lain dan pronominal, adverbia deverbal

gabungan, adverbia de-adjektiva gabungan, dan gabungan proses”.

Berkaitan dengan hal tersebut menurut Mulyadi (1991:41), atribut yang

terdapat dalam konstruksi frasa adjektiva jika ditinjau dari segi lataknya,

dapat dibedakan atas: a) Atribut yang senantiasa mendahului unsur pusat

(atribut pendahulu), contoh: amat cepat, lebih cepat, kurang cepat; b)

Atribut yang senantiasa terletak di belakang unsur pusat (atribut penyerta),

contoh: cantik sekali, cantik betul; c) Atribut yang dapat mendahului dan

mengikuti unsur pusat (atribut pengapit), contoh: sangat cantik sekali, amat

cantik sekali, dan sangat baik sekali. Pola-pola tersebut, dapat dikatakan

sebagai pola yang menjadi dasar terbentuknya struktur frasa adjektiva dalam

berbagai variasi yang lain.

Menurut Chaer (2009:144) frasa adjektiva adalah frasa yang mengisi

atau menduduki fungsi predikat dalam sebuah klausa adjektiva. Dilihat dari

kedudukan kedua unsurnya dibedakan adanya frasa adjektiva koordinatif

(FAK) dan frasa adjektiva subordinatif (FAS).

a. Penyusunan frasa adjektiva koordinatif (FAK)

21
Frasa adjektiva koordinatif (FAK) dapat disusun dari:

1) Dua buah kata kategori adjektiva yang merupakan anggota dari

antonim relasional dan memiliki makna gramatikal “pilihan“ sehingga

di antara keduanya dapat disisipkan kata atau. Contoh: baik buruk, tua

muda, jauh dekat.

2) Dua buah kata berkategori adjektiva yang merupakan anggota dari

pasangan bersinonim, dan memiliki makna gramatikal “sangat“,

contoh: tua renta, muda belia, segar bugar. Hal serupa disebut oleh

simatupang sebagai reduplikasi semantik. Menurut Simatupang

(dalam Darwis, 2012:86), “yang dimaksud dengan reduplikasi

semantik ialah pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk

yang mengandung arti yang sinonim”. Namun Kridalaksana (dalam

Darwis, 2012:86), “menyebutnya paduan leksem atau kompositum

(kata majemuk)”

3) Dua buah kata berkategori adjektiva yang maknanya sejalan tidak

bertentangan dan memiliki makna gramatikal “himpunan‟ sehingga di

antara keduanya dapat disisipkan kata dan

4) Dua buah kata berkategori adjektiva yang maknanya tidak sejalan

(bertentangan) dan memiliki makna “berkebalikan”, sehingga di

antara kedua unsurnya harusnya disisipkan kata tetapi. Contoh: murah

tetapi, bagus kecil tetapi, mungil besar tetapi jelek.

22
b. Penyusunan frasa adjektiva sobordinatif (FAS)

Frasa adjektiva subordinatif disusun dengan struktur: 1) Adjektiva

+ Nomina (A + N) 2) Adjektiva + Adjektiva (A + A) 3) Adverbia +

Adjektiva (Adv + A) 4) Adjektiva + Adverbia (A + Adv). Keempat pola

tersebut menunjukkan bahwa adjektiva itu berkaidah atau berpola D - M

atau M - D. Pola D - M (Diterangkan-Menerangkan) terdiri atas

Adjektiva sebagai induk yang diterangkan oleh kategori nomina, verba,

atau adverbia, sebagai atribut. Kemudian pola M - D (Menerangkan-

Diterangkan) terdiri atas sebuah adjketiva sebagai induk yang

diterangkan oleh sebuah adverbia atau pendamping sebelah kiri. Berikut

aturan pola-pola tersebut:

1) Frasa Adjektiva dengan pola A + N makna gramatikal „seperti‟

apabila unsur pertama berkategori adjektiva dan memiliki komponen

makna (+warna) dan unsur kedua berkategori nomina dan memiliki

komponen makna (+perbandingan); sehingga di antara kedua

unsurnya dapat disisipkan kata seperti warna. Contoh: merah darah,

kuning emas, biru langit, hijau daun.

2) Frasa Adjektiva dengan pola A1 + A2 makna gramatikal “jenis

warna” dapat disusun dari: Unsur pertama berkategori adjektiva dan

berkomponen makna (+warna) dan unsur kedua berkategori adjektiva

dan berkomponen makna (+cahaya).

a) Unsur pertama berkategori adjektiva dan memiliki komponen

makna (+warna), sedangkan unsur kedua berkategori adjektiva dan

23
berkomponen makna (+warna) dan (+benda), contoh: putih kebiru-

biruan coklat kehitam-hitaman merah kebiru-biruan.

b) Frasa adjektiva dengan pola A + V dan bermakna gramatikal

“untuk” dapat disusun apabila unsur pertama berkategori adjektiva

dan memiliki komponen makna (+sikap batin), sedangkan unsur

kedua berkategori verba dan memiliki komponen makna

(+tindakan) atau (+kejadian). Contoh: berani datang, malu

bertanya, siap berjuang.

c) Frasa adjektiva dengan pola Adv+A dan memiliki makna

gramatikal “ingkar” dapat disusun apabila unsur pertama

berkategori adverbia yang berkomponen makna (+ingkar) dan

unsur yang kedua berkategori adjektiva dan berkomponen makna

(+keadaan) atau (+sikap batin). Contoh: tidak takut, tidak malas,

tidak bodoh, tidak malu. Adverbia ingkar bukan dapat juga

mendampingi adjektiva kalau frasa adjektiva itu diikuti oleh

klausa pembetulan. Contoh: Bukan hijau, (melainkan biru) Bukan

pendek, (hanya kurang tinggi) Bukan marah, (melainkan

menegur).

d) Frasa adjektiva dengan pola Adv + A dan bermakna gramatikal

„derajat‟ dapat disusun bila unsur pertama berkategori adverbia

dan berkomponen makna (+derajat) atau (+tingkat); sedangkan

unsur kedua berkategori adjektiva dan berkomponen makna

(+keadaan) atau (+sifat). Contoh: sangat indah, kurang bagus,

24
cukup baik, lebih pandai.

e) Frasa adjketiva dengan pola A + Adv dan bermakna gramatikal

“sangat” atau “tingkat superlative” dapat disusun apabila unsur

pertama berkategori adjektiva dan bermakna gramatikal

(+keadaan); sedangkan kedua berkategori adverbia dan

berkomponen makna (+paling) dalam bentuk kata sekali. Contoh:

indah sekali, bagus sekali, merah sekali, tua sekali.

4. Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan

pembelajaran yang dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and

Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan

materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dengan

pendekatan kontekstual diharapkan hasil belajar dapat lebih bermakna

bagi siswa, sehingga siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya dalam

kehidupan mereka dalam jangka panjang (Siregar, E., Nara, H.,

2018:117).

Pendekatan pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan

aktifitas siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan

konsep tentang materi pembelajaran dan mengaitkan konsep tersebut

dengan situasi dunia nyata mereka. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Elaine B. Johnson bahwa kekuatan, kecepatan, dan kecerdasan otak (IQ)

tidak lepas dari faktor lingkungan atau faktor konteks, karena ada

25
interface antara otak dan lingkungan. Pendekatan pembelajaran

kontekstual mendorong siswa untuk selalu aktif dalam menemukan

konsep dan mengaitkan antara pengalaman yang dimiliki siswa dengan

materi yanng dipelajari. Hal ini sesuai dengan “pembelajaran spiral”

sebagai konsekuensi dalil J. Bruner (Aqib, Z., 2013:4). Contextual

Teaching and Learning merupakan suatu proses pendidikan yang holistik

dan bertujuan memotivasi siswa. Pembelajaran ini digunakan untuk

memahami makna materi pelajaran yang sedang dipelajari dalam konteks

kehidupan sehari-hari siswa (konteks pribadi, sosial, dan kultural),

sehingga siswa memiliki pengetahuan yang secara fleksibel dapat

diterapkan dari satu konteks ke konteks lainnya (Aqib, Z., 2013:4).

Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual siswa akan

memperoleh pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal untuk

memecahkan masalah kehidupannya di lingkungan masyarakat. Siswa

adalah generasi yang dipersiapkan untuk menghadapi dan memecahkan

masalah di masa mendatang sehingga perlu dilatih dari sekarang.

Menurut S. Nasution memecahkan masalah adalah metode belajar yang

mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya (discovery) tanpa

bantuan khusus. Masalah yang dipecahkan, ditemukan sendiri tanpa

bantuan khusus akan memberi hasil yang lebih unggul dibanding

pemecahan masalah yang mendapat bantuan khusus (S. Nasution,

2017:173).

Dengan demikian pendekatan pembelajaran kontekstual

26
pembelajaran adalah pembelajaran yang mendorong siswa untuk

menemukan konsep dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan

pengalaman yang dimiliki sebagai pengetahuan prasyarat untuk

membangun konsep baru. Dengan pendekatan pembelajaran kontekstual

pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan siswa dapat

mengaplikasikan konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata mereka

untuk memecahkan masalah kehidupan di lingkungannya.

b. Komponen Pendekatan Kontekstual

Menurut Siregar, E., Nara, H. (2018:118), komponen - komponen

yang menyusun Pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:

1) Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating)

2) Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing)

3) Belajar secara mandiri

4) Kolaborasi (collaborating)

5) Berpikir kritis dan kreatif (applying)

6) Mengembangkan potensi individu (transfering)

7) Standar pencapaian yang tinggi

8) Asesmen yang autentik

c. Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Ada beberapa karakteristik dalam pendekatan kontekstual dalam

pembelajaran, yaitu:

1) Kerjasama

2) Saling menunjang

27
3) Menyenangkan, tidak membosankan

4) Belajar dengan bergairah

5) Pembelajaran terintegrasi

6) Menggunakan berbagai sumber

7) Siswa aktif h. Sharing dengan teman

8) Siswa kritis guru kreatif

9) Dinding dan lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,

gambar, artikel, humor, dan lain-lain

10) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapot tetapi hasil karya

siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.

d. Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual

Dalam pendekatan kontekstual ada beberapa langkah yang harus

dilalui yang disebut degan fase, ada 6 fase dalam pembelajaran antara

lain:

1) Fase 1 (menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa), guru

menyampaikan tujuan yan ingin dicapai dalam pembelajaran dan

memotivasi siswa

2) Fase 2 (Menyampaikan Informasi), guru menyampaikan informasi

kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3) Fase 3 (Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar),

guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk

kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien

28
4) Fase 4 (Membimbing kelompok belajar dan bekerja), guru

membimbing kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas mereka

5) Fase 5 (Evaluasi), guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

telah dipelajari/ meminta kelompok untuk presentasi hasil kerja

6) Fase 6 (Memberikan Penghargaan), guru mengharagai baik upaya

maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

B. Kajian Pustaka

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai kajian penelitian

terdahulu antara lain sebagai berikut:

Milah Nuraini (2021) melakukan penelitian yang dilatarbelakangi dengan

tidak tersedianya materi ajar yang mengkhususkan materi frasa adjektiva dalam

kebahasaan teks eksposisi secara kontekstual yang digunakan pada materi teks

eksposisi jenjang SMA. Hasil penelitian didapatkan melalui tahap validasi

produk materi ajar oleh dosen ahli materi linguistik yang mendapatkan 17

centang “Ya” pada 20 rincian aspek yang menyatakan bahwa materi yang

disusun sudah “sangat layak” untuk diimplikasikan pada proses pembelajaran.

Hani Rizki Sulistyorini (2019) Hasil dari penelitian ini menghasilkan

beberapa data diantaranya yaitu, (1) ketersediaan dan kondisi buku

pendamping pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada materi teks

eksposisi. Berdasarkan hasil analisis terhadap kuesioner, dinyatakan bahwa

buku yang tersedia di sekolah masih belum memenuhi kebutuhan siswa dan

guru utamanya dalam hal materi. Materi yang disediakan masih kurang,

29
sehingga diperlukan sumber lain. (2) analisis kebutuhan buku pengayaan

mengonstruksi teks eksposisi bermuatan kesenian daerah Cilacap untuk siswa

SMA kelas X, hasil analisis menunjukan bahwa siswa dan guru mengharapkan

buku pengayaan yang peneliti kembangkan dapat memenuhi kebutuhan siswa

dan guru terutama dalam aspek materi, penyajian materi, penyajian contoh

teks, aspek bahasa dan keterbacaan, dan aspek kegrafikaan. Siswa dan guru

juga berharap buku pengayaan tersebut dikemas dengan menarik, supaya siswa

tertarik dan antusias untuk membaca. (3) penilaian hasil prototipe buku

pengayaan mengonstruksi teks eksposisi bermuatan kesenian daerah Cilacap

oleh dosen ahli dan guru. Berdasarkan hasil analisis, buku pengayaan

mengonstruksi teks eksposisi memperoleh skor dalam aspek materi oleh guru

dan dosen ahli masing-masing 72,9 dan 85,41. Aspek penyajian materi

memperoleh skor sebesar 66,6 dan 83,4. Kemudian pada aspek bahasa dan

keterbacaan memperoleh skor 71,8 dan 68,8. Lalu pada aspek kegrafikan,

penialai guru dan dosen masing-masing memperoleh skor 69,7 dan 78,125.

Aspek yang terakhir yaitu muatan kesenian daerah Cilacap mendapat skor dari

guru sebesar 75 dan dosen ahli memberi skor 87,5. Jika dirata-rata secara

keseluruhan skor, maka memperoleh simpulan bahwa buku pengayaan

mengonstruksi teks eksposisi bermuatan kesenian daerah Cilacap sudah

berkategori baik.

Anna Aries Diyati Masfufah, Mustofa, Iib Marzuqi, dan Bisarul Ihsan

(2022). Melakukan penelitian dengan membuktikan bahwa bahan ajar teks

eksposisi dengan pendekatan kontekstual menadapat nilai rata-rata kevalidan

30
dari ahli materi/isi dan ahli desain sebesar 94,9% dengan kategori sangat baik.

Bahan ajar teks eksposisi dengan pendekatan kontekstual mendapatkan nilai

dari uji coba keefektifan sebesar 98,8% dengan kategori sangat baik. Bahan

ajar teks eksposisi dengan pendekatan kontekstual mendpatakan nilai dari uji

coba kepraktisan setelah dirata-rata dengan menambahkan skor yang diperoleh

lalu membagi jumlah siswa, dan mendapatkan nilai sebesar 95,5% dengan

kategori sangat baik.

Wahyu Irmawati (2018), melakukan penelitian dengan hasil penelitian

yang membuktikan bahwa hasil pengembangan menunjukkan bahwa, 1)

Spesifikasi produk yang dihasilkan terdiri dari 5 bagian, yaitu: (a) Bagian pra-

pendahuluan, mencakup hasil pengembangan yang berupa sampul depan dan

belakang, kata pengantar, petunjuk guru, pedoman penggunaan buku, dan

daftar isi. (b) Bagian pendahuluan, mencakup hasil pengembangan yang berupa

latihan apersepsi, judul bab, dan peta konsep. (c) Bagian isi, mencakup hasil

pengembangan yang berupa kegiatan belajar peserta didik. Bagian isi ini

meliputi materi. (d) Bagian pelengkap, mancakup hasil pengembangan yang

berupa tahukah kamu?, uji kompetensi setiap bab, latihan semester, dan

refleksi. (e) Bagian penutup, mencakup hasil pengembangan yang berupa

daftar referensi, 2) Hasil uji kemenarikan dapat dilihat dari penilaian tanggapan

peserta didik dan didapatkan skor 91,9% yang berarti sangat valid, 3) Produk

pengembangan terbukti efektif untuk digunakan dan menarik berdasarkan hasil

pretest dan posttest dan tanggapan peserta didik. Hasil yang didapatkan bahwa

t hitung ˃ t tabel dengan 10,265 ˃ 2,144, yang artinya H0 ditolak. Artinya

31
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap bahan ajar yang dikembangkan.

Pada uji coba penggunaan didapatkan skor 91,9% yang berarti pada tingkat

kualifikasi sangat valid dalam artian bahan ajar dinyatakan menarik.

Kristin Stock dan Javid Yousaf (2018), membuktikan bahwa melalui

pendekatan untuk interpretasi ekspresi bahasa alami geospasial yang

menggunakan basis pengetahuan ekspresi secara interpretasi manusia (dalam

bentuk tingkat kecocokan dengan salah satu dari 50 konfigurasi geometris)

dapat diketahui. Pendekatan ini mampu menafsirkan ekspresi baru dengan

menemukan ekspresi basis pengetahuan yang paling mirip dan mengadopsi

maknanya. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam menentukan

kesamaan ekspresi menggunakan empat metode berbeda: pencocokan elemen;

pendekatan kolokasi linguistik (Cosine); jarak jaringan semantik wordnet dan

pendekatan baru yang menggabungkan aspek kontekstual ekspresi termasuk

skala, tipe geometri, struktur aksial, skema gambar, dan cair/padat. Selain

preposisi, relatum dan locatum, kami mempertimbangkan kata sifat spasial,

kata keterangan, kata kerja dan sub-bagian dari relatum dan locatum. Metode

yang memasukkan konteks adalah yang paling sukses dari empat yang diuji,

memilih konfigurasi geometris yang sama dengan responden manusia dalam

69% kasus.

Roland Ompusunggu (2018) melakukan analisis penelitian yang

difokuskan pada analisis frase kata sifat artikel majalah di Seventeen. Analisis

kualitatif deskriptif digunakan untuk mengumpulkan data. Objektif Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui lima fungsi gramatikal dari frase adjektiva,

32
berapa banyak frase kata sifat yang digunakan dalam kalimat, dan jenis frase

kata sifat yang paling dominan dalam kalimat yang ditemukan di semua artikel

Seventeen Magazines. Penulis menemukan bahwa lima utama fungsi

gramatikal dari adjective phrase dalam kalimat adalah sebagai berikut: sebagai

adjective phrase head, pengubah frasa kata benda, pelengkap subjek, pelengkap

objek, dan apositif. Dan yang paling tipe dominan dari lima fungsi gramatikal

utama frasa adjektiva yang digunakan dalam Artikel Seventeen Magazine

adalah frase kata sifat yang berfungsi sebagai pelengkap objek.

Hanan Ebaid (2018), melakukan penelitian dengan data yang dianalisis

pada penelitian ini diwakili oleh 66 produk yang dikategorikan ke dalam dua

kelompok utama. Pertama, frase kata sifat satu kata seperti pada Orange, Idea

dan Pure. Kedua, frase kata sifat multi kata yang dibagi lagi menjadi: frase kata

sifat dua kata seperti dalam Icy Hot; frase kata sifat majemuk seperti pada Fair

and Lovely dan frase kata sifat dengan kata keterangan pramodifikasi seperti

pada So Bright. Analisis berfokus pada penyorotan fitur dan makna yang

terkait dengan produk semacam itu yang membuatnya layak dibeli. Ditemukan

bahwa kata sifat terbukti menjadi alat persuasif yang kuat sejauh produsen dan

biro iklan didorong untuk menggunakannya hanya untuk memberi nama

produk. Ditemukan juga bahwa beberapa kata sifat mencerminkan aspek sosial

budaya seperti dalam kasus produk yang disebut Organik yang menarik bagi

konsumen Barat dan Eropa, sedangkan produk yang disebut Beiti atau buatan

sendiri memiliki daya tarik yang kuat bagi konsumen Mesir.

C. Konsep Pengembangan Materi Ajar Frasa Adjektiva

33
Dalam pengembangan materi ajar Frasa Adjektiva ini secara konstruktif

terhadap teks eksposisi berbasis kontekstual dalam Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal ini dikembangkan dalam

bentuk teks tertulis. Teks-teks yang disajikan sebagai bahan referensi atau

sebagai bacaan bagi siswa akan berisi teks eksposisi yang diberi muatan

tentang berbasis kontekstual dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas

VIII SMP Negeri 13 Kota Tegal.

Muatan yang diintegrasikan kedalam teks eksposisi tersebut berfungsi

untuk memudahkan siswa dalam memahami dan mempelajarai frase adjektiva

dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa Kelas VIII SMO Negeri 13

Tegal.

Pengembangan materi ajar Frase Adjetiva ini mengontruksi teks

eksposisi ini berfokus pada pemahaman peserta didik dalam memahami materi

teks eksposisi khususnya pada keterampilan mengontruksi teks eksposisi.

Materi ajar ini ini merupakan materi ajar keterampilan secara kontekstual,

maka dari itu buku ini akan lebih menekankan pada materi bagaimana cara atau

langkah-langkah mengontruksi teks eksposisi berbasis kontekstual.

Konstruksi teks eksposisi Berbasis kontekstual pada materi frase

adjektiva pada Bahasa Indonesia, pada materi ajar ini akan disajikan dengan

cara berikut:

1. Secara Linguistik dan atau bahasa terletak pada contoh teks yang disajikan,

yaitu contoh teks eksposisi dalam materi ajar ini memuat frase adjektiva

berbasis kontekstual pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

34
2. Secara materi substantif terletak pada substansi materi frase adjektiva

Berbasis kontekstual pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk

mendukung materi yang disajikan.

3. Secara Ahli Media terletak pada informasi tambahan di sela-sela materi inti.

Pemberian informasi tambahan berfungsi untuk menambah pegetahuan

informasi siswa diluar materi yang sedang mereka pelajari. Informasi

tambahan tersebut disajikan dalam bentuk seperti, kotak info, sekilas info,

dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep pengembangan

materi ajar frase adjektiva mengontruksi teks eksposisi berbasis kontekstual ini

terletak pada bagaimana buku pengayaan menyajikan materi tentang

mengontruksi teks eksposisi berbasis kontekstual dalam pengembangan

pemahaman konsep dasar teks eksposisi berbasis kontekstual tersebut.

D. Kerangka Berpikir

Materi ajar frase adjetiva dalam teks kebahasaan teks eksposisi berbasis

kontekstual ini berdasarkan latar belakang pada masalah yang muncul di

lapangan, yaitu sekolah. Di lapangan telah ditemukan masalah dalam

pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada materi teks eksposisi.

Dalam materi teks eksposisi terdapat submateri mengonstruksi teks

eksposisi. Pada pembelajaran tersebut muncul permasalahan, yaitu kurangnya

35
sumber belajar yang digunakan siswa sehingga banyak siswa yang mengalami

kesulitan dalam pembelajaran khususnya pada keterampilan mengontruksi teks

eksposisi dalam materi frase adjektiva. Buku - buku yang sudah tersedia juga

masih menyisakan permasalahan diantaranya adalah kurang lengkapnya materi

yang disajikan.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dari itu peneliti

mengembangkan materi ajar frasa adjektiva dalam kebahasaan teks eksposisi

berbasis kontekstual dalam mata pelajaran bahasa indonesia Kelas VIII SMP

Negeri 13 Kota Tegal untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Materi ajar ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menambah

pengetahuan siswa mengenai materi teks eksposisi, khsusunya pada

keterampilan mengonstruksi teks eksposisi Frase adjektiva.

Kosasih, (2014: 21) mengemukakan bahwa teks eksposisi adalah sebuah

teks bersifat argumentatif yang menyajikan pendapat atau gagasan dan terbagi

kedalam tiga bagian, yakni tesis, argumentasi, dan penegasan ulang. Dalam

materi teks eksposisi berbasis kontekstual tedapat keterampilan mengontruksi

teks eksposisi yang merupakan kompetensi dasar dalam standar isi Kurikulum

2013 revisi yang wajib dikuasai oleh siswa. Dengan melakukan keterampilan

tersebut, siswa dapat memiliki keterampilan memberikan argumentasi dan

memiliki kemampuan berfikir kritis terhadap apa saja yang terjadi di

sekelilingnya.

Materi ajar yang peneliti kembangkan ini berfungsi sebagai buku

pelengkap dan pendamping kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia,

36
khususnya pada materi mengontruksi teks eksposisi. Buku ini berisi jabaran

materi tentang teks eksposisi dan materi mengontruksi teks eksposisi serta

contoh-contoh teks eksposisi yang dapat dijadikan gambaran kepada siswa

mengenai bentuk teks eksposisi.

Dengan penelitian dan pengembangan ini, diharapkan produk yang

dihasilkan dapat membantu memecahkan permasalahan pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya pada materi teks eksposisi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Model Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan atau

Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono (2010: 407) penelitian

dan pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah ”metode

37
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji

keefektifan produk tersebut”. Borg & Gall (Setyosari: 2010: 215) menyatakan

bahwa penelitian pengembangan merupakan suatu proses yang dipakai untuk

mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Lebih lanjut, Sugiyono

(2015: 407) Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa Inggris

Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu, dan menguji kelayakan produk tersebut.

Model penelitian dalam penelitian pengembangan ini adalah model

penelitian Borg & Gall yang telah diadopsi dan dikembangkan oleh Sugiyono.

Penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan dari adopsi Sugiyono

model Borg & Gall, dengan memiliki sepluh tahapan proses yang harus dilalui.

Dengan kesepuluh tahapan ini, dapat menghasilkan produce model

pembelajaran yang teruji, relevan, dan bisa dipertanggungjawabkan kualitas

dan keandalannya. Model penelitian adopsi Sugiyono model Borg & Gall,

terdiri dari dan memiliki model teoritik/konseptual/faktual, model hipotetik,

dan model final.

Model teoritik/konseptual/faktual adalah model yang bersifat analitis,

yang menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen

secara rinci, dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan

dikembangkan. Model teoritik/konseptual/faktual merupakan model yang

menggambarkan konsep berpikir yang didasarkan pada teori-teori yang relevan

dan didukung oleh data empiris di lapangan. Model hipotetik adalah model

yang sudah mendapat masukan pakar dan praktisi, serta pengguna melalui

38
Focus Group Discussion (FGD). Model final adalah model yang sudah diuji

coba secara empiris di lapangan/sekolah/universitas

Peneliti melakukan penelitian dan pengembangan materi ajar frasa

adjektiva dalam kebahasaan teks eksposisi berbasis kontekstual untuk

meningkatkan kompetensi Bahasa Indonesia siswa Kelas VIII SMP Negeri 13

Tegal. Tingkat kelayakan materi ajar frasa adjektiva dalam kebahasaan teks

eksposisi berbasis kontekstual untuk meningkatkan kompetensi Bahasa

Indonesia siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Tegal diketahui melalui validasi

oleh ahli materi dan ahli media. dan uji coba penggunaan produk pada

kelompok siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Tegal.

Model pengembangan ada beberapa prosedur pengembangan yang

dikemukakan oleh beberapa ahli. Penelitian pengembangan ini mengacu pada

prosedur penelitian pengembangan menurut Sugiyono yang disesuaikan

dengan kebutuhan peneliti. Prosedur penelitian pengembangan menurut

Sugiyono (2010: 409) dapat dilihat pada gambar berikut ini.

39
Gambar 3. Prosedur Penelitian Pengembangan (Sugiyono, 2010: 409)
Prosedur dalam penelitian pengembangan menurut Sugiyono (2010:

409), sebagai berikut: ”potensi masalah, pengumpulan data, desain produk,

validasi desain, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji

coba pemakaian, revisi produk dan produksi terbatas”.

a. Tahapan Penelitian Pengembangan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan prosedur penelitian

pengembangan Adopsi Sugiyono Modifikasi Model Borg & Gall sebagai

berikut:

40
PENDAHULUAN UJI KELAYAKAN MODEL UJI KEEFEKTIVAN MODEL
Studi Pendahuluan:
Kajian Teoritis
Kurikulum/KI/KD, Materi Ajar PENGEMBANGAN MATERI AJAR
FRASA ADJEKTIVA TEKS EKSPOSISI
Bahasa Indonesia PENGEMBANGAN MATERI AJAR BERBASIS CTL
FRASA ADJEKTIVA TEKS
Hasil observasi Pendahuluan: EKSPOSISI BERBASIS CTL
1 Metode Pembelajaran dan
Indikator Pembelajaran Bahasa VALIDASI AHLI
FGD
Indonesia Teks Eksposisi
PENYUSUNAN MODEL:
Materi Instruksional UJI COBA
3 Materi Ajar 6 PRODUK KECIL
Perangkat Evaluasi (TERBATAS)
Melibatkan Pakar/Ahli
2 PERANCANGAN MODEL Melibatkan Praktisi Pengajaran REVISI
Melibatkan Pengguna/Siswa dan
Guru 7 ANALISIS
MODEL KONSEPTUAL DAN FAKTUAL

Observasi Objek Penelitian


Analisis Kebutuhan: Guru, Siswa, 8 EVALUASI
4 FGD
Kurikulum, dan Materi Ajar
Desain Pembelajaran: Identifikasi Komponen REVISI
Pembelajaran dan Kompetensi Klinik
Pembelajaran Kontekstual (CTL) 5 ANALISIS
ANALISIS

ANALISIS DATA MODEL HIPOTETIK UJI COBA


9 PRODUK BESAR

MODEL TEORITIK Gambar 4. Prosedur Penelitian Pengembanga


10 MODEL FINAL
Berdasarkan gambar di atas, maka prosedur yang dilakukan dalam

penelitian pengembangan ini meliputi tiga tahapan utama, yaitu: pendahuluan

tahap 1 dan tahap 2 (studi pendahuluan: pengumpulan informasi, dan

perancangan model); uji kelayakan model tahap 3, 4, dan 5 (penyusunan model

dengan ahli, praktisi, dan pengguna); dan uji keefektifan model tahap 6, 7, 8, 9,

dan 10 (uji validitas ahli, uji coba produk kecil, revisi (analisis), evaluasi, dan

uji coba produk besar, dan model final. Berdasarkan model diatas, maka

tahapan dalam penelitian dan pengembangan ini meliputi kegiatan penelitian

pendahuluan (preliminary investigation), menentukan arah dan pembuatan

desain pengembangan (design). Setelah itu melakukan peragaan

(demonstration), melaksanakan uji coba desain, evaluasi dan revisi (test,

evaluation and revision), melakukan pengembangan (development), dan

menyajikan hasil pengembangan.

b. Desain Uji Coba Produk

1) Desain Produk

Pada pelaksanaan prosedur pengembangan dalam penelitian ini

mengacu pada tahapan-tahapan sebagaimana telah dipaparkan di atas,

meliputi melakukan studi pendahuluan dengan melihat realitas empirik dan

mengkaji teori-teori yang relevan, menentukan prototipe dan membuat

desain, menampilkan rancangan (model), melakukan uji coba, evaluasi dan

revisi, mengembangkan lanjutan atas produk yang telah diujicobakan,

kemudian menyajikan/mengimplementasikan produk akhir.

78
Berdasarkan Research and Information Collecting yang telah dilakukan,

maka langkah selanjutnya membuat rencana desain pengembangan

pengembangan materi ajar frasa adjektiva teks eksposisi berbasis CTL.

Sesuai dengan tahapan penelitian R&D di atas, maka prosedur

pengembangan dalam penelitian ini mengacu pada adopsi Sugiyono Model

Borg & Gall, dengan tiga tahapan, yaitu pendahuluan, uji kelayakan model

dan uji keefektivan model.

2) Validasi Desain

Pada kegiatan validasi desain merupakan proses penetapan model yang

dikembangkan, apakah model yang dikembangkan sudah sesuai atau belum.

Penetapan model dengan mendiskusikan dengan para ahli/pakar dalam

Focus Group Discussion (FGD) dan uji statistika validitas dan reliabilitas

materi ajar frasa adjektiva teks eksposisi berbasis CTL. Apabila belum

mencapai parameter goodness of fit, desain model harus dilakukan revisi

ulang sampai memperoleh model yang fit.

3) Revisi Desain Model

Perancangan model yang telah disusun dalam kegiatan penyusunan

model, dan menjadi sebuah materi ajar frasa adjektiva teks eksposisi berbasis

CTL yang belum memenuhi dan mencapai parameter goodness of fit, serta

mencapai desain materi ajar pembelajaran yang ideal, efektif dan layak

digunakan, maka perlu dilakukan kegiatan revisi desain. Beberapa langkah

yang dapat dilakukan, dalam melakukan revisi desain model yang

79
dikembangkan, yaitu sebagai berikut: a) meninjau ulang instrumen/tes yang

digunakan dalam pengumpulan data; b) meninjau ulang responden, apakah

terdapat responden yang outlayer; c) merujuk hipotesis yang disusun; d)

merujuk konsep yang telah dibangun; e) meninjau ulang teori yang

digunakan untuk membangun konsep tersebut. Selanjutnya setelah dilakukan

revisi desain model awal, desain yang ”baru” atau disebut model modifikasi

divalidasi ulang.

4) Uji Coba Desain Model

Dalam melakukan uji coba yang dimaksudkan pada tahapan ini adalah

uji coba model produk kelompok kecil dan uji coba produk kelompok besar.

5) Model Final

Setelah produk dinyatakan efektif, maka tahap selanjutnya adalah

produksi massal.

c. Uji Coba Produk

Dalam penelitian pengembangan materi ajar frasa adjektiva teks eksposisi

berbasis CTL ini, setelah diperoleh model atau produk yang fit and good, model

penelitian pengembangan ini perlu diuji cobakan. Uji coba produk dalam

penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu uji coba produk kelompok

kecil dan uji produk kelompok besar dan atau kelompok eksperimen dan

kelompok control. Uji coba produk ini digunakan untuk mengetahui informasi

secara empirik apakah model tersebut lebih efektif dari pada model lama atau

model yang lainnya.

80
1) Desain Uji Coba Produk

Desain uji coba produk dalam penelitian pengembangan ini dengan uji

efektivitas produk di lapangan. Menurut Arikunto (2010: 264) efektifitas

adalah ”taraf tercapainya tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan

kepraktisan mengandung arti kemudahan suatu tes, baik dalam

mempersiapkan, menggunakan, mengolah, dan menafsirkan, maupun

mengadministrasikannya”.

Data diperoleh dari pelaksanaan Pre-test dan Post-test, hal ini sesuai

dengan model eksperimen Before After. Paradigma model penelitian One

Group Pretest-Posttest Design (before-after) menurut Sugiyono (2016: 111)

digambarkan sebagai berikut:

O O
1 X 2

Gambar 6 Desain Eksperimen (before-after)


(Sumber: Sugiyono, 2010: 415)

Keterangan:
a. O 1= nilai pretest (sebelum diberi perlakuan)
b. O 2 = nilai posttest (setelah diberi perlakuan)

Interval kriteria nilai pretest dan posttes kompetensi siswa Kelas

VIII SMPN 13 Tegal Materi Teks Eksposisi Frase Adjektiva dijelaskan

pada tabel berikut ini.

81
Tabel 3.1 Interval Kriteria Keefektifan Materi Ajar Frasa Adjektiva Teks
Eksposisi berbasis CTL Berdasarkan Nilai Kompetensi Siswa

Rata-rata Skor Kualifikasi


80 ≤ x ≤ 100 Sangat Efektif
60 ≤ x ≤ 80 Efektif
40≤ x ≤ 60 Cukup Efektif
20 ≤ x ≤ 40 Kurang Efektif
0 ≤ x ≤ 20 Tidak Efektif

Sedangkan interval kriteria angket penilaian produk materi ajar

frasa adjektiva teks eksposisi berbasis CTL dijelaskan pada tabel berikut

ini.

Tabel 3.2 Interval Kriteria Keefektifan Materi Ajar Frasa Adjektiva Teks
Eksposisi Berbasis CTL Berdasarkan Isian Kuesioner

Rata-rata Skor Kualifikasi


4,2 ≤ x ≤ 5 Sangat Efektif
3,4 ≤ x ≤ 4,2 Efektif
2,6≤ x ≤ 3,4 Cukup Efektif
1,8 ≤ x ≤ 2,6 Kurang Efektif
1,0 ≤ x ≤ 1,8 Tidak Efektif

2) Subjek Uji Coba Produk

Subjek uji coba produk materi ajar frasa adjektiva teks eksposisi

berbasis CTL terdiri dari subjek sebagai validator ahli, siswa dan guru.

3) Data dan Sumber Data

Data utama dalam studi pendahuluan meliputi: kegiatan pembelajaran

siswa Kelas VIII SMPN 13 Tegal mata pelajaran Bahasa Indonesia materi

Teks Eksposisi; kendala dalam kegiatan pembelajaran; kebutuhan guru,

82
siswa, materi ajar dan kurikulum.

Data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif meliputi: (1) Data observasi di lapangan pada pelaksanaan

pembelajaran di sekolah yang saat sekarang banyak digunakan oleh guru; (2)

Validasi model pembelajaran dengan instrumen validasi keterlaksanaan

model, dan FGD untuk memperoleh informasi tambahan guna

penyempurnaan model yang akan diuji. Sedangkan data kuantitatif berupa

instrumen test hasil penerapan model pembelajaran dengan metode Quasi

eksperimen pada kelompok kontrol dan kelompok yang mendapat perlakuan.

Sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa Kelas VIII

SMP N 13 Tegal yang ditentukan secara purposive random sampling.

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

kuesioner, wawancara, dokumentasi dan observasi,

C. Pemeriksaan Keabsahan Data

Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, terlebih

dahulu harus dilakukan uji validitas tiap butir soal dan reliabilitas instrumen. Hal

ini dimaksudkan agar bisa mendapatkan data yang valid dan handal.

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk memastikan seberapa baik suatu

83
instrument digunakan untuk mengukur konsep yang seharusnya diukur.

Validitas konstruk digunakan dalam penelitian ini, sedangkan rumus yang

digunakan adalah rumus product moment.

2. Uji Reliabilitas

Sukmadinata, (2006: 71) menyatakan bahwa”uji reliabilitas berkenaan

dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran. Uji reliabilitas

dilakukan dengan rumus cronbachalpha”. Hasil uji reliabilitas dalam

penelitian ini dinyatakan reliabel jika alpha yang dihasilkan > dari angka

kritis reliabel.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini terdiri atas analisis statistik deskriptif,

analisis statistik inferensial, dan analisis kualitatif.

1. Analisis Data Deskriptif

Analisis data deskriptif memaparkan hasil penelitian berdasarkan data

yang telah diperoleh untuk mengetahui kelayakan model pembelajaran yang

telah dikembangkan, yaitu meliputi tahap berikut ini:

a) Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan analisis data yang menggunakan

analisis deskriptif yang memaparkan hasil penelitian berdasarkan data

yang telah diperoleh untuk mengetahui kelayakan model pembelajaran

yang dikembangkan. Analisis kebutuhan dalam penelitian pengembangan

ini, meliputi: kebutuhan guru, siswa, kurikulum, dan materi ajar.

84
b) Validitas Model Pembelajaran

Validitas model pembelajaran diolah dari angket penilaian validasi

ahli. Nilai analisis digali dari lembar penilaian validasi ahli dengan

rentang nilai 1 sampai 4 berdasarkan skala likert seperti yang sudah

dijelaskan di atas. Setelah model pembelajaran kontekstual (CTL)

dikembangkan, kemudian dilakukan penilaian atau uji ahli dan pengguna.

c) Uji Coba Kelayakan Model Pembelajaran

Kelayakan model pembelajaran ditentukan melalui tanggapan siswa

melalui angket yang diberikan. Penentuan kriteria penilaian terhadap

model pembelajaran yang dikembangkan dilakukan berdasarkan skala

likert sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Adapun output yang dihailkan adalah respon positif baik dari siswa

dan guru dalam menggunakan model pembelajaran model pembelajaran

kontekstual (CTL).

2. Analisis Statistik Inferensial

Analisis statistik inferensial digunakan untuk mengetahui keefektifan

model pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa.

Keefektifan model pembelajaran ini dilihat berdasarkan analisis statistik

inferensial dengan uji-t menggunakan bantuan program analisis IBM SPSS

25 yang didahului dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas.

a. Uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sampel yang

85
digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi yang birdistribusi

normal atau tidak (Budiyono, 2004). Uji normalitas menggunakan uji

Kolmogorov smirnov dengan α = 0,050 dan dibantu program IBM SPSS

25. H0 dinyatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi

normal. Jika nilai sig dari uji normalitas lebih dari α (sig > 0,050) dan

Dhitung< Dtabel maka H0 tidak ditolak. Rumus uji normalitas dengan

Kolmogorov smirnov.

b. Uji Homogenitas. Budiyono, (2004: 82) menyatakan bahwa ”Uji

homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah variansi antar

kelompok dari data yang diperoleh antar kelompok yang diuji berbeda

atau tidak”. Uji homogenitas data model pembelajaran menggunakan uji

levene’s dengan α = 0,050 dan dibantu program IBM SPSS 25. H 0

dinyatakan bahwa tiap kelas tidak mempunyai variansi yang sama.

Keputusan uji ini adalah jika nilai sig dari uji homogenitas lebih besar

dari α (sig > 0,050) maka H0 tidak ditolak sehingga dikatakan homogen.

Rumus uji levene’s

c. Uji t (uji hipotesis). Sugiyono, (2010: 422) menyatakan bahwa ”Untuk

menguji signifikansi keefektifan model pembelajaran menggunakan

rumus statistik t-test berkorelasi (related)”

3. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan pada data hasil wawancara dan observasi

awal serta hasil validasi dan uji kelayakan model pembelajaran yaitu data

86
tersebut dalam bentuk persentase ditransformasi kedalam kriteria kualifikasi.

Range persentase dan kriteria kualitatif untuk hasil uji tersebut dapat

ditetapkan berdasarkan tabel berikut ini.

Tabel 3.3 Pengambilan Keputusan Revisi Pengembangan


Pencapaian tujuan Keterangan
Kualifikasi
pembelajaran
81-100 % Sangat baik Tidak perlu diirevisi
61-80 % Baik Tidak perlu diirevisi
41-60 % Cukup Revisi
21-40 % Kurang baik Revisi
0%-20% Sangat kurang baik Revisi
(Sumber: Riduwan, 2014)

87
DAFTAR PUSTAKA

Ahkir, M. (217). Tesis: Pengembangan Materi Ajar Bahasa Indonesia Berbasis


Karakter. Makasar: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Makasar.

Amilia,F. (2017). Pengembangan Teks Melalu Pembelajaran Kontekstual. Jurnal


Bahasa dan Sastra dalam Konteks Global, Fakultas Kepembelajaran dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jember. Arikunto, S. (2012).
Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Awalludin, Subadiyono, &Nurhayati. (2019). Pengembangan Buku Teks Sintaksis


Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Baturaja. Jurnal Pendidikan,
Vol. 6(2), 98.

Badar, T.I. (2014). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, progresif &


kontekstual: Konsep, landasan dan implementasinya, pada Kurikulum 2013
(Kurikulum Tematik Integratif/KTI). Surabaya: Kencana. Cahyadi. (2019).

Pengembangan Bahan Ajar Berbasis ADDIE Model” Universitas Muhammadiyah


Surabaya. Vol 3, 36. Chaer, A. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta. Chaer, A. (2015). Pendekatan Sintaksis. Jakarta; Rineka Cipta.

Chaer, A. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Rineka Cipta:


Jakarta.
Djumingin, Sarkiah (2017). Buku Ajar Teks eksposisi dan Perangkatnya. Badan
Penerbit Universitas Negeri Makasar: Makasar.

Harsiati, T. D. (2017). Bahasa Indonesia Edisi Revisi 2017. Jakarta:


Kemendikbud.

Ibrahim, Syaodih. (2010). Perencanaan Pengajaran. Rineka Cipta:Jakarta, 2010.

Jumadi. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya”, Makalah


disampaikan pada workshop Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 2004
Madrayah Aliyah DIY. Jateng, Kalssel di FMIPA UNY Th. 2003.

Kemendikbud. (2018). Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan

88
Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kemendikbud.

Kosasih, E. Kurniawan. (2018). 22 Jenis Teks dan Strategi pembelajarannya di


SMA- 63 MA/SMK. Yrama Widya: Jakarta.

Kosasih. E. Kurniawa. (2018). Jenis-Jenis Teks: Fungsi, Struktur, dan kaidah


kebahasaan, Yrama Widya: Bandung.

Mahsun, (2014). Teks Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesiaa Kurikullum 2013.


PT. Grafindo Persada: Jakarta.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2018). Peraturan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2018.

Muliastuti,L. (2019). Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing: Acuan Teori dan
Pendekatan Pengajaran. (Jakarta: Buku Obor).

Pribadi, Benny.A. (2014). Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis


Kompetensi: Implementasi Model ADDIE. Jakarta: Prenada Media Group.

Rahmadani, Dongoran, & Rosmawati. (2019). Pengembangan Bahan Ajar Teks


Eksposisi Pada Siswa Keas X SMA”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Vol.15(2).

Rambe, R.H., (2019). Pengembangan Bahan Ajar Menulis Teks Eksposisi


Berbasis Kontekstual Siswa Kelas X SMA Negeri 16 Medan”. Tesis:
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan.
Sari, Bintari Kartika. Desain Pembelajaran Model ADDIE dan Implementasinya
dengan Teknik JIGSAW, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo,
ISBN 978-602-70216-2-4.

Semi, A. (1993). Rancanggan Pengajaran Materi Bahasa Indonesia. Angkasa:


Bandung.

Setiyaningsih, I. (2017). Mengenal Jenis-jenis Teks. PT Penerbit Intan Pariwara:


Jakarta.

Solikhah, I. (2016). Pedoman Lengkap Pengembangan Buku Teks dan Bahan Ajar
untuk Perguruan Tinggi. Surakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya,

89
2016.

Tarigan, H.G. (1986). Pengajaran Sintaksis. Angkasa: Bandung.

Utami,S.R. (2017). Pembelajaran Aspek Tata Bahasa dalam Buku Pembelajaran


Bahasa Indonesia. AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2017”, Vol. 1 No. 2 Desember 2017, e-ISSN:2580-9040,
http://doi.org/10.21009/AKSIS.

90

Anda mungkin juga menyukai