Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI: STUDI KOMPARASI

PENDIDIKAN DI INDONESIA, THAILAND, INDIA DAN


ITALIA PASCA PANDEMI COVID-19
(Analysis of Literacy Skills: A Comparative Study of Education in Indonesia,
Thailand, India and Italy after the Covid-19 Pandemic)

TUGAS AKHIR SEMESTER


(Mata Kuliah Perbandingan Manajemen Mutu Pendidikan)
Dosen Pengampu; Dr. Ali Formen, M.Ed.

Oleh

Imron (0101622006)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEPENDIDIKAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
Analisis Kemampuan Literasi: Studi Komparasi Pendidikan di
Indonesia, Thailand, India dan Italia pasca Pandemi Covid-19

A. Pendahuhulan
Masalah guru memberikan analisis komprehensif tentang tren internasional
dan perkembangan tenaga pengajar di 25 negara di seluruh dunia. Penelitian
yang diselakukan OECD sejak tahun 2005 tentu menarik. Mengembangkan dan
mempertahankan guru berkualitas tinggi, kebijakan dan praktik inovatif dan
sukses yang diterapkan oleh negara, dan pilihan kebijakan guru yang harus
dipertimbangkan negara.
Paruh kedua tahun 2021 dan paruh pertama tahun 2022 ditandai dengan
tantangan pandemi COVID-19 yang terus berlanjut, tetapi juga secara bertahap
kembali normal berkat vaksinasi yang meluas. Meskipun beberapa negara
masih menutup sekolah, ini jauh lebih terbatas daripada di awal pandemi. Di
sisi lain, ketidakhadiran guru dan siswa akibat infeksi COVID-19 dan karantina
terus mengganggu pembelajaran. Namun, banyak negara mengalami kesulitan
untuk mencatat ketidakhadiran guru secara sistematis, dan hanya 11 negara
OECD dan peserta lainnya yang mampu memberikan angka yang sebanding
tentang ketidakhadiran guru. Delapan di antaranya terjadi peningkatan
ketidakhadiran guru setidaknya satu tingkat pendidikan dibandingkan tahun-
tahun sebelumnya. Saat fokus bergeser dari manajemen krisis ke pemulihan,
penilaian dampak pandemi dan pemulihan setelahnya menjadi prioritas. Hampir
semua negara OECD menggunakan perkiraan standar untuk menghitung
kerugian belajar di berbagai tingkat pendidikan. Sebagian besar negara juga
menawarkan dukungan tambahan kepada siswa untuk mengurangi dampak
pandemi. Di tingkat primer dan sekunder, sekitar 80 persen negara yang datanya
tersedia menerapkan rencana stimulus semacam itu. Ini kurang umum dalam
pendidikan pra-sekolah dasar tetapi ditawarkan di 19 dari 28 negara yang
datanya tersedia. Dukungan psikologis dan sosio-emosional tambahan untuk
siswa sekolah dasar tersedia di 19 dari 29 negara. Implementasi suatu inovasi
pendidikan memiliki kualitas yang dapat memberi warna pada inovasi itu
sendiri (Saleh et al., 2021). Sumber ide dan layanan baru diidentifikasi dari
kebutuhan yang muncul atau yang baru dipahami dalam masyarakat (Schröer,
2021). Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui seorang pengambil
keputusan dari pengetahuan pertama tentang inovasi, pembentukan sikap
terhadap inovasi, penerimaan atau penolakan keputusan, penerapan ide baru dan
konfirmasi keputusan (Rogers, 1983). Pelatihan awal dan lanjutan
diselenggarakan untuk memberi tahu para guru tentang teknologi baru
(Çalışkan & İzmirli, 2020). Banyak bukti tentang pentingnya nummerasi,
beberapa intervensi bertujuan untuk meningkatkan numerasi statistik untuk
mencapai perbaikan yang bertahan lama dan dapat ditransfer dalam
pengambilan keputusan(Garcia-Retamero et al., 2019). Dari sudut pandang
pedagogis, siswa tampaknya melihat tugas siswa sebagai titik awal yang paling
berguna untuk menyelenggarakan pelatihan media literasi Pendidikan. Tutor
individu atau teman sebaya, praktik langsung, dan kehadiran tutor yang kuat
sangat membantu(Vuojärvi et al., 2021).
Pemimpin bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang
memandu pegawai dalam praktik penyelidikan kolektif, praktik penggunaan
data untuk membuat keputusan, dan melibatkan karyawan dalam
pengembangan profesional sukarela (Raagas, 2021). Guru hendaknya
berkomunikasi dalam bahasa yang hidup menghindari istilah yang sudah
ketinggalan zaman dan tidak biasa. Hubungan yang berubah antara guru dan
siswa harus tercermin dalam komunikasi lisan dan tulisan (Gambini & Lénárt,
2021). Perilaku organisasi negatif adalah topik yang relatif baru yang telah
menarik banyak penelitian selama 20 tahun terakhir untuk kemajuan signifikan
dalam merumuskan teori (Gervasi et al., 2022). pembuat keputusan merasa
semakin tertarik untuk mengidentifikasi penyebab ketidaksesuaian tersebut
guna memperbaiki kondisi pasar tenaga kerja, yang diterjemahkan menjadi
pertumbuhan ekonomi (Manuela, 2018). Kebijakan belajar mandiri
menawarkan kesempatan untuk terus mengubah paradigma baru melalui
pembelajaran untuk memperkuat keterampilan membaca dan matematika.
Strategi penguatan literasi merupakan langkah atau upaya memadukan
kemampuan literasi dan numerasi siswa dalam menilai pembelajaran
(Muliantara & Suarni, 2022). Berbagai metode pelatihan selama ini sudah
banyak digunakan, salah satunya metode menurut Ivancevich (2010;403)
adalah: on-the-job training; case method; role playing; in-basket technique;
management games; behavior modeling; dan outdoor-oriented programs.
Pelatihan dengan angka verbal dan sempoa simbolik non-verbal meningkatkan
perhitungan, tetapi kontribusi dari setiap pelatihan simbolik mungkin
berbeda(Hyde, 2021). Kurikulum sekolah di banyak negara Eropa telah
memperkenalkan pembelajaran sosial dan emosional dikenal Social and
Emotional Learning(SEL). Hal ini menuntut guru untuk memiliki kompetensi
SEL. Pendekatan SEL yang lebih kontekstual dan kualitatif dapat menghasilkan
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana intervensi dapat dikembangkan
lebih lanjut (Berg, 2021).
Target dari komparasi yang akan dilakukan adalah negara India, Thailand
dan Italia dengan alasan satu negara tetangga dengan tingkat melek huruf
(literasi) di peringkat 172 dan 122 yang tidak jauh dengan budaya Indonesia di
peringkat 100. Sedangkan satu negara dari benua Eropa yang dianggap sebagai
negara yang sudah maju berada di peringkat 34 dunia untuk tingkat melek huruf.
Indonesia dan Thailand adalah dua negara di Asia Tenggara yang selalu
bersaing di Kawasan Global. Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa hubungan
Indonesia dan Thailand sudah terjalin sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit. Selama periode ini, dua bangsa bertukar peradaban dan bersatu
melalui seni, budaya, agama, dan karya arsitektur. Hubungan ini bekerja dengan
lancar hingga zaman modern. Secara diplomasi, hubungan kedinasan dengan
Indo-Thailand telah terjalin sejak 7 Maret 1950. Hubungan bilateral telah
terjalin selama 72 tahun, sehingga kepala negara dan pemerintahan negara
saling berkunjung dengan tujuan kedekatan dan kerjasama di beberapa bidang,
seperti seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, budaya dan
pariwisata.
Indonesia dan India adalah anggota G-20 yang juga tuan rumah 2022 dan
2023. Ikatan sejarah antara Indonesia dan India dalam bidang pendidikan telah
terjalin sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Kerja sama sangat erat terutama di
bidang pendidikan tinggi. Namun, hubungan kedua negara sahabat yang diawali
Presiden Indonesia Sukarno dan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru itu
mengalami pasang surut. Dalam beberapa dekade terakhir, kebanyakan orang
india memiliki pandangan yang kurang positif tentang India dan sebaliknya.
Sangat disayangkan jika solusi terbaik tidak segera ditemukan, karena masing-
masing negara memiliki keunggulan yang secara sinergis berupa kerjasama
khususnya di bidang pendidikan dapat memberikan manfaat yang sangat besar
bagi kemajuan kedua negara Asia ini. Diharapkan kerjasama pendidikan tinggi
yang dihasilkan di Indonesia dan India akan membawa kemajuan yang
maksimal dalam hal pendidikan, penelitian, studi banding, pertukaran informasi
mahasiswa dan pengabdian kepada masyarakat.
Indonesia dan Italia mempunyai hubungan Pendidikan yang cukup lama,
hal ini dikarenakan Universitas di Italia merupakan salah satu universitas tertua
di dunia. Hubungan diplomatik Indonesia-Italia dimulai ketika Italia mengakui
kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Pada Oktober 1951, Italia
membuka misi diplomatik di Jakarta. Indonesia kemudian membuka misi
diplomatik di Roma pada Maret 1952. Pada tahun 1953, kedua negara kemudian
sepakat untuk meningkatkan kerja sama perwakilan di tingkat kedutaan baik di
Roma maupun di Jakarta.
Tabel 1 Perbandingan Indonesia-Thailand-India-Italia (dari berbagai sumber)
Negara Indonesia Thailand India Italia
IPM 0.705 0.777 0.663 0.895
PDB (2019) $3,892.54 $6,123.95 $1.936.94 $31.505

Pertumbuhan 5,31% 3.4% 6,1 % 1,9 %


Ekonomi 2022
Populasi (dalam 277.432.000 70.183.000 1.436.510.00 58.941.000
jiwa)
Peringkat 4 (3.47%) 20(0.9%) 1 (17.85%) 25 (0.74%)
Populasi(%)
Luas lahan 1.877.519 km2 510.890 km2 2.973.190 km2 295.717 km2
Provinsi 38 77 29 negara bagian 80 Provinsi
Dana Pendidikan 550 Trilyun 478,3 milyar bath 1.000 milyar rupee 3 milyar euro
206.2 trilyun (2023) setara 180 T (46,5 trilyun)
Jumlah sekolah 300.000 7.500 pendidikan 24.000 prasekolah
non formal 16.800 SD
8.048 SMP
6.290 SMA
Jumlah guru 3.000.000 665.400 5.816.673 Belum terdata
(2.606.120 Pendas)
Jumlah siswa 50 juta 12.5 juta 229 juta 7.4 juta

Fokus komparasi yang akan dilakukan adalah pengelolaan sumber daya


manusia Pendidikan dalam hal ini adalah guru. Mulai dari jenis pelatihan yang
telah dilakukan dan dampaknya. Khususnya bidang literasi dan numerasi.
Disamping itu, kemampuan literasi dan numerasi sangat erat hubungannya
dengan tingkat kemiskinan sesuai dengan yang disampaikan oleh UNESCO.
Termasuk reformasi Pendidikan, jenjang, wajib belajar, Pendidikan gratis,
termasuk sistem Pendidikan dan kurikulum nasional.
Paper ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkait dengan Pendidikan
dan upaya dalam meningkatkan literasi di negara tersebut. Pendekatan yang
digunakan adalah perbandingan (komparasi) dengan studi Pustaka melalui
literatur, ertikel, hasil laporan dan hasil kajian tentang Pendidikan. Dari
penjelasan di atas, sejauhmana kemampuan literasi, numerasi dan sains dari
keempat negara. Upaya apa saja yang sudah dilakukan keempat negara tersebut
setelah pandemic Covid-19?
B. Riset Terdahulu
Beberapa riset yang dikaji untuk keempat negara, yakni Indonesia, Thailand,
India dan Italia mencakup kondisi umum pendidikan, guru dan berbagai
pelatihan yang ada di pada keempat negara tersebut. Pengajaran adalah seni dan
merupakan proses pembelajaran peningkatan kualitas yang berkelanjutan yang
diikuti di zaman dahulu(Kolarkar, 2020).
Sebagian besar guru mengatakan bahwa kesenjangan usia merupakan
masalah di setiap sekolah harus menjadi menjembatani kesenjangan usia untuk
membantu menyelesaikannya. Tempat kerja yang nyaman bagi guru sangat
penting untuk berbagi ilmu (Sathianwatchai & Niramitchainont, 2022). Studi
partisipatif memberikan wawasan baru ke dalam strategi yang telah ditetapkan,
menemukan strategi baru dan memperluas pemahaman kita tentang pendekatan
strategis pendidikan baru untuk perolehan prestasi Pendidikan (Kuhlmann,
2019). Pengembangan kerja tim guru menunjukkan hubungannya dengan
pengaturan formal dan informal. Pengembangan keterampilan "lebih inovatif"
sangat dibutuhkan pendidikan awal yang kuat dalam keterampilan komunikasi
dan hubungan sosial. Pentingnya pembelajaran sehari-hari dan konteks
pembelajaran yang diperluas untuk pengembangan kompetensi terkait sosial
telah membuat sekolah formal, seperti sekolah dan lembaga pendidikan anak
usia dini(Urbani, 2020).
Kebutuhan akan pengembangan guru sangat vital dalam lingkungan di mana
tujuan pendidikan untuk sekolah, guru dan siswa tinggi. Guru diharapkan untuk
membantu siswa menjadi kritis, pemikir konstruktif yang telah
mengembangkan pemahaman konseptual secara menyeluruh. Siswa diminta
untuk mensintesis informasi, memecahkan masalah, menemukan ide-ide baru,
membuat model, dan menjelaskan diri sendiri dengan percaya diri dan mahir.
Ruang kelas dipandang sebagai tempat di mana wacana yang kaya harus terjadi
saat siswa terlibat dalam pekerjaannya dan mengungkap masalah dengan
konteks yang bermakna(Neupane & Joshi, 2022). Pelatihan guru merupakan
faktor penting. Para ahli dari berbagai departemen pendidikan, penelitian,
psikolog dapat berkumpul dan mengembangkan panduan komprehensif untuk
mendidik siswa sekolah pelatihan guru. Bagi guru yang sudah ada dalam sistem,
peningkatan keterampilan harus berbeda dengan pengayaan kontententu saja
adalah langkah yang sangat disambut baik. Ini akan memastikan bahwa hanya
yang memiliki minat tulus dalam profesi guru yang akan mengikuti kursus
tersebut(Nair dan Jog 2020).
Pada artikel Future Scenario of the Administration of World-Class Standard
Schools in The Year 2020 to 2037 yang ditulis Suwat Viwattananona dan Panya
Sirichote (2022) menjelaskan kurikulum yang fleksibel dan seimbang sangat
penting untuk meningkatkan kinerja umum dan keunggulan akademik terkait
keterampilan inti abad kedua puluh satu. Penyelenggaraan dan pengelolaan
sekolah berstandar kelas dunia berpegang pada tata kelola yang baik dan
kerjasama pemangku kepentingan. Pakar pendidikan senior mengawasi
pengoperasian sekolah sesuai dengan kriteria penghargaan kualitas dari Office
of the Basic Education Commission (OBECQA) atau Thailand Quality Award
(TQA). Setiap sekolah menyediakan organisasi pembelajaran terintegrasi
teknologi dan Independent Study (IS) sebagai alat untuk mengembangkan
siswa.
Kompetensi mengajar dapat ditingkatkan dengan pelatihan, karena guru
memanfaatkan komponen PhenoBL(Phenomenon-Based Learning), dan
menggabungkannya ke dalam kompetensi mengajar. Penelitian di masa depan
dapat mengeksplorasi sejauh mana PTCD (PhenoBL Teaching Competency
Development for Teacher Educators) dapat menjangkau pendidik guru dalam
program pendidikan guru yang lebih luas(Manowaluilou et al., 2022).
Pengembangkan program intervensi TPD (Teacher Professional Development)
yang efektif untuk guru dewasa berdasarkan teori andragogi, mengintegrasikan
sistem pembelajaran yang dipersonalisasi dengan AI merupakan masalah
penting, khususnya menangani asumsi pembelajaran andragogi. Perspektif baru
mengintegrasikan sistem pembelajaran yang dipersonalisasi sebagai nilai
praktik andragogi(Chaipidech et al., 2022). Salah satunya melalui kegiatan
POTP (Proactive Online Training Program) guna meningkatkan
pengembangan keterampilan PST (Professional Skills of Preservice Teachers).
Partisipasi dalam POTP menghasilkan peningkatan kinerja sehubungan dengan
sebagian besar keterampilan yang diperlukan(Bamrungsin & Khampirat, 2022).
Guru secara kreatif dengan menambahkan dan mengintegrasikan materi
autentik atau kegiatan komunikatif lainnya yang akan bermanfaat bagi siswa
dengan cara yang berbeda dari pendekatan tradisional dalam pengajaran
membaca(Mejang & Suksawas, 2021). Memindahkan guru antar sekolah
merupakan tantangan yang tidak ada habisnya. Sekolah telah menemukan
bahwa banyak risiko, karena perpindahan guru. Namun, solusinya bukan
dengan mempertahankan guru, tetapi untuk mempertahankan keterampilan dan
pengetahuan guru(Nakidien et al., 2022). Metode pengajaran yang berbeda
untuk memenuhi tuntutan linguistik dan kognitif yang lebih tinggi dari program
EMI(English Medium Instruction). Memang, disrupsi metode pengajaran
tradisional yang disebabkan oleh fenomena EMI mengungkapkan masalah
besar dan perlunya inovasi dalam pendidikan tinggi, membawa perspektif dan
tantangan baru(Borsetto & Ada Bier, 2021).
C. Kemampuan Literasi, Numerasi dan Sains
Perbandingan kualitas pendidikan antara Indonesia, Thailand, India dan
Italia dapat dilihat dari berbagai aspek, meliputi: angka melek huruf,
kemampuan literasi, kemampuan numerasi dan sains seperti pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2 Perbandingan Kemampuan literasi, numerasi dan sains, Indonesia-Thailand-India-Italia
Negara Indonesia Thailand India Italia
Angka Melek huruf 95.44 % 93.98 % 72.23% 99.09%
Peringkat Melek huruf 100 dari 208 122 dari 208 172 dari 208 34 dari 208
Kemampuan literasi 371 393 - 476
Peringkat literasi 69 dari 75 63 dari 75 32 dari 75
Kemampuan numerasi 379 419 - 487
Peringkat Numerasi 63 dari 75 59 dari 75 26 dari 75
Kemampuan Sains 396 426 - 468
Peringkat Sains 61 dari 75 46 dari 75 36 dari 75
Perbandingan pendidikan antara keempat negara tidak terlalu jauh. Angka
melek huruf Indonesia tercatat 95.44% peringkat 100 dari 208 negara, Thailand
(93.98%) peringkat 122. India (72.23%) peringkat 172 dan Italia (99.09%)
peringkat 34. Bahkan, antara Indonesia dan Thailand untuk kemampuan literasi
juga hampir sama Indonesia (371 peringkat 69 dari 75 negara) dan Thailand
(393 peringkat 63 dari 75 negara). Sehingga, selisih peringkat hanya 6 tingkat
dengan selisih nilai 22 point. Untuk kemampuan numerasi, Indonesia (379
peringkat 63 dari 75 negara) dan Thailand (419 peringkat 59 dari 75 negara).
Selisih peringkat hanya 4 tingkat dengan selisih nilai 40 point. Sedangkan
kemampuan Sains, Indonesia (396 peringkat 61 dari 75 negara) dan Thailand
(429 peringkat 46 dari 75 negara). Sehingga, selisih peringkat jauh yakni 15
tingkat dengan selisih nilai 30 point. Tahun 2024 Indonesia membuat target naik
menjadi 402.
Sedangkan India baru bergabung dengan OECD tahun 2019 dan belum
didapatkan data kemampuan literasi, numerasi dan sains. Untuk Negara Italia
termasuk level menengah ke atas. Untuk kemampuan literasi berada di
peringkat 32 dari 75 negara dengan skor rata-rata 476. Kemampuan numerasi
(487) peringkat 26 dan kemampuan Sains (468) peringkat 36. Negara Thailand
dapat menembus peringkat 46 dengan skor rata-rata 426, dikarenakan mata
pelajaran Sains menjadi unggulan. Angka melek huruf orang dewasa adalah
persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan
menulis dengan memahami pernyataan pendek sederhana tentang kehidupan
sehari-hari.
Dalam praktiknya, literasi sulit diukur. Memperkirakan tingkat melek huruf
memerlukan pengukuran sensus atau survei dalam kondisi yang terkendali.
Banyak negara melaporkan jumlah orang yang melek huruf dari data yang
dilaporkan sendiri. Beberapa menggunakan data pencapaian pendidikan sebagai
proksi tetapi menerapkan lama kehadiran sekolah atau tingkat kelulusan yang
berbeda. Semut ada kecenderungan di antara survei nasional dan internasional
baru-baru ini ke arah penggunaan tes membaca langsung keterampilan
keaksaraan. Karena definisi dan metode pengumpulan data berbeda di setiap
negara, data harus digunakan dengan hati-hati.
Statistik keaksaraan untuk sebagian besar negara mencakup populasi usia
15 tahun ke atas, tetapi beberapa mencakup usia yang lebih muda atau terbatas
pada rentang usia yang cenderung meningkatkan tingkat melek huruf. Tingkat
melek huruf remaja untuk usia 15-24 mencerminkan kemajuan terkini dalam
pendidikan. Ini mengukur hasil akumulasi pendidikan dasar selama 10 tahun
terakhir atau lebih dengan menunjukkan proporsi penduduk yang telah lulus
melalui sistem pendidikan dasar dan memperoleh keterampilan dasar membaca
dan berhitung. Secara umum, literasi juga mencakup numerasi, yaitu
kemampuan membuat perhitungan aritmatika sederhana.
Data keaksaraan disusun oleh Institut Statistik UNESCO berdasarkan
sensus nasional dan survei rumah tangga untuk negara-negara tanpa data
keaksaraan terkini, menggunakan model Global Age-Specific Literacy
Projection (GALP). Literasi (kemampuan membaca dan menulis) merupakan
faktor terpenting dalam menentukan karir. Bagi yang bisa membaca dan
menulis, berbagai kemungkinan pekerjaan sangat luas. Bahkan karir yang
sangat terampil dan bergaji tinggi dapat dijangkau. Bagi yang tidak bisa,
pilihannya sangat terbatas termasuk pekerjaan dengan upah minimum yang
tidak terampil pun sulit diperoleh.
Tabel 3. Kondisi Melek Keaksaraan negara terbaik dan kurang baik
(sumber: https://www.citypopulation.de/en/world/bymap/literacyrates/)
No Paling Melek Tahun % No Kurang Melek Tahun %
1 Uzbekistan 2018 99.99 208 Chad 2016 22,31
2 San Marino 2018 99.92 207 Guinea 2015 30.40
3 Latvia 2018 99.89 206 Sudan Selatan 2018 34.52
4 Estonia 2015 99.82 205 Niger 2018 35.05
5 Lituania 2015 99.82 204 Mali 2018 35.47
6 Azerbaijan 2017 99.81 203 R. Afrika Tengah 2018 37.04
7 Belarusia 2018 99.80 202 Burkina Faso 2018 41.22
8 Kazakstan 2018 99.80 201 Benin 2018 42.35
9 Tajikistan 2015 99.80 200 Afganistan 2018 22,31
10 Ukraina 2015 99.80 199 Sierra Leone 2018 43.21
34 Italia 2015 99.20 198 Ivory Cost 2018 47.20
90 Finlandia 2015 96.36 197 Liberia 2017 48.30
100 Indonesia 2018 95.70 196 Iraq 2018 50.10
122 Thailand 2015 92.90 195 Gambia 2015 50.80
172 India 2018 74.40 194 Ethiopia 2017 51.80

Secara umum, tingkat melek huruf tinggi di seluruh dunia. Tingkat melek
huruf untuk semua pria dan wanita berusia 15 tahun ke atas adalah 86,3%.
Tingkat melek huruf laki-laki pada usia 15 tahun adalah 90%, sedangkan tingkat
melek huruf perempuan hanya di bawah 82,7%. Namun, ada perbedaan besar
antar negara. Di negara maju, tingkat melek huruf orang dewasa hampir selalu
96 persen atau lebih baik. Sebaliknya, rata-rata tingkat melek huruf di negara
kurang berkembang hanya 65 persen. Perbandingan langsung tingkat melek
huruf antar negara cenderung tidak akurat.

Gambar 1 Kemajuan literasi antara Indonesia, Thailand dan Italia


Kemiskinan dan angka melek huruf biasanya berjalan beriringan. Ada
kekurangan pendidikan di daerah miskin. Saat pendidikan tersedia, keluarga
kesulitan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Sebagian besar negara dengan
tingkat melek huruf rendah berada di kawasan Asia Selatan, Asia Barat, dan
Afrika. Kesenjangan gender dalam keaksaraan juga terjadi. Dari sekitar 781 juta
orang dewasa di seluruh dunia yang tidak bisa membaca atau menulis, hampir
dua pertiganya adalah perempuan. gara-negara maju di dunia memiliki tingkat
melek huruf yang jauh lebih tinggi dengan kesenjangan yang lebih kecil antara
jenis kelamin.
Untuk menuju tahun 2035 dan 2045 dibutuhkan Sumber Daya Manusia
SDM yang unggul dan berdaya saing, salah satunya adalah menyiapkan
kemampuan literasi numerasi Pendidikan tingkat dasar. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, salah satu faktornya adalah guru jenjang Sekolah Dasar harus lebih
berkualitas dan berkompeten.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, Presiden Joko Widodo menetapkan 5 (lima) pedoman utama
sebagai strategi untuk melaksanakan operasional Nawacita dan mencapai tujuan
Visi Indonesia 2045. Pedoman tersebut meliputi pengembangan personel,
pengembangan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan
birokrasi, dan transformasi ekonomi. RPJMN 2020-2024 telah disusun sebagai
titik awal mencapai tujuan Visi Indonesia 2045 yakni Indonesia yang Maju.
Oleh karena itu, fokus dari RPJMN adalah pada penguatan proses transformasi
ekonomi untuk mencapai tujuan pembangunan tahun 2045 diantaranya
infrastruktur yang, sumber daya manusia yang berkualitas, pelayanan publik,
dan kesejahteraan manusia.
Presiden menekankan pembangunan SDM menjadi hal yang fundamental.
Menyiapkan SDM unggul dan berdaya saing, terampil, menguasasi ilmu
pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta
global. Dalam rangka membangun SDM, Pemerintah telah menatapkan 3 (tiga)
strategi yaitu: layanan dasar dan perlindungan global, produktivitas dan
pembangunan karakter. Dalam visi Pendidikan Indonesia 2035 yaitu
membangun rakyat Indonesia yang menjadi pembelajar seumur hidup yang
unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan
menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.
Perbedaan keempat negara diantaranya adalah terkait dengan tren
kemampuan literasi dari tahun 2000 sampai tahun 2018. Indonesia awalnya
naik, kemudian turun. Thailand awal-awal cukup tinggi, semakin tahun semakin
terjun bebas. Italia cukup stagnan di posisi menengah ke atas. Adapun India
baru bergabung Kembali pada tahun 2019/

D. Persamaan Pendidikan yang Dibandingkan


Dari keempat negara yakni Indonesia, Thailand India dan Italia
mempunyai beberapa kesamaan. Yaitu (1) wajib belajar, Indonesia mewajibkan
warganya belajar selama 12 tahun (6 tahun SD, 3 tahun SMP dan 3 tahun di
SMA),Thailand mewajibkan warganya selama 9 tahun (6 tahun di Prathom
setara Sd dan 3 tahun Mattayom setara SMA), India mewajibkan warganya
belajar 14 tahun (10 tahun Pendidikan dasar,2 tahun persiapan PT dan 2 tahun
di PT), sedangkan di Italia wajib belajar selama 16 tahum (2 tahun di TK, 6
tahun di SD, 3 tahun di SMP dan 3 tahun di SMA); (2) Pendidikan gratis.
Keempat negara menyelenggarakan Pendidikan gratis bagi warganya.
Indonesia (9 tahun sebagian daerah 12 tahun), Thailand gratis 12 tahun, India
gratis 14 tahun dan Italia gratis 10 tahun; (3) Sistem Pendidikan. Keempat
negara sistemnya hampis semua sama, mulai pra sekolah, Taman Kanak-kanak,
Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Perguruan Tinggi; (4) Usia masuk
sekolah. Keempat negara secara umum menggunakan usia sekolah mulai 6-7
tahun; (5) Kurikulum Nasional jenjang Sekolah Dasar. Indonesia untuk
mengejar ketertinggalan literasi dan numerasi mulai tahun 2022 membuat
Kurikulum Merdeka dengan modek fase. Jenjang SD meliputi fase A dan fase
B. Fase A sebanyak 9 mata pelajaran yakni Agama, Pancasila, Bahasa
Indonesia, Matematika, Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Seni dan Budaya,
Bahasa Inggris, Muatan Lokal) dan Fase B sebanyak 10 mata pelajara terdiri
dari 9 mata pelajaran fase A ditambah Sains. Thailand menggunakan 8 mata
pelajaran, yakni Bahasa Thai, Matematika, Sains, Ilmu Sosial, Agama dan
Budaya, Kesehatan dan Olah raga, Seni, Karir dan Teknologi, dan Bahasa
Asing. Di India fokus pedagogi dan metode evaluasi sebagian besar diputuskan
oleh SCERT (negara bagian) dan NCERT (nasional). Sedangkan di Italia
meliputi: Aritmatika, menulis, membaca, musik, menggambar dan mata
pelajaran lainnya (misal agama); (6) sistem Pendidikan semua menggunakan
forma dan non formal.
Tabel 4 Manajemen Pendidikan di Indonesia-Thailand-India-Italia
Negara Indonesia Thailand India Italia
Wajib Belajar 12 tahun 9 tahun 14 tahun 16 tahun
Pendidikan Gratis 9 tahun dan Sebagian 12 tahun 14 tahun 10 tahun
12 tahun
Sistem Pendidikan PAUD/TK (3 tahun), Anuban/TK (3 10 tahun TK, SD, SMP,
SD (6 tahun), SMP tahun), Prathom Pendidikan Dasar, SMA dan PT
(3 tahun), setara SD (6 2 tahun persiapan
SMA/SMK (3 tahun) tahun), setara PT dan 3 tahun di
dan PT SMP dan SMA PT
Mattayom (6
tahun), vokasi
dan PT.
Usia masuk Sekolah SD (6-7 tahun) SD (6tahun) SD (6-12 tahun) TK (3-6 tahun)
SMP (12-13 tahun) SMP (12 tahun) SMP (13-14 Scuola
SMA (15-16 tahun) SMA (15 tahun) tahun) Elementare 1
SMA (15-16 (6-11 tahun)
tahun) Scuola
Elementare 1
(11-14 tahun)
SMA (14-19
tahun)
Kurikulum Nasional Fase A; 9 mata 8 mata pelajaran Kurikulum, Aritmatika,
Jenjang SD pelajaran dan Fase inti yaitu: pedagogi dan menulis,
B:10 mata pelajaran Bahasa Thai, metode evaluasi membaca,
meliputi: Agama, Matematika, sebagian besar musik,
Pancasila, Bahasa Sains, Ilmu diputuskan oleh menggambar
Indonesia, Sosial, Agama SCERT (negara dan mata
Matematika, dan Budaya, bagian) dan pelajaran
Jasmani, Olahraga Kesehatan dan NCERT lainnya (misal
dan Kesehatan, Seni Olah raga, Seni, (nasional). agama)
dan Budaya, Bahasa Karir dan
Inggris, Muatan Teknologi, dan
Lokal Bahasa Asing.
Sistem Pendidikan Formal dan non Formal dan non Formal dan non Formal dan non
formal formal formal formal
E. Perbedaan Kebijakan Pendidikan
Berdasarkan data Rapor Pendidikan Tahun 2022 dari 163. 492 jenjang
SD/Sederajat tingkat Nasional dengan responden sebanyak 3.335.655 siswa,
didapat data kemampuan literasi membaca dan numerasi masih belum mencapai
kompetensi minimum. Pada jenjang SMP/Sederajat tingkat Nasional, dari
56.193 satuan pendidikan dengan melibatkan responden sebanyak 1.825.638
siswa, didapat data kemampuan literasi dan numerasi belum mencapai batas
kompetensi minimum.

(a) (b)
Gambar 2 (a) Capaian Kompetensi Literasi per jenjang hasil AN 2022 dan (b) penyebarannya

Hal ini dapat lihat pada di atas, jenjang SD yang perlu intervensi khusus
sekitar 16-19 % dan yang capaiannya hanya tingkat dasar sekitar 24-26%. Kalau
disandingkan dengan hasil PISA tahun 2018, tidak ada perbedaan yang
siginifikan. Apabila dilihat dari kesenjangan kompetensi literasi sekolah yang
beradas di level 1 atau sekolah dengan literasi dan numerasi merah dapat dilihat
pada gambar 8 di bawah, capaian kompetensi minimum untuk jenjang SD/MI
menyebar sangat merata.Pembelajaran yang didapat Guru sekarang sedang
mendidik di sekolah (satuan pendidikan) selama kuliah di Perguruan Tinggi,
sangat berbeda ketika diterapkan saat pembelajaran di kelas dan tantangan
siswa saat ini untuk menghadapi masa depan. Bahkan, data dari BPS (2022),
kualifikasi minimal Guru belum 100%. Jenjang SD 95,01%, jenjang SMP
97,43%, jenjang SMA 98,51% dan jenjang SMK 96,44 % dari 3,3 juta yang
terdata di dapodik Kemendikbudristek. Berbagai jenis pelatihan dan
pengembangan keprofesian berkerlanjutan (PKB) yang dilaksanakan oleh
Pemerintah sampai saat ini belum menjawab permasalahan untuk solusi atas
rendahnya literasi numerasi dalam rapor pendidikan hasil asesmen nasional
maupun hasil PISA. Kurangnya motivasi guru mengikuti pelatihan dan
pengembangan profesi, baik yang dibiayai Pemerintah, pelatihan online yang
tidak barbayar, maupun yang dilaksanakan oleh Organisasi Profesi dengan
biaya mandiri peserta.
Tabel 5 Baseline dan target masing-masing Indikator (Imron et al., 2023)

Minimnya pelatihan secara komprehensif yang melibatkan keempat


kompetensi guru yakni pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional.
Khususnya pelatihan terkait kompetensi profesional dalam upaya
meminimalisasi rendahnya kemampuan literasi dan numerasi. PKB terbaru
dalam bentuk Guru Penggerak masih fokus kompetensi pedagogik. Sebelumnya
sudah ada Pengembangan Profesi Guru Pembelajar.
Tabel 4 Nilai rata-rata UKG tahun 2014 dan 2015 (Sumaryanta et al., 2018)

Pendidikan bukan tentang mengisi tempat kosong, tetapi tentang


menyalakan api. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya peran guru
berdampak pada semakin tingginya tuntutan terhadap kualitas guru. Selama ini
banyak program peningkatan mutu guru yang dilaksanakan hanya berdasarkan
analisis kualitatif dan spekulatif oleh pengambil keputusan tanpa data yang
akurat (Sumaryanta et al., 2018).
Elemen kunci dari model pendidikan dan pelatihan guru untuk mencapai
hasil belajar dan kompetensi dalam pembangunan berkelanjutan berarti
kegiatan transformatif. Ini berarti tidak hanya kerangka teori sebagai model
dasar, yang disesuaikan secara individual oleh setiap lembaga pendidikan
dengan kebutuhannya sendiri, tetapi juga kompetensi sosio-emosional (Puertas-
Aguilar et al., 2021). Program pelatihan guru berbasis komunitas diterima
dengan baik oleh para guru dan peserta program secara umum yang berhasil
meningkatkan keterampilannya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selain meningkatkan keterampilan, pendidikan guru berbasis komunitas
membawa manfaat lain yaitu sinergi antar guru di masyarakat, menumbuhkan
budaya belajar kolaboratif di antara guru (Sumaryanta et al., 2019). Pelatihan
harus dilakukan secara berkala dan pengetahuan melalui pelatihan internal dan
pelatihan eksternal(Saidi & Habibi, 2022).
Di berbagai negara, anak perempuan melaporkan bahwa lebih menikmati
membaca daripada anak laki-laki. Perbedaan spesifik gender terbesar dalam
kesenangan membaca ditemukan di Jerman, Hongaria, dan Italia. Perbedaan
paling kecil ada di Indonesia dan Korea. Rata-rata, baik anak laki-laki maupun
perempuan di negara-negara OECD melaporkan bahwa kurang menikmati
membaca pada tahun 2018 dibandingkan rekan-rekannya pada tahun 2009.
Negara dan ekonomi berbeda secara signifikan dalam hal kekayaan nasional
dan heterogenitas sosial ekonomi. Proporsi siswa berusia 15 tahun sangat
bervariasi pada masing-masing dari sepuluh skala internasional. Misalnya, di
Denmark, Islandia, dan Norwegia, lebih dari 20% siswa berusia 15 tahun
melebihi distribusi status sosial ekonomi internasional, sementara 16 negara
(Albania, Argentina, Brasil, Kolombia, Kosta Rika, Republik Dominika) dapat
menjadi. ditemukan di Indonesia, Meksiko, Maroko, Panama, Peru, Filipina,
Thailand, Turki, Arab Saudi, dan Uruguay), lebih dari 20% siswa berada di
urutan kesepuluh terbawah dari distribusi. Di semua negara dengan proporsi
siswa penyandang disabilitas yang tinggi, kecuali Argentina, Indonesia, dan
Arab Saudi, kurang dari 80% siswa berusia 15 tahun memenuhi syarat untuk
mengikuti tes PISA.
PISA juga menunjukkan bahwa siswa yang lebih bahagia daripada yang
kurang beruntung mengatakan bahwa tidak ragu dengan rencana masa
depannya sebelum gagal. Di 21 negara, termasuk Argentina, Georgia, Kosovo,
dan Moldova, perbedaan antar kelompok lebih dari 10 poin persentase dan
signifikan secara statistik. Di delapan negara/ekonomi, yaitu Brasil, Kroasia,
Hong Kong-Tiongkok, Indonesia, Polandia, Qatar, Uni Emirat Arab, dan
Amerika Serikat, siswa yang kurang beruntung melaporkan bahwa siswa tidak
ragu tentang rencana masa depannya ketika gagal. Rata-rata di seluruh negara
OECD, perbedaan antara kedua kelompok tidak signifikan. Di antara negara
dan ekonomi yang berpartisipasi dalam PISA 2018, Albania, Argentina, Brasil,
Chili, Kolombia, Indonesia, Meksiko, Peru, dan Slovakia memiliki keragaman
sosial paling sedikit di sekolah. Mayoritas siswa di sekolah swasta baru yang
menggunakan tempat tinggal sebagai kriteria masuk berada di Indonesia,
Spanyol, dan di sekolah negeri di Inggris. Namun, di sebagian besar negara dan
ekonomi, proporsi siswa yang masuk setidaknya 15 poin persentase lebih tinggi
ketika sampel terbatas pada siswa sekolah negeri dibandingkan dengan siswa
swasta.
Sebagian besar siswa di sekolah swasta baru yang menggunakan tempat
tinggal sebagai kriteria penerimaan terdapat di Indonesia, Spanyol, dan sekolah
negeri di Inggris. Namun, di sebagian besar negara dan ekonomi, proporsi siswa
yang terdaftar di sekolah berbasis tempat tinggal setidaknya 15 poin persentase
lebih tinggi ketika sampel terbatas pada siswa di sekolah negeri dibandingkan
dengan siswa di sekolah swasta. Di semua negara lain, analisisnya terbatas pada
sekolah menengah atas. Perbandingan antara Indonesia, Thailand, Indonesia
dan India dapat diuraikan berikut:
1. Pendidikan di Indonesia
Dengan lebih dari 50 juta siswa, tiga juta guru, dan 300.000 sekolah,
Indonesia memiliki salah satu sistem pendidikan terbesar di dunia.
Pemerintah Indonesia bertujuan untuk mengembangkan sistem pendidikan
kelas dunia pada tahun 2025, berpusat pada penggunaan teknologi mutakhir.
Saat ini tantangan terbesar dalam sistem pendidikan Indonesia bukan lagi
hanya peningkatan akses, tetapi juga peningkatan kualitas.

Tabel 7. Rekapitulasi SDM Pendidikan se-Indonesia diunduh 06 Maret 2023


(sumber:Kemendikbud)
No Jenjang Sekolah Siswa Guru Tendik
1. PAUD 208.541 5.872.876 483.259 217.625
2. PKBM & SKB 11.124 1.577.393 41.237 11.514
3. SD 149.459 23.596.636 1.452.324 334.904
4. SMP 42.671 9.758.525 667.169 185.142
5. SMA 14.472 5.134.638 334.653 94.355
6. SMK 14.530 4.977.602 323.777 90.134
7. SLB 2.316 148.446 26.795 7.723
Total 443.113 51.066.116 3.329.214 941.397
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi terutama
bertanggung jawab untuk mengelola semua jenjang sistem pendidikan.
Warga negara Indonesia diwajibkan untuk menyelesaikan 12 tahun wajib
belajar, termasuk enam tahun pendidikan dasar dan tiga tahun pendidikan
menengah pertama dan atas. Siswa yang telah menyelesaikan sekolah
menengah dapat mendaftar ke sekolah menengah atas atau sekolah
kejuruan. Meskipun hampir 90 persen sekolah dasar di Indonesia adalah
negeri, lebih dari separuh sekolah menengah pertama dan 90 persen
universitas adalah swasta. Sekolah umum di Indonesia umumnya gratis.
Dibandingkan dengan sekolah internasional, sekolah swasta bisa lebih
murah karena biaya kuliah mulai sekitar 15 juta rupiah per tahun. Sebagai
perbandingan, biaya sekolah menengah biasanya mulai dari Rp 50 juta per
tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, pasar gelar internasional telah
berkembang di negara ini. Indonesia dilaporkan memiliki salah satu
proporsi sekolah internasional berbahasa Inggris tertinggi di kawasan
ASEAN pada tahun 2018.
Pada tahun 2021, Indonesia secara resmi membatalkan ujian nasional
untuk siswa kelas enam, sembilan, dan dua belas dan menggantinya pada
tahun 2022 dengan bentuk penilaian baru yang berfokus pada
pengembangan karakter dan pembelajaran siswa dalam bentuk Asesmen
Nasional kelas 5, kelas 8 dan kelas11. Selama masa transisi ini, diadakan
ujian sekolah mandiri yang digunakan dalam persyaratan penerimaan
universitas. Selain itu, pada tahun 2022 akan ada beberapa perubahan
penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi negeri. Penerimaan ke
universitas nasional sekarang bergantung pada tingkat pendidikan
menengah, dengan bobot minimal sertifikat rata-rata untuk semua mata
pelajaran.
Walaupun universitas-universitas utama di Indonesia didominasi oleh
universitas-universitas negeri, namun biaya kuliahnya masih tergolong
tinggi untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada tahun 2012,
pemerintah meluncurkan program beasiswa yang disebut LPDP untuk
mendukung siswa Indonesia diterima di universitas nasional terkemuka atau
universitas peringkat teratas di dunia. Inisiatif ini dibuat untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih baik yang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
negara. Sejak saat itu, jumlah warga negara Indonesia yang belajar di luar
negeri terus meningkat. Sistem pendidikan dan politik Indonesia telah
mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Namun,
berbagai penilaian kinerja pendidikan negara menunjukkan bahwa masih
ada jalan panjang untuk mencapai tujuan 2025.
2. Pendidikan di Thailand
Pendidikan merupakan faktor penting di Thailand yang mengubah
struktur demografi negara dari masyarakat pertanian menjadi masyarakat
berpenghasilan menengah ke atas. Rata-rata lama bersekolah di negara ini
terus meningkat hingga hampir sembilan tahun, dan kesenjangan antara
anak laki-laki dan perempuan semakin menyempit. Meskipun terus
berkembang, sistem pendidikan Thailand terus menghadapi tantangan
dalam hal kesempatan pendidikan, terutama bagi masyarakat miskin yang
tinggal di daerah pedesaan, yang tercermin dari rata-rata lama sekolah di
daerah yang lebih pendek dibandingkan dengan Bangkok. Selain itu,
persepsi perbedaan program akademik juga menyebabkan kurangnya
pekerjaan karena nilai-nilai yang mendorong siswa untuk belajar di bidang
paling bergengsi di masyarakat.
Sistem pendidikan Thailand berdiri di persimpangan jalan. Investasi
yang signifikan telah memperluas akses ke pendidikan dan negara tersebut
memiliki kinerja yang relatif baik dalam penilaian internasional
dibandingkan dengan rekan sejawat. Namun manfaatnya, belum
terdistribusi secara universal. Thailand belum menerima pengembalian atas
pengeluarannya untuk pendidikan seperti yang diharapkan. Laporan OECD
(2021) mendorong Thailand untuk fokus pada empat bidang prioritas untuk
mempersiapkan siswa dari semua latar belakang menghadapi dunia yang
cepat berubah. Yang pertama adalah menetapkan standar umum yang jelas
untuk semua siswa melalui kurikulum yang direvisi dan diperbaiki. Prioritas
kedua adalah membangun kapasitas untuk menilai siswa dengan andal di
berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk sukses dalam kehidupan dan
pembelajaran. Ketiga, Thailand perlu mengembangkan strategi holistik
untuk mempersiapkan guru dan pemimpin sekolah untuk menyampaikan
reformasi pendidikan, termasuk menerapkan kurikulum yang telah direvisi,
dan mengatasi kekurangan pengajaran di daerah yang paling tertinggal.
Selama beberapa dekade terakhir, Thailand telah beralih dari masyarakat
agraris, dan menjadi negara berpenghasilan menengah dengan ekonomi
yang relatif terdiversifikasi. Pendidikan memainkan peran penting dalam
transformasi ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Thailand telah melakukan
reformasi besar-besaran pada sistem pendidikannya, terutama dengan
Undang-Undang Pendidikan Nasional 1999, dalam upaya menyesuaikan
diri dengan perubahan domestik dan global serta mendukung pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Negara ini juga telah menginvestasikan
sebagian besar kekayaan nasionalnya untuk pendidikan dasar, menghasilkan
akses yang hampir universal pada tingkat tersebut.
Kementerian Pendidikan bertanggung jawab untuk mengatur pendidikan
di Thailand. Secara hukum, anak-anak harus memulai pendidikan formal
selambat-lambatnya tujuh tahun dan belajar sampai akhir sekolah menengah
atas. Setelah SMA, siswa dapat melanjutkan ke pendidikan umum atau
kejuruan. Secara umum, pelajar Thailand lebih menyukai pendidikan
umum, karena memudahkan akses ke universitas. Di sisi lain, pelatihan
kejuruan mempersiapkan siswa untuk pasar tenaga kerja tertentu, seperti
bisnis, perhotelan, mekanik atau pertanian, yang dianggap lebih padat karya.
Siswa dengan pelatihan kejuruan dapat memutuskan untuk memasuki pasar
tenaga kerja atau mendaftar ke universitas untuk mendapatkan gelar sarjana
teknik.
Terlepas dari kemungkinan ini, pendidikan gratis di Thailand hanya
dimungkinkan selama dua belas tahun, dari taman kanak-kanak hingga
akhir sekolah menengah. Oleh karena itu, memperoleh pendidikan formal
tidak sepenuhnya fleksibel untuk semua orang, tanpa memandang status
sosial ekonomi. Untuk itu negara telah menyiapkan program pendidikan
nonformal bagi masyarakat yang berusia 15 tahun ke atas yang dapat
melanjutkan studinya dengan tenang. Meskipun ada pilihan untuk
pendidikan informal, pemberi kerja masih lebih memilih untuk
mempekerjakan siswa yang berpendidikan formal, yang merupakan lebih
dari separuh angkatan kerja negara.
Banyak lulusan sarjana lebih memilih kedokteran untuk pendidikan
universitas, karena dianggap bergengsi. Banyak siswa sekolah menengah
atas yang mendaftar di program sains dan matematika daripada program
seni, membuat kebanyakan orang meremehkan program non-sains lainnya.
Selain itu, menyelesaikan magang bukanlah pilihan paling populer bagi
siswa, karena banyak yang memandang magang sebagai profesi yang buruk.
Kurangnya minat menyebabkan penurunan jumlah calon di sekolah
kejuruan dan dengan demikian kurangnya tenaga kerja yang berkualitas.
Namun, lembaga pendidikan menyadari masalah ini dan mencoba
menjadikan pelatihan kejuruan sebagai pilihan yang layak bagi siswa masa
depan, yang cukup berhasil, sebagaimana dibuktikan dengan pendaftaran di
sekolah kejuruan dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah guru di Thailand sekitar 665,4 ribu pada tahun ajaran 2020,
menurun dibandingkan tahun ajaran sebelumnya. Angka ini menunjukkan
fluktuasi jumlah guru per tahun. Pada tahun akademik 2020, jumlah siswa
di Thailand sekitar 12,6 juta, sedikit menurun dibandingkan tahun akademik
sebelumnya. Angka-angka tersebut menunjukkan penurunan bertahap
dalam jumlah siswa di negara itu selama bertahun-tahun. Sistem pendidikan
Thailand berkualitas tinggi karena berfokus pada pembelajaran bahasa
Inggris untuk meningkatkan daya saing internasional siswa
Pemerintah telah lama mengakui pentingnya bahasa Inggris sebagai mata
pelajaran inti di sekolah dan telah menjadi mata pelajaran wajib di berbagai
tingkatan selama beberapa dekade. Sejak tahun 2005 sekolah didorong
untuk mendirikan departemen dwibahasa di mana mata pelajaran inti
diajarkan dalam bahasa Inggris dan menawarkan program bahasa Inggris
intensif. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah lulusan guru berfluktuasi
antara 50.000 dan 60.000 per tahun, menimbulkan kekhawatiran tentang
kualitas dan kelebihan pasokan. Tujuan pemerintah adalah mengurangi
jumlah lulusan guru hingga maksimal 25.000 per tahun dan mengarahkan
lulusan tersebut ke daerah-daerah tertinggal. Pada bulan September 2015,
Kantor Office of the Higher Education Commission (OHEC) mengusulkan
inisiatif untuk memberikan 58.000 beasiswa kepada mahasiswa dan fakultas
selama periode 15 tahun. Sebagian besar hibah diberikan kepada siswa yang
dikirim ke daerah-daerah dengan kekurangan guru. Guru SD dan SMP tidak
menikmati istirahat panjang bagi siswanya dan harus melakukan tugas
administrasi selama liburan, juga dibebankan tugas administratif.
Sebuah studi oleh Quality Learning Foundation menemukan bahwa guru
Thailand menghabiskan 84 hari dari 200 hari tahun ajaran untuk tugas-tugas
non-akademis seperti pelatihan yang tidak perlu, tugas administratif dan
melakukan penilaian eksternal.
Guru dijunjung tinggi dalam masyarakat Thailand, sebagaimana
dibuktikan dengan penetapan satu hari setiap tahun sebagai Hari Guru.
Namun, gaji guru dan dosen universitas di Thailand tidak sama dengan
rekannya di Malaysia atau Singapura, apalagi AS atau Eropa. Hal ini
mengarah pada penemuan bahwa setiap guru Thailand dapat berutang
hingga tiga juta baht. Pemerintah mengambil langkah-langkah untuk
meningkatkan status guru dengan pembiayaan kembali pinjaman kepada
lembaga pemberi pinjaman.
Pada tahun 2015, sebuah studi Bank Dunia menemukan bahwa "...
sepertiga dari warga Thailand berusia 15 tahun 'secara fungsional buta
huruf'", termasuk hampir setengahnya bersekolah di pedesaan. Bank Dunia
merekomendasikan reformasi sistem pendidikan Thailand, sebagian melalui
konsolidasi dan optimalisasi lebih dari 20.000 sekolah di seluruh negeri.
Alternatifnya adalah mempekerjakan 160.000 guru tambahan di sekolah
asing agar sesuai dengan rasio guru-murid di Bangkok. Ekonom
menunjukkan bahwa kinerja suram Thailand tidak jauh berbeda dari negara-
negara dengan pendapatan yang sama. Tapi aneh karena pengeluarannya
yang luar biasa untuk pendidikan, yang hanya dalam beberapa tahun
menghabiskan lebih dari seperempat anggaran. Pengingat adalah urutan hari
ini. Ada kekurangan guru matematika dan IPA, tetapi juga guru pendidikan
jasmani. Banyak kepala sekolah tidak memiliki wewenang untuk
mempekerjakan atau memecat staf sendiri.
Thailand memiliki interpretasi khusus Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan karena filosofi ekonomi kecukupan telah memainkan peran
penting dalam merumuskan kebijakan termasuk Rencana Pembangunan
Ekonomi dan Sosial Nasional dan Undang-Undang Pendidikan Nasional.
ESD (Education for Sustainable Development) sangat terintegrasi ke dalam
kurikulum sekolah dasar di Thailand melalui kerangka ekonomi yang
sesuai. Contoh penting adalah kurikulum nasional Thailand, yang
mencakup "filosofi ekonomi kecukupan" negara tersebut. Sejak tahun 2002,
Rencana Pendidikan Nasional telah mempromosikan inklusivitas, yang
mempromosikan keberlanjutan dalam lima cara berbeda. Pertama, topik dan
konten ESD termasuk dalam delapan topik utama kurikulum dan Standar
Pembelajaran ESD menentukan setiap topik. Kedua, pengembangan
karakter siswa ditentukan oleh delapan karakteristik, yang meliputi
pembelajaran aktif, gaya hidup kaya, dan reputasi publik. Ketiga, rencana
tersebut bertujuan untuk menyediakan kegiatan pembelajaran berbasis
proyek tertentu seperti klub dan perkemahan konservasi dan lingkungan.
Keempat, modul pembelajaran khusus ESD seperti energi terbarukan atau
filosofi kecukupan dikembangkan dan digabungkan. Kelima, setelah
reformasi struktural dilaksanakan pada tahun 2008, Thailand kini memiliki
30 persen kurikulum untuk mata pelajaran dan pengajaran lokal dan
terdesentralisasi. Ini harus membahas masalah yang berkaitan dengan
konteks lokal dan seringkali juga mencakup masalah yang berkaitan dengan
gaya hidup berkelanjutan dan kecukupan ekonomi.
Identifikasi empat masalah kebijakan yang menghambat implementasi
efektif reformasi kurikulum Thailand untuk meningkatkan hasil belajar
siswa: 1) kualitas dokumen kurikulum itu sendiri; 2) kurangnya kapasitas
guru dan sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum; 3) keterbatasan
kapasitas untuk menilai seberapa baik kurikulum telah memberikan hasil
yang diharapkan; dan 4) lemahnya penggunaan proses review yang ada.
Kerangka penilaian siswa yang seimbang dan berkualitas tinggi
menghasilkan data yang dapat digunakan untuk meningkatkan sistem
pendidikan, menginformasikan praktik pengajaran, dan membantu setiap
siswa. Laporan ini dijelaskan sistem pengujian standar nasional Thailand
yang ekstensif serta penilaian di tingkat kelas, sekolah, dan lokal. Ini
mengidentifikasi tiga masalah kebijakan yang menghambat penggunaan
penilaian yang efektif untuk meningkatkan hasil dan keadilan siswa: 1)
kapasitas penilaian yang lemah di seluruh sistem pendidikan; 2) validitas
dan keterbandingan penilaian nasional Thailand; dan 3) pendekatan
penilaian yang sempit yang gagal menangani berbagai keterampilan yang
dibutuhkan siswa.
Kualitas guru dan pemimpin sekolah adalah faktor sekolah yang paling
penting dalam hasil belajar siswa. Laporan ini mengulas persiapan guru dan
kepala sekolah, perizinan, penilaian dan kebijakan pembangunan
berkelanjutan serta struktur dan organisasi yang mendukungnya. Ini
mengidentifikasi lima masalah kebijakan yang mungkin menghambat
pengembangan profesi pendidikan berkualitas tinggi: 1) program persiapan
guru yang tidak memadai; 2) kurangnya pendekatan strategis untuk
pengembangan keprofesian guru; 3) beban administrasi yang menjauhkan
guru dari kelas; 4) tidak ada kerangka strategis untuk mendukung
pengembangan kepala sekolah; dan 5) pendekatan yang terfragmentasi
untuk manajemen data dan penyebaran guru mempersulit untuk mengatasi
kekurangan guru.
Keterampilan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang baik
sangat penting untuk partisipasi yang efektif di dunia saat ini. Laporan
OECD (2021) ini menguraikan kebijakan pendidikan TIK Thailand dan
mengeksplorasi beberapa alasan mengapa, meskipun ada investasi yang
signifikan, siswa Thailand tertinggal dari rekan-rekannya di bidang ini.
Laporan OECD (2021) mengidentifikasi lima masalah kebijakan yang
mungkin menghambat Thailand: 1) ketidaksetaraan dalam penyediaan
infrastruktur; 2) terbatasnya materi pembelajaran digital yang relevan
dengan kurikulum nasional; 3) kepercayaan diri dan kapasitas guru untuk
menggunakan TIK di kelas; 4) kurangnya pemantauan yang efektif terhadap
kebijakan TIK; dan 5) tidak ada kerangka kerja yang koheren untuk
investasi di bidang TIK.
Salah satu dari serangkaian studi tentang pendidikan dan pelatihan
kejuruan dikenal Vocational Education of Training(VET) di Thailand. VET
memiliki potensi untuk memberikan kesempatan pendidikan dan pelatihan
yang relevan kepada kaum muda dan orang dewasa di Thailand, terutama
karena tingginya permintaan akan keterampilan teknis. Ini dapat dicapai
dengan membangun kekuatan sistem, termasuk sistem kejuruan pasca-
sekolah menengah yang kuat dan sistem ganda yang kecil namun dinamis.
Namun, itu tetap menjadi pilihan yang tidak menarik bagi banyak siswa di
Thailand, karena citra yang buruk di antara siswa dan orang tua, masalah
kualitas, sistem yang sulit dinavigasi, dan jalur kemajuan yang terbatas.
Oleh karena itu, upaya tambahan diperlukan untuk menyelaraskan
campuran ketentuan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja Thailand.
Ada ketidakseimbangan di Thailand antara keterampilan yang diajarkan
dalam sistem pendidikan dan pelatihan dan yang dibutuhkan oleh pasar
tenaga kerja, di mana VET memainkan peran penting. Lulusan VET
memiliki hasil pasar tenaga kerja yang relatif kuat, tetapi sangat berbeda
antar daerah, yang mencerminkan perbedaan dalam struktur ekonomi, dan
antar bidang studi. Pengusaha melaporkan kesulitan perekrutan untuk profil
VET tertentu dan ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan VET dan
kebutuhannya. Selain itu, sebagian besar pekerja dengan kualifikasi VET
dipekerjakan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan tingkat dan/atau
bidang kualifikasi. Temuan ini menunjukkan ketidakselarasan antara
program VET yang ditawarkan (konten dan kualitasnya) dan kebutuhan
pasar tenaga kerja.
Menyelaraskan penyediaan VET dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di
tingkat nasional dan di tingkat lokal atau sectoral. Dengan menggunakan
informasi berkualitas tinggi tentang permintaan dan penawaran
keterampilan. Program VET responsif dapat menggunakan informasi
kuantitatif dari berbagai sumber. Langkah-langkah tersebut harus
dilengkapi dengan mekanisme yang melibatkan pemangku kepentingan
terkait dalam desain dan pelaksanaan VET, di setiap tingkat di mana
kebijakan VET ditentukan. Sistem VET yang rumit di Thailand
memperumit keterlibatan pemangku kepentingan tersebut. Saat ini,
keterlibatan pemberi kerja di Thailand sebagian besar terfokus pada
perusahaan besar, dan kebutuhan UKM dan perekonomian informal tidak
cukup tercermin. Pembelajaran berbasis kerja yang berkualitas di semua
program VET dan pengembangan magang adalah alat kebijakan yang kuat
untuk membangun sistem yang lebih responsif yang mendorong hasil
penanda tenaga kerja yang kuat bagi siswa. Upaya baru-baru ini untuk lebih
mengembangkan sistem ganda Thailand adalah langkah ke arah yang benar,
tetapi lebih banyak yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
pembelajaran berbasis kerja berkualitas tinggi.

3. Pendidikan di India
Sektor pendidikan India adalah pemimpin dunia. India memiliki jaringan
universitas terbesar di dunia dengan peluang pertumbuhan yang
menjanjikan. Nilai total sektor pendidikan diperkirakan lebih dari US$117
miliar dan diperkirakan akan tumbuh menjadi US$225 miliar pada tahun
2025, dan pasar teknologi pendidikan diperkirakan akan mencapai sekitar
US$30 miliar pada tahun 2031.
Anak-anak India bersekolah di taman kanak-kanak sejak usia dua tahun.
Menurut Pemerintah India, pendidikan dasar adalah wajib antara usia 6 dan
14 tahun. Durasi pendidikan menengah di India adalah empat tahun,
biasanya antara usia 14 dan 18 tahun. Menurut laporan OECD(2021),
jumlah sekolah menurun setelahnya pandemi dan dengan itu jumlah anak
sekolah dasar. Namun pada tahun 2022, jumlah siswa SMA akan meningkat
menjadi 25,6 juta. Selain itu, kesenjangan gender pada pendidikan dasar
tahun 2021 dan 2022 berpihak pada siswa perempuan.
India mendirikan sekolah dan pusat perguruan tinggi sebelum
kemerdekaan dari Inggris. Beberapa di antaranya berusia lebih dari satu
abad dan masih menjadi institusi yang dihormati. Misalnya, Institut Sains
India, yang didirikan pada tahun 1909, merupakan salah satu institusi
pendidikan utama di negara tersebut. Institut Manajemen India, yang
memiliki cabang di 20 negara bagian berbeda di seluruh negeri, juga
merupakan salah satu sekolah manajemen elit di India. Sejumlah besar
lembaga pendidikan telah berkembang dengan mantap dalam beberapa
tahun terakhir dan mempersiapkan siswa untuk ujian masuk selama sekolah
dan seterusnya untuk masuk universitas. Hasil ujian kompetitif nasional
diperlukan untuk masuk ke bidang teknik, kedokteran, dan layanan publik
lainnya. Meskipun fasilitas ini bermanfaat bagi ekonomi mikro, fasilitas
tersebut menimbulkan stres di kalangan siswa yang perlu menambah jam
pelajaran ke jam sekolah reguler siswa.
Di tengah pandemi COVID-19 India, pasar edtech mengalami lonjakan
pendaftaran karena penutupan sekolah dan perguruan tinggi di seluruh
negeri. Ini telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan
diproyeksikan mencapai lebih dari $10 miliar pada tahun 2025. India
sekarang dianggap sebagai ibu kota edtech dunia dan kursus online adalah
bagian mendasar dari sistem pendidikan. Pendorong utama pasar edtech
India adalah ledakan pertumbuhan penetrasi ponsel cerdas, peningkatan
konektivitas internet, serta program dan aplikasi e-learning yang
menguntungkan seperti Vedantu dan BYJU.
India akhirnya merilis National Education Policy (NEP), yang berani
membuat terobosan inovatif dan imajinatif, disamping praktis dan ilmiah.
Kebijakan baru ini muncul setelah hampir tiga dekade dan hampir enam
tahun pertimbangan. Hal ini merupakan NDP (Natinal Devvelopmen Policy)
ketiga setelah kebijakan tahun 1968 dan 1986. Tujuannya adalah untuk
menguniversalkan pendidikan dari prasekolah hingga sekolah menengah
dengan angka partisipasi kasar (APK) 100 persen pada pendidikan sekolah
tahun 2030 dan meningkatkan APK pendidikan tinggi hingga 50 persen
tahun 2025. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk mencapai 100
persen literasi di kalangan remaja dan dewasa.
Tujuan utama NEP 2020 adalah membuat struktur 10+2 saat ini dan
pengenalan struktur sekolah 5+3+3+4. Struktur dari "transisi primer" ke
transisi sekunder yang lebih luas. Aspek penting lain dari NEP adalah
perubahan signifikan dalam struktur dan waktu ujian. NEP akan memeriksa
model yang lebih modular dan diharapkan akan diterapkan 2022-23. Ujian
tidak dilakukan setiap tahun, anak-anak sekolah sekarang mengikuti ujian
hanya tiga kali yakni kelas 3, 5 dan 8 untuk memantau perkembangan anak.
Selain itu hanya penilaian beralih ke model reguler dan formatif yang lebih
berbasis kompetensi yang mendorong pembelajaran dan pengujian
keterampilan yang lebih tinggi, seperti analisis, pemikiran kritis, dan
pemahaman konseptual.
Tes tambahan terus diadakan kelas 10 dan 12 dan dirancang ulang dalam
arti pengembangan holistik, Sehingga karakteristik intinya juga akan diuji.
Dengan kata lain, ujian ini ringan dan menguji pengetahuan yang
sebenarnya, bukan pembelajaran langsung. PARAKH (Performance
Assessment, Review, and Analysis of Knowledge for Holistic Development)
menetapkan standar. Orang tua India sangat lega dari tekanan angka karena
mengetahui bahwa laporan penilaian sekarang merupakan laporan
keterampilan dan kemampuan yang komprehensif dan bukan hanya nilai
dan pernyataan.
Isu pendidikan adalah bagian sentral dari reformasi di India. Konten
tugas yang direvisi berfokus pada konsep kunci, ide, aplikasi dan
pemecahan masalah. Proses belajar mengajar dilakukan lebih interaktif dan
berfokus pada ide, aplikasi dan pemecahan masalah. Dalam pembelajaran
eksperiensial, penekanannya jelas pada pembelajaran langsung. seni
terintegrasi dan pendidikan jasmani dan pedagogi berbasis cerita. Kegiatan
kelas diterjemahkan menjadi pembelajaran dan pendidikan berbasis
kompetensi.
Konten resmi berfokus pada konsep kunci, ide, aplikasi, dan pemecahan
masalah. Proses belajar mengajar dilakukan lebih interaktif. Isi pengajaran
direduksi menjadi inti dalam setiap mata pelajaran, memberikan ruang
untuk berpikir kritis dan pembelajaran yang lebih luas, berbasis inkuiri,
berbasis penemuan, berbasis diskusi, dan berbasis analisis.
Menurut Konstitusi India, pendidikan pada mulanya merupakan urusan
negara, artinya negara memiliki kekuasaan penuh untuk membuat dan
melaksanakan keputusan kebijakan. Peran pemerintah India terbatas pada
koordinasi dan penetapan standar untuk pendidikan tinggi. Konstitusi
diubah tahun 1976 untuk memasukkan pendidikan yang disebut daftar
paralel. Dengan kata lain, pemerintah India mengusulkan kebijakan dan
program pendidikan sekolah di tingkat nasional, meskipun pemerintah
negara bagian memiliki keleluasaan yang besar dalam melaksanakan
program tersebut.
Pedoman dikomunikasikan secara teratur di tingkat nasional. Didirikan
pada tahun 1935, Central Advisory Board for Education (CABE) terus
memainkan peran penting dalam pengembangan dan pemantauan kebijakan
dan program pendidikan.
Ketika kebijakan dan program mulai terbentuk, National Council of
Educational Research and Training (NCERT) dibentuk untuk menyiapkan
Kerangka Kerja Kurikulum Nasional. Setiap negara bagian memiliki
mitranya yaitu State Council of Educational Research and Training
(SCERT). Badan yang mengusulkan strategi pendidikan, kurikulum,
rencana pedagogis dan metode penilaian ke departemen pendidikan negara
bagian. SCERT umumnya mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh
NCERT. Sistem sekolah India memiliki empat tingkatan: SD (usia 6-10),
SMP (11-12), SMP (13-15) dan SMA (17-18). Sebelum akhir pendidikan
menengah atas, sebagian besar siswa diharuskan mempelajari kurikulum
umum (kecuali perubahan daerah dalam bahasa ibu). Ada beberapa
kemungkinan spesialisasi di sekolah menengah. Semua siswa harus belajar
tiga bahasa (yaitu Inggris, Hindi dan bahasa ibu).

Gambar 3 Kondisi Pendidikan di India dan bebrapa negara lain

Di India, ada tiga jenis utama pendidikan sekolah. Dua di antaranya


dikoordinasikan secara nasional, salah satunya berada di bawah CBSE dan
pada awalnya ditujukan untuk anak-anak pegawai pemerintah yang secara
teratur dipindahkan dan mungkin perlu dipindahkan ke suatu tempat di
negara ini. Untuk tujuan ini, beberapa "Sekolah Pusat" (disebut Kendriya
Vidyalayas) didirikan di semua ibu kota negara, bekerja dengan jadwal yang
sama, sehingga seorang siswa yang pernah berpindah dari satu sekolah ke
sekolah lain tidak melihat adanya perbedaan. dalam apa yang diajarkan,
menjadi. Di seluruh negeri ada sekolah seperti Rishi Valley School di
Andhra Pradesh yang mencoba menjauh dari sistem pendidikan normal
yang mendorong pembelajaran rutin dan memperkenalkan sistem inovatif
seperti metode Montessori.
Pendidikan tinggi sering dikaitkan dengan peluang kerja yang lebih baik,
tidak terkecuali India. Pada tahun 2020, tingkat pekerjaan penduduk berusia
25-34 tahun di India dengan pendidikan tinggi akan menjadi 4 poin
persentase lebih tinggi daripada siswa yang berpendidikan kurang dari
sekolah menengah atas dan 5 poin persentase lebih tinggi daripada siswa
yang berpendidikan non-sekolah menengah atau lebih tinggi. Rata-rata di
seluruh negara OECD, tingkat pekerjaan untuk usia 25-34 tahun dengan
pendidikan tinggi adalah 26 poin persentase lebih tinggi daripada yang
berpendidikan kurang dari sekolah menengah dan 8 poin persentase lebih
tinggi daripada yang berpendidikan menengah atau pasca-sekolah
menengah. aktivitas tersier. Meskipun hubungan positif antara pencapaian
pendidikan dan pekerjaan berlaku untuk laki-laki dan perempuan di seluruh
negara OECD, hubungan tersebut sangat kuat untuk perempuan. Di India,
28 persen wanita dengan pendidikan menengah pertama bekerja pada tahun
2020, dibandingkan dengan 29 persen wanita dengan pendidikan tinggi.
Sedangkan untuk laki-laki, angkanya 95-76 persen.
Pengeluaran publik untuk pendidikan dasar dan tinggi menyumbang
14,5% dari total pengeluaran pemerintah India, lebih tinggi dari rata-rata
OECD (10,6%). Juga sebagai persentase dari PDB, pengeluaran publik
untuk pendidikan dasar dan tinggi (4,5%) berada di atas rata-rata OECD
(4,4%).
Kelulusan sekolah menengah sering dianggap sebagai kualifikasi
minimum untuk partisipasi yang sukses di pasar tenaga kerja. Meskipun
proporsi penduduk usia 25-34 tahun yang tidak memiliki kualifikasi sekolah
menengah telah turun seiring dengan peningkatan pencapaian pendidikan
secara keseluruhan, 14 persen kaum muda OECD terus berhenti sekolah
tanpa kualifikasi sekolah menengah. Di India, rasionya 66%, di atas rata-
rata OECD.

4. Pendidikan di Italia
Di Italia, pendidikan gratis dan wajib untuk anak-anak berusia antara 6
dan 16 tahun. Sistem pendidikan Italia dibagi menjadi taman kanak-kanak,
taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah dan sekolah
menengah atas. Kursus ini biasanya selesai pada usia 19 tahun. Pendidikan
dasar merupakan jenjang pendidikan wajib pertama. Dalam beberapa tahun
sekolah terakhir, sekitar 2,7 juta anak bersekolah di hampir 17.000 sekolah
dasar. Sekolah dasar Italia memiliki rata-rata sekitar 19 siswa di setiap kelas.
Namun, perbedaan regional sangat mencolok:
Rata-rata jumlah anak per kelas di Emilia-Romagna adalah 20,6,
sedangkan di kelas Valle d'Aosta memiliki rata-rata 14,6 siswa. Faktor-
faktor seperti urbanisasi dan migrasi pedesaan dapat menjelaskan perbedaan
tersebut. Padahal, Lembah Aosta merupakan kawasan pegunungan,
sedangkan Emilia Romagna merupakan salah satu pusat industri terpenting
di Italia.
setelah sekolah dasar, sekolah menengah. Siswa biasanya bersekolah di
sekolah menengah atas selama tiga tahun, antara usia 10 dan 13 tahun. Pada
tahun ajaran 2018/2019, terdapat total 1,7 juta siswa di sekolah menengah
Italia. Wilayah utara Lombardy memiliki sekolah terbanyak di negara itu,
diikuti oleh wilayah selatan Campania dan Sisilia. Dengan jumlah sekolah
menengah di negara ini, rata-rata jumlah siswa per kelas sedikit menurun
dalam beberapa tahun terakhir, meningkat menjadi 20,8 anak per kelas.
Tingkat menengah II mengikuti dari tingkat menengah II dan berlangsung
selama lima tahun. Secara umum, siswa dapat memilih antara tiga jenis
sekolah menengah:
Sekolah menengah, sekolah teknik dan kejuruan. Di antara berbagai jenis
sekolah menengah Italia, kamar bacaan adalah yang paling baik
mempersiapkan siswa untuk pendidikan tinggi. Selain itu, sekolah
menengah teknik memiliki pelatihan teknis dan teori, sedangkan sekolah
kejuruan terutama berorientasi pada pelatihan praktis. Namun, semua jenis
perguruan tinggi memungkinkan siswa untuk mendaftar ke universitas.
Sekitar 40 persen lulusan SMA mendaftar ke universitas. Pada tahun
akademik 2018/2019, tingkat pendaftaran tertinggi di Italia tengah, di mana
46 persen dari semua lulusan SMA memutuskan untuk belajar. Pada tahun
yang sama, ada lebih dari satu juta mahasiswa sarjana di Italia, terhitung
sekitar 60 persen dari total mahasiswa negara itu. Bidang studi paling
populer di Italia adalah Ekonomi, diikuti oleh Teknik. Universitas utama
Italia termasuk La Sapienza di ibu kota, Roma, Universitas Bologna, yang
juga merupakan universitas tertinggi di Italia, dan Universitas Turin.
Undang-undang yang mengatur pendidikan di Italia dan mendefinisikan
hak dan kewajiban kewarganegaraan, Setiap bayi Italia berhak atas
pendidikan dan wajib bersekolah hingga usia 14 tahun. Anak asing yang
secara sah bertempat tinggal di negara tersebut memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama. Dan imigran ilegal hanya bisa mendapatkan pendidikan
dasar.
Sistem pendidikan menengah Italia terdiri dari tiga tingkatan: (1)
Pendidikan dasar, Scuola elementare 1 (untuk anak usia 6 sampai 11 tahun);
(2) sekolah menengah, Scuola elementare 2 (untuk anak usia 11-14 tahun);
(3) SMA (untuk anak usia 14-19).
Mula-mula anak-anak belajar berhitung, menulis, membaca, musik,
menggambar dan pelajaran lainnya (bisa belajar agama jika mau). Program
dukungan awal juga termasuk belajar bahasa asing. Setelah menyelesaikan
sekolah dasar, siswa menerima sertifikat pendidikan dasar (Diploma di
Licensenza Elementare) berdasarkan ujian tertulis dan lisan dan kemudian
melanjutkan ke sekolah menengah (Scuola Media).
Kurikulum bentuk keenam mencakup bahasa Italia, matematika, bahasa
asing, geografi, sejarah, seni, sains, dan musik. Pada setiap akhir tahun
akademik, siswa mengikuti ujian dengan sistem "lulus-gagal". Setelah lulus
SMA, dapat melanjutkan sekolah ke SMA (Scuola Secondaria Superiore)
yang memiliki dua jenis:
Sekolah kejuruan dan sekolah menengah persiapan. Siswa spesialis
menggabungkan pendidikan lanjutan dan pelatihan kejuruan. Setelah lulus
dari universitas, lulusan menerima sertifikat sekolah menengah atas dan
sertifikat pelatihan kejuruan selain sertifikat sekolah menengah atas.
Persiapan membaca berfungsi untuk persiapan masuk perguruan tinggi.
Dalam kebanyakan kasus, pembacaan khusus terjadi ketika siswa pertama
kali memutuskan suatu topik. Ada yang teknis (Liceo tecnico), klasik (Liceo
Classico) dan ilmiah (Liceo Scientifico). Kurikulum umum untuk semua
bacaan meliputi matematika, bahasa Latin, sastra Italia, fisika, filsafat,
sains, dan sejarah.
Program pedagogi membaca klasik (Liceo Classico) berfokus pada
humaniora, tetapi pendidikan tahap kedua juga mencakup ilmu alam.
Perguruan tinggi ilmiah (Liceo Scientifico) menawarkan pendidikan ilmiah.
Kurikulum Membaca Bahasa (Lyceo Lingtastico) mencakup kelas bahasa,
gelar akademik dalam sastra dan sejarah. Setelah lulus, siswa lulus ujian
(esame di maturita) dan menerima ijazah (diploma di maturita) yang
memberinya akses ke universitas.
Di Italia, proporsi usia 25-64 tahun dengan pendidikan tinggi akan
mencapai 20% pada tahun 2021, dibandingkan dengan dua kali rata-rata
semua negara OECD (41%). Selain itu, 43% orang dewasa memiliki
pendidikan menengah atau pasca-sekolah menengah sebagai tingkat
pendidikan tertinggi (sedikit di atas rata-rata OECD sebesar 42%),
sementara 37% sisanya tidak memiliki pendidikan menengah.
Dengan 20%, seni dan humaniora adalah jurusan paling populer di antara
pendatang baru di Italia, berbeda dengan kebanyakan negara OECD di mana
bidang bisnis, manajemen, dan hukum yang luas adalah yang paling
populer. Meskipun meningkatnya kebutuhan akan keterampilan digital dan
peluang kerja yang baik bagi lulusan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK), hanya sebagian kecil mahasiswa yang memilih mata kuliah ini. Di
Italia, 88 persen lulusan TIK berusia 25-64 bekerja, tetapi hanya 2 persen
siswa TIK yang merupakan pendatang baru di pendidikan tinggi. Ini di
bawah rata-rata OECD sebesar 6%.
Porsi pengeluaran lembaga pendidikan dalam produk nasional bruto atau
anggaran publik merupakan ukuran penting tentang seberapa penting negara
mempertimbangkan pendidikan dalam keputusan anggaran. Namun, tidak
menunjukkan tingkat dukungan per siswa, karena tingkat PDB, anggaran
publik, dan jumlah siswa berbeda dari satu negara ke negara lain. Negara-
negara OECD membelanjakan rata-rata USD 11.990 per siswa per tahun
untuk pendidikan dasar dan tinggi di lembaga pendidikan (setara dengan
USD yang dikonversi ke PDB dengan paritas daya beli). Sebagai
perbandingan, Italia membelanjakan $10.902 per siswa pada tahun 2019.
Total biaya pendidikan untuk siswa berusia 6-15 adalah $105.754, sedikit di
atas rata-rata OECD sebesar $105.502. Karena infeksi COVID-19 dan
pencegahan karantina, ketidakhadiran guru juga memengaruhi kehidupan
sekolah sehari-hari selama pandemi. Namun, hanya sekitar separuh negara
yang mengumpulkan informasi tentang ketidakhadiran guru. Italia
mengumpulkan data dan, tidak seperti banyak negara lain, ketidakhadiran
guru meningkat secara signifikan (lebih dari 5%) antara 2019/20 dan
2021/22. Peningkatan tersebut terutama karena dampak pandemi Covid-19.

Gambar 4 Kondisi Pendidikan di Italia dan bebrapa negara lain


Pada tahun akademik 2022, Italia akan menerapkan program nasional
untuk mendukung siswa yang terkena dampak pandemi di pendidikan pra-
sekolah dasar, dasar, menengah, menengah, umum, kejuruan, dan tinggi.
Langkah-langkah untuk memerangi dampak pandemi COVID-19 di
pendidikan dasar dan menengah termasuk mengadaptasi kurikulum,
memberikan dukungan psikososial dan psikologis kepada siswa, dan
menambah waktu mengajar melalui sekolah musim panas. Pemerintah tidak
berniat untuk mengevaluasi efektivitas program-program ini.
Meningkatnya digitalisasi pendidikan telah menjadi konsekuensi besar
dari pandemi COVID-19 di banyak negara OECD. Di tingkat menengah,
Italia telah merespons pandemi dengan meningkatkan penerapan alat digital
di sekolah, pembelajaran hibrid, pelatihan in-service digital untuk guru, dan
pelatihan digital untuk siswa. Tantangan terkait pandemi COVID-19 telah
membebani biaya tambahan pada sistem pendidikan. Perkiraan anggaran
awal untuk tahun 2021 menunjukkan bahwa anggaran untuk pendidikan pra
dan tinggi di Italia telah meningkat secara signifikan (lebih dari 5 persen
secara nominal) dibandingkan dengan tahun 2020.
Pandemi COVID-19 berdampak signifikan pada pembelajaran orang
dewasa di sebagian besar negara OECD. Pada tahun 2020, proporsi orang
dewasa yang mengikuti pendidikan formal atau nonformal dalam empat
minggu sebelum survei turun rata-rata 2 poin persentase di seluruh negara
OECD dibandingkan dengan tahun 2019. Kegiatan Formal - Pendidikan
formal telah kembali ke tingkat pra-pandemi di kebanyakan negara Italia
memiliki pola serupa. Dari 2019 hingga 2020, jumlah orang dewasa yang
berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan formal atau informal menurun
satu persen. Dari 2020 hingga 2021, meningkat 3 poin persentase, di atas
level sebelum pandemi.
Pengembangan Keprofesian Guru pasca Pandemi-19
Dari laporan yang disusun oleh OECD (2021), secara keseluruhan,
tingkat partisipasi orang dewasa dalam pendidikan dan pelatihan formal dan
nonformal telah kembali ke tingkat sebelum pandemi pada tahun 2021
(dengan data juga menunjukkan penurunan yang biasa terjadi selama bulan-
bulan musim panas). Orang dewasa berpendidikan tinggi memiliki tingkat
partisipasi yang lebih tinggi dalam pendidikan dan pelatihan nonformal
dibandingkan yang memiliki tingkat pencapaian pendidikan yang lebih
rendah. Rata-rata 16% dari anak usia 25-64 tahun dengan tingkat pendidikan
tinggi telah berpartisipasi dalam pendidikan dan pelatihan nonformal dalam
empat minggu sebelum survei pada tahun 2021, dibandingkan dengan hanya
4% dari teman sebayanya dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah.
Rata-rata, di seluruh negara OECD dengan data yang tersedia pada tahun
2021, 14% orang dewasa telah berpartisipasi dalam pendidikan dan
pelatihan formal atau nonformal dalam empat minggu sebelumnya.
Berbagai sumber digunakan untuk partisipasi orang dewasa dalam
pendidikan dan pelatihan formal dan/atau non-formal. Perbedaan utama
antara survei yang digunakan adalah periode referensi untuk partisipasi –
apakah itu dalam 4 minggu sebelumnya atau 12 bulan sebelum survei; ini
menyebabkan perbedaan besar dalam tingkat partisipasi. Selain itu,
beberapa sumber menggunakan data tahunan yang tidak menangkap
fluktuasi yang mungkin terjadi dalam satu tahun, sementara yang lain
menggunakan data triwulanan yang lebih relevan dengan analisis dampak
COVID-19. Kecenderungan partisipasi dalam pendidikan dan pelatihan
formal dan/atau nonformal.
Pembelajaran orang dewasa, juga dikenal sebagai pembelajaran seumur
hidup, dapat membantu kemajuan individu dalam karirnya, dan beradaptasi
dengan dunia yang cepat berubah dan tidak pasti. Indikator ini melihat
pembelajaran orang dewasa tanpa memperhitungkan status tenaga kerja dari
individu tersebut. Pembelajaran orang dewasa seringkali berbentuk
pendidikan dan pelatihan nonformal dan/atau informal, berbeda dengan
partisipasi dalam pendidikan formal, yang lebih umum di antara kaum
muda.
Penerapan langkah-langkah jarak sosial selama bulan-bulan pertama
pandemi COVID-19 menyebabkan penutupan yang ketat dan penggunaan
pengaturan kerja jarak jauh secara ekstensif. Pada tahun 2020, di seluruh
negara OECD, persentase rata-rata orang berusia 25-64 tahun yang telah
mengikuti pendidikan dan pelatihan nonformal dalam empat minggu
terakhir turun sebesar 2 poin persentase dibandingkan tahun 2019. Rata-rata
di seluruh negara yang mengumpulkan data menggunakan periode referensi
empat minggu, partisipasi orang dewasa dalam pendidikan dan pelatihan
nonformal turun sebesar 4 poin persentase antara kuartal pertama dan kedua
tahun 2020. Tren partisipasi dalam pendidikan formal dan/atau nonformal
pendidikan dan pelatihan formal menyoroti penurunan partisipasi selama
kuartal pertama tahun 2020, dan penurunan pendidikan dan pelatihan
nonformal menjadi penyebab sebagian besar penurunan ini. Ini
mencerminkan hilangnya pembelajaran orang dewasa yang disebabkan oleh
fase pertama pandemi COVID-19.
Pada tahun 2021, partisipasi orang dewasa dalam pendidikan dan
pelatihan nonformal kembali ke tingkat sebelum pandemi di sebagian besar
negara. Penggunaan ekstensif pendidikan dan pelatihan jarak jauh mungkin
diuntungkan oleh perluasan teknologi digital. Selain itu, pembukaan
kembali sekolah mungkin telah menghilangkan hambatan pendidikan dan
pelatihan bagi orang dewasa dengan anak kecil di rumah. Rata-rata, bagian
orang dewasa yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan nonformal
dalam empat minggu terakhir meningkat sebesar 2 poin persentase antara
tahun 2020 dan 2021. Di 12 dari 28 negara tingkat partisipasi dalam
pendidikan dan pelatihan nonformal pada tahun 2021 bahkan melebihi
tingkat pra-pandemi. Namun, tingkat partisipasi belum kembali ke tingkat
sebelum pandemi di semua negara.
Dampak pandemi COVID-19 terhadap kesempatan pendidikan dan
pelatihan nonformal tidak merata, dengan orang dewasa dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah yang paling terpukul. Partisipasi dalam
pendidikan dan pelatihan nonformal sebagian besar didorong oleh lapangan
kerja, yang juga terkena dampak pandemi. Pada tahun 2020, pekerja tanpa
kualifikasi sekolah menengah atas lebih mungkin kehilangan pekerjaan atau
melihat pengurangan jam kerja daripada rekan dengan pencapaian sekolah
menengah atas, sementara pekerja dengan kualifikasi tersier paling sedikit
terpengaruh (OECD, 2021). Pekerja tanpa pendidikan tinggi juga lebih
sering dipekerjakan di sektor-sektor yang paling terpengaruh oleh skenario
penguncian yang meluas dibandingkan pekerja dengan kualifikasi tersier –
25% dari yang tidak memiliki pendidikan tinggi, dibandingkan dengan 22%
pekerja berpendidikan tinggi. Tantangan lainnya adalah sebagian besar
orang dewasa dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah tidak memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan peluang pembelajaran
digital. Meskipun kapasitas untuk mengikuti pendidikan daring mungkin
berguna sebelum pandemi, begitu kegiatan pembelajaran dipindahkan,
setidaknya sebagian, dari ruang pelatihan ke platform daring, dalam banyak
kasus hal itu menjadi prasyarat untuk Pendidikan.
Bahkan dalam kategori orang dewasa berpendidikan tinggi, partisipasi
dalam pendidikan dan pelatihan nonformal meningkat seiring dengan
pencapaian pendidikan. Dalam empat minggu sebelum survei, 22% orang
dewasa dengan gelar doktor atau setara berpartisipasi dalam pendidikan dan
pelatihan non-formal, dibandingkan dengan 12% dari dengan gelar tersier
siklus pendek. Temuan serupa diamati pada tingkat partisipasi di antara
survei yang menggunakan 12 bulan sebelumnya sebagai periode acuan.
Pendidikan dan pelatihan orang dewasa (adult learning) berarti
keikutsertaan orang dewasa dalam pembelajaran sepanjang hayat.
Pembelajaran orang dewasa biasanya mengacu pada kegiatan pembelajaran
setelah akhir pendidikan awal. Angka partisipasi pendidikan dan pelatihan
meliputi partisipasi pendidikan dan pelatihan baik formal maupun
nonformal.
Pencapaian pendidikan mengacu pada tingkat pendidikan tertinggi
yang berhasil diselesaikan oleh seorang individu. Kegiatan belajar adalah
setiap kegiatan individu yang diselenggarakan dengan maksud untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya. Ada dua
kriteria mendasar yang membedakan kegiatan pembelajaran dari kegiatan
non-pembelajaran harus disengaja dan terorganisir. Pembelajaran yang
disengaja (sebagai lawan dari pembelajaran acak) didefinisikan sebagai
pencarian yang disengaja untuk pengetahuan, keterampilan atau kompetensi
atau sikap yang bernilai abadi. Pembelajaran terorganisir didefinisikan
sebagai pembelajaran yang direncanakan dalam pola atau urutan dengan
tujuan eksplisit atau implisit.
Pendidikan dan pelatihan nonformal didefinisikan sebagai “pendidikan
yang dilembagakan, disengaja dan direncanakan oleh penyelenggara
pendidikan. Ciri khas pendidikan nonformal adalah sebagai tambahan,
alternatif dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam proses belajar
sepanjang hayat individu. Hal ini sering diberikan untuk menjamin hak atas
akses pendidikan bagi semua. Ini melayani orang-orang dari segala usia
tetapi tidak harus menerapkan struktur jalur berkelanjutan; durasinya
mungkin singkat dan/atau intensitasnya rendah; dan biasanya diberikan
dalam bentuk kursus singkat, lokakarya, atau seminar. Pendidikan
nonformal sebagian besar mengarah pada kualifikasi yang tidak diakui
sebagai formal atau setara dengan kualifikasi formal oleh otoritas
pendidikan nasional atau daerah yang relevan atau tidak memiliki
kualifikasi sama sekali.
Pendidikan dan pelatihan nonformal terkait pekerjaan: mengikuti
kegiatan pendidikan dan pelatihan nonformal untuk memperoleh
pengetahuan dan/atau mempelajari keterampilan baru yang diperlukan
untuk pekerjaan saat ini atau di masa depan, untuk meningkatkan
pendapatan, meningkatkan pekerjaan dan/atau karier peluang di bidang saat
ini atau bidang lain dan umumnya untuk meningkatkan peluang untuk
kemajuan dan promosi. Pendidikan dan pelatihan nonformal terkait
pekerjaan yang disponsori pemberi kerja: semua kegiatan pendidikan dan
pelatihan nonformal terkait pekerjaan yang dibayar setidaknya sebagian
oleh pemberi kerja dan/atau dilakukan selama jam kerja berbayar.
Pengembangan profesional berkelanjutan adalah wajib sampai batas
tertentu bagi guru mata pelajaran umum setidaknya pada satu tingkat
pendidikan di sebagian besar negara yang memiliki data, kecuali Denmark,
Italia, Belanda, dan Selandia Baru. Ini dapat bersifat wajib bagi semua guru
sebagai bagian tetap dari pekerjaan, atau bagi beberapa guru untuk tujuan
tertentu seperti promosi atau kenaikan gaji, atau dalam beberapa kasus,
keduanya. Melanjutkan pengembangan profesional adalah wajib sampai
batas tertentu bagi kepala sekolah yang mencakup program umum di
berbagai tingkat pendidikan, tetapi di lebih sedikit negara daripada guru
mata pelajaran umum. Keputusan tentang kegiatan wajib pengembangan
profesi berkelanjutan yang akan dilakukan guru biasanya melibatkan dan
manajemen sekolah, sedangkan otoritas pendidikan pusat/negara lebih
sering terlibat dalam keputusan tentang wajib pengembangan profesional
berkelanjutan kepala sekolah.
Pengembangan profesional berkelanjutan mendukung guru di semua
tahap karir. Untuk guru karir awal, ini membantu memudahkan transisi ke
profesi mengajar karena menghadapi berbagai tantangan dalam pekerjaan.
Bagi guru yang sudah berpengalaman memberikan kesempatan untuk
menyegarkan, mengembangkan dan memperluas pengetahuan dan
pemahamannya tentang mengajar. Bagi guru yang menjadi kepala sekolah,
ini membekali dengan keterampilan manajemen dan kepemimpinan yang
diperlukan untuk peran sebagai pemimpin sekolah. Yang terpenting,
pengembangan profesional guru dan kepala sekolah yang berkelanjutan
bermanfaat bagi siswa.
Pengembangan profesional guru dan kepala sekolah yang berkelanjutan
membantu untuk terus memperbarui dan meningkatkan keterampilan dan
praktik untuk beradaptasi dengan lingkungan belajar yang berkembang:
keragaman siswa yang semakin meningkat, integrasi yang lebih besar dari
siswa dengan kebutuhan khusus dan peningkatan penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Dalam pendidikan dan pelatihan kejuruan,
sangat penting bagi guru untuk mengikuti perubahan kebutuhan tempat
kerja modern. Selama pandemi COVID-19, kegiatan pengembangan
profesional dalam teknologi digital berperan penting dalam membantu guru
beradaptasi dengan lingkungan pengajaran virtual (OECD, 2021).
Pengembangan profesional berkelanjutan memberi guru kesempatan
untuk belajar sepanjang karir di bidang pendidikan. Ini dapat mencakup
berbagai macam kegiatan: kursus formal, seminar, konferensi dan
lokakarya, pelatihan online, dan bimbingan dan pengawasan formal.
Persyaratan untuk pengembangan profesional mencakup semua tingkat
pengajaran. Pengembangan profesional wajib bagi guru mata pelajaran
umum di semua tingkat pendidikan di 30 dari 35 negara dan peserta lain
dengan data yang tersedia. Penyelenggaraan pengembangan profesional
wajib tidak berbeda menurut tingkat pendidikan atau jenis mata pelajaran
(umum atau kejuruan) di sebagian besar negara di mana persyaratan untuk
pengembangan profesional wajib serupa di seluruh tingkatan dan mata
pelajaran. Kemudian, analisis berikut berfokus pada pengembangan
profesional bagi guru sekolah menengah pertama mata pelajaran umum,
tetapi juga relevan dengan tingkat pendidikan lain di banyak negara.
Bergantung pada kebutuhan guru, ketentuan tentang berapa lama harus
menghabiskan waktu untuk kegiatan pengembangan profesional wajib
dapat ditentukan dengan cara yang berbeda. Dari 20 negara dan peserta lain
yang mensyaratkan semua guru sekolah menengah pertama mata pelajaran
umum untuk melakukan pengembangan profesional, setengahnya
menetapkan durasi minimum, meskipun hal ini tidak ditentukan untuk
periode rujukan yang sama di berbagai negara. Enam menentukan durasi
tahunan minimum, sedangkan empat lainnya menentukan durasi minimum
selama periode waktu yang lebih lama.
Perencanaan kegiatan pengembangan profesional, baik di tingkat
sekolah atau di tingkat individu guru atau keduanya, seringkali diperlukan
di negara-negara yang mewajibkan pengembangan profesional bagi
beberapa atau semua guru. Di antara 31 negara dan peserta lain di mana
beberapa pengembangan profesional wajib diperlukan untuk guru mata
pelajaran umum sekolah menengah pertama, sekitar dua pertiga memiliki
peraturan pusat yang mewajibkan perencanaan tingkat guru dan/atau tingkat
sekolah. Persyaratan yang paling umum adalah rencana untuk masing-
masing guru dan sekolah. Sebagian besar negara memerlukan kegiatan
pengembangan profesional wajib untuk direncanakan dalam konteks
prioritas pengembangan sekolah individu. Kegiatan ini harus direncanakan
(tetapi tidak secara eksklusif) dalam konteks prioritas pengembangan
sekolah individu di sekitar tiga perempat negara dan peserta lain untuk guru
mata pelajaran umum sekolah menengah pertama. Isi mandat
pengembangan profesional wajib mencakup tugas-tugas yang berhubungan
dengan mengajar lebih sering daripada yang tidak mengajar. Secara khusus,
semua negara dan peserta lain yang mengamanatkan konten mencakup
metode pengajaran/pedagogis (termasuk mengajar siswa berkebutuhan
khusus) dan keterampilan TIK yang diperlukan untuk tugas mengajar.
Guru dan manajemen sekolah biasanya terlibat dalam keputusan
tentang kegiatan pengembangan profesional wajib yang dilakukan oleh
masing-masing guru. Di sekitar dua per lima negara dan peserta lain dengan
beberapa pengembangan profesional wajib untuk guru mata pelajaran
umum sekolah menengah pertama, guru mengusulkan kegiatan yang ingin
dilakukan, dan manajemen sekolah (bersama dengan otoritas pendidikan
dalam beberapa kasus) memvalidasi pilihan ini atau membuat keputusan
otonom.
Proses ini dapat membantu memastikan bahwa kegiatan pengembangan
keprofesian guru setidaknya sebagian konsisten dengan prioritas
pengembangan sekolah. Di lima negara lain, guru memutuskan atau
memvalidasi pilihan kegiatan, tetapi manajemen sekolah juga memvalidasi
pilihan tersebut. Di negara-negara ini, isi kegiatan ini perlu diselaraskan
(setidaknya sampai batas tertentu) dengan prioritas pengembangan sekolah.
Sejumlah faktor dapat mempengaruhi partisipasi guru dan kepala sekolah
dalam pengembangan keprofesian: jangkauan penyedia, akses ke informasi
tentang keberadaan dan isi peluang pengembangan keprofesian, dan
dukungan keuangan yang tersedia bagi peserta dan sekolahnya. Karena
dukungan finansial untuk pengembangan profesional mungkin terbatas dan
pelatihan berkualitas tinggi tidak dijamin di semua aktivitas pengembangan
profesional, mekanisme penjaminan kualitas, seperti pemantauan dan
evaluasi, dapat membantu pengambilan keputusan tentang cara terbaik
untuk mengelola sumber daya yang terbatas untuk aktivitas pengembangan
professional. Penyedia kegiatan pengembangan profesional dapat berupa
entitas publik atau swasta, meskipun tidak ada informasi yang dikumpulkan
tentang prevalensi keduanya. Di sebagian besar negara, setidaknya ada satu
jenis penyelenggara dalam sistem pendidikan publik (di luar sekolah),
seperti otoritas pendidikan di berbagai tingkat pemerintahan, lembaga
publik untuk pengembangan profesi guru, inspektorat, organisasi profesi,
dan lembaga pendidikan guru atau guru. serikat kepala sekolah. Di lebih
dari tiga perempat negara yang memiliki data, perusahaan swasta
menyediakan kegiatan pengembangan profesional untuk guru dan kepala
sekolah. Partisipasi dalam kegiatan pengembangan keprofesian tergantung
pada kemampuan guru dan kepala sekolah untuk menyesuaikan kegiatan ini
ke dalam jadwal kerja rutin, dan pada biaya keuangan yang dikeluarkan oleh
guru, kepala sekolah atau sekolah. Pada tahun 2018, lebih dari 40% guru
dan lebih dari sepertiga kepala sekolah melaporkan bahwa konflik waktu
dengan jadwal kerja dan/atau tingginya biaya kegiatan pengembangan
profesional menjadi hambatan untuk berpartisipasi dalam pengembangan
profesional, rata-rata di seluruh negara OECD dalam Teaching and
Learning International Survey 2018 (OECD, 2019). Oleh karena itu,
pendanaan publik dan strategi dukungan untuk berbagi atau mensubsidi
biaya kegiatan pengembangan profesional dapat mendorong staf untuk
terlibat dalam pengembangan professional. Di seluruh negara OECD dan
peserta lain dengan data yang tersedia, strategi pendanaan dan dukungan
untuk kegiatan pengembangan profesional bagi guru mata pelajaran umum
sangat mirip untuk semua tingkat pendidikan. Ada perbedaan dalam strategi
dukungan untuk pengembangan profesi wajib tergantung pada tingkat
Pendidikan.
Evaluasi kegiatan pengembangan profesional adalah tanggung jawab
otoritas pendidikan pusat/negara bagian di dua pertiga negara dan peserta
lain yang membutuhkannya (5-10 negara, tergantung pada tingkat
pendidikan dan jenis program pendidikan). Otoritas pendidikan tingkat
rendah (otoritas pendidikan regional/sub-regional dan/atau lokal/kota),
inspektorat dan/atau masing-masing sekolah bertanggung jawab di sekitar
dua per lima negara dan peserta lainnya. Penyedia kegiatan pengembangan
profesional juga memiliki tanggung jawab untuk mengevaluasi diri di lebih
dari separuh negara dan peserta lainnya. Evaluasi kegiatan pengembangan
profesional merupakan tanggung jawab bersama di antara banyak pihak.
Pengembangan profesional tidak mengacu pada pengajaran biasa dan
praktik kerja yang juga mengembangkannya secara profesional. Evaluasi
kegiatan pengembangan keprofesian mengacu pada evaluasi formal
terhadap kegiatan yang melayani guru. Itu tidak mengacu pada evaluasi atau
penilaian guru secara individu
Pembelajaran sepanjang hayat mencakup semua kegiatan belajar yang
dilakukan sepanjang hidup dengan tujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi, dalam perspektif pribadi,
kewarganegaraan, sosial, atau pekerjaan. Niat atau tujuan untuk belajar
merupakan titik kritis yang membedakan kegiatan tersebut dengan kegiatan
non-pembelajaran, seperti kegiatan budaya atau olahraga.

F. SIMPULAN
Pendidikan Indonesia dengan Thailand
Perbandingan pendidikan antara Indonesia dan Thailand tidak terlalu
jauh. Dimana proporsi siswa di bawah standar minimum kemampuan
matematika tidak terlalu jauh berbeda. Thailand lebih baik sedikit dari
Indonesia. proporsi siswa dibawah level 2, Indonesia tercatat 71.9% dan
Thailand sebesar 52.7%. Termasuk reformasi Pendidikan, jenjang, wajib
belajar, Pendidikan gratis, termasuk sistem Pendidikan dan kurikulum
nasional.
Bahkan, antara Indonesia dan Thailand untuk angka melek huruf hampir
sama, yakni Indonesia (95.44 %) dan Thailand (93.98), terjadi perbedaan
1.46. Untuk kemampuan literasi juga hamper sama Indonesia (371 peringkat
69 dari 75 negara) dan Thailand (393 peringkat 63 dari 75 negara).
Sehingga, selisih peringkat hanya 6 tingkat dengan selisih nilai 22 point.
Untuk kemampuan numerasi, Indonesia (379 peringkat 63 dari 75 negara)
dan Thailand (419 peringkat 59 dari 75 negara). Sehingga, selisih peringkat
hanya 4 tingkat dengan selisih nilai 40 point. Sedangkan kemampuan Sains,
Indonesia (396 peringkat 61 dari 75 negara) dan Thailand (429 peringkat 46
dari 75 negara). Sehingga, selisih peringkat jauh yakni 15 tingkat dengan
selisih nilai 30 point. Untuk menuju tahun 2035 dan 2045 dibutuhkan SDM
yang unggul dan berdaya saing, salah satunya adalah menyiapkan
kemampuan literasi numerasi Pendidikan tingkat dasar. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, salah satu faktornya adalah guru jenjang
Sekolah Dasar harus lebih berkualitas dan berkompeten.
Pendidikan Indonesia dengan India
Hubungan bilateral antara Indonesia dan India telah lama dianggap baik,
terutama dalam kerja sama budaya. Tak cukup sampai di sini, Indonesia kini
mulai menjajaki kerjasama pendidikan dengan beberapa SMA dan
universitas di India. Idonesia memiliki keunggulan dalam sistem
pendidikan, misalnya dalam hal kesempatan pendidikan yang lebih baik
daripada india. Keunggulan lain dari India adalah kualitas sumber daya
manusia di bidang pendidikan.
India memiliki sistem pendidikan tinggi yang patut dicontoh, memiliki
pengetahuan ilmiah yang terpelihara dengan baik dengan biaya rendah, dan
jurnalnya sangat produktif. Program koordinasi antar universitas juga
diperlukan. Penetrasi internet di Indonesia sangat tinggi, bahkan India jauh
dari india. Sekitar 12 juta pekerja kini bekerja di sektor sains dan teknologi
di India. Pembangunan di daerah ini signifikan di India. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini juga diharapkan dapat mendorong kerja sama
Indonesia dan India di bidang kesehatan. Teknologi kesehatan dan
dukungan farmasi dapat membantu kedua negara meningkatkan layanan.
Menurut Forbes, daya saing India luar biasa. Ini membuat banyak orang
India rata-rata lebih sukses di panggung internasional. Jumlah pengguna
internet dan smartphone di India enam kali lebih tinggi dibandingkan di
india. Meskipun India berukuran sekitar dua kali lipat dari india, hal ini
menunjukkan bahwa teknologi tersebar lebih merata di sana. Masyarakat
India juga dinilai sangat mudah beradaptasi secara internasional, sehingga
rata-rata lebih mudah mempelajari hal-hal baru. Selain itu, masyarakat India
juga mengenal media cetak dan elektronik berbahasa Inggris. Ini
menempatkan pada posisi yang lebih baik untuk bersaing di panggung
internasional dan menampilkan diri kepada dunia.
Mengingat orang India maju di berbagai belahan dunia, sebagaimana
orang Cina maju di mana-mana, kita harus bisa belajar dari pada
kesempatan ini. Padahal, potensi india jauh lebih besar dibanding berbagai
sektor di India atau China. Potensi itu akan tetap ada hanya jika tidak
dimanfaatkan dengan baik. India yang kondisi sosial ekonominya sedang
krisis hanya bisa bertahan dalam persaingan global, india pasti bisa jauh
lebih baik di mata dunia. Masih banyak lagi karya Indonesia yang bisa
dibanggakan di dunia internasional. Yang harus kita lakukan adalah
meningkatkan kualitas kompetitif kita yang diterima secara global, yaitu
bahasa Inggris dan pemahaman teknis terlebih dahulu.
India adalah sebuah paradoks. Negara ini kaya akan sumber daya alam,
tetapi lebih dari 40 persen penduduknya hidup dengan kurang dari $1 sehari.
Ada begitu banyak ahli teknis di India. Sekitar 30 persen dokter, staf TI, dan
insinyur Amerika mengawasi perusahaan besar Amerika. Banyak orang
India memiliki posisi bagus di organisasi internasional. Namun, hampir 40
persen, atau lebih dari 350 juta, orang dewasa di India buta huruf, hampir
40 persen anak putus sekolah setelah kelas lima, dan lebih dari 55 persen
putus sekolah setelah kelas delapan. India menempati urutan ke-127 pada
Indeks Pembangunan Manusia, jauh di belakang india, yang menempati
peringkat ke-111. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi India diakui
di seluruh dunia. Negara ini telah menghasilkan beberapa peraih Nobel:
Amartya Sen (Ekonomi), Subrawanian Chandrashekar dan Chandrashekar
Venkataraman (Fisika), Hargobind Khorana (Kedokteran). Dua orang India
lainnya, Bunda Teresa, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian dan
Rabindranath Tagore untuk sastra.
Pendidikan Indonesia dan Italia
Universitas Italia termasuk yang tertua di dunia. Tidak seperti Amerika
Utara atau Eropa Utara, di mana terdapat penekanan kuat pada pengajaran
berbasis diskusi, struktur sistem pendidikan tinggi Italia lebih formal dan
sebagian besar pengajaran di Italia dilakukan di ruang kuliah yang besar.
Siswa juga diharapkan menyelesaikan beberapa jam belajar mandiri di luar
kelas untuk mempersiapkan ujian.
REFERENSI
Bamrungsin, P., & Khampirat, B. (2022). Improving Professional Skills of Pre-Service
Teachers Using Online Training: Applying Work-Integrated Learning
Approaches through a Quasi-Experimental Study. Sustainability (Switzerland),
14(7). https://doi.org/10.3390/su14074362
Berg, M., Talvio, M., Hietajärvi, L., Benítez, I., Cavioni, V., Conte, E., Cuadrado, F.,
Ferreira, M., Košir, M., Martinsone, B., Ornaghi, V., Raudiene, I., Šukyte, D.,
Talić, S., & Lonka, K. (2021). The Development of Teachers’ and Their
Students’ Social and Emotional Learning During the “Learning to Be Project”-
Training Course in Five European Countries. Frontiers in Psychology, 12.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.705336
Borsetto, E., & Bier, A. (2021). Building on International Good Practices and
Experimenting With Different Teaching Methods to Address Local Training
Needs: The Academic Lecturing Experience. Revista Alicantina de Estudios
Ingleses, 34, 107–130. https://doi.org/10.14198/raei.2021.34.03
Çalışkan, G., & İzmirli, Ö. Ş. (2020). Teachers’ Communication Channels in the
Innovation- Decision Process. Egitim ve Bilim, 45(203).
https://doi.org/10.15390/EB.2020.8611
Chaipidech, P., Srisawasdi, N., Kajornmanee, T., & Chaipah, K. (2022). A personalized
learning system-supported professional training model for teachers’ TPACK
development. Computers and Education: Artificial Intelligence, 3.
https://doi.org/10.1016/j.caeai.2022.100064
Gambini, A., & Lénárt, I. (2021). Basic Geometric Concepts In The Thinking Of In-
Service And Pre-Service Mathematics Teachers. Education Sciences, 11(7).
https://doi.org/10.3390/educsci11070350
Garcia-Retamero, R., Sobkow, A., Petrova, D., Garrido, D., & Traczyk, J. (2019).
Numeracy and Risk Literacy: What Have We Learned so Far? Spanish Journal
of Psychology. https://doi.org/10.1017/sjp.2019.16
Gervasi, D., Faldetta, G., Pellegrini, M. M., & Maley, J. (2022). Reciprocity in
Organizational Behavior Studies: A Systematic Literature Review of Contents,
Types, and Directions. European Management Journal, 40(3), 441–457.
https://doi.org/10.1016/j.emj.2021.07.008
Hyde, D. C., Mou, Y., Berteletti, I., Spelke, E. S., Dehaene, S., & Piazza, M. (2021). Testing
The Role of Symbols in Preschool Numeracy: An Experimental Computer-Based
Intervention Study. PLoS ONE, 16(11 November).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0259775
Imron, I., Mahmud, A., & Samsudin, A., (2023). Impact of the Guru Penggerak Programme
on Improving Leadership Competence in Numeracy Learning. Media Eksakta
19(1), 71–82. https://doi.org/10.22487/me.v19i1.3468
Ivancevich, J. M. (2010). Human Resource Management. McMcGraw-Hill Irwin.
Kolarkar, R. (2020). Teaching and Learning Methods in Ayurveda and its Current
Perspectives. National Journal of Research in Ayurved Science, 8(03).
https://doi.org/10.52482/ayurlog.v8i03.598
Kuhlmann, B. G. (2019). Topical Issue on Strategy Contributions to Cognitive Aging. Open
Psychology, 1(1). https://doi.org/10.1515/psych-2018-0020
Lövdén, M., Fratiglioni, L., Glymour, M. M., Lindenberger, U., & Tucker-Drob, E. M.
(2020). Education and Cognitive Functioning Across the Life Span.
Psychological Science in the Public Interest, 21(1), 6–41.
https://doi.org/10.1177/1529100620920576
Manowaluilou, N., Butkatunyoo, O., & Mahavijit, P. (2022). Phenomenon-Based Teaching
Competency Development for Teacher Educators in Higher Education in
Thailand. Kasetsart Journal of Social Sciences, 43(3).
https://doi.org/10.34044/j.kjss.2022.43.3.26
Manuela, B., & Simona, M. (2018). Social Integration Dynamics for Migrants: PIAAC To
Measure Skill and Qualification Mismatch. Universal Journal of Educational
Research, 6(5), 970–982. https://doi.org/10.13189/ujer.2018.060518
Mejang, A., & Suksawas, W. (2021). The Impacts of a Face-to-Face Training in
Combination with LINE Application and Professional Learning Communities on
English Teacher Development. English Language Teaching, 14(4), 25.
https://doi.org/10.5539/elt.v14n4p25
Muliantara, I. K., & Suarni, N. K. (2022). Strategi Menguatkan Literasi dan Numerasi
untuk Mendukung Merdeka Belajar di Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 4(3), 4847–4855. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i3.2847
Nair, Seema & Jog, Amruta (2020). TeacherTraining and Skill Enhancement in India using
Innovative Techniques. International Journal of Innovative Technology and
Exploring Engineering, 9(4S). https://doi.org/10.35940/ijitee.d1012.0394s20
Nakidien, T., Sayed, Y., & Sadeck, O. (2022). Unpacking the Efficacy of a Continuous
Professional Development Programme to Support Teachers to Use Assessment
in No-Fee Schools. Journal of Education (South Africa), 87.
https://doi.org/10.17159/2520-9868/i87a03
Neupane, B. P., & Joshi, D. N. (2022). Perspectives on Teacher Education in South Asia:
A Comparative Review. The Harvest, 1(1).
https://doi.org/10.3126/harvest.v1i1.44333
OECD (2021), The State of Global Education: 18 Months into the Pandemic, OECD
Publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/1a23bb23-en .
OECD (2019). PISA 2018 Results (Volume II).https://doi.org/10.1787/b5fd1b8f-en
OECD. (2018). PISA for Development Assessment and Analytical Framework. In OECD
Publishing. https://www.oecd-ilibrary.org/education/pisa-for-development-
assessment-and-analytical-framework_9789264305274-en
OECD (2005), Guru Penting: Menarik, Mengembangkan, dan Mempertahankan Guru
yang Efektif , Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan, OECD Publishing, Paris,
https://doi.org/10.1787/9789264018044-en
Puertas-Aguilar, M. Á., Álvarez-Otero, J., & de Lázaro-Torres, M. L. (2021). The
challenge of Teacher Training in the 2030 Agenda Framework Using
Geotechnologies. Education Sciences, 11(8).
https://doi.org/10.3390/educsci11080381
Raagas, M. J. R. (2021). Alignment of School and Leadership Practices in Basic Education
with Response-to-Intervention Model. European Journal of Education and
Pedagogy, 2(3). https://doi.org/10.24018/ejedu.2021.2.3.144
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of Innovations. Free Press
Sathianwatchai, A., & Niramitchainont, P. (2022). Generation Z Teachers’ Quality of Work
Life: Measurement and Enhancement Guidelines. Kasetsart Journal of Social
Sciences, 43(3). https://doi.org/10.34044/j.kjss.2022.43.3.34
Saidi, A., & Habibi, M. (2022). Descriptive Analysis of Human Resource Development
Through Motivation and Training as Well As Supporting and Inhibiting Factors.
Daengku: Journal of Humanities and Social Sciences Innovation, 2(4).
https://doi.org/10.35877/454ri.daengku1107
Saleh, I. T., Muhidin, M., Zakiah, Qiqi Yuliati, Erihadiana, M., & Suhartini, A. (2021).
Karakteristik, Proses Keputusan, Difusi, Diseminasi dan Strategi Inovasi
Pendidikan. Reslaj : Religion Education Social Laa Roiba Journal, 4(1).
https://doi.org/10.47467/reslaj.v4i1.453
Sumaryanta, Mardapi, D., Sugiman, & Herawan, T. (2018). Assessing Teacher
Competence and Its Follow-up to Support Professional Development
Sustainability. Journal of Teacher Education for Sustainability, 20(1), 106–123.
https://doi.org/10.2478/jtes-2018-0007
,…..……. (2019). Community-Based Teacher Training: Transformation of Sustainable
Teacher Empowerment Strategy in Indonesia. Journal of Teacher Education for
Sustainability, 21(1). https://doi.org/10.2478/jtes-2019-0004
Schröer, A. (2021). Social Innovation in Education and Social Service Organizations.
Challenges, Actors, and Approaches to Foster Social Innovation. Frontiers in
Education, 5. https://doi.org/10.3389/feduc.2020.555624
Urbani, C. (2020). Teacher Continuing Professional Development and Team Working
Competences: A Case Study from Italy. International Journal for Research in
Vocational Education and Training, 7(2). https://doi.org/10.13152/IJRVET.7.2.6
Viwattananon, S., & Sirichote, P. (2022). Future Scenario of The Administration Of World-
Class Standard Schools In The Year 2020 To 2037. Kasetsart Journal of Social
Sciences, 43(2). https://doi.org/10.34044/j.kjss.2022.43.2.01
Vuojärvi, H., Purtilo-Nieminen, S., Rasi, P., & Rivinen, S. (2021). Conceptions of Adult
Education Teachers in Training Regarding the Media Literacy Education of
Older People. A phenomenographic Study to inform a Course Design. Journal
of Media Literacy Education, 13(3), 1–18. https://doi.org/10.23860/JMLE-
2021-13-3-1

Referensi dari laman yang diakses.


https://www.oecd-ilibrary.org/education/vocational-education-and-training-in-
thailand_cc20bf6d-en diakses tanggal 20 Mei 2023
https://www.oecd-ilibrary.org/education/education-in-thailand_9789264259119-en
diakses tanggal 20 Mei 2023
https://www.oecd-ilibrary.org/economics/thailand-s-education-system-and-skills-
imbalances-assessment-and-policy-recommendations_b79addb6-en diakses
tanggal 20 Mei 2023
https://www.citypopulation.de/en/world/bymap/literacyrates/ diakses tanggal 24 Mei 2023
https://www.shalaazz.com/sistem-pendidikan-di-thailand-secara-lengkap/ diakses tanggal 24
Mei 2023
https://heriakhmadi.com/2018/08/07/kuliah-di-thailand-sekilas-tentang-sistem-bahasa-
pengantar-dan-suasana-pembelajaran/ diakses tanggal 25 Mei 2023
https://www.statista.com/topics/9545/education-in-thailand/ diakses tanggal 25 Mei 2023
https://en.wikipedia.org/wiki/Education_in_Thailand diakses tanggal 25 Mei 2023
https://www.citypopulation.de/en/world/bymap/literacyrates/ diakses tanggal 25 Mei 2023
https://ncert.nic.in/ diakses tanggal 25 Mei 2023
https://www.imf.org/en/Countries diakses tanggal 27 Mei 2023
https://id.tradingeconomics.com/ diakses tanggal 27 Mei 2023
https://kovermagz.com/akankah-kebijakan-pendidikan-baru-india-menjadi-pengubah-
permainan/ diakses tanggal 27 Mei 2023
https://ik-ptz.ru/id/dictations-on-the-russian-language--grade-4/sistema-shkolnogo-
obrazovaniya-v-italii-shkoly-italii-evropeiskoe.html diakses tanggal 28 Mei
2023
https://olimpiadekita.com/mengenal-pendidikan-di-india/ diakses tanggal 28 Mei 2023
https://www.oecd-ilibrary.org/education/education-in-thailand/thailand-s-education-
curriculum_9789264259119-7-en diakses tanggal 28 Mei 2023
https://www.oecd-ilibrary.org/education/education-at-a-glance_19991487 diakses tanggal
28 Mei 2023

Anda mungkin juga menyukai