Oleh:
Habib Syafi’udin
180121844007
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan teknologi dan informasi hari ini telah memaksa para guru untuk
berinovasi dalam mengatur lingkungan belajar, karena pelajaran tidak lagi cukup efektif
jika disampaikan secara ceramah saja. Sementara itu, perkembangan infografis juga
menjadi fenomena yang popular dalam era modern ini, termasuk juga dalam dunia
Pendidikan. Infografis mulanya muncul pada buku Rosa Ursina Sive Sol Pada 1626,
sebuah karya Christoph Scheiner tentang rotasi matahari. Kemudian di tahun 1878
James Joseph Sylvester (1878) memperkenalkan istilah "Grafis" dalam majalah ilmu
pengetahuan alam untuk mengilustrasikan matematika dan ikatan kimia (Bicen &
Beheshti, 2017). Dalam bukunya, Mol menyatakan bahwa infografis adalah
representasi visual dari informasi, data, atau pengetahuan yang sering disertai dengan
teks (Mol, 2011). Ozdamili (2016) juga menyetujui adanya Infografis akan sangat
berguna untuk menyampaikan materi pelajaran berupa teks yang kompleks (Ozdamlı et
al., 2016), karena infografis memadukan gambar dengan informasi kompleks menjadi
lebih cepat dan jelas (Ru & Ming, 2014).
2
membantu penyampaian materi dengan lebih baik (Niebaum et al., 2015). Maka tidak
mengherankan jika visualisasi materi dalam pembelajaran adalah salah satu metode
yang paling sering digunakan oleh guru saat ini (Ozdamlı et al., 2016).
3
disiplin keilmuan sosial seperti Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, dan Geografi secara
kompleks.
Permasalahan berikutnya adalah bahwa mayoritas para guru IPS yang mengajar
di kelas VIII MTs Negeri I Malang (atau mungkin sekolah lain kebanyakan) adalah
guru IPS yang ‘dipaksakan’ dari salah satu latar belakang bidang mata pelajaran IPS,
sehingga hanya memiliki spesialisasi pada salah satu cabang pembelajaran IPS. Catatan
lain adalah siswa dan guru sering menganggap IPS sebagai mata pelajaran ‘nomor dua’
karena tidak termasuk mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional.Padahal,
seorang guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial hedndaknya berkompeten dalam
berbagai displin ilmu sosial. Bahkan, guru tersebut juga diharapkan mampu menjadikan
suasana belajar menjadi lebih aktif dan menarik, mampu meningkatakan keterlibatan
siswa, dan juga memotivasi mereka (Brophy et al., 2016).
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2019,
bahan belajar yang digunakan di kelas VIII MTs Negeri I Malang telah meninggalkan LKS
sebagai sumber utama dalam belajar, karena guru telah menyusun modul pembelajaran.
Siswa juga telah dilatih untuk mencari informasi sebelum dimulainya pelajaran, dengan
4
harapan proses pembelajaran menjadi lebih interaktif. Meskipun demikian, modul dan buku
pendukung lainnya yang disediakan oleh sekolah hanya memuat komunikasi satu arah dan
berisi ringkasan materi, kumpulan penugasan, dan latihan soal. Pola tersebut kurang
memberikan porsi keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values), dan
bertindak (action) sebagai tuntutan keberhasilan dari mata pelajara Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Akibatnya, banyak siswa kurang memahami konsep dan
mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terhadap materi yang diajarkan.
Selain itu, modul yang digunakan tidak bersifat visual, melainkan banyak
bertumpu pada teks yang padat. Padahal, penemuan Wiroatmojo & Harjo (2002)
menyatakan jika daya serap pancaindera dalam proses belajar melibatkan 82%
penglihatan (Wiroatmojo & Harjo, 2002). Tampilan yang kurang menarik
mengakibatkan siswa merasa bosan dan sulit memahami materi. Oleh karena itu, perlu
sebuah bahan belajar yang lebih interaktif dan menarik dalam pembelajaran IPS di kelas
VIII MTs Negeri I Malang. Bahan belajar yang diperlukan hendaknya juga mampu
diakses siswa dan guru secara mandiri, sehingga dapat memangkas waktu belajar pada
ranah C1-C3 di kelas. Penggunaan bahan belajar yang lebih efektif akan memudahkan
guru dalam mengajar, sekaligus membuka kesempatan untuk lebih berinovasi dalam
menyampaikan materi.
5
sekolah, belajar mandiri, atau sebagai sarana hiburan. Dengan berbagai kelebihan
tersebut, maka tidak mengherankan jika MTs Negeri I Malang dipandang sebagai salah
satu sekolah unggulan dalam lingkup Pendidikan menengah kota Malang.
6
1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Pembelajaran IPS di kelas VIII MTs Negeri I Malang masih berpusat pada
guru, yang mengakibatkan siswa pasif dan kesulitan memahami materi yang
disampaikan.
1.2.2 Minimnya inovasi bahan belajar yang digunakan oleh guru, karena hanya
memanfaatkan media cetak seperti modul dan buku lainnya dalam
pembelajaran.
1.2.3 Siswa membutuhkan bahan belajar yang mampu memvisualisasikan materi
agar lebih mudah dipahami.
1.2.4 Kurangnya waktu yang dibutuhkan oleh guru dalam merencanakan inovasi
belajar yang lebih aktif dan menyenangkan, akibat materi IPS yang terlalu
kompleks.
1.2.5 Beberapa guru bukan berasal dari jurusan IPS Terpadu, melainkan dari
berbagai disiplin ilmu sosial murni seperti; pendidikan ekonomi, pendidikan
sejarah, dan lainnya.
1.2.6 Mata pelajaran IPS dianggap sebagai pelajaran ‘nomor dua’, karena tidak
diujikan secara nasional
Dari uraian diatas dapat diketahui banyaknya masalah yang terjadi di kelas VIII
MTs Negeri I Malang dalam proses pembelajaran IPS. Oleh karena itu, penelitian ini
akan dibatasi pada masalah minimnya bahan belajar interaktif pada materi Interaksi
Keruangan dalam Kehidupan di Negara-Negara ASEAN. Sehingga adanya bahan
belajar interaktif berupa infografis tersebut nantinya mampu memvisualisasikan materi
yang disampaikan, sehingga dapat membantu siswa dalam mempelajari materi Interaksi
Keruangan dalam Kehidupan di Negara-Negara ASEAN.
Bahan belajar interaktif akan dibuat secara digital dalam aplikasi berbasis
smartphone untuk memberikan kesempatan belajar secara mandiri. Dengan bahan
7
belajar yang bersifat fleksibel dan menyenangkan tersebut, secara bersamaan juga
memberikan waktu lebih banyak bagi guru untuk mengembangkan materi menjadi lebih
menarik.
8
e. Produk bahan belajar interaktif ini dikembangkan menggunakan software
pengolah kata, software pengolah gambar, website pengolah aplikasi dan
website pengembangan.
f. Semua konten pada aplikasi bahan belajar interaktif dijalankan secara online,
dan merupakan aplikasi yang berdiri sendiri dalam format .apk.
g. Produk bahan belajar interaktif dapat dijalankan pada spesifikasi minimal:
sistem operasi Android versi 4.2, RAM minimal 1 GB, dan memori
penyimpanan 450 Mb (Megabytes).
h. Bahan belajar ini memenuhi aspek kriteria kualitas materi pembelajaran dan
aspek media interaktif yang divalidasi oleh dosen ahli.
1.6.2 Spesifikasi Substansi
Spesifikasi substansi dalam bahan belajar ini berkaitan dengan pokok
pendalaman materi Interaksi Keruangan dalam Kehidupan di Negara-Negara
ASEAN yang merupakan materi semester I untuk kelas Siswa SMP Kelas VIII.
Uraian lengkap spesifikasi substansi bahan belajar adalah sebagai berikut :
9
g. Berikut ini adalah beberapa konten infografis yang akan disampaikan, antara
lain;
10
1.7.1 Bagi siswa, sebagai alternatif sumber belajar yang dapat digunakan dalam
pembelajaran mandiri dimanapun.
1.7.2 Bagi guru, dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih bahan belajar
yang dapat membantu proses pembelajaran di kelas.
1.7.3 Bagi guru, dapat mempersingkat waktu pembelajaran pada ranah C1-C3,
sehingga dapat memberikan waktu lebih banyak untuk mengembangkan inovasi
strategi pembelajaran dalam kelas.
1.7.4 Bagi sekolah, dapat dijadikan referensi tambahan untuk pembelajaran di
sekolah.
1.7.5 Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan bahan belajar dan
penelitian selanjutnya.
1.8.1 Guru dan siswa telah memiliki kemampuan dasar dalam mengoperasikan
perangkat gadget berbasis Android.
1.8.2 Bahan belajar interaktif berupa infografis berbasis aplikasi untuk pembelajaran
IPS terpadu belum pernah digunakan oleh guru dalam pembelajaran.
1.8.3 Bahan belajar interaktif dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar
mandiri maupun bagian dari pembelajaran klasikal dalam kelas.
1.8.4 Sekolah sebagai uji coba produk belum menggunakan bahan belajar interaktif
digital berbasis aplikasi Android dalam pembelajaran.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini akan membahas tentang kajian teoritik yang mendasari
penelitian pengembangan ini. Adapun tinjauan pustaka yang dijelaskan secara rinci
antara lain meliputi: Mata Pelajaran IPS; Pembelajaran dan bahan belajar; Bahan belajar
Interaktif; Infografis; Teori yang Melandasi Pengembangan Infografis dalam
Pembelajaran; dan Pengembangan Bahan Ajar Interaktif dengan Infografis pada mata
pelajaran IPS dalam Perspektif Teknologi Pembelajaran.
Mata pelajaran IPS telah dikenal sejak tahun 1975 di Amerika Serikat
dengan istilah Social studies, kemuadian berkembang dengan berbagai istilah
seperti social studies, social education dan social studies education. Robert Barr
menyatakan tujuan IPS (yang disebutnya Social studies) adalah ‘understanding
the world’. Hal itu mengartikan bahwa untuk memahami hal-hal di dunia yang
12
sangat kompleks adalah lebih dari sekedar mengetahui dan menghafal peristiwa
dan fakta (Barr, Barth, & Shermis, 1977). Selanjutnya Chapin dan Messick
menjabarkan beberapa tujuan mata pelajaran IPS, antara lain; Memberikan
pengetahuan pengalaman bermasyarakat pada masa lampau, masa sekarang dan
masa depan; mengembangkan kemapuan mencari dan menganalisa informasi;
Mengembangkan sikap demokratis; Menyediakan kesempatan pada siswa untuk
hidup bersosial dan berperan dalam lingkungan mereka; Pembekalan
kemampuan pemecahan masalah dan berfikir kritis; dan memahami hal -hal
yang bersifat konkrit dalam kehidupan sosial (Chapin & Messick, 1992).
13
bermakna ketika siswa berada di lingkungan masyarakat di masa sekarang
maupun di masa yang akan datang.
14
budaya; terkait fenomena dan pemanfaatan lahan, politik) dan
kejadian tampak mata. pengaruhnya terhadap
(4) Mengolah, menyaji, dan menalar keberlangsungan kehidupan
dalam ranah konkret ekonomi, sosial, budaya, dan
(menggunakan, mengurai, politik.
merangkai, memodifikasi, dan (4.1)Menyajikan hasil telaah tentang
membuat) dan ranah abstrak perubahan keruangan dan
(menulis, membaca, menghitung, interaksi antarruang di Indonesia
menggambar, dan mengarang); dan negaranegara ASEAN yang
sesuai dengan yang dipelajari di diakibatkan oleh faktor alam dan
sekolah dan sumber lain yang sama manusia (teknologi, ekonomi,
dalam sudut pandang/teori. pemanfaatan lahan, politik) dan
pengaruhnya terhadap
keberlangsungan kehidupan
ekonomi, sosial, budaya, dan
politik.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tertuang dalam tabel diatas
menunjukkan bahwa materi ini memerlukan adanya pengembangan bahan
belajar interaktif sesuai dengan karakteristik siswa di MTs Negeri I Malang.
Sehingga nantinya materi-materi yang didapatkan siswa di sekolah sesuai
dengan tujuan pembelajaran IPS, yakni berkembang dan bermakna ketika siswa
berada di lingkungan masyarakat di masa sekarang maupun di masa yang akan
datang.
15
serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan untuk memudahkan terjadinya
proses belajar (Pribadi, 2009). Senada dengan itu, Komara menyebutkan bahwa
pembelajaran merupakan rangkaian proses memperoleh ilmu dan
pengetahuan, pembentukan sikap, tabiat serta kepercayaan siswa dengan
bantuan guru dalam lingkungan belajar (Komara, 2014).
Lebih lanjut, pembelajaran bertujuan untuk memberikan manfaat berupa
perubahan tingkah laku, penambahan pengetahuan serta dapat memberikan
ketrampilan. Schunk meyakini bahwa pembelajaran akan menghasilkan
perubahan perilaku yang bertahan lama, sebagai buah dari praktek atau
pengalaman lainnya (Schunk, 2012). Kegiatan pembelajaran melibatkan
berbagai komponen, yaitu peserta didik, pendidik dan sumber belajar pada
lingkungan belajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Oleh karena itu, keberadaan bahan belajar sebagai komponen pembantu
dalam kegaiatan pembelajaran telah menjadi kebutuhan saat ini.
Bahan belajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, baik
secara tertulis dan tidak tertulis (Mudlofir, 2011), yang didalamnya tidak hanya
berisi materi, melainkan juga terdapat metode, batasan-batasan, dan cara
mengevaluasi yang didesain secara menarik demi tercapainya tujuan
pembelajaran (Widodo et al., 2008). Sehingga dapat dikatakan bahwa bahan
belajar merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan
proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru
dan siswa (Rahman et al., 2017). Keberadaan bahan belajar yang tepat akan
sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa menerima dan
memahami pelajaran.
16
et al., 2015). Penting untuk diingat bahwa bahan belajar harus disusun secara
sistematis dalam upaya memfasilitasi belajar siswa mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran.
17
Jenis-jenis bahan belajar yang digunakan dalam penyampaian materi
pelajaran sangatlah banyak jumlahnya. Berbagai jenis media menurut Koyo
Kartasurya (dalam Sadiman 2009), digolongkan menjadi 1). Media visual
meliputi; gambar/tato, sketsa, diagram, charts, grafik, kartun, poster, peta dan
globe, 2) Media dengar meliputi; radio, magnetic, tape recorder, magnetic sheet
recorder, laboratorium bahasa, 3) Projected still media meliputi; slide, film strip,
over head projector, micro film, micro projector, dan 4) Projected motion media,
meliputi ; film, televisi, closed circuit television (CCTV), video tape recorder,
dan komputer (Sadiman, 2009). Sementara Bretz (dalam Hujair, 2009) memilah
bahan belajar atau media pembelajaran menjadi media siar dan media rekam,
sehingga terdapat delapan klasifikasi media, yakni: 1) media audio visual gerak,
2) media audio visual diam, 3) media audio visual semi gerak, 4) media visual
gerak, 5) media visual diam, 6) media semi gerak, 7) media audio, dan 8) media
cetak. Dari sekian banyak jenis bahan belajar, Bretz mengidentifikasi ciri utama
dari media tersebut menjadi tiga unsur pokok, yaitu suara, visual, dan gerak.
Visual dibedakan menjadi gambar, garis, dan simbol sebagai bentuk yang dapat
ditangkap dengan indera penglihatan (Sanaky, 2009).
Dengan berbagai jenis bahan belajar yang ada, saat ini pemilihan bahan
belajar berbasis teknologi menjadi pilihan para g uru. Dengan munculnya
perangkat digital yang semakin terjangkau, penggunaan teknologi oleh siswa
dan guru juga terus meningkat (Hoekstra, 2009). Pemanfaatan teknologi telah
menawarkan beberapa keunggulan lebih bagi siswa, karena mereka dapat
melakukan pembelajaran mandiri, meningkatkan perhatian pada materi
pembelajaran, membuat pembelajaran menjadi peruasif, dan dapat mendorong
motivasi belajar kepada pembelajaran sepanjang hayat (longlife learning)
(Hernawan, 2017). Selain itu, Bahan belajar berbasis teknologi banyak dipilih
karena substansi pelajaran telah disusun secara runtut dan sistematis yang
dikemas dalam interaktif multimedia (Riwu et al., 2019).
18
Perkembangan bahan belajar teknologi untuk smartphone perlu
mendapat perhatian. Hal ini tidak terlepas banyaknya interaksi anak-anak
dengan smartphone dalam keseharian mereka diluar jam sekolah. Disamping
itu, sistem operasi smartphone di Indonesia mayoritas berbasis Android.
Android bersifat open lisence, sehingga memungkinkan siapapun untuk
mengembangkan berbagai aplikasi termasuk aplikasi pembelajaran. Data yang
di lansir pada situs gs.statcounter.com menunjukkan peningkatan yang sangat
pesat (49,86%) tentang penggunaan smartphone berbasis android dari 18,53%
per-agustus 2012 menjadi 68,39 % per-agustus 2015 (Putri & Muhtadi, 2018).
Sedangkan pada Desember 2019 jumlah pengguna smartphone di Indonesia
adalah 53,36%.
19
Gambar 1 Kerucut Pengalaman Belajar Dale
20
Pada penelitian ini, unsur interaktif dimasukkan dalam bahan belajar
agar dapat membangun lingkungan belajar yang baik lintas ruang dan waktu
melalui bantuan teknologi sesuai dengan karakteristik materi dan kebutuhan
siswa. Pengembangan bahan belajar interaktif akan dilakukan dalam bentuk
aplikasi android (.apk) untuk smartphone. Karena melibatkan teknologi dalam
pengembangan dan penerapannya, maka keterampilan yang dibutuhkan agar
terjadi proses komunikasi dalam belajar, siswa dan guru dituntut mampu
mengoperasikan peralatan semacam komputer dan gadget (smartphone).
Sehingga nantinya bahan belajar dapat dikontrol sendiri oleh siswa tanpa adanya
batasan raung dan waktu. Melalui aplikasi ini, siswa dapat lebih leluasa
berpindah antar halaman, membaca, dan memahami konten. Stansfield (2004)
menerangkan bahwa kontrol siswa selama aktivitas belajar dapat berupa
kecepatan, kedalaman belajar, rentang isi, dan waktu yang digunakan
(Stansfield et al., 2004).
2.4 Infografis
21
memaknainya sendiri materi yang disampaikan lebih cepat (Chen & McGrath,
2005). Sehingga, penggunaan grafis dan gambar akan membantu penyampaian
materi dengan lebih baik (Niebaum et al., 2015).
Istilah Infografis diperkenalkan oleh James Joseph Sylvester (1878),
yang mencantumkan kata "Grafis" dalam majalah ilmu pengetahuan alam
untuk mengilustrasikan matematika dan ikatan kimia. Konsep ini sebenarnya
telah muncul pada buku Rosa Ursina Sive Sol (1626) karangan Christoph
Scheiner tentang rotasi matahari (Bicen & Beheshti, 2017). Penyajian
informasi secara visual terus berkembang dan menjadi populer untuk
keperluan editorial pada akhir 1930-an dan awal 1940-an, dimana majalah
Fortune sangat sering menggunakannya. Sejak saat itu, infografis memiliki
penerapan yang lebih luas pada dunia pendidikan, penelitian,dan pemasaran
modern (Lankow et al., 2014).
Menurut Mol (2011) infografis adalah representasi visual dari
informasi, data, atau pengetahuan yang sering disertai dengan teks (Mol,
2011). Infografis juga dapat diartikan sebagai representasi visual dari
informasi, yang menggabungkan data dan desain dengan lebih baik daripada
data yang terdiri dari teks saja (Saptodewo, 2016). Shafipoor (2016)
berpendapat bahwa Infografis adalah visualisasi satu set data dan informasi
yang kompleks melalui elemen-elemen visual seperti gambar, grafik, peta, dan
diagram sehingga pesan yang disajikan lebih cepat dan mudah dipahami
(Shafipoor et al., 2016). Ungkapan serupa juga diberikan oleh Niebaum
(2015), bahwa infografis sengaja dirancang untuk menyajikan informasi
menggunakan kata, angka, simbol, warna, dan gambar, untuk menyampaikan
pesan kunci kepada pembaca (Niebaum et al., 2015), karena adanya infografis
yang memadukan gambar dalam informasi kompleks menjadikannya lebih
jelas untuk dipahami (Ru & Ming, 2014).
2.4.2 Prinsip dan Aspek Infografis
Infografis sebagai ilmu tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu desain
komunikasi visual, ilmu komunikasi, ilmu komputer grafis, interaksi hubungan
22
dengan manusia serta ilmu pengetahuan lainnya yang erat sebagai sumber
permasalahannya (Taufik, 2012). Sehingga penting untuk memperhatikan
prinsip-prinsip desain tertentu dalam menyusunnya, antara lain; kesederhanaan,
keterpaduan, penekanan, dan keseimbangan. Unsur-unsur visual yang
selanjutnya perlu perlu dipertimbangkan adalah bentuk, garis, ruang, tekstur,
dan warna (Arsyad, 2013). Selanjutnya Lankow merinci prinsip-prinsip
infografis juga disampaikan sebagai berikut (Lankow et al., 2014);
1) Prinsip Kemanfaatan
Sebuah infografis harus menerapkan pendekatan berdasarkan
kemanfaatan dalam pembuatannya. Hal ini dapat dimulai dengan
menentukan pendekatan eksplorasi dan pendekatan naratif dalam. Dua
pendekatan tersebut memiliki kemanfaatan masing-masing, yang terpenting
adalah tidak memandang pendekatan yang satu lebih unggul daripada yang
lain. Masing-masing memiliki ciri khas dan efektivitas dalam meraih tujuan
komunikasinya.
2) Prinsip Keistimewaan
Infografis yang bagus tentunya mampu mengomunikasikan sesuatu
yang bermakna bagi pembaca. Meskipun infografis dapat menjadi wahana
komunikasi yang dahsyat, namun jika disusun sembarangan akan menjadi
tidak berisi, meskipun terlihat menarik. Konten infografis harus
berhubungan dengan audiensi yang dimaksudkan, entah mereka sasaran
yang luas atau sasaran terarah. Oleh sebab itu sebuah infografis yang
istimewa adalah infografis yang memiliki makna dan integritas
3) Prinsip Keindahan
Ini merupkan aspek lain yang tidak perlu diabaikan, karena pada
dasarnya format dan mutu rancangan snagat mempengaruhi hasil akhir
infografis yang dibuat. Jika pada akhirnya infografis memberikan gambaran
yang keliru atau menyimpangkan informasi entah dengan sengaja atau
karena kesalahan, maka ini adalah kesalahan fatal.
23
Dengan memperhatikan prinsip infografis diatas, Lankow juga
menambahkan tiga aspek penting yang perlu diketahui (Lankow et al.,
2014),yakni;
a. Aspek Daya Pikat
Daya pikat merupakan aspek pertama mempertimbangkan apakah
sebuah infografis berhasil membuat orang untuk melihat dan tertarik pada
informasikan dalam waktu cukup lama, sehingga akhirnya mereka
mendapatka informasi yang disampaikan. Daya pikat dapat diciptakan
melalui rancangan visual dengan menggunakan ikon sederhana yang unik,
tata letak dan warna yang dipadukan secara harmonis.
b. Aspek Komprehensi
Aspek lainnya ialah komprehensi (pemahaman), yang
mempertimbangkan respon audiens saat melihat sebuah infografis pertama
kali. Peranan gaya komunikasi verbal seperti misalnya pemilihan kata
dalam infografis perlu diperhatikan dan dibuat sesuai target audiens yang
dituju. Lebih dari itu, aspek ini juga melihat kesesuaian konten dengan
sasaran pembaca melalui analisis terlebih dahulu.
c. Aspek Retensi
Aspek retensi yaitu visualisasi yang membantu audiens mengingat
informasi yang telah disampaikan dalam media infografis. Aspek ini
merupakan cukup penting karena berkaitan dengan kemampuan infografis
menyampaikan pesan sebagai informasi akurat dalam membangun
pengetahuan.
24
2.4.3 Karakteristik Infografis
Dalam menyusun sebuah infografis yang baik dan efektif, sangat diperlukan
Analisa kebutuhan dan target sasaran pembaca. Secara lengkap Niebeum memaparkan
beberapa karakteristik dari infografis yang efektif, antara lain sebagai berikut (Niebaum
et al., 2015) ;
1) Menceritakan pesan yang bermakna
Informasiyang disampaikan dalam infografis merupakan pesan yang
relevan dengan kebutuhan sasaran, yang kemudian dapat ditindaklanjuti
menjadi pengetahuan baru untuk mereka. Keberadaan infografis bukan sebagai
bentuk kreatifitas seniman untuk mempercantik tampilan, melainkan untuk
menyampaikan peristiwa secara memikat dan melekat berdasarkan data yang
akurat (Cairo, 2012). Jika infografis yang disajikan menjelaskan urutan
peristiwa, maka hendaknya dapat membawakan narasi cerita dan menjawab
pertanyaan what, who, why, when, where, dan how dalam isinya.
2) Kompleks dan dapat dipertanggung jawabkan
Keberadaan infografis dalam menyajikan informasi yang kompleks
dengan jelas haruslah berbasis bukti atau temuan penelitian. Hal ini menjadi
penting mengingat pesan yang disampaikan seringkali didukung oleh organisasi
terkemuka atau disajikan dalam publikasi akademik. Daftar materi referensi di
akhir Infografis juga perlu memberikan kredit kepada sumber berita (termasuk
gambar, situs web, artikel jurnal, buku, video, dll.)
3) Menarik dan inovatif
Tampilan dalam infografis menjadi senjata yang digunakan untuk
memperkuat pesan yang akan disampaikan, bukan sebaliknya. Gambar
infografis dengan ilustrasi objek yang biasa dikenali manusia lebih memikat dan
meningkatkan daya ingat pembaca daripada gambar sederhana yang
membosankan (Borkin et al., 2013). Selain itu, penting untuk memperhatikan
tata letak, gambar dan warna yang harmonis sehingga pembaca dapat
menemukan pola untuk memahami informasi. Biasanya infografis yang baik
menampilkan informasi yang paling penting di sudut kiri atas dan yang paling
25
kurang penting di sudut kanan bawah (gaya membaca dari kiri ke kanan).
Gambar, grafik, dan ilustrasi dirancang untuk memperjelas pemahaman tentang
topik, namun focus utama tetaplah isi informasi.
4) Daya Jangkau Infografis
Hal ini mungkin terdengar sepele, namun kenyataannya sangat penting.
Infografis perlu dibuat dengan memperhatikan kemudahan pembaca untuk
mengkasesnya, baik cetak maupun online.
26
6) Comparison, merupakan jenis Infografis yang digunakan untuk
membandingkan antara dua atau lebih produk, orang, ide, acara, atau
tempat.
7) Location, merupakan infografis yang bertujuan untuk mengkomunikasikan
tren atau data di suatu wilayah secara visual.
8) Photography, merupakan kombinasi antara gambar dengan berbagai
elemen grafik seperti bagan, ikon atau teks. Gambar ini harus memiliki
kualitas yang tinggi untuk mendapatkan hasil yang eye-catching.
9) Hierarchic, merupakan infografis yang mengatur informasi menurut
tingkatannya.
Yuvaraj juga membagi berbagai jenis infografis berdasarkan isi konten
yang dimuat didalamnya. Infografis dengan konten case study, merupakan jenis
infografis yang berguna untuk suatu topik dengan pertanyaan spesifik, yang
kemudian disebarluaskan ke sekelompok orang. Infografis bisa juga memuat
konten kronologis, yang merupakan jenis infografis yang memuat topik sejarah
dan perlu diilustrasikan untuk menjelaskan kisah atau cerita secara runtut.
Bentuk infografis yang lain adalah data visualitation, merupakan infografis
yang mengubah informasi menjadi kreatif dan unik dengan skema warna,
ilustrasi atau bahkan platform suara untuk informasi tambahan (Yuvaraj, 2017).
Lankow membagi jenis infografis dari cara penyimpananya, yaitu
Infografis statis, adalah infografis yang ditampilkan dalam format diam atau
gambar informasi tetap. Interaksi pengguna mencakup melihat dan membaca
informasi yang tercantum. Inovasi lain dari bentuk infografis adalah adanya
Infografis bergerak, yang mampu menampilkan informasi bergerak secara
bertahap dalam satu konten. Biasanya jenis infografis ini juga dilengkapi
bentuk audio, sehingga audiens dapat menikmati narasi yang disajikan dalam
bentuk linier (Lankow et al., 2014).
Bentuk terakhir adalah Infografis interaktif, yang merupakan bentuk
paling kompleks. Infografis interaktif berisi tentang informasi yang akan
disampaikan dalam jumlah yang banyak, sehingga bisa dibilang infografis
27
ini merupakan gabungan antara infografis statis dan infografis bergerak
(Lankow et al., 2014) (Yuvaraj, 2017). Kelebihan lain dalam mengoperasikan
infografis interaktif, pengguna memiliki kebebasan memilih informasi,
sehingga perlu diperhatikan tata letak, pengatuaran dan cakupan informasi yang
luas (Deden Maulana et al., 2017).
28
9) Melakukan pengujian, yaitu melakukan validasi terhadap hasil infografis
yang telah disusun kepada para ahli atau kelompok kecil.
10) Penyempurnaan, yaitu melakukan perbaikan berdasarkan ujicoba yang telah
dilakukan.
Proses penyusunan infografis berdasarkan langkah-langkah diatas
hendaknya juga memperhatikan beberapa tips dari Yuvaraj berikut, sehingga
hasil infografis yang didapatkan menjadi baik. Beberapa tips tersebut antara lain
melakukan proses identifikasi ide dan sasaran untuk kemudian diungkapkan
dalam infografis kasar, menjaga tampilan infografis tetap sederhana, cantik dan
tetap terfokus, menyusun Infografis dengan format panjang dan ukuran yang
sesuai, memasang judul yang menarik perhatian, memperhatikan aliran
informasi yang disampaikan dalam infografis, dan memeriksa fakta dan angka
untuk akurasi data dalam infografis (Yuvaraj, 2017).
a. Teori Kognitif
Teori kognitif mempercayai bahwa ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri siswa melalui proses interaksi yang berkelanjutan dengan
lingkuan mereka. Belajar merupakan suatu usaha untuk mengerti suatu hal
baru yang dilakukan secara aktif oleh siswa, sehingga penting untuk
melibatkan mereka seacara langsung.
Teori kognitif menurut Piaget merupakan proses belajar terdiri dari
tiga langkah yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Asimilasi adalah
suatu pengetahuan baru yang diintegrasikan ke struktur yang sudah ada
sebelumnya. Akomodasi adalah proses menyesuaikan struktur kognitif
29
siswa apabila berhadapan dengan stimulus baru. Sedangkan equlibrasi
adalah menyesuaikan keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi.
Piaget juga membagi perkembangan kognitif siswa dalam beberapa tahap
berdasarkan rentang usia mereka (Piaget, 1964), yakni ;
1) Tahap sensorimotor (0 – 2 tahun)
2) Tahap praoperasional (2 – 7 tahun)
3) Tahap operasional konkret (7 – 11 tahun)
4) Tahap operasional formal (11 – 15 tahun)
Penyesuaian proses belajar siswa akan berbeda berdasarkan tahap
perkembangannya. Pada usia 11-15 tahun misalnya, siswa telah dapat
berpikir abstrak, melakukan dan menguji hipotesis, menganalisis masalah
dan lain sebagainya. siswa juga sudah mampu memikirkan hal-hal yang
lebih fleksibel, lebih menyukai hal-hal yang berupa symbolic, dan juga
mampu berfikir logika dan deduktif (Gray & MacBlain, 2015).
Dalam penyususnan bahan belajar juga perlu mempertimbangkan
asumsi-asumsi yang mendasari teori kognitif tentang pembelajaran
menggunakan multimedia (Mayer, 2009), antara lain;
1) dual-chanel, merupakan asumsi yang menganggap bahwa manusia
memiliki saluran terpisah dalam memproses informasi visual dan
informasi auditori
2) limited-capacity, merupakan asumsi yang menganggap bahwa
manusia punya keterbatasan memproses sejumlah informasi secara
bersamaan;
3) active-processing, merupakan asumsi yang berpandangan bahwa
manusia melakukan pembelajaran aktif dengan memilih informasi,
kemudian mengorganisasikan informasi dan memadukannya dengan
pengetahuan lain.
Dengan memperhatikan tahapan perkembangan kognitif siswa dan
asumsi teori kognitif dalam multimedia diatas, maka penyusunan bahan ajar
menjadi lebih terarah dan efektif. Pemilihan kata-kata yang relevan dalam
30
bahan belajar akan disesuaikan dengan visualisasi dalam bentuk infografis,
sehingga menjadikan presentasi yang menarik. Narasi dalam bahan belajar
juga menuntut adanya analisis dari siswa untuk menggali informasi dan
mengembangkan pengetahuan mereka.
b. Teori Konstruktivistik
Teori konstruktivistik menganggap ilmu pengetahuan bersifat
sementara, dan terkait dengan perkembangan sosial maupun kultural,
sehingga cenderung bersifat subyektif. Menurut teori konstruktivistik,
siswa akan membangun sendiri pengetahuannya melalui berbagai
pengetahuan yang telah dibangun sebelumnya. Pengetahuan akan
senantiasa mengalami perubahan karena adanya pemahaman-pemahaman
baru yang ditemukan dalam proses belajar. Itulah sebabnya, teori
konstruktivistik mendukung adanya proses belajar yang pasti dilakukan
siswa secara mandiri dimanapun dan kapanpun.
Pembelajaran konstruktivistik lebih diutamakan untuk membantu
siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi
informasi baru (Santyasa, 2007). Tasker mengemukakan tiga penekanan
penting dalam teori belajar konstruktivisme yakni melalui adanya peranan
aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, karena
pembelajaran berpusat pada siswa, adanya kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna dalam menyampaikan pengetahuan
baru, dan mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima
tanpa merubah struktur pengetahuan (Muhammad & Arif, 2011).
Selanjutnya Simon menyatakan bahwa terdapat lima kompenen
dalam teori belajar konstruktivistik yang berkaitan dalam pertimbangan
penyusunan bahan belajar (Ivers & Barron, 1998), pertama adalah Active,
artinya penyajian materi dilengkapi dengan sarana yang melibatkan terlibat
siswa aktif dalam menggunakan bahan belajar interaktif, kedua adalah
Comulative, bahan belajar memiliki kemampuan dalam menghubungkan
31
pengetahuan saat ini dengan ide baru melalui berbagai format. Ketiga yakni
Integrative, berarti materi kompleks yang disampaikan dalam bahan belajar
dikemas menarik dengan cara-cara baru dalam lingkungan belajar siswa.
selanjutnya adalah Reflective, artinya bahan belajar juga berisikan konten
untuk mengukur kemampuan siswa. terakhir adalah Goal-directed, yaitu
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang jelas.
32
Merupakan produk atau media yang dihasilkan dari proses
pengembangan yang meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi,
dan institusionalisasi, serta kebijakan dan regulasi.
4) Kawasan Pengelolaan
Merupakan kawasan yang meliputi pengelolaan proyek, sumber, sistem
penyampaian, dan informasi.
5) Kawasan Evaluasi
Merupakan kawasan yang meliputi analisis masalah, pengukuran
beracuan patokan, penilaian formatif, dan penilaian sumatif.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan membahas metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian pengembangan ini. Adapun pembagian bagian ini terdiri atas : moel
pengembangan, prosedur pengembangan, ujicoba produk, subjek ujicoba produk,
teknik dan instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data.
3.1 Model Pengembangan
34
Tahap pertama adalah tahap penilaian dan analisis (assessment/analysis)
yang dibagi menjadi dua bagian yaitu penilaian kebutuhan (need assessment)
dan analisis awal akhir (front-end analysis).
a. Need Assessment (Analisis Kebutuhan)
Analisis kebutuhan merupakan upaya menggali kesenjangan antara
keadaan dengan kondisi yang diinginkan, untuk kemudian menentukan
prioritas tindakan yang akan dilakukan. Analisis kebutuhan dalam penelitian
pengembangan ini dilakukan dengan wawancara langsung di sekolah dan
observasi. Peneliti telah melakukan wawancara awal terhadap guru pengajar
mata pelajaran IPS untuk kelas VIII, dan mendapatkan informasi yang
menyatakan bahwa setiap guru mata pelajaran IPS telah mengembangkan
modul dalam pembelajaran. Proses belajar juga menarik karena para guru
telah melibatkan siswa dalam membangun suasana belajar yang
menyenangkan. Sebagai contoh, para siswa telah sering menggali informasi
dari internet sebelum memulai pembelajaran di kelas, sehingga proses
belajar bisa berjalan dalam interaksi dua arah.
Pada tahap ini, peneliti juga melakukan observasi di MTs Negeri I
Malang.
b. Front-end Analysis
Tahap front-end analysis ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
yang lebih lengkap mengenai apa yang akan dikembangkan. Tahap ini
dilakukan audience analysis, technology analysis, situation analysis, taks
analysis, critical analysis, objective analysis, issue analysis, media analysis,
extand-data analysis dan cost analysis (Lee & Owens, 2004).
1) Audience Analysis (Analisis Siswa),
Audience Analysis (Analisis Siswa) merupakan langkah untuk
mengidentifikasi karakteristik siswa yang nantinya akan disesuaikan
dengan pengembangan bahan belajar. Analisis siswa ini meliputi
jumlah siswa, karakteristik siswa dalam proses pembelajaran, dan
respon siswa terhadap pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
35
2) Technology Analysis (Analisis Teknologi)
Technology Analysis (Analisis Teknologi) merupakan analisis
ini untuk mengidentifikasi kemampuan teknologi yang ada di MTs
Negeri I Malang. Hasil analisa yang dilakukan adalah sekolah tersebut
memiliki berbagai fasilitas yang dapat menunjang proses pembelajaran
menggunakan bahan belajar interaktif. Berbagai macam fasilitas telah
dimiliki oleh sekolah berupa LCD proyektor dalam kelas. Sementara itu
banyak pula siswa yang telah memiliki computer, laptop dan gadget di
rumah mereka, sehingga siswa terbiasa mengoperasikan gadget dalam
keseharian mereka di rumah untuk sarana belajar dan hiburan. Hasil dari
analisis ini kemudian dijadikan acuan dalam perancangan spesifikasi
bahan belajar interaktif berbasis perangkat gadget (smartphone/ tablet).
3) Situation Analysis (Analisis Situasi)
Situation Analysis (Analisis Situasi) merupakan analisis yang
mencakup situasi lingkungan belajar. MTs Negeri I Malang terletak
ditempat yang strategis, yakni di jalan Bandung yang merupakan
kawasan asri ditengah kota Malang. Letak sekolah juga bersebelahan
dengan MI Negeri Malang dan MAN II Malang, dan dekat dengan
Kawasan kampus Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri
Malang. Situasi di MTs Negeri I Malang sangat kondusif untuk belajar,
tanpa adanya kendala apapun dari segi fisik maupun sosial. Suasana kota
Malang yang sejuk dan nyaman membuat potensi belajar mandiri di
berbagai tempat di luar lingkungan sekolah juga sangat mungkin
dilakukan.
4) Taks Analysis (Analisis Tugas)
Taks Analysis (Analisis Tugas) merupakan prosedur untuk tugas-
tugas yang perlu dikuasai oleh siswa terhadap materi pembelajaran. Pada
tahap analisis ini peneliti mengkaji tentang indikator dan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dalam proses pembelajaran. Hasil
dari analisis dilakuakan di MTs Negeri I Malang menunjukkan bahwa
36
tujuan pembelajaran pada materi interaksi keruangan pada kehidupan di
negara ASEAN adalah sebagai berikut; 1) menjelaskan kondisi geografis
dan karakteristik negara-negara ASEAN, 2) menjelaskan makna
kerjasama dan bentuk kerjasama antar negara anggota ASEAN, 3)
menjelaskan pengaruh interaksi antar anggota ASEAN dalam berbagai
bidang.
Berbagai tugas yang menjadi tujuan pencapaian materi interaksi
keruangan pada kehidupan di negara ASEAN menunjukkan pentingnya
bahan belajar yang lebih dari sekedar menceritakan peristiwa sejarah.
Siswa akan menjadi lebih berkembang dengan menggali informasi
melalui berbagai sumber dan mendiskusikannya.
5) Critical Analysis (Analisis Kejadian Penting)
Critical Analysis (Analisis Kejadian Penting) merupakan analisis
yang dilakukan untuk menentukan mana yang harus diajarkan dan mana
yang tidak harus diajarkan. Sehingga bahan belajar yang dihasilkan
menjadi efektif dan solutif.
6) Objective Analysis (Analisis Tujuan)
Objective Analysis (Analisis Tujuan) adalah analisis yang
dilakukan dalam rangka menentukan apa yang akan menjadi isi (materi
pengetahuan), bagaimana agar efektif diukur keberhasilannya, dan
memilih media yang digunakan. Sebagaimana telah dijelaskan pada poin
sebelumnya bahwa tujuan pembelajaran pada materi interaksi keruangan
pada kehidupan di negara ASEAN adalah sebagai berikut; menjelaskan
kondisi geografis dan karakteristik negara-negara ASEAN, menjelaskan
makna kerjasama dan bentuk kerjasama antar negara anggota ASEAN,
dan menjelaskan pengaruh interaksi antar anggota ASEAN dalam
berbagai bidang. Dengan berbagai tujuan tersebut sangat diharapkan
adanya bahan belajar yang efektif dan interaktif untuk memabngun
suasana belajar yang kondusif.
37
7) Issue Analysis (Analisis Masalah)
Issue Analysis (Analisis Masalah) merupakan proses
mengidentifikasi pokok persoalan untuk menentukan media apa yang
dibutuhkan siswa. Kegiatan ini diperlukan karena lebih fokus terhadap
produk yang dikembangkan dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman
dan gaya belajar siswa. Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan
oleh peneliti, dapat diidentifikasi bebrapa masalah antara lain;
a. Materi IPS terpadu dianggap terlalu kompleks, sehingga
kesulitan melakukan inovasi pembelajaran dalam waktu yang
singkat
b. Pembelajaran berpusat pada modul yang disusun oleh guru
pengajar
c. Materi yang berisi sejarah dan kaitan perkembangan ASEAN
tidak cukup efektif jika hanya disampaikan untuk memenuhi
kebutuhan ranah kognitif C1- C3.
d. Materi IPS terpadu dianggap sebagai mata pelajaran nomor dua,
karena tidak masuk dalam ujian nasional
e. Beberapa guru pengajar memiliki latar belakang disiplin ilmu
yang lebih spesifik (sejara, sosiologi, geografi), bukan lulusan
IPS terpadu.
Beberapa permasalahan diatas menunjukkan adanya kebutuhan
inovasi bahan belajar yang efektif untuk menunjang penyampaian
materi. Bahan belajar yang dibutuhkan adalah bentuk inovasi yang
membentuk suasan belajar mandiri dan aktif untuk menigkatkan
pemahaman siswa sekaligus membantu para guru dalam menyampaikan
materi interaksi negara-negara ASEAN tersebut.
8) Media Analysis (Analisis Media)
Media Analysis (Analisis Media) merupakan strategi
penyampaian media yang sesuai berdasarkan hasil observasi dan
wawancara. Analisis media ini digunakan untuk menentukan pilihan dari
38
berbagai jenis media pembelajaran yang dapat digunakan, dan berkaitan
dengan hasil analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Sekolah MTs
Negeri I Malang membutuhkan adanya media atau bahan belajar yang
membentuk kemandirian siswa dalam belajar. Pada poin sebelumnya
telah disinggung bahwa siswa telah menggali informasi dari internet
sebelum dimulainya pembelajaran, dengan harapan mereka menjadi
aktif dalam pembelajaran. meskipun demikian guru tidak memiliki
control dalam pelaksanaan tersebut, sehingga kemungkinan siswa untuk
tertarik pada konten lain diluar materi yang akan didiskusikan sangatlah
besar.
Bahan belajar yang digunakan untuk materi ini hendaknya
berupa produk yang menarik dan interaktif, sekaligus terstruktur.
Disamping itu, bahan belajar juga diharapkan bersifat fleksibel untuk
memudahkan siswa melakukan akses belajar kapanpun dan dimanapun.
9) Extand-Data Analysis (Analisis Data yang Sudah Ada)
Extand-Data Analysis (Analisis Data yang Sudah Ada)
merupakan analisis dalam rangka memecahkan masalah yang ditemui.
Lee dan Owens mengemukakan bahwa analisis data dilakukan untuk
memecahkan masalah yang ditemui, berikut beberapa kegiatan yang
dilakukan dalam analisis data yaitu :
a. Mengidentifikasi sumber informasi, yaitu menetapkan dan
menentukan sumber informasi yang dapat membantu dalam
proses pengembangan bahan belajar interaktif dengan infografis
ini yaitu guru, siswa, dan ahli media. Pentingnya beberapa pihak
tersebut dimaksudkan untuk mendapat masukan tentang
kesesuaian materi, keseuaian dengan karakteristik siswa dan
keberhasilan media.
b. Dalam pengembangan bahan belajar nantinya menggunakan
buku Guru dan buku siswa IPS Terpadu kurikulum 2013 edisi
revisi tahun 2018 sebagai sumber utama, yang selanjutnya
39
dikombinasikan denagan berbagai informasi dan media dari
internet sebagai penunjang.
c. Pengembangan bahan belajar interaktif dengan desain infografis
dilakukan sendiri oleh peneliti dengan bantuan converter aplikasi
dari website Appgeyser.com dan template tema dari website
wix.com.
d. Dalam tahap pengembangan aplikasi, muatan materi akan
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan siswa di
MTs Negeri I Malang.
e. Proses pengembangan juga melibatkan para ahli materi dan ahli
media untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan.
10) Cost Analysis (Analisis Biaya)
Cost Analysis (Analisis Biaya) merupakan analisis akhir
penleitian. Analisis ini diperlukan untuk mengukur tingginya biaya yang
diperlukan dalam pembuatan bahan belajar. Pada tahap analisis biaya ini
mencakup kegiatan penentuan biaya, penggunaan biaya dan mencatat
hasil akhir biaya.
3.2.2 Tahap Desain
Tahap desain mencakup serangkaian kegiatan seperti membuat
jadwal dalam pengembangan bahan belajar. Secara rinci Lee dan Owens
menyebutkan beberapa hal penting dalam tahapan ini yakni jadwal kegiatan
(schedule), proyek tim (team project), spesifikasi media (specification),
struktur konten (lesson structure), dan kontrol konfigurasi (configuration
control) (Lee & Owens, 2004).
a. Jadwal kegiatan (schedule)
Dalam penelitian ini, telah disusun jadwal yang direncanakan untuk
membantu peneliti dalam memperkirakan waktu dan biaya yang diperlukan
unutk kegiatan penelitian. Secara umum, kegiatan penelitian telah dilakukan
sejak bulan Oktober 2019 dan direncanakan hingga bulan April 2020. Secara
rinci jadwal penelitian dapat dilihat dalam tabel dibawah ini;
40
Waktu Kegiatan
November 2019 Pemilihan subjek penelitian
Identifikasi masalah yang ada melalui
wawancara awal
41
petunjuk penggunaan dalam format Portable Document Format (.pdf).
sementara dalam pengembangannya, peneliti menggunakan beberapa aplikasi
pendukung dan website yang relevan.
d. Struktur Konten (Lesson Structure)
1) Tampilan
Dengan menggunakan aplikasi berbasis android, maka tampilan bahan
belajar diatur nyaman dan sesuai dengan penggunaan melalui smartphone.
Secara umum tampilan banyak didominasi warna netral sebagai latar
belakang dan warna yang cerah pada beberapa bagian penting. Pada bagian
infografis menjadi focus dalam permainan warna yang menarik sekaligus
padu, untuk memudahkan siswa dalam memahami informasi yang
disampaikan
2) Interaksi
Pemilihan aplikasi berbasis android (.apk) yang dioperasikan melalui
gadget berguna agar bahan belajar ini dapat diakses secara dinamis dan
mandiri oleh siswa. sehingga siswa juga diperkenankan untuk menggeser,
memilih, mengulang dan menyimpan materi yang disampaikan.
3) Kontrol
Kontrol penggunaan aplikasi sepenuhnya ada pada pengguna, karena
mereka leluasa memilih materi yang akan mereka pelajari melalui fitur-fitur
dan tombol navigasi.
4) Susunan Materi
Dalam pengembangan bahan belajar interaktif dengan infografis pada
materi kkk ini menggunakan buku paket IPS Terpadu kelas VIII kurikulum
2013 edisi revisi 2018 sebagai sumber utama materi. Penataan materi telah
disesuaikan dengan buku tersebut dengan perpaduan sumber lain yang
relevan. Sementara itu, fitur infografis akan muncul pada beberapa bagian
yang dianggap sebagai informasi menarik dan cukup kompleks. Berikut
adalah rancangan materi yang memerlukan fitur infografis, antara lain;
42
Berikut ini adalah beberapa konten infografis yang akan disampaikan, antara
lain;
Tentang ASEAN dan sejarah berdirinya ASEAN (Sub-bab Mengenal
Negara-Negara ASEAN)
Profil Negara-Negara Anggota ASEAN (Sub-bab Mengenal Negara-
Negara ASEAN)
Tentang SEA Games (Sub-bab Interaksi Antarnegara-negara ASEAN)
Bentuk kerja sama di bidang sosial dan budaya (Sub-bab Interaksi
Antarnegara-negara ASEAN)
ZOPFAN sebagai bentuk kerja sama di bidang politik dan keamanan
(Sub-bab Interaksi Antarnegara-negara ASEAN)
Program beasiswa sebagai bentuk kerja sama di bidang pendidikan
(Sub-bab Interaksi Antarnegara-negara ASEAN)
Tentang MEA (Sub-bab Interaksi Antarnegara-negara ASEAN)
Potensi sumber daya alam negara-negara ASEAN (Sub-bab Pengaruh
Perubahan dan Interaksi Keruangan terhadap Kehidupan di Negara-
Negara ASEAN)
Perkembangan Teknologi dan Informasi negara-negara ASEAN (Sub-
bab Pengaruh Perubahan dan Interaksi Keruangan terhadap Kehidupan
di Negara-Negara ASEAN)
5) Kontrol konfigurasi
Kontrol konfigurasi adalah sebagai tahapan penting dalam
pengembangan sebuah produk, karena merupakan langkah penyempurnaan.
Dalam hal ini, para ahli media, ahli materi, dan subjek ujicoba di MTs Negeri
I Malang menjadi pengontrol kualitas pengembangan bahan belajar ini.
43
pedoman pengembang dalam input materi, mengembangkan desain
interface yang akan digunakan, mengembangkan penyajian konten yang
disajikan, melakukan review atau perbaikan, dan melakukan pengemasan
produk dalam bentuk aplikasi berbasis android (.apk).
3.2.4 Tahap Implementasi
Pada tahap ini, dilakukan validasi ahli media dan validasi ahli materi.
Setelah produk dinyatakan layak oleh ahli, selanjutnya diujicobakan kepada
siswa. Tahap implementasi ini mencakup serangkaian kegiatan uji coba
audiens yang terdiri dari uji coba kelompok kecildan uji coba kelompok
besar. Kegiatan uji coba kelompok kecil (beberapa siswa sebagai sampel)
dan uji coba kelompok besar (melibatkan siswa satu kelas, namun siswa
yang telah mengikuti uji coba kelompok kecil tidak di ikut sertakan pada uji
coba kelompok besar).
3.2.5 Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada penelitian pengembangan bahan
belajar ini adalah evaluasi yang berorientasi pada kevalidan multimedia
yang dikembangkan melalui validasi ahli media, ahli materi serta hasil uji
coba produk. Tahap evaluasi ini berkaitan dengan tahap sebelumnya, karena
dilakukan setelah masing-masing serangkaian kegiatan di tahap keempat
(validasi ahli dan uji coba produk) dilakukan.
3.3 Ujicoba Produk
Uji coba produk yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kualitas, efektifitas dan daya tarik produk yang akan
digunakan (Rusijono, 2008). Adapun tahapan uji coba produk yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah melalui beberapa langkah, yaitu; desain uji coba, subjek
uji coba, teknik dan instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data.
3.3.1 Desain Ujicoba
Adapun desain ujicoba produk dalam penelitian ini meliputi Uji Alpha
dan Uji Beta, berikut adalah penjelasan dari desain ujicoba terebut;
a. Uji Alpha
44
Pada tahap ini, produk bahan belajar interaktif yang
dikembangkan akan divalidasi oleh dua ahli media dan dua ahli materi
yang menguasai bidangnya menggunakan instrumen yang telah disusun
sebelumnya. Setelah mendapatkan berbagai masukan dari para ahli,
maka akan dilakukan uji beta.
b. Uji Beta
Uji beta dalam penelitian ini dilakuakn dalam dua tahapan, yakni
tahapan pertama yang diberikan pada kelompok kecil siswa dan tahapan
kedua pada kelompok besar siswa. pada uji beta tahap pertama,
pengujian produk dilakukan pada siswa kelas IX yang telah menerima
materi pada materi Interaksi Keruangan dalam Kehidupan di Negara-
Negara ASEAN, sedangkan uji beta tahapan kedua diberikan pada
kelompok besar, yakni siswa kelas VIII di MTs Negeri Malang.
Tujuan diberikan uji beta ini yaitu untuk mengetahui respon
siswa tentang produk bahan belajar interaktif yang digunakan. Setelah
instrumen respon siswa diperoleh, langkah selanjutnya data tersebut
diolah dan dianalisis.
45
atau fenomena sosial yang diamati secara spesifik, yang disebut sebagai variabel
penelitian. Jadi, instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan pada
waktu meneliti untuk mengumpulkan data (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini,
instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen wawancara, kuesioner, dan
lembar obeservasi.
a. Observasi
Merupakan cara mengumpulkan data dengan melalui pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi merupakan kegiatan
awal dalam prosedur pengembangan bahan belajar, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pengguna. Observasi yang digunakan peneliti
adalah kombinasi observasi terus terang dan tersamar. Peneliti menerapkan
observasi terus terang kepada sumber data bahwa akan melakukan penelitian,
sedangkan penggunaan observasi tersamar dilakukan karena merahasiakan
data yang dicari kepada subjek (Sugiyono, 2015).
b. Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam
suatu topik tertentu (Sugiyono, 2015). Pedoman wawancara digunakan sebagai
alat untuk mengumpulkan informasi dari guru sebagai acuan dalam
mengembangkan produk pembelajaran interaktif. Pengumpulan data melalui
wawancara dalam penelitian ini dilaksanakan pada tahap pra penelitian.
c. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab
(Sugiyono, 2015). Pengumpulan data melalui kuesioner dalam penelitian ini
menggunakan kuesioner tertutup, yang berarti pertanyaan atau pernyataan-
pernyataan telah memiliki alternatif jawaban yang tinggal dipilih oleh
responden. Responden tidak dapat memberikan jawaban atau respon lain
kecuali yang telah tersedia sebagai alternatif jawaban (Syaodih Sukmadinata,
2006).
46
Peran kuesioner adalah sebagai penilaian uji coba produk, karena
kuesioner mengumpulkan pendapat responden terhadap bahan belajar
interaktif dari tiga jenis validasi, yaitu validasi media, validasi materi dan
kuesioner respon siswa setelah menggunakan bahan belajar interaktif.
Sebelum ketiga kuesioner tersebut diuji coba, terlebih dahulu kuesioner
divalidasi oleh validasi ahli instrumen.
1) Validasi Ahli Media
2) Validasi Ahli Materi
3) Respon Siswa
d. Dokumentasi
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan
dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal tau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebaginya (Arikunto, 2010),
sebagai data pendukung untuk memperkuat hasil penelitian
47
wawancara. Data kualitatif ini dapat berupa saran, masukan, komentar dan
lain-lain.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisa kelayakan produk
yang dihasilkan melalui kuesioner. Teknik Analisa kelayakan ini diadopsi
dari Mardapi (2008), dengan tahapan analisis sebagai berikut (Mardapi,
2008):
1) Skor hasil penilaian angket yang diperoleh dari ahli media, ahli materi,
dan respon siswa berupa data kuantitatif diubah dalam bentuk
beberapa ketegori dengan pedoman pada tabel berikut:
Kategori Skor
Sangat Baik 4
Baik 3
Kurang 2
Sangat Kurang 1
Keterangan:
𝑀 = Skor rata-rata
∑X = Jumlah Skor
N = Jumlah Penilai
3) Mengubah skor rata-rata menjadi nilai kualitatif dengan kriteria
penilaian sebagai berikut
48
𝑀>𝑋≥𝑀−1 Kurang Layak
𝑋<𝑀−1 Sangat Kurang Layak
Keterangan:
= 1/2 (4 + 1)
= 2,5
= 1/6 (4 − 1)
= 3/6
= 0,5
Berdasarkan data tersebut, dapat disusun tabel kriteria penilaian bahan ajar
49
Daftar Pustaka
Abdurofiq, A. (2014). Menakar pengaruh masyarakat ekonomi ASEAN 2015 terhadap pembangunan
Bicen, H., & Beheshti, M. (2017). The Psychological Impact of Infographics in Education. BRAIN. Broad
Borkin, M. A., Vo, A. A., Bylinskii, Z., Isola, P., Sunkavalli, S., Oliva, A., & Pfister, H. (2013). What
Brophy, J., Alleman, J., & Halvorsen, A.-L. (2016). Powerful social studies for elementary students.
Cengage Learning.
Cairo, A. (2012). The Functional Art: An introduction to information graphics and visualization. New
Riders.
Chen, P., & McGrath, D. (2005). Visualize, visualize, visualize: Designing projects for higher-order
Deden Maulana, A., Nugraha, H., & Jaya, U. P. (2017). Peranan Visual Infografis Pada Surat Khabar.
Dur, B. U. (2014). Data Visualization and Infographics in Visual Communication Design Education at
50
Effiong, O. E., & Igiri, C. E. (2015). Impact of Instructional Materials in Teaching and Learning of
Finch, C. R., & Crunkilton, J. R. (1999). Curriculum development in vocational and technical education.
Hoekstra, A. R. (2009). A Socio-Cultural Analysis of the Use of Clickers in Higher Education. ProQuest
LLC.
Ivers, K. S., & Barron, A. E. (1998). Multimedia projects in education: Designing, producing, and
Kemendikbud Republik Indonesia. (2017). Buku Guru Ilmu Pengetahuan Sosial VIII Kurikulim 2013
edisi revisi 2017: Vol. II. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Lankow, J., Ritchie, J., & Crooks, R. (2014). Infografis: Kedasyatan cara bercerita visual. Kompas
Gramedia.
Lee, W. W., & Owens, D. L. (2004). Multimedia-based instructional design: Computer-based training,
web-based training, distance broadcast training, performance-based solutions. John Wiley &
Sons.
Mardapi, D. (2008). Teknik penyusunan instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
51
Marieb, E. N., & Hoehn, K. (2013). The cardiovascular system: Blood vessels. Human Anatomy &
Physiology, 703–720.
Mayer, R. E. (2009). Multimedia learning: Prinsip-prinsip dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
93–119.
Milovanovic, M., Obradovic, J., & Milajic, A. (2013). Application of Interactive Multimedia Tools in
Mol, L. (2011). The potential role for infographics in science communication. Master’s Thesis,
Mudlofir, A. (2011). Aplikasi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan bahan ajar
Muhammad, T., & Arif, M. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyatiningsih, E., Santoso, D., & Usman, T. (2013). Buku Ajar Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Naparin, H., & Binti Saad, A. (2017). Infographics in Education: Review on Infographics Design. The
https://doi.org/10.5121/ijma.2017.9602
Niebaum, K., Cunningham-Sabo, L., Carroll, J., & Bellows, L. (2015). Infographics: An Innovative Tool
Ozdamlı, F., Kocakoyun, S., Sahin, T., & Akdag, S. (2016). Statistical Reasoning of Impact of
https://doi.org/10.1016/j.procs.2016.09.414
52
Piaget, J. (1964). Part I: Cognitive development in children: Piaget development and learning. Journal
Prastowo, A. (2015). Panduan Kreatif membuat Bahan Ajar Inovatif Cet VIII. Jogjakarta: Diva Press.
Pribadi, B. A. (2009). Model desain sistem pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat, 35.
Purmadi, A., & Surjono, H. D. (2016). Pengembangan bahan ajar berbasis web berdasarkan gaya
belajar siswa untuk mata pelajaran Fisika. Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, 3(2), 151–165.
Putri, D. P. E., & Muhtadi, A. (2018). Pengembangan multimedia pembelajaran interaktif kimia
berbasis android menggunakan prinsip mayer pada materi laju reaksi. Jurnal Inovasi
Rahman, A. Z., Hidayat, T. N., & Yanuttama, I. (2017). MEDIA PEMBELAJARAN IPA KELAS 3 SEKOLAH
Riwu, I. U., Laksana, D. N. L., & Dhiu, K. D. (2019). Pengembangan bahan ajar elektronik bermuatan
multimedia pada tema peduli terhadap makhluk hidup untuk siswa sekolah dasar kelas IV di
Ru, G., & Ming, Z. Y. (2014). Infographics applied in design education. 2014 IEEE Workshop on
53
Saptodewo, F. (2016). Desain infografis sebagai penyajian data menarik. Jurnal Desain, 1(03), 193–
198.
Seels, B. B., & Richey, R. C. (1994). Teknologi pembelajaran: Definisi dan kawasannya. Penerjemah
Shafipoor, M., Sarayloo, R., & Shafipoor, A. (2016). Infographic (information graphic); a tool for
increasing the efficiency of teaching and learning processes. International Academic Journal
Short, J. E. (2013). How much media? 2013 report on American consumers. Institute for
Soehner, M., & Johnson, D. W. (n.d.). Extension Education: How do we learn best? 1.
Soehner, M., & Johnson, W. (2018). Extension Education: How do we learn best? 3rd Entomology
Department of Entomology.
Stansfield, M., McLellan, E., & Connolly, T. (2004). Enhancing student performance in online learning
Syaodih Sukmadinata, N. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
54
Taufik, M. (2012). Infografis Sebagai Bahasa Visual Pada Surat Kabar Tempo. Techno. Com, 11(4),
156–163.
Widodo, C. S., Jasmadi, P. M. B. A. B., & Kompetensi, P. T. (2008). Elex Media Komputindo. Jakarta.
Wijayanti, W., Zulaeha, I., & Rustono, R. (2015). Pengembangan Bahan Ajar Interaktif Kompetensi
Memproduksi Teks Prosedur Kompleksyang Bermuatan Kesantunan Bagi Peserta Didik Kelas
Yuvaraj, M. (2017). Infographics: Tools for designing, visualizing data and storytelling in libraries.
55