Oleh:
Dr. Sukardi Weda, S.S., M.Hum., M.Pd., M.Si.
Dosen UNM & Komisioner KPID Sulsel
Salah satu isu yang beredar dalam dunia pendidikan sekarang ini adalah isu pembinaan
karakter manusianya. Sebab semuanya sudah digiling oleh kemajuan teknologi komputerisasi,
semua pelayanan memang sudah sangat praktis dan efisiennya yang menyebabkan renggangnya
hubungan antar manusia dan pembinaan karakternya. Dalam kondisi ini komunikasi antar
manusia tidak penting lagi. Dari segi pembinaan karakter sekolah hanya sekedar tempat mencari
ijazah yang dapat diperjualbelikan. Komunikasi dalam institusi juga tidak kurang amburadulnya.
Misalnya ketua jurusan karena sudah bergelar Doktor akan bertindak ibarat seorang raja
sipatokah (minang) atau raja rahwana (Jawa) yang tidak lagi bersifat demokratis dan
menghargai seniornya (sebagai orang timur harus menghargai yang lebih tua). Kebanyakan
orang kalau sudah duduk di atas, tidak peduli tentang pembinaan karakter, sebab yang
dipikirkannya adalah keuntungan dirinya sendiri atau kelompok kecilnya. Guru dan dosen
hidupnya berkelompok-kelompok dan saling cakar satu sama lain. Ada kelompok yang
menganggap dirinya masuk kelompok yang sangat mengerti pendidikan dan pengajaran dan
kurang mementingkan penguasaan ilmu, dan ada kelompok yang menganggap dirinya menguasai
ilmu. Kedua kelompok ini kadang -kadang juga berakhir apatis. Sebab, buat apa, karena semua
bahan ajar sudah diatur tentang apa yang mesti diajarkan. Dapat dibayangkan bagaimana murid
atau mahasiswa yang dibina di tempatnya. Ini adalah beberapa contoh dimana dunia pendidikan
hanya sekedar tempat berkumpul untuk menjual dan membeli ijazah. Kampus sudah menjadi
ajang politik, dimana orang mudah memberikan penghargaan atau ijazah tanpa usaha yang benar
dan lazim. Kemudian pribadi-pribadi telah kehilangan karakternya, sebab pembinaan ke arah
pembinaan karakter itu tidak ada, baik oleh rektor kepada fakultas-fakultas, oleh kepala sekolah
atau ketua jurusan kepada staf pengajar. Oleh guru dan dosen kepada mahasiswa dan siswa. Isu-
isu seperti ini menjadi santer dewasa ini, dimana isu pendidikan karakter menjadi penting.
Apakah pendidikan karakter itu? Bagaimanakah pembinaan karakter oleh pemerintah? Hal yang
sama pentingnya adalah mengetahui apa yang menjadi anti karakter dalam kehidupan? Apa yang
di uraikan di atas akan dirinci lagi pada artikel ini.Tulisan ini adalah khusus untuk
mengungkapkan kondisi anti karakter dalam kehidupan manusia. Buku ini jumlahnya hampir
400 halaman, sayangnya buku ini hanya menekankan karakter dari segi kependidikan, bukan dari
fakta yang ada dimasyarakat. Untuk itu lihat pendapat gubernur Sumbar tentang karakter orang
padang (budaya), dan lihat pula pendapat tentang membangun karakter budaya bangsa klik
bagian ini), dan baca juga sanggahan kepada istilah kecerdasan terhadap penulis buku ini.
Dalam rangka pembangunan bangsa dan negara sejak awal kemerdekaan dikenal dan
dikumandangkan dua slogan tetapi satu, yaitu nation and character building yang maknanya
pembangunan bangsa dan pembangunan watak (karakter) bangsa dengan Pancasila sebagai
falsafah bangsa dan dasar negara. Karakter Pancasilais diidealkan menjadi basis bagi
pembangunan bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Setelah perjalanan pembangunan bangsa dan negara berusia lebih dari enam dekade, gelora
nation and character building agaknya semakin meredup. Pancasila yang digelorakan sejak
dimulainya revolusi kemerdekaan, mengalami kemunduran dalam makna keluhuran nilai-
nilainya bagi kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bahkan dalam unit-unit kehidupan yang
lebih kecil. Acuan nilai-nilai luhur Pancasila digantikan oleh nilai-nilai konformitas kekuasaan
yang dipaksakan. Suasana eforia berkat berhasilnya gerakan reformasi (tahun 1998) berlangsung
dalam hampir di setiap bidang kehidupan, terutama kehidupan politik yang diiringi kebebasan
penyiaran oleh media massa yang semakin langsung dan terbuka. Eforia kebebasan politik dan
penyiaran berdasarkan demokrasi yang seluas-luasnya itu, mengimbas ke mana-mana, melebar
melewati batas-batas bidang politik dan penyiaran itu sendiri. Imbasan ini dirasakan tidak
menyejahterakan rakyat, bahkan suasana kehidupan cenderung semakin meresahkan dan
mengkhawatirkan. Karakter Pancasilais kehilangan roh sejatinya. Arus teknologi-informasi
global yang semakin terbuka, vulgar tanpa batas dan tak terkendali menunjang secara signifikan
atas suasana yang meresahkan dan mengkhawatirkan itu.
Amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila yang sepenuhnya bersesuaian dengan harkat dan
martabat manusia dengan lima-i sebagai intisarinya mengalami degradasi. Kenyataan dan gejala-
gejala praktik kehidupan yang berciri antikarakter-cerdas semakin merajalela.
1. Bidang Ekonomi
Kesenjangan antara kaya dan miskin masih tetap menjadi kenyataan atau bahkan semakin
melebar. Pengangguran masih tinggi dan belum berkecenderungan menurun, dibayang-bayangi
banjir produk luar negeri. Karakter konsumerisme dan lebih menyukai produk luar negeri warga
masyarakat semakin terasa. Rendahnya produktivitas warga masyarakat diiringi oleh rendahnya
penciptaan lapangan kerja baru dan minimnya kewirausahawan. Motivasi menjadi pegawai
negeri mendominasi para pencari kerja pada semua lini dan kesempatan. Upaya berpacu dalam
mengais rezeki berkembang menjadi praktik korupsi, perampokan, pencurian dalam berbagai
bentuk dan intensitasnya mewarnai hampir segenap lapisan masyarakat.
3. Dunia Hukum
Hukum di negara kita yang sesungguhnyalah dinyatakan sebagai negara hukum, masih dirasakan
senjang pelaksanaannya. Penegakan hukum (law enforcement) dirasakan lemah, dan berbagai
bidang, mulai dari jalan raya, di pasar, di perumahan, sampai di gedung-gedung pengadilan.
Hukum bahkan dapat dibeli oleh pihak-pihak yang mampu membelinya, yang semuanya itu
merupakan wujud perilaku antikarakter-cerdas. Pungutan liar dan suap serta perilaku tidak legal
lainnya merupakan praktik melanggar hukum yang anti karakter-cerdas.
B. Isu-isu Pendidikan
1. Pembelajaran
Inti pendidikan adalah belajar dan pembelajaran. Dengan demikian, tiada pendidikan tanpa
kegiatan belajar dan proses pembelajaran. Kegiatan belajar dan proses pembelajaran tidak lain
adalah untuk membangun karakter-cerdas yang akan diterapkan dalam kehidupan, namun
kenyataannya berbeda.
Pembelajaran dewasa ini lebih mengutamakan prestasi sesaat yang ukuran keberhasilannya
diletakkan pada keunggulan individu atas standar relatif tertentu. Dalam hal ini visi pembelajaran
belum mampu mengarahkan bahwa praktik pembelajaran yang direncanakan dengan tujuan-
tujuan yang akan dicapainya merupakan upaya untuk membangun masa depan kehidupan per
individu secara utuh, kehidupan masyarakat luas, dan kehidupan bangsa yang lebih cemerlang.
Pembelajaran yang berciri diaplikasikannya high-touch dan high-tech belum terwujudkan.
Sebaliknya pendekatan yang menekankan pada pendekatan behavioristik,
mengakibatkan terfragmentasikannya ranah kognitif dari ranah afektif dan konatif, padahal
ketiga ranah itu merupakan satu kesatuan yang perlu dikembangkan dalam diri individu.
Akibatnya, pembelajaran hanya menghasilkan pengetahuan belaka, tanpa dapat diubah menjadi
perilaku, atau kebiasaan, apalagi menjadi karakter. Demikian juga halnya dengan strategi
pembelajaran. Pergeseran antara konsep belajar-mengajar menjadi pembelajaran, konsep
berpusat pada guru kepada berpusat pada murid, penggunaan berbagai model-model
pembelajaran, menjadi persoalan lain lagi yang membuat tidak jelasnya proses pembelajaran
yang mendidik dan membelajarkan. Bukan hanya karakter bangsa yang tidak mampu menjadi
dampak pengiring suatu pembelajaran, karakter individu sebagai individu yang mandiri pun tidak
jelas pembinaannya. Hal inni tampak pada kebingungan strategi pembelajaran.
Permasalahan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari terasa dari ketidaksejukan iklim sekolah
dan proses pembelajaran sampai dengan kecurangan dalam pengerjaan tugas, ulangan dan ujian
(termasuk ujian nasional).
1. Peserta didik tidak betah dan kurang bersemangat berada dan belajar di lingkungan
satuan pendidikan (sekolah/madrasah, dll). Iklim satuan pendidikan dipenuhi oleh
suasana 5H (harus, hafal, hampa, hardik, dan hukuman). Iklim 5H ini seiring dengan
kondisi 5D (datang, duduk, diam, dengar, dan tidak peduli) yang setiap hari berlangsung.
2. Belajar dirasakan sebagai beban yang sulit dan menyulitkan ketimbang sebagai kegiatan
yang bermanfaat dan menyenangkan.
3. Praktik MKM (memuliakan kemanusiaan manusia) sering dicederai dengan berbagai
kekerasan dan penghukuman, baik melalui kekerasan fisik, kekerasan verbal dan
perlakuan, maupun skorsing, sampai pengeluaran siswa dari sekolah. Hal ini mengarah
kepada terjadinya kecelakaan pendidikan.
4. Suasana pembelajaran cenderung menegakkan disiplin dan kurang memberikan
pengarahan, penguatan, dan keteladanan. Kekerasan diberlakukan atas nama penegakan
disiplin.
5. Adanya diskriminasi tentang nilai, kedudukan, dan pentingnya bidang studi tertentu,
seperti bidang MIPA diposisikan paling penting dibanding IPS, Bahasa, Kejuruan,
Keterampilan, Olahraga dan juga Agama. Kesetaraan semua bidang atau mata pelajaran
yang sama pentingnya bagi pembinaan kemampuan dan kedirian peserta didik
didegradasikan.
6. Personil pendidik membuat dan menjaga jarak, sehingga keakraban yang menyejukkan
kurang terbina. Suasana ini tidak mendorong terjadinya kegiatan belajar dan proses
pembelajaran yang menyenangkan, aktif, kreatif, inovatif, dan produktif.
7. Terjadi pembiaran terhadap kelemahan belajar peserta didik dan juga ketidakpedulian
terhadap peserta didik yang berpotensi. Dalam hal ini kegiatan pengajaran perbaikan dan
pengayaan tidak menjadi perhatian pendidik. Sekolah mendegradasikan diri atas fungsi
utamanya mencerdaskan peserta didik, dengan membiarkan (atau bahkan
mengkondisikan) peserta didik menyontek. Praktik ini sesungguhnyalah merupakan
kecelakaan pendidikan yang secara langsung menghancurkan sendi-sendi karakter-
cerdas yang memandirikan, kerja keras, disiplin, dan jujur.
8. Sekolah seperti katak di bawah tempurung yang mengakibatkan terisolasi dari
kondisi kehidupan di masyarakat sekitarnya. Di samping itu,, sekolah membiarkan para
peserta didik dicekam oleh kondisi lingkungan (yang kondisinya negatif) tanpa
berusaha memperbaiki yang salah, meluruskan yang menyimpang, dan meninggikan
yang rendah, menjernihkan yang keruh. Sekolah tidak melakukan purifikasi kondisi
peserta didik yang dipengaruhi oleh unsur-unsur yang menyimpang dan tidak mampu
menyumbang untuk kebaikan perkembangan warga masyarakat.
2. Pengelolaan Pendidikan
Manajemen pendidikan dilakukan supaya pendidikan dapat berlangsung sebagai usaha yang
sungguh-sungguh guna terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran dengan tujuan agar
mereka berkarakter-cerdas. Melalui upaya pendidikan/pembelajaran yang memfasilitasi
pembangunan karakter-cerdas peserta didik dijamin melalui kekuatan elemen dasar organisasi
pendidikan itu sendiri, yaitu dengan menetapkan Pancasila yang mengarahkan fungsi
manajemen, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan kepengawasan jalannya
menajemen itu sendiri. Penampilan perilaku pemimpin dan tenaga kependidikan diwarnai oleh
transformasi nilai-nilai Pancasila. Mengacu pada hal-hal tersebut, bagaimana kondisi manajemen
pendidikan sekarang ini?
Kendala dan permasalahan manajemen pendidikan dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
Seseorang yang anti karakter-cerdas tidak dapat disebut sebagai pemimpin atau khalifah di muka
bumi, sebab kerjanya hanya akan merusak dan menyebabkan kehidupan manusia (yang berada di
bawah kekuasaan) akan merana, menderita dari sepak terjang orang yang menyatakan sebagai
pemimpin/khalifah di muka bumi itu.
2. Energi Liar
Merajalelanya kondisi anti karakter-cerdas mengarah kepada degradasi kualitas kehidupan
manusia dan bertentangan dengan paradigma MKM (Memuliakan Kemanusiaan Manusia) yang
dilandasi oleh HMM dan Pancasila terintegrasi dalam nilai-nilai karakter-cerdas. Berkenaan
dengan peserta didik sebagai generasi muda, sebagai anak-anak bangsa penerus kehidupan
kebangsaan, kondisi anti karakter-cerdas merupakan hambatan yang sungguh-sungguh
menganggu pengembangan pribadi mereka seutuhnya, sebagai pribadi yang memuliakan dan
dimuliakan kemanusiaannya. Pengaruh-pengaruh nurtural yang berasal dari kondisi antikarakter-
cerdas yang berkembang di lingkungan kehidupan mereka akan menjadi energi liar yang bisa
berkecamuk dan berdinamika negatif pada diri peserta didik. Energi liar itu akan mendorong
peserta didik berperilaku menyimpang dan menghambat aktivasi energi pembelajaran yang
sesungguhnya perlu dikembangkan melalui upaya pendidikan dalam arti yang luas.
Dalam masyarakat yang marak dengan perilaku anti karakter-cerdas, peserta didik berada dalam
kondisi rawan terhadap energi liar akibat perilaku dan suasana antikarakter-cerdas itu. Mereka
tidak menghayati, apalagi mengamalkan nilai-nilai karakter-cerdas, baik yang yang termaktub di
dalam lima fokus karakter-cerdas maupun di dalam nilai-nilai luhur Pancasila. Permasalahannya
ialah bagaimana meredam, mengendalikan dan maniadakan pengaruh lebih jauh lagi energi liar
itu terhadap pengembangan diri peserta didik.Upaya pendidikan/pembelajaran bagaimana yang
tepat dan efektif, perlu dilakukan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam arahnya
yang andal sambil sekaligus menangani energi liar yang dimaksudkan itu. Upaya pendidikan
karakter-cerdas diharapkan dapat memenuhi tuntutan tersebut.