Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENANGANAN BENCANA SOSIAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Bencana

Dosen Pengampu:
Ns. I Made Dwie Pradnya Susila, S.Kep., M. Kes

Oleh:
Kelompok III / Kelas D.IIIB
1. I Gusti Agung Putu Agustini (C2120057)
2. Ni Made Sugestini (C2120058)
3. Komang Bagiarta (C2120059)
4. Kadek Ari Nesilawati (C2120060)
5. Ni Gusti Kd Ayu Putri Astiti Asih (C2120061)
6. Ni Komang Tri Hendrayanti (C2120062)
7. Ni Luh Putu Ekayani (C2120063)
8. Ni Putu Ariantini (C2120064)
9. I Putu Suantikayasa (C2120065)
10. A.A Istri Mirah Trisna Aprilia (C2120066)
11. Ni Wayan Resita Yuliarini (C2120067)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Ns. I Made Dwie Pradnya
Susila, S.Kep., M.Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah Keperawatan bencana
yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Mangupura, 20 September 2021

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL (Jika Ada)...................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR (Jika Ada)………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………… vi
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………
1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Materi Pertama…………………..............................................................
2.1.1 Sub-Materi Pertama…………………………………………………
2.1.2 Sub-Materi Kedua…………………………………………………...
2.2 Materi Kedua……………………………..………………………….......
2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
LAMPIRAN (Jika Ada)……………………………………………………

3
DAFTAR TABEL (JIKA ADA)

Hlm
Tabel 1……….…….………………………………………………………
Tabel 2………….………………………………………………………….
Tabel 3……………..………………………………………………………
Dst.

4
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

5
DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….………………………………………………………
Gambar 2………………………………………………………………….
Gambar 3………….………………………………………………………
Dst.

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari terjadinya bencana. Berdasarkan

Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 tentang Penanggulangan

Bencana, menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia,

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Pengesahan UU tersebut telah

membawa dimensi baru dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Dimensi baru

dalam pengelolaan bencana tersebut yaitu masyarakat tidak lagi pasrah dan berdiam

diri terhadap bencana, melainkan berperan aktif agar risiko dari terjadinya bencana

dapat diminimalkan. Kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan faktor yang

sangatlah penting untuk meminimalisir korban. Akan tetapi, sikap kesiapsiagaan

terhadap bencana belum menyeluruh pada seluruh masyarakat di Indonesia

(Laksmi, 2019).

Tak dapat dipungkiri, kemajemukan bangsa yang memiliki ragam etnis,

bahasa, budaya dan agama menjadi kerawanan apabila perbedaan sudut pandang dan

perbedaan pendapat tidak ditemukan jalan tengah. Bila tak dapat diredam dan

7
dikelola dengan semangat kebhinekaan, maka bencana sosial berwujud konflik pun

tak dapat dielak. Perbedaan kepercayaan, perbedaan tingkat kesejahteraan, bahkan

hingga perbedaan warna kulit dan ras yang mencolok pun akan dimanfaatkan oleh

pihak-pihak provokator sebagai api ganas konflik dan kerusuhan. Belakangan,

perbedaan pandangan politik dan warna partai dalam pesta demokrasi pemilu pada 17

April 2019 telah dilaksanakan. Dimana seluruh masyarakat Indonesia yang

memenuhi syarat dapat ikut memilih dan menentukan siapa pemimpin yang dianggap

dapat mewakili untuk memimpin Bangsa ini.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial

antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana sosial sendiri

dapat berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering

terjadi (BPBD, 2019). Guna menghindari kerugian yang lebih besar dan mencegah

agar masalah yang sama tidak terjadi lagi, maka penanganan terhadap korban

bencana sosial perlu mendapat perhatian khusus dan menyeluruh. Penanganan

bencana sosial perlu dilakukan secara profesional sistemik dan berkelanjutan dengan

sebanyak mungkin melibatkan partisipasi masyarakat. Proses tersebut mencakup

berbagai kegiatan pada tataran hulu berupa pencegahan dan kesiapsiagaan untuk

menghindari dan memperkecil kemungkinan terjadinya masalah, serta berbagai

kegiatan pada tataran hilir berupa rehabilitasi dan rekonstruksi sosial bagi dampak-

dampak yang ditimbulkannya.

8
Berbagai konflik dan kerusuhan sosial beberapa tahun terakhir masih sering

terjadi , khususnya konflik sosial horizontal antar penduduk ,  kokflik antar kelompok

Gank. Hal ini merupakan ancaman serius bagi keutuhan daerah , disamping itu yang

termasuk dalam ruang lingkup bencana sosial adalah kebakaran rumah, orang

terlantar, orang terdampar akibat kecelakaan perahu. Dampak nyata dari persoalan ini

adalah terjadinya kerugian yang besar mulai dari harta benda, nyawa manusia, serta

kerusakan tatanan dan pranata sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah berisi pertanyaan-pertanyaan penting yang terkait dengan
sub-bab yang akan dibahas pada BAB II Pembahasan. Rumusan masalah dituliskan
dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Pertanyaan makalah pertama?
b. Pertanyaan makalah kedua?
c. Dst.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi jawaban
dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang …
b. Untuk memahami tentang …
c.

9
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana Sosial


Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU No. 24 Tahun
2007).

Bencana dapat berupa bencana alam, bencana non alam dan bencana
sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Sedangkan bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Selain itu terdapat bencana sosial
yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana
sosial sendiri dapat berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat
yang sering terjadi. (BPBD, 2019)

10
2.2 Jenis-Jenis Bencana dan Penangulanganya
1. Konflik Sosial
a. Pengertian
Adalah suatu kondisi dimana terjadi huru-hara/kerusuhan atau
perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu yang
melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun organisasi
tertentu.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik
yang bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin
memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan
kepentingan. Apabila kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya
akan berdampak pada disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat
kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih,
apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk
menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di
tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik
dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah berjalan
menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru. Segala hal
yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan
paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi
ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai
politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah
diluar Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka
yang dengan sendirinya makin menambah problem, manakala

11
diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya. (BPBD, 2019)
b. Penyebab Konflik Sosial
Perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah khususnya pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber
daya/kekayaan alamnya berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut
mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tinggi (BPBD, 2019)
c. Penangulangan Konflik sosial
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya
integrasi nasional menurut (BPBD, 2019) adalah sebagai berikut :

1) Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan


kehendak untuk bersatu.
2) Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan
kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu
membangun konsensus.
3) Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma
yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
4) Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat
dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang
mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
5) Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan
kepemimpinan yang arif dan efektif.

2. Aksi Terorisme

a. Pengertian

Teror berasal dari kata terrere yang memiliki arti membuat gemetar
atau menggetarkan. Secara sederhana teror adalah tindakan untuk

12
mencipatakan suasana ketakutan yang amat tinggi bagi seseorang, kelompok
atau masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk menguasai dan
memaksa seseorang, kelompok atau masyarakat melakukan tindakan sesuai
keinginan pelaku teror. (Andi Hidayat, 2021)

BNPB dalam Indeks Rawan Bencana mendefinisikan aksi teror adalah


aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror
atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga
mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan
hidup atau fasilitas publik internasional. (Andi Hidayat, 2021)

Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk


tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud
menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok
orang atau masyarakat luas. Menurut kamus Webster’s New School and
Office Dictionary, terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain
to end; especially a system of government ruling by teror, pelakunya disebut
terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with dread or
terror’; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of terror.

b. Penyebab Terorisme

Berikut ada tiga penyebab terorisme menurut Analis Kebijakan Divisi


Humas Polri Kombes Sulistyo Pudjo Hartono, yaitu:

13
1) Penyebab pertama terorisme adalah karena seseorang tersentuh. Bisa
saja mereka pernah ditinggal oleh adiknya yang meninggal atau
mendapat ajaran teror.
2) Penyebab terorisme berikutnya adalah adanya komunitas garis keras
pendukung gerakan radikal tersebut yang memberi doktrin kepada
pengikutnya baik secara langsung maupun lewat dunia maya.

3) Penyebab terorisme lainnya yaitu adanya ideologi yang terlegitimasi


dan mengakar. Misalnya mereka memperbolehkan untuk membunuh,
melakukan kekerasan. Maka dengan adanya ideologi seperti itu, mereka
tidak ragu lagi untuk meneror. (Novi Fujiastuti, 2021)

c. Penanggulangan Aksi Terorisme

Arah kebijakan yang ditempuh dalam rangka mencegah dan


menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah
sebagai berikut:
1) Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga
Pemerintah;
2) Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan
dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
3) Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan
penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
4) Penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog
dengan kelompok masyarakat yang radikal,
5) Peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah
strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
6) Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi
terorisme;

14
7) Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan
(soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris
serta merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
(BPBD, 2019)

3. Aksi Sabotase

a. Pengertian

Sabotase berasal dari Bahasa Prancis sabot yang artinya berjalan


secara berisik, yang ditimbulkan oleh sepatu sabot yang populer pada
abad 19 masa industri Prancis. Suara bising yang ditimbulkan derap sepatu
tersebut sering membuat kegiatan produksi terhenti dan terganggu.
Sabotase merupakan tindakan perusakan yang dilakukan secara terencana,
disengaja dan tersembunyi terhadap peralatan, personel dan aktivitas dari
bidang sasaran yang ingin dihancurkan yang berada di tengah-tengah
masyarakat, kehancuran harus menimbulkan efek psikologis yang besar.

Dalam UU nomor 24 tahun 2007 mendefinisikan sabotase adalah


tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi,
penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah
ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang
tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat
dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur
ekonomi, dan lain-lain. (Andi Hidayat, 2021)

b. Penyebab Aksi Sabotase

15
Tujuan sabotase erat kaitanya dengn permasalahan politik, ekonomi, sosial
dan budaya, berikut beberapa faktor yang turut melatarbelakangi
dilakukannya sabotase di antaranya,

1) Sistem pemerintahan yang otoriter


2) Berupaya untuk menghancurkan upaya kelompok tertentu

3) Ketidaksesuaian kebijakan dengan keinginan masyarakat

4) Sistem kemiliteran dan keamanan sangat represif

5) Untuk keuntungan pribadi (Alethelia rabbani, 2021)

c. Penanggulangan aksi sabotase

1) Memperketat pengawasan

Pengawasan perlu diperketat untuk menjaga agar tidak terjadi


kasus sabotase serupa atau mencegah terjadinya kasus sabotase

2) Mempererat hubungan diplomatik

Hubungan diplomatik sangat berpengaruh terhadap hubungan baik


antara 2 negara atau lebih. Sehingga hubungan ini perlu dijaaga
agar tidak menimbulkan kesalahpahaman antar sisi sehingga dapat
mengakibatkan sabotase

3) Meningkatkan kewaspadaan

Pihak yang berwenang terhadap bidang khususnya dalam bidang


pertahanan dan keamanan pertahanan dan keamanan khususnya
TNI dan polri memiliki tanggung jawab dan wewenang yang lebih
untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara. sehingga
16
kewaspadaan akan hal-hal yang disekitar harus selalu ditingkatkan
untuk meminimalisir adanya sabotase ( Alilah Nur Hasanah, 2020)

4. Korupsi
a) Pengertian korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu Corruptio-Corrumpere
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan fakta
atau menyogok. Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak
Berdasarkan sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar memenuhi unsur-unsur antara lain tindakan/perbuatan
melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan/kesempatan/sarana,
memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi, dan merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. (Andi Hidayat, 2021)

b) Penyebab korupsi

1) Kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang


mampu menjinakkan korupsi

2) Kelemahan-kelemahan pengajaran dan etika

3) Kurangnya pendidikan dan adanya banyak kemiskinan

4) Tidak adanya tindakan hukum yang tegas

5) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku


antikorupsi

17
6) Struktur pemerintahan dan keadaan masyarakat yang
makin majemuk

7) Perilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri


setiap orang

8) Adanya celah dalam organisasi/instansi yang


memungkinkan terjadinya tindakan kecurangan korupsi

9) Faktor kebutuhan individu-individu untuk menunjang


kehidupan yang wajar. (Andi Hidayat, 2021)

c) Penanggulangan korupsi
Menurut Andi Hamzah (2005:249), strategi pemberantasan korupsi
bisa disusun dalam tugas tindakan terprogram, yaitu Prevention,
Public Education dan Punishment. Prevention ialah pencerahan untuk
pencegahan; Publik Education, yaitu pendidikan masyarakat untuk
menjauhi korupsi dan Punishment, adalah pemidanaan atas
pelanggaran tindak pidana korupsi.
1) Strategi Preventif:
Strategi Preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya
korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan
faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi.
Konvensi PBB Anti Korupsi, Uneted Nations Convention
Against Corruption (UNCAC), menyepakati langkah-langkah
untuk mencegah terjadinya korupsi. Masing masing negara
setuju untuk: “...mengembangkan dan menjalankan
kebijaksanaan anti korupsi terkoordinasi dengan
mempromosikan partisipasi masyarakat dan menunjukkan
prinsip-prinsip supremasi hukum, manajemen urusan publik
dan properti publik dengan baik, integritas, transparan, dan
akuntable, saling bekerjasama untuk mengembangkan
langkah-langkah yang efektif untuk pemberantasan korupsi”.

18
2) Public Education
Public education atau pendidikan anti korupsi untuk rakyat
perlu digalakkan untuk membangun mental anti-korupsi.
Pendidikan anti-korupsi ini bisa dilakukan melalui
berbagai pendekatan, seperti pendekatan agama, budaya,
sosioal, ekonomi, etika, dsb.

3) Strategi Punishment:

Strategi punishment adalah tindakan memberi hukuman


terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dibandingkan
negara-negara lain, Indonesia memiliki dasar hukum
pemberantasan korupsi paling banyak, mulai dari peraturan
perundang-undangan yang lahir sebelum era eformasi
sampai dengan produk hukum era reformasi; tetapi
pelaksanaannya kurang konsisten sehingga korupsi tetap
subur di negeri ini.

5. Kemacetan lalu lintas

a. Pengertian

Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau


bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya
jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak
terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak
mempunyai transportasi publik atau system’ lalu lintas yang tidak
baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan
dengan kepadatan penduduk, misalnya Jakarta. (Andi Hidayat,
2021)

b. Penyebab

1) Jumlah volume kendaraan tidak sebanding kapasitas jalan


raya

19
2) Efisiensi dan efektifitas penggunaan kendaraan bermotor
yang rendah

3) Tingkat kedisiplinan dan kesadaran pemakai jalan yang


rendah

4) Bencana banjir yang datang secara periodik (musiman)

5) Penataan dan pengaturan pengguna jalan serta fasilitas


pendukungnya belum maksimal

6) Sarana angkutan umum belum memadai baik dari segi


kuantitas maupun kualitasnya

7) Tingkat mobilitas penduduk yang tinggi pada waktu-waktu


tertentu (pagi dan sore) (Andi Hidayat, 2021)

c. Penanggulangan

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk memecahkan


permasalahan kemacetan lalu lintas yang harus dirumuskan dalam
suatu rencana yang komprehensif yang biasanya meliputi langkah-
langkah menurut (Andi Hidayat, 2021) sebagai berikut:

1) Peningkatan kapasitas

Salah satu langkah yang penting dalam memecahkan


kemacetan adalah dengan meningkatkan kapasitas
jalan/parasarana seperti:

a) Memperlebar jalan, menambah lajur lalu lintas sepanjang


hal itu memungkinkan,
b) Mengubah sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah,

20
c) Mengurangi konflik di persimpangan melalui pembatasan
arus tertentu, biasanya yang paling dominan membatasi
arus belok kanan.

d) Meningkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu


lalu lintas, persimpangan tidak sebidang/flyover,

e) Mengembangkan inteligen transport sistem.

f) Memberikan sanksi jika ada yang melanggar

2) Keberpihakan kepada angkutan umum

Untuk meningkatkan daya dukung jaringan jalan dengan adalah


mengoptimalkan kepada angkutan yang efisien dalam
penggunaan ruang jalan antara lain:

a) Pengembangan jaringan pelayanan angkutan umum


b) Pengembangan lajur atau jalur khusus bus ataupun jalan
khusus bus yang di Jakarta dikenal sebagai Busway,

c) Pengembangan kereta api kota, yang dikenal sebagai metro


di Prancis, Subway di Amerika, MRT di Singapura

d) Subsidi langsung seperti yang diterapkan pada angkutan


kota di Transjakarta, Batam ataupun Jogjakarta maupun
tidak langsung melalui keringanan pajak kendaraan
bermotor, dan bea masuk kepada angkutan umum

21
3) Pembatasan kendaraan pribadi

Langkah ini biasanya tidak populer tetapi bila kemacetan


semakin parah harus dilakukan manajemen lalu lintas yang
lebih ekstrem sebagai berikut:

a) Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi menuju suatu


kawasan tertentu seperti yang direncanakan akan diterapkan di
Jakarta melalui Electronic Road Pricing (ERP). ERP berhasil
dengan sangat sukses di Singapura, London, dan Stockholm.
Bentuk lain dengan penerapan kebijakan parkir yang dapat
dilakukan dengan penerapan tarif parkir yang tinggi di
kawasan yang akan dibatasi lalu lintasnya, ataupun pembatasan
penyediaan ruang parkir di kawasan yang akan dibatasi lalu
lintasnya,
b) Pembatasan pemilikan kendaraan pribadi melalui peningkatan
biaya pemilikan kendaraan, pajak bahan bakar, pajak
kendaraan bermotor, bea masuk yang tinggi.

c) Pembatasan lalu lintas tertentu memasuki kawasan atau jalan


tertentu, seperti diterapkan di Jakarta yang dikenal
sebagai kawasan 3 in 1 atau contoh lain pembatasan sepeda
motor masuk jalan tol, pembatasan mobil pribadi masuk
jalur busway.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bagian ini berisi ringkasan dan simpulan dari seluruh pembahasan yang telah
dipaparkan di BAB II. Dalam kesimpulan tidak perlu memasukkan kutipan apapun.
Panjang kesimpulan dibatasi maksimal sebanyak 2 lembar. Kesimpulan dan seluruh
isi BAB III Penutup diketik dengan format margin 4 cm (kiri), 4 cm (atas), 3 cm

23
(kanan), dan 3 cm (bawah). font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12
pt. dengan spasi ukuran 1.5. Judul BAB dan setiap sub-judul yang ada dalam BAB III
Penutup wajib diketik cetak tebal (bold).

3.2 Saran
Bagian ini berisi saran-saran yang dikemukakan oleh mahasiswa bagi Guru
BK dan Mahasiswa BK sebagai konsekuensi dari membaca isi pembahasan makalah
yang telah dipaparkan sebelumnya. Saran dibuat dalam bentuk poin-poin sebagai
berikut:
3.2.1 Bagi Guru BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.
3.2.2 Bagi Mahasiswa BK
a. Saran pertama
b. Saran kedua
c. Dst.

DAFTAR PUSTAKA

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian
Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang
berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah.
Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan
selama 10 tahun terakhir.

24
Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah
Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar
pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan
adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association).
Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi.
Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang
sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada
daftar pustaka sebenarnya.

Buku 1 Penulis*)
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Buku 2 Penulis*)
Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT
Gramedia.

Buku 3 Penulis*)
Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice
Manual. USA: Health Service Executive.

Buku Lebih Dari Satu Edisi*)


Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-10).
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Penulis Dengan Beberapa Buku*)


Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia.

25
Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*)


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan
Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Buku Terjemahan*)
Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.
Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.

Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*)


Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and
Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M.
Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with
LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling
Association.

Artikel Jurnal / Ensiklopedi*)


Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group
Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance Psychological
Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being, 4 (13), 1-9.

Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*)


Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L. C.,Asgaard,
G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and
attention last for more than 31 days and are more severe with stress,

26
dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249—267

Artikel Jurnal dengan DOI*)


Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and the
survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-229. doi:
10.1037/0278-6133.24.2.225

Artikel dalam Prosiding Online*)


Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008). The
basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National
Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1 073/pnas.Q80541 7105

Artikel dalam Prosiding Cetak*)


Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using multiple
cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P. Scheunders (Eds.),
Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678. Advanced Concepts for
intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin, Germany: Springer-Verlag.

Majalah*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.

Majalah Online*)
Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses
dari: http//majalahmarketing.com//

Surat Kabar*)

27
Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.
Koran Tempo, A11.

Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*)


Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*)


Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community Counseling
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek Eks-Pecandu
NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/

Video*)
American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically
to patient expressions of sexual attraction [DVD]. Tersedia di
http://www.apa.org/videos/

Serial Televisi
Egan, D. (Penulis), & Alexander, J. (Pengarah). (2005). Failure to communicate
[Episode Seri Televisi]. In D. Shore (Produser Pelaksana), House. New York,
NY: Fox Broadcasting.

Musik Rekaman*)
Lang, K.D. (2008). Shadow and the frame. On Watershed [CD]. New York, NY:
Nonesuch Records.

28
29

Anda mungkin juga menyukai