Anda di halaman 1dari 8

PANDU DAN LALA

Part 05 - Alasan Tepat

Sinopsis:

Selalu ada jalan keluar, disetiap kebuntuan nalar. Itu yang Pandu selalu tekankan kepada dirinya.
Karena ketika ada banyak halang rintang yang melanda di setiap langkahnya, selalu ada cara untuk
bisa membuatnya berhasil mencapai segala tujuannya.

Terlebih, dengan adanya dukungan dari Lala. Membuat Pandu semakin yakin, untuk bisa melakukan
apa saja, demi memuaskan nafsu birahinya.

***

“Yuk Om… “ Ajak Lala menggelayut manja di lengan Pandu.


“Eh udah siap…?” kaget Pandu ketika melihat penampilan Lala telah berganti pakaian. Dengan rambut
yang dikuncir kuda, Lala mengenakan kaos gombrong sepantat bergambar beruang, plus legging hitam
ketat sebetis. “Cantik…”
“Iya dong…” Ucap Lala pongah, “Keponakan siapa dulu dong…”
“Hehehee. Iya yaak… “ Kekeh Pandu yang lalu menggandeng tangan Lala menuju teras. Setelah itu, ia
menaiki motor bebeknya yang setia mengantarkan kesana kemari. “Yaudah. Yuk naek…”

HAAPPP
Lala loncat ke boncengan motor, lalu memeluk pinggangnya erat-erat.

------

Acara nonton film layar tancep, sebetulnya hanya akal-akalan Pandu supaya dirinya bisa berasyik-asyik
lebih jauh lagi bersama Lala. Karena disana, mereka sama sekali tak mengikuti jalan cerita film.

Datang-datang, Pandu memilih lokasi yang cukup tersembunyi. Dekat dengan rerimbunan pohon yang
cukup menghalangi pandangan dari samping dan belakang. Dengan menggelar tikar sewaan, Lala
diminta duduk didepan pamannya, supaya bisa dipeluk dari belakang.

Sepanjang pemutaran film. Keduanya tak berhenti bercumbu. Lala yang bersandar di depan dada
Pandu, hanya bisa pasrah ketika tangan pamannya terus-terusan meraba dirinya. Ia membiarkan
semua aurat tubuhnya digrepe-grepe tanpa penolakan sedikitpun.

“Kamu tadi beneran nggak pake celana dalam, Neng..?” Tanya Pandu sambil terus mengusap paha.
Lala tersenyum sambil mengusap punggung tangan Pandu. “Kira-kira gimana Om…?”
“Kira-kira sih… Hmmm…. Kayanya sih ga ada karet celana dalam…” Bisik Pandu ketika meraba pantat
dan pinggang legging Lala, “Cuman Om ga yakin deh…”
“Hihihi. Kalo gitu… Om periksa aja sendiri…” Kekeh Lala sedikit menantang.
“Bener nih…?”

Lala tak menjawab, ia hanya tersenyum sambil membuka kedua pahanya. Membiarkan tangan mesum
Pandu menelusup ke tengah selangkangannya.

“Ehh…?” Betapa terkejutnya Pandu, ketika mendapati Lala yang benar-benar tak mengenakan celana
dalam sama sekali. Karena berulang kali Pandu mencoba meraba area selangkangannya, ia sama sekali
tak menemukan ada lapisan pakaian lain yang membungkus vagina keponakannya, selain legging tipis
sebetis itu.

”Eeehhh…. Ommm.. “ Lenguh Lala pelan ketika merasakan geli dari jari-jari Pandu yang menelusuri
belahan selangkangannya dari luar legging.
“Iya loh. Neng…? Beneran nih. Kamu nggak pake celana dalam…” Girang Pandu sambil terus
mengusap pelan selangkangan Lala yang terbuka lebar. “Ohhhh. Empuk banget memek kamu, Neng..”
Sambung Pandu yang pada akhirnya, bisa merasakan kelembutan vagina keponakannya.

Tanpa menunggu lama, Pandu segera mendekap tubuh Lala. Menyergappunggung gadis molek itu
tanpa ampun. Mulutnya, mengecupi tengkuknya. Tangan kiri meremasi payudaranya. Dan tangan
kanan terus mengelusi velah vaginanya.

”Eeehhh…. Ommm.. “ Lenguh Lala pelan ketika merasakan geli disekujur tubuhnya. Tengkuknya
seketika merinding. Putingnya seketika mengeras. Dan liang kemaluannya seketika membanjir.
“Enak? “ Tanya Pandu tanpa menghentikan ulah mesumnya. Terus mengecup, meremas, dan
mengusap seluruh aurat tubuh keponakannya..
“Ehemmm…” Jawab Lala dengan anggukannya.

“Neng? Mau ngerasain hal yang lebih enak lagi ga?” Bisik Pandu sambil meniupi rongga telinga Lala.
“Ngggg…. Enak yang kaya gimana Om?” Erang Lala kegelian
“Om ga bisa jelasin rasanya, yang jelas ini enak….”Tiup Pandu terus-terusan, “Mau ga?”
Lala lagi-lagi mengangguk. Malah, gadis manis itu sengaja menyodorkan sisi leher jenjangnya untuk
diciumi Pandu lebih lanjut..

“Setelah ini, kamu bakalan ngerasa ketagihan deh, Neng…” Seru Pandu yang kemudian menyelipkan
tangan kanannya masuk kedalam karet legging Lala.
“Ehhhh?” Kaget Lala buru-buru mencengkram tangan Pandu. Menghentikan ulah mesum pamannya
yang sama sekali tak ia kira, akan dilakukan di tempat terbuka seperti ini.

Selama beberapa detik, Lala celingukan kearah sekitarnya. Sekedar mengamati, apakah ada orang
yang melihat perbuatan mesum mereka ini.

“Aman Neng, kamu gausah khawatir ada orang yang bakalan kenal kita. Mereka semua tak ada yang
peduli kok. Karena mereka juga sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri Hehehe…” Bisik Pandu sedikit
menenangkan Lala.

Dan ternyata benar. Ketika Lala menyempatkan diri untuk melihat ke sekeliling tempat mereka berada,
banyak muda-mudi yang sudah ‘sibuk’ dengan urusannya masing-masing. Ada yang sedang berciuman,
ada yang sedang menggerepe tubuh pasangan. Bahkan tak jauh dari tempat Lala berada, ada
pasangan, yang kepala si ceweknya naik turun di selangkangan si cowok.

Wajah Lala seketika itupun langsung berubah merah. Walau ia tak tahu akan apa yang sedang mereka
berdua lakukan, akan tetapi Lala tahujika keduanya sedang menikmati sesuatu.

“Nikmatin aja ya Neng…” Ucap Pandu ketika merasa cengkraman tangan Lala sedikit melonggar.

SREEEEET
Secepat kilat, tangan Pandu menyelinap masuk. Merogoh vagina hangat Lala.

“Uuuhhh. Ommm…” Erang Lala ketika merasa jemari nakal pamannya mulai menggelitik celah
kemaluannya.
“Hehehe. Memekmu bisa basah juga ya, Neng…?”
“Basah…?” Heran Lala dengan maksud Pandu.
“Iya… “Jelas Pandu yang kemudian menarik tangannya dari selangkangan Lala, “Nih lihat… Jari Om
basah karena lendir memek kamu…”

“Ihhhss…. Kok… Nggghhh… Memek aku bisa gitu ya Om…?”


“Emang kamu belom pernah ngerasain memek kamu sebasah ini?”
“Nggghh.. Engga…”
“Hehehehe.. Gapapa… Itu tandanya… Memek kamu ini, ngijinin tangan buat om maen-maenin lebih
lanjut lagi, Neng” Sambung Pandu yang kemudian kembali menyelipkan tangannya ke selangkangan
Lala.

“Nggggghhhhh….” Desah Lala belingsatan, ketika mendapati jari tangan pamannya, mulai bergerak-
gerak dibawah sana.
“Hehehehe. Enak ya Neng?” Kekeh Pandu sambil terus mengorek celah kewanitaan Lala. Mengais-
ngais tonjolan daging mungil yang tumbuh semakin besar di ujung vagina keponakannya.
“Emmmppphhh…. Ommmm… Sssshhhh.. Nggggghhhh…Geli Ommm….”Erang Lala keenakan.

Walau tak mengerti dengan apa yang sedang Pandu perbuat kepadanya, akan tetapi Lala begitu
menikmati setiap gerakan tangan dan jemari nakal pamannya. Satu-satunya hal yang bisa Lala lakukan,
hanyalah mendesah sambil sesekali mengejat keenakan.

Korekan jari Pandu, terasa begitu menggelitik semua syaraf kemaluan Lala. Membuat rasa malu akan
permainan mesum ditempat umum yang semula ia rasakan, seketika hilang. Tergantikan dengan rasa
penasaran akan kenikmatan apalagi yang bisa ia dapatkan dari perlakuan cabul pamannya.

CLEK CLEK CLEK


Suara decak basah vagina Lala, terdengar begitu nyata ditelinga. Begitu becek. Begitu banjir.

“Nggghhh. Ooommmm….” Erang Lala pelan.


“Enak…?” Tanya Pandu sambil terus mengecupi dan meremasi payudara mungil Lala.
“Nggggghhh… Sssshhh.. Enakkk…” Ucap Lala mengakui kemahiran Pandu dalam memberikan
kenikmatan aneh itu kepadanya.

Pandu tersenyum lebar. Karena bisa memberikan sebuah pelajaran baru kepada Lala tanpa ada
halangan yang berarti. Terlebih ketika paha Lala semakin dibuka lebar, membuat adik Winda itu makin
kesetanan untuk bisa memberikan hal yang lebih jauh kepada keponakannya itu.

CLEK CLEK CLEK

“Nggghh… Ommm… Sshhhhhh…” Desah Lala makin keras, diiringi dengan goyangan tubuhnya yang
juga ikut maju mundur.
“Enak Neng…?” Tanya Pandu menggoda.
“Ooooohhhh… Enak…. Bangeeettt…” Sahut Lala tanpa malu.

Mendapat kobelan klitoris dari Pandu, Lala makin tak mampu mengontrol gerak tubuhnya. Berkali-kali,
ia mengejat. Menggelepar hebat. Mulutnya mendesah dengan bibir yang tak henti-hentinya ia gigit.

CLEK CLEK CLEK


“Ooohhh. Oooommm… Ssshhhh……. Ommmmm….”

Melihat gelagat tubuh Lala yang makin tak terkontrol dalam dekapannya, Pandu semakin berani
berbuat lebih gila. Ia tahu, jika sebentar lagi, Lala akan mendapatkan orgasmenya. Oleh karena itu,
tanpa ragu-ragu, Pandu menyelipkan satu jari tengahnya kedalam kemaluan keponakannya, dan
mengobelnya dalam-dalam.

Hinga tak lama kemudian,

CLEEEEEPPPP
“Eeeehhhh?? Ommm? Kok jarinya dimasukin?” Tanya Lala kebingungan, tapi dengan tubuh yang
masih bergoyang tak terkontrol.

“Sakit nggak?” Tanya Pandu sejenak mendiamkan ujung jarinya setelah menusuk celah kemaluan Lala.
“Nnnnngggg… “ Lala menghentikan goyang tubuhnya. Lalu menggelengkan kepala.
“Memek kamu.. Kalo Om tusuk gini, berasa perih ngga?…” Ulang Pandu yang kali ini melesakkan
setengah jari tengahnya ke liang vagina Lala.
“Nggggg….” Lagi-lagi, Lala mencoba merasakan maksud dari pertanyaan Pandu.

Namun, karena Lala sudah tenggelam dalam rasa penasaran dan ingin tahu, alih-alih merasakan sakit
pada lubang selangkangannya, Lala malah merasakan gatal-gatal aneh pada celah vaginanya. Semakin
ia mencoba menahan, semakin gatal jadinya. Walhasil, Lala semakin melebarkan bukaan kedua belah
pahanya. Seolah mempersilakan jari Pandu untuk masuk, guna membantu menghilangkan rasa gatal di
dalam liang kemaluannya.

“Kalo gini?” Tanya Pandu lagi yang kali ini sudah menusukkan tiga per empat jarinya kedalam
kemaluan keponakannya.
“Ehhhmmmhh.. Sssshhh… Emang? Rasanya harus seperti apa ya Om?” Bingung Lala sambil mendesah.
Ia benar-benar bingung, karena tak mengerti maksud Pandu sama sekali . Yang ada, ia semakin merasa
gatal pada liang kemaluannya.

Karena tak merasakan hal yang mengkhawatirkan, Pandu kemudian menarik sedikit jari tangannya dari
celah kemaluan Lala. Membasahi sekujur jari tengahnya dengan lendir kemaluan keponakannya, lalu
tanpa meminta ijin lebih jauh, ia kembali menusukkan dalam-dalam. Hingga seluruh jari tengahnya,
tenggelam. Dilahap liang kemaluan sempit milik keponakannya.

CLEEEEPPP
“Ooohhhhh.. Ooommm….” Erang Lala ketika sekilas, ia merasakan ada sesuatu yang pedas, tiba-tiba
menyeruak didalam selangkangannya.
“Kenapa Neng?”
“Perih….Om… Ssssshhhh….” Desah Lala sambil memejamkan mata. “Perih banget…”

Mendengar rintihan Lala, Pandu langsung tahu, jika rasa perih yang dirasakan oleh keponakannya itu,
adalah dari robeknya selaput dara vaginanya. Dari rusaknya selaput tipis celah kemaluan yang
menandakan seseorang gadis masih perawan atau tidak.

Dan entah kenapa, mendadak, Pandu merasa bersalah. Semua kemesuman dikepalanya yang
sebelumnya begitu meledak-ledak di pikirannya, seketika sirna. Menjadi rasa sesal dihati. Kenapa ia
tega mengambil keperawanan keponakannya. Kenapa ia sampai hati, merusak masa depan gadis kecil
yang sedang mengejat-kejat dipelukannya

“Hhhhh.. Ommmm….. Hhhhhh….” Erang Lala dengan tubuh terus-terusan bergetar.


“Nggg…. Masih Perih?” Tanya Pandu yang sejenak, merasa ragu. Apakah ia akan meneruskan
perbuatan mesum yang sedang ia lakukan? Atau menarik tangannya dari selangkangan keponakannya.
“He’eeehhh….” Jawab Lala sambil menganggukkan kepala.

Tanpa banyak berkata-kata, Pandu pun akhirnya memutuskan untuk menghentikan kemesumannya. Ia
tarik jari tangannya dari vagina Lala, dan mencabutnya keluar.
“Ngggghhh…. Jangan dicabut Om…” Erang Lala yang tiba-tiba mencengkram tangan Pandu,
“Ehhh…?” Kaget Pandu
“Jari Om… Biarin aja didalem memek aku…”

***

“DEK? KAMU NGINTIP YA?” Teriak Mbak Winda lantang dari balik tembok kamar mandi.

“Waduh…” Kaget Pandu panik.

DEG DEG DEG


Detak jantung Pandu, seketika berdetak begitu kencang. Memacu darah paniknya ke seluruh tubuh.
Wajahnya mendadak memutih. Pucat. Ditambah butiran keringat dingin yang seketika itu memenuhi
wajahnya.
“Ko… Gimana nih…?” Tanya Pandu heboh karena tak pernah mendapati situasi aneh seperti ini.

Ketahuan mengintip. Aduh. Rasa malunya tak pernah sama sekali terbayangkan oleh adik Winda itu.
Apa yang harus ia katakan kepada Winda? Alasan apa yang bisa ia utarakan nanti. Pasti kakaknya itu
bakalan murka. Terlebih ketika nanti, semisal kakak kandungnya melaporkan kepada ayah dan ibu,
pasti bakalan semakin runyam lagi jadinya.

“DEK? DEK PANDUUU…?” Panggil Winda lagi dari balik tembok kamar mandi

“Haduuuhhhh….Eekkoooo. Ki.. Kita ketahuan…” Bisik Pandu sambil celingukan kesana kemari karena
sudah larut dalam rasa takutnya. “Gimana nih Ko… Habis nih aku… habis…”
“Tenang Ndu… Tenang…” Ucap Eko yang kemudian melepar celana dalam yang masih penuh dengan
ceceran spermanya kesudut gudang. Setelah itu, ia mengenakan kembali celananya tanpa
membersihkan sisa-sisa sperma yang masih berceceran di batang penisnya.

“Ayo kabur Ko… Aduh gimana ini…?” Bingung Pandu tanpa bisa berpikir.
“Tarik nafas Ndu… Tenang…”
“Habis aku nanti diomelin Mbak Winda, Koooo. Aduh… Kalo ayah tahu… Bakal mati aku Koo… Mati…”

PLAAAKK
Satu tamparan keras, Eko layangkan ke pipi kiri Pandu. Membuat sohibnya yang begitu panik itu,
seketika terdiam.

“Tenang Nyettt…! Tenang…” Geram Eko sambil memegang kedua pipi Pandu yang memerah. Ia
menatap lurus kewajah sohibnya, sambil berusaha menenangkannya.
“Gimana aku bisa tenang? Mbak Winda tahu kita ngintip dia mandi…”
“Udah… Ikutin aja perintahku… Aman…”
“Aman gimana?”
“Sekarang. Buang itu celana dalem mbak Windamu…” Ucap Eko memberi arahan. “Trus cepetan pake
celana kolormu…”

Dengan buru-buru, Pandu langsung mengikuti segala arahan Eko. Ia melempar celana dalam Winda itu
ke sudut gudang dan segera memakai celana kolornya.

”Sudah… Trus sekarang gimana?” Ucap Pandu menanti perintah selanjutnya.


“Yuk… Sekarang ikut aku….” Sahut Eko yang kemudian buru-buru keluar gudang. Dan menghambur ke
ruang keluarga. “Kita harus bermain sandiwara ya, Ndu…”
“Sandiwara apa Ko…? Jangan aneh-aneh ah… ”
“Hadeeehhh…. Sandiwara aja Ndu, pura-pura ngapain gitu kek…”
“Serius Ko, Aku ga bisa sandiwara…”

“DEEEKK… KAMU NGAPAIN DISANA…? KAMU NGINTIP YAA…?” Tanya Winda dengan nada lebih
kencang lagi, “DEK PANDUUUU?”

Melihat keterbatasan Pandu, Eko langsung memutar otak. Mencari skenario terbaik yang bisa ia
temukan guna menyelamatkan situasi genting mereka.

“Gausah sandiwara deh… Aku tahu cara yang lebih mudah…!” Seru Eko, ketika melihat beberapa
majalah, langsung ia sambar dan membawanya kekamar Pandu. “Pura-pura baca majalah aja…”

Segera saja, Pandu mengikuti anjuran Eko. Diambilnya majalah yang ada ditangan Eko, dan langsung
tiduran diatas tempat tidur untuk berpura-pura membaca.

TOK TOK TOK


Suara ketukan tiba-tiba terdengar di pintu kamar Pandu.
“DEEEEKK…?” Panggil Winda dari luar pintu kamar. “KAMU DIDALEM…?”

BRAAAK
Suara pintu kamar Pandu menabrak dinding. Winda membuka pintu kamar Pandu lebar-lebar

“DEK? BARUSAN…. KAMU NGINTIP MBAK YA?” Hardik Winda tanpa basa-basi.
“Hah…?” Kaget Pandu ketika melihat kehadiran kakak kandungnya dalam balutan handuk mandi
dihadapannya. “Ke.. Kenapa Mbak…?” Sambung Pandu gelagepan.
“GAUSAH HAH HEH-HAH HEH DEH…. MBAK NANYA…. BARUSAN KAMU NGINTIP MBAK MANDI YA??”
“Daritadi… Kami dikamar aja kok Mba…” Potong Eko yang tiba-tiba menyela kalimat Winda. “Aku dan
Pandu ga ngintip….”

“Kamu siapa?” Kaget Winda karena tak tahu jika didalam kamar Pandu, ada seorang laki-laki yang tak
pernah ia kenal sebelumnya. Tinggi besar, dengan tubuh yang begitu berisi. Matanya bulat, alisnya
tebal dan senyumnya cukup menawan. “Aku tak pernah melihatmu…”

“Aku Eko, Mbak…” Ucap Eko yang buru-buru bangkit dari duduknya. Merangkak kearah WInda dan
segera mengamit tangan Winda. “Aku… Temen sekolah Pandu….” Lanjutnya sambil mengecup
punggung tangan Winda.

“Eko…?” Tanya Winda yang langsung mengamati gerak gerik Eko yang diluar kebiasaan teman
sebayanya lain ketika kenalan. Winda penasaran. Karena jujur, ia tak pernah mendapati ada pria yang
begitu tenang ketika menghadapi emosi gadis yang sering meledak-ledak seperti dirinya.

“Astaga Ndu… Ini Mbakmu, manusia? Atau bidadari ya Ndu…?” Cantik banget….” Celetuk Eko tanpa
bisa mengontrol kalimatnya, spontan memuji Winda yang masih terpaku didepannya. “Kamu kok
nggak pernah cerita kalo punya Mbak secantik ini sih Ndu…?” Sambungnya lagi sambil terus menatap
sekujur tubuh Winda yang masih basah, meneteskan air bekas mandinya.

“Eh iya, Mbak, ini Eko….” Ucap Pandu sedikit memperkenalkan temannya.
“Aku Winda…” Sahut gadis molek itu membalas perkenalannya.

Eko, yang memutuskan untuk tetap berlutut dihadapan Winda, tak henti-hentinya menatap
kemolekan Winda dari bawah. Menatap dari ujung kaki hingga kepala. Mengagumi tubuh Winda yang
begitu menawan hati.

“Mbakmu... Cantik Ndu….” Celetuk Eko lagi sambil terus mengagumi sosok jelita Winda. “Sumpah…
Cantik banget…”

Dari bawah, mata nakal Eko terus-terusan mengamati setiap detail tubuh Winda. Menelusuri betis
tanpa bulu Winda yang begitu bulat. Lututnya yang putih. Paha jenjangnya yang mulus, dan terus naik
keatas. Menatap perut rampingnya yang masih terbungkus handuk. Payudara bulat yang membusung
maju. Leher putih panjang yang tanpa kerut. Hingga wajah menawan yang makin membuatnya
terpesona.

“Jadi beneran…? Kalian daritadi ada disini?” Tanya Winda yang mendapat perlakuan gombal dari Eko,
membuat emosinya perlahan-lahan mereda.
“I… Iya… Mbak…” Jawab Pandu sambil melirik kearah Eko, “Ya khan Ko…?”.
“Iya… Sedari tadi kami dikamar aja kok… ” Sahut Eko sambil terus menggenggam tangan Winda.

“Beneran…?” Tanya Winda lagi memastikan.


“Iya Mbak. Bener…”Jawab Pandu lagi.

“Emang kenapa sih Mbak…? Kok sepertinya ada sesuatu yang merisaukan hati Mbak…?” Tanya Eko
sambil memamerkan tersenyum lebarnya lagi. Berlagak sok perhatian kepada makhluk jelita yang ada
dihadapannya. “Cerita aja ama aku Mbak… Yah kali aja bisa aku bisa sedikit ngebantu melegakan
pikiran Mbak... “
Winda tak menjawab. Alisnya bertaut. Ia hanya menatap tajam kearah pemuda yang sedang berlutut
tepat didepan tempatnya berdiri.

“Kok malah diem sih, Cantik…?” Tanya Eko terus tersenyum lebar, “Kalo nggak. Sini deh… Duduk dulu
disini…” Ucap Eko menepuk-nepuk kasur Pandu disebelahnya, sembari menarik tangan WInda
kesamping. Membimbing gadis molek itu supaya duduk di tempat tidur Pandu.

Pandu yang sedari tadi memperhatikan perlakuan Eko pada Winda, mendadak kaget ketika melihat
kakak kandungnya mengikuti ajakan sohibnya. Terlebih, dengan tubuh masih basah kuyup karena
belum selesai mandi, Winda nurut untuk duduk dihadapan Eko.

“ANEH, bin AJAIB….” Pikir Pandu dalam hati. Kagum akan ilmu yang dimiliki Eko, sehingga Mbak
Winda yang begitu semula judes itu, bisa luluh dihadapannya. Dan seperti terhipnotis, Winda yang
masih basah kuyup dengan hanya mengenakan handuk ala kadarnya, langsung duduk diatas tempat
tidur tanpa berpikir apa-apa.

“Jadi… Mbak….? Apa sih? Yang membuat kecantikan wajahmu… Sedikit meredup gini…? Apa ada yang
bisa aku bantu…?” Ucap Eko sambil mengusap kedua punggung kaki Winda pelan.

“KAMPRET. Sempet-sempetnya Eko mengusap kaki Mbak Winda-ku…”Geram Pandu dalam hati.

“Aku… Hhhhhh…” Winda menarik nafas panjang, “Aku cuman bingung…”


“Bingung…? Bingung kenapa Mbak?” Tanya Eko perhatian sambil mulai memijat pelan, kedua tumit
Winda. “Cerita aja Mbak…”

“Barusan, aku khan mandi… Trus. Kayanya, aku merasa ada yang ngintip…” Jelas Winda mulai
bercerita. “Tapi aku nggak tahu, bener apa enggak..”
“Kok bisa nggak tahu Mbak?” Tanya Eko yang kali ini memijat betis Winda. Membuat gadis cantik itu
semakin rileks dan nyaman.
“Ya khan aku pikir. Tadi si Pandu yang ngintip… “ Jawab Winda menengok kearah adiknya yang
menatap mupeng dari sudut kasur, “Tapi ternyata, kalian sedari tadi ada disini… Jadi, sekarang aku
bingung. Siapa yang tadi ngintip aku mandi…”

“Hmmm. Mbak Winda halu kali Mbak? Atau sedang banyak pikirian karena kecapekan sekolah…” Jelas
Eko yang kali ini memijat belakang lutut Winda. “Khan biasanya, orang kalo banyak pikiran, jadi sering
halu Mbak…”
“Iya kali ya… Bisa jadi begitu….” Sahut kakak Pandu itu dengan mata mulai terpejam. Merasakan
nyaman karena pijatan tangan Eko yang semakin lama, naik kearah pahanya.

Melihat Winda yang mulai rileks dan memejamkan mata, Eko hanya tersenyum. Alis tebalnya berkali-
kali naik turun, sedikit menyombongkan diri kepada Pandu mengenai kemahiran tangannya dalam
memberikan pijatan nikmat pada tubuh wanita

“Kampret… Enak bener Eko bisa mengelus-elus paha mulus Mbak Winda…” Batin Pandu dongkol
karena melihat keberuntungan sohibnya itu.

Apalagi, ketika Pandu berkali-kali, menyibakkan bawahan handuk Winda guna memijat kepaha
dalamnya, emosinya menjadi meletup-letup. Pandu tak terima jika sohibnya itu bisa mendapatkan
kesempatan menikmati tubuh molek kakak kandungnya, lebih daripada dirinya.

“Mbak… Lanjutin mandinya dulu gih sana… Kasurku jadi basah semua nih… Kena air mandimu…”
Hardik Pandu sambil mencolek pundak Winda.
“Ehhh… Iya-iya... “ Kaget Winda yang tersadar dari pikiran rileksnya, “Maap-maap. Kok aku malah jadi
keenakan dipijitin gini… Hihihihi…” Sambungnya sambil menepis tangan Eko yang sedikit lagi, sudah
menyentuh kebagian selangkangannya.
“Ehhh. Nggak apa-apa kali Mbak… Aku ga keberatan kok.. Buat ngebantu Mbak WInda melepas
kepenatan pikiran Mbak…” Ucap Eko dengan mata melotot ke arah Pandu. Seolah memberi
peringatan karena telah merusak rencana rayuan gombal mautnya.

“Mungkin besok-besok lagi deh. Kita ngobrol lagi…. ” Ucap Winda yang buru-buru bangkit dari posisi
duduknya, “Sekarang aku mau ngelanjutin mandi dulu…”

SREEEETTT
Seiring gerakan Winda yang tiba-tiba berdiri, membuat simpul handuk yang melilit tubuh Winda
terlepas. Melorot hingga terjatuh kelantai. Mengakibatkan ketelanjangan tubuh seksinya, seketika
terpampang dihadapan Pandu dan Eko.

“Mbbaaakkk…” Kaget Pandu yang secara reflek, langsung mengambil handuk yang ada dikaki Winda
dan memberikannya ke kakak kandungnya.

Namun, begitu handuk itu disodorkan kepada Winda, kakak kandung Pandu itu hanya bisa diam
sambil menatap heran akan kepanikan adiknya. Ia hanya bengong dan tak berbuat banyak untuk
menutup kepolosan tubuhnya.

“Pake lagi handukmu Mbak…” Pinta Pandu sembari menyodorkan handuk mandi Winda. Berharap
kakak cantiknya itu segera membungkus tubuh telanjangnya.
“Ehh iya…” Jawab Winda lalu melangkah kearah pintu kamar dengan handuk yang tak ia lilitkan
ketubuhnya. Seolah membiarkan mata kedua remaja tanggung yang ada dihadapannya, bisa melahap
bulat-bulat, ketelanjangan tubuh moleknya.

“Eko…” Ucap Winda yang tiba-tiba berhenti didekat pintu kamar Pandu. Menengok kebelakang kearah
sohib Pandu.
“I… Iya Mbak…?” Sahut Eko sambil tersenyum.
“Pijatan kamu enak….” Jawab Winda sebelum melanjutkan langkah kakinya. Meninggalkan kedua
pemuda yang sedari tadi, terus menatap semua aurat terbuka dari ketelanjangan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai