Anda di halaman 1dari 19

PENANGANAN LIMBAH PADAT TERNAK RUMINANSIA

KOMPETENSI DASAR ATR PERAH


3.19 Menerapkan penanganan 3.19.1 Menerapkan karakteristik limbah padat ternak
limbah padat ternak ruminansia perah
ruminansia perah 3.19.2 Menerapkan dampak limbah padatternak
ruminansia pedaging terhadap lingkungan dan
masyarakat
3.19.3 Menerapkan teknik-teknik pengolahan limbah
padat ternak ruminansia perah

4.19 Melakukan penanganan 4.19.1 Melakukan pengolahan limbah padat ternak


limbah padat ternak ruminansia ruminansia perah menjadi briket / bioarang
perah 4.19.2 Memodifikasi teknik pengolahan limbah padat
ternak ruminansia perah

KOMPETENSI DASAR ATR PEDAGING


3.15 Menerapkan penanganan 3.15.1. Menerapkan karakteristik limbah padat ternak
limbah padat ternak ruminansia pedaging
ruminansia pedaging 3.15.2. Menerapkan dampak limbah padatternak
ruminansia pedaging terhadap lingkungan
3.15.3. Menerapkan dampak limbah padatternak
ruminansia pedaging terhadap masyarakat
3.15.4. Menerapkan teknik-teknik pengolahan limbah
padat ternak ruminansia pedaging

4.15 Melakukan penanganan 4.15.1. Melakukan pengolahan limbah padat ternak


limbah padat ternak ruminansia ruminansia pedaging menjadi biogas
pedaging 4.15.2. Memodifikasi teknik pengolahan limbah padat
ternak ruminansia pedaging

DAFTAR ISI

1. PRINSIP GOOD MANAGEMENT PRACTISE (GMP)


2. KARAKTERISTIK KOTORAN TERNAK
3. TEKNOLOGI BIOGAS
4. TEKNOLOGI BRIKET (BIOARANG) KOTORAN SAPI
5. KOMPOS/PUPUK ORGANIK PADAT

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 1


1. PRINSIP GOOD MANAGEMENT PRACTISE (GMP)

Good Management Practise (GMP) adalah prosedur untuk membuat suatu produk yang baik,
aman dan tidak merusak lingkungan. Menurut organisasi pangan dunia (FAO/Food Agriculture
Organization), GMP diadaptasi menjadi praktik pengelolaan pertanian yang baik. Hal ini bertujuan
untuk menjaga kelestarian lingkungan, sosial dan hasil produk pangan-non pangan yang aman dan
berkualitas baik.
Pada bidang peternakan terdapat 5 (lima) komponen yang mempengaruhi GMP, yaitu :
1. kesehatan ternak,
2. kesehatan peternak,
3. kesehatan pakan dan air minum,
4. kesejahteraan ternak dan
5. lingkungan.
Pada materi ini, yang akan dibahas adalah mengenai lingkungan yang mempengaruhi GMP.
Konsumen semakin sadar bahwa produksi makanan harus seimbang dengan kesejahteraan
lingkungan. Masalah utama dalam bidang peternakan adalah polusi dari kotoran, cairan dan sisa atau
limbah pakan. Untuk menerapkan GMP, maka suatu usaha peternakan harus memiliki sistim
pengelolaan limbah yang baik danmenjamin pengelolaan limbah tidak memberikan dampak terhadap
lingkungan.
Sistim pengelolaan limbah harus aman. Hindari membuang limbah atau bahan kimia pada
tempat terbuka, air permukaan atau air tanah. Penggunaan bahan kimia berbahaya (pestisida, obat,
pupuk dll) harus sesuai aturan pakai. Lingkungan peternakan harus bersih, sehingga menjamin produk
ternak (susu dan daging) aman dan bersih.

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 2


2. KARAKTERISTIK KOTORAN TERNAK

Produksi Peternakan menghasilkan :


Hasil Utama : Daging, telur, susu, kulit.
Hasil Ikutan (By Product ) : Bulu dan Rambut, Tulang, darah, Saluran pencernaan dan organ, dll
Limbah (Waste ) : Feses, Urin, Sisa Pakan, Bedding/litter, Ternak Mati.

Limbah industri ternak kebanyakan padat dan cair, yang tinggi bahan organic, kandungan BOD tinggi,
dan zat nutrisi seperti Nitrogen dan Posfat.
Untuk memilih jenis pengolahan perlu diketahui karakteristik limbah ternak tersebut, supaya bisa
memilih macam dan bentuk pengolahannya.

Limbah Ternak Berdasarkan bentuk :


a. Bentuk Padat : co. feses, bedding, sisa pakan, isi rumen dan perut, ternak mati dll.
b. Bentuk Cair : Urin, air cucian ternak, alat kandang.
c. Bentuk gas : co. NH3, H2S, CH4, dll yang berkaitan dengan bau,

Limbah Ternak Berdasarkan Sifat :


a. Sifat Fisik : Jml Limbah, Kandungan Padatan, Berat Jenis, Ukuran Partikel, warna, bau, temperature.
b.Sifat kimia : Banyak hubungannya dengan kandungan hara, N,P,K,C,Ca Dll, DO, BOD, COD dan PH.
c. Sufat Biologis : Kandungan Mikroorganisme spt E.Coli, Bacillus sp dl

Sifak dan Karakteristik Limbah Ternak Tergantung pada :


a. Jenis Ternak ( Umur, Ukuran Tubuh, Kondisi Fisiologis)
b. Sistem Perkandangan
c. Jenis Ransum yg diberikan
d. Konsumsi air
e. Industri ternak (RPA, RPH, Pabrik susu, Daging, Kulit, Penetasan)
f. Lingkungan ( Temperatur, Kelembaban)

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 3


3. TEKNOLOGI BIOGAS

Pendahuluan
Permasalahan nasional yang sekarang dihadapi oleh negara kita adalah masalah energi.
Dengan semakin langka dan mahal bahan bakar minyak khususnya minyak tanah untuk keperluan
rumah tangga, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan konversi minyak tanah ke bahan bakar gas,
serta mencari sumber-sumber energi alternatif. Salah satu bentuk energi alternatif yang dapat
dikembangkan adalah Biogas. Limbah maupun sampah organik yang tidak bernilai rupiah, bahkan
merupakan bahan pencemar lingkungan yang digunakan sebagai bahan baku masukkan untuk
membuat Biogas, dapat diartikan sebenarnya zero cost tetapi pada akhir proses fermentasi akan
menghasilkan bahan bakar berupa Biogas yang bernilai guna (value added) dengan sisa proses berupa
lumpur keluaran (effluent) dimanfaatkan sebagai pupuk organik maka pada akhirnya akan tercipta
zero waste.

Apa itu Biogas ?


Biogas adalah campuran beberapa gas hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme
pada kondisi tanpa udara (anaerobik). Secara umum perombakan bahan organik secara anaerob
dapat dilihat pada Gambar 1.

M.O
Limbah Organik CO2 + CH4 + (NH3 +H2S +CO) + sludge
Anaerob Dominan Sedikit
Gambar 1. Proses Fermentasi Bahan Organik Kondisi Anaerob

Gas methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) merupakan komponen gas yang paling banyak
dalam campuran Biogas (Tabel 1). Biogas dapat dibakar sehingga dapat digunakan sebagai sumber
energi, dengan nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran 4800-6700 kkal/m3. Nilai kalor dari Biogas
ditentukan oleh perbandingan gas methan dan karbon dioksida. Semakin tinggi persentase gas
methan (54-70 persen) maka nilai kalorpun semakin tinggi.
Tabel 1. Komposisi Biogas (%)
No. Gas Hadi (1981) Price (1981)
1. Methan (CH4) 54-70 65-75.0
2. Karbondioksida (CO2) 27-35 25-30
3. Nitrogen (N2) 0.5 – 2.0 <1.0
4. Hidrogen (H2) - <1.0
5. Karbon monoksida (CO) 0.1 -
6. Hidrogen Sulfida (H2S) Kecil <1.0

Teknologi Biogas merupakan salah satu teknik pengolahan limbah cair secara biologis dengan
sistem anaerobik (anaerobic treatment). Perombakan bahan organik oleh mikroorganisme pada
kondisi anaerob melalui beberapa tahap (Gambar 2) hingga akhirnya terbentuk gas methan atau
Biogas, yaitu hidrolisis (hidrolysis), pengasaman (acetogenesis) dan pembentukan methan
(methanogenesis).

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 4


Bahan organik kompleks (polymers)
Hidrolysis
Karbohidrat, protein, lemak

Bahan organik sederhana (monomers)


Gula, as. lemak, as. amino

Acetogenesis Asam Lemak Terbang


dan Alkohol

As. Asetat H2 + CO2

Methanogenesis CH4 + CO2

Gambar 2. Tahapan Pembentukan Biogas

Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas


Produksi Biogas sangat tergantung dari aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan
organik, oleh karena itu harus dibuat kondisi media yang sesuai dan nyaman (optimum) bagi
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme anaerob. Banyak faktor yang mempengaruhi
produksi Biogas antara lain sangat tergantung dari bahan baku masukan, imbangan C/N, derajat
keasaman (pH), temperatur, frekuensi pengisian (loading rate), zat toksik, pengadukan dan
penggunaan starter.

1. Bahan Organik (Subtrat)


Bahan organik mengandung unsur karbon seperti karbohidrat, lemak dan protein. Subtrat ini
oleh mikroorganisme dibutuhkan untuk kelangsungan aktivitas dan perkem-bangan populasi. Perlu
pemisahan bahan anorganik (metal, plastik, beling dan pasir) dari bahan organik. Bahan baku
masukan diencerkan dengan air untuk mendapatkan bahan kering berkisar 7-9%.
Pengenceran juga untuk menghindari terjadinya keracunan amonia, residu dari bahan
beracun, kontrol keasaman (pH) dan menjaga kestabilan aktivitas dari populasi mikroorganisme.
Pengenceran yang lazim dilakukan untuk kotoran ternak sapi adalah dengan perbandingan 1:1 sampai
2 dengan air.

2. Imbangan C/N (C/N ratio)


Imbangan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroorganisme dalam
memproduksi Biogas. Imbangan C/N yang optimal sekitar 25-30. Apabila imbangan C/N lebih besar
dari 30, mikroba kekurangan nitrogen akibatnya proses fermentasi berhenti dan akan diikuti pula
produksi Biogas turun sampai berhenti. Sebaliknya jika imbangan C/N lebih kecil dari 30 artinya
kandungan nitrogen lebih, maka akan terbentuk gas amoniak dalam jumlah banyak, dan dapat
menjadi racun bagi mikroorganisme di dalam sumur pencerna. Pengaruh imbangan C/N bahan baku
masukan terhadap komposisi gas dapat dilihat pada Tabel 2.

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 5


Tabel 2. Pengaruh Imbangan C/N Masukan Terhadap Komposisi Gas
Gas
Perbandingan C/N
CH4 CO2 H2 N2
Rendah (<25) Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Seimbang (25-30) Banyak Sedikit Sedikit Sedikit
Tinggi (>30) Sedikit Banyak Banyak Sedikit
Sumber : Fry and Merrill (1973)

Imbangan C/N kotoran ternak pada umumnya masih di bawah C/N ratio optimal, maka untuk
memperoleh C/N yang optimum perlu dicampur dengan limbah yang mempunyai imbangan C/N lebih
tinggi seperti sampah pasar, wastelage, limbah pertanian atau limbah organik lainnya.

3. Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman (pH) optimum untuk pertumbuhan bakteri methanogenik adalah pada
kisaran pH 7.0 – 7.2, walaupun masih dapat melakukan aktifitas pada selang yang lebih luas yakni pH
6.6 – 7.6. Bakteri methanogenik paling sensitif terhadap perubahan keasaman media. Pada pH
yang jauh diatas optimum dapat menyebabkan akumulasi amonia yang dapat meracuni dan
menghambat perkembangan dan aktifitas mikro organisme mencerna.
Untuk meningkatkan pH di dalam digester, perlu penambahan air kapur (Ca(OH) 2).
Penambahan kapur (CaCO3) sebanyak 1% dari bahan baku masukan dapat meningkatkan produksi gas
30%, dan memperbaiki komposisi gas dimana methan dapat meningkat dari 60% menjadi 70% dan
menurunkan karbon dioksida dari 34% menjadi 28%.

4. Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi langsung laju proses
perombakan bahan organik untuk menghasilkan Biogas. Pengaruh langsung temperatur tersebut
terutama terhadap laju pertumbuhan mikroorganisme. Produksi gas akan menurun sampai 50%
akibat perubahan temperatur dalam digester dari 37C menjadi 30C. Temperatur yang stabil
(konstan) pada selang optimum untuk masing-masing kelompok bakteri sangat penting, karena
fluktuasi temperatur yang berobah secara mendadak akan menghambat aktifitas dan pertumbuhan
bakteri. Untuk menjaga temperature tetap stabil dilakukan : 1. menanam digester dalam tanah, 2.
membungkus digester (memberi jacket), dan 3. memberi pemanas ke dalam digester.

5. Zat Toksik
Perlu diperhatikan senyawa toksik yang bercampur dengan bahan baku masukan. Senyawa
tersebut dapat bersifat menghambat aktifitas dan membunuh (racun) mikroorganisme dalam
digester. Senyawa yang dapat menjadi toksik atau menghambat adalah terjadinya gas amonia terlarut,
oksigen, antibiotika dan kation-kation. Senyawa yang banyak terpakai sekarang ini adalah berbagai
peptisida, deterjen dari bekas cucian keluarga, kaporit dan cairan pembersih.

6. Laju Pengisian Bahan Masuk Digester


Pengisian bahan baku masukkan awal adalah yang ideal sekitar 80% dari volume sumur
pencerna atau paling tidak kondisi anaerob sudah tercipta. Pengisian sumur pencerna selanjutnya

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 6


dilakukan setiap hari dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan volume digester dan
waktu retensi.
Volume digester (m3)
Laju pengisian (kg/hari) =
Waktu tinggal (hari)

7. Waktu Tinggal
Waktu yang diperlukan substrat organik tinggal dalam digester hingga terurai menjadi gas.
Umumnya waktu yang dibutuhkan untuk limbah peternakan (organik) berkisar 20-60 hari. Perbedaan
waktu retensi ini dipengaruhi suhu, pengenceran, serat kasar bahan (selulosa, hemiselulosa dan
lignin), imbangan C/N dan perkembangan mikroorganisme pencerna dalam digester.

Volume digester (m3)


Waktu tinggal (hari) =
Laju pengisian (kg/hari)

8. Pengadukan
Pengadukan media di dalam digester dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kerak pada
permukaan cairan yang dapat menghambat pelepasan gas, selain itu, untuk menghomogenkan
temperatur dan pH dalam digester, serta meningkatkan kontak antara bahan (media) dengan
mikroorganisme.

9. Starter
Untuk mempercepat proses perombakan bahan organik dapat ditambahkan mikroorganisme
ke dalam digester sebagai starter (pemacu). Ada beberapa jenis starter yang bisa didapat yaitu: starter
alami, merupakan mikroorganisme yang asalnya dari alam yang diketahui telah mengandung
sekelompok bakteri methan seperti lumpur aktif, timbunan sampah lama, timbunan kotoran hewan
dan “Sludge”; starter semi buatan, yang berasal dari sumur pencerna yang telah menghasilkan Biogas,
dan starter buatan, sumbernya sengaja dibuat dan diisolasi.

Bagaimana Memproduksi Biogas ?

1.Tipe dan Bentuk Instalasi Biodigester


Untuk menghasilkan Biogas diperlukan suatu bangunan instalasi pengolah untuk merombak
bahan organik yang kedap udara atau yang lebih dikenal dengan istilah biodigester. Secara umum
instalasi biodigester terdiri atas beberapa bagian antara lain:
a. Sumur pencerna (digester). Merupakan tempat untuk menampung dan tempat fermentasi bahan
baku limbah organik.
b. Pengumpul gas (gas holder). Pengumpul Biogas yang dihasilkan.
c. Pipa masukkan (inlet). Saluran masuk bahan baku ke dalam digester.
d. Pipa pengeluaran (outlet). Saluran pembuangan lumpur sisa (sludge).
e. Pipa penyalur Biogas. Pipa penyaluran Biogas dari instalasi ke tempat penggunaan (kompor gas
di dapur atau generator).

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 7


Instalasi biodigester dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, berdasarkan sumur pencerna
dan penampung gas yaitu : tipe kubah (doom)/tetap (fixed) dan tipe terapung (floating)
Instalasi Biogas tipe kubah (doom)/tetap (fixed) bangunan sumur pencerna menyatu dengan
tangki pengumpul gas hingga volume tetap (Gambar 3), sedangkan tipe terapung (floating) bangunan
sumur pencerna terpisah dengan tungkup pengumpul gas dimana tangki pengumpul gas ini
mengambang (floating) diatas lumpur organik di dalam sumur pencerna.

Tipe Tetap
Tipe Floating

Gambar 3. Tipe Instalasi Biodigester untuk Menghasilkan Biogas

Sistem pemasukan bahan baku ke dalam instalasi biodigester yang ada dua sistem yaitu
kontinyu dan curah. Sistem pengisian kontinyu yaitu sistem pengisian bahan baku ke dalam digester
yang dapat dilakukan setiap saat, hal tersebut dimungkinkan dengan adanya pipa masukkan (inlet)
dan pipa keluaran (outlet), dengan sistem ini akan terjadi aliran dan dorongan, sehingga bahan baku
masukkan yang baru akan mendorong keluar bahan baku yang lama (first in first out / fifo).
Bahan untuk pembuatan instalasi Biogas bisa dari metal, semen beton, fiber glass atau secara
sederhana bisa dibuat dari plastic polyethylene (Gambar 4). Untuk bahan plastik polyethylene dibuat
rangkap dua agar lebih kuat dan tidak mudah bocor. Ukuran panjang sesuai kebutuhan dan
ketersediaan lahan, bagian penampung gas terpisah (Gambar 5). Kelengkapan lain yang juga dapat
ditambahkan untuk optimalisasi produksi dan penggunaan Biogas adalah pengaduk pada digester,
pengaman gas, dan pemurni Biogas (untuk menangkap H2S dan CO2).

Instalasi semen

Instalasi

fiber glass

Gambar 4. Instalasi Biogas Bahan Semen Beton dan Fiber Glass

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 8


2. Volume Biodigester
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menghitung besarnya volume biodigester yaitu
berdasarkan kebutuhan gas atau volume limbah yang akan diolah.
Contoh 1 :
Menurut FAO kebutuhan Biogas untuk memasak keluarga petani (4-6 orang anggota keluarga)
sebanyak 2 m3 per hari. Berapa besar volume biodigester yang harus dibuat ?.
Perhitungan:
• Untuk menghasilkan Biogas 2 m3 per hari dibutuhkan 2 m3 /0.08 m3/kg = 25 kg kotoran sapi.
• Volume sumur pencerna = (25 kg + (2 x 25 kg)) x 20 hari = 1500 kg = 1,5 m3 ≈ 2 m3.
• Volume penampung gas = 40% dari sumur pencerna = 40% x 2 = 0,8 m3 .
• Total Volume biodigester = 2 m3 + 0,8 m3 = 2,8 m3 ≈ 3 m3 .
• Jumlah ternak = 25 kg /10 kg/ekor = 2,5 ekor ≈ 3 ekor.

Contoh 2 :
Suatu peternakan mempunyai 10 ekor sapi potong. Berapa besar volume instalasi
biodigester yang harus dibuat ?.
Perhitungan:
• Jumlah kotoran per hari = 10 ekor x 10 kg/ekor/hari = 100 kg/hari
• Volume sumur pencerna = (100 kg + (2 x 100 kg)) x 20 hari = 6000 kg = 6 m3 .
• Produksi Biogas per hari = 100 kg x 0,08 m3 /kg = 8 m3
• Volume penampung gas = 40% dari sumur pencerna = 40% x 6 m 3 = 2.4m3 .
• Total Volume biodigester = 6 m3 + 2.4 m3 = 8.4 m3.

3. Penempatan Instalasi Biogas


Penempatan instalasi biodigester akan sangat
mempengaruhi dalam operasional instalasi
biodigester. Instalasi biodigester diharapkan di
tempatkan pada bagian rendah dan ditanam dalam
tanah, dengan lobang inlet menyatu dengan ujung
saluran pembuangan dari kandang (Gambar 6).
Dengan demikian diharapkan setiap hari begitu Gbr 5.Penempatan Instalasi Biogas dekat
membersihkan kandang, limbah akan secara otomatis Kandang
mengalir masuk ke dalam digester mengikuti aliran air
secara gravitasi. Sehingga tidak diperlukan lagi tenaga untuk mengangkut kotoran ke dalam digester.
Antara pipa masukkan (inlet dengan saluran pembuangan dari kandang ada celah yang kosong agar
bahan baku berupa kotoran ternak yang masuk ada daya dorong berupa jatuhan kotoran.

Produksi dan Penggunaan Biogas


Dari waktu pengisian awal bahan organik ke dalam instalasi biodigester setelah tercipta
suasana kedap udara, rata-rata 14 hari kemudian Biogas sudah dihasilkan dan dapat dinyalakan.
Cepat lambatnya Biogas dapat dinyalakan tergantung dari komposisi CH 4 dan CO2 dihasilkan.
Komposisi Biogas sangat tergantung dari bahan organik masukkan yang dirombak (lignin, selulosa,

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 9


atau hemiselulosa), imbangan C/N dan aktivitas mikroorganisma. Produksi Biogas sangat tergantung
dari kondisi dalam proses perombakan dan bahan organik yang dirombak. Produksi Biogas dari ternak
seperti pada Tabel 3.

Table 3. Produksi Kotoran dan Biogas dari Beberapa Ternak

Produksi Kotoran
Kotoran Produksi Gas (m3/kg)
(kg/ekor/hari)
Sapi dan Kerbau 10 – 25 0.023 - 0.080
Babi 1.2 – 3 0.040 - 0.110
Ayam 0.12 – 0.15 0.065 – 0.126

Pemanfaatan Biogas sudah banyak dilakukan diluar negeri terutama di China dan India.
Gambar 7 penggunaan biodigester sebagai penghasil Biogas bagi kebutuhan rumah tangga.

Gambar 6. Penggunaan Biogas sebagai Sumber Energi Rumah Tangga

Bahan bakar gas dapat digunakan sebagai sumber energi untuk berbagai macam keperluan
seperti memasak, penerangan, pemanas, atau menggerakan generator listrik. Untuk memasak dapat
dibuat kompor sederhana atau dapat juga digunakan kompor gas LPG yang telah dimodifikasi, dan
penerangan dapat menggunakan lampu petromaks yang dimodifikasi atau listrik dari generator yang
menggunakan Biogas sebagai bahan bakar. Perbandingan kesetaraan Biogas sebagai sumber energi
dengan sumber energi lain seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Kesetaraan 1 m3 Biogas dengan Sumber Energi Lain

Sumber Energi Kesetaraan Satuan


Elpiji 0,46 Kg
Minyak tanah 0,62 Liter
Minyak solar 0,52 Liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu bakar 3,50 kg
Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 10
a. Biogas pengganti minyak tanah
Berdasarkan kebutuhan (Deptan RI), satu rumah tangga dengan 4-6 orang anggota keluarga
memerlukan 1.24 liter minyak tanah per hari. Jadi dalam satu bulan satu rumah tangga petani
membutuhkan 37.2 liter minyak tanah (1.24 liter x 30 hari) setara dengan Rp 110.600,- (harga minyak
tanah Rp 3.000) dan dalam satu tahun setara Rp 1.339.200 (uang yang dapat dihemat). Penggunaan
setiap 1 m3 Biogas setara dengan 0,62 liter minyak tanah, maka berdasarkan kebutuhan keluarga
1.24 liter minyak tanah per hari, maka dibutuhkan Biogas sebanyak 2 m 3 setiap harinya (sama seperti
kebutuhan Biogas menurut FAO), yang dapat diperoleh dari 3 ekor sapi (1 kg sapi menghasilkan 80
liter Biogas). 3 x 10 x 60 l = 2.400 liter.
Berdasarkan kebutuhan (Dept. ESDM), satu rumah tangga memerlukan 3.75 liter minyak
tanah per hari. Jadi dalam satu bulan satu rumah tangga petani membutuhkan 112 liter minyak tanah
(3.75 liter x 30 hari) setara dengan Rp 336.000,- (harga minyak tanah Rp 3.000) dan dalam satu tahun
setara Rp 4.032.000 (uang yang dapat dihemat). Berdasarkan kebutuhan minyak tanah keluarga per
hari menurut ESDM sebesar 3.75 liter minyak tanah per hari, maka dibutuhkan Biogas sebanyak 6.03
m3 setiap harinya, yang dapat diperoleh dari 8 ekor sapi.

b. Biogas sebagai bahan bakar generator listrik


Mesin generator listrik yang menggunakan
bahan bakar gas (LPG, gas alam, dan Biogas) sudah
banyak tersedia di pasaran, dari kapasitas kecil 500
watt, 750 watt, 2000 watt hingga sampai megawatt
(Gambar 8). Kebutuhan Biogas untuk menggerakkan
generator listrik kurang lebih 1 m3 untuk setiap 1 kwh.
Jadi untuk mesin generator listrik 500 watt
membutuhkan Biogas sebanyak 0.5 m3/jam. Mesin
generator listrik 500 watt karena tanpa sistem
Gbr7. Generator Listrik Bahan Bakar Biogas
pendingin hanya dapat dijalankan selama 5 jam per
periode. Artinya untuk keluarga petani di daerah yang
belum terjangkau aliran listrik, generator listrik dapat dijalankan dari pukul 18.00 hingga 23.00.

Pengaman Biogas
Untuk menghindari produksi gas yang berlebihan sehingga tidak dapat ditahan oleh
penampung gas, maka perlu dibuatkan suatu pengaman gas yang sederhana. Pengaman gas bisa
dibuat dari bahan paralon maupun selang plastik bening (Gambar 9).

Selang
plastik
Diisi air
warna

Gambar 8. Pengaman Biogas (a) bahan paralon dan (b) bahan selang plastik

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 11


Keuntungan Penerapan Biogas
Beberapa keuntungan dari penerapan teknologi Biogas dengan proses perombakan bahan
organik secara anaerobik, terutama bila bahan organik tersebut berupa limbah atau sampah.
a. Pengurangan Pencemaran
Terjadi penurunan jumlah padatan kerena terjadinya degradasi senyawa kompleks menjadi
senyawa-senyawa sederhana. Penurunan nilai BOD hingga 70-85% dan COD hingga 60% (Tabel 5).
Tabel 5. Perbandingan Perombakan Secara Anaerobik dan Aerobik terhadap Kontrol Polusi
Parameter Aerobik Anaerobik
Karakteristik limbah yang BOD rendah (100-2000 mg/l) BOD tinggi (1000-100.000 mg/l)
diolah Padatan rendah (0-500 mg/l) Padatan tinggi (2-20%)
Pengurangan pencemar BOD 80-95% BOD 70-85%
COD 70-90% COD 69%
Kualitas air limbah BOD rendah, BOD tinggi
Produksi Lumpur buangan Jumlah besar Jumlah kecil
Kandungan butrisi N rendah dan P tetap N dan P tetap

b. Kontrol Bau
Protes masyarakat terhadap keberadaan peternakan terutama diakibatkan oleh bau yang
ditimbulkan dari lingkungan peternakan dibanding dengan bentuk polusi lainnya. Bau yang dihasilkan
dari perombakan kotoran biasanya disebabkan oleh lepasnya ammonia, asam lemak terbang dan
sulphida. Sulphida merupakan gas yang sangat berbau (evil odors) yang dihasilkan dari sulfur. Pada
penyimpanan terbuka bau ini akan lepas ke udara dan menyebabkan polusi bau, sedangkan bila
penyimpanan pada tangki anaerobic bau dan gas akan tersimpan dalam penampung gas.

c. Peningkatan Kesehatan Masyarakat


Berbagai limbah seperti kotoran ternak maupun manusia dapat merupakan “carrier” berbagai
parasiter yang bersifat patogen bagi tanaman, ternak dan manusia. Upaya mengurangi dan
membunuhnya dengan menciptakan kondisi media yang tidak sesuai dengan mikroorganisme
patogen. Kondisi anaerob akan dapat mengurangi dan membunuh berbagai parasit. Penerapan
teknologi Biogas akan meningkatkan kesehatan lingkungan, karena setelah mengalami fermentasi
menunjukan bahwa hampir 99 persen telur schistosome dan hookworm dan larva menurun drastis
sampai hampir tidak ada.

d. Energi Bersih Nilai Kalor Tingkat Tinggi dan Efisien


Produk Biogas yang dihasilkan sebagai sumber energi bersih, bernilai kalor dan efisiensi
pemanfaatannya cukup tinggi bila dibandingkan dengan sumber energi lain (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai Kalor serta Efisiensi Penggunaan Berbagai Sumber Energi


Jenis energi Satuan Nilai Kalor (Kkal) Tingkat efisiensi (%)
Listrik KWH 860 80

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 12


Jenis energi Satuan Nilai Kalor (Kkal) Tingkat efisiensi (%)
Gas kota M3 3600 50
Elpiji Kg 12040 50
Biogas* M3 4800-6700 50
Minyak tanah Kg 10500 50
Arang kayu Kg 7000 35
Kayu bakar Kg 3500 18
Serbuk kayu Kg 3200 15
Sumber : Siti Madanijah (1982) ; * Harahap F., dkk. (1978)

Hasil akhir pembakaran Biogas sebagai sumber energi tidak menimbulkan sisa pembakaran
yang dapat menimbulkan pencemaran, karena pembakarannya sangat sempurna. Pembakaran tidak
membentuk jelat, dan tidak timbul asap, yang mengotori bagian dapur maupun perabot tumah
tangga. Gas methan murni mempunyai nilai kalor 8900 k kal/m3. Pemanfaatan gas sebagai bahan
bakar dengan kompor yang sudah lajim digunakan oleh keluarga telah memberi efisiensi panas lebih
tinggi dibanding efisiensi panas dari minyak tanah, arang kayu dan kayu bakar.

e. Pupuk Organik Berkualitas Baik


Lumpur keluaran dari instalasi biodigester merupakan bahan organik yang stabil, bebas
bakteri patogen dan tidak berbau. Lumpur buangan mengandung unsur hara N dan P lebih baik dari
pada kotoran segar, yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Lumpur buangan dapat digunakan
langsung ataupun disaring sebagai pupuk padat dan
Lumpur bagian cair sebagai pupuk cair (Gambar 10).
Padatan ditumpuk dibawah naungan untuk
dikeringkan. Sedangkan bagian yang cair
dimasukkan ke dalam tong-tong plastik yang
Gambar 9. Pemanfaatan Lumpur Buangan sebagai
selanjutnya akan diolah fermentasi lanjut dengan
Pupuk Organik
penambahan bahan organik yang mempunyai
kandungan mineral dan protein tinggi, selanjutnya setelah fermentasi disaring kemudian diberi aliran
udara dengan aerator untuk menghilangkan bau dan gas-gas lain.
Untuk meningkatkan kualitas pupuk organik yang dihasilkan maka perla penambahan bahan-
bahan yang mengandung mineral baik makro maupun mikro mineral. Bahan-bahan yang ditambahkan
juga berupa limbah-limbah peternakan yang kaya akan unsur hara seperti tepung darah, tepung
tulang, tepung kerabang telur, dan urine ternak maka akan diperoleh pupuk organik padat dan cair
yang lebih bermutu baik. Pupuk organik yang dihasilkan dikemas untuk di pasarkan, pupuk
padat dikemas dalam kantong plastik yang diberi label. Sedangkan pupuk cair dikemas dalam botol
yang dilengkapi dengan label (komposisi, cara penggunaan, diproduksi, nama).

Biaya Pembuatan Biodigester


Biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit biodigester tergantung dari tipe dan
kapasitas biodigester, bahan yang digunakan dan harga bahan.

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 13


Penutup
Teknologi Biogas dapat memberikan tiga manfaat yaitu lingkungan menjadi bersih dan sehat,
dihasilkannya sumber energi, dan pupuk organik yang bernilai guna.

Latihan soal
1. Apa yang kamu ketahui dengan :
a. biogas
b. teknologi biogas
2. Sebutkan 4 (empat) faktor yang mempengaruhi proses pembentukan biogas dan jelaskan masing-
masing!
3. Jelaskan istilah-istilah berikut ini :
a. digester
b. gas holder
c. inlet
d. outlet
e. sludge
4. Apa manfaat dari bahan bakar gas dari proses biogas? Sebutkan 3!
5. Apa keuntungan penerapan biogas? Sebutkan 5!

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 14


4. TEKNOLOGI BRIKET (BIOARANG) KOTORAN SAPI

Bioarang menjadi salah satu cara pemanfaatan kotoran sapi yang cukup efektif. Bioarang sendiri
adalah arang yang diperoleh dari pembakaran biomassa kering dengan sistem tanpa udara. Kotoran
sapi adalah salah satu bahan bakar dalam pembuatan bioarang. Untuk membuat bioarangdapat dibuat
dari bahan organik berupa sisa tumbuhan dan hewan lain.

Pemanfaatan kotoran sapi menjadi bioarang dapat mengurangi pencemaran yang dihasilkan oleh
kotoran ternak. Selain itu, ada banyak keunggulan bioarang ini dibandingkan dengan arang
kebanyakan.

Keunggulan briket (bioarang) kotoran sapi adalah :


1. Dari segi bentuk dan ukuran, bioarang memiliki bentuk dan ukuran yang seragam. Hal ini
karena proses pembuatannya dengan cara dicetak sehingga hasilnya pun serupa.
2. Penampilan bioarang juga lebih menarik pembeli.
3. Dari segi panas yang dihasilkan, bioarang memiliki panas hasil pembakaran yang lebih tinggi.
Selain itu, asap yang dihasilkan justru lebih sedikit.
4. Proses pembuatan bioarang dari kotoran sapi juga lebih ramah lingkungan.

Pembuatan bioarang dilakukan dengan dua garis besar, yakni pembuatan briket dan pengarangan.
Tahapan pertama dilakukan dengan menggumpulkan bahan baku terlebih dahulu, yakni berupa
kotoran sapi ternak.

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 15


5. KOMPOS/PUPUK ORGANIK PADAT

1. Pengertian Kompos/Pupuk Organik


Kompos/pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman atau/dan kotoran
hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya
dengan mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah dan
mempebaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Kompos/pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan atau
manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos yang baik berbentuk cair maupun
padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga
perlu diberikan dalam jumlah banyak. Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki
kesuburan kimia, fisik dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.

2. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Kompos/Pupuk Organik


Faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos antara lain
a) Bahan baku: kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N.
Semakin mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Salah
satu contoh perhitungan nilai bagi C/N rata –rata 10 – 12. Perbandingan dari C/N humus
dapat diperhitungkan dari berbagai senyawa yang menyusun humus.
Humus tanah rata-rata mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Bahan Komposisi Kandungan C
Lignin 45% 28.80%
Protein 35% 17.80%
Karbohidrat 11% 4.84%
Lemak,Damar & lilin 3% 2.10%
Tidak diketahui 6% 3.00%
Total 100% 56.24%

Total kandungan karbon dalam humus adalah 56.24 %. Sementara itu Kadar N dalam protein
16%, sedangkan humus mengandung 35% protein, Jadi kadar N dalam humus adalah 35 X 0.16
= 5.6 %
Oleh karena itu bagi hasil C/N rata-rata adalah 56.24/5.6 = 10.04 %. Hubungan C dan N ini di
dalam humus berada dalam keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 sampai 12.
Oleh karena itulah nilai C/N ratio 10-12 ini dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan
kompos. Dari hasil penelitian dan uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk
mendapatkan C/N ratio 10-12 maka diperlukan campuran bahan baku dengan C/N ratio 30.
b) Suhu : menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal (40 – 50º C) sangat penting dalam
pembentukan kompos. Salah satu caranya dengan menimbun ketinggian 1,25 – 2 m.
c) Nitrogen : zat ini sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak, bila
bahan kandungan N rendah tidak menghasilkan panas dan pembusukan bahan menjadi
terlambat.

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 16


d) Kelembaban : Di dalam timbunan kompos perlu di jaga kelembabannya, bola terlalu becek
berakibat volume udara berkurang, sehingga perlu pembalikan semakin kering (Murbandono,
2001).

3. Jenis Aktifator dan Prinsip Dekomposisi


a. Jenis Aktivator
Dalam proses pembuatan kompos ada beberapa aktivator antara lain :
- Orgadec, - Stardec, - EM4, - Harmony, - Fix – up plus, - Superdegra dll.
1) EM (Effective Mikroorganisme) merupakan suatu kultur campuran mikroorganisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. EM adalah suatu teknologi
budidaya pertanian untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah. EM4 terdiri dari
bakteri penghasil asam laktat, bakteri fotosintetik, actinomicetes, ragi dan jamur.
Mikroorganisme yang terkandung di dalam EM ini secara aktif mengatur mikroorganisme
yang terdapat di dalam tanah untuk meningkatkan aktivitasnya dan menyuburkan tanah
secara sinergisme (Wibisono, 1995)
2) Stardec: merupakan starter mikroba untuk dekomposisi limbah yang berasal dari isolasi
mikroba rumen, kolon sapi, tanah hutan yang diperkaya dengan inner rhizophere akar
tanaman graminae yang kaya akan mikroba lignoliti, selulotik, proteolitik dan aminolitik
serta mikroba fiksasi nitrogen non simbiosis yang dikembangkan pada media tertentu.
Daya dekomposisi stardec menjadikan limbah/kotoran ternak yang mulanya memiliki nilai
rendah mampu diubah menjadi barang bernilai tinggi dan berdaya guna. Proses
penguraian unsur unsur yang terdapat dalam limbah dilakukan bahu-membahu antar
mikroorganisme yang terkandung dalam stardec. Selama lima minggu proses dekomposisi,
akan diperoleh pupuk organik yang berkualitas. Proses dapat dipercepat dengan
peningkatan frekuensi pembalikan. Prinsip dasar proses dekomposisi menggunakan
stardec adalah merubah limbah organic menjadi PLANT NUTRIENT.
3) Supedegra merupakan organisme utama: Lactobasillus sp, Streptomicetes sp, Acetybacter
sp, Actynomycetes sp, Rhizobium sp, Mould dan Yeast.
Keunggulan: :
1. Mampu mempercepat proses dekomposisi limbah dan sampah organic.
2. Mempercepat pengomposan/pelepasan unsur hara
3. Menekan aktifitas mikro-organisme patogen/penyakit
4. Meningkatkan persediaan nutrisi tanaman dengan mengaktifkan biota tanah yang
menguntungkan
5. Menetralisir kadar ph dan kadar racun akibat residu kimia dalam tanah
6. Media penghantar fermentasi terbaik

b. Bahan Baku
Bahan baku kompos / pupuk organik meliputi :
1. Limbah pertanian (jerami, sisa pakan hijauan ternak, sekam, serbuk gergaji, daun –
daunan kering, cabang/ranting, dll)
2. Kotoran ternak ( sapi, kambing, domba, ayam, itik, mentok, kelinci dll)
3. Aktivator (Orgadec, Stardec, EM4, Harmony, Fix – up plus, Superdegra, dll)

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 17


4. Air (air tanah)
5. Molases/gula pasir
6. Arang sekam / abu dapur
7. Dolomit / kapur tohor yang sudah mati.
Peralatan yang diperlukan dalam pengolahan kompos :
Mesin pemotong/pencacah, - Sekop, - Cangkul, - Ember, - Pengayak, - Sepatu boot,
karung goni/plastik terpal, Tempat pengomposan.

4. Teknik Pengomposan/ Mengolah Kompos/Pupuk Organik


Proses pengomposan ada dua cara yaitu :
1. Proses alami : pembuatan kompos berjalan secara sendiri, dengan sedikit atau tanpa campur
tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan, menyusun bahan, untuk
selanjutnya proses composting berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat secara alami
memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai 3 – 4 bulan bahkan mencapai 6
bulan dan lebih.
2. Proses campur tangan manusia : Pembuatan kompos yang sejak penyiapan bahan (pengadaan
bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan
temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan
dibawah pengawasan manusia.

5. Ciri – ciri kompos yang sudah jadi :


a) Warna : warna kompos biasanya coklat kehitaman
b) Aroma : kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan
aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus.
c) Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan mengumpal. Apabila ditrekan dengan lunak,
gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

Penyimpan kompos setelah jadi adalah : kompos sebaiknya disimpan sampai 1-2 bulan untuk
mengurangi unsur beracun, ada sedikit penurunan unsur hara terutama N. Untuk mengurangi
hal tersebut perlu diperhatikan hal –hal sebagai berikut :
a) Jaga kelembabanya jangan sampai kurang 20 % dari bobot
b) Jangan sampai kene matahari langsung (ditutup)
c) Jangan sampai kena air/ hujan secara langsung (ditutup)
d) Bila dikemas pilih kemasan yang kedap udara dan tak mudah rusak (tidak tembus cahaya lebih
baik).

6. Prinsip Pemanfaatan Pupuk Organik


✓ Menyehatkan Lingkungan
Sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos atau pupuk organik. Daur ulang sampah
organik menjadi pupuk tidak saja menyuburkan tanaman tetapi juga turut menyehatkan
lingkungan.
✓ Revitalisasi Produktivitas Tanah

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 18


Pupuk organik membantu proses pertumbuhan dengan prisip kerja holistik yaitu membantu
kebutuhan fisik, kimia dan biologis.

➢ Menggemburkan tanah
➢ Memperbaiki airasi dan drainase
➢ Meningkatkan peningkatan antar partikel
Fisik ➢ Meningkatkan kapasitas pengikat
➢ Mencegah erosi dan longsor
➢ Merevitalisasi daya olah tanah
❖ Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
Kimia ❖ Meningkatkan ketersediaan unsur hara
❖ Meningkatkan proses pelapukan bahan mineral
Menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme tanah seperti fungi,
Biologis bakteri serta mikroorganisme menguntungkan lainya, sehingga
perkembqangan lebih cepat

✓ Menekan Biaya
Penggunaan pupuk organik lebih murah dibandingkan pupuk buatan. Pada penggunaan
jangka panjang akan meringankan biaya pengolahan lahan.
✓ Meningkatkan Kwalitas produk
Pada dasarnya tanaman yang diberikan pupupuk organik bisa lebih berkwalitas. Tanaman
sayuran yang dipupuk dengan pupuk organik akan lebih segar dan enak, daya simpannya lebih
lama.

7. Soal Latihan

1. Menurut Anda apa yang dimaksud dengan pupuk organik?


2. Apa saja faktor yang mempengaruhi penguraian kompos/pupuk organik?
3. Sebutkan apa saja prinsip dekomposisi?
4. Jelaskan standart mutu kompos/pupuk organik yang baik!
5. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos/ pupuk organik!
6. Menurut Anda apa perbedaan proses alami dengan proses campur tangan manusia
dalam proses pembuatan kompos?
7. Bagaimana standart mutu kompos/ Pupuk organik yang baik dan benar?
8. Jelaskan mengapa pupuk organik bisa menyehatkan lingkungan!
9. Biaya dapat ditekan dengan penggunaan pupuk organik jelaskan!
10. Bagaimana cara mengurangi unsur beracun dalam pupuk organik?

Penanganan Limbah Padat, Materi ATR Perah dan Pedaging 19

Anda mungkin juga menyukai