Anda di halaman 1dari 67

PANDUAN PRAKTIS

PENGGUNAAN KLINIS
OBAT PSIKOTROPIK
(PSYCHOTROPIC MEDICATION)

EDISI KETIGA

DR. RUSDI MASLIM, Sp.KJ


KATA PENGANTAR

Dengan bergulirnya waktu, tanpa disadari buku Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik telah sampai pada edisi ketiga tahun 2007 dalam kurun waktu sekitar lima tahun. Serial ini
berupaya mengikuti kebutuhan yang berkembang di kalangan para praktisi kedokteran yang
merasakan manfaat langsung dengan adanya buku panduan praktis sbagai pegangan klinis dalam
praktek mereka sehari-hari.
Kami menerima banyak masukan, kritik, komentar, dan saran dari teman sejawat yang telah
membaca buku ini. Kesemuanya kami terima dengan senang hati dan tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih atas perhatian dan partisipasi-nya utnuk perbaikan dan peningkatan mutu,
sehingga benar-benar mencapai sasaran yang diinginkan.
Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya buku ini adalah agar terwujud suatu “alih
pengetahuan dan keterampilan” (transfer of knowledge and skill) dari profesi Psikiatri yang sedang
berkembang pesat di Indonesia dan makin hari makin dirasakan urgensi-nya dalam menunjang
peningkatan mutu pelayanan kesehatan umum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa gangguan kesehatan jiwa makin meningkat seirama
dengan perubahan-perubahan yang cepat dalam tata kehidupan masyarakat, dan sebagian besar
bermanifestasi dalam gangguan kesehatan fisik yang membawa mereka datang ke instansi
pelayanan kesehatan umum (rumah sakit umum, puskesmas, dokter praktek umum, dll). Sehingga
tenaga medik tersebut membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi dan
menanggulangi masalah kesehatan jiwa tersebut.
Adanya buku sederhana ini kiranya dapat menyumbangkan sesuatu bagi peningkatan mutu
pelayanan kesehatan umum dan secara tidak langsung membawa manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Namun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih mungkin ada kekurangan
disana-sini. Untuk itu kami terbuka dan dengan senang hati menerima kritik-kritik serta saran-saran
untuk perbaikan buku ini lebih lanjut, khususnya dari sejawat profesi Psikiatri.
Akhir kata, kami juga ingin menyamnpaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga memungkinkan penerbitan buku ini sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan dan akhirnya sampai ke tangan sejawat profesi pelayanan kesehatan.

Jakarta, Januari 2007


Dr. Rusdi Maslim, Sp.KJ

2|Halaman
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
PANDUAN UMUM........................................................................................ 6
PENGGOLONGAN OBAT PSIKOTROPIK .................................................. 14
OBAT ANTI-PSIKOSIS ................................................................................ 18
OBAT ANTI-DEPRESI ................................................................................. 27
OBAT ANTI-MANIA ...................................................................................... 34
OBAT ANTI-ANXIETAS ............................................................................... 40
OBAT ANTI-INSOMNIA ............................................................................... 46
OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF ............................................................ 50
OBAT ANTI-PANIK ...................................................................................... 55
DOEN PSIKOFARMAKA.............................................................................. 61
DAFTAR PSIKOTROPIKA UU NO. 5/1997 .................................................. 63
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................... 66
CURRICULUM VITAE .................................................................................. 67

3|Halaman
PENDAHULUAN

Sejak dekade 1980-1990-an banyak sekali perkembangan baru di bidang


Psikofarmakologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari obat-obatan yang
berpengaruh terhadap fungsi-fungsi mental dan perilaku (psychoactive drugs), yang
bisa dipantau dengan banyaknya masuk obat-obatan golongan tersebut dalam
pasaran farmasi indonesia. Dengan sendirinya akan diikuti gencarnya promosi dari
perusahaan farmasi tersebut, dengan menggunakan macam-macam dalih yang
memperkuat dukungan untuk menggunakan obat tersebut.
Disatu pihak memang ada kebutuhan dan pasar akan obat-obat psikotropik
tersebut oleh karena meningkatnya kasus-kasus gangguan kesehatan jiwa, tetapi
dipihak lain banyak dokter-dokter tidak siap dengan pengetahuan dan keterampilan
dalam menggunakan obat-obat tersebut yang disebabkan oleh materi pelajaran
sewaktu menjadi mahasiswa kedokteran sudah ketinggalam zaman (out of date).
Misalnya, banyak yang masih menganut konsep lama yang menganut obat
psikotropik sebagai “tranquilizer” (Obat penenang) sehingga membagi obat
psikotropik menjadi “major & minor tranquilizer” (obat penenang berat dan ringan).
Sebagai dampak lebih lanjut, seolah-olah terapi obat psikotropik hanya
“menenangkan” bukan memullihkan atau meningkatkan kualitas hidup pasien. Pada
hal efek sedatif tersebut adalah efek sekunder (efek samping) dari obat psikotropik
tersebut, sedangkan efek primernya dapat memulihkan kondisi klinis gangguan
kesehatan jiwa tertentu yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
Belum lagi cara penggunaan obat psikotropik yang tidak tepat, misalnya
dalam penentuan dosis, indikasi, lama pemberian, campuran berbagai obat
psikotropik (polifarmasi), interaksi dengan obat lain, dan keadaan yang merupakan
kontraindikasi, sehingga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat psikotropik tersebut (ketergantungan obat, efek samping,
intoksikasi, dll).
Disamping itu, ada kenyataan dalam masyarakat yang menyalahgunakan
obat psikotropik untuk kepentingan sendiri (non medical use) yang menyertai
berbagai masalah sosial, seperti tindakan kriminal dan kenakalan remaja,
menyebabkan timbul pandangan yang mengkhawatirkan manfaat kehadiran obat
psikotropika dan menimbulkan “citra buruk” dari obat tersebut. Sehingga timbul

4|Halaman
keinginan pihak yang berwenang mengendalikan secara ketat pemakaian obat anti
psikotropik.
Miskonsepsi dan salah kaprah tersebut membawa banyak sekali kerugian
dan dampak negatif terhadap taraf kesehatan masyarakat yang membutuhkan
maupun kualitas profesional praktek kedokteran.
Keadaan tersebut sebenarnya bisa dihindari apabila dokter-dokter
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang benar sesuai dengan
perkembangan dan temuan mutakhir di bidang psikofarmakologi.
Panduan praktis yang dipaparkan buku sederhana ini merujuk pada literatur
yang mutahir, disesuaikan dengan obat psikotropik yang beredaar di Indonesia, dan
disajikan sesederhana mungkin untuk tujuan-tujuan klinis praktis, sehingga
diharapkan dapat menjadi pegangan klinis bagi dokter-dokter yang mau tidak mau
pasti dihadapkan pada penggunaan obat psikotropik dalam kegiatan prakteknya
sehari-hari.

5|Halaman
PANDUAN UMUM
1. Perbedaan Obat Psikotropik dan Narkotik.

Obat Psikotropik = Psikotropika


Adalah obat yang berkerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP)
dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and
behavior alteing drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik
(psychotherapeutic medication).

Obat Narkotik = Narkotika


Adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP)
dan mempunyai efek utama terhadap penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, dan mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (altered reaction
to the painful stimulus), digunakan untuk analgesik, antitusif, antispasmodik, dan
premedikasi anestesi dalam praktek kedokteran.
Menurut undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, yang
tergolong narkotika adalah : Opioid, kokain, ganja (bahan alami, sintetik, semi-
sintetik, derivat dan garam-garamnya): Sedangkan secara medik, yang tergolong
narkotika hanya golongan Opioid (misalnya : morfin, petidin, kodein, papaverine).
Di dalam PPDGJ-II (Pedoman Penggolongan dan Diagnoiss Gangguan Jiwa
di Indonesia, Edisi ke III, 1993 yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pelayanan
Medik, Departemen Kesehatan RI) terdapat kategori diagnosis F10-F19 “Gangguan
Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif”. Yang termasuk zat
psikoaktif (zat yang mempengaruhi aktivitas mental dan perilaku) disini adalah :
alkohol, opioida, kanabinoida, sedativa atau hipnotika, kokain, stimulansia,
halusinogenika, tembakau, pelarut yang mudah menguap, dan zat psikoaktif lainnya.
Jadi obat psikotropik dan narkotik tersebut diatas termasuk salah satu zat
psikoaktif. Namun demikian harus dibedakan pula dengan zat adiktif, yaitu zat
yang dapat menimbulkan sindrom ketergantungan. Tidak semua zat psikoaktif
adalah zat adiktif. Di dalam PPDGJ-III terdapat pula kategori diagnosis F55
“Penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan”, misalnya obat
antidepresi dan neuroleptika.

6|Halaman
Secara legal, seeperti pada “United Nation Convention on Psychotropic
substances 1971” digunakan istilah zat psikotropik (Psychotropic substance) yang
bermakna sama dengan zat psikoaktif.

2. Risiko penyalahgunaan obat psikotropik


Obat psikotropik, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah
(misuse) atau disalah-gunakan (abuse) berisiko menyebabkan timbulnya gangguan
jiwa yang menurut PPDGJ-III termasuk kategori diagnosis F10-F19 Gangguan Mental
dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif”.

Gangguan Mental dan Perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk sebagai
berikut :
a. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)
- Berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis
yang berbeda)
- Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan efek primer dari zat (dapat
terjadi efek paradoksal)
b. Penggunaan yang merugikan (Harmful use)
- Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat berupa fisik
dan atau mental)
- Belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan
- Sudah ada hendaya psikososial sebagai dampaknya
c. Sindrom ketergantungan (dependence syndrom)
- Adanya keinginan yang amat kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan
zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek
psikoaktif dari zat tersebut.
- Terdapat kesulitan untuk menguasi perilaku menggunakan zat, baik
mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya (loss
of control).
- Penghentian atau pengurangan penggunaan zat menimbulkan keadaan putus
zat, dengan perubahan fisiologis tubuh yang sangat tidak menyenangkan,
sehingga memaksa orang tersebut menggunakan zat tersebut lagi atau yang
sejenis untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut..

7|Halaman
- Terjadi peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan untuk memperoleh
efek yang sama (gejala toleransi)
- Terus menggunakan zat meskipun individu menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya.
d. Keadaan putus zat (withdrawal state)
- Gejala-gejala fisik dan mental yang terjadi pada penghentian pemberian zat
sesudah suatu penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu
panjang dan/atau dosis tinggi.
- Bentuk dan keparahan gejala tersebut tergantung pada jensi dan dosis zat
yang digunakan sebelumnya.
- Gejala putus zat tersebut mereda dengan meneruskan penggunaan zat
- Salah satu indikator dari sindrom ketergantungan
e. Gangguan psikotik (psychotic disorder)
- Sekelompok gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah
penggunaan zat psikoaktif
- Ditandai oleh halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan/atau “ideas of
reference” (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang
seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran, gangguan psikomotor
(excitement atau stupor) dan efek yang abnormal yang terentang antara
ketakutan yang mencekam sampai ke kegembiraan yang berlebihan.
- Pada umumnya kesadaran jernih
- Variasi pola gejala dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian
pengguna zat.
f. Sindrom Amnesik (Amnesic Syndrome)
- Terjadi hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang
menonjl, kadang-kadang terdapat gangguan daya ingat jangka panjang
(remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih
baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya masih baik.
- Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis,
meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa, dll)
- Keadaan kesadaran jernih
- Perubahan kepribadian yang sering disertai keadaan apatis dan hilanya
inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.

8|Halaman
3. Orientasi pada gejala sasaran (target syndrome oriented)
Penggunaan klinis obat psikotropik ditujukan untuk meredam (supression) gejala
sasaran tertentu dan pemilihan jenis obat disesuaikan dengan tampilan gejala
sasaran yang ingin ditanggulangi.
Jenis Obat Gejala Sasaran
Anti-psikosis Psikosis
Anti-depresi Depresi
Anti-mania Mania
Anti-anxietas Anxietas
Anti-insomnia Insomnia
Anti-obsesif kompulsif Obsesif kompulsif
Anti-panik Panik
Untuk itu dibutuhkan ketetapan menentukan “Diagnosis” dari Sindroma Klinis yang
menjadi sasaran terapi. Sebagai panduan pada setiap topik bahasan Obat
Psikotropik pada buku ini, diberikan “Butir-butir Diagnostik” sebagai pegangan klinis
untuk menentukan “Diagnosis” dari Sindroma klinis tersebut (Psikosis, Depresi,
Mania, Anxietas, Insomnia, Obsesif Kompulsif, Panik).
Penggolongan obat psikotropik berdasarkan orientasi pada gejala sasaran tersebut
diatas sejalan (mempunyai padanan) dengan penggolongan “WHO-Revised List of
Essential Drugs, 1994” sebagai berikut:
Section 24 Psychotherapeutic Drugs Obat psikotropik
24.1 Drugs used in psychotic disorders Anti-psikosis
24.2 Drugs used in mood disorders Anti-depresi
Anti-mania
24.3 Drugs used in sedation and generalized Anti-anxietas
anxiety disorders Anti-insomnia
24.4 Drugs used in obsessive compulsive Anti-obsesif
disorders and panic attacks kompulsif
Anti-panik

4. Perbedaan Efek Primer dan Efek


Efek klinis terhadap “target synrome” Efek Primer, sedangkan efek samping-nya
disebut Efek Sekunder.
Efek primer dan sekunder bersama-sama digunakan untuk tujuan terapi,
disesuaikan dengan gejala-gejala yang muncul (overt) yang menjadi sasaran terapi.
Efek sekunder biasanya timbul lebih dahulu, kemudian baru efek primer-nya.
Misalnya pada Sindrom Psikosis dengan gaduh gelisah dan sulit tidur diberikan obat
anti-psikosis “Chlorpromazine” dengan efek sekunder yang sedatif segera

9|Halaman
memperbaiki kegelisahan dan gangguan tidur (efek sekunder yang muncul cepat),
dan pada penggunaan selanjutnya akan memperbaiki gejala psikois utama secara
sedikit demi sedikit (efek primer). Jadi efek sekunder sebagai efek samping obat
juga dimanfaatkan untuk tujuan terapi.
Perlu dibedakan dengan efek idiosinkrasi yang disebabkan faktor individual
(hipersensitivitas) dan efek toksik yang disebabkan overdosis.

5. Prinsip titrasi dosis (tailoring the dose of drug)


Respons terhadap obat psikotropik bersifat “Individual” dan perlu pengaturan secara
empirik (therapeutic trial).
Pengaturan dosis biasanya mulai dengan dosis awal (dosis anjuran), dinaikkan
secara cepat sampai mencapai dosis efektif (dosis yang mulai berefek supresi
gejala sasaran), dinaikkan secara gradual sampai mencapai dosis optimal (dosis
yang mampu mengedalikan gejala sasaran) dan dipertahankan untuk jangka waktu
tertentu sambil disertakan terapi yang lain (non medikamentosa), kemudian
diturunkan secara gradual sampai mencapai dosis pemeliharaan (maintenance
dose) yaitu dosis terkecil yang masih mampu mencegah kambuhnya gejala.
Bila sampai jangka waktu tertentu dinilai sudah cukup mantap hasil terapi-nya dosis
dapat diturunkan secara gradual sampai berhenti pemberian (tapering off)

Rentang : tidak efektif (terlalu kecil) efektif (optimal) efek toksik (terlalu besar)
Fase: - Terapi “symotomatic” (acute case): “Upward titration”.
Dosis awal yang lebih kecil ditingkatkan sampai mencapai dosis
efektif, kemudian dinaikkan sampai dengan dosis optimal
- Terapi “disease monitoring”. (chronic case): “Downward titration”.
Dosis optimal dipertahankan kemudian diturunkan sampai dengan
dosis pemeliharaan dan selanjutnya tapering off.

6. Obat Acuan (reference drug)


Setiap golongan obat psikotropik mempunyai “prototipe” sebagai obat acuan,
dimana obat lain yang segolongan selalu mengacu pada obat acuan tersebt, baik
dalam perbandingan efektivitas obat (efek primer dan sekunder) maupun dalam
dosis ekuivalen.

10 | H a l a m a n
Perkembangan obat-obat baru berupaya lebih baik dari obat acuan, dalam arti
efektivitas klinis lebih ampuh dan efek samping lebih ringan dalam dosis ekivalen.
Misalnya, obat anti-depresi Sertralind dosis 50 mg/h dosis tunggal sama ampuhnya
dengan Amitriptyline 75 mg/h dalam 3 kali pemberian (obat acuan), namun efek
samping Sertraline sangat minimal dibandingkan Amitriptyline pada dosis ekivalen
tersebut.

7. Asas manfaat dan risiko


Dalam penggunaan klinis obat psikotropik selalu mempertimbangkan asas manfaat
dan (benefit and risk analysis).
Penggunaan obat psikotropik yang rasional gejala sasaran dapat diredam
memberi peluang untuk integrasi bio-psiko-sosial (dengan terapi psiko-sosial)
pemulihan dari keadaan sakit.
Penggunaan obat psikotropik tidak rasional ketergantungan obat desintegrasi
bio-sikososial hendaya/disabilitas/cacat yang makin lama makin berat.
Dampak dari efek samping selalu perlu diwaspadai dan dipersiapkan
penanggulangannya. Untuk mengurangi risiko pemakaian obat psikotropik selalu
harus melakukan “monitoring efek samping” secara klinis dan laboratorium untuk
deteksi dini dan upaya penanggulangan.
Penggunaan secara sangat hati-hati pada :
- Anak-anak dan usia lanjut (dosis harus kecil dengan monitoring ketat)
- Wanita hamil dan menyusui (pertimbangan risiko dan manfaat) pada
umumnya obat psikotropik berisiko tinggi untuk wanita hamil, khususnya
pada trimester pertama, oleh karena obat dapat melewati placenta dan
mempengaruhi janin, juga dapat melalui ASI dan berefek negatif terhadap
bayi.
- Pasien dengan kelainan jantung dan ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, asma
bonkiale, epilepsi (pilihan obat yang palin minimal berdamapk terhadap
penyakit tersebut)
- Pasien yang mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin yang
memerlukan kewaspadaan tinggi (sedapat mungkin dihindarkan)

8. Dukungan “Hubungan Dokter dan Pasien” yang psikoterapeutik.

11 | H a l a m a n
Efektivitas penggunaan klinis obat psikotropik juga sangat tergantung pada
hubungan yang harmonis antara dokter dan pasien (therapeutic alliance) dimana
masing-masing menyadari penting-nya kerja sama yang baik untuk meringankan
dan menanggulangi gangguan kesehatan jiwa pasien. Untuk itu dokter seyogjanya
mampu mendengar dengan baik dan menaruh respek terhadap pasien, dan pasien
harus juga mempercayai sepenuhnya kemampuan dan itikad baik dokter.

Keadaan ini dibutuhkan oleh karena :


- Terapi gangguan psikiatrik membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu
lama, efektivitas obat yang optimal dicapai dalam jangka waktu tertentu,
sehingga dibutuhkan kepatuhan (compliance) dan ketekunan pasien untuk
menggunakan obat psikotropik tersebut.
- Ada miskonsepsi tentang obat psikotropik yang dapat menimbulkan
ketergantungan dan kelemahan saraf/mental. Keadaan ini perlu ada
komunikasi antara dokter dan pasien serta informasi yang memadai tentang
manfaat dan risiko (efek samping) penggunaan obat psikotropik, sehingga
pasien siap mental men-tolelir efek samping yang timbul yang seringkali
hanya sementara waktu dan akan hilang dengan berlanjutnya pemakaian
(making the patient as a partner in treatment).

9. Simptomatic & Diseas Modifying Drugs


Penggunaan klinis obat psikotropik dapat bersifat “symptomatic” untuk mengatasi
gejala klinis tertentu yang muncul pada saat-saat tertentu, dan dapat pula bersirag
“disease modifying drugs” untuk terapi gangguan psikiatrik tertentu dalam jangka
waktu yang cukup lama.
Misalnya, menggunakan efek sedasi dari obat psikotropik untuk membantu kesulitan
tidur pada penderita yang menderita penyakit tertentu (obat simptomatis), tetapi
penggunaan Chlorpromazine pada penderita Skizofrenia merupakan “disease
modifying drugs” seperti halnya penggunaan obat antihipertensi atau antidiabetik.
Penggunaan jangka panjang sebagai “disease modifying drugs” tidak berarti
ketergantungan obat, karena memang tidak ada syndrom ketergantungan.

10. Trias : Gejala Sasaran, Dosis & Lama Pemberian, Cara Pemberian

12 | H a l a m a n
Pada setiap pemberian obat psikotropik selalu harus jelas, pada saat itu apa gejala
sasaran (target syndrom)-nya, harus mulai dengan dosis berapa, berapa lama
pemberian untuk menilai efektivitas klinisnya; bila belum tercapai harus dinaikkan
dosis berapa dan berapa lama pemberian untuk menilai kembali efektivitas klinis-
nya. Juga diperhatikan cara pemberian-nya, apakah diberi oral melalui obat
tablet/capsul atau tetes, atau diberikan suntikan intramuskular/intravena, semuanya
tergantung kondisi klinis pasien. Bila sudah mencapai dosis efektif dan optimal,
berapa lama harus dipertahankan untuk stabilisasi, sambil mendapat terapi-terapi
yang lain, dan kapan mulai diturunkan sampai dosis pemeliharaan (maintenance
dose) serta berapa lama harus menggunakan obat dalam dosis ini. Patokan l=klinis
apa untuk mulai “tapering off” dan sampai berapa lama pemberian obat sehingga
bisa berhenti total penggunaan obat psikotropik.

Butir-butir yang harus selalu di-ingat dalam penggunaan klinis obat


psikotropik
- Sesuai dengan situasi dan kondisi individual (tailored)
- Penyesuaian secara bertahap (stepwise)
- Pantau terus menerus (monitoring)
- Terencana dan terprogram (rational management)

13 | H a l a m a n
PENGGOLONGAN OBAT PSIKOTROPIK
Sinonim : PSIKOTROPIKA, PSIKOFARMAKA, PSYCHO-ACTIVE DRUGS,
PSYCHOTHERAPEUTIC DRUGS.
Penggolongan obat ini menganut asas :
- Kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran
- Kesamaan dalam susunan kimiawi obat
- Kesamaan dalam mekanisme kerja obat
Obat yang sudah masuk dalam satu golongan tertentu, dapat juga masuk ke
golongan lain sesuai dengan efek klinis yang berbeda.

I OBAT ANTI-PSIKOSIS

Sinonim : NEUROLEPTICS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTICS,


ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA.
Obat acuan : chlorpromazine (CPZ)
Penggolongan :
I. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)
1. Phenothiazine
Rantai Aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)
Rantai Piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
FLUPHENAZINE (Anatensol)
Rantai Piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll
3. Diphenyl-butyl-piperidine : PIOMOZIDE (Orap)

II. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)


1. Benzamide : SULPRIDE (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE (Clozaril)
OLANZAPINE (Zyprexa)
QUETIAPIENE (Seroquel)
ZOTEPINE (Lodopin)
3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)
ARIPIPRAZOLE (Abilify)

14 | H a l a m a n
II OBAT ANTI-DEPRESI

Sinonim : THYMOLEPTICS, PSYCHIC ENERGIZERS, ANTI-DEPRESSANTS,


ANTIDEPRESAN.
Obat acuan : Amitriptyline
Penggolongan :
1. Tricyclic Compound : AMITRIPTYLINE (Amitriptyline)
IMIPRAMINE (Tofranil)
CLOMIPRAMINE (Anafranil)
TIANEPTINE (Stablon)

2. Tetracyclic Compound : MAPROTILINE (Ludiomil)


MIANSERIN (Tolvon)
AMOXAPINE (Asendin)

3. Mono-Aminase-Oxidase Inhibitor (MAOI)- : MOCLOBEMIDE (Aurorix)


Reversible

4. Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors : SERTRALINE (Zoloft)


(SSRI) PAROXETINE (Seroxat)
FLUVOXAMINE (Luvox)
FLUOXETINE (Prozac)
CITALOPRAM (Cipram)
DULOXETINE (Cymbalta)

5. Atypical Antidepresants : TRAZODONE (Trazone)


MIRTAZAPINE (Remeron)
VENLAFAXINE (Efexor)

III OBAT ANTI - MANIA

Sinonim : MOOD MODULATORS, MOOD STABILIZERS, ANTIMANICS


Obat Acuan : Lithium Carbonate
Penggolongan :
Mania Akut : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)
CARBAMEZPINE (Tegretol)
VALPROIC (Depakene)
DIVALPROEX (Depakote)

Profilaksis Mania : LITHIUM CARBONATE (Frimania)

15 | H a l a m a n
IV OBAT ANTI-ANXIETAS

Sinonim : PSYCHOLEPTICS, MINOR TRANQUILLIZERS, ANXIOLYTICS,


ANTIANXIETY DRUGS, ANSIOLITIKA
Obat acuan : Diazepam / Chlordiazepoxide
Penggolongan :
1. Benzodiazepine
DIAZEPAM (Valium, Stesolid, dll)
CHLORDIAZEPOXIDE (Cetabrium, dll)
BROMAZEPAM (Lexotan)
LORAZEPAM (Ativan, Renazuil, Merlopan)
ALPRAZOLAM (Xanax, Alqanax, Calmlet, dll)
CLOBAZAM (Frisium, dll)

2. Non-Benzodiazepine
BUSPIRONE (Buspar, Tran-Q, Xiety)
SULPIRIDE (Dogmatil-50)
HYDOXYZINE (Iterax)

V OBAT ANTI-INSOMNIA

Sinonim : HYPNOTICS, SOMNIFACIENT, HIPNOTIKA


Obat acuan : Phenobarbital:
Penggolongan :
1. Benzodiazepine
NITRAZEPAM (Dumolid)
FLURAZEPAM (Dalmadorm)
ESTAZOLAM (Esilgan)

2. Non-Benzodiazepine
ZOLPIDEM (Stilnox, Zolmia)

VI OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF

Sinonim : DRUGS USED IN OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER


Obat acuan : Clomipramine
Penggolongan :
1. Obat Anti-Obsesif Kompulsif Trisiklik
CLOMIPRAMINE (Anafranil)

2. Obat Anti Obsesif Kompulsif SSRI


SERTRALINE (Zoloft)

16 | H a l a m a n
PAROXETINE (Seroxat)
FLUVOXAMINE (Luvox)
FLUOXETINE (Prozac)
CITALOPRAM (Cipram)

VII OBAT ANTI-PANIK

Sinonim : DRUGS USED IN PANIC DISORDER


Obat acuan : Imipramine
Penggolongan :
1. Obat Anti-Panik TRISIKLIK
IMIPRAMINE (Tofranil)
CLOMIPRAMINE (Anafranil)

2. Obat Anti-Panik BENZODIAZEPINE


ALPRAZOLAM (Xanaz, Alqanax, Calmlet, dll)

3. Obat Anti Panik RIMA (Reversible


inhibitors of Monoamine Oxydase-A)
MOCLOBEMIDE (Aurorix)

4. Obat Anti-Panik SSRI


SERTRALNE (Zoloft)
PAROXETINE (Seroxat)
FLUVOXETINE (Luvox)
FLUOXETINE (Prozac)
CITALOPRAM (Cipram)

17 | H a l a m a n
OBAT ANTI-PSIKOSIS

Sinonim : NEUROLEPTCIS, MAJOR TRANQUILLIZERS, ATARACTIS


ANTIPSYCHOTICS, ANTIPSYCHOTIC DRUGS, NEUROLEPTIKA
Obat Acuan : Cholrpomazine (CPZ)

SEDIAAN OBAT ANTI-PSIKOSIS dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol 7, 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Chlorpromazine CHLORPROMAZINE (Indofarma) Tab. 25-100 mg 150-600 mg/h
PROMACTIL (Combipar) Tab 100 mg
MEPROSETIL ((Meprofarm) Tab 100 mg
CEPEZET (Mersifarma) Tab 100 mg, 50-100 mg (im)
Ampul 50 mg/2cc Setiap 4-6 jam
2 Haloperidol HALOPERIDOL (Indofarma) Tab. 0,5-1,5 mg 5 – 10 mg/h
Tab 5 mg,
DORES (Pyridam) Cap 5 mg
Tab 1,5 mg
SERENACE (Pfizer-Pharmacia) Tab 0,5-1,5 mg
5 mg
Liq 2 mg/ml
Amp 5 mg/cc 5-10 mg (im)/ 4-6 jam
HALDOL (Janssen) Tab 2-5 mg
GOVOTIL(Guardian Pharmatama) Tab 2-5 mg
LODOMER (Mersifarma) Tab 2-5 mg 5-10 mg(im) / 4-6 jam
Amp 5 mg/cc
HALDOL DECANOAS (Janssen) Amp 50 mg/cc 50 mg (im) / 2-4 minggu
3 Perphenazine PERPHENAZINE (Indofarma) Tab 4 mg 12 – 24 mg/h
TRILAFON (Schering) Tab 2-4-8 mg
4 Fluphenazine ANATENSOL (B-M Squibb) Tab 2,5-5 mg 10 – 15 mg/h
Fluphenazine MODECATE (B-M Squibb) Vial 25 mg/cc 25 mg (im) setiap 2-4
decanoate minggu
5 Trifluoperazine STELAZINE (Glaxo-Smith-Kline) Tab 1-5 mg 10 – 15 mg/h
6 Thioridazine MELLERIL (Novartis) Tab 50-100 mg 150-300 mg/h
7 Sulpride DOGMATIL FORTE (Delagrange) Amp 100 mg/2cc 3-6 amp/h (im)
Tab 200 mg 300-600 mg/h
8 Pimozide ORAP FORTE (Janssen) Tab 4 mg 2-4 mg/h
9 Risperidone RISPERIDONE (Dexa medica) Tab 1-2-3 mg 2-6 mg/h
RISPERDAL (Janssen) Tab 1-2-3 mg
RISPERDAL CONSTA Vial 25 mg/cc 25-50 mg (im) / 2 minggu
50 mg/cc
NERIPROS (Pharos) Tab 1-2-3 mg
PERSIDAL (Mersifarma) Tab 1-2-3 mg
RIZODAL(Guardian Pharmatama) Tab 1-2-3 mg
ZOFREDAL (Kalbe Farma) Tab 1-2-3 mg
10 Clozapine CLOZARIL (Novartis) Tab 25-100 mg 25 – 100 mg/h
SIZORIL (Meprofarm) Tab 25-100 mg
11 Quetiapine SEROQUEL (Astra Zeneca) Tab 25-100 mg 50 – 400 mg/h
200 mg
12 Olanzapine ZYPREXA (Eli Lily) Tab 5-10 mg 10-20 mg/h
13 Zotepine LODOPIN (Kalbe Farma) Tab. 25-50 mg 75-100 mg/h
14 Aripirprazole ABLIFY (Otsuka) Tab. 10-15 mg 10-15 mg/h

18 | H a l a m a n
PENGGOLONGAN
III. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPICAL-ANTI PSYCHOTICS)
1. Phenothiazine
Rantai Aliphatic : CHLORPROMAZINE (Largactil)
Rantai Piperazine : PERPHENAZINE (Trilafon)
TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
FLUPHENAZINE (Anatensol)
Rantai Piperidine : THIORIDAZINE (Melleril)
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL (Haldol, Serenace,dll
3. Diphenyl-butyl-piperidine : PIOMOZIDE (Orap)
IV. OBAT ANTI-PSIKOSIS ATIPIKAL (ATYPICAL ANTI PSYCHOTICS)
1. Benzamide : SULPRIDE (Dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : CLOZAPINE (Clozaril)
OLANZAPINE (Zyprexa)
QUETIAPIENE (Seroquel)
ZOTEPINE (Lodopin)
3. Benzisoxazole : RISPERIDON (Risperdal)
ARIPIPRAZOLE (Abilify)

INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala Sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS


Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis
- Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing
ability), bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang
terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya tilikan
diri (insight) terganggu.
- Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala
POSITIF : gangguan asosiasi pikiran (inkohherensi), isi pikiran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak
sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak terkendali
(disorganized), dan gejala NEGATIF : gangguan perasaan (afek tumpul,
respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,
apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip
dan tidak ada insiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung
menyendiri (abulia).
- Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam
gejala : tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin.

19 | H a l a m a n
Sindrom Psiosis dapat terjadi pada :
- Sindrom Psikosis Fungsional : Skizofrenia, Psikosis paranoid,
Psikosis Afektir, Psikosis Reaktif singkat dll
- Sindrom Psikosis Organik : Sindrom Delirium, Dementia,
Intoksikasi alkohol, dll

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom Psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter
Dopamine yang meningkat. (Hiperaktivitas sistem dopaminergik
sentral)
Mekanisme kerja Obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala
POSITIF. Sedangkan Obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap
“Dopamine D2 Receptors”, juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-
dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala NEGATIF.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa :
- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson :
tremor, bradikinesia, rigiditas).
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (Jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia (gerakan
berulang involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana
pada waktu tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian
jangka panjang (terapi pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini
tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis (non dose related).

20 | H a l a m a n
Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa
dicoba pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian
obat antiparkinson atau L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-
psikosis yang paling baik adalah Clozapine 50-100 mg/h.
Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi
ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.
Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian akibat
overdosis atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang
kurang menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama
dimakan.

INTERAKSI OBAT
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensial efek samping obat dan tidak ada bukti
lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya,
Chlorpromazine + Reserpine potensial efek hipotensif.
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik efek samping antikolinergik meningkat (hati-
hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).
Antipsikosis + ECT= dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi
hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka
mortalitas yang tinggi.
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan
serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih
besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah
obat anti-psikosis Haloperidol.
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antipsikosis menurun disebabkan
gangguan absorbsi.

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Paa dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

21 | H a l a m a n
Anti-Psikosis Mg.Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks. Piramidal
Chlorpromazine 100 150 – 1600 +++ +++ ++
Thioridazine 100 100 – 900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8 – 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 – 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 – 60 ++ + +++
Haloperidol 2 2 – 100 + + ++++
Pimozide 2 2–6 + + ++
Clozapine 25 25 – 200 ++++ + -
Zotepine 50 75 – 100 + + +
Sulpiride 200 200 – 1600 + + +
Risperidone 2 2–9 + + +
Quetiapine 100 50 – 4-- + + +
Olanzapine 10 10 – 20 + + +
Aripiprazole 10 10 – 20 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang


dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Misalnya pada contoh sbb:
Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek samping sedatif kuat terutama
digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll. Sedangkan
Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah
digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan : apatis, menarik
diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan insiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi, dll. Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan
timbulnya gejala ekstrapiramidal pada pasien yang rentan terhadap efek
samping tersebut perlu digantikan dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana
efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan. Untuk pasien yang sampai
timbul “tardive dyskinesia” obat anti psikosis yang tanpa efek samping
ekstrapiramidal adalah Clozapine.
Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan
obat anti-psiosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis
ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat
anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolelir dengan baik efek
samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

22 | H a l a m a n
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin)
lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis –atipikal perlu
dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat
mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal (neuroleptic induced medical complication).

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
- Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x/hari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom
Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis
optimal” dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu “dosis maintenance” dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi
“drug holiday” 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu)
stop.

Lama Pemberian
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode” terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian
yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali.
Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung
menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian
baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.
Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat,
metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis.

23 | H a l a m a n
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.
Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan
obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic
Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi
Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).
Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis +
antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan
lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson.

Penggunaan Parenteral
Obat anti-psikosis “Long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau
Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu, sangat berguna untuk
pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan peroral lebih dahulu
beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian
baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan.
Pemberian obat anti-psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia 15-25 % kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

PERHATIAN KHUSUS
Efek samping yang sering timbul dan tindakan mengatasinya :
Penggunaan Chlorpromazine injeksi (im) : sering menimbulkan Hipotensi
Ortostatik pada waktu perubahan posisi tubuh (efek alfa adrenergic blockade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi Noradrenaline (Norepinephrine)
sebagai “alpha adrenergic stimulator”.

24 | H a l a m a n
Dalam keadaan ini tidak diberikan Adrenaline oleh karena bersifat “alfa dan
beta adrenergic stimulator” sehingga efek beta adrenergic tetap ada dan dapat
terjadi shock.

Hipotensi ortostatik seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun


setelah mendapat suntikan dan dibiarkan tiduran selama sekitar 5 – 10 menit.
Bila dibutuhkan dapat diberikan Norepinephrine bitartrate (LEVOPHED Abbot
atau RAIVAS – Dexa Medica atau Vascon- Fahrenheit) Ampul 4 mg/4 cc
dalam infus 1000 ml dextrose 5% dengan kecepatan infus 2-3 cc/menit.

Obat anti-psikosis yang kuat (Haloperidol) sering menimbulkan gejala


Ekstrapiramidal / Sindrom Parkinson. Tindakan mengatasinya dengan tablet
Trihexyphenidyl (Artane) 3 – 4 x2 mg/hari, sulfas atropine 0,50 – 0,75 mg (im).
Apabila sindrom parkinson sudah terkendali diusahakan penurunan dosis secara
bertahap, untuk menentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan obat anti
parkinson.

Secara umum dianjurkan penggunaan obat antiparkinson tidak lebih lama dari 3
bulan (risiko timbul “atropine toxic syndrome”). Tidak dianjurkan pemberian
“antiparkinson profilaksis”, oleh karena dapat mempengaruhi
penyerapan/absorpsi obat anti-psikosis sehingga kadarnya dalam plasma
rendah dan dapat menghalangi manifestasi gejala psikopatologis yang
dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat anti-psikosis agar tercapai dosis
efektif.
“Rapid Neuroleptizattion” : Haloperidol 5 – 10 mg (im) dapat diulangi setiap 2
jam, dosis maksimum adalah 100 mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam
sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari Sindrom Psikosis (agitasi,
hiperaktivitas psikomotor, impulsif menyerang, gaduh, gelisah, perilaku destruktif
dll).
Kontraindikasi :i
- Penyakit hati (hepato-toksik)
- Penyakit darah (hemato-toksik)
- Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
- Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
- Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)

25 | H a l a m a n
- Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak, dll)
- Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depressant” (kesadaran makin
memburuk)
Pemakaian Khusus
- Thioridazine dosis kecil sering digunakan untuk pasien anak dengan
hiperaktif, emosional labil dan perilaku destruktif. Juga sering digunakan pada
pasien usia lanjut dengan gangguan emosional (anxietas, depresi, agitasi)
dengan dosis 20-200 mg/hari.
- Haloperidol dosis kecil untuk “Gilles de la Tourette’s Syndrome” sangat
efektif. Gangguan ini biasanya timbul mulai antara umur 2 sampai 15 tahun.
Terdapat gerakan-gerakan involunter berulang, cepat dan tanpa tujuan, yang
melibatkan banyak kelompok otot (tics). Disertai tics vokal yang multipel
(misalnya suara “klik”, dengusan, batuk, menggeram, menyalak, atau kata-
kata/kata kotor/koprolalia). Pasien mampu menahan tics secara volunter
selama beberapa menit sampai beberapa jam.
Sindrom Neuropletik Maligna (SNM) merupakan kondisi mengancam
kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi terhadap obat psikosis (khususnya pada
“long acting” dimana risiko ini lebih besar). Semua pasien yang diberikan obat
anti-psikosis mempunyai risiko untuk terjadi SNM tetapi dengan kondisi
dehidrasi, kelelahan atau malnutrisi, risiko ini akan menjedi lebih tinggi.
Butir-butir diagnostik SNM :
- Suhu badan lebih dari 380C (hyperpirexia)
- Terdapat sindrom ekstrapiramidal berat (rigidity)
- Terdapat gejala disfungsi otonomik (incontinensia urinae)
- Perubahan status mental
- Perubahan tingkat kesadaran
- Gejala tersembut timbul dan berkembang dengan cepat

Pengobatan :
- Hentikan segera obat anti-psikosis
- Perawatan suportif
- Obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5 – 60 mg/h 3 dd, I – dopa 2 x 100
mg/h, atau amantadin 200 mg/h)

26 | H a l a m a n
Pada pasien usia lanjut atau dengan Sindrom Psikosis Organik, obat anti-
psikosis diberikan dalam dosis kecil dan minimal efek samping otonomik
(hipotensi ortostatik) dan sedasi-nya yaitu golongan “high potency neuroleptics”,
misalnya Haloperidol, Trifluoperazine, Flupherazine atau anti-psikosis atipikal.
Penggunaan pada wanita hamil, berisiko tinggi anak yang dilahirkan menderita
gangguan saraf ekstrapiramidal.

OBAT ANTI-DEPRESI
Sinonim : THYMOLEPTICS, PSYCHIC ENERGIZERS, ANTI DEPRESSANTS, ANTI
DEPRESAN
Obat acuan : Amitriptyline

SEDIAAN OBAT ANTI-DEPRESI DAN DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia Menurut MIMS Vol. 7, 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Amitriptyline AMITRIPTYLINE (Indofarma) Drag 25 mg 75 – 150 mg/h
2 Amoxapine ASENDINE (Lederle) Tab 100 mg 200 – 300 mg/h
3 Tianeptine STABLON (Servier) Tab 12,5 mg 25 – 50 mg/h
4 Clomipramine ANAFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
5 Imipramine TOFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
6 Moclobemide AURORIX (Roche) Tab 50 mg 300 – 600 mg/h
7 Maprotiline LUDIOMIL (Novartis) Tab 10-25-50-75 mg 75 – 150 mg/h
TILSAN (Otto) Tab 25 mg
SANDEPRIL -50 (Mersifarma) Tab 50 mg
8 Mainserin TOLVON (Pfizer –Pharmacial) Tab 10 mg 30 – 60 mg/h
9 Sertraline ZOLOFT (Pfizer-Pharmacial) Tab 50 mg 50 – 100 mg/h
FATRAL (Fahrenheit) Tab 50 mg
FRIDEP (Mersifarma) Tab 50 mg
NUDEP (Guardian Pharmatama) Caplet 50 mg
ANTIPREZ (Sandoz) Tab 50 mg
DEPTRAL (Meptorafm) Caplet 50 mg
SERLOF (Kalbe) Tab 50 mg
ZERLIN (Pharos) Tab 50 mg
10 Trazodone TRAZONE (Kalbe) Tab 50-150 mg 100-200 mg/h
11 Paroxetine SEROXAT (Glaxo-Smith-Kline) Tab 20 mg 20 – 40 mg/h
12 Fluvoxamine LUVOX (Solyay Pharma) Tab 50 mg 50 – 100 mg/h
13 Fluoxetine PROZAC (Eli Lilly) Cap 20 mg 20 – 40 mg/h
NOPRES (Ferron) Caplet 20 mg
ANSI (Bernofarma) Cap 10 – 20 mg
ANTIPRESTIN (Pharos) Cap 10 – 20 mg
ANDEP (Medikon) Cap 20 mg
COURAGE (Soho) Tab 20 mg
ELIZAC (Mersifarma) Cap 20 mg
OXIPRES (Sandoz) Cap 20 mg

27 | H a l a m a n
LODEP (Sunthi Sepuri) Cap 20 mg
KALXETIN (Kalbe) Cap 10-20 mg
ZAC (Ikapharmindo) Cap 10-20 mg
ZACTIN (Merck) Cap 20 mg
14 Citalopram CIPRAM (Lundbeck) Tab 20 mg 20 – 60 mg/h
15 Mirtazapine REMERON (Organon) Tab 30 mg 15 – 45 mg/h
16 Duloxetine CYMBALTA (B-Ingelheim) Caplet 30 – 60 mg 30 – 60 mg/h
17 Veniafaxine EFEXOR-XR (Wyeth) Cap 75 mg 75 – 150 mg/h

PENGGOLONGAN
1. Obat Anti-depresi TRISIKLIK = TRICYCLIC ANTIDEPRESSANTS (TCA) e.g.
Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine
2. Obat Anti-depresi TETRASIKLIK, e.g. Maprotiline, Mianserin, Amoxapine
3. Obat Anti-depresi MAOI-Reversible = REVERSIBLE INHIBITOR OF
MONOAMINE OXYDASE – A (RIMA)
4. Obat Anti-depresi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) e.g.
Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram.
5. Obat Anti-depresi “ATYPICAL” e.g. Trazodone, Mirtazapine, Venflafaxine.

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala Sasaran (target syndrome) : SINDROM DEPRESI
Butir-butir diagnostik Sindrom Depresi
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami :
1. Rasa hati yang murung
2. Hilang minat dan rasa senang
3. Kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan
Keadaan di atas disertai gejala-gejala :
1. Penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian
2. Pengurangan rasa harga diri dan percaya diri
3. Pikiran perihal dosa dan diri tidak berguna lagi
4. Pandangan suram dan pesimistik terhadap masa depan
5. Gagasan atau tindakan mencederai diri / bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Pengurangan nafsu makan
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

28 | H a l a m a n
Sindrom Depresi dapat terjadi pada :
Sindrom Depresi Psikik : Gangguan afektif bipolar dan unipolar, (major
depression), gangguan distimik, gangguan
siklotimik, dll.
Sindrom Depresi Organik : Hypothyroid induced depression Brain injury
depression, obat reserpine, dll
Sindrom Depresi Situasional: Gangguan penyesuaian + depresi, grief
Reaction dll.
Sindrom Depresi Penyerta : Gangguan jiwa + Depresi (e.g. Gg. Obsesi
Kompulsi, Gg. Panik, Dementia) atau
Gangguan fisik depresi (e.g. stroke, MCI,
kanker, dll

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu
atau beberapa “aminergic neurotransmitter” (noradrenaline,
serotonin, dopamine) pada celah sinaps neuron di SSP
(khususnya pada sistem limbik) sehingga aktivitas serotonin
menurun.
Mekanisme kerja Obat Anti-Depresi adalah :
- Menghambat “re-uptake aminergic neurotransmitter”
- Menghambat penghancuran oleh enzim “Monoamine Oxidase”
Sehingga terjadi peningkatan jumlah “aminergic neurotransmitter” pada celah
sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping obat Anti-depresi dapat berupa :
- Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
- Efek Antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,
sinus takikardia, dll)
- Efek Anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi)
- Efek Neurotoksis (tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia)

29 | H a l a m a n
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita), biasanya
berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.
Pada keadaan Overdosis/Intoksikasi Trisiklik dapat timbul “Atropine
Toxic Syndrome” dengan gejala : eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi,
toxic confusional state (confusion, delirium, disorientation).
Tindakan untuk keadaan tersebut :
Gastric lavage (hemodialisis tidak bermanfaat oleh karena obat Trisiklik
bersifat “protein binding”, forced diuresis juga tidak bermanfaat oleh karena
“renal excretion of free drug” rendah)
Diazepam 10 mg (im) untuk mengatasi efek anti-kolinergik (dapat diulangi
setiap 30-45’ sampai gejala mereda)
Monitoring EKG untuk deteksi kelainan jantung.
Kematian dapat terjadi oleh karena “Cardiac Arrest”. “Lethal Dose” Trisiklik =
sekitar 10 kali “therapeutic dose”, maka itu tidak memberikan obat dalam jumlah
besar kepada penderita depresi (tidak lebih dari dosis seminggu), dimana pasien
seringkali sudah ada pikiran untuk bunuh diri. Obat anti-depresi golongan SSRI
relatif paling aman pada overdosis.

INTERAKSI OBAT
Trisiklik + Haloperidol / Phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi dari
Trisiklik (kadar dalam plasma meningkat). Terjadi potensial efek antikolinergik
(ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi)
SSRI / TCA + MAOI = Serotonin Malignant Syndrome dengan gejala-gejala
: gatrointestinal distress (mual, muntah, diare), agitation (mudah marah,
ganas), reslesness (gelisah), gerakan kedutan otot, dll.
MAOI + Sympathomimetic drugs” (phenylpropanolamine, pseudoephedrine
pada obat flu/asma, noradrenalin pada anestesi lokal, derivat amfetamin, l-
dopa) = efek potensiasi yang dapat menjurus ke Krisis Hipertensi (acute
paroxysmal hypertension), dimana ada risiko terjadinya serangan stroke.
MAOI + senyawaan mengandung “tyramine” (keju, anggur, dll) = dapat terjadi
krisis hipertensi (Hypertenive Crisis) dengan risiko serangan stroke pada
pasien usia lanjut.

30 | H a l a m a n
Obat anti depresi + “CNS Depressants” (morphine, benzodiazepine, alcohol,
dll) = potensiasi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat napas risiko
timbulnya “respiratory failure”.

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan obat
Pada dasarnya semua obat anti-depresi mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder
(efek samping)
Nama Obat Anti Kolinergik Sedasi Hipotensi Ortostatik Keterangan
Amitriptyline +++ +++ +++ +++ = berat
Imipramine +++ ++ ++ ++ = Sedang
Clomipramine ++ ++ ++ + - ringan
Trazodone + +++ + +/- = tidak ada/
Mirtazapine + +++ + Minimal sekali
Maprotiline + ++ +
Mianserin + ++ +
Amoxapine + + ++
Tianeptine +/- +/- +/-
Moclobemide + + +
Sertraline +/- +/- +/-
Paroxetine +/- +/- +/-
Fluvoxamine +/- +/- +/-
Fluoxetine +/- +/- +/-
Citalopram +/- +/- +/-
Pemilihan jenis obat anti-depresi tergantung pada toleransi pasien terhadap
efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,
penyakit fisik tertentu, jenis depresi)
Misalnya :
- Trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) efek samping sedatif, otonomik,
kardiologi relatif besar diberikan pada pasien usia muda (young healthy)
yang lebih besar toleransi terhadap efek samping tersebut, dan bermanfaat
untuk meredakan “agitated depression”.
- Tetrasiklik (Maprotiline, Mianserin) dan Atipikal (Trazodone, Mirtazapine)
efek samping otonomik, kardiologik relatif kecil, efek sedasi lebih kuat
diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik
dan kardiologik (usia lanjut) dan sindrom depresi dengan gejala anxietas dan
insomnia yang menonjol.
- SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll) efek sedasi, otonomik, kardiologik sangat
minimal untuk pasien dengan “retarded depression”. Pada usia dewasa &

31 | H a l a m a n
usia lanjut, atau yang dengan gangguan jantung, berat badan lebih, dan
keadaan lain yang menarik manfaat dari efek samping yang minimal
tersebut.
- MAOI – Reversible (Meclobemide) efek samping hipotensi ortostatik (relatif
sering) pasien usia lanjut mendadak bangun malam hari ingin miksi
risiko jatuh dan trauma lebih besar. Perubahan posisi tubuh dianjurkan tidak
mendadak, dengan tenggang waktu dan gradual.
- Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada Sindrom Depresi
ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan
kesehatan umum, pemilihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan
(step care) :
Step 1 = Golongan SSRI (Fluoxetine, Sertraline, dll.)
Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll.)
Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, dll)
Golongan “Atypical” (Trazodone, dll)
Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)
Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat
minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan padaa
berbagai kondisi medik), spektrum efek anti-depresi luas, dan gejala putus
obat sangat minimal, serta “lethal dose” yang tinggi (>6000 mg) sehingga
relatif aman.

Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang
cukup (sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan
Trisiklik, yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya
relatif lebih berat.

Bila kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-depresi
yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan Trisiklik,
yang spektrum anti-depresinya juga luas tetapi efek sampingnya lebih berat.

Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spektrum anti-
depresi yang lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan
Trisiklik, yang teringan adalah golongan MAOI reversible.

32 | H a l a m a n
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI atau
sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout
period” guna mencegah timbulnya “Serotonin Malignant Syndrome”.

Lithium sering digunakan pada “Unipolar Recurrent Depression”, yaitu


untuk mencegah kekambuhan sebagai “mood stabilizers”, dibutuhkan kadar
serum lithium 0,4 – 0,8 mEq/L (kadar profilaksis).
Untuk efek Anti-mania, kadar serum lithium 0,8 – 1,2 mEq/L (kadar
terapeutik). Sedangkan kadar toksik adalah > 1,5 mEq/L.
Rentang kadar serum terapeutik dan toksik sempit, sehingga membutuhkan
monitoring kadar serum Lithium secara terus menerus untuk deteksi dini
intoksikasi.
Dosis obat Lithium sekitar 250 – 500 mg/h untuk mencapai kadar serum
Lithium Profilaksis.

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :
Onset efek Primer : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder : sekitar 12 – 24 jam
Waktu paruh : 12 – 48 jam (pemberian 1-2 x/hari)
Ada 5 proses dalam pengaturan dosis :
1. Initiating Dosage (test dose) untuk mencapai dosis anjuran selama
Minggu I. Misalnya, Amitriptyline 25 mg/h = hari 1 dan 2
50 mg/h = hari 3 dan 4
100 mg/h = hari 5 dan 6
2. Titrating Dosage (optimal dose) mulai dosis anjuran sampai mencapai
dosis efektif dosis optimal. Misalnya Amitriptyline 150 mg/h – hari 7 s/d
14 (minggu II). Minggu III : 200 mg/h minggu IV : 300 mg/h
3. Stabilizing Dosage (stabilization dose) dosis optimal yang
dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya Amitriptyline 300 mg/h dosis
optimal selama 2-3 bulan diturunkan sampai dosis pemeliharaan.
4. Maintaining Dosage (maintainance dose) selama 3-6 bulan. Biasanya
dosis pemeliharaan – ½ dosis optimal. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h
selama 3-6 bulan.

33 | H a l a m a n
5. Tapering Dosage (tapering dose) selama 1 bulan. Kebalikan dari
proses “initating dosage”. Misalnya, Amitriptyline 150 mg/h 100 mg/h (1
minggu) 75 mg/h (1 minggu), 75 mg/h – 50 mg/h (1 minggu), 50 mg//h
25 mg/h (1 minggu).
Dengan demikian obat anti-depresi dapat diberhentikan total. Kalau kemudian
Sindrom Depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single
dose one hour before sleeping) untuk golongan Trisiklik dan Tetrasiklik. Untuk
golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi.

Lama Pemberian
Pemberian Obat Anti-Depresi dapat dilakukan dalam jangka panjang oleh
karena “addiction potential”-nya sangat minimal.

Perhatian Khusus
Kegagalan terapi obat anti-depresi pada umumnya disebabkan :
- Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang
oleh karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi
- Pengaturan dosis obat belum adekuat
- Tidak cukup lama mempertahankan dosis optimal
- Dalam menilai efek obat terpengaruh oleh persepsi pasien yang tendensi
negatif, sehingga penilaian menjadi “bias”.
Kontraindikasi :
- Penyakit jantung koroner, MCI, khususnya pada usia lanjut
- Glaukoma, retensi urin, hipertrofi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi.
- Pada penggunaan obat Lithium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan
kelenjar thyroid.
Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan TCA oleh karena
risiko teratogenik besar (khususnya trimester 1) dan TCA dieksresi melalui
ASI.

OBAT ANTI-MANIA
Sinoim : MOOD MODULATORS, MOOD STABILIZERS, ANTIMANICS

34 | H a l a m a n
Obat Acuan : Lithium Carbonate

SEDIAAN OBAT ANTI-MANIA dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vlo. 7, 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Lithium Carbonate FRIMANIA (Mersifarma) Tab 200-300-400-500 mg 250-500 mg/h
2 Haloperidol HALOPERIDOL (Indofarma) Tab 0,5 – 1,5 – 5 mg 4,5 – 15 mg/h
HALDOL (Janssen) Tab 0,5 – 2 – 5 mg
SERENACE (Searle) Tab 0,5 – 1,5 – 5 mg
Liq 2 mg/ml 5 mg (im) setiap 2 jam
Amp 5 mg/cc maksimum 100 mg/h
3 Carbamezapine TEGRETOL (Novartis) Tab 200 mg 400 – 600 mg/h
BAMGETOL (Mersifarma) Cap 200 mg 2 – 3 x perhari
4 Valproic Acid DEPAKENE (Abbott) Syr 250 mg/5 ml 3 x 250 mg/h
5 Divalproex Na DEPAKOTE (Abbott) Tab 250 mg 3 x 250 mg/h

PENGGOLONGAN
Mania Akut : Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)
Carbamezapine (Tegretol, dll)
Valproic Acid (Depakene)
Divalproex (Depakote)
Profilaksis Mania : Lithium Carbonate (Frimania)

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala Sasaran (Target Syndrome) :SINDROM MANIA
Butir-butir diagnostik Sindrom Mania
Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari terdapat
keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekspresif atau
iritabel.
Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut :
1. Peningkatan aktivitas (ditempat kerja, dalam hubungan sosial atau
seksual), atau ketidak-tenangan fisik.
2. Lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untuk
berbicara terus menerus.
3. Lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayalan subjektif bahwa
pikirannya sedang berlomba.
4. Rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf
sampai waham/delusi)

35 | H a l a m a n
5. Berkurangnya kebutuhan tidur
6. Mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik kepada
stimulus luar yang penting atau yang tak berarti
7. Keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandung
kemungkinan risiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya belanja berlebihan, tingkah
laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh,
mengemudi kendaraan (mengebut) secara tidak bertanggung jawab dan
tanpa perhitungan.
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
:penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam
celah sinaps neuron, khususnya pada sistem limbik, yang
berdampak terhadap “dopamine receptor supersentivity”, dengan
meningkatkan “cholinergic-muscarinic activity”, dan menghambat
“Cyclic AMP (adenosine monophosphate) & phosphoinositides”.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik
pasien.
Gejala efek samping yang dini (kadar serum Lithium 0,8 – 1,2 mEq/L) :
- Mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feces
lunak), kelemahan otot, poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyata
pada pasien usia lanjut dan penggunaan bersamaan dengan
neuroleptika dan antidepressan).
- Tidak ada efek sedasi dan gangguan ekstrapiramidal
Efek samping lain : hypothyroidism, peningkatan berat badan, perubahan
fungsi thyroid (penurunan kadar thyroxine dan peningkatan kadar TSH),
oedema pada tungkai, “metalic taste”, lekositosis, gangguan daya ingat dan
konsentrasi pikiran.

36 | H a l a m a n
Gejala intoksikasi : (kadar serum Lithium > 1,5 mEq/L)
- Gejala dini : muntah diare, tremor kasar, mengantuk, konsentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, dan gaya berjalan
tidak stabil.
- Dengan semakin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran
menurun (confusional state) dapat sampai coma dengan hipertoni otot
dan kedutan, oliguria, kejang-kejang.
- Penting sekali monitoring kadar Lithium dalam darah (mEq/L)
Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi Lithium :
- Demam (berkeringat berlebihan)
- Diet rendah garam (pasien dengan hipertensi)
- Diare dan muntah-muntah
- Diet untuk menurunkan berat badan
- Pemakaian bersama diuretika, antirematika NSAID
Tindakan mengatasi Intoksikasi Lithium :
- Mengurangi faktor predisposisi
- Forced diuresis dengan Garam Fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan iv
sebanyak 10 cc (1 ampul), bila perlu hemodialisis.
Tindakan pencegahan intoksikasi Lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya (sekitar 2500 cc perhari), bila berkeringat
dan diuresis banyak harus diimbangi minum lebih banyak, mengenal gejala
dini intoksikasi, kontrol rutin kadar serum Lithium.

INTERAKSI OBAT
Lithium + diuretika Thiazide = dapat meningkatkan konsentrasi serum Lithium
sebanyak 50% risiko intoksikasi menjadi besar, sehingga dosis Lithium
harus dikurangi 50% agar tidak terjadi intoksikasi. Sedangkan “loop
diuretics”, seperti Furosemide, kurang mempengaruhi konsentrasi Lithium.
ACE Inhibitors + Lithium = dapat meningkatkan konsentrasi serum Lithium
sehingga menimbulkan gejala intoksikasi
Haloperidol + Lithium = efek neurotoksis bertambah (dyskinesia, ataxia),
tetapi efek neurotoksik tidak tampak pada penggunaan kombinasi Lithium

37 | H a l a m a n
dengan Haloperidol dosis rendah (kurang dari 20 mg/h). Keadaan yang sama
untuk Lithium + Carbamezapine.
NSAID (e.g. Indomethacin, Ibuprofen) + Lithium = dapat meningkatkan
konsentrasi serum Lithium, sehingga risiko intoksikasi menjadi besar.
Aspirin dan Paracetamol (analgesics) tidak ada interaksi dengan Lithium.

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Pada Mania akut diberikan : Haloperidol (im) + Tab. Lithium Carbonate,
Haloperidol (im) untuk mengatasi hiperaktivitas, impulsivitas, iritabilitas,
dengan onset of action yang cepat (kalau perlu dengan “rapid
neuroleptization”)
Lithium Carbonate efek anti-mania baru muncul setelah penggunaan 7-10
hari.
Pada Gangguan Afektif Bipolar (manic-depressive disorder) dengan
serangan-serangan episodik mania/depresi : Lithium Carbonate sebagai obat
profilaksis terhadap serangan sindrom mania/depresi, dapat mengurangi
frekuensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan.
Bila oleh karena sesuatu hal (efek samping yang tidak mampu ditolelir
dengan baik, atau kondisi fisik yang kontra indikatif) tidak memungkinkan
penggunaan obat Lithium Carbonate, dapat menggunakan obat alternatif :
CARBAMEZEPINE, VALPROIC ACID DIVALPROEX Na, yang terbuktu juga
ampuh untuk meredakan “Sindrom Mania Akut” dan profilaksis serangan
Sindrom Mania/Depresi pada “Gangguan Afektif Bipolar”.
Pada gangguan afektif Unipolar (recurrent unipolar depression), pencegahan
kekambuhan dapat juga dengan Obat Anti Depresi SSRI (e.g. Fluoxetine,
Sertraline) yang lebih ampuh dari Lithium Carbonate.

Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : 7 – 10 hari (1-2 minggu)
Rentang kadar serum terapeutik = 0,8 – 1,2 mEq/L (dicapai dengan dosis
sekitar 2 atau 3 x 500 mg/hari)

38 | H a l a m a n
Kadar serum toksik = diatas 1,5 mEq/L
Biasanya preparat Lithium yang digunakan adalah “Lithium Carbonate”, mulai
dengan dosis 250-500 mg/h, diberikan 1-2 kali sehari dinaikkan 250 mg/h setiap
minggu, diukur Serum Lithium setiap minggu sampai diketahui kadar serum Lithium
berefek klinis terapeutik (0,8 – 1,2 mEq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal
berkisar 1000 – 1500 mg/h. Dipertahankan sekitar 2-3 bulan, kemudian diturunkan
menjadi “dosis maintenance”, konsentrasi serum Lithium yang dianjurkan untuk
mencegah kekambuhan (profilaksis) berkisar antara 0,5 – 0,8 mEq/L, ini sama
efektifnya bahkan lebih efektif dari kadar 0,8 – 1,2 mEq/L, dan juga untuk
mengurangi insidensi dari efek samping dan risiko intoksikasi.
Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien dengan
gangguan fisik, yang mempengaruhi fungsi ginjal.
Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil sampel darah pada pagi hari, yaitu
: sebelum makan obat dosis pagi dan sekitar 12 jam setelah dosis petang (hari
sebelumnya).
Untuk mengurangi efek samping pada saluran makanan (mual, muntah, diare) obat
Lithium Carbonate dapat diberikan setelah makan.

Lama Pemberian
Pada penggunaan untuk “sindrom mania akut”, setelah gejala-gejala
mereda, Lithium Carbonate harus diteruskan sampai lebih dari 6 bulan,
dihentikan secara gradual (tapering off) bila memang tidak ada indikasi lagi.
Pada “gangguan afektif Bipolar dan unipolar”, penggunaan harus diteruskan
sampai beberapa thun, sesuai dengan indikasi profilaksis serangan Sindrom
Mania/epresi. Penggunaan jangka panjang ini sebaiknya dalam “dosis
minimum” dengan kadar Serum Lithium “ter-rendah” yang masih efektif untuk
terapi profilaksis (kadar serum Lithium diukur setiap hari).

PERHATIAN KHUSUS
Sebelum dan selama penggunaan obat Anti-mania Lithium Carbonate perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium secara periodik :

39 | H a l a m a n
- Kadar serum Na dan K (Li & Na saling mempengaruhi di tubulus proximalis
renalis). Kadar ini merendah pada pasien diet garam dan menggunakan
diuretika.
- Tes fungsi ginjal (serum ceratinine). Hampir semua kadar Lithium dalam
darah dieksreasi melalui ginjal.
- Tes fungsi kelenjar tiroid (serum T3 & T4). Lithium merendahkan kadar serum
yodium.
- Pemeriksaan EKG (Lithium mempengaruhi “Cardiac Repolarization”)
Wanita hamil adalah kontraindikasi penggunaan Lithium oleh karena bersifat
teratogenik. Lithium dapat melalui placenta dan masuk ke peredaran darah janin
khususnya mempengaruhi kelenjar tiroid.

OBAT ANTI-ANXIETAS
Sinonim : PSYCHOLEPTICS, MINOR TRANQUILLIZERS, ANXIOLYTICS,
ANTIANXIETY DRUGS, ANSIOLITIKA
Obat Acuan : Diazepam / Chlordiazepoxide

SEDIAAN OBAT ANTI-ANXIETAS dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Diazepam DIAZEPAM (Indofarma) Tab 2-5 mg Oral = 2-3 x 2=5 mg/h
LOVIUM (Phapros) Tab 2-5 mg Injeksi = 5-10 mg(im/iv)
MENTALIUM (Soho) Tab 2-5-10 mg Rectal tube =
STESOLID (Alpharma) Tab 2-5 mg Anak < 10 kg/bb = 5 mg
Ampul 10 mg/2 cc Anak > 10 kg/bb = 10 mg
Rectal tube 5 mg/2,5 cc
10 mg/2,5 cc
VALDIMEX (Mersifarma) Tab 5 mg
Ampul 10 mg/2cc
TRAZEP (Fahrenheit) Tab 2-5 mg
Rectal Tube 5 mg/2,5 cc
VALIUM (Roche) Ampul 10 mg/2 cc
2 Chlordiazepoxide CETABRIUM (Soho) Drg 5-10 mg 2-3 x 5 -10 mg/hari
TENSINYL (Medichem) Cap 5 mg
LIBRIUM (Valeant) Tab 5 – 10 mg
3 Lorazepam ATIVAN (Wyeth) Tab 0,5-1-2 mg 2-3 x 1 mg/hari
RENAQUIL (Fahrenheit) Tab 1 mg
MERLOPAM (Mersifarma) Tab 0,5 -2 mg
4 Clobazam FRISIUM (Aventis-Ph) Tab 10 mg 2-3 x 10 mg/hari
CLOBAZAM (Dexa Medica) Tab 10 mg
ASABIUM (Otto) Tab 10 mg
CLOBIUM (Ferron) Tab 10 mg
PROCLOZAM (Mersifarma) Tab 10 mg
5 Bromazepam LEXOTAN (Roche) Tab 1,5 -3-6 mg 3 x 1,5 mg/hari
6 Alprazolam ALPRAZOLAM (Dexa Medica) Tab 0,25-0,5-1mg 3 x 0,25-0,5 mg/hari

40 | H a l a m a n
XANAX XR (Pfizer Pharmacia) Tab 0,25 – 1 mg 1 x 0,5 – 1 mg/hari
ALGANAX (Guardian-Ph) Tab 0,25-0,5-1 mg 3 x 0,25-0,5 mg/hari
CALMLET (Sunthi-Sepuri) Tab 0,25-0,5-1-2 mg
FEPRAX (Ferron) Tab 0,25-0,5-1 mg
ATARAX (Mersifarma) Tab 0,5 mg
ALVIZ (Pharos) Tab 0,5 – 1 mg
ZYPRAX (Kalbe Farma) Cap 0,25-0,5-1 mg
7 Sulpiride DOGMATIL (Soho) Cap 50 mg 2 – 3 x 50 – 100 mg/hari
8 Buspirone BUSPAR (Bristol-Myers) Tab 10 mg 2 – 3 x 10 mg/hari
TRAN-Q (Guardian-Ph) Tab 10 mg
XIETY (Lapi) Tab 10 mg
9 Hydroxyzine ITERAX (UCB Pharma) Cap 25 mg 3 x 25 mg/hari

PENGGOLONGAN
1. Benzodiazepine
E.g. Diazepam, Chlorprodiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam,
Alprazolam.
2. Non-Benzodiazepine
e.g. Sulpride, Buspirone, Hydroxyzine

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM ANXIETAS
Butir-butir diagnostik Sindrom Anxietas :
- Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan
individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax).
- Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala berikut :
Ketegangan Motorik : 1. Kedutan otot atau rasa gemetar
2. Otot tegang/kaku/pegal linu
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas otonomik : 5. Nafas pendek/terasa berat
6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah-dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan/rasa tersumbat
Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang : 14. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

41 | H a l a m a n
15. Mudah terkejut/kaget
16. Sulit konsentrasi pikiran
17. Sukar tidur
18. Mudah tersinggung.
- Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.

Sindrom Anxietas dapat terjadi pada :


Sindrom Anxietas Psikis : Gangguan anxietas umum, gangguan panik,
gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan stres pasca trauma
Sindrom Anxietas Organik : Hyperthyroid, pheochromocytosis, dll
Sindrom Anxietas Situasional : Gangguan penyesuaian + anxietas, gangguan
cemas perpisahan
Sindrom Anxietas Penyerta : Gangguan jiwa + anxiety e.g. Skizofrenia, Gg.
Paranoid, dll,
Penyakit Fisik + Anxiety e.g. Stroke, MCI,
kanker, dll

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom Anxietas disebabkan hiperaktivitas dari sistem limbik
SSP yang terdiri dari ”dopaminergic, norandrenergic,
serotonergic neurons” yang dikendalikan oleh GABA-ergic
neuron (“Gamma Amino Butiric Acid, suatu inhibitory
neurotransmitter”)

Obat Anti-anxietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya


(benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce “the inhibitory action of GABA-ergic
neuron”, sehingga hiperaktivitas tersebut diatas mereda.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping obat Anti-anxietas dapat berupa :

42 | H a l a m a n
- Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor
menurun, kemampuan kognitif melemah)
- Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah, dll)
Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari Narkotika oleh karena
“at therapeutic dose they have low re-inforcing properties”. Potensi menimbulkan
ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan
setelah dosis terakhir, berlangsung sangat singkat.
Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat
(rebound phenomena) : pasien menjadi iritable, bingung, gelisah, insomnia, tremor,
palpitasi, keringat dingin, konvulsi, dll.
Hal ini berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiazpine dalam plasma.
Untuk obat Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek lebih cepat dan hebat
gejala putus obat-nya dibandingkan dengan obat Benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang (misalnya, Clobazam sangat minimal dalam menimbulkan gejala
putus obat).
Ketergantungan relatif lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat
peminum alkohol (alcoholics), penyalahguna obat (drug-abusers) atau “unstable
personalities”. Oleh karena itu obat benzodiazepine tidak dianjurkan diberikan pada
pasien-pasien tersebut.
Untuk mengurangi risiko ketergantungan obat, maksimum pemberian = 3
bulan (100 hari) dalam rentang dosis terapeutik.

INTERAKSI OBAT
Benzodiazepine + CNS Depressants (phenobarbital, alcohol, obat anti-psikois,
anti-depresi, opiates) potensial efek sedasi dan penekanan pusat napas,
risiko timbulnya “respiratory failure”.
Benzodiazepine + CNS stimulants (amphetamine, caffeine, appetite
suppressants) = antagonisme efek Anti-Anxietas, sehingga efek Benzodiazepine
menurun.
Benzodiazepine + Neuroleptika = manfaat efek klinis dari Benzodiazepine
mengurangi kebutuhan dosis neuroleptika, sehingga risiko efek samping
neuroleptika mengurang.

43 | H a l a m a n
CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Golongan Benzodiazepine sebagai obat anti-anxietas mempunyai ratio
terapeutik lebih tinggi dan lebih kurang menimbulkan adiksi dengan toksisitas
yang rendah, dibandingkan dengan meprobamate atau phenobarbital.
Golongan Benzodiazepind = “drug of choice” dari semua obat yang mempunyai
efek anti-anxietas, disebabkan spesifitas, potensi dan keamanannya.
Spektrum Klinis Benzodiazepine meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-
insomnia, premedikasi tindakan operatif.
- Diazepam/Chlordiazepoxide : “broad spectrum”
- Nitrazepam/Flurazepam : dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berdekatan
(non dose related), lebih efektif sebagai anti-insomnia
- Midazolam : onset cepat dan kerja singkat, sesuai kebutuhan untuk
premedikasi tindakan operatif
- Bromazepam, lorazepam, clobazam : dosis anti-anxietas dan anti-insomnia
berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
Beberapa spesifikasi :
- Clobazam = 1,5 Benzodiazepine = “psychomotor performance” paling kurang
terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif.
- Lorazepam = “Short half life benzodiazepine & no significant drug
accumulation at clinical dose”, untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi
hati atau ginjal
- Alprazolam = efektif untuk anxietas antisipatorik, “ onset of action” lebih cepat
dan mempunyai komponen efek anti-depresi
- Sulpiride-50 = efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrom anxietas
dan paling kecil risiko ketergantungan obat.

Pengaturan dosis
“Steady state” (keadaan dengan jumlah obat yang masuk ke dalam badan sama
dengan jumlah obat yang keluar dari badan) dicapai setelah 5-7 hari dengan
dosis 2-3 kali sehari (half life ≤ 24 jam). “onset of action” cepat dan langsung
memberikan efek.
Efek klinis terlihat bila kadar obat dalam darah telah mencapai “steady state”

44 | H a l a m a n
Pengaturan dosis tidak perlu seperti neuroleptika dan antidepresan
Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) naikkan dosis setiap 3 – 5 hari
sampai mencapai dosis optimal dipertahankan 2-3 minggu diturunkan 1/8 x
setiap 2-4 minggu dosis minimal yang masih efektif (maintenance dose) bila
kambuh dinaikkan lagi dan bila tetap efektif pertahankan 4 – 8 minggu
tapering off.

Lama Pemberian
Pada sindrom anxietas yang disebabkan faktor situasi eksternal, pemberian obat
tidak lebih dari 1-3 bulan.
Pemberian yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom anxietas dapat
diramalkan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu (anticipatory
anxiety), serta terjadinya tidak sering.
Penghentian selalu secara bertahap (stepwise) agar tidak menimbulkan gejala
lepas obat (withdrawal symptoms).

PERHATIAN KHUSUS
Kontra-indikasi : pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepine,
glaucoma, myasthenia gravis, chronic pulmonary insufficiency, chronic renal or
hepatic disease.
Gejala Overdosis/Intoksikasi :
- Kesadaran menurun, lemas, jarang sampai dengan coma
- Pernapasan, tekanan darah, denyut nadi menurun sedikit
- Ataksia, disertai, “confusion”, refleks fisiologis menurn
Terapi Suportif : tata laksana terhadap “Respiratory Depression” dan “Shock”
Terapi Kausal : “Benzodiazepine antagonist”
Flumazenil (ANEXATE) Ampul 0,5 mg/5 cc (iv)
Tidak ada kematian pada Diazepam sampai dengan 1400 mg dan
Chlorazepoxide 6000 mg (benzodiasepines are the safest of all psychotropic
agents when taken in overdose)
Efek teratogenik (khususnya pada trisemester I) berkaitan dengan obat
golongan benzodiazepine yang dapat melewati placenta dan mempengaruhi
janin.

45 | H a l a m a n
Pemberian obat golongan benzodiazepine pada saat persalinan (khususnya
dosis tinggi) harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan hypotonia,
penekanan pernapasan dan hypothermia pada anak yang dilahirkan.
Pada penderita usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan
(paradoxical reaction) berupa : kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spastisitas
otot meningkat, dan gangguan tidur.

OBAT ANTI-INSOMNIA
Sinonim : HYPNOTIC, SOMNIFACIENT, HIPNOTIKA
Obat Acuan : Phenobarbital

SEDIAAN OBAT ANTI-INSOMNIA dan DOSIS ANJURAN


(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Nitrazepam DUMOLID (Alpharma) Tab 5 mg 5 – 10 mg/malam
2 Zolpidem STILNOX (Sanofi-Aventis) Tab 10 mg 10 – 20 mg/malam
ZOLMIA (Fahrenheit) Tab 10 mg
3 Estazolam ESILGAN (Takeda) Tab 1 mg 1 – 2 mg/malam
4 Flurazepam DALMADORM (Valeant) Tab 15 mg 15 – 20 mg/malam

PENGGOLONGAN
1. Benzodiazepine : Nitrazepam, Flurazepam, Estazolam
2. Non-Benzodiazepine : Zolpidem

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejaal Sasaran (Target Syndrome) : SINDROM INSOMNIA
Butir-butir diagnostik Sindrom Insomnia
Membutuhkan waktu lebih dari ½ jam untuk tertidur (troubling in falling asleep)
atau tidur kembali setelah terbangun (sleep continuity interuption) sehingga
siklus tidur tidak utuh dan menimbulkan keluhan gangguan kesehatan.
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Lama tidur tidak bisa dijadikan acuan oleh karena bersifat sangat “individual”.
- Long Sleeper (7-8 jam/hari)
- Short Sleeper (3-4 jam/hari)
Sinrom Insomnia dapat dibagi dalam 3 tipe menurut lama-nya :

46 | H a l a m a n
1. Transient Insomnia, hanya berlangsung 2-3 hari
2. Shortterm Insomnia, berlangsung sampai dengan 3 minggu
3. Longterm Insomnia, berlangsung dalam periode waktu yang lebih lama dan
biasanya disebabkan oleh kondisi medik atau psikiatrik tertentu
Indikasi penggunaan Obat Anti-Insomnia terutama pada kasus “Transient &
Shortterm Insomnia” sangat berhati-hati pada kasus dengan “Longterm
insomnia”. Selalu diupayakan mencari penyebab dasar dari gangguan tidur dan
pengobatan ditujukan pada penyebab dasar tersebut.
Ditinjau dari penyebabnya, sindrom insomnia dapat dibagi :
Sindrom Insomnia Psikik : Gangguan Afektif bipolar & Unipolar
(episode mania atau depresi), Gangguan
Anxietas (panik, fobia)
Sindrom Insomnia Organik : Hyperthyroidism, Putus obat penekan SSP
(benzodiazepine, phenobarbital narkotika),
Zat perangsang SSP (caffein, ephedrine,
amphetamine)
Sindrom Insomnia Situasional : Gangguan penyesuaian + anxietas/depresi,
perubahan sleep-wake schedule (jetlag,
workshift), stress Psikososial
Sindrom Insomnia Penyerta : Gangguan Fisik + Insomnia (pain producing
illness, paroxysmal nocturnal dyspnoe),
Gangguan Jiwa + Insomnia (Skizofrenia,
Gangguan Paranoid)
Bila penyebabnya tidak ditemukan, disebutkan “Primary Insomnia”

MEKANISME KERJA
Proses Tidur = Suatu Siklus yang terdiri dari :
- Stadium Jaga (Wake, gelombang beta)
- Stadium 1 (Gelombang alfa, theta)
- Stadium 2 (Gelombang delta 20%)
- Stadium 3 (Gelombang delta 20-50%)
- Stadium 4 (Gelombang delta > 50%) = Delta Sleep
- Stadium REM (Rapid Eye Movement) = REM Sleep

47 | H a l a m a n
Satu siklus berlansung sekitar 90 menit, sehingga terjadi sekitar 4-5 siklus tidur yang
teratur pada tidur yang normal.
Pada Keadaan : Tidur Ringan = Stadium 1 dan 2
Tidur Dalam = Stadium 3 dan 4 (Non REM Sleep)
Tidur Dangkal = Stadium REM (terjadi mimpi)
Obat golongan Benzodiazepine tidak menyebabkan “REM Supression & rebound”.
Pada kasus Depresi terjadi pengurangan “delta sleep” (gelombang delta
<20%), sehingga tidak pulas tidurnya dan mudah terbangun.
Pada awal depresi terjadi defisit “REM Sleep” (0-10%, dimana pada orang
normal sekitar 20%) yang menyebabkan tidur sering terbangun akibat mimpi buruk
(REM Sleep bertambah untuk mengatasi defisit), sehingga siklus tidur menjadi tidak
teratur (disorganized).
Obat anti-depresi (Trisiklik & Tetrasiklik) menekan dan menghilangkan “REM
Sleep” dan menignkatkan “delta Sleep”, sehingga pasien tidur nyaman tidak
diganggu mimpi buruk. Bila obat mendadak dihentikan terjadi “REM rebound”
dimana pasien akan mengalami mimpi-mimpi buruk lagi.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek Samping : supresi SSP (Susunan saraf pusat) pada saat tidur. Hati-hati
pada pasien dengan insufisiensi pernapasan, uremia dan gangguan fungsi hati,
oleh karena keadaan tersebut terjadi penurunan fungsi SSP dan dapat
memudahkan timbulnya coma. Pada pasien usia lanjut dapat terjadi
“oversedation” sehingga risiko jatuh dan trauma menjadi besar, yang sering
terjadi adalah “hip fracture”.
Hypnotics are unique among medication in that their clinical effects is also their
major side effect – that is sleepiness.
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik anti-insomnia
(waktu paruh):
- Waktu paruh singkat Gejala rebound lebih berat pada pagi
(sekitar 4 jam) harinya dan dapat sampai menjadi
e.g. Triazolam panik
- Waktu paruh sedang Gejala rebound lebih ringan
e.g. Estazolam, zolpidem

48 | H a l a m a n
- Waktu paruh panjang Menimbulkan gejala “hang over” pada
e.g. Nitrazepam, pagi harinya dan juga “intensifying day”
Flurazepam time sleepiness”.
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan Benzodiazepine dapat terjadi
“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction” (perilaku penyerang dan
ganas)

INTERAKSI OBAT
Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) = potensiasi efek supresi
SSP yang dapat menyebabkan “oversedation & respiratory failure”.
Obat golongan Benzodiazepine tidak meng”induce hepatic microsomal
enzymnes” atau “produce protein binding displacement”, sehingga jarang
menimbulkan interaksi obat yang digunakan untuk kondisi medik tertentu.
Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai Alkohol atau “CNS
depressants” lain, risiko kematian menjadi meningkat.

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Ditinjau dari sifat gangguan tidur, sindrom insomnia dapat dibagi :
- Initial Insomnia sulit masuk ke dalam proses tidur. Obat yang dibutuhkan
adalah bersifat “Sleep Inducing Anti-Insomnia”, yaitu golongan benzodiazepine
(Short Acting). Misalnya pada gangguan Anxietas.
- Delayed Insomnia proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali
ke proses tidur selanjutnya. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong
latent phase Anti-insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepressan (Trisiklik
dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan Depresi.
- Broken Insomnia siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-
pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan
adalah bersifat “Sleep Maintaining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital
atau bolongan Benzodiazepine (Long Acting). Misalnya pada gangguan stress
psikososial.

Pengaturan Dosis

49 | H a l a m a n
Pemberian tunggal dosis anjuran 15’-30’ sebelum pergi tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat.
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-
lahan untuk menghindari “oversedation” dan intoksikasi.
Ada laporan yang menggunakan anti-depresan sedatif dosis kecil 2-3 kali
seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut.

Lama Pemberian
Pemakaian obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih
dari 2 minggu, agar risiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu
dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan
lamanya.
Kesulitan pemberhentian obat seringkali oleh karena “Psychological
Dependence” (habituasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur
dapat ditanggulangi.

PERHATIAN KHUSUS
Kontraindikasi :
- Sleep Apneu Syndrome
- Congestive Heart Failure
- Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g. cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga Benzodiazepine diekskresi melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP).

OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF


Sinonim : DRUGS USED IN OBSESSIVE-COMPULSIVE DISORDERS
Obat Acuan : Clomipramine

50 | H a l a m a n
SEDIAAN OBAT ANTI-OBSESIF KOMPULSIF dan DOSIS ANJURAN
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Clomipramine ANAFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 – 200 mg/h
2 Fluvoxamine LUVOX (Solvay Pharma) Tab 50 mg 100 – 250 mg/h
3 Sertraline ZOLOFT (Pfizer-Pharmacia) Tab 50 mg 50 – 150 mg/h
4 Fluoxetine PROZAC (Eli Lilly) Cap 20 mg 20 – 80 mg/h
NOPRES (Dexa Medica) Cap 20 mg
ANSI (Bernofarma) Cap 10-20 mg
ANDEP (Medikom) Cap 20 mg
ANTIPRESTIN (Pharos) Cap 10-20 mg
COURAGE (Soho) Tab 20 mg
ELIZAC (Mersifarma) Cap 20 mg
KALXETIN (Kalbe) Cap 10-20 mg
LODEP (Sunthi Sepuri) Cap 20 mg
OXIPRES (Sandoz) Cap 20 mg
ZAC (Ikapharmindo) Cap 10-20 mg
ZACTIN (Merck) Cap 20 mg
5 Paroxetine SEROXAT (Glaxo Smith-Kline) Tab 20 mg 40 – 60 mg/h
6 Citalopram CIPRAM (Lundbeck) Tab 20 mg 40 – 60 mg/h

PENGGOLONGAN
1. Obat Anti-Obsesif kompulsif TRISIKLIK, e.g. Clomipramine
2. Obat Anti-Obsesif Kompulsif SSRI (serotonin reuptake inhibitors), e.g.
Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala Sasaran (Target Syndrome) : SYNDROM OBSESIF KOMPULSIF
Butir-butri diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif
Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-gejala
obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut :
1. Diketahui/disadari sebagai, pikiran, bayangan atau impuls dari diri individu
sendiri
2. Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang
tidak menyenangkan (ego-distonik)
3. Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls
tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau
kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas)
4. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan/
dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan/dielakkan oleh
penderita

51 | H a l a m a n
Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas sehari-hari (disability).
Respon penderita ganggan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi
seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan
masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnyap enderita
sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih
baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy).

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom Obsesif kompulsif berkaitan dengan hipersensitivitas dari
“serotonergic receptors” di SPP
Mekanisme kerja obat anti-obsesif kompulsif adalah sebagai “serotonin
reuptake blockers” (menghambat reuptake neurotransmitter serotonin), sehingga
hipersensitivitas tersebut berkurang.
Hipotesis tersebut berdasarkan temuan penelitian klinis bahwa ada kaitan
erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan gejala depresif.
Penderita gangguan obsesif kompulsif sering menunjukkan gejala depresif, dan
sebaliknya penderita depfesi berulang (F.33.-) dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,
meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara pararel
dengan perubahan gejala obsesif.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping Obat Anti-Obsesif Kompulsif, sama seperti obat antidepresi
TRISIKLIK, dapat berupa :
Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,
penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardia, dll)
Efek anti-adrinergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
Efek neurotoksis (tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia)
Untuk pencegahan terhadap akibat yang merugikan dari efek samping
tersebut, sebelum penggunaan obat perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan

52 | H a l a m a n
laboratorium. Yang teliti, terutama fungsi hati dan fungsi ginjal, serta pemeriksaan
EKG dan EEG, khususnya pada penderita anak-anak atau dewasa dengan riwayat
kejang (efek epileptogenik dari obat anti-obsesif kompulsif Trisiklik) dan penderita
yang berusia lanjut (the anticholinergic side effects which magnify with age).
Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita),
umumnya dapat ditoleransi oleh penderita dan akan menghilang dalam waktu sekitar
3 minggu bila tetap diberikan dalam dosis yang sama.
Efek samping TRISIKLIK yang paling sering dalam praktek adalah mulut
kering dan konstipasi, sedangkan yntuk golongan SSRI adalah sakit nausea dan
sakit kepala.
Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi Trisiklik dengan gejala-
gejala: eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusional state
(confusion, delirium, disorientation). Lihat bab Obat Anti-Depresi, “Atropin Toxic
Syncrome”.
“Lethal Dose” Clomipramine = lebih dari 1-2 gr/hari (lebih kecil pada anak-
anak dan usia lanjut atau sudah ada penyakit organik sebagai penyulit). Oleh karena
itu tidak memberikan obat dalam jumlah besar sekaligus kepada penderita obsesif
kompulsif (yang seringkali disertai juga gejala-gejala depresi dengan ide percobaan
bunuh diri), sebaiknya tidak lebih dari dosis seminggu.
Obat anti-obsesif kompulsif golongan SSRI relatif lebih aman pada overdosis
dibandingkan dengan golongan TRISIKLIK.

INTERAKSI OBAT
Clomipramine + Haloperidol/Phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi
dari Clomipramine, sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya
dapat terjadi potensialsi efek samping antikolinergik (ileus paralitik, disuria,
gangguan absorbsi, dll)
Obat anti-obsesif kompulsif TRISIKLIK/SSRI + “CNS Depressants” (alkohol,
opioida, benzodiazepind, dll) menyebabkan potensiasi efek sedasi dan
penekanan terhadap pusat pernapasan (dapat berakibat terjadinya “respiratory
failure”)
Obat anti-obsesif kompulsif TRISIKLIK/SSRI + Obat Simpatomimetik (derivat
amfetamin), dapat membahayakan kondisi jantung.

53 | H a l a m a n
Obat anti-obsesif kompulsif TRISIKLIK/SSRI + MAOI, tidak boleh di berikan
bersamaan, dapat terjadi “Serotonin Malignant Syndrome”.
Pemberian bersama obat anti-obsesif kompulsif SSRI dan TRISIKLIK, umumnya
meningkatkan kadar Trisiklik dalam plasma sehingga mudah terjadi gejala
overdosis (intoksikasi Trisiklik).

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat
Sampai sekarang ini, Clomipramine masih merupakan obat yang paling efektif
dari kelompok TRISIKLIK oleh karena paling bersifat “serotonin selective” dan
masih dianggap sebagai “first line drug” dalam pengobatan terhadap gangguan
obsesif kompulsif. Dengan demikian juga merupakan pilihan utama pada terapi
gangguan depresi yang menunjukkan aspek-aspek obsesif.
Dalam hal gangguan obsesif kompulsif, tidak banyak pilihan yang dapat
dilakukan, kecuali bagi mereka yang peka terhadap efek samping golongan
TRISIKLIK, dapat beralih ke golongan SSRI di mana relatif efek sampingnya
lebih ringan.

Pengaturan Dosis
Mulai dengan dosis rendah untuk penyesuaian efek samping namun dosis ini
umumnya lebih tinggi dari dosis sebagai anti-depresi, Clomipramine mulai
dengan 25-50 mg/hari (dosis tunggal pada malam hari, waktu paruh-nya 10
sampai 20 jam), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/h,
sampai tercapai dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom obsesif
kompulsifnya (biasanya sampai 200-300 mg/h) dan ini sangat tergantung pada
toleransi penderita terhadap efek samping obat.
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi meskipun sifatnya
individual, Clomipramine sekitar 100-200 mg/h dan Sentraline sekitar 100 mg/h,
serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun), sambil dilakukan
TERAPI PERILAKU atau PSIKOTERAPI lain.
Sebelum dihentikan, pengurangan dosis harus secara “tapering off” agar tidak
terjadi kekambuhan dan kesempatan yang luas untuk menyesuaikan diri.

54 | H a l a m a n
Lama Pemberian
Meskipun respons terhadap pengobatan sudah dapat terlihat dalam 1 sampai 2
minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2
sampai 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari (a gradual titration of
dosage is essential).
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya diatas 6 bulan
sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap bila kondisi penderita
sudah memungkinkan.
Obat golongan TRISIKLIK dan SSRI termasui tidak berpotensi menimbulkan
ketergantungan obat.

PERHATIAN KHUSUS
Pengobatan gangguan obsesif kompulsif biasanya berjangka waktu lama. Hal ini
perlu dijelaskan kepada penderita dan keluarganya, disamping menunjang
kepatuhan berobat, juga karena harga obatnya cukup tinggi dan jumlah dosis
yang digunakan juga agak tinggi.
Penting sekali disertai TERAPI PERILAKU untuk pengobatan terhadap
gangguan obsesif kompulsif, agar penderita dapat mencapai taraf perbaikan
yang optimal dan mempercepat pengurangan dosis obat. Pengurangan dosis
obat harus bertahap (tapering off).
Sangat hati-hati pada penderita usia lanjut atau penderita dengan penyakit
organik yang sulit menerima efek samping obat (penyakit jantung, pembesaran
prostat, glaukoma, dll)
Dengan dosis obat yang relatif tinggi, penderita harus menghindarkan
mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin yang membutuhkan perhatian
penuh, risiko kecelakaan menjadi besar.
Sangat tidak dianjurkan penggunaan obat anti-obsesif kompulsif pada wanita
hamil atau menyusui.

OBAT ANTI-PANIK
Sinonim : DRUGS USED IN PANIC DISORDERS
Obat Acuan : Imipramine

55 | H a l a m a n
SEDIAAN OBAT ANTI-PANIK dan DOSIS ANJURAN
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 7. 2006)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Imipramine TOFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
2 Clomipramine ANAFRANIL (Novartis) Tab 25 mg 75 – 150 mg/h
3 Alprazolam XANAX (Upjohn) Tab 0,25-0,5-1 mg 2 – 4 mg/h
4 Moclobemide AURORIX (Roche) Tab 150 mg 300 – 600 mg/h
5 Sertraline ZOLOFT (Pfizer) Tab 50 mg 50 – 100 mg/h
6 Fluoxetine PROZAC (Ely Lilly) Cap 20 mg 20 – 40 mg/h
ELIZAC (Mersifarma) Cap 20 mg
ANSI (Bernofarma) Cap 10-20 mg
ANDEP (Medikon) Cap 20 mg
ANTIPRESTIN (Pharos) Cap 10-20 mg
COURAGE (Soho) Tab 20 mg
KALXETIN (Kalbe) Cap 10 -20 mg
7 Paracetine SEROXAT (Glaxo Smith-Kline) Tab 20 mg 20 – 40 mg/h
8 Fluvoxamine LUVOX (Solvay Pharma) Tab 50 mg 50- 100 mg/h
9 Citalopram CIPRAM (Lundbeck) Tab 20 mg 20 – 40 mg/h

PENGGOLONGAN
1. Obat Anti-Panik TRISIKLIK, e.g. Imipramine, Clomipramine.
2. Obat Anti-Panik BENZODIAZEPINE, e.g. Alprazolam
3. Obat Anti-Panik RIMA (Reversible Inhibitors of Monoamine Oxydase-A),
e.g. Moclobemide
4. Obat Anti-Panik SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), e.g.
Sertraline, Fluoxetine, Paroxetine, Fluvoxamine, Citalopram.

INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PANIK
Butir-butri diagnostik Sindrom Panik
Selama paling sedikit satu bulan, mengalami beberapa kali serangan anxietas
berat (severe attacks of autonomic anxiety) yang memiliki ciri-ciri berikut :
1. Serangan anxietas terjadi pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara
objektif tidak ada bahaya (unprovoked of episodic paroxysmal anxiety);
2. Serangan anxietas tersebut tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui
atau yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations);
3. Terdapat keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode
di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat
terjadi juga komplikasi “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi
setelah membayangkan sesuatu yang menghawatirkan akan terjadi).

56 | H a l a m a n
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa Agorafobia (anxietas
yang terjadi dalam hubungan dengan tempat atau situasi; banyak
orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah dan bepergian sendiri);
Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic avoidance).

MEKANISME KERJA
Hipotesis : Sindrom Panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari
“serotonergic receptors” di SSP
Mekanisme kerja Obat Anti-Panik adalah menghambat “Reuptake serotonin pada
celah sinaptik antar neuron, sehingga pada awalnya terjadi peningkatan serotonin
dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi, insomnia),
sekitar 2 sampai 4 minggu, kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terajdi
penurunan sensitivitas reseptor (down regulation). Penurunan sensitivitas reseptor
tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panik (adrenergic overactivity) dan
juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula. Penurunan
hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.
Temuan mutakhir menunjukkan adanya “co-morbidity” antara gangguan obsesif
kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder), fobia sosial (Social Phobia), dan
gangguan panik (Panic Disorder). Dihipotesiskan mereka berasal dari satu jenis
gangguan dasar, yaitu berkaitan dengan hipersensitivitas dari “serotonergic
receptors”.

PROFIL EFEK SAMPING


Efek samping obat Anti-Panik golongan TRISIKLIK dapat berupa :
Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
Efek anti-kolinergik (mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,
penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardia, dll)
Efek anti-adrinergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
Efek neurotoksis (tremor halus, kejang-epileptik, agitasi, insomnia)
Oleh karena itu sebelum penggunaan obat perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang teliti, terutama fungsi hati dan ginjal serta pemeriksaan EKG dan

57 | H a l a m a n
EEG, untuk mencegah pengaruh buruk dari efek samping obat tersebut (khususnya
pada penderita usia lanjut, anak-anak dengan riwayat kejang).
“Lethal Dose” Trisiklik Imipramine lebih dari 1-2 gram/hari (lebih kecil pada anak-
anak dan usia lanjut, atau yang sudah ada penyakit organik sebagai penyulit).
Jumlah tersebut sekitar 10 kali “therapeutic dose” maka itu tidak bioleh memberikan
obat dalam jumlah besar kepada penderita gangguan panik yang disertai gejala
depresi (tidak lebih dari dosis seminggu), dimana penderita seringkali sudah ada
pikiran untuk bunuh diri.
Pada keadaan overdosis dapat terjadi Intoksikasi Trisiklik dengan gejala-gejala
eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic confusional state” (confusion,
delirium, disorientation). Lihat Bab obat anti-derpesi, “Atropine Toxic Syndrome”.
Obat anti-panik golongan SSRI/RIMA relatif paling aman pada overdosis
dibandingkan dengan golongan TRISIKLIK.

INTERAKSI OBAT
Obat anti-panik TRISIKLIK (Imipramine / Clomipramine) + Haloperidol /
Phenothiazine = mengurangi kecepatan ekskresi dari Trisiklik, sehingga kadar
dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi potensial efek
samping antikolinergik (ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi, dll).
Obat anti-panik TRISIKLIK/SSRI + “ CCNS Depressants” (alkohol, opioida,
benzodiazepine, dll) menyebabkan potensial efek sedasi dan penekanan
terhadap pusat pernapasan (dapat berakibat terjadinya “respiratory failure”).
Obat anti-panik TRISIKLIK/SSRI + MAOI, tidak boleh diberikan bersamaan,
dapat terjadi “Serotonin Malignant Syndrome”. Perubahan dari obat anti-panik
golongan TRISIKLIK (Imipraine, Clomipramine) atau SSRI (Sertraline, dll) ke
RIMA (Moclorbemide) atau sebaliknya membutuhkan selang waktu sekitar 2-4
minggu untuk “washout period”.
Pemberian bersama obat anti-panik SSRI dan TRISIKLIK, umumnya
meningkatkan kadar TRISIKLIK dalam Plasma, sehingga dapat terjadi gejala
over-dosis (intoksikasi Trisiklik).

CARA PENGGUNAAN
Pemilihan Obat

58 | H a l a m a n
Semua jenis obat anti-panik (Trisiklik, Benzodiazepine, RIMA, SSRI) sama
efektifnya menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium
awal dari gangguan panik.
Bagi yang peka terhadap efek samping golongan TRISIKLIK atau adanya
penyakit organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan SSRI atau RIMA di
mana efek samping relatif lebih ringan.
Alprazolam merupakan obat yang paling kurang toksik dan “onset of action”
yang lebih cepat.

Pengaturan Dosis
Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek samping
dan khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin antara waktu
pemberian obat dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik
dalam periode waktu tertentu.
Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis dinaikkan dalam
beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah terjadinya
toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan.
apabila dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan
merasakan manfaatnya, atau malahan akan mundur dari perkembangan yang
sudah mulai membaik pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada beberapa
kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis efektif biasanya
sekitar 150-200 mg//hari.
Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat dalam waktu beberapa hari setelah
pemberian obat, sedangkan TRISIKLIK/RIMA/SSRI baru berkhasiat setelah
pemberian 4-6 minggu.
Imipramine atau Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis
tunggal pada malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/h dengan selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, sampai tercapai
dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai
sekitar 150-200 mg/h), dengan efek samping obat yang dapat ditoleransi oleh
penderita. Dosis efektif dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi
secara perlahan-lahan sampai 1-2 bulan.

59 | H a l a m a n
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, Imipramine/Clomipramine sekitar 100-200 mg/h dan Sertraline sekitar
100 mg/h, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun).

Lama Pemberian
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila
kondisi penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu
tertentu).
Dalam waktu 3 bulan setelah bebas obat, sekitar 75% penderita menunjukkan
gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula
diulangi untuk selama 2 tahun. Setelah itu dicoba lagi diberhentikan dengan
perlahan-lahan dalam kurun waktu 3 bulan, dstnya.
Ada beberapa penderita yang memerlukan pengobatan bertahun-tahun untuk
mempertahankan bebas gejala dan bebas dari disabilitas.

PERHATIAN KHUSUS
Pengobatan gangguan panik biasanya berjangka waktu lama. Hal ini perlu
dijelaskan kepada penderita dan keluarganya, disamping menunjang kepatuhan
berobat, juga karena harga obatnya cukup mahal dan jumlah dosis yang
digunakan juga agak tinggi.
Pada saat mulai pengobatan atau saat dengan dosis agak tinggi akan
menyebabkan “reaction time” menurun, sehingga harus dihindarkan
mengendarai kendaraan sendiri atau menjalankan mesin yang membutuhkan
perhatian tinggi.
Pasien usia lanjut dan atau dengan penyakit organik sebagai penyulit yang
kurang bisa mentolelir efek samping obat, dosis obat harus seminimal mungkin.
Wanita hamil atau menyusui tidak dianjurkan menggunakan obat antipanik.

60 | H a l a m a n
DOEN PSIKOFARMAKA

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1375A/Menkes/SK/XI/2002


tertanggal 4 November 2002 tentang DAFTAR OBAT ESSENSIAL NASIONAL
(D.O.E.N) 2002 ditetapkan antara lain bahwa Daftar Obat Esensial Nasional
2002 sebagai mana terdapat dalam lampiran keputusan ini merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Obat Esensial adalah obat pilihan yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat terbanyak, mencakup upaya diagnosis, profilaksis,
terapi dan rehabilitasi yang harus selalu tersedia di unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan fungsi dan tingkatannya.
Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan,
kerasionalan penggunaan dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan
daya guna dan hasil guna biaya tersedia sebagai salah satu langkah untuk
memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
Penerapan DOEN harus dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus
disemua unit-pelayanan kesehatan.
Obat piskotropik atau Psikofarmaka tercantum dalam Kelas Terapi No. 23 dari
DOEN 1994, 1998, dan 2002.
23.PSIKOFARMAKA
23.1 Anti-anxietas dan Anti-Insomnia
23.2 Anti-depresi dan Anti-mania
23.3 Anti-obsesif kompulsif dan Anti-panik
23.4 Anti-psikosis

Sedangkan pada DOEN 1987 dan 1990 termasuk dalam Kelas Terapi No. 1
obat Susunan Saraf, dengan subkelas.
1.6 PSIKOFARMAKA
1.6.1. Anti-anxietas
1.6.2. Anti-depresi
1.6.3. Anti-psikosis
1.6.4. Hipnotik-sedatif

61 | H a l a m a n
1.6.5. Lain-lain (Metilfenidat)

NOMOR NO KELAS TERAPI, NAMA OBAT SECARA RUMAH PUSKESMAS CATATAN


KELAS BENTUK SEDIAAN, KEKUATAN KESELU SAKIT
TERAPI SEDIAAN KEMASAN RUHAN
23 PSIKOFARMAKA
1 ANTIANXIETAS dan Anti- + + +
INSOMNIA
Diazepam
Tab 2 mg, klg 1000 tab
Tab 5 mg, klg 1000 tab
Inj. Im 5 mg/ml, ktk, 100
amp.@ 2 ml
2 ANTIDEPRESI dan ANTI-MANIA
Amitriptilin HCL + + +
Tab. Salut 25 mg, ktk
10 bls @ 10 tab
Litium Karbonat + + - Pengunaan dengan
Tab 250 mg, ktk 10 monitorin khusus di
Str @ 10 tab RS
3 ANTIOBSESIF KOMPULSIF dan
ANTIPANIK
Klomipramin HCL + + -
Tab 10 mg, btl 250 tab
Tab 25 mg, btl, 1000 tab
4 ANTIPSIKOSIS
Flufenazin dekanoat + + - “Long Acting”
Inj im 25 mg/ml ktk
10 vial @ 1 ml
Haloperidol + + + Sebagai alternatif
Tab 0,5-1,5-5 mg, b ll 100/ lain dari CPZ
1000 tab tetes 2 mg/me, bll
15 ml inj/im, 5 mg/ml ktk, 56
amp @ 1 cc
Klorpromazine HCL + + +
Tab salut 25 mg, btl
Klg 1000 tab
Inj. Im/25 mg/ml, ktk 100 amp
@ 2 mml
Perfenazin HCL + + + Puskesmas yang
Tab 4 mg btl 100/1000 sudah ada program
Tab 16 mg btl 100/1000 integrasi kesehatan
Risperidon + + + jiwa
Tab 1 mg, ktk 20 tab
Tab 3 mg, ktk 20 tab
Sulpirid + + +
Kaps 50 mg, ktk 2 strp @ 10
kaps tab 200 mg, ktk 2 strp
@ 10 tab

62 | H a l a m a n
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBILK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997
TANGGAL : 11 MARET 1997

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN I


No NAMA LAZIM NAMA LAIN NAMA KIMIA
1 BROLAMFETAMINA DOB - (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi α-metilfenetlamina
DET - 3-[2- dietilamino) etil] indol
DMA - (±)-2,5-dimetoksi-α-metilfenetilamina
DMHP - 3-(1,2-dimetilheptil)-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo[b,d] piran-1-ol
DMT - 3-[2-(dimetilamino)etil] indol
DOET - (±) – 4 – etil-2,5-dimetoksi-α-fenetilamina
2 ETISIKLIDINA PCE - N-etil-1-fenilsikloheksilamina
3 ERIPTAMINA - 3-(2aminobutil) indole
4 KATINONA - (-)-(S)-2-aminorpopiofenon
5 (+)-LISERGIDA LSD, LSD-25 - 9,10-didehidro-N,N-dietil-6-metilergolina-8β-karboksamida
MDMA - (±)-N, a-dimetil-3-4-(metilendioksi) fenetilamina
Meskalina - 3,4,5-trimetoksifenetilamina
6 METKATINONA - 2-(metilamino)-1-fenilpropan-1-on
4-metilaminoreks - (±)-sis-2-amino-4-metil-5-fenil-2-oksazolina
MMDA - 2-metoksi-α-metil-4,5-(metilendioksi) fenetilamina
N-etil MDA - ±-N-etil-α-metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
N-hidroksi MDA - ±-N-etil-[α-metil-3,4-(metilendioksi)fenetil] hidroksilamina
Paraheksil - 3-heksil-7,8,9,10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo[b-d]
piran-1ol
PMA - P-metoksi-α-metilfenetilamina
PsiolsinaPsilotsin - 3-[2-(dimetilamino)etil] indol-4-ol
7 PSISLOSIBINA - 3-[2-(dimetiamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat
8 ROLISIKLIDINA PHP, PCPY - 1-[1-fenilsikloheksil) pirolidina
STP, DOM - 2,5-dimetoksi-α, 4-dimetilfenetilamina
9 TENAMFETAMINA MDA - a-metil-3,4-(metilendioksi) fenetilamina
10 ENOSIKLIDINA TCP - 1-[1-(2-tieni) sikloheksil] piperidina
TMA - (±)-3,4,5-trimetoksi-α-metilfenetilamina

63 | H a l a m a n
DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN II
No NAMA LAZIM NAMA LAIN NAMA KIMIA
1 AMFETAMINA - (±)-α-metilfenetilamina
2 DEKSAMFETAMINA - (+)-α-metilfenetilamina
3 FENETILANA - 7-[2-[(α-metilfenitilamino)etil] teofilina
4 FENMETRAZINA - 3-metil-2-fenilmorfolina
5 FENSIKLIDINA PCP - 1-(1-fenisikloheksi)-piperidina
6 LEVAMFETAMINA Levamefetamina - (-)-(R)-α-metilfenetilamina
Levometamfetamina - (-)-N, α-dimetilfenetilamina
7 MEKLOKUALON - 3-(o-klorofenil(-2-metil-4 (3H)-kuinazolinon
8 METAMFETAMINA - (+)-N, α- dimetilfenetilamina
9 METAMFETAMINA - (+)-N, α- dimetilfenetilamina
RASEMAT
10 METAKUALON - 2-metil-3-o-tolil-4(3H)-kuinazolinon
11 METILFENIDAT - Metil-α-fenil-2-piperidina asetat
12 SEKOBARBITAL - Asam 5-alil-5-(1-metilburit) barbiturat
13 ZIPEPROL - α-(α-metoksibenzil)-4-(p-metoksifenetil)-1-piperazinetano

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN III


No NAMA LAZIM NAMA LAIN NAMA KIMIA
1 AMOBARBITAL - asam 5-etil-t-isopentilbarbiturat
2 BUPRENORFINA - 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-6,14-
endo-etano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
3 BUTALBITA - Asam 5-alil-5-isobutilbarbiturat
4 FLUNITRAZEPAM - 5-(α-fuorofenil)-1,3-dihidro-1-metil-nitro-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
5 GLUTETIMIDA - 2-etil-2-fenilglutarimida
6 KATINA (+)-norpseudoefedrina - (+)-(R)-α-[(R)-1-aminoetil]benzil alkohol
7 PENTAZOSINA - (2R*,6R*, 11R*)-1,2,3,4,5,6-heksahidro-6,11-dimetil-3-(e-
metil-2-butenil)-2,6-metano-3-benzazosin-8-ol
8 PENTOBARBITAL - Asam 5-etil-5-(1-metilbutil)barbiturat
9 SIKLOBARBITAL - Asam 5-(1-sikloheksen-1-il)-5-etilbarbiturat

DAFTAR PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV


No NAMA LAZIM NAMA LAIN NAMA KIMIA
1 ALLOBARBITAL - Asam 5,5-dialibarbiturat
2 ALPRAZOLAM - 8-kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolol[4,3-α][1,4]
benzodiazepina
3 AMFEPRAMONA Dietilprption - 2-(dietilamino)-propiofenon
4 AMINOREX - 2-amino-5-fenil-2-iksazolina
5 BARBITAL - Asam 5, 5-dietilbarbiturat
6 BENZFETAMINA - N-benzil-N, α-dimetilfenetilamina
7 BROMAZEPAM - 7-bromo-1,3-dihidro-5-(2-pridil)-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
8 BROTIZOLAM - 2-bromo-4(o-klorofenil)-9-metil-5H-tienol[3,2]-s-triazolol(4,3-
α)[1,4]diazepina
Butobarbital - Asam 5-butil-5-etilbarbiturat
9 DELORAZEPAM - 7-kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-2H-1,4-benzodiazepine-
2-on

64 | H a l a m a n
10 DIAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-
on
11 ESTAZOLAM - 8-kloro-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α][1,4]benzodiazepina
12 ETILAMFETAMINA N-etilamfetamina - N-etil-α-metilfenetilamina
13 ETIL LOFLAZEPATE - Etil-7-kloro-5-(o-fluorofenil)-2,3-dihidro-2-okso-1H-1,4-
benzodiazepina-3-karboksilat
14 ETINAMAT -
15 ETKLORVINOL - 1-kloro-3-etil-1-penten-4-in-3-ol
16 FENCAMFAMINA - N-etil-3-fenil-2-norbomanamina
17 FENDIMETRAZINA - (+)-(2S,3S)-3,4-dimetil-2-fenilmorfolina
18 FENOBARBITAL - Asam 5-etil-5-fenilbarbiturat
19 FENPROPOREKS - (±)-3-[α-metilfenetil)amino] propionitril
20 FENTERMINA - α, α –dimetilfenetilamina
21 FLUDIAZEPAM - 7-kloro-5-(o-flurofenil)-1,3-dihidro-1-metil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
22 FLURAZEPAM - 7-kloro-1-[2-dietilamino)etil]-5-(o-fluorofenil)-1,3-dihidro-2H-
1,4-benzodiazepin-2-on
23 HALAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2,2,2-trifluoroetil)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
24 HALOKSAZOLAM - 10-bromo-11b-(o-fluorofenil)-2,3,7,11b-tetrahidrooksazolo
[3,2-d][1,4]benzodiazepin-6 (5H)-on
25 KAMAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihiro-3-hidroksi-1-metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-ondimetilkarbamat (ester)
26 KETAZOLAM - 11-kloro-8,12b-dihidro-2,8-dimetil-12b-fenil-4H-
[1,3]iksazino[3,2-d][1,4] benzodiazepin-4,7 (6H)-dion
27 KLOBAZAM - 7-kloro-1-metil-5-fenil-1H-1,5-benzodiazepin-2,4(3H,5H)-
dion
28 KLOKSAZOLAM - 10-kloro-11b-(oklorofenil)-2,3,7,11b-tetrahidroksazolo-[3,2-
d][1,4]benzodiazepin-6(5H)-on
29 KLONAZEPAM - 5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-7nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2on
30 KLORAZEPAT - Asam 7-kloro-2,3-dihidro-2-okso-5-fenil-1H-1,4-
benzodiazepina-3-karboksilat
31 KLORDIAZEPOKSIDA - 7-kloro-2-(metilamino)-5-fenil-3H-1,4-benzodiazepine-4-
oksida
32 KLOTIAZEPAM - 5-(o-klorofenil)-7etil-1,3-dihidro-1-metil-2H-teino [2,3-e]-1,4-
diazepin-2-on
33 LEFETAMINA SPA - (-)-N,N-dimetil-1,2-difeniletilamina
34 LOPRAZOLAM - 6-(o-klorofenil)-2,4-dihidro-2-[(4-metil-1-piperazinil) metilen]-
8-nitro-1H-imidazol [1,2-α]
35 LORAZEPAM - 7-kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-hidroksi-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
36 LORMETAZEPAM - 7-kloro-5-(o-klorofenil)-1,3-dihidro-3-hidroksi-1-metil-2H-
1,4-benzodiazepin-2-on
37 MAZINDOL - 5-(p-klorofenil)-2,5-hidro-3H-imidazol(2,1-α)soindol-5-ol
38 MEDAZEPAM - 7-kloro-2,3-dihidro-1-metil-5-fenil-1H-1,4-benzodiazepine
39 MEFENOREKS - N-(3-kloropropil)-α-metilfenetilamina
40 MEPROBAMAT - 2-metil-2-propil-1,3-propanadiol, dikarbamat
41 MESOKARB - 3-(α-metilfenetil)-N-(fenikarbamoil) sidnon imina
42 METILFENOBARBITAL - Asam 5-etil-1-metil-5-fenilbarbiturat
43 METIPRILON - 3,3-dietil-5-metil-2,4-piperidina-dion
44 MIDAZOLAM - 8-kloro-6(-(o-fluorofenil)-1-metil-4H-imidazol (1,5-α)[1,4]
benzodiazepina

65 | H a l a m a n
45 NIMETAZEPAM - 1,3-hidro-1metil-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
46 NITRAZEPAM - 1,3-dihidro-7-nitro-5-fenil-2H-1,4-benzodiazein-2-on
47 NODRDAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepine-20n
48 OKSAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepine-2-on
49 OKSAZOLAM - 10-kloro-2,3,7,11b-tetrahidro-2-metil-11b-feniloksazolo[3,2-
d] [1,4] benzodiazepin-6(5H)-on
50 PEMOLINA - 2-1mino-5-fenil-2-oksazolin-4-on(=2-imino-5-fenil-4-
oksazolidinon)
51 PINAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-5-fenil-1-(2-propronil)-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
52 PIPRADROL - α,α-difenil-2-piperidinmetanol
53 PIROVALERONA - 4-metil-2-(1-pirolidinil)valerofenon
54 PRAZEPAM - 7-kloro-1-(siklopilmetil)-1,3-dihidro-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
55 SEKBUTABARBITAL - Asam 5-sek-butil-5-etilbarbiturat
56 TEMAZEPAM - 7-kloro-1,3-dihidro-3-hidroksi-1 metil-5-fenil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
57 TETRAZEPAM - 7-kloro-5-(1sikloheksen-1-il)-1,3-dihidro-1-metil-2H-1,4-
benzodiazepin-2-on
58 TRIAZOLAM - 8-kloro-6-(o-klorofenil)-1-metil-4H-s-triazolol[4,3-
α][1,4]benzodiazepina
59 VINILBITAL - Asam 5-(1-metilbutil)-5-vinilbarbiturat

DAFTAR RUJUKAN

Arana, GW. Hyman, SE. Handbook of Psychiatric Drug Therapy. Second Edition. A little, Brown & Co. USA 1991

Appleton, WS; Davis, JM. Practical Clinical Psychopharmacology and Edition. The Williams & Wilkins Co.,
Baltimore, USA, 1980.

Bazire, S. Psychotropic Drug Directory 2000. The Professionals pocket handbook, Quay Books, 2000.

Bowden, CL., Giffen, MB. Psychopharmacology for Primary Care physicians. The Williams & Wilkin Co,m
Baltimore, USA, 1978.

Burrels, RH. Antipsychotic Drugs. Tailoring Therapy Medical Progress, October, 1990, pp 43-51.

Burrows, GD.; Norman, TR, Psychoterapeutic Drugs: Important Adverse Reactions and Interactions. Medical
Progress, Vol.8 No. 2, 1981, pp 42-49.

Baldessarini, RJ. Chapter 18 Drugs and the treatment of Psychiatric Disorcers, Goodman and Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 8th Edition, Volume I, 1991.

Bazire, S. Psychoterapic Drug Direstory 2000. Mark Allen Publishing Ltd., 2000.

Essential Drugs in Psychiatry. Division of Mental Health, Worldh Health Organization, Geneva, 1993.

Estrada, hR. Principles of Use of Psychotherapeutic Drugs. Medical Progress, Vol. 7 No. 1, 1980, pp11-16.

Evan, L., Schneider, P. Psychotropic Drug Combinations. Which Ones Make Sense?. Medical Progress, Vol 11
no. 9, 1984, pp 49-56, 1992.

Lader, M. Antianxiety Drugs : Clinical Pharmacology and Therapeutic Use. Medical Progress, February, 1977, pp
52-61.

66 | H a l a m a n
Lumbantobing, S.M. Sindrom Parkinsom. Majalah Dokter Keluarga. Vol. 11, No. 4 1992, Hal. 11-17.

Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III, 2003.

MIMS. Official Drug Reference for Indonesia Medical Profession. Volume 7, 2006.

Nurhayati, S; et. Al. Sindrom Neuroleptik Maligna. Beberapa Pengalaman Klinik di Semarang. Majalah JIWA
Tahun XXVI No. 4, Desember 1993, hal 33-45.

Poldinger, W.: Compendium of Psychopharmacotherapy. Editiones Roche, Basle, 1984, pp 11-18, 51-54.

Pirodsky, DM.; Cohn, J.S. Clinical Primer of Psychopharmacology. A Practical Guide, Second Edition. McGraw-
HILL, USE, 1992.

Puri, BK.; laking, PJ.; Treasaden, IH. Textbook of Psychiatry, Churchill livingstone, USA, 1996.

Sadock, BJ. Pocket Hand book of Psychiatric Drug Treatment, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, PA,
USA, 2001.

Stahl, SM. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific Basis and Practical applications, Second Edition,
Cambridge University Press, 2000.

Wibisono S. Penggunaan dan Penyalahgunaan Obat-obat Antistress (Psychotropic Drugs). Majalah Farmakologi
Indonesia & Terapi, Vol. 3 No. 1, 1986 : 4-12.

Wolkowitz, O. Benzodiazepines as an Adjunct to Antipsychotic Drugs Current Approazches to Psychoses,


Diagnosis and Management. Excerpta Medica, Vol. I, July 1992.

CURRICULUM VITAE
Nama : Dr. RUSDI MASLIM, Sp.KJ

Tempat/tgl.lahir : Bengkulu, 16 Februari 1948

Pendidikan : Dokter lulusan Fakultas Kedokteran U.I. Jakarta, 1974.

Dokter Spesialis Jiwa lulusan bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran U.I.


Jakarta, 1982.

Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan lulusan Fakultas Kedokteran


UGM, Yogyakarta, 1999.

Pelatihan dalam program WHO bidang penelitian kesehatan jiwa dan


epidemiologi (India, 1983); penanggulanan narkotika (Thailand, 1984),;
Kesehatan jiwa masyarakat (Malaysia, Thailand, India, 1990); instrumen
diagnostik gangguan jiwa menurut ICD-10 (Australia, 1995; Amerika,
2001).

Jabatan Terakhir : Executive Director Indonesian Center for Mental Health Training and
Research (ICMTR), Jakarta

Rektor, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Unika Atma


Jaya Jakarta.

Dokter Spesialis Jiwa pada Unit Psikiatri Rumah Sakit Umum HUSADA –
Jakarta

67 | H a l a m a n

Anda mungkin juga menyukai