Tesis Sarah Lea Maisya Hamidah 448335 Ok
Tesis Sarah Lea Maisya Hamidah 448335 Ok
Tesis
Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapat derajat S-2
Program Studi Magister Kenotariatan
Diajukan oleh
Sarah Lea Maisya Hamidah
19/448335/PHK/10844
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
i
Tesis
Disusun oleh:
Sarah Lea Maisya Hamidah
19/448335/PHK/10844
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Pengganti dan Penerima Wasiat Wajibah menurut Hukum Waris Islam ditinjau
dari Asas Keadilan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh drajat S-2 pada Program Studi
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan doa dari
berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., selaku Rektor Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta;
2. Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
3. Dr. Destri Budi Nugraheni, S.H., M.SI., selaku Ketua Program Studi Magister
penulis dalam penysunan tesis ini, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
ilmu pengetahuan kepada penulis selama menyusun dan menyelesaikan tesis ini;
iii
4. Bapak/Ibu dosen dan segenap Civitas Akademik Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
5. Bapak Nandang Hassanudin S.H., M.H., selaku Hakim Pengadilan Agama Ciamis
6. Bapak Dr. Sidik Tono M.Hum., selaku dosen Fakultas Ilmu Agama Islam
7. Kedua orang tua penulis, Rahmat Slamet dan Indah Nali Hati, yang selalu
8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama penyusunan
Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih jauh dari kata
sempurna, namun semoga kekurangan yang ada dapat menjadi masukan bagi
penelitian yang akan dating. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat dan
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................v
INTISARI...............................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
v
A. Jenis dan Sifat Penelitian............................................................................41
B. Data Penelitian............................................................................................42
C. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................44
D. Subyek Penelitian.......................................................................................44
E. Alat Pengumpulan Data..............................................................................45
F. Jalan Penelitian...........................................................................................45
G. Analisis Hasil..............................................................................................47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................48
vi
4. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama
Jember dan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya.................................
C. Kedudukan Kemenakan Perempuan sebagai Ahli Waris Pengganti
dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor
5084/Pdt.G/2016/PA.Jr dan Penerima Wasiat Wajibah dalam
Putusan Tinggi Agama Surabaya Nomor 19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
ditinjau dari Asas Keadilan.........................................................................
1. Kedudukan Kemenakan Perempuan sebagai Ahli Waris
Pengganti dan Penerima Wasiat Wajibah ditinjau dari Asas
Keadilan menurut Majid Khadduri.......................................................
2. Kedudukan Kemenakan Perempuan sebagai Ahli Waris
Pengganti dan Penerima Wasiat Wajibah ditinjau dari Asas
Keadilan menurut Hazairin...................................................................
BAB V PENUTUP.................................................................................................93
A. Kesimpulan.................................................................................................93
B. Saran...........................................................................................................95
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................96
vii
KEDUDUKAN KEMENAKAN PEREMPUAN SEBAGAI AHLI WARIS
PENGGANTI DAN PENERIMA WASIAT WAJIBAH MENURUT
HUKUM WARIS ISLAM DITINJAU DARI ASAS KEADILAN
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor
19/Pdt.G/2018/PTA.Sby jo. Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor
5084/Pdt.G/2016/PA.Jr)
Sarah Lea Maisya Hamidah1 dan Destri Budi Nugraheni2
INTISARI
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Data yang digunakan berasal dari
data sekunder. Penggalian data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara
kepada beberapa narasumber. Setelah semua data tersebut terkumpul diolah dan dianalisis
dengan cara kualitatif. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan secara deskriptif dari
rumusan masalah yang ada.
1
Jalan Tentara Pelajar No. 87 Tasikmalaya
2
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
viii
THE POSITION OF NIECE AS SUBSTITUTE HEIRS AND OBLIGATORY
TESTAMENT RECIPIENT ACCORDING TO ISLAMIC INHARITANCE
LAW IN TERMS OF JUSTICE PRINCIPLE
(Case Study of Religious High Court Decision Number 19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
jo Religious Court Decision Number 5084/Pdt.G/2016/PA.Jr)
Sarah Lea Maisya Hamidah3 dan Destri Budi Nugraheni4
ABSTRACT
The objective of this research is to understand the position of niece as substitute
heirs and obligatory testament recipient in case of Religious High Court Decision
Number 19/Pdt.G/2018/PTA.Sby jo Religious Court Decision Number
5084/Pdt.G/2016/PA.Jr, and analyse about its position in terms of justice principle.
This research is normative legal research. The data used are secondary data. Data
mining was carried out by means of library research and interviews with some
informant. After the data was collected, it processed and analyzed in a qualitative
method. Then it concluded descriptively from the problem formulation.
Based on the result of this research, the author conclude that: the position of
niece in fiqh perspective is that as dzawil arham gets a share of the entire inheritance
if there is no dzawil furudh or ashabah and get the rest of inharitance after distributed
to the husband or wife. According to Hazairin, the niece is a mawali who gets the
same share as her parents should receive. According to Article 185 of the KHI, the
position of the niece is as a substitute heir who get the share that should be received
by her parents on the condition that it should not exceed the share of the heir that is
equal to the one being replaced. According to SEMA No. 3 of 2015 the niece is the
obligatory testament recipient who gets a maximum share of 1/3 of the inheritance.
The position of the niece as a substitute heir as well as the obligatory testament
recipient has fulfilled the principle of justice because both of them get a share,
although in author perspective niece as a substitute heir is considered fairer than an
obligatory testament recipient.
Keywords: Substitute Heirs, Obligatory Testament Recipient, Justice Principle
3
Jalan Tentara Pelajar No. 87 Tasikmalaya
4
The Master of Notary Public Program of Faculty of Law Gadjah Mada University
ix
BAB I
PENDAHULUAN
yang telah meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. Pewarisan
waris dan sejumlah harta kekayaan5. Pada saat terjadinya proses pewarisan
warisnya yang berhak. Proses pewarisan berjalan mudah dan lancar apabila
misalnya antara pewaris dan ahli waris berbeda agama, pewaris mengangkat
anak, atau keserakahan ahli waris yang ingin mendapat bagian paling besar
masalah tersebut timbul pertanyaan siapa yang berhak atas harta waris, siapa
yang tidak berhak, dan berapa jumlah bagian yang didapatkan oleh masing-
masing ahli waris. Hal-hal tersebut menjadi sangat penting agar tidak
Indonesia pada tahun 2011, perkara mengenai pembagian harta waris orang
5
J Satrio, 2014, Hukum Waris, Penerbit Alumni, Purwokerto hlm. 8
1
yang beragama Islam diajukan ke Pengadilan Agama. Hal tersebut dikarenakan
salah satu tugas dan kewenangan dari Pengadilan agama sesuai dengan
ahli waris dzawil furudh (yang ditentukan bagiannya), ahli waris yang tidak
ditentukan bagiannya, dan ahli waris yang mendapatkan bagian sebagai ahli
waris pengganti.7 Ahli waris dzawil furudh adalah ahli waris yang bagiannya
telah ditentukan dan ditetapkan oleh syara yang tercantum dalam al-Quran.
Ahli waris golongan ini mendapat bagian yang tidak berkurang maupun
bertambah, kecuali apabila terdapat masalah radd atau aul. Bagian-bagian yang
telah ditentukan tersebut diantaranya ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Orang-orang
ke dalam golongan ahli waris dzawil furudh. Seperti ayah, ibu, duda, janda,
seibu.8
6
Hasil Rakernas 2011 Mahkamah Agung dengan Pengadilan Seluruh Indonesia tentang
Pemecahan Permasalahan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama hlm. 10
7
Buku II Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013, Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama hlm. 174
8
Suparman Usman dan Yusuf Somawijaya, 1993, Dasar-Dasar Fiqih Mawaris, Saudara, Serang
hlm. 60
2
Ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya atau ashabah adalah ahli
waris yang bagiannya tidak ditetapkan dalam Al-Quran tetapi bisa mendapat
semua harta atau sisa harta setelah harta dibagikan kepada ahli waris dzawil
furudh. Ahli waris yang termasuk dalam golongan ini adalah anak lai-laki dan
anak laki-laki, saudara laki-laki bersama saudara perempuan bila pewaris tidak
meninggalkan keturunan dan ayah, kakek, nenek, paman dan bibi baik dari
pihak ayah maupun dari pihak ibu dan keturunannya. Terakhir, ahli waris yang
mendapat bagian sebagai ahli waris pengganti, yaitu orang yang menggantikan
Konsep ahli waris pengganti yang tertuang dalam pasal 185 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) menyatakan bahwa ahli waris yang meninggal lebih dulu
bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan
yang diganti. Dalam buku II Mahkamah Agung edisi tahun 2006, 2010 dan
2013 juga menyatakan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dapat menjadi
ahli waris pengganti menggantikan orang tuanya yang telah meninggal terlebih
dahulu.
Sejak adanya SEMA Nomor 3 Tahun 2015, antara anak laki-laki dan anak
perempuan dari saudara kandung memiliki hak yang berbeda. Anak perempuan
9
Buku II Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013, loc.cit
3
dari saudara kandung tidak termasuk sebagai ahli waris pengganti, namun
tersebut telah jelas diatur bahwa yang dapat menjadi ahli waris pengganti
hanyalah anak laki-laki dari saudara kandung, sedangkan anak perempuan dari
dibagikan kepada ahli waris lainnya, sehingga ahli waris menghitung bagian
dari sisa yang telah dikeluarkan untuk penerima wasiat wajibah sebesar
maksimal 1/3. Maka dari itu terdapat perbedaan bagian yang diterima oleh
laki sebagai ahli waris pengganti. Hal tersebut terjadi karena bagian untuk
terlebih dahulu dari harta pewaris, sementara bagian untuk ahli waris pengganti
dibagikan dari sisa setelah harta diberikan terlebih dahulu kepada penerima
perempuan.
4
Tinggi Agama Surabaya Nomor 19/Pdt.G/2018/PTA.Sby dan Putusan
waris dari pamannya atas dasar menggantikan ibunya yang telah meninggal
dunia terlebih dahulu. Berdasarkan fakta yang ada, pewaris memang tidak
meninggalkan anak dan bapak, namun masih meninggalkan janda dan anak
ahli waris dzawil furudh isteri saja, sehingga kemenakan perempuan mendapat
bagian dari sisa setelah diberikan kepada isteri dan anak angkat sebagai
penerima wasiat wajibah . Di sisi lain pada putusan Pengadilan Tinggi Agama
perempuan tersebut berubah, semula sebagai ahli waris pengganti dan mendapat
bagian sesuai dengan yang seharusnya diterima ibunya, menjadi hanya sebagai
penerima wasiat wajibah dengan bagian maksimal 1/3 dari harta peninggalan.
5
bagian dari penerima wasiat wajibah juga, sehingga 1/3 harta peninggalan
pewaris tersebut dibagi dua antara kemenakan perempuan dan anak angkat
pada SEMA Nomor 3 Tahun 2015 dalam angka 9 yang menjelaskan bahwa ahli
waris pengganti hanya sampai derajat cucu. Apabila pewaris tidak mempunyai
anak tetapi mempunyai saudara kandung yang meninggal terlebih dahulu, maka
anak laki-laki dari saudara kandung dapat menjadi ahli waris, sedangkan anak
wasiat wajibah. Hal tersebut berdampak pada jumlah bagian yang akan diterima
pengganti akan mendapat jumlah bagian yang sudah pasti dibandingkan ketika
10
Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor 19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
11
SEMA Nomor 3 Tahun 2015 dalam Runusan Kamar Agama angka 9 yang berbunyi “Menurut
hasil Rakernas 2010 di Balikpapan telah dirumuskan bahwa waris pengganti hanya sampai dengan
derajat cucu, jika pewaris tidak memunyai anak tetapi punya saudara kandung yang meninggal terlebih
dahulu, maka anak laki-laki dari saudara kandung sebagai ahli waris, sedangkan anak perempuan dari
saudara kandung diberikan bagian dengan wasiat wajibah
6
menjadi penerima wasiat wajibah, sehingga menarik untuk dikaji dari sisi asas
keadilan.
penerima wasiat wajibah. Teori keadilan dari Majid Khadduri dipilih untuk
dipilih karena secara spesifik menguraikan tentang keadilan hukum waris Islam
Kompilasi Hukum Islam bagian yang diterima ahli waris pengganti adalah
sebesar bagian yang seharusnya diterima orang tuanya dan mendasarkan pada
ketentuan bagian hukum waris Islam yaitu 2:1, bagian laki-laki dua kali lipat
dibanding bagian perempuan. Maka dari itu, tidak adanya kepastian menganai
SEMA Nomor 3 Tahun 2015. Asas keadilan dalam hukum waris Islam bukan
dilihat dari persamaan tingkatan ahli waris, tetapi ditentukan berdasarkan beban
tidak secara khusus membahas tentang masalah waris Islam, tetapi Khadduri
memiliki landasan berpikir tentang teori mashlahah dan adat istiadat dalam
7
menentukan hukum yang berkeadilan. Khadduri menganggap bahwa masalah
bagian yang diterima perempuan maupun laki-laki dalam hukum waris Islam
adalah bersifat dinamis, yang berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan
adat istiadat. Jadi menurut teori keadilan dari Khadduri, konsep bagian
wasiat wajibah harus dilihat pada suatu keadaan dalam waktu dan tempat
perempuan sebagai penerima wasiat wajibah dan sebagai ahli waris pengganti
memiliki perbedaan akibat hukumnya, salah satunya terkait dengan bagian yang
maksimal 1/3 dari harta warisan yang telah dikeluarkan terlebih dahulu, dan
ketika sebagai ahli waris pengganti akan menerima bagian yang seharusnya
ada penerima wasiat wajibah lain, maka bagiannya harus dibagi antara seluruh
berkurang. Maka dari itu, berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas,
penulis bermaksud untuk mengkaji dan melakukan penelitian lebih dalam lagi
8
ditinjau dari Asas Keadilan (Studi Kasus Putusan Tinggi Agama Surabaya
Nomor 5084/Pdt.G/2016/PA.Jr)”.
B. Rumusan Masalah
asas keadilan?
C. Keaslian Penelitian
9
Sejauh yang penulis amati, belum ada penelitian yang mengangkat
berikut.
Penelitian pertama ditulis oleh Ika Febriasari dan Afdol, dengan judul
melawan Anak Angkat Penerima Wasiat Wajibah” dalam jurnal Al-Adl Vol. X
bagaimana kedudukan hak waris kemenakan sebagai ahli waris pengganti dan
hak waris anak angkat penerima wasiat wajibah yang sesuai dengan hukum
angkat adalah sebagai penerima wasiat wajibah yaitu sebesar maksimal 1/3
adalah saudara perempuan maka yang menjadi bagian dari kemenakan adalah
½. Selanjutnya apabila ahli waris yang digantikan adalah saudara laki-laki dari
dan 2/3 apabila mewaris bersama dengan saudara perempuan lainnya. Apabila
ahli waris yang digantikan adalah saudara laki-laki pewaris maka kedudukan
13
Ika Febisari, “Afdol Kedudukan Keponakan Sebagai Ahli Waris Pengganti dalam Sengketa
melawan Anak Angkat Penerima Wasiat Wajibah”, Jurnal Al’Adl Vol. X Nomor 1 Tahun 2018
10
kemenakan yang menjadi ahli waris pengganti adalah kemenakan laki-laki yang
mendapat bagian ashabah. Terakhir, apabila ahli waris yang digantikan adalah
saudara laki laki dan yang menggantikan adalah kemenakan laki-laki bersama
merupakan perempuan maka masih akan ada sisa bagian waris yang belum
persamaan, yaitu kemenakan yang mendapat bagian hak waris sebagai orang
kemenakan antara sebagai ahli waris pengganti dan sebagai penerima wasiat
wajibah saja sehingga bagian untuk kemenakan perempuan dan anak angkat
totalnya adalah maksimal 1/3 bagian saja. Selanjutnya penulis mengkaji juga
dari aspek keadilan dengan menggunakan salah satu teori keadilan dari Majid
11
Penelitian kedua ditulis oleh Samsul Hadi yang berjudul “Pembatasan
Wasiat sebagai Bentuk Keadilan dalam Hukum Islam” dalam Jurnal Al-Ahwal
penerima wasiat hanya akan mendapat masimal 1/3 harta peninggalan, karena
berdasarkan teori maqasid syariah yang mana tujuan hukum adalah untuk
kesempatan kepada para ahli waris untuk tetap mendapat bagian harta warisan
yang besar karena ahli waris adalah anggota keluarga paling dekat.
penulis dalam hal fokus utama penelitiannya, dalam penelitian tersebut lebih
berfokus pada wasiat pada umumnya, yang mana bagian untuk penerima wasiat
tidak sebesar bagian yang didapatkan ahli waris, dan dari situ dianalisis dari
kategori sebagai ahli waris pengganti walaupun statusnya masih keluarga dari
pewaris. Bagian wasiat wajibah sama dengan bagian penerima wasiat yaitu 1/3,
pada dasarnya lebih sedikit dari apa yang diterima oleh ahli waris, sehingga
timbul pertanyaan apakah hal tersebut adalah sudah sesuai dengan asas keadilan
atau belum.
14
Samsul Hadi, “Pembatasan Wasiat sebagai Bentuk Keadilan Hukum Islam”, Al-Ahwal Vol. 9
Nomor 2 Tahun 2016
12
Penelitian ketiga ditulis oleh Eko Setiawan yang berjudul “Penerapan
suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak
memperoleh bagian bagian harta waris karena adanya suatu halangan. Menurut
tersendiri, yaitu hanya kepada anak angkat dan orang tua angkat saja. Jadi
dalam penelitian tersebut hanya hanya anak angkat saja yang berhak atas wasiat
wajibah seperti yang tertuang dalam KHI. Pada realitanya, wasiat wajibah dapat
juga diberikan kepada orang yang beragama non muslim, atau bahkan kepada
oleh penulis adalah penulis menggunakan subjek yang lebih spesifik, yaitu
yang bersama-sama dengan anak angkat. Dalam hal ini antara kemenakan
15
Eko Setiawan, “Penerapan Wasiat Wajibah Menurut Kompilasi hukum Islam dalam Kajian
Normatif Yuridis” Muslim Heritage Vol.1 Nomor 2 Tahun 2017
13
Penelitian keempat ditulis oleh Bambang Kuswanto yang berjudul
tentang masalah wasiat wajibah bagi anak angkat dalam suatu putusan yang
ditinjau dari teori keadilan. Hasil dari penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa anak angkat mempunyai hak untuk menggugat waris, dan menurut
perspektif teori keadilan John Rawls dalam putusan tersebut anak angkat
harta warisan peninggalan orang tua angkatnya karena sudah cukup mendapat
kasih sayang dari orang tua angkat selama pewaris masih hidup.
dan teori keadilan yang digunakan. Penelitian penulis berfokus pada bagian
yang diterima oleh kemenakan walaupun mewaris bersama anak angkat, dan
teori keadilan yang digunakan adalah dengan mengacu pada teori keadilan
Majid Khadduri, salah satu tokoh Islam yang mengkaji keadilan dalam
perspektif Islam.
D. Tujuan Penelitian
14
1. Untuk mengkaji perbedaan kedudukan kemenakan perempuan
yang berlaku.
E. Manfaat Penelitian
hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teoritis
15
wajibah bagi kemenakan, serta analisis tentang teori dan asas
2. Manfaat Praktis
dan kemaslahatan.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum waris Islam bersumber pada Al-Quran, Hadist, dan Ijtihad para
ulama.
a. Al-Quran
mengawasimu”. 16
bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan
16
Kementerian Agama RI, Al-Quran Al-Karim dan Terjemahannya, Surat An-Nisa ayat 1,
(Bogor: Halim Publishing) hlm. 77
17
bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan dan
ditetapkan.” 17
dua orang anak perempuan. dan jika anak itu semuanya perempuan
yang jumlahnya lebih dari dua maka bagian mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja
dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh
17
Kementerian Agama RI, op.cit, Surat An-Nisa ayat 7, (Bogor: Halim Publishing) hlm. 78
18
bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.” 18
dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-
18
Kementerian Agama RI, op.cit, Surat An-Nisa ayat 7, (Bogor: Halim Publishing) hlm. 78
19
waris). Demikianlah ketentuan Allah, Allah maha Mengetahui,
maha Penyantun.“19
b. Hadits
Selain bersumber pada Al-Quran, mengenai hukum waris Islam ini juga
dapat berasal dari Hadits atau sunnah Rasul, salah satunya adalah Hadist
Riwayat Bukhori dan Muslim menerangkan bahwa ahli waris laki-laki yang
lebih dekat kepada pewaris lebih berhak atas sisa harta warisan setelah
c. Ijtihad Ulama
Ijtihad ulama ini diperlukan ketika ada suatu masalah mengenai waris
yang belum diatur dalam al-Quran dan Hadist. Misalnya mengenai bagian
waris untuk ahli waris dzawil arham. Terdapat beberapa ulama yang
mendapatkan waris.21
pasal 171 sampai pasal 214 yang terdiri dari 6 bab, yaitu:
19
Kementerian Agama RI, op.cit, Surat An-Nisa ayat 7, (Bogor: Halim Publishing) hlm. 79
20
Ahmad Azhar Basyir, op.cit. hlm. 9
21
Ahmad Azhar Basyir, op.cit, hlm. 10
20
1) Ketentuan Umum
peninggalan.
meninggal dunia.
22
Kompilasi Hukum Islam Tentang Kewarisan pasal 171
21
f) Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa
untuk dimiliki.
2) Ahli Waris
untuk bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, agamanya
dihukum karena:24
23
Kompilasi Hukum Islam Pasal 172
24
Kompilasi Hukum Islam Pasal 173
22
b) dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan
mendapat waris hanya anak, ayah, ibu, dan janda atau duda.25
antara ahli waris yang berhak. Di sampung itu, ahli waris memiliki
25
Kompilasi Hukum Islam Pasal 174
26
Kompilasi Hukum Islam Pasal 175
23
3) Besarnya Bahagian
Pasal 176 sampai Pasal 183 mengatur tentang besar bagian yang
dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi
27
Kompilasi Hukum Islam Pasal 183
28
Kompilasi Hukum Islam Pasal 184
29
Kompilasi Hukum Islam Pasal 186
30
Kompilasi Hukum Islam Pasal 192
24
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian
harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak
mereka.31
5) Wasiat
angkat dan orang tua angkat apabila tidak menerima wasiat dari
6) Hibah
syarat dan tata cara melakukan hibah. Hibah dalam Islam merukan
25
Terdapat tiga unsur dalam hukum waris islam, yaitu:
Maka jika ada dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama
tidak dapat diketahui siapa yang mati terlebih dahulu, maka diantara
seperti telah diketahui siapa saja ahli waris yang berhaw mewaris.
34
Zainuddin Ali, 2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinargrafika, Jakarta, hlm 2
26
d. Tidak ada penghalang warisan, seperti halnya perbedaan agama antara
lain.35
a. Asas Ijbari
Pengertian dari asas ijbari dalam huku waris Islam ini adalah peralihan
harta seseorang yang meninggal dunia yang diberikan untuk ahli warisnya
atas kehendak pewaris atau ahli waris. Jadi maksud dari ijbari disini
mengandung arti paksaan bahwa peralihan harta pasti akan terjadi dengan
b. Asas Bilateral
Pengertian dari asas bilateral dalam hukum waris Islam adalah bahwa
harta warisan akan beralih dari pewaris kepada ahli warisnya melalui dua
arah. Setiap orang menerima hak waris dari dua garis kerabat, yaitu kerabat
35
Ahmad Rafiq, 1993, Fiqh Mawaris, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 20
36
Muhibbin dan Abdul Wahid, 2009, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta hlm. 23
37
Rahmat Budiono, 1999, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Sitra Aditya Bakti,
Jakarta, hlm. 5
27
Asas ini tidak membedakan laki-laki dan perempuan dari segi
1) Pasal 174 KHI tidak membedakan antara kakek, nenek dan paman
2) Pasal 185 KHI mengatur ahli waris pengganti. Baik cucu dari anak
ayah dan bibi dari pihak ibu serta keturunan dari bibi, kesemuanya
c. Asas Individual
Maksud dari asas individual dalam hukum waris Islam disi adalah
akan menerima bagiannya sendiri tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.
Seluruh harta warisan yang telah dikonversikan dalam suatu niai tertentu,
dan jumlah tersebut akan dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak
38
Buku II Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013, Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama hlm. 171
39
Muhibbin dan Abdul Wahid, op.cit. hlm 28
28
Maksud dari keadilan dalam masalah kewarisan Islam berarti antara
hak dan kewajiban dengan yang diperoleh berdasarkan atas keperluan dan
berbeda.
immateriil dari seseorang kepada ahli warisnya mulai berlaku setelah orang
40
Dawud Ali, 1998, Hukum Islam, Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Raja
Grafindo, Jakarta, hlm. 43
41
Muhibbin dan Abdul Wahid, op.cit. hlm 29
42
Buku II Mahkamah Agung, 2013, hlm. 172
43
Ibid
29
g. Asas Wasiat Wajibah
anak angkat dan ayah angkat secara timbal balik dapat melakukan wasiat
atau sebaliknya tidak memberi wasiat pada saat meninggal dunia, maka
ayah angkat dan/atay anak angkat dapat diberi wasiat wajibah oleh
warisan.44
h. Asas Egaliter
darah yang memiliki agama berbeda dengan pewaris akan mendapat wasiat
wajibah dengan bagian maksimal 1/3 dari harta warisan, dan tidak boleh
warisan telah dibagi secara riil sebelum KHI diberlakukan, maka keluarga
yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris pengganti tidak dapat
mengajukan gugatan waris. Jika harta warisan belum dibagi secara riil,
30
5. Ahli Waris dan Bagiannya dalam Hukum Waris Islam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengelompokkan ahli waris dari segi bagian
memiliki anak atau pewaris memiliki dua orang saudara atau lebih
meninggalkan anak.
31
atau seibu). Dan mendapat bagian 1/3 apabila saudara tersebut
ayah dan tidak ada saudara laki-laki atau keturunan laki-laki dari
saudara laki-laki.
laki-laki
5) Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun pihak ibu dan
keturunannya.
48
Buku II Mahkamah Agung, 2013, op.cit, hlm 174
49
Ibid
32
2) Keturunan dari saudara laki-lai atau perempuan baik sekandung,
3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari ayah,
4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari ibu yang
bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ayah
bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan nenek dari pihak ibu.
Ahli waris pengganti (plaatsvervulling) adalah ahli waris yang diatur dalam pasal
185 KHI, yaitu ahli waris pengganti atau keturunan dari ahli waris yang disebutkan
didalam pasal 174 KHI (ahli waris yang memiliki hubungan darah dan hubungan
perkawinan).
Yang dapat menjadi ahli waris pengganti diantaranya adalah keturunan dari anak
laki-laki atau anak perempuan, keturunan dari saudara laki laki atau perempuan,
keturunan dari paman, keturunan dari nenek dan kakek, yaitu bibi dan dan
keturunannya (paman walaupun keturunan kakek dan nenek bukan ahli waris
50
Buku II Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013, op.cit, hlm
171
33
Konsep ahli waris pengganti yang terdapat dalam pasal 185 KHI adalah:
1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka
2. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang
Menurut Sayuti Thalib, ahli waris pengganti (mawali) adalah ahli waris yang
menggantikan ahli waris lain untuk memperoleh warisan yang tadinya akan diperoleh
orang yang digantikan. Adanya kedudukan mawali tersebut disebabkan orang yang
seharusnya menerima warisan telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Orang
pewaris. Yang dapat menjadi ahli waris pengganti diantaranya, keturunan anak
pewaris (cucu), keturunan saudara pewaris (kemenakan) atau keturunan orang yang
Adanya SEMA 3 Tahun 2015 memberikan batasan mengenai siapa saja yang
dapat menjadi ahli waris pengganti. Aturan tersebut menjelaskan bahwa waris
pengganti hanya sampai dengan derajat cucu, jika pewaris tidak mempunyai anak
tetapi memiliki suadara kandung yang meninggal terlebih dahulu, maka hanya anak
51
Kompilasi Hukum Islam Pasal 185
52
Sayuti Thalib, 2018, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 102-
103
34
laki-laki dari saudara kandung yang dapat menjadi ahli waris, sementara anak
Dalam hal pewaris memberikan wasiat adalah suatu tindakan ikhtiyariyah, yang
berarti tindakan tersebut adalah atas kemauan sendiri. Pada dasarnya, seseorang bebas
untuk membuat suatu wasiat atau tidak, tetapi sebagian pula berpendapat bahwa
pemberian wasiat yanya berlaku untuk orang-orang yang bukan merupakan kerabat
dekat atau keluarga. Maksudnya disini adalah apabila masih ada kerabat dekat yang
tidak mendapatkan warisan, pewaris wajib memberikan wasiat, jadi tidak ada pilihan
Wasiat wajibah merupakan salah satu jalan yang diperuntukan kepada ahli waris
atau kerabat yang tidak memperoleh bagian dari harta warisan dari pewaris. wasiat
wajibah ini pelaksanaannya tidak bergantung pada kehendak pewaris atau orang yang
meninggal dunia. Wasiat wajibah akan tetap dilaksanakan meskipun tidak ada
kehendak dari pewaris, sehingga pelaksanaan wasiat wajibah tidak perlu adanya bukti
bahwa wasiat telah diucapkan, dituliskan atau dikendaki oleh pewaris. Pelaksanaan
53
SEMA Nomor 3 Tahun 2015 dalam Runusan Kamar Agama angka 9
54
Sidik Tono, “Wasiat Wajibah sebagai Alternatif Mengakomodasi bagian Ahli Waris Non-
Muslim di Indonesia” Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, 2013
55
Abdul Ghofur Anshori, 2005, Filsfat Hukum Kewarisan Islam, Yogyakarta: UII Press hlm 26
35
Dasar hukum yang digunakan mengenai wasiat wajibah di Indonesia diatur
dalam pasal 209 KHI. Namun Kompilasi Hukum Islam di Indonesia memiliki konsep
tersendiri mengenai wasiat wajibah, yaitu hanya diberikan kepada anak angkat dan
orang tua angkat saja. Bagi anak angkat atau orang tua angkat yang tidak menerima
warisan orang tua angkat atau anak angkat yang menjadi pewaris. 56
Majid Khadduri adalah seorang akademisi yang berasal dari Irak yang diakui
sebagai otoritas terkemuka dalam beragam bidang Islam, sejarah modern dan
politik Timur Tengah. Majid Khadduri lahir di Irak Utara pada tahun 1908 dan
berasal dari keluarga Ortodoks Yunani di Mosul. Ia mendapat gelar sarjana dari
the American University of Beirut pada tahun 1932, dan menerima gelar doktor
ilmu politik dan hukum internasional dari Universitas Chicago pada tahun 1938.
Pada tahun 1939 sampai tahun 1947, Ia bekerja di Kementerian Pendidikan Irak
Majid Khadduri adalah seorang pelopor kajian Timur Tengah dan Islam di
Amerika serikat. Selama 50 tahu terakhir, Khadduri telah menulis beberapa buku,
salah satunya adalah buku yang berkaitan dengan keadilan yang berjudul The
36
2. Konsep Keadilan Majid Khadduri
Adil berasal dari kata ‘adl atau ‘adala yang memiliki beberapa arti,
Berdasarkan asal kata tersebut dapat diartikan bahwa ‘adl merupakan suatu
Makna dari keadilan itu sendiri mengacu pada prinsip persamaan abstrak,
yaitu persamaan di hadapan hukum atau memiliki hak-hak yang sama. Selain itu
makna keadilan dapat juga ditekankan pada keadilan distributif, yang dinyatakan
dengan istilah seperti nashib dan qisth (bagian), qishas dan mizan (timbangan),
a. Keadilan legal
Salah satu istilah hukum adalah keadilan. Hukum dan keadilan apat
dikatakan dua hal yang serupa, karena beberapa unsur yang terkandung dalam
keadilan terkandung juga dalam substansi suatu hukum. Tetapi terkadang suatu
hukum dibentuk bukan untuk mencapai tujuan keadilan, sehingga antara hukum
Dalam Islam, hukum (syariat) sangat berkaitan erat dengan agama, tujuan
37
syariat adalah untuk menentukan jalan berdasarkan keadilan Allah dan tujuan-
tujuan lain yang direalisasikan. Syariat tidak menetapkan aturan khusus untuk
membedakan perbuatan yang adil dan zalim. Maka dari itu diperlukan ijtihad dari
dijadikan sebagai pedoman untuk membedakan antara perbuatan yang adil dan
zalim. Ijtihad ulama mengenai keadilan tersebut terbagi atas dua kategori, yaitu
1) Keadilan Substantif
dan kaidah khusus dari syari’at Islam. Terdapat suatu anggapan bahwa
merupakan suatu pernyataan dari kehendak Allah dan keadilan, dan semua
38
Terdapat beberapa mujtahid yang menggunakan asas mashlahah sebagai
2) Keadilan Prosedural
mazhab hukum, yaitu Imam Syafi’i mendefinisikan ‘adl atay adil adalah
seorang saksi yang adil dengan menekan pada sifat kejujuran dan perilaku
baik.
sebelum kualitas dan kualifikasi keadilan dari seorang hakim dan saksi diuji,
makna dari konsep keadilan yang berkaitan dengan proses judisial juga perlu
di klarifikasi. Seorang hakim yang memutus suatu perkara dan seorang saksi
kesaksian mereka.
b. Keadilan sosial
39
Keadilan sosial adalah keadilan yang sesuai dengan norma, nilai, dan adat
umumnya, keadilan sosial pada pokoknya merupakan produk dari adat istiadat
zaman.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Jenis Penelitian
58
Bambang Sunggono, 1998, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Bandung hlm. 20
41
b. Sifat penelitian
hukum dan dasar hukum hakim dalam memtus suatu perkara, kemudian
2. Data Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berbentuk data sekunder atau
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang menjadi sumber utama
42
c. Bukum II Mahkamah Agung Edisi Revisi Tahun 2013 tentang
19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
Bahan hukum tersier adalah bahan yang digunakan sebagai petunjuk dan
hukum tersier tersebut diantaranya adalah kamus hukum dan Kamus Besar
43
a. Dokumenter, yaitu dengan cara mendapatkan salinan Putusan
seperti berasal dari buku, karya ilmiah, jurnal, tesis, disertasi, maupun
pencarian di internet.
wasiat wajibah dan ahli waris pengganti, dan akademisi yang ahli di
4. Subjek Penelitian
Narasumber adalah orang yang tidak berkaitan secara langsung dengan objek
yang diteliti tetapi mengerti dan memahami masalah yang terdapat dalam
60
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, hlm.21
44
penelitian karena kompetensi keilmuan yang dimiliki. Narasumber dalam
Ciamis
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung dengan narasumber,
melalui media daring, seperti telepon, zoom, skype atau yang lainnya.
6. Jalan penelitian
a. Tahap Persiapan
bahan yang berasal dari data sekunder yang berkaitan dengan topik
45
Selanjutnya untuk mendapatkan data tambahan yang berupa data
penelitian.
Kemudian dari data yang didapatkan dari data sekunder akan dianalisis
c. Tahap Penyelesaian
akhir dan akan diperiksa oleh dosen pembimbing yang kemudian akan
7. Analisis hasil
46
Tinggi Agama Surabaya dan putusan Pengadilan Negeri Jember, akan
mendapatkan hasil yang jelas mengenai masalah yang dikaji. Setelah itu
prinsip ilmu hukum dari kasus yang ada seperti teori-teori dalam hukum waris
Islam mengenai wasiat wajibah dan ahli waris pengganti, kemudian dianalisis
dengan hukum-hukum yang berlaku dan asas keadilan, sehingga akan ditarik
47
BAB IV
Waris Islam)
dalam golongan sistem kewarisan patrilineal. Hal ini didasari oleh keadaan
61
Abdul Raim, “Hukum Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Kewarisan
menurut Mazhab Syafi’i (Kajian Perbandingan)” Jurnal Syariah Hukum Islam Vol. 1 No. 2 Tahun
2018, hlm. 87
48
yang khusus dikenakan pada hubungan darah melalui garis wanita saja,
dengan garis laki-laki. Kriteria yang termasuk dzawil arham dalam tradisi
patrilineal adalah:62
perempuan)
4) Ahli waris yang termasuk dzawil arham ini tertutup selama masih
tertentu, diantaranya:63
1) Tidak ada ahli waris dzawil furudh, karena jika ada mereka tidak
waris yang akan dibagi secara radd. Kedudukan ahli waris secara
dzawil arham.
waris yang ada ketika tidak ada ahli waris dzawil furudh. Apabila
62
Abdul Ghofur Anshori, 2002, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Eksistensi dan
Adaptabilitas, Ekonisia, Yogyakarta hlm. 40
63
Laras Shesa, ”Keterjaminan Kedudukan Dzaul Arham dalam Kewarisan Islam melalui Wasiat
Wajibah” al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam Vol. 3 No. 2 Tahun 2018, hlm. 157
49
terdapat ahli waris dzawil furudh maka ashabah akan menerima
sisa harta waris yang ada setelah dibagikan kepada ahli waris
dzawil furudh.
3) Apabila ahli waris dzawil furudh hanya terdiri dari suami atau isteri
karena kedudukan hak suami atau isteri secara radd adalah setelah
kerabatnya.
64
Ibid, hlm 158
50
5) Aturan pemberian hak waris terhadap para ahli waris dzawil arham
adap para ahli waris dzawil arham yang mewaris bersama sama
perempuan.
dzawil arham apabila tidak ada ahli waris dzawil furudh atau ashabah
diri, sedangkan jika mewaris bersama-sama salah satu dari suami atau
isteri, maka ia akan menerima sisa harta waris setelah dibagikan kepada
arham, karena ketiadaan ahli waris dzawil furudh nasabiyah. Dalam kasus
65
Wawancara dengan Sidik Tono, selaku Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia, pada hari Jumat tanggal 2 April 2021
51
Prof Hazairin, seorang ulama Indonesia pada masa abad ke-20 Masehi,
1) Dzu al-faraidh
52
Hazairin menyebut istilah ashabah sebagaimana diterapkan
mapupun perempuan.
3) Mawali
53
a) Mawali bagi mendiang anak laki-laki atau perempuan dari
dalam konsep mawali tidak terlalu tepat, namun istilah ahli waris pengganti
diakui dalam hukum adat. Ahli waris pengganti dalam hukum adat adalah
tetapi telah meninggal terlebih dahulu dari pada pewaris. apabila ahli waris
diselingi oleh anak. Cucu akan menjadi ahli waris pengganti apabila anak
telah lebih dahulu meninggal daripada kakek. Jadi apabila anak masih
yang terdapat pada hukum adat di Indonesia dan KUH Perdata. Sumber
hukum Islam yang Hazairin gunakan mendasarkan pada Quran Surat An-
Nisa ayat 33 yang artinya: “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
pewarisnya, dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia
68
Ibid, hlm. 309
54
dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya
penting yaitu mawali, walidani, dan aqrabun. Istilah walidani dan aqrabun
bermakna ahli waris, walidani berarti ahli waris bagi anaknya, dan
orang yang menjadi ahli waris karena tidak ada lagi penghubung antara
mereka dengan pewaris. jadi, menurut Hazairin mawali atau ahli waris
memperoleh bagian warisan yang tadinya akan diperoleh oleh orang yang
digantikan.70
telah meninggal terlebih dahulu, sehingga dalam hal ini terdapat pergantian
69
Kementerian Agama RI, Al-Quran Al-Karim dan Terjemahannya, Surat An-Nisa ayat 1,
(Bogor: Halim Publishing) hlm. 81
70
Iwannudin, op.cit., hlm. 311
55
Bagian kemenakan perempuan sebagai mawali adalah sebesar bagian
mendapat bagian seluruh harta warisan apabila tidak ada ahli waris dzawil
furudh dan ashabah lainnya, atau mendapat bagian sisa apabila mewaris
56
kedudukan orang tuanya yang telah meninggal terlebih dahulu dengan
Agung
apakah anak dari saudara sekandung atau seayah tersebut dapat menjadi
Istilah ahli waris pengganti pertama kali dikenal dalam hukum formil
57
Hukum Islam, dan Keputusan Menteri Agama RI No. 154 tahun 1991
Tahun 1991.73
1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada pewaris maka
2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian
Frasa “dapat digantikan” dalam rumusan pasal 185 ayat (1) KHI
sehingga dapat ditafsirkan bahwa ada ahli waris yang dapat digantikan dan
ada yang mungkin tidak dapat digantikan. Dengan sifat pasal 185 KHI
apakah penggantian ahli waris hanya berlaku bagi ahli waris garis lurus ke
Definisi ahli waris pengganti dalam pasal 185 KHI tersebut masih
58
pengganti di lingkungan Peradilan Agama juga masih beragam. Keragaman
tersebut terkait dengan siapa saja yang dapat menjadi ahli waris pengganti,
ahli waris yang mendapat bagian sebagai ahli waris pengganti, yaitu:76
cucu. Hal tersebut tertuang dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2015 dengan
saudara kandung yang meninggal lebih dahulu, maka anak laki-laki dari
76
Buku II Mahkamah Agung tahun 2013 hlm 174
59
saudara kandung dapat menjadi ahli waris, sedangkan anak perempuan dari
Wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang tidak dibuat langsung oleh
bagian dari harta warisan yang sebenarnya terhalang menjadi ahli waris.
kepada ahli waris atau kerabat yang tidak mendapatkan bagian dari hara
kaidah wasiat yang diatur KHI dilakukan dengan dua alasan. Alasan
merupakan salah satu sistem pemberian wasiat yang diatur oleh negara
yang tercantum dalam KHI, namun KHI tidak mengatur secara spesifik
60
hukum wasiat pada wasiat wajibah sebagai salah satu bentuk untuk
ketentuan mengenai wasiat yang terdapat dalam KHI adalah paling banyak
peninggalan. Kedua dapat diminta kesediaan dari semua ahli waris lainnya
lebih dari seperti harta warisan tersebut. Apabila ahli waris lainnya tersebut
78
Ibid
61
Terdapat perbedaan pendapat mengenai ahli waris pengganti diantara
syarat telah mendapat persetujuan dari ahli waris lain yang akan berkurang
penggantian ahli waris meliputi seluruh garis huku, baik garis ke bawah
Salah satu prinsip hukum adalah apabila dalam suatu ketentuan hukum
menurut pasal 185 KHI yang dapat menjadi ahli waris pengganti meliputi
dzawil arham dalam KHI, karena asas yang digunakan dalam kewarisan
petunjuk bahwa seluruh kerabat dari pewaris dapat menjadi ahli waris
melalui penggantian ahli waris selama tidak terhijab oleh ahli waris yang
lebih utama. Maka dari itu, anak perempuan dari saudara kandung
62
perempuan (kemenakan perempuan) dapat menjadi ahli waris pengganti
Jika dilihat pada pasal 185 ayat (2) menyatakan bahwa bagian ahli
waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat
menimbulkan perbedaan jumlah bagian yang akan diterima oleh ahli waris
tempat, kedudukan dan hak-hak tanpa batas dan tanpa diskriminasi antara
orang tuanya. Oleh karena itu, jika orang tua yang digantikan itu adalah
63
Maka dari itu, berdasarkan pada makna “sederajat” dalam pasal 185
yang akan diterima oleh kemenakan adalah sama dengan bagian yang
Pasal 185 KHI memberikan makna ahli waris pengganti secara luas,
sehingga tidak ada batasan derajat mana saja yang dapat menjadi ahli waris
yang dapat menjadi ahli waris pengganti adalah orang-orang tertentu, selain
dari yang disebutkan dalam Buku II tersebut tidak dapat menjadi ahli waris
pengganti.
papan, bahwa ahli waris pengganti hanya dibatasi sampai derajat cucu. Hal
saudara kandung yang telah meninggal terlebih dahulu, maka anak laki-laki
64
Sesuai dengan ketentuan pasal 209 yang menyatakan bahwa bagian
furudh. Jadi bagian untuk wasiat wajibah ini dikeluarkan terlebih dahulu
situasi dan kondisi dari penerima wasiat wajibah, dan dapat pula dilihat
diterima orang tuanya apabila masih hidup dengan batasan tidak boleh
melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Sementara
itu, dalam Buku II Mahkamah Agung menyebutkan secara rinci siapa saja
80
Wawancara penulis dengan Bapak Nandang Hasanudin, selaku hakim Pengadilan Agama
Ciamis, pada tanggal 28 Mei 2021
65
yang menjadi ahli waris pengganti, dan kemenakan perempuan adalah
salah satu yang termasuk dalam ahli waris pengganti. Setelah adanya
SEMA No. 3 Tahun 2015 memberi batasan kembali mengenai ahli waris
66
B. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Bagian Kemenakan
19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
Ayah Ibu
Suami Istri
Pewaris
saudara saudara
Kemenakan Anak
Angkat
67
Pada awalnya, isteri dan anak angkat pewaris (selaku tergugat I
Islam.81
yang melakukan gugatan kepada isteri dan anak angkat pewaris untuk
68
anak angkat, dan seorang kemenakan perempuan. Proses pengangkatan
anak oleh pewaris dan isterinya telah dilakukan sejak anak tersebut
karena telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Jadi pada saat
5084/Pdt.G/2016/PA.Jr
82
Putusan Pengadilan Agama Jember No. 5084/Pdt.G/2016/PA.Jr
69
Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jember mendasarkan
pada:
2) Fiqih Faraidh
bagian waris, namun apabila tidak ada ahli waris nasab yang
70
perempuan pewaris, berkedudukan sebagai dzawil arham berhak
ketentuan pasal 179 KHI dan Quran Surat An-Nisa ayat 12. Setelah
pasal 179 KHI dan Quran Surat An-Nisa ayat 12, kemenakan
71
1) Tergugat 1 (isteri) : ½ x ¼ = 1/8, kemudian ditambah
19/Pdt.G/2018/PTA.Sby
pada:
185 KHI.
72
bukanlah sebagai dzawil arham ataupun Ahli Waris Pengganti,
pengganti hanya sampai derajat cucu dan anak laki-laki dari saudara
73
1) Isteri mendapat ¼ x ½ = 1/8 ditambah pengembalian sisa/radd
bagian.
kandung, tetapi karena saudara kandung pewaris juga telah meninggal terlebih
dahulu maka anak dari saudara kandung tersebut dapat menggantikan orang
tuanya sebagai ahli waris. Jadi dalam kasus tersebut, yang menjadi ahli waris
berkedudukan sebagai ahli waris pengganti, dan anak angkat akan menerima
74
tersebut. Majelis hakim PA Jember memutus kemenakan perempuan sebagai
perempuan sebagai penerima wasiat wajibah atas dasar SEMA No. 3 Tahun
2015.
Menurut Sidik Tono, ahli waris dzawil arham adalah setiap kerabat pewaris
yang tidak termasuk ashabul furudh dan ashabah. Dzawil arham berhak
mendapat waris apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris ashabul furudh
terkandung dari dalil tersebut adalah bahwa kerabat lebih berhak menerima hak
Dalam kasus tersebut, pewaris tidak memiliki anak berarti pewaris tidak
karena ketentuan dzawil arham tidak diatur dalam Kompilasi Hukum Islam,
perempuan sebagai dzawil arham disini bukanlah sebagai ahli waris yang
84
Wawancara dengan Sidik Tono, selaku Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam
Indonesia, pada hari Jumat tanggal 2 April 2021
75
menggantikan orang tuanya, tetapi ia mendapat bagian tersendiri sebesar bagian
wasiat wajibah.85
dengan yang seharusnya diperoleh orang tuanya adalah tidak sesuai dengan
kemenakan sebagai dzawil arham, bagiannya adalah bukan sebagai ahli waris
Ahli waris dzawil arham tidak dikenal dalam KHI karena hukum
mengganti dzawil arham dalam tradisi patrilineal, dengan ahli waris pengganti
mawali dalam bentuk keturunan anak pewaris, mawali dalam bentuk saudara
pewaris, dan mawali dalam bentuk keturunan tolan seperjanjian yaitu apabila
bentuk wasiat namun karena orang yang melakukan perjanjian tersebut telah
85
Ibid
76
meninggal terlebih dahulu, maka harta peninggalan pewaris yang semestinya
adalah termasuk ke dalam kategori yang kedua yaitu mawali dalam bentuk
dahulu, dan saudara tersebut memiliki anak, yaitu kemenakan pewaris. Maka
Kompilasi Hukum Islam, dalam pasal 185 juga telah mengatur mengenai ahl
waris pengganti, yaitu anak yang menggantikan kedudukan orang tuanya dan
Pasal 185 KHI mendefinisikan ahli waris pengganti terlalu luas, sehingga
perlu ada batasan sejauh mana ahli waris pengganti dapat diberlakukan. Hasil
dari Rakernas Mahkamah Agung tahun 2010 yang tercantum dalam SEMA No.
3 Tahun 2015 memberi batasan secara khusus siapa saja yang dapat menjadi
ahli waris pengganti, yaitu cucu (baik laki-laki maupun perempuan), dan anak
77
diterima oleh kemenakan perempuan adalah sepertiga dari harta peninggalan
pewaris. Hal tersebut juga telah sesuai dengan ketentuan dalam KHI, bahwa
bagian untuk wasiat wajibah adalah sama dengan bagian wasiat secara umum
ahli waris pengganti atau sebagai penerima wasiat wajibah adalah tergantung
pada keyakinan hakim. Namun hakim tetap harus memiliki alasan yang kuat
penerima wasiat wajibah. Selain itu, hakim juga harus berpedoman pada
yang akan diterima kemenakan perempuan apabila sebagai ahli waris pengganti
jumlah bagian apakah akan diberikan maksimal atau kurang dari sepertiga
hakim harus melihat pada situasi dan kondisi hubungan antara kemenakan
perempuan tersebut dengan ahli waris lainnya. Jika memang diantara mereka
yang diperoleh adalah sisa dari harta yang telah dibagikan kepada ahli waris
87
Wawancara dengan Nandang Hasanudin, selaku Hakim di Pengadilan Agama Ciamis pada hari
Jumat tanggal 28 Mei 2021
78
dzawil furudh dan wasiat wajibah. Pertimbangan hakim dalam memutus
Agung, dan SEMA No. 3 Tahun 2015. Jika majelis hakim telah mendasarkan
menggunakan istilah dzawil arham, karena KHI tidak mengenal adanya dzawil
arham. Sementara itu majelis hakim PTA Surabaya dalam putusannya telah
mendasarkan pada KHI dan SEMA No. 3 Tahun 2015 yang menetapkan bahwa
79
C. Kedudukan Kemenakan Perempuan sebagai Ahli Waris Pengganti dalam
Majid Khadduri
keadilan secara umum. Tujuan akhir hukum adalah keadilan, dan keadilan
dalam hukum Islam harus mengacu pada pokok agama Islam. Penegakan
hukum bukan tujuan akhir dari proses hukum karena keadilan belum tentu
dan keadilan sosial. Tujuan keadilan melalui jalur hukum harus berawal
dari dua segi dan mengarah kepada keadilan dua segi. Dikatakan berawal
dari dua segi karena pedoman Islam berupa Al-Quran dan Sunnah di satu
segi harus mampu menyatu dengan pedoman prinsip keadilan secara umum
80
diharapkan menjadi produk standar panduan mencari keadilan melalui jalur
hukum. 88
Sementara itu, maksud dari mengarah kepada keadilan dua segi adalah
tujuan akhir berupa keadilan yang harus dicapai oleh sebuah sistem hukum
terhadap Allah adalah produk hukum yang ada tetap menempatkan Allah
upaya formulasi tujuan hukum yang berupa keadilan tetap berada dalam
merupakan salah satu tujuan dari hukum Islam, yaitu keadilan harus
88
Abdul Ghofur Anshori,2005, op.cit., hlm. 143
89
Ibid, hlm. 153
81
sosial, dan keadilan dunia. Keadilan pribadi diartikan sebagai setiap
diskriminasi.
dalam hal ahli waris pengganti. Dua kategori keadilan yang diberikan
Khadduri yang berkaitan dengan hukum waris Islam adalah keadilan legal
dan keadilan sosial. Keadilan legal berarti dalam menentukan suatu hukum
untuk menentukan suatu hukum syariat adil atau tidak dilihat pada situasi
dan kondisi yang ada di masyarakat, apakah hak dan kewajiban antara
82
Secara ideal kepastian hukum merupakan pencerminan asas tidak
lain hukum itu sendiri, kepribadian penegak hukum, fasilitas kesadaran dan
pengganti atau wasiat wajibah, dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dilihat
ahli waris pengganti atau penerima wasiat wajibah harus berlandaskan pada
sumber hukum Islam dan sumber hukum positif. Sumber hukum Islam
pewaris yang dapat mewaris akibat ketiadaan ahli waris utama. Sedangkan
90
Abdul Ghofur Anshori, 2005, op.cit., hlm. 144
83
dalam hukum positif di Indonesia, menetapkan bahwa kemenakan
kedua dari keadilan, yaitu keadilan sosial. Dalam keadilan sosial ini
pewaris dan ahli waris lainnya. Jika kemenakan perempuan tersebut semasa
hidup pewaris memiliki hubungan baik maka dapat diberikan bagian secara
oleh kemenakan perempuan tidak boleh sampai merugikan hak ahli waris
lainnya.
sebagai ahli waris pengganti atau sebagai penerima wasiat wajibah sudah
subjektif, karena bisa saja setiap orang memiliki presepsi yang berbeda-
beda mengenai keadilan. Maka dari itu, tugas hakim di pengadilan dalam
84
waris lainnya harus berdasarkan alasan-alasan yang logis dan masuk akal,
dengan ketentuan yang berlaku dan dilihat pada situasi dan kondisi dalam
penerima wasiat wajibah telah sesuai dengan asas keadilan apabila didasari
pada suatu ketentuan yang berlaku dan dilihat juga kondisi atau hubungan
Hazairin
meninggal terlebih dahulu. Pada mulanya, hukum waris Islam dalam fiqih
laki dari anak laki-laki yang mempunyai kedudukan sama dengan ayahnya,
91
Wawancara dengan Nandang Hasanudin, selaku Hakim Pengadilan Agama Ciamis pada hari
Jumat tanggal 28 Mei 2021
85
serta cucu perempuan dari anak laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena
Salah satu masalah yang timbul dari sistem kewarisan Islam menurut
ahli waris dzawil arham sebagai bagian dari ahli waris yang sama-sama
tersebut adalah teori ahli waris pengganti, yang dikenal dengan istilah
mawali.
itu dalam garis lurus ke bawah, garis lurus ke atas, dan garis lurus ke
samping. Salah satu inti dari keberadaan mawali dalam pembaharuan ilmu
waris menurut Hazairin adalah bahwa ahli waris pengganti akan selalu
mewaris, tidak pernah tertutup oleh ahli waris lain (yang lebih utama).
Sebagai contoh, cucu dapat mewaris bersama dengan anak apabila orang
92
Muhammad Nurcholis dan Pepe Iswanto, “Konsep Keadilan dalam Hukum Waris Menurut
Hazairin”, Jurnal Istinbath Vol. XII No. 1 Tahun 2017 hlm. 86
86
Berdasarkan pemikiran Hazairin tersebut, terdapat beberapa
a. Ahli waris pengganti bagi cucu laki-laki dan atau cucu perempuan
An-Nisa ayat 11
tidak ada satu petunjuk yang membuktikan bahwa cucu dari garis
12
93
Ibid, hlm. 93
87
Dalam Q.S An-Nisa ayat 12 menjelaskan bahwa saudara laki-
yang akan diterima saudara diatur dalam Q.S An-Nisa ayat 176.
wajibah terhadap anak angkat atau orang tua angkat. Hal tersebut erat
bukanlah keadilan dalam arti persamaan antara anak kandung dengan anak
angkat atau ayah angkat dengan ayah kandung, karena keduanya tidak
dilakukan oleh ayah dan anak kandung dan tidak mungkin dilakukan oleh
88
orang lain. Oleh karena itu, apabila keadilan dalam wasiat wajibah merujuk
pada makna persamaan, keadilan tersebut tidak dapat tercapai karena anak
dan orang tua kandung di satu sisi dengan anak dan orang tua angkat
adalah berbeda.94
secara sempurna serta lebih baik. Para ulama berpendapat bahwa ketentuan
secara hati-hati. Hal tersebut harus dilakukan karena berkaitan dengan harta
orang yang telah meninggal dan tidak ada seorang pun yang tahu keigninan
Dalam hukum fiqih, wasiat ada yang dihukumi wajib jika dilakukan
pewaris tidak mencukupi untuk dibagikan kepada ahli waris sebagai bekal
dilakukan, karena prioritas penghidupan para ahli waris dari pewaris adalah
yang utama.
94
Abdul Ghofur Anshori,2011, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta hlm. 115
95
Ibid, hlm. 116
89
Oleh karena itu, ahli waris jika dihadapkan pada wasiat wajibah maka
keberadaan ahli waris adalah yang lebih diutamakan dan wasiat wajibah
ahli waris. Sebaliknya, jika harta yang ditinggalkan berlimpah dan para
ahli waris adalah mereka yang masuk dalam golongan aghniya, maka
satu kerabat yang dekat dengan pewaris. Dalam konsep Hazairin anak laki-
laki dan perempuan mempunyai hak dan kedudukan yang sama sebagai
harus diperoleh orang tuanya, hanya karena orang tuanya tersebut telah
90
Aspek keadilan dari konsep ahli waris pengganti selain dikuatkan
memperhatigan tiga hal, antara lain semua warisan untuk anak-anak dan
berhak menjadi ahli waris karena orang tua mereka terlebih dahulu
lainnya.
sering dirugikan di satu pihak dan orang dengan jenis kelamin laki-
96
Abdul Ghofur Anshori, 2005, op.cit., hlm. 171
91
laki diuntungkan di lain pihak. Maka jelas bahwa hal ini adalah
Maka kehadiran KHI itu secara umum dan pasal 185 tentang ahli
pengganti dalam pasal 185 KHI adalah sebagai bentuk untuk menghilangkan
penerima wasiat wajibah. Hal tersebut atas dasar ketentuan SEMA Nomor 3
tahun 2015 yang menyatakan bahwa anak perempuan dari saudara kandung
92
BAB V
A. Kesimpulan
kemenakan perempuan sebagai ahli waris pengganti dan penerima wasiat wajibah,
dan sebagai penerima wasiat wajibah dapat dilihat dari jumlah bagian yang
perempuan sebagai dzawil arham akan mendapat bagian seluruh harta waris
apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris dzawil furudh atau ashabah,
dan apabila mewaris bersama suami atau isteri pewaris akan mendapat bagian
sisa setelah diberikan bagian suami atau isteri tersebut, sedangkan menurut
bagian yang seharusnya diterima orang tuanya yang telah meniggal terlebih
dahulu. Yang menjadi perbedaan antara ketentuan pasal 185 KHI dengan
batasan bagian yang diterima ahli waris pengganti tidak boleh melebihi ahli
93
waris yang sederajat dengan yang diganti. Sementara itu kemenakan
dari harta peninggalan pewaris yang akan dikeluarkan terlebih dahulu setelah
perempuan adalah dzawil arham, padahal KHI tidak mengenal adanya dzawil
Agama Surabaya didasarkan pada KHI dan SEMA Nomor 3 Tahun 2015
wajibah karena SEMA No. 3 Tahun 2015 telah memberikan batasan ahli
94
seharusnya diterima orang tuanya. Jika ditinjau lebih jauh di dalam bagian
B. Saran
Dalam penelitian ini, penulis memiliki saran yang dianggap perlu yang berkaitan
ahli waris pengganti atau penerima wasiat wajibah harus berdasarkan atas
penerima dengan keluarga pewaris, apakah layak diberi maksimal atau tidak.
pengganti, sehingga batasan mengenai ahli waris pengganti tidak terlalu luas.
95
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Afdol, 2010, Penerapan Hukum Waris Islam secara Adil, Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair, Surabaya
Ali, Dawud, 1998, Hukum Islam Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta
Amruzi, Fahmi, 2014, Rekonstruksi Wasiat Wajibah dalam Kompilasi Hukum
Islam, Aswaja Pressindo, Yogyakarta
Anshori, Abdul Ghofur,2011, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Anshori, Abdul Ghofur, 2005, Filsfat Hukum Kewarisan Islam, Yogyakarta: UII
Press
Anshori, Abdul Ghofur, 2002, Hukum Kewarisan di Indonesia Eksistensi dan
Adaptabilitas, Ekonisia, Yogyakarta
Budiono, Rahmat, 1999, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Sitra
Aditya Bakti, Jakarta
Basyir, Ahmad Azhar. 2001, Hukum Waris Islam, UII Press, Yogyakarta
Ismuha, 1978, Penggantian Tempat dalam Hukum Waris menurut KUHPerdata,
Hukum Adat dan Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta Marzuki, Peter
Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta
Khadduri, Majid, 1999, Teologi Keadilan Perspektif Islam, Risalah Gusti,
Surabaya
Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media,
Jakarta
Muhibbin dan Abdul Wahid, 2009, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan
Hukum Positif di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Rafiq, Ahmad, 1993, Fiqh Mawaris, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Salman, Otje, 2010, Hukum Waris Islam, PT Refika Aditama, Bandung
Satrio, J, 2014, Hukum Waris, Penerbit Alumni, Purwokerto
Sunggono, Bambang, 1998, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Bandung
Usman, Suparman dan Yusuf Somawijaya, 1993, Dasar-Dasar Fiqih Mawaris,
Saudara, Serang
96
B. Jurnal dan Disertasi
97
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 sebagai Pedoman
Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II
Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktoran Jenderal Badan Peradilan
Agama
Kompilasi Hukum Islam tentang Kewarisan
D. Internet
98