Aktor-Aktor Yang Tersesat Dalam Drama Tanda Tanya
Aktor-Aktor Yang Tersesat Dalam Drama Tanda Tanya
3 : Inilah yang dilihat Aktor tua di dalam naskah Nyanyian Angsa itu. Dia datang dari
tempat rias menuju panggung dan berdiri memperhatikan dengan seksama gedung teater yang
gelap tanpa penonton. Dan yang dia lihat adalah kegelapan, gedung teater seperti sebuah lubang
hitam.
2 : Tapi kita berempat, sedangkan Aktor tua itu memandang gedung teater sendirian.
1 : Dan Aktor tua itu memandang pada saat penonton sudah pergi, sementara kita
menunggu penonton datang.
1. : Penonton akan segera datang. Sementara kawan kita belum juga datang.
1
1. : Dalam 1 jam 30 menit ke depan pertunjukan harus dimulai.
1 : Ya, benar.
3 : Karena dia tidak bisa aku hubungi, aku lalu mencarinya. Aku bertanya kepada orang-
orang. Tapi mereka juga tidak tahu.
2 : Kemana dia? Apakah dia sakit? Penyakitnya kambuh lagi? Penyakit kuningnya itu?
4 : Dua minggu yang lalu dia sakit. Tetapi ini hari pertunjukan. Seharusnya aktor tidak
boleh sakit. Aktor hanya boleh mati atau mengundurkan diri.
2 : Semua orang akan mati, kau, aku, bahkan bayi yang baru lahirpun akan mati.
1
4 : Penonton tidak akan peduli segala hal tentang itu. Penonton menunggu drama ini
dimainkan.
2 : Drama apa yang mau kita mainkan tanpa dia? Dia belum juga datang. Kita
menunggunya seperti Vladimir dan Estragon menunggu Godot.
2 : Dengar! Penonton sudah ada diluar? Mereka sudah datang? Kita akan didakwa!
3 : Di dakwa apa?
2 : Didakwa menjadi pemain drama yang gagal! Pertunjukan akan dimulai? Bagaimana ini?
4 : Kita harus cari cara untuk memainkan drama ini tanpa dia!
1
1 : Tapi adegan pertama dimulai oleh dia. Ini adegan yang penting! Berdasarkan anatomi
plot, kehadirannya adalah gimmick, sebuah adegan di awal drama yang akan menimbulkan
ketertarikan penonton.
1 : Tenanglah.
2 : Bagaimana aku bisa tenang?! Sebentar lagi pertunjukan akan dimulai, waktu sudah
semakin dekat.
1 : Tidak ada gunanya kau gelisah dan panik. Kepanikanmu tidak akan membuat waktu
berhenti. Jadi tenanglah. Kita cari penyelesaian masalahnya.
1 : Yang kita butuhkan untuk memainkan naskah ini adalah kehadiran tokohnya.
1
1 : Siapa yang mau dalam waktu yang sangat terbatas ini?
2 : Maksudmu bagaimana?
4 : Double casting.
1 : Tapi nanti tidak ada kejelasan karakter. Sosok kepribadian peran dalam drama ini harus
terlihat jelas.
3 : Dan jika aku mesti menggantikannya, aku tidak akan hafal dialog dia.
1 : Aku bisa saja hafal, tapi dalam beberapa peristiwa peranku bertemu dengan peran dia.
2 : Aku tidak banyak bertemu dengannya tapi aku sulit menghafal. Kita juga tidak punya
juru bisik. (HENING) Aku mau usul! Tapi...
4 : Apa usulmu?
4 : Ya, apa?
1
2 : Kita umumkan bahwa drama ini diundurkan dan kita meminta maaf.
4 : Aku tidak setuju. Penonton akan kecewa. Kita harus menghindari kata maaf, itu adalah
hal yang memalukan. Kita akan dipandang sebagai orang yang tidak mampu, kita akan terlihat
seperti orang bodoh, kita akan dipandang tidak bertanggung jawab. Poster sudah kita sebar jauh-
jauh hari. Semua orang di kota ini yang membaca poster itu tahu, kita akan pentas malam ini.
Jika kita gagal? Kita akan dihina di luar panggung. Aku tidak mau hanya karena kebodohan satu
orang, kita semua menjadi terlihat bodoh! Apa artinya dia kalau tidak hadir? Hanya karena satu
orang saja, lalu 4 orang yang lainnya harus menyerah?
2 : Jadi kita akan tetap pentas? Kawan, kita berada di jalan buntu. Apa yang harus kita
lakukan? (HENING) Kenapa sutradara pergi saat kita menghadapi persoalan seperti ini?
1 : Kita tidak bisa mencegahnya. Dia pergi untuk urusan yang sangat penting.
2 : Tapi kenapa harus mendadak seperti ini? Dia juga harus bertanggung jawab kepada
pementasan ini.
4 : Tugas sutradara sudah selesai. Kalaupun dia ada, dia akan duduk disana, di tempat
penonton. Saat pentas berlangsung sutradara tidak lebih sebagai penonton. Panggung telah
diserahkan pada kita. Dia pergi ke luar kota dan kita tidak bisa mencegahnya. Sekarang
panggung ini menjadi milik kita!
2 : Jika kita pemilik panggung ini! Ayo kita buktikan bagaimana caranya drama ini kita
mainkan!?
4 : Dalam situasi seperti ini, kita harus khianati naskah ini untuk menemukan jawabannya.
1
1 : Aku tidak suka dengan caramu itu!
4 : Mari kita berpikir tanpa batasan dan aturan, ini adalah jalan agar kita bisa mendapatkan
jawaban untuk menyelesaikan masalah.
1 : Berpikir macam apa itu? Tentu saja kita berpikir dengan batasan dan aturan. Tanpa itu
semua kita akan tersesat!
4 : Kita sedang tersesat! Kita harus buka jalur baru! Kita jangan menjadi 4 orang buta di
balik pagar yang menginginkan kebebasan tapi kita tidak pernah mendobrak pagar pembatas itu.
3 : 4 orang buta! Seperti dalam naskah Kidung Malam Tahun Baru, Karya Rolf Lauchner!
Kita seperti tokoh-tokoh dalam drama itu! ”Oh bulan! Oh bulan! Dinding-dinding hanyut
terbawa... dan tiap-tiap suara retak berkumandang, bersamaan dengan berkerincingnya gelas
yang terisi penuh...“
4 : Kita bukan tokoh-tokoh dalam drama Kidung Malam Tahun Baru! Kau harus lebih
teliti! Tokoh orang buta dalam naskah itu berjumlah tiga orang, sedangkan kita berempat, jadi
kita bukan mereka!
1
3 : Satu jam lagi. Bagaimana sekarang?
1 : Penonton tidak akan suka melihat kita merusak naskah, dan mereka akan pulang!
4 : Naskah ini bukan kitab suci yang semua aturannya harus ditaati. Kalau perlu dibongkar,
kita bongkar saja!
1 : Kau akan biarkan mereka pulang? Kau akan membuat teater tanpa penonton?
4 : Jerzy Grotovsky telah melakukan pembatasan pada jumlah penonton. Kita bisa
melakukan yang lebih dari apa yang telah Grotovsky lakukan.
1 : Jerzy Grotovsky tetap mempunyai penonton! Karena tidak mungkin pertunjukan teater
tanpa penonton! Syarat sebuah pertunjukan teater adalah adanya penonton!
4 : Kau seolah-olah tokoh utama disini dan kau menilai diriku sebagai tokoh yang
menghalangi keinginanmu! Waktu telah semakin mendekat! Kita harus mulai menemukan jalan
baru ke pertunjukan!
1
1 : Aku tidak suka cara-cara yang melanggar aturan dan batas-batas, merusak naskah yang
indah yang telah diciptakan adalah perbuatan kaum barbar. Aku tidak mau menjadi kaum vandal
yang menghancurkan karya seni yang telah diciptakan.
2 : (MENDEKATI 4) Dia tidak mau merusak naskah ini. Coba kau tanyakan padanya,
bagaimana kalau kita membuat naskah baru? Apakah dia mau kalau kita membuat naskah drama
baru untuk pertunjukan kita ini? Naskah drama baru!
4 : Dia tidak akan mau! Karena dia menempatkan dirinya sebagai protagonis dan aku
antagonis, maka dia dan aku...
4 : Kau mau membuat naskah drama baru? Kenapa tidak pernah terpikirkan olehku? Kita
sebenarnya tidak pernah bertentangan dalam tujuan, kita hanya berbeda jalan saja. Aku setuju!
Kau setuju! Kita setuju! Sekarang kita akan membuat drama baru!
1 : Ya! Ini jalan tengah! Membuat drama baru! Ayo kita buat! Viva teater!
4 : Bravo!
2 : Membuat drama baru? Menarik sekali! Drama baru! Menarik sekali! Drama baru!
1
4 : Sekarang kita akan beri sajian baru pada penonton!
2 : Seperti apa?
4 : Pertanyaan yang bagus! Kebekuan di otakmu mulai mencair oleh suasana panas ini.
Kawan-kawan! Yang paling masuk akal dalam situasi ini adalah, semacam dramatic reading.
2 : Apakah ini nanti terlihat terlalu mudah? Penonton menyukai kesulitan di atas panggung.
3 : Wow! Bagus! Usul yang tepat dalam waktu yang singkat ini! Aku setuju! Yang penting
kita harus memperlihatkan kepada penonton dengan kemasan yang bagus, melengkapinya
dengan segala unsur estetis, dan yang pertama harus kita tentukan adalah peran. Apakah kita
akan tentukan casting untuk peran-perannya?
1 : Untuk prosedur penerapan pemain, teknis pemilihan harus dilakukan berdasarkan dua
kriteria nilai estetis yang meliputi nilai spiritual dan material. Seorang aktor harus mampu
mewujudkan perannya, jika seorang aktor tidak mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
perannya, maka drama akan jatuh dan hancur karena permainan buruk dari aktor tersebut.
4 : Setuju! Dan untuk rancangan struktur drama, maka sekarang kita akan tentukan ending
dari drama.
1
4 : Ending mengandung keputusan drama. Menciptakan sebuah motiv besar untuk
mengarahkan motiv-motiv kecil. Misalnya, jika akhir adalah ketidakbahagiaan maka kita bisa
mulai susun dengan menggunakan teori anatomi plot struktur tragis, kita bisa mulai dari gestus.
3. : Kawan-kawan! Aku tidak akan mengatakan ending yang aku usulkan dengan kalimat-
kalimat verbal. Aku akan mengatakannya dengan aksi dramatikku.
4 : Ending yang aku usulkan adalah kematian! Sebuah penyelesaian akhir yang efektif.
1 : Kuno! Sangat kuno! Aku heran kau menawarkan solusi ini! Kau terus berbicara tentang
kebaruan? Jika akhir adalah kematian itu adalah pola yang kuno!
4 : Ya kuno! Tapi harus kita akui, kematian adalah pola yang teruji dalam penyelesaian
drama. Panggung-panggung drama dunia bertabur dengan kematian!
1
1 : Aku melihat kau telah terbelah. Kau mengalami keterbelahan karakter. Di satu sisi kau
gemar akan eksperimen, dan di sisi lain kau adalah seseorang yang percaya pada konvensi.
4 : Kawan, dalam tekanan waktu kita harus berpacu, cepat dalam tindakan! Bertindak!
Bahkan sampai pada kemungkinan tindakan yang paling mustahil! Inilah hakekat kebebasan!
Kita harus memulainya dengan cepat dan tepat. Sekarang langsung saja kita tentukan casting!
4 : Casting yang akan kita selenggarakan ini bertujuan untuk mencari subjek peran seorang
pembunuh. Kematian sebagai tema dan pembunuh sebagai subjek tema.
1 : Dan kita butuh tokoh yang terbunuh. Tapi sebelum pada tahap casting kita harus
mempunyai naskah! Naskah berawal dari kata. Sebuah kata.
4 : Inilah sebuah kata itu. Inilah kata pertama itu; Pisau! Dan ini bisa jadi hand property
kita.
4 : Kita butuh imaji. Aku akan mengatakan pedang ini sebagai Pisau Panjang Kematian!
Tiga kata sudah kita temukan. Imaji, nada yang tepat dan pilihan kata akan sangat membantu
sosok peran kita. Dan aku memilih hand property yang langsung berfungsi mematikan agar laju
drama ini segera menemukan tujuan. Aku telah memberinya nama Pisau Panjang Kematian.
Tuliskan!
1
3 MENULIS. 1 MENDEKATI 4 LALU MENUSUKKAN PEDANG 4 PADA DIRINYA
SENDIRI. 1 TERJATUH.
1 : Tusukkan! Ini juga kata yang langsung mengarahkan pada tujuan drama!
4 : (KEPADA 2) Hai, kau diam saja, sekarang giliranmu memberi usulan, ayo!
2 MEMBUKA-BUKA NASKAH.
4 : Bodoh! Kita tidak mengacu pada naskah itu! Kita sedang menciptakan naskah baru!
3 : Ucapanmu tentang; naskah adalah musuh, menerbitkan ide di kepalaku! Aku punya ide!
Adegan pertama sebagai gimmick adalah membakar naskah!
1
4 : Kau mempunyai kepala yang brilian! Kau telah menemukan gimmick di awal adegan!
Ya! Gimmick pada adegan pertama ini adalah membakar naskah! Itu bagus, itu menjelaskan,
naskah adalah musuh kita! Mulailah! Bakar! Ini gimmick adegan yang kita temukan! Membakar
naskah!
3 : Aku yang menemukannya! Maka aku yang akan melakukan gimmick! Membakar
naskah!
2 : Naskah adalah musuh! Aku akan menginjak-injak naskah ini sampai lumat! Sejak tadi
lembar-lembar kertas ini telah menyiksaku! Membuat kita menunggu hanya karena kalimat-
kalimat dalam naskah ini! Dan sekarang kau telah menjadi abu! Kita bebas! Kita bebas! Kita
merdeka! Merdeka!
1, 3 DAN 4 TERDIAM.
1 : Belum. Ini baru gimmick untuk awal adegan, kita sama sekali belum sampai pada akhir.
1
3 : Kau benar! Kita masih harus melanjutkan, kita belum sampai pada jawaban, kita masih
terperangkap pertanyaan.
2 : Kita terperangkap?
3 : Pertunjukan adalah perangkap! Itu kata Hamlet! Ini perangkap yang kita ciptakan!
Dengan perangkap dan keterjebakan ini kita akan berusaha mencapai jawaban! Kita telah
menebar jaring perangkap kita sendiri. Kawan, penonton akan segera datang, kita harus cepat
sekarang! Kita berlomba dengan waktu!
2 : Perangkap anjing!
3 : Hai jangan berkata seperti itu! Kau pernah membaca naskah Pelajaran dari Ionesco!
Dalam naskah itu seorang pembantu berbicara kepada profesor: “ Berbahasalah dengan baik, jika
tidak maka bahasa akan mengarahkanmu pada binatang buas!“
4. : Jawabannya ada pada ending drama ini. Dalam resolusi. Dalam drama harus ada
resolusi dan juga konklusi! Jika tidak maka tidak akan ada akhir.
4 : Itu bisa menjadi adegan penyelesaian dan kesimpulan. Kita harus segera
melanjutkannya. Aku telah menggenggam kata-kata pertama; Pisau Panjang Kematian!
1
4 MENGACUNGKAN PEDANGNYA, 1 MEMANDANG 4 YANG MENGACUNGKAN
PEDANGNYA. TIBA-TIBA 1 MENGELUARKAN PEDANGNYA.
1 : Caramu memegang pedang tidak benar. Tanganmu harus lebih lurus! Nampaknya aku
yang lebih cocok menjadi tokoh pembunuh itu!
4 : Diam! Kalimat-kalimatku belum selesai! Turunkan pedangmu itu! Ingat, aku tadi yang
terpilih sebagai tokoh antagonis.
1 : Apa definisimu tentang antagonis? Antagonis tidak selalu harus menjadi pembunuh.
3 : Pisaukah itu yang kulihat didepanku, dengan gagangnya ke arah tanganku? Mari
kugenggam kau!
3 : Kau tak tergenggam namun terlihat selalu. Wahai bayangan laknat, tak dapatkah kau
tercapai oleh rasa, walau tercapai oleh pandangan? Ataukah kau hanya pisau khayali, ciptaan
bayangan, yang tertempa dalam tungku semangatku? Machbeth dari William Shakespare.
1
3 MEMBERI SALAM HORMAT.
2 : Hahahahaha.. nafsu menjadi pembunuh telah ada pada diri kalian masing-masing!
Kejahatan telah berada pada hati kalian! Kalian semua telah menjadi tokoh antagonis!
2 : Oh?
4 : Hei! mulutmu sendiri yang menyatakan nafsu membunuh itu. Kata-katamu itu adalah
hasrat seorang pembunuh. Mulutmu tanpa terduga berkata jujur pada keinginan.
1
4 : Pedang itu sudah ada dalam sarungnya!
2 : Kemarikan!
1 : Pedang di tanganku ini akan selalu terlihat tapi tak akan pernah tergenggam.
3 : Aku salah sangka! Ternyata dia yang ingin berperan menjadi pembunuh!
1
1 : Kau sangat menginginkannya. Rupanya kau ingin menjadi pembunuh sebenarnya.
Tenang kawan. Oh, matamu berkilatan, tidak seperti mata pisau panjang yang berkarat ini.
1 : Pedang yang kita pakai dalam drama ini seharusnya adalah pedang imitasi dan bukan
pedang asli!
4 : Kau mau imitasi? Mengapa kita harus membohongi penonton dengan pedang yang
palsu!
2 BERLUTUT.
4 : Jangan berikan!
2 : Kenapa? Kau berburuk sangka pada hatiku. Kau mau aku jadi pembunuh yang
sebenarnya? Kau sejak tadi berhasrat menjadi pembunuh! Kalian berdua berhasrat menjadi
pembunuh! Kawan, tolong aku!
1
2 BERLARI DAN MEMELUK 3 YANG TIDAK MENGGENGGAM PEDANG. 1 DAN 4
BERJALAN MENDEKATI 2 DAN MENGARAHKAN PEDANG PADA 2 YANG
KETAKUTAN.
3 : Ssstt.. Hai.. Diamlah. (KEPADA 1 DAN 4) Lihat! Pedang telah menjelma menjadi
bayangan ketakutan baginya.
3 : Bayangan ketakutan itu semakin menjelma nyata... Aku ingin terus melukiskan keadaan
jiwanya dengan kata-kataku ini, tapi aku akan hentikan dulu kalimat-kalimat berbungaku ini
untuk ketenangannya.
1 : Situasi ini telah menekannya, seperti sebuah suspence! Apakah drama ini akan kita
lanjutkan? Atau kita break?
4 : Kita harus terus, waktu sangat terbatas. Kembalikan peran pembunuh itu padaku, aku
rasa aku lebih pas memerankannya.
1 : Setuju, aku merasa ada yang tersumbat ketika aku memainkannya, aku akan mencari
peran lain. Sekarang kita teruskan.
3 : Apa peranku?
1
3 : Jangan bodoh! Pertunjukan harus tetap dimainkan!
4 : Di atas panggung. Di atas panggung akan ada yang mati, hanya di atas panggung.
Tenanglah.
3 : Ya tenanglah, karena aktor mati di atas panggung untuk kehidupannya di luar panggung.
Seorang aktor bisa hidup dan mati berkali-kali di atas panggung, karena hasrat dari jiwa seorang
aktor yang ingin mempunyai pengalaman hidup dan mati, ingin menggapai dan mengalami
semua peristiwa, itu menurut Albert Camus. Tapi jika dihubungkan dengan kata-kata Julius
Caesar dari karya William Shakespeare, berarti seorang aktor bukan pemberani. Aktor adalah
pengecut. Karena dia mati berkali-kali sebelum ajalnya tiba, dan pemberani mati hanya satu kali.
Pendapat William Shakespeare disatu sisi dan pendapat Albert Camus disisi lain, ternyata saling
bertentangan. Dan kenapa kita harus hidup dan mati berkali-kali di atas panggung? Ini nampak
seperti usaha yang konyol dan sia-sia! Ini nampak seperti sikap keras kepala seorang aktor yang
tidak akan menjadi jelas arah dan tujuannya! Tetapi seorang pemain harus bersikap seperti itu,
itulah sikap dan jiwa yang dinamis. William Shakespeare, dalam drama Hamlet mengatakan;
‘‘Diberkatilah mereka, yang darah dan pikirannya bercampur secara aneh sehingga mereka
sanggup menguasai takdir dalam genggaman tangannya‘‘.
1
2 : Kau terus membuang waktu! Sementara kita belum punya jawaban sempurna!
Bagaimana drama ini kita mainkan?
2 : Kita belum bermain! Mari kita tentukan bagaimana drama ini kita mainkan!
4 MENGHUNUS PEDANG.
4 : Darah dan nafasku terpompa kini, deras mengalir mengikuti jalan penyelesaian drama
ini.
2 : Jalan penyelesaian apa yang kamu kehendaki. Mengapa kamu hunus pedangmu? Kamu
menghendaki bentuk tragedi? Aku mau keluar dari sini!
2 : Aahh! Jangan ikat aku! Aku mau keluar dari sini. Aku mau exit!
1 : Exit? Kemana? Aku tidak setuju kalau kau exit! Kita harus selesaikan drama ini! Kau
mau lari? Tidak ada lagi jalan keluar! Tidak ada lagi exit! Pintu tertutup.
1
3 : Pintu tertutup? Apakah benar pintu tertutup? Atau kau sedang berbicara tentang drama
karya Jean Paul Sartre? Ya! Dia benar kini. Neraka adalah orang lain!
1 : Mungkin aku telah menjadi neraka bagimu, tapi jika kau lari dari panggung maka kau
juga adalah neraka bagiku! Nampaknya masing-masing kita telah mulai menjadi neraka bagi
orang lain.
3 : Aku!
2 : Aku ingin membuang semua kostum yang kupakai ini! Aku ingin menghapus rias
mukaku! Aku ingin ini berakhir!
4 : Kita belum bertemu dengan akhir. Jika kita tidak menemukannya maka drama ini tidak
akan pernah berakhir.
3 : Drama yang tidak pernah berakhir! Aku akan memberinya judul; Drama Keabadian.
1
2 : Aku tidak mau abadi di dalam drama! Aku ingin ini berakhir!
1 : Tepat! Aku juga! Kau pikir aku juga tidak. Aku ingin berakhir. Aku ingin segera
memainkan peran yang baru! Tapi sekarang aku belum tahu apa peranku! Dan aku belum tahu
dimana akhir? Dimana akhir?
3 : Akhir pertunjukan bisa jadi adalah sebuah tragedi. Sebuah akhir yang menyedihkan.
Drama yang menuju pada penderitaan.
4 : Kau selalu kembali kepada pertanyaan semula! Kau selalu kembali kepada pertanyaan
semula!
1 : Jika kau terus seperti ini, maka plot dalam drama ini akan menjadi tipe plot linear
circular, jalannya drama akan bergerak kembali ke awal! Pendapatku, drama ini seharusnya kita
bawakan dengan tipe plot linear, drama bergerak maju dari awal menuju ke akhir! Teruskan!
Sampai dimana kita tadi?
1
1 TERTEGUN SEJENAK
1 : Terlalu cepat! Jika kita telah mencapai komplikasi, drama ini nanti akan menjadi anti
klimaks, kita harus kembalikan lagi drama ini ke eksposisi!
4 : Tapi jika kita kembali ke adegan awal, kejadian yang kita lakukan tadi akan menjadi
flash back.
1 : Kita telah membuat akumulasi adegan! Maka secara teori, drama ini sedang menuju
klimaks.
4 : Ya! Kau benar! Aku harus segera membuat adegan penutup, resolusi drama!
1
2 : Musik apa ini? Musik untuk adegan yang mana ini?
3 : Musik adegan yang paling galau! Kau perlu obat! Musik ini adalah obat bius bagimu,
obat kegelisahan yang akan mengantarkanmu kepuncaknya sebagai penambah dosis tekanan
dramatik, pembangkit perasaan yang akan menjadi gaung dari jiwamu yang gelisah.
2 : Jangan! Pedang itu! Pisau! Pedang itu! Pedang, pisau itu asli bukan imitasi!
3 : Percuma kau mati kawan, jika kau tidak bisa menghantui pikiran orang banyak.
3 BERPALING KE 4.
3 : Kau berhasil memerankan tokoh pembunuh. Sebuah pencapaian watak drama yang
sempurna.
1
4 TERTEGUN. DIA MENDEKATI 2 YANG TERKAPAR.
4 : Darah, darah.
1 : Aku sudah mempertanyakan ini, mengapa kita memakai pisau asli mengapa tidak yang
imitasi?!
2 : Pisau asli tapi darah palsu! Darah, darah, darah ini palsu!
3 : Setan!
1
2 : Hai jangan berkata seperti itu! Kau pernah membaca naskah Pelajaran dari Ionesco!
Dalam naskah itu seorang pembantu berbicara kepada profesor: “ Berbahasalah dengan baik, jika
tidak maka bahasa akan mengarahkanmu pada binatang buas!.“
3 : Selesai! Drama ini sudah selesai, atau hampir selesai, satu demi satu, butir demi butir,
lalu ada setumpuk kecil, tumpukan mustahil, aku tidak bisa dihukum lagi… Sudah selesai?
Endgame? Kita akan tampilkan Permainan penutup?
3 : Permasalahn karakter belum selesai. Kita telah menjelma menjadi empat karakter yang
kacau dan tidak jelas! Kita tersesat di dalam drama! Pertanyaan-pertanyaan kita mewujud
menjadi labirin. Seperti labirin dalam drama Guerdon.. David Guerdon. Suara siapa yang kita
lontarkan ini? Suara kita atau suara tokoh yang kita mainkan?
1
3 : Apakah sekarang kita adalah diri kita atau tokoh yang kita mainkan? Tubuh siapa ini?
Tubuh siapa yang sedang kita diami ini? Tubuh kita sendiri atau tubuh tokoh yang kita perankan?
1 : Mengapa kau lepaskan kostum yang kau kenakan? Kita akan bermain drama!
3 : Kita manusia absurd. Kita berganti-ganti watak, terus menerus berganti, setiap kita
bersiap memasuki panggung.
1 : Semua orang di dunia selalu berganti-ganti watak. Semua orang di seluruh dunia juga
bersandiwara!
1 : Kau telah memilih dirimu menjadi pemain drama, maka tugasmu adalah berganti-ganti
watak! Menjadi aktor, bermain dalam drama adalah sebuah perwujudan narsisme! Pernyataan
jatuh cinta kepada diri sendiri! Jika aku mengatakannya lebih dalam lagi, ini berarti bahwa kau
tidak rela dirimu hanya menjalani satu jalan kehidupan saja, dan di dalam drama kamu
menemukan beribu peristiwa dan beribu kesempatan untuk berganti-ganti peran. Kita dapat
menjelajahi segala kemungkinan dan jalan hidup yang ditawarkan, merasakan berbagai macam
peristiwa, bermain-main dengan hidup! Salah satu alasan kenapa manusia bersandiwara adalah;
kesombongan. Dengan sombongnya seorang aktor menolak hanya menjalani satu takdir
kehidupan saja!
1
MEREKA SEMUA TERDIAM SESAAT. 3 KEMUDIAN BERGERAK. DI WAJAHNYA
TAMPAK TERLIHAT PERTANYAAN.
3 : Apakah drama yang sedang kita rancang ini sudah selesai atau belum?
4 : Tutup layar!
LAYAR TERBUKA.
1
-SELESAI-
Irwan Jamal