Anda di halaman 1dari 6

REVIEW / STORY/ PEMENTASAN TEATER OKSIGEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

Oleh Nur Afifah

Untuk Pembaca

Assalamualaikum Wr.Wb

Selamat malam jumat kepada pembaca yang saya sayangi. Bagaimana kabarnya? Semoga sehat
selalu dan dalam lindungan Allah SWT.

Malam jumat yang cukup dingin ini, ditemani sebotol susu dan motor Beat biru yang saya punya,
saya pergi menonton teater yang diselenggarakan oleh mahasiswa UKM Teater Oksigen
Universitas Muhammadyah. Nama acara pementasaan ini yaitu ‘Aplikasi’ yang di selenggarakan
oleh anggota baru angkatan ke … (kurang tahu), tapi yang pasti angkatan 2020 mahasiswa baru.
Wow, keren bukan ? dengan suasana pandemi ini, bisa menyelenggarakan acara offline dengan
free HTM.

Suasana pementasan teater ini, seperti tema yang diangkat yaitu “Culture Van Java” bernuansa
Jawa. Terdapat 3 pementasan yang cukup luar biasa, yaitu Opening, penayangan film bergenre
horror, dan pementasan teater.

Opening di visualisasikan oleh 2 lakon, laki-laki dan perempuan dengan olah tubuh yang cukup
bagus, bermain dengan kuas dan kanvas, lakon laki-laki mencoret kanvas putih dengan cat
berwarna hitam yang terlihat tampak kontras, menggerakkan badan dan tangan tanpa kuas, hanya
dengan tangan telanjang, di sertai backsound yang sesuai dengan tingkat emosi gerak, dan
disertai juga dengan pencahayaan berwarna merah.

Tokoh laki-laki itu mencoret tampak seperti karya abstrak. Coretan yang mulai penuh pun di
akhiri dengan suara teriakan oleh tokoh itu, dengan emosi dan backsound yang sesuai, lalu
boom! ruangan dan area pentas gelap. Backsound berganti dengan suara sinden perempuan di
area pentas dan diiringi musik gamelan dari sound man yang ada di area center penonton yang
membuat pendengar merasa teralihkan yang sebelumnya sempat tidak kondusif. Tokoh wanita
itu duduk pada pusat area pentas dengan sorot cahaya merah berada di tengah menerangi wanita
itu. Bernyayi dengan suara sinden yang membuat saya kagum dengan olah suara yang terkontrol,
mengalun indah, dan membuat merinding, namun, saya kurang paham isi dari lirik itu.

Suara indah dipadukan dengan tubuh meliuk memiliki sensasi yang lebih hidup, walau tidak
mengerti liriknya, saya mendapat sensasinya dari olah tubuh dari wanita itu, dengan ekspresi
berubah dari bahagia menjadi sedih, lalu sedih dengan emosi yang dangat dalam. Nyanyian
sinden berhenti, berganti backsound, Di depan wanita itu ada kuas dan cat putih dan hitam, lantas
mengambil kuas dan cat putih, beranjak menuju kanvas dengan lukisan abstrak dari tokoh lakon
lelaki sebelumnya. Kuas itu membuat sebuah garis lurus pada awalnya, lalu membuat garis lurus
lagi, dan disatukan hingga membentuk persegi panjang, lalu membuat bulatan di atasnya, dan
membuat persegi dibawahnya, kemudian, lukisan itu nampak berbentuk seperti manusia, dengan
bayangan cerminan dari lukisan itu di bawahnya. Wanita itu selesai dengan lukisannya, lalu
kembali pada tempat yang ia duduki sebelumnya. Menatap lurus pada penonton, dengan sinar
biru diatasnya, kemudian…panggung gelap seketika.
Penayangan film bergenre horror dengan judul ‘Tanpa Rupa’, cukup berkesan. Di awal film,
ditampilkan nenek bungkuk berkebaya sedang membuka jendela dengan backsound nyanyian
jawa, dan nenek itu tampak mondar-mandir di kamera. Pada scene selanjutnya, Ada sekolompok
lelaki, salah satunya mengajak untuk vlog di kuburan, kemudian lanjut ke rumah angker tak
berpenghuni. Lelaki lain ada yang takut dan tidak ingin ikut, namun, terhasut untuk ikut.

Di rumah angker itu, pintunya terkunci, kemudian mereka memasuki rumah itu lewat jendela.
Dalam rumah itu, menurut cerita yang beredar, memang banyak warga yang resah karena
kelakuan hantu yang membuat kaget dan sering ingin berinteraksi dengan manusia, warga ber
inisiatif untuk menaruh sesajen di dalam rumah itu agar tidak meresahkan warga. Sekelompok
lelaki itu masuk dan si pembawa acara di vlog itu dengan karakter yang paling pemberani dari
yang lainnya, dengan gayanya yang jumawa, memakan sesajen itu dan meremehkan budaya itu
dan berkata hanya mitos dan bualan saja.

Kemudian pada scene selanjutnya, menampilkan tokoh yang jumawa tadi yang telah kerasukan,
temannya berusaha menyadarkannya, namun nihil, tokoh yang kesurupan lari ke arah pintu yang
sedikit terbuka, dan dikejar oleh taman temannya yang lain, namun disitu ada penampakan
pocong yang berdiri tidak jauh dari tokoh yang kesurupan itu. Kemudian, semuanya berteriak,
tokoh yang membawa kamera dan yang lainnya, lari meninggalkan rumah itu dan meninggalkan
temannya yang kesurupan bersama pocong tadi dalam ruangan gelap di ujung rumah itu. Suasana
sepi di daerah itu, dengan teriakan dan suara lari yang kencang oleh sekelompok lelaki, tiba-tiba,
tokoh yang membawa kamera bertabrakan dengan nenek bungkuk. Kemudian, lelaki meminta
tolong pada nenek bungkuk, dan nenek itu mempersilahkan para lelaki unutk mengikutinya dan
singgah di dalam rumahnya.

Pada layar, tidak menampakkan wajah nenek itu, hanya tubuh bagian bawahnya saja yang
terlihat oleh kamera yang direcord oleh tokoh. Sampailah di rumah nenek, nenek duduk di kursi
goyang dan lelaki yang duduk melingkar pada kursi kayu biasa. Nenek mengatakan .. (kurang
jelas, karena audiens nya tidak kondusif), yang saya tangkap, nenek mencoba menjelaskan
bahwa temannya itu sudah menjadi tumbal dan tidak akan pernah kembali, nenek pun tertawa
kegirangan khas nenek-nenek, dan para lelaki ada yang menangis histeris. Kemudian, dip to
black, adegan akhir dalam cerita, menampilkan tokoh yang penakut tadi bangun dari tidur nya,
sehinga sebagian penonton ada yang reflek berteriak “anjir mimpi”, tokoh lain itu, datang ke
kamar si penakut “ayo kita pulang dan cari si tokoh kesurupan nanti” tokoh penakut yang
bangun tidur berkata “benarkah ini?”.

Saya berkesimpulan Tanpa Rupa = Sebatas mimpi yang nyata (budaya, mitos, bagai mimpi,
terkadang itu nyata) tapi film ini hanya fiktif belaka.

===

Pementasan teater, cerita dari teater ini yaitu ada sepasang suami isteri yang sedang melahirkan
anak laki-laki pertamanya, suami isteri ini berdebat mau menindik anak laki-lakinya atau tidak.
Sang isteri ingin menindik anaknya, karena itu sudah menjadi budaya yang kental dan jika tidak
ditindik, anaknya akan membawa sial dan tidak selamat. Tetapi sang suami tidak percaya akan
hal itu, dan bersikukuh bahkan membentak isterinya untuk tidak menindik anaknya karena
suaminya itu ingin anak nya menjadi seorang jendral. Dan jendral, tidak boleh bertindik.

Anak itu tumbuh menjadi remaja yang tidak punya teman, dan selalu di bully oleh ketiga tokoh
temannya itu. Teman-temannya bergosip, jika berteman dengan anak tak bertindik itu, selalu
membawa sial, seperti sandalnya hilang sewaktu dia main disungai, dan sebagainya.

Anak tak bertindik dengan karakter culun itu sedih dengan lagak kekanak-kanakannya dan gaya
bahasa anak jember (pandalungan) yang kental sekali, sedih dan menangis lalu sang ayah
bertanya, mengapa anaknya sampai sedih. Si anak cerita kalau dia tidak ditemani oleh teman
emannya, dan dia membenci dirinya sendiri. Sang ayah menghibur anaknya dengan khas bapak
bapak jawa, dan berkata harus menjadi anak pintar agar bisa menjadi jendral, lalu akan menjadi
banyak teman dan semua orang akan patuh padanya.

Anaknya menyetujui ucapan sang ayah. Ayah memberi si anak uang untuk membeli apa saja
yang ia butuhkan. Dengan banyak uang, si anak menguping pembicaraan teman tamannya yang
hendak membeli PS, tetapi uangnya kurang, lalu bernegosiasilah si anak dengan teman-
temannya, dia akan membelikan temannya ps, tetapi memperbolehkan ikut bermain bersama.
Teman-temannya pun membuat rencana untuk memanfaatkan si cupu itu dan mengkhianatinya.

Rencana berjalan sesuai rencana, namun, tanpa di duga rampok ternyata sedang memperhatikan
dari jauh, kalau sekelompok remaja itu sedang banyak uang. Teman-temannya di todong senjata
dan meminta uang, tetapi teman temannya menunjuk si cupu yang banyak uang, dan perampok
itu mengganti sasaran dan mengancam si cupu dengan senjata tajamnya. Tiba-tiba ayahnya
datang dan si cupu mengadu ke ayahnya kalau dia sedang dimintai uang oleh orang yang tidak
dikenal, si Ayah pun baku hantam dengan perampok itu lalu, perampok yang memegang kendali
perkelahian dengan lihainya, dengan senjata yang menuju ke arah si Ayah. Namun dengan
kejadian yang begitu cepat, si anak yang hendak menolong ayahnya, malah tertusuk. Dan si anak
mati di tempat dengan si ayah dan ibu yang sedih dan menangis histeris.

Pementasan teater ini, saya tulis tanpa penggambaran suasana yang detail, namun, pementasan
dengan cerita ftv (kata audiens disana), sangat kuat dalam karakter yang dibawa nya. Penonton
jauh lebih kondusif dari sebelumnya dan saya perhatikan. Banyak yang terhanyut dan
memperhatikan, dan memberikan respon yang jauh lebih positif dari penampilan sebelumnya.

Keselurahan dalam pementasan teater ini, sudah cukup baik, dan memberikan inspirasi, serta
memberi saya bahan untuk evaluasi dalam membuat acara pertunjukan teater.

Oh, dan satu lagi, blocking dalam pementasan ini apik sekali.

Saya rasa cukup sekian, terikamasih yang sudah membaca, saya pamit, dan nantikan cerita saya
selanjutnya, selebihnya mohon maaf,

Wassalamualaikum wr.wb.
Salam dari makhluk bumi.

Anda mungkin juga menyukai