net/publication/322569208
CITATIONS
READS
0
11,379
1 author:
Retno Danarti
Universitas Gadjah Mada
101 PUBLICATIONS 766 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Retno Danarti on 18 January 2018.
i
PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIALIS DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI
PERDOSKI
Tahun 2014
Sekretaris
Dr. Benny Nelson
Kontributor
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual
Kelompok Studi Herpes
Kelompok Studi Dermatosis Akibat Kerja
Kelompok Studi Morbus Hansen
Kelompok Studi Imuno Dermatologi
Kelompok Studi Psoriasis
Kelompok Studi Dematomikologi
Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia
Kelompok Studi Tumor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
Para Pakar Dermatologi dan Venereologi
Sekretariat:
PP PERDOSKI
ii
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
DISCLAIMER
- PLK PERDOSKI disusun berdasarkan asupan dari para pakar Dermatologi dan
Venereologi serta Kelompok Studi terkait
- Buku PLK dimaksudkan untuk penatalaksanaan pasien sehingga tidak berisi
informasi lengkap tentang penyakit atau kondisi kesehatan tertentu
- Buku PLK ini digunakan untuk pedoman penatalaksanaan pasien
- Hasil apapun dalam penatalaksanaan pasien di luar tanggung jawab tim
penyusun PLK
- Pemilihan tatalaksana agar disesuaikan dengan kompetensi & legalitas obat terkait
ISBN : 978-602-98468-4-3
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal
44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi. Sehubungan dengan hal tersebut,
PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis (PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi
dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI tahun 2011.
Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan juga
bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada Kelompok Studi
(KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan. Terakhir bahan
dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.
Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi infeksi,
genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser, tumor dan bedah
kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya penyakit maupun
tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis sebagaimana telah tertera
dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi Indonesia. Adapun ketrampilan
tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari Kolegium adalah tindakan yang
belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau
didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.
Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua Umum
dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya menunjuk Tim
Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh anggota Tim Penyusun
atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa terima kasih sebesar-besarnya
ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer group) yang telah ikut menyempurnakan
isi buku ini. Last but not least terima kasih sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny
Nelson sebagai sekretaris yang telah berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini
selesai.
Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar koreksi dan
asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.
Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter spesialis
dermatologi dan venereologi dalam melakukan pelayanan kedokteran. Dengan demikian tercapai
pelayanan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia terutama pelayanan kesehatan dermatologi
dan venereologi.
i
SAMBUTAN
KETUA UMUM PP PERDOSKI
2011-2014
Sejawat terhormat,
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku panduan ini
dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah revisi dari buku Panduan
Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh PERDOSKI sebelumnya.
Sesuai dengan kebutuhan dan arahan Kementerian Kesehatan bahwa diperlukan Panduan dalam
melaksanakan layanan yang dapat diakses dan diaplikasikan secara nasional mulai dari layanan
tingkat pratama sampai tingkat utama agar layanan berjalan sesuai dengan keilmuan yang
berkembang dan sesuai dengan prasana yang ada untuk pencapaian ”service excellent”.
Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota PERDOSKI. Buku
ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT
DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik dan clinical pathway, serta
standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri dari utusan anggota dari berbagai
daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif dari seluruh bidang terkait dipandu oleh
bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka
makin sempurnalah panduan ini.
Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh anggota
dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan kesehatan nasional di bidang kesehatan
kulit dan kelamin.
Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian terhadap
panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah yang spesifik, dan
kami sangat terbuka untuk hal tersebut.
Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan layanan.
v
Sambutan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Kulit dan Kelamin
Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang optimal
dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini tertera dalam UUD
1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah perundangan dan peraturan untuk
memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut, antara lain diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan
Medis. Standar ini menjadi pedoman yang dirancang oleh profesi agar para dokter yang
berkepentingan dapat menjalankan pelayanan kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal
bagi masyarakat luas. Dengan semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka
diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh pusat
pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.
Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu mencari
pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis untuk meraih kesehatan
serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis pelayanan kesehatan kulit dan
kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang selalu dinilai kembali dan direvisi secara
berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi
dan dalam pendidikan dokter spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul
penatalaksanaan gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis
tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang berasal
dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi dan venereologi
khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi Dermatologi dan
Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik tolak penentuan jenis layanan
yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan venereologi.
Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran Indonesia serta
menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk bidang dermatologi dan
venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter spesialis dermatologi dan
venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat serta pihak terkait dapat memakainya
sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin.
v
SALINAN
SURAT KEPUTUSAN
No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13
TENTANG
TIM REVISI
PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK)
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA
Menimbang:
a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya penyempurnaan
PLK Spesialis Kulit dan Kelamin.
b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim.
c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.
Mengingat:
1. AD dan ART PERDOSKI
2. Buku Kompendium
3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011
4. Renstra PERDOSKI 2011-2014
Memperhatikan :
a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).
b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter Spesialis
(IPDS) untuk revisi PLK.
c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK.
MEMUTUSKAN
2. Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu) bulan sebelum
Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya.
v
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar Tim Penyusun.................................................................................................... iv
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI..................................................................v
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi..........................................................vi
Surat Keputusan Tentang Tim Revisi
Panduan Layanan Klinis PERDOSKI........................................................................................ vii
Daftar Isi................................................................................................................................... viii
Daftar Singkatan........................................................................................................................ xii
Pendahuluan.............................................................................................................................. 1
B. Dermatologi Infeksi
B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............ 30
B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................ 32
B. 3. Herpes zoster............................................................................................. 38
B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease ......................................................................... 41
B. 5. Histoplasmosis ........................................................................................... 43
B. 6. Kandidiasis / kandidosis............................................................................. 45
B. 7. Kriptokokosis.............................................................................................. 50
B. 8. Kusta.......................................................................................................... 52
B. 9. Malassezia folikulitis .................................................................................. 62
B. 10. Mikosis profunda ....................................................................................... 64
B. 11. Moluskum kontagiosum............................................................................. 70
B. 12. Pioderma ................................................................................................... 73
B. 13. Pitiriasis versikolor..................................................................................... 78
B. 14. Skabies...................................................................................................... 80
B. 15. Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)........................................ 84
B. 16. Toxic shock syndrome (TSS) .................................................................... 86
B. 17. Tuberkulosis kutis...................................................................................... 88
B. 18. Varisela ..................................................................................................... 93
B. 19. Veruka vulgaris / common warts ............................................................... 96
C. Genodermatosis
C. 1. Akrodermatitis enteropatika...................................................................................... 99
C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger).................................................102
C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan....................................................................... 106
v
C. 4. Tuberous sclerosis complex................................................................................ 113
C. 5. Displasia ektodermal................................................................................................ 117
C. 6. Iktiosis..................................................................................................................... 123
C. 7. Neurofibromatosis tipe 1.......................................................................................... 130
D. Dermato-Alergo-Imunologi
D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik...................................................................... 132
D. 2. Dermatosis IgA linear.............................................................................................. 137
D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring............................................................................ 141
D. 4. Dermatitis kontak alergi.......................................................................................... 145
D. 5. Dermatitis kontak iritan........................................................................................... 148
D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat.................................................................................. 151
D. 7. Pemfigus.................................................................................................................. 155
D. 8. Urtikaria.................................................................................................................. 159
D. 9. Psoriasis................................................................................................................... 166
E. Dermatologi Kosmetik
E. 1. Akne vulgaris.......................................................................................................... 180
E. 2. Melasma................................................................................................................. 184
E. 3. Freckles................................................................................................................. 188
E. 4. Vitiligo.................................................................................................................... 190
E. 5. Alopesia androgenik............................................................................................... 194
E. 6. Penuaan kulit........................................................................................................... 198
E. 7. Deposit lemak dan selulit........................................................................................ 199
E. 8. Hiperhidrosis........................................................................................................... 200
E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis................................................................................. 202
Laser
E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit............................................................................... 204
E. 11. Laser untuk kelainan vaskular................................................................................. 205
E. 12. Laser untuk skar...................................................................................................... 206
E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen..................................................................... 208
E. 14. Laser penghilang tato.............................................................................................. 209
E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut........................................................................... 210
E. 16. Laser untuk resurfacing........................................................................................... 211
E. 17. Laser dan sinar untuk akne vulgaris........................................................................ 213
i
Karena virus, neoplasma, hiperplasia, dan malformasi vaskular
F. 9. Angiokeratoma........................................................................................................... 225
F. 10. Granuloma piogenikum............................................................................................. 226
F. 11. Limfangioma............................................................................................................. 227
F. 12. Nevus flameus........................................................................................................... 228
Sel melanosit dan sel nevus
F. 13. Nevus melanositik..................................................................................................... 229
Pra Kanker
F. 14. Keratosis aktinik....................................................................................................... 232
F. 15. Leukoplakia.............................................................................................................. 233
F. 16. Penyakit Bowen........................................................................................................ 234
Tumor Ganas
Epidermis dan adneksa
F. 17. Karsinoma sel basal................................................................................................... 236
F. 18. Karsinoma sel skuamosa............................................................................................ 240
Sel melanosit
F. 19. Melanoma maligna.................................................................................................... 244
x
G. 8. Ulkus mole..................................................................................................................... 302
G. 9. Vaginosis bakterial......................................................................................................... 304
H. Kedaruratan Kulit
H. 1. Angioedema................................................................................................................... 307
H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET).............................................................................. 313
H. 3. Sindrom DRESS............................................................................................................. 317
Lampiran
1. Uji Tempel.......................................................................................................................... 321
2. Uji Intradermal................................................................................................................... 327
3. Uji Provokasi Obat............................................................................................................. 329
4. Uji Tusuk............................................................................................................................ 335
5. Himbauan Tim Perumus..................................................................................................... 342
x
C
GENODERMATOSIS
98 Genodermato
C.1. AKRODERMATITIS ENTEROPATIKA (E83.2)
Medikamentosa:
Prinsip: suplementasi zink seumur hidup
1. Topikal:
Krim pelembab atau krim antibiotik (bila ada infeksi
sekunder)
2. Sistemik:
Anak: zink elemental 0,5-1 mg/kg 1-2 kali/hari
Dewasa: zink elemental 15-30 mg/hari
Genodermato 99
Tindak lanjut:
Untuk kelainan bawaan dipantau kadar zink plasma setiap 6
bulan sekali secara teratur
10 Genodermato
V. Bagan Alur
Riwayat:
Gambaran klinis:
Erosi-ekskoriasi disertai bula dan krusta pada tepi lesi di daerah akral, perioral, periokular, anogenital, tangan
Normal
< 50 µg/dl
Akrodermatitis enteropatika
Penyakit lain
Genodermato 10
C.2. INKONTINENSIA PIGMENTI (SINDROM BLOCH-SULZBERGER) (L80)
10 Genodermato
vesikobulosa mulai menyembuh. Pada lebih dari 80%
kasus lesi hiperkeratotik menyembuh dalam 6 bulan.
Stadium 3 adalah lesi IP yang paling khas, berupa
garis hiperpigmentasi, terutama pada badan mengikuti
garis Blaschko. Hiperpigmentasi memudar dan
menghilang pada akhir usia dekade ke-2.
Stadium 4 terjadi pada sebagian kecil pasien IP,
ditandai oleh patch atau alur hipopigmentasi tak
berambut (hairless) terutama pada tungkai bawah.
Selain hal tersebut di atas, gambaran khas IP adalah
focal absence of sweating. Pada kuku dapat
dijumpai rigi, pitting dan perubahan menyerupai
onikogrifosis. Dapat pula timbul tumor hiperkeratotik
subungual. Alopesia sikatrikal pada vertex sering
didapatkan, dan dapat ditemukan sebagai tanda sisa
(residual sign) IP pada pasien yang lebih tua.
Manifestasi okular pada pasien IP sering asimetrik
dan didapatkan pada 25%-77% pasien, a.l.: iskemia
retina, neovaskularisasi retina dengan perdarahan dan
eksudasi, gliosis preretina, atrofi optik dan hipoplasi
foveal; mikroftalmos, katarak, pigmentasi
konjungtiva, perubahan kornea, hipoplasia iris,
uveitis, ftisis; nistagmus, strabismus, miopia.
Kelainan neurologis meliputi kejang (sering dimulai
pada minggu-minggu awal kehidupan), paralisis
spastik, retardasi mental dan motorik, serta
mikrosefalus.
Kelainan gigi terjadi pada lebih dari 80% kasus,
berupa tidak tumbuh gigi, gigi bentuk konus dengan
tambahan Cup di gigi posterior, dan gigi terlambat
tumbuh. Kelainan pada gigi tersebut dapat membantu
menegakkan diagnosis IP.
Anomali kardiovaskular kadang-kadang dilaporkan
terjadi pada pasien IP, meliputi: fibrosis
endomiokardial, tetralogi Fallot asianosis dan
insufisiensi trikuspidalis, hipertensi pulmonal.
Diagnosis banding : Bergantung pada stadium klinis IP.
Lesi vesikular: herpes simpleks, varisela, impetigo,
kandidiasis, eritema toksikum, melanosis pustular,
akropustulosis infantil, dan miliaria rubra.
Lesi verukosa: nevus linear epidermal
Lesi hiperpigmentasi: sindrom Naegeli-Francheschetti-
Jadassohn.
Genodermato 10
Pemeriksaan : Pemeriksaan histopatologik (HE) pada setiap fase:
penunjang
Fase-1: spongiosis intraepidermal dan vesikel/bula
dengan eosinofil dan sel-sel diskeratotik
Fase-2: lesi hiperkeratosis dengan diskeratosis dan
eosinofil
Fase-3: pigmen inkontinensia–kadang-kadang dengan
clumps besar
Fase-4: tanpa pigmen di epidermis, tidak ada
inkontinensia, tidak ada eosinofil, tidak
didapatkan glandula ekrin.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya mutasi gen NEMO
pada kromosom Xq28.
Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
Edukasi tentang penyakit dan himbauan untuk skrining
oftalmologi secara rutin sebulan sekali pada tahun
pertama kehidupan, kemudian evaluasi tiap tahun karena
adanya insidensi tinggi terjadinya squint dan ambliopia.
Monitor neurologik yang teliti karena keterlibatan saraf
pusat sering manifes dalam mingu-minggu awal
kehidupan.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada
setiap kelahiran anak perempuan, umumnya bila laki-
laki terkena, berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas: kelainan tidak
hanya di kulit tetapi dapat mengenai organ lain.
Kelainan kulit menjadi hipopigmentasi pada
stadium 4, kemudian dapat menghilang.
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
- Terapi lokal terhadap lesi vesikel/bula untuk melindungi
terhadap infeksi dan skar. Pada stadium yang 2,3,4, kulit
mungkin kering dan perawatan kulit dengan pelembab
sangat penting.
- Konsultasi ke dokter spesialis anak, mata, gigi, dan saraf
10 Genodermato
IV. Kepustakaan : 1. Berlin AL, Paller AS, Chan LS. Incontinentia pigmenti: A
review and update on the molecular basis of
pathophysiology. J Am Acad Dermatol 2002; 47: 169-
87.
2. Aradhya S, Nelson DL. NF-kappaB signaling and human
disease. Curr Opin Genet Dev 2001; 11: 300-6.
3. The International Incontinentia Pigmenti Consortium.
Genomic rearrangement in NEMO impairs NF-kappaB
activation and is cause of incontinentia pigmenti. Nature
2000; 405: 466-72.
4. Aradhya S, Woffendin H, Jakins T, et al. A recurrent
deletion in the ubiquitously expressed NEMO (IKK-
gamma) gene accounts for the vast majority of
incontinentia pigmenti mutations. Hum Mol Genet 2001;
10: 2171-9.
5. Minić S, Trpinac D, Obradović M. Systematic review of
central nervous system anomalies in incontinentia pigmenti.
Orphanet J Rare Dis 2013. doi: 10.1186/1750-1172-8-25.
Genodermato 10
C.3. EPIDERMOLISIS BULOSA YANG DITURUNKAN (Q81.9)
Klasifikasi:
Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang diturunkan,
berdasarkan fenotip klinis dan genotip, yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS, “epidermolytic EB”) yang
meliputi:
EBS-WC (Weber-Cockayne; protein/gen yang
terlibat: K5, K14); OMIM 131800
EBS-K (Köbner; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131900
DM (Dowling-Meara; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131760
EBS-MD (with muscular dystrophy; protein/gen
yang terlibat: Plectin)
2. Junctional EB (JEB)
JEB-H (Herlitz; protein/gen yang terlibat:
laminin-5)
JEB-nH (non-Herlitz; protein/gen yang terlibat:
Laminin-5; kolagen tipe XVII)
JEB-PA (with pyloric atresia; protein/gen yang
terlibat: integrin 64)
3. Dystrophic EB, DEB”)
DDEB (Dominant dystrophic EB; protein/gen yang
terlibat: kolagen tipe VII); OMIM 131750
RDEB-HS (recessive dysrophic EB; Hallopeau-
Siemens; protein/gen yang terlibat: kolagen tipe
VII); OMIM 226600
RDEB-nHS (recessive dystrophic EB; non-
Hallopeau-Siemens; protein/gen yang terlibat:
kolagen tipe VII)
10 Genodermato
Kriteria diagnostik
Genodermato 10
Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB junctional
10 Genodermato
Tabel 3. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB distrofik
Nonmedikamentosa :
Cara perawatan kulit berlepuh: hindari tindakan yang
menimbulkan trauma ringan; pakaian kasar, plester
gosokan saat mandi. Sepatu
Genodermato 10
sebaiknya lembut dan longgar. Perlu kerjasama
dengan fisioterapis untuk mencegah kontraktur.
Menjaga nutrisi: makanan tinggi kalori dan tinggi
protein. Pada bentuk distrofik makanan harus lembut
atau cair. Pada bayi hindari penggunaan bottle
feeding, makanan/ susu dapat diberikan dengan
sendok lembut, serta hindari makanan panas/ terlalu
dingin.
Perawatan intensif di ruang perinatal intensive care
unit, bekerjasama dengan dokter spesialis anak, mata,
THT, gizi, dll. Perawatan di inkubator, infus cairan
dan nutrisi.
Konseling genetik:
- Penjelasan pola penurunan genetik dan
risiko pada setiap kelahiran
- Penjelasan penyakit dan
progresivitas
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/
sepsis, terapi paliatif.
Pada kondisi berat harus dirawat intensif di ruang
perinatal dan ditangani oleh dokter spesialis anak,
kulit, dan fisioterapis.
1.Topikal:
- Antibiotik untuk bagian yang mengalami
erosi atau ekskoriasi, dirawat terbuka sesuai
perawatan luka bakar.
- Kortikosteroid pada kasus yang berat
(misalnya tipe Herlitz)
2.Sistemik:
- Kortikosteroid pada kasus yang berat dan fatal
- Vitamin E dosis tinggi untuk tipe distrofik (anti
kolagenase): 600-2000 iµ/ hari
- Difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kgBB/hari harus hati-
hati karena jarak dosis terapeutik-dosis letal
sangat pendek.
Tindak lanjut:
1. Pantau setiap 1 bulan terhadap kelainan kulit yang
timbul
2. Konsultasikan keadaan umum, pada dokter spesialis
anak/ perinatologi untuk komplikasi dan nutrisi.
11 Genodermato
IV. Kepustakaan : 1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general
medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012
2. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology.
A Textbook of Skin Disorders of Childhood and Adolescence.
4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 303−13.
3. Atherton DJ. Mellerio JE, Denver JE. Epidermolysis bullosa.
Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor. Textbook of Pediatric
dermatology. Edisi ke-3. Oxford: Blackwell Science, 2006.
Genodermato 11
Bagan Alur: Pendekatan diagnosis pasien epidermolisis bulosa yang diturunkan (genetik)
11 Genodermato
C.4. TUBEROUS SCLEROSIS COMPLEX (Q85.1)
i. Definisi : Tuberous sclerosis complex (TS; OMIM 191100) merupakan kelainan yang
diturunkan secara dominan autosomal dengan ekspresivitas yang bervariasi,
ditandai oleh hamartoma di berbagai organ terutama kulit, otak, mata, jantung
dan ginjal. TS diperkirakan terjadi pada 1 : 10000 populasi dan terjadi pada
semua kelompok etnis. TS disebabkan oleh mutasi pada 2 gen yang berbeda,
yaitu TSC1 pada kromosom 9q34 dan TSC2 pada kromosom 16p13.
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Pada bayi dan anak sering didahului oleh kejang mioklonik
generalisata atau fokal. Namun demikian, tidak ada gambaran EEG yang
patognomonik pada penyakit ini.
Kelambatan tumbuh kembang, retardasi mental, autisme, dan gangguan
perilaku merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Terdapat korelasi
antara spasme infantil atau kejang generalisata dengan retardasi mental,
maupun antara usia awitan kejang dengan beratnya retardasi mental.
Makula hipopigmentasi berbentuk bulat atau oval, tetapi lesi yang paling
karakteristik adalah lanceolate (ash leaf-spot). Ukurannya bervariasi
mulai dari 1 cm sampai beberapa cm, dan jumlah lesi bervariasi dari
beberapa sampai lebih dari 75.
Diagnosis spesifik pada usia anak dimungkinkan apabila:
o Pemeriksaan oftalmoskopi indirek dijumpai dilatasi pembuluh
darah (kapiler) penuh atau angiografi fluoresen ditemukan
hamartoma retina, atau
o CT-scan atau MRI dengan kontras gadolinium menunjukkan
gambaran karakteristik berupa tuber, yaitu massa radio-
opak/kalsifikasi di korteks atau subependimal yang menyebabkan
pelebaran atau elevasi girus serebral. Bila terjadi kalsifikasi, lesi ini
tampak pada radiografi kepala sebagai gambaran batu pada otak
(brain stones).
Angiofibroma kutan (dulu disebut adenoma sebaseum) biasanya timbul
antara usia 2 dan 6 tahun, tetapi dapat ditemukan sejak lahir bahkan sampai
usia 20an tahun. Lesi ini patognomonik untuk TS, terjadi pada 65%-90%
pasien, dan terdiri atas papul 1-10 mm dengan permukaan dome-shape,
warna merah muda sampai merah, terdistribusi simetris pada lipatan
nasolabial, pipi dan dagu, dan jarang pada dahi, kelopak mata, telinga dan
kepala.
Plak fibrosis atau nodus dapat ditemukan pada dahi, pipi, dan kepala dan
dapat timbul sejak lahir. Pemeriksaan histopatologi me- nunjukkan nevi
jaringan ikat tipe kolagen tanpa pelebaran vaskular.
Shagreen patch atau peau chagrine adalah plak yang ditemukan pada
badan, permukaan tidak rata mirip kulit jeruk, kadang berbenjol-benjol,
sewarna dengan kulit.
Fibroma subungual dan periungual (tumor Könen) merupakan lesi
patognomonik dan dilaporkan pada 10%-50% pasien; biasanya
Genodermato 1
muncul setelah pubertas. Secara klinis terdiri atas papul 5-10 mm,
firm, smooth, budlike, tumbuh dari nail bed.
Lesi kulit yang jarang ditemukan dan tidak spesifik: bercak café-au- lait,
polip fibroepitelial, plak merah keunguan, diffuse skin bronzing, dan
neuroma mukosal; juga fibroma gingiva dan pit pada enamel gigi.
Hamartoma retina patognomonik untuk TS dan dilaporkan pada 50- 76%
pasien. Dapat dijumpai 2 tipe: (1) lesi datar abu-abu atau kekuningan,
smooth semi-transparan dengan tepi tidak tegas atau
(2) lesi multinodular yang digambarkan seperti mulberry, telur katak,
atau telur salmon.
Hamartoma renal, misalnya angiomiolipoma dan ginjal polikistik, terjadi
pada sekitar 15% pasien dan tidak pernah ditemukan pada periode
prenatal atau neonatal.
Diagnosis
banding : 1. Kejang: epilepsi
2. Hipopigmentasi: vitiligo
3. Angiofibroma: akne vulgaris, akne rosasea, trikoepitelioma,
trikilemoma, milia, xantoma, moluskum kontagiosum.
4. Kalsifikasi intrakranial: sindrom Sturge-Weber, toksoplasmosis kongenital
Nonmedikamentosa:
Kepada orangtua atau pengasuhnya: penjelasan perkembangan penyakit
(kelainan apa yang harus diperhatikan untuk segera dilaporkan pada
dokter) dan tentang penatalaksanaan penyakit yang diderita.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada setiap kelahiran
- Penjelasan penyakit dan progresivitas
- Konseling marital
11 Genodermato
Medikamentosa:
Prinsip:
Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu fungsi
atau estetika.
Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan
perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan bila
terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri kepala,
muntah, gangguan penglihatan, edema papil)
Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau laser.
BAGAN ALUR:
Genodermato 11
V. Kepustakaan : 1. Krueger DA, Northrup H; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex surveillance and management:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr Neurol
2013; 49: 255-65.
2. Northrup H, Krueger DA; International Tuberous Sclerosis
Complex Consensus Group. Tuberous Sclerosis Complex
diagnostic criteria update: Recommendation of the 2012
International Tuberous Sclerosis Complex Consensus
Conference. Pediatr Neurol 2013; 49: 243-54.
3. Rovira A, Ruiz-Falcó ML, García-Esparza E, et al.
Recommendation for the radiological diagnosis and follow-up
of neuropathological abnormalities associated with tuberous
sclerosis complex. J Neurooncol 2014 Apr 27. (Epub ahead
of print)
11 Genodermato
C.5. DISPLASIA EKTODERMAL (Q82.4)
Gambaran klinis
Dermatologis
Pada laki-laki yang terkena, saat lahir dapat ditandai
oleh membran kolodion atau dengan skuama,
menyerupai iktiosis kongenital.
Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat.
Rambut tubuh yang lain biasanya jarang atau tidak ada.
Kemampuan untuk berkeringat terganggu secara
signifikan. Sebagian besar laki-laki yang terkena
menderita intoleransi panas yang nyata.
Pori-pori kelenjar keringat biasanya tidak dapat dilihat
pada pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak tampak
jelas.
Gangguan berkeringat (ketidakmampuan berkeringat
secara adekuat terhadap panas lingkungan)
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Terjadinya panas
tinggi yang tak dapat dijelaskan, biasanya menyebabkan
kecurigaan penyakit infeksi, keganasan, atau penyakit
autoimun sebelum
Genodermato 11
diagnosis yang benar dapat ditegakkan. Anak-anak yang
menderita kelainan ini secara khas menunjukkan
intoleransi panas dengan episode hiperpireksia, yang
dapat menyebabkan kejang dan kerusakan neurologis.
Kuku biasanya normal.
Keriput dan hiperpigmentasi periorbital khas dan sering
dijumpai, walaupun sering tidak diperhatikan pada saat
lahir.
Hiperplasia glandula sebaseus, terutama pada wajah
dapat muncul setiap saat dan tampak sebagai papul-
papul miliar seperti pearl (mutiara), berwarna
kecoklatan sampai putih menyerupai milia.
Tidak adanya puncta lacrimal merupakan temuan
khas.
Wanita karier dengan displasia ektodermal hipohidrotik
terkait-X, menunjukkan gambaran kulit normal dan
abnormal mengikuti garis Blaschko.
Sistemik
Hipodonsia, oligodonsia, atau anodonsia merupakan
gambaran yang dapat dijumpai pada X-LHED pada
laki-laki yang terkena.
Adanya hypoplastic gum ridges pada bayi yang
terkena dapat merupakan petunjuk awal diagnosis
penyakit.
Gigi primer dan sekunder berbentuk peg shaped
merupakan gambaran khas
Pasien menunjukkan wajah yang khas dengan frontal
bossing, depressed nasal bridge, saddle nose, dan
bibir bawah yang besar.
Manifestasi otolaringologis meliputi sekresi nasal
kental dan impaksi, sinusitis, infeksi saluran nafas atas
yang berulang dan pneumonia, produksi saliva
berkurang, suara menyerupai suara kuda, dan frekuensi
asma meningkat.
Refluks gastroesofageal dan kesulitan makan mungkin
merupakan masalah pada masa anak.
Wanita pembawa gen X-LHED dapat terkena sama
beratnya dengan pasien laki-laki atau hanya
menunjukkan sedikit tanda penyakit ini. Intoleransi
terhadap panas, bila ada, biasanya ringan. Kelainan
pada gigi dapat berupa anodonsia atau peg–shaped,
dan rambut kepala tipis atau patchy. Pemeriksaan
dermatologis yang teliti terhadap kulit wanita pembawa
gen sering ditemukan keringat dari pori-pori berkurang
atau distribusi yang patchy.
11 Genodermato
Diagnosis dan diagnosis banding
Kulit berskuama saat lahir sering salah diagnosis dengan
iktiosis kongenital.
Demam berulang sering diduga infeksi
Diagnosis HED dapat cepat diketahui jika sudah ada
dugaan sebelumnya, misalnya anak laki-laki berisiko
dilahirkan dari keluarga dimana penyakit ini sudah
diketahui/ didiagnosis.
Pemeriksaan pori-pori keringat dan foto panorama
rahang dapat menuntun ke arah diagnosis dengan cepat.
Gambaran klinis
Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan sering
didapatkan alopesia setempat.
Sering didapatkan makula hiperpigmentasi retikular
atau difus. Kulit di atas lutut, siku, jari, dan sendi sering
menebal dan hiperpigmentasi. Kuku tampak menebal
dan terjadi perubahan warna; sering disertai infeksi
paronikia persisten.
Abnormalitas pada mata meliputi strabismus, pterigium,
konjungtivitis dan katarak prematur.
Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering terdapat
karies.
Kelainan ektodermal lain adalah leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis
ekrin difus.
Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian besar
pasien mempunyai kemampuan berkeringat normal dan
kelenjar sebaseus berfungsi normal.
Diagnosis banding
Kelainan pada kuku sering didiagnosis banding dengan
pakionikia kongenita
SINDROM AEC, ANKYLOBLEPHARON FILIFORME
ADNATUM-ECTODERMAL DYSPLASIA-CLEFT
PALATE SYNDROME (HAY-WELLS SYNDROME;
OMIM 106260)
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada tumor
suppressor gene p63, gen yang juga berperan pada
patogenesis sindrom EEC, limb-mammary syndrome,
acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth (ADULT)
syndrome.
Genodermato 11
Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak pada
kelompok (cluster) yang berbeda pada gen tsb.
Sindrom AEC merupakan kelainan dominan autosomal
dengan penetransi lengkap dan ekspresi bervariasi.
Gambaran klinis
Dermatologi
Pada 90% bayi yang terkena, saat lahir didapatkan
kulit mengelupas dan erosi superfisial, menyerupai
membran kolodion. Skuama akan mengelupas dalam
beberapa minggu dan kulit di bawahnya kering dan
tipis.
Sistemik
Celah palatum dengan atau tanpa celah bibir terjadi
pada 80% pasien yang dilaporkan.
Mungkin didapati hipodonsia dengan gigi yang
tidak tumbuh atau salah tumbuh.
Sering terjadi otitis media berulang dan kehilangan
pendengaran konduktf sekunder, yang mungkin
merupakan konsekuensi celah palatum.
12 Genodermato
Gambaran klinis
Sindrom EEC ditandai oleh ektrodaktili (split hand or
foot deformity, lobster-claw deformity) yang
merupakan gambaran utama. Selain itu didapatkan juga
celah bibir/palatum, hipotrikosis, hipodonsia, distrofi
kuku, anomali duktus lakrimalis, dan kadang
hipohidrosis.
Pada kasus tanpa celah bibir/palatum, morfologi wajah
khas dengan hipoplasia maksilaris, filtrum pendek, dan
broad nasal tip.
Kelainan gigi meliputi mikrodonsia dan oligodonsia
dengan hilangnya gigi sekunder yang awal/prematur.
Sering terjadi karies berat.
Dapat terjadi hipohidrosis, tetapi relatif ringan.
Kuku dapat hipoplastik dan distrofik
Retardasi mental terjadi pada 5-10% kasus.
Kelainan genitourin sering ditemukan, meliputi
hipospadia glandular, uretheric reflux, dan
hidronefrosis.
Diagnosis banding
Odontotrichomelic syndrome (OMIM 273400)
Aplasia kutis kongenital dengan defek ekstremitas (sindrom
Adams-Oliver; OMIM 100300)
Ektrodaktili dengan celah palatum tanpa displasia ektodermal
(OMIM 129830)
Medikamentosa:
Penatalaksanaan penyakit dikerjakan secara
multidisiplin:
1. Topikal:
Pelembab (misalnya urea 10%) untuk kulit kering
Genodermato 12
Asam salisilat 3-5% dalam salap/emolien untuk
hiperkeratosis palmoplantar
Perbaikan/restorasi gigi, konsultasi dokter gigi
Mata: air mata artifisial
Tenggorokan kering: saliva artifisial
Paru: hindari rokok, lingkungan berdebu.
2. Sistemik:
Antibiotik bila terjadi infeksi pada kuku atau infeksi
lainnya. Konsultasi dengan dokter spesialis lain sesuai
dengan organ yang terkena.
Tindak lanjut:
Pantau setiap satu bulan sekali
Konsultasikan ke dokter spesialis sesuai kebutuhan
12 Genodermato
C.6. IKTIOSIS (Q80.9)
Penatalaksanaan
Iktiosis vulgaris berespons baik terhadap salap topikal
yang mengandung urea atau asam laktat.
Hati-hati penggunaan urea pada daerah tubuh yang
luas sebelum usia 1 tahun (boleh diberikan, tetapi
harus dalam pengawasan dokter bila daerah luas)
Genodermato 12
Iktiosis vulgaris tidak boleh diterapi dengan salap
yang mengandung salisilat karena dapat menyebabkan
keracunan yang membahayakan jiwa disebabkan oleh
absorpsi perkutan.
Diagnosis pasti: riwayat keluarga dan pemeriksaan
tambahan, misalnya pemeriksaan histopatologi atau
biokimia untuk menyingkirkan iktiosis resesif terkait- X
(X-linked recessive ichthyosis), misalnya tes steroid
sulfatase atau elektroforesis lipoprotein.
Epidermolitik hiperkeratosis
(sin: Bullous congenital ichthyosiform erythro-
derma of Brocq, Bullous ichthyosis; OMIM 113800)
Merupakan kelainan dominan autosomal dengan
penetrans lengkap tetapi mempunyai variabilitas klinis
yang luas.
Sangat jarang, insidens sekitar 1:200000 sampai
1:300000;
Disebabkan oleh mutasi heterozgot pada gen yang
mengkode keratin 1 dan keratin 10 (KRT1, KRT10)
yang diekspresikan pada lapisan epidermis yang
berdiferensiasi.
Hampir separuh kasus terjadi secara sporadik dan
menunjukkan mutasi baru.
12 Genodermato
Gambaran klinis
Biasanya diketahui sejak lahir dengan adanya erosi
dan daerah luas kulit yang denuded serta
eritroderma, yang disebabkan oleh peningkatan
fragilitas epidermis dan dipicu oleh trauma friksional
selama proses persalinan.
Pada masa selanjutnya komponen bulosa menjadi
kurang prominen dan mulai tampak hiperkeratosis
berat
Kulit kepala sering terkena dan parah sehingga
menyebabkan gangguan batang rambut dan kerontokan
rambut.
Bibir, mata, membran mukosa, dan gigi normal.
Pada masa bayi morbiditas perinatal tinggi serta
potensial mortalitas karena sepsis dan ketidak-
seimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis banding
Staphylococcal scalded skin syndrome dan
nekrolisis epidermal toksik
Penatalaksanaan
Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit yang
denuded memerlukan perawatan di neonatal
intensive care unit. Harus dihindari trauma terhadap
kulit dan timbulnya bula, monitor terhadap terjadinya
sepsis
Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan
antibiotik spektrum luas
Terapi topikal:
Seperti iktiosis kongenital lain, terapi hiperkeratosis
epidermolitik adalah simtomatik
Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras memerlukan
hidrasi, lubrikasi, dan terapi keratolitik (krim dan
lotion yang mengandung urea, asam salisilat, asam
alfa hidroksi, atau propilen glikol). Namun demikian
sering tidak dapat ditoleransi dengan baik terutama
pada anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan
stinging jika terdapat fisura atau kulit denuded.
Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat harus
hati-hati karena risiko absorbsi sistemik
Tretinoin topikal dan preparat Vit D efektif tetapi
dapat menyebabkan iritasi kulit.
Berendam untuk melembabkan kulit dan abrasi
mekanis pada stratum korneum yang menebal (gosok
hati-hati dengan sikat lembut, spons, dsb)
Pemakaian antiseptik, misalnya sabun anti- bakterial,
klorheksidin, atau iodin dapat membantu mengontrol
kolonisasi bakterial.
Genodermato 12
Dianjurkan penggunakan lubrikans dan emolien
setidaknya 2 kali sehari, dilakukan segera setelah
mandi
Infeksi kulit bakterial biasa dijumpai pada hiper-
keratosis epidermolitik dan sering memicu bula
sehingga memerlukan terapi topikal dengan salap
antibiotik atau bahkan antibiotik oral.
Terapi sistemik
Retinoid oral sangat efektif untuk mengurangi
hiperkeratosis dan frekuensi infeksi pada pasien
dengan EH generalisata, namun demikian obat ini dapat
meningkatkan fragilitas epidermis dan dapat
menyebabkan eksaserbasi bula. Dianjurkan memulai
terapi dengan dosis yang sangat rendah dengan tujuan
mencapai dosis pemeliharaan serendah mungkin.
12 Genodermato
Ketegangan kulit wajah sering menyebabkan
ektropion, eklabium, serta hipoplasia kartilago nasal
dan aurikular.
Ektropion yang parah dapat menimbulkan madarosis,
konjungtivitis, dan penutupan kelopak mata yang tidak
sempurna yang dapat menyebabkan keratitis.
Pada kepala terdapat alopesia skar (scarring alopecia)
terutama pada bagian perifer skalp, yang merupakan
gambaran umum pada IL.
Peradangan pada lipatan kuku (nail folds) dapat
menyebabkan distrofi kuku dengan penebalan lempeng
kuku dan rigi kuku.
Diagnosis banding
Eritroderma iktiosiformis kongenital (congenital
ichthyosiform erythroderma), sindrom Netherton,
sindrom Sjögren-Larsson, dan trikotiodistrofi.
Penatalaksanaan
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi topikal:
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi sistemik
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Genodermato 12
Iktiosiform eritroderma nonbulosa: akantosis, para-
keratosis, hipergranulosis.
Epidermolitik hiperkeratosis: hiperkeratosis,
vakuolisasi (mikro-vesikel)
12 Genodermato
Tabel 1. Klasifikasi iktiosis
Tipe Diagnosis OMIM
Iktiosis non- Iktiosis vulgaris 146700
sindromik
Iktiosis terkait-X 308100
Epidermolitik hiperkeratosis Brocq (EHK) 113800
146600
Iktiosis bullosa Siemens 146800
Iktiosis histriks Curth-Macklin 146590
Nonbullous congenital ichtyosiform erythroderma (NBCIE) 242100
604780
Iktiosis lamellar 242300
601277
604777
CIE/ iktiosis lamellar tipe intermediate 604781
Iktiosis lamellar autosomal dominan kongenital iktiosiformis eritroderma 146750
Iktiosis in confetti
Harlequin fetus 242500
Sindrom peeling skin tipe A
Iktiosis didapat
Genodermato 12
C.7. NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 (Q85.01)
13 Genodermato
View publication stats