PANDUAN
KETERAMPILAN
KETERAMPILAN KLINIS
Tahun 2021
Panduan Keterampilan Klinis
Bagi Dokter Spesiali
Spesialiss Derm
Dermaatolog
tol ogii dan Ve
Venere
nereolo
olo gi
Indonesia
Tim Penyusun
Penyusun dan Editor
dr. Agnes Sri Siswati, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Prof. Dr. dr. Cita Rosita, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
dr.
Dr. Danang
dr. WindyTriwahyudi,
W indy Sp.KK,ti,FINSDV,
Keumala Budianti,
Budian FAADV
Sp.KK(K), FINSDV
Dr. dr. Prasetyadi Mawardi, Sp. KK (K) FINDSDV, FAADV
Dr. dr. Reiva Farah Dwiyana, Sp.KK(K), M.Kes
Dr. dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Dr. dr. Reti Hindritiani
H indritiani,, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV
dr. Flandiana Yogianti, Ph.D., Sp.DV
dr. Miranti Pangastuti, Sp.DV
Sekretaris
dr. Vincentius Nathanael Sulaiman
dr. Annisa Maharani
Kontributor
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
I ndonesia
Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia
Kelompok Studi Tumor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Imunodermatologi dan Dermatosis Akibat Kerja
Perhi
Perhi mpunan
mpun an Dokter
Dokter Spesialis Kul it dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI)
Tahun 2021
2021
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI)
Dilarang
Dilarang m engutip, menyalin, mencetak
mencetak d an memperbanyak
memperbanyak isi buku d engan
engan
cara apapun
apapun t anpa izin
izin t ertulis dari pemegang
pemegang hak ci pta
DISCLAIMER
ISBN :
ii
Kata Sambutan
Ketua
Ketu a Pengu
Penguru
rus
s Pusat
Pus at PERDO
PERDOSKI
SKI
2017-2021
Assalamu’alaikum
Assalamu’alaikum wr wb.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku ini dapat
diselesaikan tepat waktu dan dapat disosialisasi bersamaan dengan KONAS PERDOSKI XVI
pada tanggal Desember 2021.
Dengan seiring berjalannya waktu, ditambah pada tahun 2020 kita harus menghadapi masalah
kesehatan yang besar di seluruh dunia yaitu Pandemi COVID-19, keilmuan kita akan terus
berkembang. Dengan melakukan telaah terhadap masalah kesehatan dan penyakit yang
tercantum, Buku Panduan Keterampilan Klinis (PKK) PERDOSKI ini adalah revisi dari buku
Panduan Keterampilan Klinis 2017 yang telah dimiliki dan digunakan oleh PERDOSKI
sebelumnya.
Sesuai dengan kebutuhan dan program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwa
diperlukan Panduan dalam melaksanakan layanan yang dapat diakses dan diaplikasikan secara
Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh
anggota dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan kesehatan nasional terutama
di bidang Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Tak ada gading yang tak retak, masih diperlukan asupan dari teman Sejawat sekalian terhadap
panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah yang spesifik.
Semoga panduan ini dapat bermanfaat dalam membantu teman Sejawat melaksanakan layanan.
iii
Kata Sambutan
Sambutan Ketua Kol egium
Dermatol
Dermatol ogi dan Venereologi
Venereologi Indonesia
2017-2021
Panduan Keterampilan Klinis (PKK) bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi
Indonesia berbasis bukti terbaru sangat diperlukan bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan
Venereologi dalam menjalankan profesinya, agar pelayanan yang diberikan bermutu tinggi dan
dapat dipertanggungjawabkan.
dipertanggungjawabkan.
Kompetensi keterampilan dalam bidang dermatologi dan venereologi, termasuk estetik, telah
dipenuhi oleh seorang Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi selama menjalani
pendidikan. Namun, perkembangan ilmu di bidang dermatologi dan venereologi, serta berbagai
perubahan peraturan dalam bidang kesehatan berlangsung sangat cepat, sehingga diperlukan
panduan yang terus menerus diperbaharui.
Di tingkat Institusi Pendidikan Dokter Spesialis (IPDS), Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Indonesia (KDVI) telah menyusun dan terus memperbaharui buku Modul Keterampilan Klinis
KDVI sebagai acuan pendidikan yang digunakan oleh staf dan peserta didik di 13 IPDS DV
Indonesia. Modul Keterampilan Klinis KDVI berisi langkah-langkah prosedur DV secara
terperinci, termasuk metode pembelajaran serta cara evaluasinya.
evaluasinya.
Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun PKK PERDOSKI serta para
kontributor, yang sebagian diantaranya merupakan staf dari 13 IPDS DV.
iv
Kata Pengant
Pengant ar
Dermatologi intervensi merupakan bidang ilmu dermatologi dan venereologi yang mencakup
keterampilan dalam melakukan berbagai tindakan medik yang umumnya dilakukan
denganperalatan tertentu. Beragam tindakan medik dalam dermatologi intervensi telah masuk
dalam program pendidikan dokter spesialis dermatologi dan venereologi serta menjadi
kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap dokter spesialis dermatologi dan venereologi
Indonesia.
Melihat kebutuhan dan perkembangan jenis tidakan dermatologi intervensi yang saat ini telah
dilakukan dalam layanan spesialis dermatologi dan venereologi, maka dipandang perlu dibuat
panduan melakukan tindakan medik yang mengacu pada berbagai panduan yang digunakan di
berbagai negara. Panduan ini selanjutnya disebut sebagai Panduan Keterampilan Klinis (PKK)
PERDOSKI 2021.
PKK PERDOSKI 2021 dibuat dengan memperhatikan modul tindakan medik yang dikeluarkan
oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia 2021 serta mengacu pada informasi
yang berbasis bukti dengan mencantuman tindakan medik dengan level of evidence (LoE) yang
disepakati oleh para pakar dibidangnya. Pada buku PKK kali ini juga ditambahkan ketrampilan
dalam melakukan fototherapi sesuai dengan perkembangan saat ini bahwa berbagai rumah sakit
didaerah beberapa jenis alat fototherapi telah tersedia.
Masih terdapat beberapa topik yang belum tersusun dengan lengkap dan sempurna, namun
diharapkan berbagai acuan dalam PKK PERDOSKI 2021 ini dapat menjadi panduan awal dalam
melakukan tindakan medik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing dokter
dan sarana maupun prasarana yang tersedia di layang kesehatan yang digunakan.
Panduan ini beserta Panduan Praktik Klinis (PPK) PERDOSKI 2021 dan Standar Kewenangan
PERDOSKI merupakan salah satu panduan dalam memberikan layanan kesehatan terbaik bagi
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kebutuhan pasien. Ketersediaan dan legalitas
alat maupun bahan medik yang digunakan juga perlu menjadi perhatian. Kebijakan seorang
dokter dalam memilih tindakan medik yang tepat bagi pasien merupakan prioritas utama.
Dengan selesainya buku PKK ini saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh
anggota tim penyusun dan editor serta para kontributor dari Kelompok Studi PERDOSKI yang
telah bekerja keras menyelesaikan panduan. Saran, koreksi dan asupan sangat diharapkan bagi
perbaikan dan penyempurnaan buku PKK PERDOSKI 2021 ini. Dengan demikianbuku ini dapat
menjadi panduan yang handal serta tepat untuk digunakan oleh setiap anggota PERDOSKI di
Indonesia dalam melaksanakan pengabdiannya.
Tim Penyusun
Ketua
v
Daftar Isi
Halaman
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI ............... ........ ................
................
...............
...............
..........
... iii
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan Venereologi............................
Venereologi...........................................
............... iv
Kata Pengantar Tim Penyusun...............................
Penyusun...........................................................................
.....................................................
......... v
Daftar Isi ............................
............ ..............................
..............................
..............................
...............................
.................................
................................
.................. vi
Panduan Penyusunan Rekomendasi Rekomendasi ........................................................................
.......................................... .............................. vii
A. Keterampilan Diagnosis
Keterampilan Diagnosis
A. 1. Autologous serum
serum skin test (ASST)....................................................................
(ASST).................................................... ................ 2
A. 2. Biopsi kulit..........................................
kulit............................................................................
.................................................................
............................... 5
A. 3. Uji Intradermal....................................
Intradermal..........................................................................
.................................................................
........................... 13
A. 4. Uji Provokasi ObatObat ..............................................................................................
............................................................... ............................... 16
A. 5. Uji Tempel.....................................................................
Tempel.........................................................................................................
......................................
.. 26
A. 6. Uji Tusuk................................................................
Tusuk................................................................................................
.............................................
............. 30
B. Keterampilan Terapeutik
B. 1. Bedah beku .............................
.......................................................
..................................................
...................................................
............................. 35
eksisi/flap//graft
B. 2. Bedah eksisi/flap graft............................................................................................
............................................................................................ 37
(chemical peeling)
B. 3. Bedah kimia (chemical peeling) ...........................
............ .............................
...............................
................................
...................
.... 38
B. 4. Bedah kuku....................................................
kuku..............................................................................................
......................................................
............ 41
B.
B. 5.
6. Bedah
Bedah kulit
listrikuntuk vitiligo........................................................................
vitiligo......................................................................................
..............................
............... ..............................
..............................
.............................
............................. ..............
..............................
...................
.... 43
45
B. 7. Bedah Mohs ........................................................................................
......................................... .............................................................
.............. 48
B. 8. Bedah sedot lemak..............................................................................................
lemak............................................................. ................................. 50
B. 9. Bedah subsisi ...........................
........... ..............................
............................
..............................
..............................
..............................
....................
.... 52
B.10. Blefaroplasti.................................
Blefaroplasti.............................................................................
.......................................................................
........................... 54
Chemical Reconstruction of Skin Scars (CROSS)...............................................
B.11. Chemical 56
komedo................................................
B.12. Ekstraksi komedo........................ ....................................................
.................................................
..................... 58
B.13. Elevasi plong .....................................................
...........................................................................
..................................................
............................ 60
B.14. Face lift menggunakan benang....................................................................
benang.......................................................................... ...... 62
B.15. Face lift: minimum incision face lift .................................................................... 64
B.16. Face lift: non-surgical face lift ............................................................................ 65
B.17. Fototerapi
Fototerapi ...............................................................................
........................................... ..............................................................
.......................... 67
B.18. Injeksi bahan pengisi (filler (filler)................................................................................ 72
B.19. Injeksi toksin botulinum ............................
............ ................................
..............................
.............................
...............................
................ 74
B.20. Injeksi kortikosteroid
kortikosteroid intralesi..................
intralesi............................................
.....................................................
...................................
........ 76
B.21. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen...............................................................
pigmen.......................................................... ..... 78
B.22. Laser dan IPL penghilang rambut ........................................................................ 83
B.23. Laser untuk kelainan tumor jinak kulit ............................
.............. ...............................
................................
.....................
...... 86
B.24. Laser untuk kelainan vaskular.......................
...............................................
.................................................
..............................
..... 90
tato..............................................
B.25. Laser untuk menghilangkan tato...................... ...................................................
........................... 94
B.26. Laser untuk resurfacing
resurfacing.......................
................................................
.................................................
.......................................
............... 97
B.27. Laser untuk skar akne...............................
akne.......................................................
...................................................
..................................
....... 100
B.28. Mikrodermabrasi...................................................
Mikrodermabrasi...............................................................................................
.............................................. 103
B.29. Skin needling ......................................................................................................... 106
B.30. Skleroterapi ...........................
............. ..............................
..............................
............................
..............................
..............................
....................
...... 108
rambut...................................................
B.31. Transplantasi rambut........................ ...................................................
........................................
................ 110
vi
PANDUAN PENYUSUNAN REKOMENDASI
Rekomendasi yang digunakan dalam Pedoman Keterampilan Klinis (PKK) Perdoski 2021
ini menggunakan kriteria level of evidence sesuai dengan GRADE System (Grading of
Recommendations, Assessment,
Assessment, Development and Evaluation).
Evaluation). Sistem ini terdiri atas 2
komponen yaitu strength of r ecommenda
ecommendationtion dan quality of the e
evidence
vidence..
Strength
Strength of t he recommenda
recommendation
tion :
1. Strong r ecommenda
ecommendation tion::
Rekomendasi kuat diberikan apabila keuntungan (benefit) tindakan tersebut lebih
(risk)) yang terjadi pada seluruh pasien.
besar dari pada risiko (risk
2. Weak/conditional recommendation:
Rekomendasi lemah jika risiko dan benefitnya seimbang, lebih besar risikonya
atau tidak diketahui.
Quality of evide
Quality evidence
nce ( tingk at pembuktian ):
Tingkat pembuktian dibagi menjadi 3 level yaitu A untuk high, B untuk moderate dan
C untuk low evidence.
Secara rinci GRADE system dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Grade of Recomm
Recomm endation (GRADE System)
vii
1C Benefits Evidence from observational
observational Relatively strong
Strong appear to studies, unsystematic clinical recommendation;
recommendation outweigh risk experience, or from randomized, might change
Low quality and burdens, controlled trials with serious when higher
evidence or vice versa flaws. Any estimate of effect is quality evidence
uncertain. becomes
available
viii
K ETER
ETERA
A MPIL
MPIL A N DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
A.1 Autologous serum skin test (ASST)
1
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.1
A .1 Au
A u t o l o g o u s Ser
Seruu m Ski n Tes
Testt
I. Definisi
The autologous serum skin test merupakan tes in vivo sederhana untuk
mendiagnosis urtikaria kronik idiopatik dengan cara menilai autoreaktivitas melalui
injeksi serum autologous intradermal.1,2
II. Indikasi
Urtikaria kronik.1-4
Pemeriksaan ASST memiliki sensitivitas 70 % dan spesifisitas 80%.5
III. Kontraindikasi
1. Sedang dalam terapi antihistamin1,2
Antihistamin short acting sebaiknya dihentikan pemberiannya minimal 3 hari
sebelum dilakukan uji tusuk dan antihistamin long acting dihentikan minimal 7
hari sebelum dilakukan uji tusuk.1
2. Sedang dala
dalam
m terapi kortik
kortikosteroid
osteroid dosis tinggi (lebih dari 10 mg/hari).1
mg/hari).
3. Sedang menggunakan kortikosteroid topikal.1
V. Persiapan
Ada berbagai rekomendasi metode ASST.
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode yang direkomendasikan oleh
European Academy
Academy of Allergy and Clinical Imm
Immunology
unology (EAACI), The Global Allergy
2
and Asthma European Network (GA2LEN).
(GA2LEN).
Persi
Persi apan pasien
1. Informed concent
2. Penentuan llokasi
okasi y
yaitu
aitu lenga
lengan
n baw
bawah
ah bagian fleksor
2
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
3. Lakukan tindaka
tindakan
n antiseptik mengunakan kapas yang dibasahi larutan alkohol
alkohol
70% dengan olesan ringan, tanpa menggosok
4. Tandai jarak antara suntikan y
yaitu
aitu 3-5 cm
VI.
VI. Prosedur Tindakan
Pelaksanaan ASST1,2,6 (2B)
1. Atur posisi pasien agar meras
merasaa ny
nyaman.
aman.
2. Pengambilan dari vena antecubiti pasien.
3. Bersihkan lokasi pengambilan da darah
rah dibersihkan dengan
dengan alko
alkohol
hol 70%.
4. Darah dari vena y yang
ang telah diambil 7 cc kemudian ditampung dalam tabung
gelas steril tanpa clotting accelerator atau anticoagulant.
5. Diamkan selama 30 menit pa pada
da suhu ruangan aga
agarr darah menggumpal
menggumpal sehingga
sehingga
plasma terpisah.
6. Serum diperoleh dari sentrifugasi spesimen dengan kecepatan 450-500 g
selama 10 menit atau dikonversi dalam rotasi per menit/RPM 2450-2500/menit
selama 10 menit. Proses sentifugasi ini bertujuan untuk mendapatkan serum
yang bebas faktor pembekuan.
7. Sampel serum autolog, histamin (10 µg/mL), dan normal salin ((0,9%),
0,9%), masing-
masing 50 µL, disuntikkan intradermal dengan jarak 3-5 cm pada bagian volar
lengan bawah yang bebas lesi urtika minimal 24 jam. Urutan suntikan dari
proksimal ke distal.
8. Pembacaan hasil: pada menit ke 30 setelah ASST dilakukan. Bila terdapat reaksi
yang positif, maka diameter urtikaria diukur.
VII..
VII Pasca Pros
Prosedur
edur Tindak
Tindakanan
2-4
1. Interpretasi Hasil (2B)
2. Autoreaktivitas ditandai dengan wheal dan flare yang terasa gatal, sebagai
respons dari berbagai faktor dalam serum autologous melalui pelepasan
berbagai mediator dari sel mastosit atau pengaruhnya secara langsung pada
pembuluh darah kecil di kulit.
3. Pemeriksaan ASST positif membuktikan adanya histamine releasing factor
dalam serum.
4. ASST disebut positif bila selisih diameter urtika serum autolog dengan salin ≥ 1,5
mm.
3
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Pembacaan dan Interpretasi hasil
Sumber: Kostantinou.2
Kriteria Kepositifan ASST yaitu bila selisih diameter urtika serum autolog dengan salin lebih
atau sama dengan 1,5 cm. (2C)
VIII. Kepustakaan
1. Kulthanan K, Jiamton S, Gorvanich T, Pikaew S. Autologous Serum Skin Skin Test in Chronic
Idiopathic Urticaria: Prevalence, Corelation and Clinical Implications. Asian Pacific Journal of
Allergy and Imunology. 2006;24:201-6.
2. Kostantinou G, Asero R, Maurer M, M, Sabroe RS, Schmid-Grendelmeier P, Grattan C.
2
EAACI/GA LEN task force consesus report: the autologous serum skin test in urticaria. Allergy.
2009;64:1256-1268.
3. Powell RJ, Leech SC, Till S, Huber
Huber PAJ, Nasser SM, Clark AT. BSACI guideline for the
management of chronic urticaria and angioedema. Clin. Exp. Allergy. 2015;45:547-65.
4. Sabroe RA, Greaves MW. The Pathogenesis of chronic idiopathic urticaria. Arch Dermatol
1997;133:1003-8.
5. Sabroe RA, Seed
Seed PT, Francis DM, Barr RM, Black AK, Greaves MW. Chronic
Chronic idiopathic urticaria:
comparison of the clinical features of patients with and without anti-Fc epsilon RI or anti-IgE
autoantibodies. J Am Acad Dermatol. 1999;40:443-50.
6. Swaroop MR, Sathyanarayana BD, Gupta A, Aneesa, Kumari P, Raghavendra J. Autologous
Serum Skin Test in Chronic Urticaria. IJCED. 2015;1(1):25-7.
4
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.2
A .2 Biopsi Kulit
I. Definisi 1-5
Pengambilan jaringan kulit untuk pemeriksaan histologi, imunofluoresensi,
imunohistokimia, polymerase chain reaction (PCR), dan kultur jaringan.
IV. Kontraindikasi 6
1. Biopsi tidak boleh diambil dari area terinfeksi dan ttelah
elah banyak manipulasi. Bila
telah menggunakan kortikosteroid topikal maupun oral, sehingga lesi menjadi
pudar.
2. Pasien me
memiliki
miliki gang
gangguan
guan pembekuan darah.
3. Pasien dalam terapi as
aspirin
pirin dan NSAID. Pasie
Pasien
n yang mengk
mengkonsumsi
onsumsi aspirin d
dan
an
NSAID sebagai profilaksis dan bukan atas indikasi penyakit jantung atau stroke,
maka aspirin dihentikan 7 hari sebelum tindakan dan NSAID dihentikan 3 hari
sebelum tindakan. Pasien dengan riwayat serangan jantung, angina, transient
ischemic attack, atau stroke diperbolehkan melanjutkan terapi aspirin, NSAID,
atau warfarin selama waktu perdarahan dalam batas normal. 7
V. Persiapan 1-5
Persi
Pe rsi apan Dokter
1. Memeriksa bleeding time, clotting time, PT, dan APTT pasien, bila ada indikasi.
2. Mempersiapkan alat dan b bahan
ahan un
untuk
tuk tindakan biopsi.
3. Pemberian keteranga
keterangan n tentang tindakan bi biopsi
opsi yang diberikan dalam formulir
khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.
4. Pemeriksaan tand
tanda a vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pern
pernafasan).
afasan).
5. Dokumentasi lesi awawalal sebelu
sebelumm tindaka
tindakan n biop
biopsi.
si.
6. Dokter cuci tangan, memakai masker, topi, baju, dan sarung tang tangan.
an.
7. Tindakan biops
biopsii disesuaikan dengan diagnos
diagnosisis penyakit, w
waktu
aktu pengambila
pengambilan,
n,
lokasi, dan metode biopsi.
8. Cuci tang
tangan
an dan perawatan paska-tindakan.
Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindakan medik.
2. Pencegahan infeksi, hing
hingga
ga perawatan luka pasc
pasca-tindakan
a-tindakan biops
biopsi,
i, dilakukan
sesuai dengan standar operasional tindakan bedah kulit lainnya.
5
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Al at d an B ahan
1. Botol + formalin 10% (buffered formalin jika ad ada)
a) engan perbandingan jaringan
biopsi terhadap formalin buffer = 1:10 – 1:40
2. Set eksisi
3. Punch biopsy ukuran 3.0 – 6.0
4. Gentian v violet
iolet dan tusuk gigi//surgical marker
5. Povidon iodin 10%/Chlorhexy
10%/Chlorhexydine
dine
6. Benang absorbable dan/ atau non-absorbable (sesuai kebutuhan)
7. Sarung tangan steril
8. Gunting benang
9. NaCl 0,9%
10. Salep antibiotik
11. Plester penutup luka (hipafix)
VI.
VI. Prosedur Tindakan
Khusus untuk tujuan diagnostik, diperlukan beberapa pertimbangan dalam
pengambilan jaringan dan teknik bedah yang akan dilakukan, yaitu dijelaskan
sebagai berikut:
6
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Penyakit Waktu Lokasi Metode
Metode Biopsi Evidence
Pengambilan rating
Dermatitis atopik Stadium kronik Area likenifikasi Punch C
atau kontak
7
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Penyakit Waktu Lokasi Metode Biops i Evidence
Pengambilan Rating
Lupus Lesi aktif Dimana saja C
eritematosus, kulit
subakut
Lupus eritematosus Lesi aktif Dimana saja C
sistemik
Parapsoriasis, large Semua stadium Lesi belum diterapi Dua atau lebih C
plaque punch
8
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Penyakit Waktu Lokasi Metode Biops i Evidence
Pengambilan Rating
Pioderma Lesi kecil, awal Seluruh lesi Eksisi dengan C
gangrenosum non-ulseratif kultur jaringan
dan penyakit
ulseratif
Vesikel/kulit Eksisi C
SSJ/TEN/SSSS Lesi awal
deskuamasi
9
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Tabel 2. Rekomendasi metode biopsi
Pe
Penyakit
nyakit Metode Biops i Evidence
rating
Melanoma maligna Eksisi biasa, bila memungkinkan punch dari area B
paling infiltratif
Keterangan:
1. Biopsi punch
punch/plong:
/plong: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan alat
(punch/plong),
berbentuk silinder (punch /plong), berukuran diameter 2-8 mm.
shave:: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel
2. Biopsi shave scalpel//
silet khusus shave biopsy hingga kedalaman dermis superfisial/tengah.
3. Biopsi insisi: adalah pengam
pengambilan
bilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel
kulit scalpel,,
tanpa mengambil keseluruhan lesi kulit.
4. Biopsi eksisi: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel,
dengan mengangkat seluruh lesi kulit.
10
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
VII.. Level of Evidence8
VII
Rekomendasi
Rekomendasi kli nis Evidence rating Keterangan
A= Konsisten, bukti
bukti berorientasi
berorientasi pada pasien dengan
dengan kual
kualitas
itas baik serta konsisten,
konsisten,
B= Bukti berorientasi pada pasien dengan kualitas terbatas atau tidak konsisten
C= Konsensus, bukti berorientasi pada penyakit, praktek sehari-hari, pendapat ahli,
atau kasus serial.
VIII.
VIII. Pasca Prosed
Prosedurur Tindak an1-5
Tindakan
1. Menghentikan perdarahan dari lesi yang di biopsi.
2. Lesi diberikan antibiotik topikal, k
kemudian
emudian d ditutup
itutup kassa steril.
3. Lesi dipert
dipertahankan
ahankan tetap kering dan b bersih.
ersih.
4. Edukasi ke pasien, perawatan terhadap lesi, setiap hari (membersihkan,
pemberian antibiotik topikal, dan mengganti kassa steril (untuk luka tanpa
penjahitan).
5. Kontrol 1 mingg
mingguu kemudian untuk melihat pe penyembuhan
nyembuhan luka bekas
bekas biopsi.
6. Bila dilakuk
dilakukan
an penjahit
penjahitan,
an, kontrol 3 hari setelahnya untuk melihat pe penyembuhan
nyembuhan
luka.
7. Pengangkatan benang jahitan dilakukan se setelah
telah terjadi pe
penyembuhan
nyembuhan luka.
11
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
IX. Kepustakaan
1. Sina B, Kao GF, Deng
Deng AC, Gaspari AA. Skin biopsy for inflammatory and common neoplastic
neoplastic
skin diseases: optimum time, best location and preferred techniques. A critical review. J Cutan
Pathol 2009:36:505–510.
2. Elston DM, Stratman EJ, Miller DJ, Skin biopsy. Biopsy
Biopsy issues in
in specific diseases.
diseases. J Am
Am Acad
Dermatol. 2016:74:1.
3. Nischal U, Nischal KC, Khopkar U. Techniques
Techniques of Skin Biopsy and Practical
Practical Considerations. J
Cutan Aesthet Surg. 2008 Jul-Dec;1(2):107–111.
4. Werner B. Skin biopsy and its histopathologic analysis. Why? What for? How?
How? Part I. An Bras
Dermatol. 2009;84(5):507-13.
5. Werner B. Skin
Skin biopsy and its histopathologic
histopathologic analysis. Why? What for? How? Part II. An Bras
Bras
Dermatol. 2009;84(5):507-13.
6. Alguire PC, Mathes BM. Skin biopsy techniques for the internist. J Gen Intern Med. 1998
Jan;13(1):46-54.
7. Otley CC. Continuation of medically necessary aspirin and warfarin during cutaneous surgery.
Mayo clin proc. 2003;78:1392-96.
8. Pickett H. Shave and
and punch biopsy
biopsy for Skin
Skin Lesions. Am Fam Physician. 2011;84(9):995-1002.
12
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.3
A .3 Uji Intradermal
I. Definisi
Uji intradermal adalah pemeriksaan untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas yang
dimediasi oleh IgE terhadap bahan yang diujikan.1,2
Uji ini juga dapat digunakan untuk mengetahui reaksi hipersentivitas tipe lambat
tetapi dalam hal ini dibatasi uji intradermal untuk
untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas
tipe cepat.3
II. Indikasi
Keperluan untuk menyuntikkan obat sistemik, contoh: penisilin.4,5
III. Kontraindikasi 5
Sudah diketahui terdapat reaksi
reaksi hipersensitivitas terhadap bah
bahan/obat
an/obat yang diujikan.
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan 4,5,7 (2B)
1. Tentukan obat y yang
ang akan diujikan
2. Phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan Nacl 0,9%) atau larutan NaCl
0,9%
3. Kontrol positif (larutan histamin 0,01 g/ml) (Digunakan untuk memastikan pada
keadaan anergi)
4. Kontrol negatif (larutan NaCl 0,9%)
5. Spuit 1 cc (untuk uji intradermal)
6. Perlengkapan kedaruratan medik:
Tempat tidur
Oksigen
Set infus
Cairan NaCl 0,9% 500cc
Spuit 1 cc dan 3 cc
Adrenalin/epinefrin injeksi
Kortison/kortikosteroid parenteral lain.
13
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
2. Hentikan obat yang dapat memengaru
memengaruhi hi hasil sesuai w waktu
aktu paruh obat (pada
umumnya 3-5 hari sebelumnya). Obat yang dapat memberi hasil positif palsu:
morfin, kodein, aspirin, blocker, tetrasiklin. Obat yang memberi hasil negatif
palsu: antihistamin, epinefrin, efedrin, aminofilin, kortikosteroid lebih dari 10 mg
prednison per hari.3
3. Awasi tanda-tanda vital pasien.3
Persiapan dokter
Tidak ada persiapan khusus
VI.
VI. Prosedur Tindakan
Pengenceran
Pengenceran bahan uji intrade rmal 4,5 (2B)
intr adermal
1. Pengenceran b bahan
ahan dilakuk
dilakukan
an tidak memelebihi
lebihi 2 jam sebelum uji kulit intradermal
dilakukan.
2. Cara pengenceran obat: solusio steril dari obat yang dicurigai diencerkan
menggunakan phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan NaCl 0,9%) atau
dalam larutan NaCl 0,9% sehingga diperoleh konsentrasi obat 10-1.
2. Sejumlah 0,01 ml larutan histamin 0,01 g/ml disuntikkan pada volar lengan
bawah sampai terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.
3. Uji intradermal dimulai dengan penyuntikan laruta
larutan
n obat dengan konsentrasi
-1
10 .
4. Sejumlah 0,01 ml larutan obat disu
disuntikkan
ntikkan pada kkulit
ulit ekstensor le
lengan
ngan hingga
terbentuk indurasi dengan diameter 4-6 mm.
Pembacaan
Pembacaa n hasil u ji int radermal
1. Pembacaan hasil: pada menit ke 15-30 setelah uji intradermal dilakukan.4,5,7 (2B)
2. Uji intradermal disebut positif (+) bila dalam 30 menit setelah penyuntikan bahan
obat terjadi urtika dengan diameter
diameter lebih dari 10 mm dan eritem di sekitar
4,5,7
urtika (2B) atau bila selisih diameter urtika bahan uji dan kontrol negatif 1,5
mm atau terjadi perluasan diameter urtika 1,5 mm dibanding diameter urtika
awal penyuntikan.
14
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
VIII. Kepustakaan
1. Li JT. Allergy testing. 2002. [cited 2016 December,
December, 25]. Available from URL: www.aafp.org/afp.
2. Schwindt C, Hutchenson PS, PS, Leu SY, Dykewicsz MS. MS. Role of intradermal skin test in the
evaluation of clinically relevant respiratory allergy assesed using patient history and nasal
challenges. Ann Allergy Asthma Immunol. 2005;94:627-33.
3. Chiriac AM, Bousquet J, Demoly P. In vi vivo
vo methods for the study and diagnosis of allergy.
Dalam: Adkinson NF, Bochner BS, Burks AW, Busse WW. Holgate ST, Lemanske RF, dkk
(penyunting). Middleton’s al lergy principles and practice. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders;
2014.h.1119-32.
4. Barbaud
the A, Goncalo
investigation M, Bruynzeel
of cutaneous D, Bircher
adverse A. Guidelines
drug reactions. Cont for performing
Derm. skin test with drugs in
2001;45:321-328.
5. Barbaud A, Penetrat SR, Trechot P, P, Petit MA.
MA. The use of skin testing in the inverstigation of
cutaneous adverse drug reactions. Br J Dermatol. 1998;139:49-58.
6. Brockow K,K, Romano A, Blanca M, Ring J. General conciderations for skin test procedures in the
diagnosis of drug hipersensitivity. Allergy. 2002;57:45-51.
7. European Academy of Allergy and Clinical Immunology. Allergy Allergy Spesific Test Intradermal Test.
Test.
2009. [diakses tanggal 24 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.eaaci.org/patients/diagnosis-
and-treatment/allergy-spesific-test/intradermal-test.html.
15
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.4
A .4 Uji Pro
rovokasi
vokasi Oba
Obatt
I. Definisi
Uji Provokasi Obat (UPO)/ drug provocation test (DPT) adalah pemberian obat
secara terkontrol dibawah pengawasan medis untuk mendiagnosis reaksi
hipersensitivitas obat, baik terhadap obat itu sendiri, maupun senyawa obat lain atau
yang memiliki hubungan struktur dan/ atau farmakologis dengan obat penyebab
hipersensitivitas.1,2 Uji provokasi obat dilakukan jika metode tes lain memberikan
hasil negatif atau tidak tersedia (Gambar 1). 3
III. Kontraindikasi
1. Ibu hamil, dengan peng pengecualian
ecualian pada obat ya yang
ng sangat dibutuhkan se selama
lama
kehamilan atau pada saat persalinan. 1,3,6-8
2. Faktor komorbiditas s seperti
eperti alergi dan infeksi
infeksi akut, asma y
yang
ang tidak terkontrol,
penyakit jantung (misalnya, pada pasien yang menggunakan β β-blocker
-blocker atau
terdapat kontraindikasi menggunakan adrenalin), gangguan ginjal, dan gangguan
hepar.1,3,8,9
3. Riwayat reak
reaksi
si obat jen
jenis
is yang berat atau mmengancam
engancam kehidupan y aitu: 1,3,4,6-9
yaitu:
Generalized bullous fixed drug eruption;
eruption;
Acute generalized pustulosis;
generalized exanthematous pustulosis;
Toxic epidermal necrolysis;
necrolysis;
Steven Johnson syndrome;
syndrome;
Sindrom hipersensitivitas obat (SHO) / drug hypersensitivity syndrome
(DIHS) / drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS);
Vaskulitis sistemik;
Manifestasi organ spesifik (sitopenia, hepatitis, nefritis, pneumonitis);
Anafilaksis;
Drug induced autoimmune disease (lupus eritematosus sistemik, pemfigus
vulgaris, dan pemfigoid bulosa).
16
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
IV. Efek Sampin g
Syok anafilaktik atau bronkospasme1
V. Persiapan
Persi
Pe bahan 3,5
rsi apan alat dan bahan
1. Obat terduga harus jauh le lebih
bih efektif daripada obat alternatif atau tidak dapat
1,7,8
diganti.
2. Jenis obat y
yang
ang diberikan biasanya mmerupakan
erupakan obat komersil. Khusus
Khusus untuk obatobat
kombinasi, jika tersedia, masing-masing penyusun obat dan bahan aditif juga
harus diujikan karena dapat pula memicu reaksi EOA. 1,8
3. Ketersediaan fasilitas resusitasi untuk kegawatan, termasuk diantaranya
prosedur intubasi, disarankan bergantung pada berat ringannya reaksi EOA
sebelumnya, dan jenis obat yang diujikan.1,3,7,8,10
4. Obat-obat kegaw
kegawatan
atan seperti kortikosteroid,
kortikosteroid, antihistamin, adrenalin, teofilin, da
dan
n
1
inhalan beta-mimetik harus sudah dipersiapkan sebelum prosedur UPO.
VI.
VI. Prosedur Tindakan
Pemberian obat untuk UPO dapat dilakukan secara oral, parenteral (iv,
(i v, im, sc), serta
topikal (nasal), bronkhial, konjuntiva, dan perkutan. Sebaiknya obat harus diberikan
dengan cara yang sama seperti yang diberikan ketika reaksi EOA terjadi, ataupun
ketika nantinya dapat diberikan dalam pengobatan di masa mendatang. Secara umum
untuk reaksi EOA, jalur pemberian obat uji peroral lebih banyak dipilih dibandingkan
parenteral karena absorbsinya lebih lambat sehingga bila muncul reaksi dapat segera
diterapi.1,3,7,8,11
17
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Salah satu guideline UPO yang sering dijadikan acuan adalah protokol dari
European Network for Drug Allergy (ENDA) 2003. Protokol UPO yang lain berasal
dari berbagai penelitian kohort dalam skala kecil terhadap beberapa jenis obat,
diantaranya aspirin, cyclooxigenase-2 inhibitor, beta-laktams.9,10,12,13 (2C)
cyclooxigenase-2
1. Protokol ENDA: pasien dengan riwayat reaksi EOA berat dirawatinapkan,
sedangkan prosedur pada pasien dengan riwayat delayed type reaction atau
pada pasien dengan reaksi yang tidak membahayakan dapat dilakukan dengan
rawat jalan. Prosedur UPO dengan segala keterbatasannya cukup aman dan
efektif bila dilakukan secara hati-hati dan dalam pengawasan ahli pada pasien
rawat jalan dengan riwayat reaksi EOA yang tidak berat.1,9
2. Dosis obat untuk UPO tergantung jenis dan derajat keparahan reaksi EOA
sebelumnya, rute pemberian, perkiraan waktu laten antara uji hingga timbul
reaksi, dan status kesehatan pasien. Secara umum uji dimulai dari dosis rendah,
kemudian dinaikkan secara hati-hati, dan dihentikan segera setelah reaksi
muncul. Jika tidak ada gejala yang muncul, dapat diberikan dosis maksimal
tunggal atau diberikan dosis harian tertentu (Tabel 2, 3, 5, 5).1,8
3. ENDA menet
menetapkan
apkan d dosis
osis aw
awal
al UPO de
dengan
ngan re aksi tipe immediate (riwayat reaksi
reaksi
obat kurang dari 1 jam setelah pemberian obat berupa urtikaria, angioedema,
konjungtivitis, rhinitis, bronkospame) dapat dimulai antara 1/10.000 hingga 1/10
dosis terapi tergantung berat ringannya riwayat reaksi. Dosis obat dapat dinaikkan
bertahap dengan interval minimal 30 menit hingga dosis terapi tercapai atau
hingga gejala reaksi obat muncul.1,8,10,12
4. Pada reaksi non-immediate (riwayat reaksi obat lebih dari 1 jam setelah
pemberian obat, misalnya berupa erupsi makulopapular, urtikaria atau
angioedema tipe delayed
delayed)) ENDA menetapkan dosis awal obat tidak boleh lebih
dari 1/100 dari dosis terapi, dengan pengecua
pengecualian eruption.1,8,12
lian pada fixed drug eruption.
5. UPO harus dilakuka
dilakukan n dengan kontrol placebo
placebo (pil laktosa atau salin
salin 0,9% untuk
prosedur parenteral), buta tunggal, atau bila diperlukan buta ganda. Pemberian
plasebo paling sering dilakukan pada hari pertama provokasi tes dengan satu,
dua, atau 3 dosis plasebo dalam interval waktu bervariasi disesuaikan dengan
interval obat yang diujikan, rata-rata 1 hingga 4 jam. Plasebo dapat pula diberikan
setelah UPO terhadap obat uji selesai dilakukan untuk kofirmasi hasil yang
meragukan dalam periode waktu yang berbeda. 1,4,8
6. Pada reaksi EOA den dengan
gan kemungkinan obobat
at penyebab multipel, U UPO
PO pertama
dilakukan terhadap obat yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk
menimbulkan reaksi alergi
reaksi hipersensitivitas dan obat
diberikan yangakhir.
paling palingProvokasi
dicurigai sebagai penyebab
selanjutnya dapat
dilakukan dalam beberapa hari hingga beberapa bulan ke depan tergantung pada
UPO sebelumnya.1,9,10
jenis obat dan reaksi UPO
7. Lama pengaw
pengawasan
asan UPO, berga
bergantung
ntung pada riw
riwayat
ayat reaksi EOA sebelumny
sebelumnya a dan
1,8,13
obat yang diujikan. ENDA menetapkan waktu untuk pengawasan ketat
minimal 2 jam setelah stabilisasi, tetapi untuk pertimbangan keamanan
menyarankan pengawasan hingga 24 jam. 1,8 Jika terjadi reaksi yang berat,
misalnya syok anafilaksis, pasien harus dirawat inap karena terdapat
kemungkinan episode bifasik yang dapat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan
diterapi lebih awal.1,8,13 Setelah diperbolehkan rawat jalan, pasien dapat dibekali
dengan obat-obat pertolongan pertama, termasuk antihistamin, betamimetik,
kortikosteroid, untuk gejala lanjutan yang mungkin masih bisa terjadi. 1,8
Protokol Lammintausta dkk., (2005), sebagai modifikasi protokol UPO dari ENDA: 9
18
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
1. UPO terbukti aman dilak
dilakukan
ukan dengan rawat
rawat jalan setelah pasien d
dengan
engan riway
riwayat
at
reaksi EOA yang berat disingkirkan terlebih dahulu.
2. Pengawasan ketat di rumah sakit hanya pada hari pertama UPO dengan
pemantauan pada reaksi kulit, tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh.
3. Pasien diperbolehk
diperbolehkan
an untuk pulang ke rumah setelah 3 hingga 4 jam dosis terapi
obat tercapai. Selanjutnya bisa diteruskan dengan dosis harian regular selama 3-
3-
7 hari di rumah. Jika reaksi tidak muncul, maka pasien diminta menghubungi;
sebaliknya jika reaksi dirasakan muncul, pasien diminta segera menghubungi,
menghentikan obat, dan segera memeriksakan diri kembali.
Blanca-Lopez dkk., dalam uji provokasi obat terhadap golongan aminopenicillin
dengan riwayat reaksi non-immediate
non-immediate..
1. Menetapkan se setelah
telah dosis terapi h
harian
arian tercapai dilaku
dilakukan
kan pengawasan
pengawasan selama
6 jam di rumah sakit.
2. Pasien selanjutny
selanjutnyaa dapat melaku
melakukan
kan UPO di ruma
rumahh dengan do
dosis
sis harian selama
5 hari dengan pemantauan dokter.
3. Pasien diminta segera me menghubungi
nghubungi dan men mendatangi
datangi rumah sakit bila reaks
reaksii
10,13
muncul.
19
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
2. Tahap pertama a adalah
dalah penghentian
penghentian pemberian ob obat
at uji segera diik
diikuti
uti prosedur
1,8
umum maupun spesifik setelah reaksi muncul.
3. Pemberian terapi suprsupresif
esif atau remittive da
dapat
pat mulai diberikan bila gejala cukup
cukup
1,8
khas sehingga dapat diambil kesimpulan dari hasil uji.
4. Prosedur penatalak
penatalaksanaan
sanaan reaksi harus disesuaik
disesuaikan
an dengan k kondisi
ondisi pasien
dan secara umum mengikuti kaidah umum terapi kegawatdaruratan.1,8
5. Pada tipe im
immediate
mediate dapat diberikan prednisolon
prednisolon 40-60 mg dan antihistami
antihistaminn
4,10
selama 2 hari.
6. Pada kasus be berat
rat seperti reaksi anafilaksis, dapat diberikan terapi ta
tambahan
mbahan
berupa injeksi intramuskular epinef rin 0,25 μg.4,10
7. Gejala kulit yang disebabkan ole oleh
h UPO harus didokumentasikan dalam foto.
Pemeriksaan histopatologi gejala kulit akibat UPO tidak direkomendasikan
sebagai tindakan yang rutin karena tidak patognomonik pada kebanyakan
kasus. Dalam beberapa kasus, misalnya
m isalnya pada lichenoid exanthema, eritema
multiforme, atau vaskulitis, pemeriksaan histopatologi dapat mendukung
diagnosis klinis.1,8
8. Pasien memerlukan dokumentasi yang baik sehingga perlu diberikan ‘Kartu
atau Paspor Alergi’ yang berisikan: nama dan da n bahan aktif obat uji; tanggal
terjadi, tipe, dan tingkat
t ingkat keparahan reaksi obat; metode yang digunakan untuk
mengevaluasi; serta rekomendasi obat alternatif yang aman.1,8
VIII. Kepustakaan
1. Aberer W, Bircher A, Romano A, et al. Drug provocation
provocation testing in the diagnosis of drug
hypersensitivity reactions: General considerations. Allergy. 2003;58:854-63.
2. Tanno LK, Calderon MA, Li J, Casale T, Demoly P. Joint Allergy Academies. Updating allergy
and/or hypersensitivity diagnostic procedures in the WHO ICD-11 revision. J Allergy Clin Immunol
Pract 2016;4:650–657.
3. Soyer O, et al. Pro Pro and Contra: Provocation Tests iin n Drug Hypersensitivity. Int J Mol Sci.
2017;18(7):1437.
4. Bousquet PJ. Provocation Tests in Diagnosing
Diagnosing Drug Hypersensitivity. Current Pharmaceutical
Design, 2008;14:2792-2802.
5. Brockow K, K, Romano A, Blanca M, et al. Rostrum: General considerations for skin test procedures
in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy. 2002;57:43-51.
6. Mirakian R, Ewan PW, PW, Durham SR, et al. BSACI
BSACI guideline for the management of drug allergy.
Clin Exp Allergy 2008;39:43-61.
7. Demoly P, P, et al. International Consensus (ICON) on drug allergy. American College of Allergy,
Asthma, and Immunology. Allergy 2014; 69: 420–37
8. Aberer W, Kränke
Kränke B: Provocation tests in
in drug hypersensitivity. Immunol
Immunol Allergy Clin North Am.
2009, 29: 567-84. 10.1016/j.iac.2009.04.008.
9. Lammintausta K, Kortekangas-Savolainen O. The usefulness of skin test to prove drug
hypersensitivity. Br J Dermatol. 2005;152:968-74.
10. Messad D, Sahla H. Benahmed S, et al. Drug provocation test in patiens with history suggesting
an immediate drug hypersensitivity reaction. Annals Internal Med 2004;140:1001-6.
11. Aberer W, Kranke B. Clinical manifestations and mechanisms of skin reacti
reactions
ons after systemic drug
administration. Drug Discovery Today: Disease Mechanisms 2008;5:237-47.
12. Blanca M, Romano A, Torres MJ, et al. Update on the evaluation of hypersensitivity reaction to
betalactams. Allergy 2009;64:183-93.
13. Blanca-Lopez N, Zapatero L, Alonso E, et al. Skin testing and drug provocation in the diagnosis
of nonimmediate reactions to aminopenicillins in children. Allergy. 2009;64:229-33.
14. Chiriac AM, Demoly P. Drug provocation tests: up-date and novel approaches. Allergy Asthma
Clin Immunol. 2013;9(1):12.
20
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Curiga reaksi
hipersensitivitas obat
Ya
Positif Negatif
Hasil Tidak
Negatif
Hasil
Positif
* Saat ini tes biologis yang tersedia untuk mendiagnosis alergi obat kurang sensitif.
** Jika tidak ada kontraindikasi
*** Jika tidak ada obat alternatif (misalnya neuromuscular blocking agent, obat kemoterapi) pemberian obat
kembali dapat dilakukan dalam pengawasan dan pertimbangkan pemberian
pemberian premedikasi dan/atau desensitisasi.
Gambar
Gambar 1. Algori
Algori tma diagnostik reaksi
reaksi hi persensitivit as obat.3,7
21
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Tabel
Ta Obat yang perlu dihin dari sebelum melakukan uji pr ovokasi o bat1,4,6,8,10
bel 1. Obat
22
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Tabel 2. Sekuens peningkatan dosis β-laktam saat uji provok asi obat.10
β-laktam
Dosis harian
Obat Golon gan Dosis * Rute
untuk dewasa**
Amoksisilin
Amoksisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000
1,5,25,100,500,1000 Oral 1000-2000 mg
mg
Ampisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000
1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg
Kloksasilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000
1,5,25,1 00,500,1000 Oral 2000 mg
Cefaclor
Cefadroxil Cephalosporin
Cephalosporiin
Cephalosporin
Cephalospor n 1,5,25,100,500
1,5,25,100,500,1000
1,5,25,1 00,500,1000 Oral
Oral 750 mg
2000 mg
Cefatrizine Cephalosporin
Cephalosporin 1,5,25,50,250,700
1,5,25,50,250,700 Oral 1000 mg
Cefazolin Cephalosporin
Cephalospor in 1,5,25,100,500,200
1,5,25, 100,500,2000
0 Intravena 1500-3000 mg
Cefuroxime Cephalosporin
Cephalosporin 1,5,20,80,400 Oral 500 mg
Ceftazidime Cephalosporin
Cephalosporin 1,5,25,100,500,2000
1,5,25,100,500,2000 Intravena 3000 mg
Cefixime Cephalosporin
Cephalosporin 1,5,25,100,225 Oral 400 mg
Ceftriaxone Cephalosporin
Cephalosporin 1,5,25,100,500,1000
1,5,25,100,500,1000 Intravena 1000-2000 mg
* Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis
d osis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 5
** Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS
( www.AFSSAPS.sante.fr)
.sante.fr)
23
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Tabel 4. Sekuens peningkatan dosis NSAID saat uji provokasi obat. 10
Tabel
Ta Sekuens peningkatan dosis obat saat uji pr ovokasi obat.10
bel 5. Sekuens
Dosis
harian
Obat Golon gan Dosis * Rute
untuk
dewasa**
Betamethasone Steroid 0.2,1,2,4 Oral 3-12 mg
Metilprednisolone
Metilprednisolone Steroid 1.6,8,16,32 Oral 16-64 mg
Prednisolone
Prednisolon e Steroid 2,10,20,40 Oral 20-80 mg
Omeprazole Proton-pump 1,5,10,20 Oral 20-40 mg
inhibitor
Pristinamycin Synergistin 1,5,25,100,500,1500
1,5,25,100,500,1500 Oral 2000-3000
mg
Tetrazepam Benzodiazepin
Benzodiazepin 1,2.5,25,50 Oral 50-100 mg
Vaksin apa saja Vaksin 0.1,0.4,0.5 Subkutan 0.5 (1.0) ml
Lidokain/Artikain
Lidokain/Artikain Anastesi lokal 0.1,1,2 Subkutan 1-3 ml
* Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis
d osis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 5
** Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS
( www.AFSSAPS.sante.fr)
.sante.fr)
24
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Tabel
Ta evaluasi penilaian hasil uji provokasi obat.1
bel 6. Kriteria evaluasi
Gejala/Reaksi Evaluasi
Tabel
Tabel 7. Penyebab hasil p ositi f dan negatif p alsu pada uji pr ovokasi ob at.1
Penyebab
Potensi Penyebab
Reaksi posit if palsu
Reaksi Reaksi
Reaksi negatif
negatif palsu
Gejala psikologis Obat anti alergi
Gejala yang sudah ada sebelumnya Hilangnya cofactor (cahaya, obat-obat
(contoh: urtikaria) lainnya, infeksi virus, kelelahan fisik, dll)
Obat memicu perburukan penyakit Waktu pajanan atau observasi terlalu
yang sudah ada sebelumnya singkat
Self infliction Interval waktu munculnya reaksi terlalu
pendek atau terlalu panjang
Dosis terlalu rendah
“Desentisasi” oleh proses uji
25
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.5
A .5 Uji Tempel
I. Definisi
Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dan
bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1-5
II. Indikasi
1. DKA1,2
2. Dermatitis kontak iritan (DKI) de
dengan
ngan diagnosis banding DKA1,2
diagnosis
3. Dermatitis kronis dengan penyebab belum diketahui1,2
4. Erupsi obat alergi6
III. Kontraindikasi
1. Dermatitis yang diderita masih dalam fase akut2 (2C*)
2. Kehamilan (medikolegal) 2 (2C*)
3. Menggunakan obat-oba
obat-obatt yang dapat mempengaru
mempengaruhi hi reaksi kulit, misalnya
setara prednison ≥20 mg/hari dan imunomodulator 2,7. (1A)
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan 9
1. Alergen kontaktan:
Standar/komersial (Eropa, Jepang, Internasional)
Non-standar/tidak komersial/ own material dalam vehikulum vaselin atau
komersial/own
cairan
Obat tersangka dalam vehikulum vaselin atau cairan
2. Unit uji tempel: Finn Chamber, Gama chamber, Plastic square chamber
(vanderBend, IQ square)
3. Plester hipoalergenik
4. Perlengkapan kedaruratan medik
Tempat tidur
Oksigen
Set infus
26
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Cairan NaCl 0,9% 500 cc
Spuit 1 cc dan 3 cc
Kortison/kortikosteroid parenteral lain
VI.
VI. Prosedur Tindakan1-3,10,11 (2C)
Uji tempel dengan Finn chamber merupakan uji tempel yang paling sering
digunakan.
1. Tentukan lokasi uji yaitu punggung atas atau interskapula. Bila tidak
memungkinkan, dapat dilakukan di lengan atas sisi lateral.
2. Bahan alergen y yang
ang akan diujika
diujikan
n diisikan pada unit uji tempel dan diberi tanda.
Isikan alergen sebanyak 20 mg atau sepanjang 8 mm pada unit chamber atau
bila berupa alergen cair, diteteskan 20 µL atau 1 tetes di atas kertas filter yang
diletakkan pada unit chamber.
3. Posisi pasien duduk a atau
tau ttelungkup.
elungkup.
4. Kulit dibersihkan dengan kap kapasas alkohol apab
apabila
ila area uji berminyak. Apabila tidak
berminyak cukup dengan air bersih. Penempelan dilakukan setelah larutan larutan
alkhohol evaporasi. Di Eropa penggunaan bahan degreasing membersihkan area
uji praktis tidak pernah dilakukan
5. Unit uji tempel ditempelkan di kulit dan diberi
diberi perekat/plester hip
hipoalergenik.
oalergenik.
6. Pada uji tempel obat, pasien diminta menu menunggu
nggu di tempat selama 30 menit
untuk mendeteksi efek samping reaksi tipe cepat yang mungkin terjadi.
7. Pasien diijinkan pulan
pulangg dengan pesan a agar
gar lokasi uji tidak basah kena aair
ir dan
tidak melakukan aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan.
8. Apabila timbul perih/nyeri (rea(reaksi
ksi iritan) haru
harus
s menghu
menghubungi
bungi dokter.
9. Unit uji tempel bisa d dilepas
ilepas lebih awal jika timbul keluhan sangat gatal atau ras rasa
a
terbakar pada lokasi uji tempel).
10. Pembacaan pada umumnya dilakukan pada jam ke 48, 72 dan 96. Untuk alergen
tertentu pembacaan dapat ditambah lebih dari 96 jam.
11. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis
dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab.
12. Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna.
27
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
VII. Pasca Prosed
Prosedurur Tindak
Tindakanan
Pembacaan
Pembaca an dan interpretasi hasil uji tempel:1-6 (2B)
1. Setelah 48 jam unit dib
dibuka,
uka, diberi tan
tanda violet/skinmarker
da dengan larutan gentian violet/skin
2. Pembacaan dilakukan 15-30 menit setelah pl plester
ester di lepask
lepaskan
an
3. Hasil uji tempel dibaca sesuai metode ICDRG yaitu:
? eritema
+ eritema, infiltrat, papul
++ eritema, infiltrat, papul, vesikel
+++ eritema, infiltrat, papul, vesikel berkonfluesi atau bula
- negatif
IR reaksi iritan
NT tidak dilakukan uji
4. Pasien diizinkan pulang namun lokasi uji tetap dianjurkan untuk untuk tidak basah/
terkena air
5. Pada hari ke-3 (72 jam) dan ha hari
ri ke-4 (96 jam) dilakukan pembacaan
pembacaan ulang
dengan cara yang sama
6. Dari hasil pemb
pembacaan
acaan disimpulk
disimpulkan
an reaksi yang
yang timbul be
bersifat
rsifat alergik atau iritan
7. Hasil uji tempel y yang
ang positif bermak
bermaknana (minimal +) dinilai relevans
relevansinya
inya melalui
anamnesis dan gambaran klinis. Hasil dengan relevansi positif ditetapkan
sebagai penyebab kelainan kulit saat ini. Jika ditemukan relevansi dari reaksi
positif, maka seharusny
seharusnya a dihindari bahan-bahan sebagai penyebab.
Bila hasil uji tempel meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan pada
penderita dengan menggunakan Repeated Open Application Test (ROAT).1,2 (2C)
28
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
VIII. Kepustakaan
1. Devos SA, Pieter VDV. Epicutaneous Patch Testing: a review. Eur J Dermatol. 2002;12(5): 506-
13.
2. Lachapelle JM, Malbach HI. Patch testing methodology. Dalam: Lachapell
Lachapell JM, Maibach HI,
penyunting. Patch testing and prick testing, a practical guide. Edisi kedua. Jerman;Springer;
2009.h.33-67
3. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Edisi kedelapan. New York: Mc Graw Hill; 2003.h.152-64.
4. Lachapelle
JM, JM,HI,
Maibach Maibach
editor.HI.Patch
The standart
testingand
andadditional series
series of
prick testing, a the patch test.
practical Dalam:
Dalam:
guide. EdisiLachapell
kedua.
Jerman;Springer; 2009.h.70-94.
5. Fortina AB, Cooper SM, Spiewak R, Fontana E, Schnuch A, Uter W. Patch test results in children
and adolescents across Europe. Analysis of the ESSCA Network 2002 –2010. Pediatr Allergy
Immunol. 2015;26(5):446-55.
6. Barbaud A. Skin testing and patch testing in non-IgE-mediated drug allergy. Curr AllergyAsthma
Rep. 2014:14:442.
7. Anveden I, Lindberg M, Andersen KE, Bruze M, Isaksson M, Liden C, et al. Oral prednisone
suppresses allergic but not irritant patch test reactions in individuals hypersensitive to nickel.
Contact Dermatitis. 2004;50(5):298-303.
8. Hillen U, Frosch PJ, John SM, Pirker C, Wundenberg J, Goos M. Patch test test sensitization caused
by para-tertiary-butylcatechol. Results of a prospective study with a dilution series. Contact
Dermatitis 2001:45:193-196.
9. Johansen JD, Korte KA, Agner T, A Andersen
ndersen KE, Bicher
Bicher A, et al. European society of contact
contact
dermatitis guideline for diagnostic patch testing-recommendations on best practice. Contact
Dermatitis. 2015:1-27.
10. Manuskiatti W, Maibach
Maibach H I. 1- versus
versus 2- and 3-day diagnostic patch
patch testing. Contact Dermatitis.
1996:35:197-200.
11. Brasch J, Geier J, Henseler T. Evaluation of patch test results by use of the reaction index. An
analysis of data recorded by the Information Network of Departments of Dermatology (IVDK).
Contact Dermatitis 1995:33:375-380.
29
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
A.6
A .6 Uji Tusuk
I. Definisi
Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe cepat, dan
bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1,2
30
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
Kortison/kortikosteroid parenteral lain
VI.
VI. Prosedur Tindakan2,3,5,7-9 (2B)
1. Lokasi: lengan bagian volar atau punggung bagian atas. Pemeriksaan dilakukan
di lengan bagian volar, dengan jarak 3 cm dari siku dan 5 cm dari pergelangan
tangan.
2. Bersihkan lokasi uji dengan kap
kapas
as alcohol.
3. Lokasi penusukan ditandai dengan jarak kurang lebih 2 cm.
4. Sebelum melakukan pemeriksaan dengan alergen, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan dengan kontrol positif dan kontrol negatif.
5. Kontrol positif harus menghasilkan urtika dengan diameter minimal 3 mm, dan
kontrol negatif memberikan hasil negatif.
6. Teteskan alergen pada area yang telah ditandai dan menusuk area tersebut
0
7. Lancet lancetdiganti
dengan/jarum
Lancet/jarum atau jarum dengan
di setiap sudut
tusukan 30-40 yang
alergen untuk menghindari pendarahan.
berbeda.
8. Pasien dianjurkan untuk tidak menggaruk walaupun terdapat rasa gatal.
31
Keterampilan
Keterampilan Diagnosis
VIII. Kepustakaan
1. Caffarelli C, Dondi A, Dascola CP, Ricci G. Skin prick test to foods in childhood aopic eczema:
pros and cons. Ital J Pediatr. 2013;31;1-5.
2013;31;1-5.
2. Heinzerling L, Mari A, Bergman KC, KC, Bresciani M, Burbach G, Darsow U, U, dkk. The skin
skin prick
test-European standards. Clin Trans Allerg. 2013;3:1-10.
3. Coetzee O, Green RJ, Masekela R. A guide to performing skin prick testing
testing in practice: tips and
tricks of the trade. S AfrFamPract. 2013;55:415-9.
4. Bousquet J, Heinzerling L, Bachert C, Papadopoulos
Papadopoulos NG, Bousquet PJ, PJ, Burney PG, et al.
Practical guide to skin prick tests in allergy to aeroallergens . Allergy. 2012;67:18-24.
5. Morris A. Allsa position statemen: allergen skin-prick testing testing.. Curr Allerg Clin Immunol.
2006;19:1-4.
6. Lachapelle JM, Malbach HI. HI. The methodology of open (non-prick) testing, prick testing, and its
variants. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI, penyunting. Patch testing and prick testing.
Edisikedua. Jerman;Springer:2009. Hlm.141-52.
7. Nelson HS, Knoetzer J, Bucher B. Effect of distance between sites and region of the body on
results of skin prick tests. J Allergy Clin Immunol. 11996;97(2):596-601.
996;97(2):596-601.
8. Demoly P, Bousquet J, Manderscheid
Manderscheid JC, Dreborg S, Dhivert
Dhivert H, Michel
Michel FB. Precision of skin
prick and puncture tests with nine methods.J Allergy Clin Immunol. 1991;88(5):758-62.
9. Konstantinou GN, Bousquet PJ, Zuberbier T, Papadopoulos NG.The NG.The longest wheal diameter is
the optimal measurement for the evaluation of skin prick tests.Int tests.Int Arch Allergy Immunol.
2010;151(4):343-5.
10. Sampson HA, Albergo R. Comparison of results of skin tests, RAST, and double-blind, placebo-
controlled food challenges in children with atopic dermatitis.J dermatitis.J Allergy ClinImmunol.
1984;74(1):26-33
Keterampilan Terapeutik 32
TINDAKAN DALAM DERMATOLOGI
B.1 Bedah beku
B.2 Bedah eksisi/flap/graft
B.3 Bedah kimia (chemical peeling)
B.4 Bedah kuku
B.5 Bedah kulit untuk vitiligo
B.6 Bedah listrik
B.7 Bedah Mohs
B.8 Bedah sedot lemak
B.9 Bedah subsisi
B.10 Bedah plong
B.11 Bedah cross excision
B.12 Blefaroplasti
B.13 Ekstraksi komedo
B.14 Face Lift menggunakan benang
B.15 Face Lift: minimum incision face lift
B.16 Face Lift: non-surgical face lift
B.17 Fototerapi
B.18 Injeksi bahan pengisi (filler)
B.19 Injeksi toksin botulinum
B.20 Injeksi kortikosteroid intralesi
B.21 Laser dan IPL untuk kelainan pigmen
B.22 Laser dan IPL penghilang rambut
B.23 Laser untuk kelainan tumor jinak kulit
B.24 Laser untuk kelainan vaskular
B.25 Laser untuk menghilangkan tato
Keterampilan Terapeutik 33
B.26 Laser untuk resurfacing
B.27 Laser untuk skar akne
B.28 Mikrodermabrasi
B.29 Skin Needling
B.30 Skleroterapi
B.31 Transplantasi rambut
Keterampilan Terapeutik 34
B.1 Bedah
Bedah Beku
I. Definisi
Tindakan bedah menggunakan bahan kriogen/pembeku dengan tujuan
menghancurkan sel dari jaringan patologis.
II. Indikasi
8 Hiperplasia sebasea1 6 C 5 -
9 Skin tag/ fibroma mole B 5 -
10 Granuloma piogenik6 C 5 -
Kelainan prakanker
1 Keratosis aktinik7 B 1 Lesi jumlah sedikit dan
9
localized
2 Penyakit Bowen8 B 1 Efek samping lebih sering
pada tungkai9
Kelainan ganas
1 Karsinoma sel basal10 B 1 Bila pasien tidak dapat
dibedah pisau
2 Karsinoma sel skuamosa 11 B 4 KI bila biopsi tampak invasi di
subkutan9
3 Lentigo maligna12 C 4 Bila pasien tidak dapat
dibedah pisau
4 Terapi paliatif 2 C 5 Terapi untuk mengurangi
massa atau perdarahan pada
pasien yang tidak dapat
menjalani terapi lainnya.
Keterangan: KI= kontraindikasi, GOR= grade of recommendation, LOE= level of evidence
III. Persiapan
1. Persiapan pasien: papada
da beberapa kondis
kondisii diperlukan terapi pratindak
pratindakan.
an. Buat
persetujuan tindakan medis dengan pasien. Persiapan petugas: cuci tangan
petugas medis yang terlibat.
2. Persiapan alat: sa
sarung
rung tangan, larutan antiseptik, anestes
anestesii lokal (bila diperlukan),
diperlukan),
tabung spray bedah beku/kapas lidi, nitrogen cair, kassa basah, pisau atau silet
(bila diperlukan) wadah kecil berisi air hangat.
Keterampilan Terapeutik 35
IV.
IV. Prosedur Tindakan
1. Lakukan an anestesi
estesi (umumnya a anestesi
nestesi topikal) bila diperlukan. Gunakan
Gunakan sarung
tangan.
2. Kompres lesi kulit terutama y yang
ang hiperkeratotik sela
selama
ma 5 menit dengan kakassa
ssa
basah. Lalu bersihkan lapangan tindakan dengan larutan antiseptik.
3. Lama pengerjaan sesuai waktu karakteristik lesi kulit yang dikerjakan. LesLesii jinak
biasanya 1 siklus, sedangkan lesi prakanker dan kanker kulit memerlukan 2
siklus freeze–thaw
–thaw.. Terapi paliatif memerlukan beberapa sesi pengerjaan.
Terdapat 2 jenis teknik bedah beku dengan nitrogen cair
Teknik spray: semprotkan tabung bedah beku
Teknik kapas lidi: tutul kapas lidi yang telah jenuh direndam larutan
nitrogen cair.
4. Perdarahan yang terjadi dih dihentikan,
entikan, lapangan tindak
tindakan
an dibersihkan darah da dan
n
larutan antiseptik. Lesi kulit yang masih intak tidak perlu ditutup kassa. Bila
terdapat erosi hingga ulkus dapat diberikan vaselin album atau salap antibiotik
(bila terdapat infeksi) dan ditutup kassa.
5. Ajarkan pasien untuk:
Tetap membersihkan lesi kulit atau luka dengan air dan sabun 2 kali kali sehari
sehari
dilanjutkan perawatan luka sesuai kondisi yang terjadi hingga luka sembuh.
Hal ini untuk mencegah infeksi sekunder pasca tindakan
Bila terdapat nyeri dapat diberi analgetik pada 2 hari pertama
Konsultasi ulang sesuai anjuran atau bila terdapat efek samping yang berat.
V. Kepustakaan
1. Vujevich JJ, Goldberg LH. Cryosurgery and electrosurgery. Dalam: Kang S, S, Amagai M,
Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS, editor. Fitzpatrick’s
Dematology, edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill, 2019.h.3791-801.
2. Pasquali P. Cryosurgery. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West
Sussex: Wiley-Blackwell; 2013. p. 51-57.
3. Gibbs S, Harvey I, Sterling JC, Stark R. Local treatments for cutaneous warts.
warts. Cochrane
Database Syst Rev. 2003;(3).
4. Noah S. Genital warts. Dermatology Online Journal [internet]. 2006 [cited 2016 Oct 17];12(3).
Available from: http://escholarship.org/uc/item/7v57p744
5. He H, Lu JY, Fang J. Observation on effect of four kinds of therapy
therapy for molluscum
molluscum
contagiosum. Chinese Journal of Dermatovenereology 2001;15(5):308-9.
6. Zimmerman E, Crawford P. Cutaneous cryosurgery. American Family
Physician. 2012;86(12):1118-1124.
7. Pierre PP,, Weil E, Chen S. Cryotheraphy versus topical 5-fluouracil therapy of actinic
keratosis: a systematic review. Allergologie. 2001;24:204-5.
8. Morton CA, Whitehurst C, Moseley H, McColl JH, Moore JV, MacKie RM. Comparison of
photodynamic therapy with cryotherapy in the treatment of Bowen’s disease. Br J Dermatol.
1996;135:766-71.
9. Williams H, B Bigby
igby M, Diepgen T, Herxheimer
Herxheimer A, Naldi L, Rzany
Rzany B. Evidence-based
dermatology. Edisi ke-2. Singapore: Blackwell Publishing; 2008.h.294-314.
10. Thissen MR, Nieman FH, Ideler AH,AH, Berretty PJ, Neumann HA. Cosmetic results of
cryosurgery versus surgeical excision for primary uncomplicated basal cell carcinomas
carci nomas of the
head and neck. Dermatol Surg. 2000;26:759-64.
11. Zacarian SA. Cryosurgery of cutaneous carcinomas. An 18-year study of 3022 patients with
4228 carcinomas. J Am Acad Dermatol. 1983;9:947-56.
12. Samaniego E, Redondo P. Lentigo Maligna. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed. AED AEDV.V.
2011;147(10):1211–3.
Keterampilan Terapeutik 36
B.2 Bedah
Bedah Eksisi/
Eksisi /Flap
Flap//Graft
I. Definisi
Pemindahan jaringan kulit yang masih tersambung pada tempat asalnya atau
pengambilan tandur kulit untuk menutupi defek pada bedah kulit.
II. Indikasi
Adanya defek k
kulit
ulit yan
yang
g perlu ditutup akibat pemb
pembedahan
edahan tu
tumor
mor jinak: lipo
lipoma,
ma, kista,
nevus, tumor ganas: karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, melanoma
maligna dan kelainan kulit lain: revisi skar, dll.
III
III.. Prosedur TTindakan
indakan
1. Pemberian in
informasi
formasi d dan
an pers
persetujuan
etujuan ttindakan
indakan medis.
2. Persiapan pasien, alat, tenaga medis.
3. Pencegahan infeks
infeksii sebelum tindak
tindakan
an dengan tind
tindakan
akan aseptik dandan antiseptik
pada daerah operasi dan sekitarnya.
4. Daerah operasi ditutup dengan penutup lapa lapangan
ngan opera
operasi
si steril.
5. Gambar garis insisi menggunakan
m enggunakan marking pen
6. Anestesi lok
lokal
al atau anestesi umum bila diperlukan.
7. Tindakan:
eksisi lesi, jaringan dibebaskan
undermining dengan gunting hingga jaringan subkutis
evaluasi hasil undermining
penutupan luka dengan jahitan kulit, untuk luka dengan diperlukan
jahitan subkutis.
bersihkan lapangan operasi dengan NaCl 0,9%. Olesi salep antibiotik
dan ditutup dengan kassa steril.
8. Perawatan paska tindakan:
edukasi sesuai
bebat luka dapat diganti setiap 2-3 hari.
evaluasi untuk buka jahit, pada hari 5,7,14 tergantung pada letak anatomis.
IV. Kepustakaan
1. Nguyen TH, McGinness
McGinness JL. Skin flaps. Dalam: Nouri
Nouri K (ed). Dermatologic
Dermatologic surgery
surgery step
by step. West
W est Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:77-95.
2. Hainovic A, Sheehan
Sheehan JM, Rohrer
Rohrer TE. Excisional
Excisional surgery and repair, flaps,
flaps, and grafts.
Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer
JS [Ed]. Fitzpatrick’s Dematology, edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill, 2019.h.3726-60.
3. Rohrer TE, Cook JL, Nguyen
Nguyen TH, Mellette JR Jr. Flaps
Flaps and grafts
grafts in dermatologic
dermatologic
surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007.
Keterampilan Terapeutik 37
B.3 Bedah
Bedah Kimi
Kimiaa (P
(Penge
engelupasan
lupasan Ki miawi/Che
miawi/Chemic
mical
al Peeling
Peeling )
I. Definisi
Bedah kimia merupakan suatu tindakan aplikasi bahan kimia pada kulit agar terjadi
pengelupasan kulit terkontrol, yang akan diikuti dengan regenerasi lapisan epidermis
dan dermis.1-3
Klasifikasi bedah kimia 3-6
1. Sangat superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai lapisan stratum
corneum dan dapat sampai bagian atas lapisan stratum spinosum.
spinosum.
2. Superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai seluruh epidermis dan dapat
sampai papila dermis.
3. Medium: bila kedalaman pengelupasan mencapai seluruh epidermis dan dapat
sampai lapisan atas retikularis dermis.
4. Dalam: bila kedalaman pengelupasan mencap
mencapai
ai midretikularis dermis.
II. Indikasi
(1A),, skar2-4,6,9,10 (1A), pigmentasi2-4,7
1. Kerusakan struktur kulit: photodamage2-4,7-9 (1A)
(1A), pelebaran pori-pori3,6, xerosis3, fine lines4,6,9 (1A)
(1A),, rough texture3,6, kulit
kusam3,8,9,11.
2. Tumor kulit superfisial: keratosis seboroik3,6, lentigenes4,9, keratosis aktinik4,9 (1A),
keratosis pilaris3,6.
Inf lamasi kronik: akne 4,12,13 (1A), rosasea4 (1A).
3. Inflamasi
III. Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif:
1. Iradiasi radioterapi pada area tindakan2,3,6
2. Pekerjaan pasien di lu luar
ar ruang an yang terpajan sinar matahari3,6,14
ruangan
3. Kehamilan dan menyusui2,3,6,15 (1A)
4. Infeksi aktif (her
(herpes
pes s
simpleks,
impleks, veruka, infeksi jamur, impetigo,
impetigo, d
dan
an
2,3,6,18,15
selulitis) (1A)
5. Tindakan bedah kepala atau leher b eberapa waktu sebelumnya6
beberapa
6. Hair removal fasial beberapa waktu sebelumnysebelumnya a6,9
7. Penggunaan isotretinoin 6 bulan terakhir3,6,14 (1A)
8. Keloid atau skar hipertrofik3,9,14 (1A)
9. Gangguan penyembuha
penyembuhan n luka (imunosupresi)6,14 (1A)
10. Dermatosis pada area tindakan (vitiligo, psoriasis, dan dermatitis atopik)6,14.
Kontraindikasi absolut:
1. Alergi terhadap bahan bedah kimia, aspirin (asam salisilat)6 (1A)
2. Pasien yang memiliki harapan tidak realistis2,3,14. (1A)
Keterampilan Terapeutik 38
4. Rasa terbakar5,6
5. Munculnya jaringan pa parut
rut terutama pada b bedah
edah kimia yang da lam3,5,6
dalam
6. Reaksi alergi/hipersensitiv itas3,6
alergi/hipersensitivitas
7. Milia3,5,6
8. Erupsi akneiformis2,3
9. Infeksi (akn
(akne,
e, impetigo
impetigo,, kandidias is atau herpes simplex aktif) 2,3,5,6
kandidiasis
10. Salisilisme (sangat jarang, jika menggunakan asam salisilat)3
V. Persiapan
Alat dan Bahan
1. Bahan bed
bedah
ah kimia (d(dapat
apat dipilih sal
salah
ah satu sesuai indika
indikasi)
si)
3,8,13
a. Asam retinoat (1A)
10-12,16-18
b. Asam salisilat (1A)
10,11,19,10
c. Glycolic acid (GA) (1A)
d. Alpha hydroxyl acid (AHA), BHA, PHA6,12,13 (1A)
e. Asam azaleat13,15 (1A)
f. Trichloroasetic acid (TCA) 13,17,21 (1A)
g. Kombinasi berb
berbagai Jessner 1,16,18,19
agai zat kimia dalam formula, antara lain: Jessner
(1B), Jessner modifikasi17(1B), dan lain-lain.
2. Kuas
3. Bandana
4. Handuk kecil
5. Kipas angin kecil
6. Mangkuk kecil
7. Kapas
8. Tisu
9. Sarung tangan
10. Pembersih wajah dan spons
11. Vaselin/petrolatum
12. Tabir surya spektrum luas
Pasien
1. Kulit wajah pasien dilakukan priming terlebih dahulu selama kurang lebih 2
minggu.
2. Informed consent
3. Dokumentasi pasien sebelum tindakan
Keterampilan Terapeutik 39
VII. Pa
Pasca
sca Pros edur Tindakan 2-4,6
Prosedur
1. Hindari pajanan sinar matahari
2. Hindari me
menggosok
nggosok wajah sampai kulit s
selesai
elesai mengelupas
3. Gunakan tabir surya spektrum luas
VIII. Kepustakaan
1. Deprez P. Chemical peeling. Dalam: Baran R, Maibach HI, penyunting. Textbook of Cosmetic
Dermatology. Edisi ke-5. San Francisco: Taylor & Francis Group, 2017: 498-509.
2. Monheit
AL, Enk G,AH,Tayebi B. Chemical
Margolis DJ, dkk, peels
peels and dermabrasion.
penyunting. Fitzpatrick’s Dalam: Kang S,
Dermatology, Amagai
Edisi ke-9.M,New
Bruckner
York:
McGraw-Hill, 2018: 3895-905.
3. Small R, Hoang D, Linder J. Chemical
Chemical peel introduction and foundation concepts. Dalam: Small
R, Hoang D, Linder J, penyunting. Chemical Peels, Microdermabrasion, & Topical Products.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2013: 37-110.
4. Soleymani T, Lanoue J, Rahman J. A practical approach to chemical peels:a review of
fundamentals and step-by-step algorithmic protocol for treatment. J Clin Aesthet Dermatol.
2018;11(8): 21-8.
5. Lee KC, Wambier CG, Soon SL, Sterling JB, Landau M, Rullan P, dkk. Basic chemical peel:
superficial and medium-depth peel. J Am Acad Dermatol 2019;81:313-24.
2019;81:313 -24.
6. O’Connor AA, Lowe PM, Shumack S, Lim A C. Chemical peels: a review of current practice. Aust
J Dermatol. 2018;59:171–181.
7. Reserva J, Champlain A, Soon SL, Tung R. Chemical peels: indications and special
considerations for the male patient. Dermatol Surg. 2017;0:1–11.
8. Faghihi G, Fatemi-Tabaei S, Abtahi-Naeini B, Siadat AH, Sadeghian G, Nilforoushzadeh MA,
Mohamadian-shoeili H. The effectiveness of a 5% retinoic acid peel combined with
microdermabrasion for facial photoaging: a randomized, double-blind, placebo-controlled clinical
trial. Dermatol Res Pract. 2017;2017:1-6. https://doi.org/10.1155/2017/8516527.
9. Salam A, Dadzie OE, Galadari H. Chemical peeling in ethnic skin: an update update.. Br J Dermatol.
2013;169(Suppl. 3):82–90.
10. Al-Talib H, Hameed A, Al-khateeb A, Murugaiah C. Effcacy and safety of superfcial supe rfcial chemical
peeling in treatment of active acne vulgaris. An Bras Dermatol. 2017;92(2):212-6.
11. Sarkar R, Garg V, Bansal S, Sethi S, Gupta C. Comparative evaluation of efficacy
ef ficacy and tolerability
of glycolic acid, salicylic mandelic acid, and phytic acid combination
c ombination peels in melasma. Dermatol
Surg. 2016;42:384-91.
12. Levesque A, Hamzavi
H amzavi I, Seite S, Rougier A, Bissonnette R.Randomized trial comparing a
chemical peel containing a lipophilic hydroxy acid derivative of salicylic acid with a salicylic acid
peel in subjects with comedonal acne. J Cosmet Dermatol. 2011;10:174-8.
13. Chen X, Wang S, Yang M, Li L i L. Chemical peels for acne vulgaris: a systematic review r eview of
randomised controlled trials. BMJ Open. 2018; 8:e019607.
14. Anitha B. Prevention of complications in in chemical peeling
peeling.. J Cutan Aesthet Surg. 2010; 3(3):186-
9.
15.Faghihi
15. Faghihi G, Taheri A, Shahmoradi Z, Nilforoushzadeh MA. Solution of azelaic acid (20%),
resorcinol (10%) and phytic acid (6%) versus glycolic acid (50%) peeling agent in the treatment
of female patients with facial melasma. Adv Biomed Res.2017;6:9.
16. Bae BG, Park CO, Shin H, Lee SH, Lee ys, et al. Salicylic acid peels versus Jessner’s solution
for acne vulgaris: a comparative study. Dermatol Surg. 2013; 39:248-53.
17. Nofal E, Nofal A, Gharib K, Nasr M, Abdelshafy A, Elsaid E. Combination chemical peels are
more effective than single chemical peel in treatment of mild ‐to‐moderate acne vulgaris: a split
face comparative clinical trial. J Cosmet Dermatol. 2018;17(5):802-10.
18. Bae BG, Park CO, Shin H, Lee SH, Lee YS, Lee SJ, Chung KY, Lee Le e KH, Lee JH. Salicylic acid
peels versus Jessner’s solution for acne vulgaris: a compar ative study. Dermatol Surg.
2013;39:248-53.
19. In Jae J, Dong Ju H, Dong Hyun K, Yoon MS, Lee HJ. Comparative study of buffered b uffered 50% glycolic
acid (pH 3.0)+0,5% salicylic acid solution vs Jessner’s solution in patients with acne vulgaris. J
Cosmet Dermatol. 2018;17(5):797-801.
20. Saeed W, Altaf F, Rashid S, Rani Z. Efficacy and safety saf ety of 50% glglycolic
ycolic acid peels in the
treatment of melasma in Fitzpatrick’s skin type IV and V. J Pakistan Assoc Dermatol. 2016;
26(1):26-30.
21. Dayal S, Sahu P, Yadav M, Jain VK. Clinical effcacy and safety on
o n combining 20% trichloroacetic
acid peel with topical 5% ascorbic acid for melasma. J Clin Diagn Res. 2017;11(9): WC08-11.
Keterampilan Terapeutik 40
B.4 Bedah
Bedah Kuku
I. Definisi
Tindakan bedah untuk kelainan pada kuku, yang bertujuan untuk menegakkan
diagnosa dengan biopsi, untuk menyembuhkan infeksi, untuk mengurangi nyeri,
menghilangkan tumor, dan untuk memastikan hasil kosmetik terbaik pada kelainan
Keterampilan Terapeutik 41
g. Bedah seluruh unit kuku
h. Bedah yang melibatkan tulang
i. Cosmetic Nail Surgery
6. Dekontaminas
Dekontaminasi,
i, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.
VI. Kepustakaan
1. Baran R, Cogrel O. Nail surgery. Dalam: Kang
Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ,
McMichael AJ, Orringer JS [Ed]. Fitzpatrick’s Dematology, edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill,
2019.h.3774-90.
2. MacRarlane DF, Scher RK. Nail surgery. Dalam: Nouri K, Le
Leal-Khouri
al-Khouri S. Techniques in
Dermatology Surgery. Edinburgh, Mosby; 2003.h.195-201
Keterampilan Terapeutik 42
B.5 Bedah
Bedah Ku lit Untuk Vitiligo
I. Definisi
Tindakan bedah untuk vitiligo yang telah stabil lebih dari 1 tahun dan usia di atas 12
tahun, lesi < 3% luas tubuh.
II. Indikasi
Kriteria stabilitas vitiligo: (dalam 6 bulan- 3 tahun terakhir)
1. Tidak didapatkan lesi baru
2. Lesi yayang
ng ada cenderung menetap uk ukurannya
urannya
3. Tidak didapatkan koebnerisasi
4. Mengalami repigmentasi spontan
5. Jika dilakukan minigraft, tes minigraft positif.
III. Kontraindikasi
Predisposisi terjadinya keloid dan atau skar hipertrofik.
IV. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
V. Prosedur Tindakan7,8
1. Anastesi lokal
2. Tindakan: autologous skin graft dengan menggunakan biopsi plong, split
thickness graft, epidermal blister graft,
graft , cultured melanocyte graft, single hair graft
3. Dekontaminasi, cuccucii tangan, dan peraw
perawatan
atan pasc
pasca
a tindakan
Keterampilan Terapeutik 43
Immobilisasi/ 7-14 7-14 7-14 5-14 4-7
periode dressing
(hari)
Grade of 2C 2B 2A 2B 2B
Recommendation
a
Kecil, <20 cm; sedang, 20-50 cm; luas, 100-250 cm; ekstensif, 300-500 cm; bpendek, 45 menit-1 jam;
sedang 1-2 jam; panjang 2-4 jam
VI. Kepustakaan
1. Sheth R, Kamat A, Doshi A, Lodaya B. Cosmetic dermatologic surgery in ethnic skin. Dalam:
Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.293-
298
2. Avram MR, Tsao S, Tannous Z, Avram MM. Color atlas of cosmetic dermatology. New York:
McGraw-Hill; 2007.
3. Savant SS. Miniature punch grafting. Dalam: Savant SS, Shah R, Gore D, editor. Textbook and
atlas of dermatosurgery and cosmetology. Mumbai: ASCAD; 2004.h.998:235-9.
4. Jin SIK BURM, Rhee SC, Kim YW. Superficial dermabrasion and suction bilister epidermal
grafting for postburn dyspigmentation. Dalam: Asian Skin Dermatologic Surgery; 2007.h.33:326-
32
5. Oiso N, Suzuki T, Kaneda MW, Tanemura A, Tanioka M, Fujimoto T. Guidelines for the diagnosis
and treatment of vitiligo in Japan. Journal of Dermatology. 2013;40:344-354.
6. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ, et al. Dalam Fitzpattrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: Mc Grawhill;
2012.h.792-803.
7. Mulekar SV, Isedeh P. Surgical
Surgical interventions for vitiligo: an evidence-based review. British
British
Journal of Dermatology 2013; 169 (Suppl 3): 57-66
8. Whitton M, Pinart M, M, Batchelor JM, Bee L, Gonzalez U, Jiyad Z, et al. E:vidence based
management of vitiligo: summary of a Cochrane systematic review. British Journal of
Dermatology 2016; 174: 962-69
Keterampilan Terapeutik 44
B.6 Bedah
Bedah Li strik
I. Definisi
Penggunaan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan biologi dengan tujuan
memotong, melakukan koagulasi, desikasi, da
dan
n fulgurasi jaringan. Sebutan tindakan
bedah listrik di bidang dermatologi mencakup modalitas: elektrofulgurasi,
II. Indikasi
1. Elektrofulgurasi: penggunaa
penggunaann elektroda mono terminal yang mampu
menghasilkan bunga api tanpa menyentuh jaringan. Indikasi: veruka, skin tag,
atau keratosis seboroik yang berada pada lapisan epidermis (superfisial).
2. Elektrodesikasi: pada prinsipnya sama dengan elektrofulgurasi kecuali
elektrodanya kontak dengan jaringan dan tidak menghasilkan bunga api.
Walaupun kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih jika dibandingkan
elektrofulgurasi, namun tetap pada lapisan epidermis (superfisial). Indikasi:
keratosis, veruka.
3. Elektrokoagulasi: pe
penggunaan
nggunaan elektroda bi-terminal, d
dimana
imana kerusa
kerusakan
kan jaringan
yang terjadi lebih dalam dibandingkan elektrofulgurasi/elektrodesikasi. Teknik
ini bertujuan menghasilkan panas pada jaringan, sehingga tercapai koagulasi
jaringan. Indikasi: hemostasis.
4. Elektroseksi: untuk memotong jaring
jaringan
an dengan perdarahan ya yang
ng minimal (efek
koagulasi).
5. Elektrokauterisasi: pen
penggunaan
ggunaan filamen pemanas pa pada
da ujung elektroda
elektroda denga
dengann
tujuan untuk transfer panas dari filamen ke jaringan target, sehingga terjadi
denaturasi protein dan koagulasi jaringan. Tidak terjadi transfer listrik pada target
jaringan, sehingga aman untuk pasien dengan pace-maker, ataupun pada
jaringan dengan konduktifitas
konduktifitas listrik rendah (tulang rawan, tulang, atau kuku).
6. Elektrolisis: penggunaa
penggunaan n arus elektroda negatif
negatif ke positif dengan tujuan untuk
lisis dan koagulasi jaringan. Indikasi: hair removal.
III. Kontraindikasi
Tidak terdapat kontraindikasi absolut.
(implantable electronic cardiac
Penting diperhatikan pada pasien dengan IECD (implantable
device) yang mendapatkan tindakan bedah listrik sebaiknaya diawasi oleh supervisor
dan ahli anestesi. Hasil EKG paling tidak 1 lead dimana spike dan atau kompleks
QRS dapat terlihat dan teridentifikasi.
Keterampilan Terapeutik 45
3. Channeling yang merupakan nyeri atau kerusakan jaringan pada jaringan
tissue jauh akibat arus listrik yang berjalan mengikuti saraf.
4. Infeksi dan mutagenisitas. Asap hasil pembakara
pembakarann yang terhirup dapat
membawa partikel bakteri atau virus.
V. Persiapan
1. Persetujuan tindakan medis.
2. Pemasangan mon monitor
itor rekam jant
jantung
ung pada papasien
sien dengan riwayat pemak
pemakaian
aian
alat picu jantung ataupun defibrilator jantung tanam.
3. Persiapan pasien, alat, dan petugas.
4. Pasien diminta untuk melepas perhiasan ataupun log logam/metal
am/metal yang ada pada
badan.
5. Pasien dala
dalam m posisi supinasi ata
atau pronasii pada bed tindakan.
u pronas
6. Pemasangan lempeng elektroda p pada
ada pasi
pasien.
en.
7. Pencegahan infeksi sebelu
sebelumm tindakan (hinda
(hindari
ri pemakaian alko
alkohol
hol sebagai
disinfektan).
8. Anastesi loka
lokall menggunak
menggunakan an pehak
pehakain
ain deng
dengan
an epinefrin.
VI
VI.. Prosedur Tindakan
1. elektroda
Lesi patologis dihancurkan
pada jaringan denganatau dipotong power
menggunakan dengan menyentuhkan jarum
rendah.
2. Lesi patologis tamp
tampakak keabu-abuan dengan adany
adanya a lapisan terbakar pada
keseluruhan lesi.
3. Jaringan terbakar dibuang de dengan
ngan menggosok mengg
menggunakan
unakan kas
kasaa steril atau
kuret.
4. Tindakan diu
diulang
lang hingg
hinggaa keseluruh
keseluruhan
an lapisan lesi bersih.
5. Perdarahan dihentikan dengan penekanan, elektrofulgurasi, atau
elektrokoagulasi bipolar.
6. Dekontaminasi, cuc
cucii tangan, dan
dan peraw
perawatan
atan pasca tindakan.
Keterampilan Terapeutik 46
VIII. Kepustakaan
1. Choudry S, Mcleod MP, Leal-Khouri S. Electrosurgery. Dalam: Nouri K. Dermatologic surgery
step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:77-95.
2. Vujevich JJ, Goldberg LH. Cryosurgery and electrosurgery. Dalam: Kang S, Amagai M,
Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS, editor. Fitzpatrick’s
Dematology, edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill, 2019.h.3791-801.
3. Leal-Khouri S, Lodha R, Nouri K. Electrosurgery.Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in
Dermatology Surgery. Edinburgh; Mosby, 2003:81-3
4. Bisaccia E, Scarborough D.A. The Columbian Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New
York: McGraw-Hill; 2002.
5. Bracamonte B.G, Rodriguez J, Casado R, Vanaclocha F. Electrosurgery in patients with
implantable electronic cardiac devices (pacemakers and defibrillators). Acta Dermo Syph. 2012:
128-32.
6. Pollack SV. Electrosurgery. Dalam: Gallen JP, Horn TD, Mancini AJ, dkk. Dermatology, edisi ke-
2. Spanyol: Mosby Elsevier, 2008:2139-45.
Keterampilan Terapeutik 47
B.7 Bedah Micrographic Mohs
I. Definisi
( horizontal frozen
Suatu teknik eksisi tumor kulit dengan pemeriksaan histopatologi (horizontal
section) yang terintegrasi. Bedah Mohs merupakan prosedur yan
yang
g paling teliti dalam
mengevaluasi batas lesi bebas tumor, sehingga dapat sesedikit mungkin
mengangkat jaringan sehat sekitar tumor.
II. Indikasi
1. Karsinoma sel basal
2. Karsinoma sel skuamosa
3. Melanoma
4. Lentigo maligna melanoma
5. Extramammary Paget’s disease
6. Dermatofibrosarkoma
III. Persiapan
1. Pemberian in
informasi
formasi dan persetujuan tind
tindakan
akan medik
medik
2. Persiapan pasien, alat, tenaga medis
IV.
IV. Prosedur Tindakan
1. Pencegahan infeksi sebelum tindakan.
2. Anestesi lok
lokal
al atau anestesi uumum
mum bila diperlukan.
3. Tindakah bedah Mohs:
Verifikasi lesi
Eksisi lesi
Orientasi jaringan
Pemrosesan jaringan
Evaluasi histologi.
4. Dekontaminasi, cuc
cucii tangan, dan peraw
perawatan
atan pasca tindakan.
5. Perencanaan penu
penutupan
tupan sekunder.
kulit, atau penyembuhan defek, dapat meng
menggunakan
gunakan teknik flap kulit,
kulit, tandur
Keterampilan Terapeutik 48
V. Kepustakaan
1. Christensen SR, Leffell DJ. Mohs
Mohs micrographic surgery. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner
McMichael AJ, Orringer JS [Ed]. Fitzpatrick’s Dematology, edisi ke-
AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael
9. New York: Mc Graw-Hill, 2019.h.3761-74.
2. Nouri K, Leal-Khouri, Lodha L. Mohs micrographic
micrographic surgery . Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S.
Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh;Mosby;2003:103-16
3. Wheeland RG, Ratz JL, Bailin PL, Mohs micrographic surgery technique. Dalam: Roenigk
RK, Roenigk HH. Roenigk & Roenigk’s Dermatologic Surgery Principle and Practice, edisi
ke-2. New York;Marcell Dekker:738-44
4. Arnon O, Pagkalos
micrographic VA,
surgery. Xanthinaki
ISRN AA, Silberstein
Dermatology; 2012: 1-4E. Double- Bladed Scalpel in Mohs
5. Foroozan M, S Sei
ei JF, Amini
Amini M, Beauchet A, Saiag P. Efficacy of Mohs micrographic surgery
for the treatment of derrmatofibrosarcoma
derrmatofibrosarcom a protuberans: systematic review. Arch Dermatol.
2012 Sep;148(9):1055-63.
Keterampilan Terapeutik 49
B.8 Bedah Sedo
Sedott Lemak
Peringatan
Pengambilan lemak lebih dari 100 ml (yaitu jumlah yang sesuai untuk kebutuhan tandur
kulit dan mesenchymal stem cells)
cells ), memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan
dari Kolegium Ilmu Kesehatan
Kesehatan Kuli t dan Kelamin
I. Definisi
Tindakan pengambilan kumpulan jaringan lemak subkutis untuk keperluan tandur
dan donor mesenchymal stem cells dan untuk menghilangkan lemak yang tidak
dikehendaki.
II. Indikasi
Tandur lemak untuk rekonstruksi maupun mendapatkan dan memperbaiki contour
tubuh, lipoma, lipodistrofi, hiperhidrosis aksilaris, rekonstruksi.
r ekonstruksi.
III. Kontraindikasi
1. Pasien dengan psikologi tak stabil.
2. Pasien dengan oba
obatt anticoagulant dan herbal dg efek a
anticoagulant;
nticoagulant; perhatian
khusus pada pasien dengan obat obat yang berinteraksi dengan lidokain.
V. Persiapan
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, hitung platelet,
prothrombin time,
time, partial thromboplastin time,
time, fungsi hati.
VI
VI.. Prosedur Tindakan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal pa
pada
da lemak su
subkutis
bkutis dengan tumes
tumesen
en (1000 cc NaCl 0,9%, 1 c
cc
c
adrenalin/epinefrin 1:1000, 10 cc natrium bikarbonat 8,4%, 50 cc lidokain 1%)
Tunggu 15-20 menit. Atau modifikasi konsentrasi lidocaine, dengan dosis 45-50
mg/kgBB
Keterampilan Terapeutik 50
5. Tindakan: lemak disedot dengan
dengan kanula dia
diameter
meter 2-5 mm, tumpul (atraumatik
(atraumatik))
dengan menggunakan spuit untuk harvest lemak atau alat spuit atau suction
untuk keperluan body contouring
6. Dekontaminasi, cuc
cucii tangan, dan peraw
perawatan
atan pasc
pasca
a tindakan
7. Pasca tindakan: ddaerah
aerah yang dise
disedot
dot harus diberikan pembalut elastis/korset
selama 7-10 hari untuk mencegah hematoma
VIII. Kepustakaan
1. Hanke CW, Gustafson CJ, Stebbins WG, Leonard AL. Liposuction using Tumescent Local
Anesthesia. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, E Enk
nk AH, Margolis DJ, McMichael AJ,
Orringer JS [Ed]. Fitzpatrick’s Dematology, edisi ke-9. New York: Mc Graw-Hill, 2019.h.3761-
74.
2. Narins RS. Safe liposuction and fat transfer. New York: Marcel Dekker, Inc; 2003.
3. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery. Philadelphia: W WB B Saunders
Company; 2002.
4. Sattler G, Sonja G, Ferris KM, Al Qubaisy Y. Liposuction. Dalam: Nouri K, editor.
Dermatologicsurgery step by step. West Sussex: Wiley-Blcakwell; 2013:223-227.
5. Lawrence Naomi, Nemeth SA and Leonhardth Janie. Liposuction. Dalam: Robinson JK,
HankeCW, Siegel DM et al. Surgery of the skin. 20 10.
sk in. Edinburg. Mosby Elsivier; 2010
Keterampilan Terapeutik 51
B.9 Bedah
Bedah Subsisi
I. Definisi
Tindakan subsisi untuk memperbaiki skar akne adalah prosedur operatif dengan
menggunakan jarum untuk merusak jaringan ikat di bawah skar akne atrofi yang
dalam.1-2
II. Indikasi
1. Skar hipotrofik yang tertarik ke dermis1,2 (2C)
yang
2. Skar akne tipe rolling menunjukkan respons paling baik8 (1A)
3. Skar akne tipe boxcar yang dalam tidak menunjukkan respons yang baik8 (1C)
4. Selulit9 (2B)
V. Persiapan 7 (2C)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
Keterampilan Terapeutik 52
VI. Pros edur Tindakan 7 (2C)
Prosedur
1. Anastesi lokal dengan suntikan.
2. Tindakan: as eptik kulit, jarum (18G 1,5 inch Nokor Admix ) ditusukkan 900 atau
aseptik
secara horizontal sejajar permukaan kulit. Kemudian dilakukan gerakan
memotong seperti kipas atau maju-mundur guna membebaskan permukaan kulit
dari subkutis.
3. Dekontaminasi, cuc
cucii tangan, dan
dan peraw
perawatan
atan pasca tindakan.
VII. Pa
Pasca
sca Prosedur T Tin dakan 7 (1A)
indakan
Oleskan antibiotik topikal di daerah subsisi.
VIII. Kepustakaan
1. Alsufyani MA. Subcision: a further modification, an ever continuing process. Dermatology
Research and Practice; 2012.
2. Sanchez FH. Treatment of acne scars. Dalam:
Dalam: Nouri K, K, editor. Dermatologic
Dermatologic surgery step by
step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:197-206.
3. Kucuktas M, Engin B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. Journal of
the Turkish Academy of Dermatology, 2013;7(3):1-5.
4. AbouKhedrs NAE, Hussein TM, El-Fatah AMEA. AMEA. Comparing the role of subcission suction
method with and without the injection of platelet-rich plasma in the treatment of depressed scars.
2016;1-10.
5. Robati RM, Abdollahimajd, Robati
Robati AM. Evaluation of subcision for the correction of the prominent
nasolabial folds. Dermatology research and practice, 2015:1-7
6. Alam M, Omura N, Kaminer
Kaminer MS. Subcision for acne scarring: technique and outcomes in 40
patients. 2005;31:310-317.
7. Kucuktas M, Engin B,B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. J Turk Acad
Dermatol. 2013;7(3):1373-1378.
8. Boen M, Jacob C. A review and update of treatment options using the acne scar classification
system. Dermatol Surg. 2019;45(3):411–22.
9. Friedmann DP, Vick
Vick GL, Mishra V. Cellulite: a review with a focus on subcision. Clin Cosmet
Investig Dermatol. 2017;10:17-23
Keterampilan Terapeutik 53
B.10 Blefaroplasti
Peringatan
Pengambilan kulit bagian dermis,
dermis , memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan
dari Kolegium Ilmu Kesehatan
Kesehatan Kuli t dan Kelamin
I. Definisi 1.2
Tindakan pembedahan dari kelopak mata bagian atas dan bawah yang melibatkan
rekonstruksi kulit kelopak mata, otot orbikulris okuli, dan lemak orbital untuk
peremajaan dan perbaikan kelainan fungsional.
II. Indikasi 2
Kelopak bagian atas:
• Fungsional: epiblefaron dengan ptosis bulu mata, blefarokalasis, inflamasi, trauma
• Kosmetik: untuk kebutuhan estetik
Keterampilan Terapeutik 54
(pada kelopak mata bawah, bila teknik transkonjungtiva).
5. Perawatan pascaoperas
pascaoperasii
VI. Kepustakaan
1. Alghoul M. Blepharoplasty: anatomy, planning, techniques, and safety. Aesthet Surg J.
2019;39(1):10-28.
2. Bhattacharjee K, Misra DK,
DK, Deori N. Updates on upper eyelid
eyelid blepharoplasty. Indian J
Opthalmol. 2017;65(7):551.
3. Bhattacharjee K, Ghosh S, Ugradar S, Azhdam AM.AM. Lower eyelid blepharoplasty: An overview.
Indian J Opthamol. 2020;68(10):2075.
4. Lee WW, Samimi
Samimi DH. Upper eyelid blepharoplasty. fillers. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.229-232.
5. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA.
KA. Atlas
Atlas of Cosmetic Surgery. Philadelphia: WB Saunders
6. Company; 2002.
Butani A. Blepharoplasty. Dalam: Alam M.(eds). Evidence
Evidence based procedural dermatology. New
York: Springer; 2012:403-415.
7. Moody BR, Weber PJ. Blepharoplasty and browlift. Dalam: Robinson
Robinson JK, Hanke CW,CW,
Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby. 2005;673-690.
8. Naik MN, Honavar SG, Das S, Desai S, Dhepe N. Blepharoplasty: an overview. J Cutan
Cutan
Aesthet Surg. 2009;2(1):6.
Keterampilan Terapeutik 55
B.11 Chemi
Chemical
cal Recon
Reconstr
str uct
uctio
ion
n of Skin Scars (CR
(CROS
OSS)
S)
I. Definisi
Merupakan prosedur rekonstruksi secara kimiawi terhadap skar akne menggunakan
asam trikloroasetat (TCA) dengan konsentrasi tinggi yaitu 65-100%.1-4
II. Indikasi
Skar akne tipe ice pick dan box scar kecil1-5 (1A)
V. Persiapan 1-4,6
1. Alat dan bahan
Disposable syringe
Mangkuk kecil
Aplikator dengan ujung runcing atau tusuk gigi
TCA 65-100%
Kipas angin
Air dingin
2. Pasien
Informed consent
Kulit wajah pasien dilakukan priming dan pemakaian tabir surya terlebih
dahulu selama 2 minggu
Membersihkan wajah
Dokumentasi pasien sebelum tindakan
Keterampilan Terapeutik 56
VI.
VI. Prosedur Tindakan1-4,6 (1A)
1. Larutan TCA secukupnya diambil menggunakan syringe dan dituangkan ke
dalam mangkuk.
2. Pasien diberitahu bah
bahwa
wa pengolesan akan
akan dimulai. Dapat meng
menggunakan
gunakan kipas
angin yang dinyalakan dan diarahkan ke lesi untuk mengurangi rasa panas, pedih
dan gatal yang akan timbul selama bahan kimia
k imia menempel di kulit.
3. Aplikator dengan uj
ujung
ung runcing atau tu
tusuk
suk gigi yang
yang digunakan seb
sebagai
agai aplikator
dicelupkan pada mangkuk, kemudian ditiriskan pada pinggir mangkuk agar tidak
ada larutan yang menetes.
4. Kulit di sekitar skar diregang
diregangkan,
kan, kemudian aplikator ditekan sampai
sampai pada bagian
(‘fridge white’)
dasar atau terdalam skar atrofik sampai muncul white frost solid (‘fridge
dalam 10 detik atau lebih.
5. Ulangi pros
prosedur
edur di atas pa
pada
da skar yang lain
6. Area tindakan dikodikompres
mpres menggunaka
menggunakan n kassa yang telah dibasahi deng
dengan
an air
dingin hingga rasa panas pada wajah berkurang
7. Wajah dikeringkan menggunakan tisu kering
VIII. Kepustakaan
1. Monheit GD, Tayebi B. Chemical Peels
Peels and Dermabrasion.
Dermabrasion. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner
AL, Enk AH, Margolis
Margolis DJ, McMichael AJ, Orring
Orringerer JS, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi
ke-9. New York: McGraw Hill; 2019. h.3895-905.
2. Landau M, Ghannam SF. Chemical peels. Dalam: Robinson JK, Hanke CW, CW, Siegel DM, Fratila A,
dkk, penyunting. Surgery of The Skin. Edisi ke-3. 2015. h.393-408.
3. Sanchez FH.
FH. Treatment of acne scars. Dalam: Nouri
Nouri K, penyunting. Dermatologic Surgery Step by
Step. Willey Blackwell. 2013. h.197-206.
4. Monheit GD, Chastain MA. Chemical and mechanical skin resurfacing. Dalam: Bolognia
Bolognia J, Schaffer
J, Cerroni L, penyunting. Dermatology. Edisi ke-4.
ke- 4. New Haven: Elsevier Limited; 2018. h.2593-609.
5. Bhargava S, Cunha PR, Lee J, Kroumpouzos G. Acne scarring management: systematic review
and evaluation of the evidence. Am J Clin Dermatol. 2018;19(4):459-77.
6. Khunger N, Bhardwaj D, Khunger M. Evaluation of CROSS CROSS technique with 100% TCA in the
management of ice pick acne scars in darker skin types. J Cosmet Dermatol. 2011;10:51-7
Keterampilan Terapeutik 57
B.12 Ekstraksi Komedo
I. Definisi
Ekstraksi komedo adalah tindakan untuk mengeluarkan komedo, baik komedo
terbuka maupun tertutup.1
III. Kontraindikasi 1
1. Lesi inflamasi
2. Lesi terinfeksi
VI. Pros
Prosedur
edur Tind akan1-4 (1C)
Tindakan
1. Aseptik dan antiseptik daerah tindak
tindakan
an dengan alcohol swab.
dengan
2. Lubangi komedo tertutup dengan menggunakan jarum 26G, untuk komedo
terbuka tidak perlu dilubangi.
3. Tekan tepi k komedo
omedo sehin
sehingga
gga isinya dapat keluar seluruhnya.
4. Bila terjadi perdarahan, hen
hentikan
tikan dengan penek
penekanan
anan mengguna
menggunakan
kan kassa steril
steril
yang dibasahi larutan NaCl 0.9%.
Keterampilan Terapeutik 58
VII.. Pasca Pros
VII Prosedur
edur Tindak
Tindakanan5 (1C)
1. Dokumentasi setelah tindakan.
2. Kompres dengan kassa steril y yang
ang dibasahi larutan NaCl 0.9% selama 15 menit.
3. Oles dengan antibiotik topikal.
VIII. Kepustakaan
1. Goh C, Cheng C, Agak G, Zaenglin AL. Graber EM,
EM, dkk. Acne vulgaris.
vulgaris. Dalam: Kang S, Amagai
M, Bruckner
ke-9. A, Enk
New York: A, Margolis2019:
McGraw-Hill; 1409-18. A, dkk., penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi
D, McMichael
2. Wise EM, Graber EM. Clinical pearl: Comedone
Comedone extraction for persistent macrocomedones while while
on isotretinoin therapy. J Clin Aesthet Dermatol. 2011;4(11):20–21.
3. Steventon K. Expert opinion and review article: the timing
timing of comedone extraction in in the treatment
of premenstrual acne-a proposed therapeutic approach. Int J Cosmet Sci. 2011;33:99-104.
4. Khunger N. Standard
Standard guidelines of care for acne surgery. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2008;74(7):5-12.
5. Fox L, Csongradi
Csongradi C, Aucamp M, du Plessis J, Gerber M. Treatment modalities for acne. Molecules.
2016;21(8):1063.
Keterampilan Terapeutik 59
B.13 Elevasi
levasi Plong
lon g
I. Definisi
Elevasi plong merupakan teknik menaikkan jaringan skar atrofi menggunakan alat
bedah plong sehingga lesi menjadi sejajar dengan permukaan kulit sekitar. 1-3
II. Indikasi 4
Skar akne tipe boxcar.1-4 (1B)
V. Persiapan 1,2,5
1. Alat dan bahan
Punch biopsy 1,5-3,5 mm
Anestesi lokal
Antibiotik topikal
Alcohol swab
Kassa steril
Plaster/Steri-Strip
Sarung tangan
2. Pasien
Informed consent
Membersihkan wajah
Dokumentasi pasien sebelum tindakan
VI. Pros
Prosedur
edur Tind
Tindakan
akan (1B)
1. Pasien berbaring
2. Tandai area tindakan dengan marker5, desinfeksi daerah tindakan, dan dilakukan
anestesi lokal1
Keterampilan Terapeutik 60
3. Dilakukan penekanan dengan plong pada skar yang disesuaikan dengan ukuran
skar, sehingga jaringan dibebaskan sampai jaringan subkutan. 1,2,4-8
4. Kemudian jaringan dinaikk
dinaikkan
an dan disesuaikan d
dengan
engan jaringan normal sek
sekitar
itar
1,2,4-8
untuk menghindari retraksi pada saat penyembuhan.
5. Jaringan yang dinaikkan ditutup de
dengan
ngan plaster/Steri-Strip.
VIII. Kepustakaan
1. Obagi S, Casey AS. Facial scar revision Dermatology: Principles and Practice. 2nd ed.
revision in Cosmetic Dermatology:
Baumann L, Saghari S, Weisberg E, eds. New York: McGraw-Hill. 2009; 227-9.
2. Faghihi G, Nouraei S, Asilian A, et al. Efficacy
Efficacy of punch elevation combined with fractional carbon
dioxide laser resurfacing in facial atrophic acne scarring: A randomized split-face clinical study.
Indian J Dermatol. 2015;60(5):473–8.
Surgery. J Cutan Med Surg. 2011;15(2):87–96.
3. AlGhamdi KM, AlEnazi MM. Versatile Punch Surgery.
4. Basta-Juzbašić A. Current therapeutic approach to acne scars. Acta Dermatovenerol Croat.
2010;18(3):171-175
5. Nischal U, Nischal KC, Khopkar U. Techniques
Techniques of skin biopsy and practical considerations. J Cutan
Aesthet Surg. 2008;1(2):107–11
6. Hession MT, Graber EM. EM. Atrophic acne scarring: a review of treatment options. J Clin Aesthet
Dermatol. 2015;8(1):50–58.
7. Fife D. Practical evaluation and management of atrophic acne scars: tips for the general
dermatologist. J Clin Aesthet Dermatol. 2011;4(8):50 –7.
8. Gozali MV, Zhou B. Effective treatments of atrophic acne scars. J Clin Aesthet Dermatol.
2015;8(5):33–40.
Keterampilan Terapeutik 61
B.14 Face
Face lift
lif t Menggunakan Benang
I. Definisi
Tindakan bedah kulit untuk penanganan pengenduran jaringan lunak kulit atau
ptosis wajah akibat gravitasi menggunakan benang Aptos.1,2
V. Persiapan 5 (2C)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
Keterampilan Terapeutik 62
3. Nyeri dapat diberikan acetaminophen
4. Diet adekuat
5. Perawatan luka
6. Antibiotik
VIII. Kepustakaan
1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW.
CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson
Robinson JK, Hanke
CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2005.h.657-
672
2. Sulaimanidze MA,
MA, Fournier PF, Sulaimanidze GM. Removal of facial soft tissue ptosis with
with
special threads. Dermatol Surg 2000;28:367-371.
3. Sandhofer M, Sandhofer-Novak R, Blugerman G, Sattler G. Aptos-lifting: Eine minimal invasive
invasive
method zur gesichtsrejuvenation. Aesthet Dermatol 2003;1:10-17.
4. Lycka B, Bazan C, Poletti E, Treen B. The emerging technique of the antiptosis subdermal
suspension thread. Dermatol Surg 2004;30:41-44.
5. Fereydoun Pourdanesh, Mohammad Esmeelinejad,
Esmeelinejad, Seyed Mehrshad Jafari and Zahra
nematollahi. Facelift : Current Concepts, techniques, and Principles: 2016,653-679.
Keterampilan Terapeutik 63
B.15 Face
Face Lift: Minimum
ini mum Inci
ncision
sion Face
Face Lift
I. Definisi
Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher dengan pembedahan
kulit.
II. Indikasi
Ptosis kulit akibat faktor gravitasi berupa kulit yang kendur pada sisi mandibula dan
bawah dagu.
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
IV
IV.. Prosedur Tindakan
1. Tindakah bedah
a. Marking
b. Anestesia tumesen
c. Insisi
d. Undermining
e. Plikasi SMAS
f. Pemotongan kelebihan kulit
g. Penjahitan luka
2. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan
V. Kepustakaan
1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW.
CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson
Robinson JK, Hanke CW,
Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.h.657-672
2. Chipps LK, Moy RM.
RM. Facelifts. Dalam: Nouri K , editor. Dermatologic surgery step by step. West
Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.233-239.
Keterampilan Terapeutik 64
B.16 Face
Face lift:
lift : Non Surgical Face
Face Lif
Liftt
I. Definisi
Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher tanpa pembedahan.1
Keterampilan Terapeutik 65
VII. Pasca Prosed
Prosedur
ur Tindakan (1A)
1. Tidak berjemur (sunbathing
sunbathing)) setelah tindakan.
2. Pasien tidak b oleh menggunakan make up minimal 1 jam setelah tindakan.
boleh
3. Obat topikal boleh digunakan kembali setelah 3-4 minggu tindakan dan
dilanjutkan hingga 3 bulan untuk hidrokuinon dan 6 bulan untuk tretinoin dan
sunscreen. 8
VIII. Kepustakaan
1. Weiss RA, Weiss MA, Munavalli
Munavalli G. Monopolar
Monopolar radiofrequency facial tightening:
tightening: a retrospective
analysis of efficacy and safety inover 600 treatments. J Drug Dermatol. 2006 Sep;5(8):707-712.
2. Alster TS,
TS, Tanzi E. Improvement of neck and cheek laxity with a nonablative radiofrequency
device: a lifting experience. Dermatol Surg. 2004;30(4 pt 1):503-507.
3. Lauback HJ. Intensed
Intensed focused ultrasound:
ultrasound: evaluation of a new treatment modality for precise
microcoagulation within the skin. Dermatol Surg. 2008;34:727-734.
4. Key DJ. Single treatment skin tightening by radiofrequency and longpulsed 1064 nm Nd:Yag
laser compared. Lasers Surg Med. 2007;39:169-175.
5. Chan HHL. Lasers
Lasers for skin
skin tightening. Dalam: Nouri
Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by
step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.391-395
6. Mayoral FA. Radiofrequency for skin tightening. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery
step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.396-399.
7. Steven H. Dayan, MD; A. John Vartanian, MD; Gregg Menaker, MD. Nonablative Laser
Resurfacing Using the Long-pulse (1064-nm) Nd:YAG Laser. Arch Facial Plast Surg.
2003;5(4):310-315.
8. Richard E. Fitzpatrick, MD, Mitchel P. Goldman,MD; Nancy M. Satur, MD; Whitney D. Tope,
MPhil, MD. Pulsed Carbon Dioxide
Dioxide Laser Resurfacing of Photoaged Facial Skin. Arch Dermatol.
1996;132:395-402.
Keterampilan Terapeutik 66
B.17 Fototerapi
I. Definisi 1,2,3
Fototerapi adalah penggunaan radiasi ultraviolet atau sinar tampak untuk terapi
kelainan kulit.
Keterampilan Terapeutik 67
III. Indikasi
1. Psoriasis1,2,3 (1A)
2. Dermatitis atopik1,2,3,11 (1B)
3. Limfoma k kutan
utan sel T (Mycosis fungoides) 1,2,3 (1B)
sel
4. Vitiligo1,2,3 (1A)
5. Skleroderma sistemik1,2,3 (1B)
6. Skleroderma lokal (Morfea)1,2,3 (1B)
7. Graft versus host disease1,2 (1B)
8. Pruritus1,2,3 (1B)
9. Urtikaria1 (2B)
10. Urtikaria pigmentosa1,2 (2B)
11. Liken planus1,2,13,14 (2A)
12. Eczema tangan kronis1 (2A)
13. Polymorphic light eruption1,2,,3 (1B)
14. Pytiriasis lichenoides chronica1,3 (2A)
15. Lymphomatoid papulosis1,3 (2A)
16. Dermatitis seboroik2,3 (1B)
17. Prurigo nodularis2 (2A)
18. Granuloma anulare1,2,12 (2A)
19. Necrobiosis lipoidica2 (2A)
Palmoplantar pustulosis2 (2B)
20. Palmoplantar
21. Pityriasis rosea2 (2A)
22. Pityriasis rubra pilaris2 (2A)
23. Subcorneal pustular dermatosis2 (2B)
24. Keloid5,6 (1C)
25. Skar hipertrofi7 (1C)
26. Lymphoproliferative Disorders8,9 (2C)
27. Hypopigmented striae distensae10,11,12 (1B)
28. Hypopigmented scars12 (1B)
Kontraindikasi relatif
1. Kehamilan (UVA)
2. Anak – anak (UVA)
3. Kanker kulit non melanoma
4. Melanoma
5. Eksposur arsen atau rradiasi
adiasi ionisasi
6. Lesi kulit pre malignan
Keterampilan Terapeutik 68
7. Terapi imunosupresif
8. Photo‐induced epilepsy
9. Bullous pemphigoid/
pemphigoid/pemphigus
10. Katarak (UVA)
11. Disfungsi liver
V. Efek Sampin
Sampingg 1,2,3,4,13
UVB
1. Kerusakan aktinik
2. Malignansi kulit (karsinoma sel skuamosa dan kaarsino
kaarsinoma
ma sel bas
basal)
al)
PUVA
1. Intoleransi obat
2. Mual dan muntah
3. Pruritus
4. Eritema
5. Polymorphous light eruption-like rashes
6. Erupsi akneiformis
7. Perdarahan subungual
8. Onikolisis
9. Hipertrikosis wajah
photoaging))
10. Kerusakan aktinika kronis ((photoaging
11. Malignansi kulit
12. Kelainan mata (katarak, konjungtiva hiperemis, penurunan lakrimasi)
UVA1
1. Tanning
2. Eritema
3. Pruritus
4. Urtikaria
5. Sensasi terbakar
6. Polymorphous light eruption
7. Eczema herpeticum
8. Superinfeksi bakteri
Laser excimer
1. Pruritus
2. Eritema
3. Nyeri
4. Lepuh
5. Erosi
6. Xerosis
7. Ekimosis dan petechiae
8. Kelainan pig
pigmentasi
mentasi (h
(hiperpigmentasi
iperpigmentasi d
dan
an atau hipopigmentasi)
Keterampilan Terapeutik 69
VI. Persiapan 1,2,3,4
Persi
Persi apan Dokter
1. Pemberian keteketerangan
rangan tentang tindakan fototerapi yang diberikan,
resiko/komplikasi dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi
informasi dan penerima informasi.
2. Tindakan fototerapi d dengan
engan meng
menggunakan
gunakan pa
parameter
rameter yang ada pad
pada
a alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
VII.
VII. Prosedur Tindakan
1. Dokter mempersiapkan alat fototerapi
2. Setelah pasien mendapatkan penjelas
penjelasan
an dasar mengenai fototerapi, pasien diminta
memberikan persetujuan dengan menandatangani informed consent dan diberikan
kesempatan untuk bertanya.
3. Pasien diminta melepaskan seluruh baju agar seluruh bagian lesi dapat terpapar
sinar UV. Pasien laki-laki sebaiknya mengenakan celana dalam pelindung, keculai
bila dokter menganjurkan untuk tidak perlu menggunakannya
menggunakannya..
4. Semua pasien selama berada dalam ruangan fototerapi harus menggunakan kaca
mata UV.
5. Kekuatan (irradiance) sinar UV di dalam alat fototerapi harus dicatat seminggu
sekali menggunakan metode terstandarisasi yang sesuai dengan pabrik pembuat
alat fototerapi tersebut.
tersebut. Dosis aw
awal
al UV untuk semua pasien
pasien disesuaik
disesuaikan
an dengan
diagnosis.
6. Waktu penyinaran dihitung dengan rumus: Waktu (detik) = dosis (mJ/cm 2) :
kekuatan sinar (irradiance) (mW/cm 2)
7. Durasi terapi atau dosis total UV dapat sering dihitung oleh unit sinar UV dengan
mengikuti petunjuk dari pabrik sesuai buku petunjuk pelaksanaan dan memasukkan
informasi yang benar pada panel pengendali sebelum pelaksanaan terapi.
8. Nyalakan kipas angin dan minta pasien untuk berdiri di tengah-tengah unit sinar UV
dengan lengan dalam posisi istirahat. Pastikan lagi bahwa pasien telah
mengenakanpada
9. Beritahukan kacapasien
mata UV.
untuk keluar
keluar dari unit fototerapi bila lampu mati atau bila
kulitnya terasa terbakar atau tersengat. Beritahukan pasien bahwa pintu unit
fototerapi tidak dikunci.
10. Mulailah penyinaran.
Penyinaran Lanjut an
Penyinaran
1. Frekuensi: 2-3 kali/minggu, kecuali atas permintaan khusus dari dokter yang
menangani pasien tersebut. Bila dokter yang menangani pasien meminta lebih dari
3 kali/minggu, maka dokter tersebut harus memberikan petunjuk mengenai dosis
yang diinginkan.
2. Pada kunjung
kunjungan
an berikutnya, tany
tanyakan
akan pada pasien
pasien apakah timbul warna kulit y
yang
ang
kemerahan (merah muda) dan nyeri pada malam setelah fototerapi sebelumnya,
bila ada keluhan demikian maka harus dicatat pada catatan fototerapi.
3. Bila pada saat pasie
pasienn datang dijumpai adanya kulit berwarna
berwarna merah muda (pink),
maka diberikan dosis yang sama dengan penyinaran sebelumny
sebelumnya.
a.
Keterampilan Terapeutik 70
4. Bila pada saat datang dijumpai ku kulit
lit kemerahan maka pasien dimintai menemui
menemui
dokter yang bertugas saat itu untuk menentukan penyesuaian dosis.
5. Tingkatkan dosis setelah 3 kali terapi, pe peningkatan
ningkatan dosis s
sesuai
esuai deng
dengan
an diagnosis
pasien
6. Bila pasien terlambat ffototerapi
ototerapi lebih dari 3 hari, maka:
4-7 hari : berikan dosis terakhir
1-2 minggu: turunkan dosis 25% untuk NBUVB atau PUVA dan 50% untuk
BB-UVB
2-3 minggu: turunkan dosis 50% untuk NB-UVB or PUVA dan 75% untuk BB-
UVB
3-4 minggu: mulai dari awal
VIII. Kepustakaan
1. Jaleel T, Pollack BP, Elmets CA. Phototherapy . Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk
McMichael AJ, Orringer JS. eds. Fitzpatrick's Dermatology. Edisi ke-9. New
AH, Margolis DJ, McMichael
York: McGraw Hill; 2019.h.3635-3663. Tersedia di:
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2570§ionid=210445207
2. Mckena K, & Ibbotson S. Principle of phototherapy. Dalam: Griffiths, C., Barker, J., Bleiker, T.,
Chalmers, R. and Creamer, D. Rook's textbook of dermatology. Edisi ke-9. Chichester, West
Sussex: John Wiley & Sons, Ltd; 2016.h.495-511.
3. Hönigsmann H, & Schwarz T. Dalam : Bolognia,
Bolognia, J., Schaffer,
Schaffer, J., Cerroni, L., Callen, J., Cowen,
E., Hruza, G., Jorizzo, J., Lui, H., Requena, L., Schwarz, T. and Torrelo Fernández, A., 2018.
Dermatology. Edisi ke-4. [Miejsce nieznane]: Elsevier, pp.2325-2340.
4. E. Molinelli,
Molinelli, G.
G. Ganzetti, A. Campanati,
Campanati, V. Brisigotti
Brisigotti and A. Offidani. Ultraviolet Light and
Phototherapy. Dalam : Giulia Ganzetti Anna Campanati and Annamaria Offidani penyunting.
Phototherapy in Dermatology. New York : Nova Science Publisher; 2017.h.9-20
5. Polat M, Kaya H, Sahin A. A new approach in treatment of keloids: UVA-1 laser. Photomed
Laser Surg. 2016;34(3):130-3
6. Maghrabi IA, Kabel AM. Management of keloids and hypertrophic scars: role of nutrition,
nutrition, drugs,
cryotherapy and phototherapy. World Journal of Nutrition and Health. 2014;2(2):28-32
7. Oiso N, Kawara S, Kawada A. The effectiveness of narrowband ultraviolet B on hypertrophic
scar in a patient having an isomorphic phenomenon and vitiligo. J Eur Acad Dermatol Venereol.
2008;22(8):1003-4
8. Kontos AP, Kerr HA, Malick
Malick F, Fivenson
Fivenson D, et al. 308-nm excimer laser for the treatment of of
lymphomatoid papulosis and stage IA mycosis fungoides. Photodermatol Photoimmunol
Photomed 2006;22:168–71.
9. Meisenheimer JL. Novel use of 308-nm excimer laser to treat a primary cutaneous CD30+
lymphoproliferative nodule. J Drugs Dermatol 2007; 6:440 –1.
10. Repigmentation
Baltas E, Nagy P,ofBonis
striae P, et a
with al.308nm
Sarradet D, Hussein
excimer M,
M, Solana
laser. Lasers MedLG, Goldberg
Surg DJ.
2002;14(Suppl):44-45
11. Savas JA, Ledon JA, Franca K, Nouri K. Lasers and lights for the treatment of striae distensae.
Lasers Med Sci 2014;29(5):1735-43
12. Alexiades-Armenakas MR, Bernstein LJ, Friedman PM et al. The safety and efficacy of the 308-
nm excimer laser for pigment correction of hypopigmented
h ypopigmented scars and striae alba. Arch Dermatol
2004;140(8):955-60
13. Abrouk M, Levin E, Brodsky M, et al. Excimer laser for the treatment of psoriasis: safety,
efficacy, and patient acceptability. Psoriasis (Auckl). 2016;6:165-173. Published 2016 Dec 12.
doi:10.2147/PTT.S105047
14. Baltas E, Csoma Z, Bodai L, Ignacz F, F, et al. Treatment of atopic dermatitis with the xenon
chloride excimer laser. J Eur Acad Dermatol Venereol 2006;20:657 –60.
15. Bronfenbrener R, Ragi J, Milgraum S. Granuloma annulare treated with excimer laser. J Clin
Aesthet Dermatol 2012;5:43–5
16. Köllner K, Wimmershoff M, Landthaler M, Hohenleutner U. TreatmentTreatment of oral lichen planus with
the 308-nm UVB excimer laser-early preliminary results in eight patients. Lasers Surg Med
2003;33:158–60.
17. Trehan M, Taylor C. Low-dose excimer 308-nm laser for the treatment of oral lichen planus. Arch
Dermatol 2004;140:415–20.
Keterampilan Terapeutik 71
B.18 Injeksi
Injeksi Baha
Bahan
n Pengisi ((Filler
Filler )
I. Definisi
Injeksi bahan pengisi adalah penggunaan bahan pengisi untuk perbaikan
kontur/defek kulit serta menyamarkan
m enyamarkan garis-garis kerutan dan cekungan.1,2
1,2
III. Kontraindikasi
1. Infeksi aktif
2. Alergi terhadap bahan filler dan lidokain
3. Penyakit autoimun
4. Imunosupresi
V. Persiapan 3,5
Alat dan bahan
1. Bahan pengisi
2. Disposable syringe
3. Antibiotik topikal
4. Alcohol swab
Pasien
1. Informed consent
2. Membersihkan wajah pasien
3. Dokumentasi pasien sebelum tindakan
Keterampilan Terapeutik 72
VI.
VI. Prosedur Tindakan3,6
1. Dilakukan tindakan aseptik pada area injeksi
2. Anestesi jika diperlukan
sesuai teknik masing-masing bahan (linear threading,
3. Injeksi bahan pengisi sesuai
fanning, cross-hatching, serial puncture,
puncture, dan volumizing
volumizing))
VIII. Kepustakaan
1. Donofrio LM, Ellis DL. Soft tissue
tissue augmentation. Dalam: Kang S S,, Amagai M, Bruckner AL, Enk
AH, Margolis DJ, McMichael AJ. penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York:
McGraw Hill; 2019. h.3911-20.
2. Vedamurthy M.Standard
M.Standard guidelines for the use of derma fillers. Indian J Dermatol Venerol
Lepro.2008:1:S23-37
3. Lafaille P,
P, Benedetto A. Filler:
Filler: contraindications, side effect and precautions. J Cutan Aesthet
Surg. 2010:3(1):16-9.
4. Snozzi P, van Loghem JAJ. Complication management following rejuvenation procedures with with
hyaluronic acid fillers-an algoritm based approach. Plast Reconstr Surg Glob Open.
5. 2018:6(12):e2061:1-11.
Klein AW. Patient
Patient safety: An injectable education. J Cosmet Dermatol Sci App. 2013;3:36-9.
6. Sundaram H, Liew S, Signorini M, Braz AC,AC, Fagien S, Swift A, et al. Global Aesthetics Consensus:
hyaluronic acid fillers and botulinum toxin type A-recommendations for combined treatment and
optimizing outcome in diverse patient populations. Plast Reconstr Surg. 2016;137(5):1410-23.
Keterampilan Terapeutik 73
B.19 Injeksi T
Toksin
oksin Bo tulinum
I. Definisi
Injeksi toksin botulinum (TB) adalah prosedur injeksi TB yang mengakibatkan
kemodenervasii otot dengan menghambat pelepasan asetilkolin untuk tujuan estetik
kemodenervas
dan terapeutik.1
III. Kontraindikasi 2
1. Penyakit neuromuskular, seperti miastenia gravis, sindrom Lambert-Eaton-
Rooke
2. Alergi terhadap bahan aktif atau bahan pe
penambah
nambah
3. Infeksi kulit pada area yang akan disunt
disuntik
ik
4. Koagulopati
5. Pengobatan dengan antikoagulan
6. Obat seperti antibiotik aminoglikosida (gentamisin, spektinomisin, amikasin,
tobramisin, netilmisin)
7. Penggunaan eritromisin dan suplemen zinc oral (karena meningkatkan
respon terapi injeksi toksin botulinum)
8. Kehamilan dan menyusui
9. Pasien den
dengan
gan har
harapan
apan yang tidak rea
realistis
listis
10. Individu yang non kooperatif.
V. Persiapan
Alat dan Bahan
1. Disposable syringe 3 cc untuk pengenceran TB
2. Disposable syringe 1 cc
3. Sarung tangan
4. Jarum 30G – 32G
5. Pensil penanda
6. Toksin botulinum-A dalam vial
7. Larutan NaCl 0,9%
8. Alcohol swab
9. Anestesi topikal (jika diperlukan)
Keterampilan Terapeutik 74
Pasien
1. Informed consent
2. Membersihkan area tindakan
3. Dokumentasi pasien sebelum tindakan
VI.
VI. Prosedur Tindakan10,11 (1A)
1. Pengenceran TB me
menggunakan
nggunakan larutan NaC
NaCll 0.9%
2. Bersihkan area injeksi dengan alcohol swab
3. Penentuan titik p
penyuntikan
enyuntikan injek
injeksi
si toksin botulinum
botulinum denga
dengan
n marker ses
sesuai
uai indikasi
4. Dilakukan injeksi TB dengan d dosis
osis maksimal 100 unit per ku
kunjungan
njungan
VIII. Kepustakaan
1. Carruthers A, Carruthers J, de Almeida
Almeida AT. Botulinum toxin. Dalam: Bolognia JL, Schaffer JV,
Cerroni L, penyunting. Dermatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2018. h.2661-72.
2. Kane M,M, Sattler G. Illustrated Guide
Guide to Aesthetic Botulinum Toxin Injections. UK: Quintessence
Publishing. 2013:5-8.
3. Hexsel DM, Soreifmann
Soreifmann M, Hexsel CM. Botulinum toxin. Dalam: N Nouri
ouri K, penyunting.
Dermatologic Surgery Step by Step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013. h.253-8.
4. Camargo CP, Xia J, Costa CS, Gemperli R, Tatini MD, Bulsara MK, Riera R. Botulinum toxin type
A for facial wrinkles. Cochrane Database Syst Rev. 2021;7(7):CD011301.
5. Jia Z, Lu H, Yang X, Jin X, Wu R, Zhao
Zhao J, dkk. Adverse events of
of botulinum toxin type A in facial
rejuvenation: A systematic review and meta-analysis. Aesthetic Plast Surg. 2016;40(5):769-77.
6. Sundaram H, Signorini M, Liew S, Trindade de Almeida
Almeida AR, Wu Y, Vieira
Vieira Braz A,
A, dkk. Global
Aesthetics Consensus: botulinum toxin type A – evidence based review, emerging concepts, and
consensus recommendations for aesthetic use, including updates on complications. Plast
Reconstr Surg. 2016;137(3):518e-29e.
7. Chang BL, Wilson AJ, Taglienti AJ, Chang CS, Folsom N, N, Percec I. Patient perceived
perc eived benefit in
facial aesthetic procedures: FACE-Q as a tool to study botulinum toxin injection outcomes.
Aesth Surg J. 2016;36(7):810-20.
8. Awan KH. The therapeutic usage of botulinum toxin toxin (Botox) in non-cosmetic head and neck
conditions – An evidence based review. Saudi Pharm J. 2017;25(1):18-24.
9. Susmita A, Kolli NND, Meka Meka S, Chakravarthi SP, Kattimani VS, Lingamaneni KP,
KP, Shaik LS. An
evalution of use of botulinum toxin type A in the management of dynamic forehead wrinkles – a
clinical study. J Clin Diagn Res. 2016;10(10):ZC127-31.
10. Glogau RG. Botulinum toxin. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, M Margolis
argolis DJ, dkk.
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw-Hill; 2018. h.3921-30.
11. Almeida ART, Silva YK. Botulinum toxins. Dalam: Issa M, Tamura B, penyunting. Daily Routine in
Cosmetic Dermatology. Clinical Approaches and Procedures in Cosmetic Dermatology. Cham:
Springer;2016. h.1-10.
Keterampilan Terapeutik 75
B.20 Injeksi Kortikosteroid Intralesi
I. Definisi
Injeksi kortikosteroid intralesi adalah tindakan injeksi kortikosteroid secara langsung
ke dalam lesi.1 Injeksi kortikosteroid intralesi merupakan suatu metode invasif
minimal.2
III. Kontraindikasi 6
1. Terdapat infeksi lokal
2. Infeksi jamur sistemik
3. Hipersensitifitas terhadap steroid
4. Pasien tidak dapat menerima potensi atrofi k
kulit
ulit dan hip
hipopigmentasi
opigmentasi sebagai
efek samping.
2. Sistemik
Supresi adrenal
Hipersensitifitas
Keterampilan Terapeutik 76
V. Persiapan 3,4,6,11-14 (1A)
Alat dan Bahan
1. Disposable syringe 1cc
2. Sarung tangan
3. Sediaan kortikosteroid injeksi (triamsinolon asetonid)
asetonid)
4. Alcohol swab
5. Kasa steril
Pasien
1. Informed consent
2. Dokumentasi pas
pasien
ien sebelu
sebelum
m tindakan
VII. Kepustakaan
1. Deshmukh NS, NS, Belgaumkar VA, Mhaske CB, Doshi BR. BR. Intralesional drug therapy in dermatology.
Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2017;83(1):127.
2. Ingram J, Collier
Collier F, Brown D, Burton T, Burton J, Chin M, et al. British Association of Dermatologists
guidelines for the management of hidradenitis suppurativa (acne inversa) 2018. Br J Dermatol.
2019;180(5):1009-17.
3. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMi McMichael
chael AJ, dkk, penyunting.
Fitzpatrick's Dermatology. Edisi ke-9. New-York: McGraw-Hill; 2019. h. 1409, 1539, 1520, 2574,
2058
4. Otberg N, Shapiro
Shapiro J. Cicatricial Alopecias. In: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, AL, Enk AH,
AH, Margolis
DJ, McMichael AJ, dkk, penyunting. Fitzpatrick's Dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw-Hill;
2019. h. 1531.
5. Riis PT, Boer J, Prens EP, Saunte
Saunte DM, Deckers IE, Emtestam
Emtestam L, et al. Intralesional triamcinolone
for flares of hidradenitis suppurativa (HS): a case series. J Am Acad Dermatol. 2016;75(6):1151-5.
7. Jung HM, Eun SH, Lee JH, Kim GM, Bae JM. Less painful and effective intralesional in jection
method for lichen simplex chronicus. J Am Acad Dermatol. 2018; 20 18; 79(6):e105-106
8. McClanahan DR, English Therapeutics for adult nail nail psoriasis and nail lichen
lichen planus: A guide for
clinicians. J Am J Clin Dermatol. 2018;19(4):559-54.
9. Bjorklund KA,KA, Fernandez Faith E. Branching
Branching hypopigmentation
hypopigmentation following
following intralesional corticosteroid
injection: Case report and review of the literature. Pediatr Dermatol. 2020;37(1):235-6.
10. Singh SVJ, Bachaspatimayum R, Akham SD, Sanjenbam RD. Intralesional steroid induced
hypopigmentation-a case report. Int J Sci Reports. 2017;3(4):108-9.
11. Panayi AC, Reitblat C, Orgill DP. Wound Healing and Scarring. Total Scar Management: S Springer;
pringer;
2020. p.3-16.
12. Ahsan MQ, Sikder MAU,MAU, Khondker L. Efficacy of combination of intralesional corticosteroid
corticosteroid injection
and cryotherapy versus intralesional corticosteroid injection alone in patients of keloid. J Pakistan
Assoc Dermatol. 2019;28(4):474-81.
13. Block L, Gosain A, King TW. Emerging therapies for scar prevention. Advances in wound care.
2015;4(10):607-14.
14. Otberg N, Shapiro J. Alopecia Areata. Kang S, Amagai M, B Bruckner
ruckner AL, Enk AH, Margolis DJ,
th
McMichael AJ, et al., eds. Fitzpatrick's Dermatology. 9 ed. New-York: McGraw-Hill; 2019. p. 1520.
Keterampilan Terapeutik 77
B.21 Laser dan IPL
IPL Untuk Kelainan Pigmen
I. Definisi
Tindakan untuk menghilangkan kelainan hiperpigmentasi dengan deposit melanin di
kulit menggunakan laser dan alat berbasis energi cahaya. Laser yang digunakan
bersifat fototermolisis selektif atau non selektif terhadap pigmen. Intense pulsed light
(IPL) adalah alat nonlaser yang menggunakan flash lamp berfilter.1-5
Keterampilan Terapeutik 78
digunakan untuk jenis kulit Fitzpatrick I –
–IV
IV dan beberapa untuk jenis kulit V.
1. Laser yang bekerja non selektif terhadap pigmen, dengan mekanisme
photovaporization.
a. Laser fractional photothermolysis (FP), yaitu: laser carbondioxide (CO2)
10.600 nm, Erbium:Yttrium Aluminium Garnet (Er:YAG) 2940 nm, Erbium-
doped phosphate glass 1540 nm, Erbium:Yttrium Scan Gallium Garnet
(Er:YSGG) 2790 nm.
b. Continuous-wave dan quasi-continous
quasi-continous,, yaitu: laser CO2 10.600 nm dan
Er:YAG 2940 nm, khususnya untuk kelainan pigmen di epidermis untuk
menghancurkan pigmen sebagai secondary event (misalnya: keratosis
seboroik).
V. Prosedur Tindakan3-5
a. Prosedur Tindakan IPL5-15 (1A)
1. Dokter mempersiapkan alat IPL dengan menentukan parameter.
2. Sebelum mengarahkan flashlamp IPL pastikan area kulit tidak basah.
3. Saat mempersiapkan pulse
pulse,, ujung IPL diletakkan pada kulit yang dikelilingi
lapisan tipis gel.
4. Ujung IPL dipegang tegak lurus denga
dengann kulit dan dig
digerakkan ke arah provider
erakkan ke
agar visualisasi baik.
5. Flashlamp IPL diarahkan pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end
( end
point).
point). Endpoint berupa lesion darkening dan demarcation
demarcation,, eritema perilesi,
perubahan warna lesi menjadi abu/gelap.
6. Untuk memenghindari
nghindari terjadi sk
skar
ar akib at collateral damage berlebihan pada
akibat
penggunaan IPL dapat menggunakan cooling sebelum dan sesaat setelah
tembakan/shot dan hindari pulse stacking.
stacking.
7. Lakukan perawatan pasca IPL.
Keterampilan Terapeutik 80
6-14
VI. Pros
Prosedur
edur Pasca Tindakan (1A)
1. Perawatan pasca laser tergantung ada tidaknya luka serta luas perlukaan
epidermis.
2. Bila terjadi eritema dan edema ring
ringan,
an, atau se
sensasi
nsasi terbakar ringan
ringan,, pasien dap
dapat
at
menggunakan ice pack atau kompres dingin yang ditempelkan pada area pasca
tindakan 15 menit dan krim kortikosteroid topikal bila perlu 2-3 kali sehari beberapa
hari atau hingga keluhan eitema dan edema membaik. Bila eritema lebih dari 5 hari,
segera hubungi dokter.
3. Bila terjadi sensasi terba
terbakar dapat menggunakan ice pack atau
kar ringan, pasien dapat
kompres dingin.
4. Lesi pigmen menjadi lebih gelap sela selama
ma 1-2 hari pasca prosedur. Mikrokrusta
dapat terbentuk dan akan mengelupas 1-2 pekan pasca prosedur.
5. Pasien sebaiknya mengurangi pajanan sinar matahari selama 4 pekan dan
menggunakan tabir surya SPF 30 atau pelindung lain.
6. Hindari garu
garukan
kan atau goresan p pada
ada area setelah las
laser.
er.
7. Hindari penggunaa
penggunaan n bahan dan kegiatan y yang
ang dapat mengiritasi kulit (misalnya
scrubing dan kosmetik).
8. Bila nyeri berkelanjutan ata
atau
u terdapat lepuh
lepuh seg
segera
era hubungi dokter.
No
1 Diagnosis
Lentigo Alat QS alexandrite 755 nm
Laser SoR/LoE
SoR/LoE
2B
Laser QS Nd:YAG 1064 nm 1B
Laser Er:YAG 2940 nm 1B
2 Café au Lait Laser QS alexandrite 755 nm 2B
Laser QS Nd:YAG 1064 nm 2B
3 Nevus spilus Laser QS Nd:YAG 1064 nm 2B
4 Hiperpigmentasi Laser QS Nd:YAG 1064 nm 2C
pasca inflamasi
5 Nevus Becker IPL 2B
Laser Er:YAG 2940 nm 2B
Laser QS Nd:YAG 1064 nm 2B
Laser QS ruby 694 nm 2B
Laser QS alexandrite 755 nm 2B
6 Nevus PDL + Laser QS ruby 694 nm 2B
melanositik Laser CO2 + laser QS Nd:YAG 1064 nm 2B
Laser Er:YAG 2940 nm 2B
Laser long pulse alexandrite 755 nm 2B
7 Nevus Ota Laser QS Nd:YAG 1064 nm 1B
Laser QS alexandrite 755 nm 1B
Laser QS ruby 694 nm 1B
8 Nevus Hori Laser QS Nd:YAG 1064 nm 1B
Laser QS alexandrite 755 nm 1B
Laser QS ruby 694 nm 1B
9 Melasma Laser QS ruby 694 nm 2C
Laser CO2 + laser QS alexandrite 755 2C
nm 2C
QS alexandrite 755 nm 2C
Laser Er:YAG 2940 nm
10 Freckles laser QS Nd:YAG 532 nm 2B
Keterampilan Terapeutik 81
VIII. Kepustakaan
1. Orringer JS. Non ablative laser and and light-based therapy: cosmetic and medical indications.
indications.
Dalam: Sewon K, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, dkk.,
penyunting. Fitzpatrick Dermatology. Edisi ke-9. NewYork: Mc.Graw Hill; 2019. h.3846-56.
h.3846 -56.
2. Mahoney AM, Weiss RA, Mariwalla K, Hruza GJ. Laser treatment of pi pigmented
gmented lesions and
tattoos. Dalam: Hruza GJ, Tanzi EL J, Dover JS, Alam M. penyunting. Laser and Lights.
Procedures in Cosmetic Dermatology. Edisi ke-4. Edinburg: Elsevier; 2018.h.71-100.
2018.h.71 -100.
3. Blalock TW. Ross EV. Nonablative laser and light skin rejuvenation. Dalam: Hruza GJ, Tanz Tanzii EL
J, Dover JS, Alam M. penyunting. Laser and
a nd Lights: Procedures in Cosmetic Dermatology. Edisi
ke-4. Edinburg: Elsevier; 2018. h.128-58.
4. Bray FN, Shah V, Nouri
Nouri K. Laser treatment of congenital melanocy
melanocytic
tic naevi: a review of the
literature. Laser Med Sci. 2016;31(1):197-204.
5. Small R. Laser treatment of pigmented
pigmented lesions. Dalam: Small R, Hoang D., penyunting. A
Practical Guide to Laser Procedures. Edisi ke-1. Philadelphia: Wolters Kluwer 2016. h. 103-54.
6. Kim HR, Ha JM, Park MS, Lee Y, Seo YJ, YJ, Kim CD, et al. A low-fluence 1064 nm Q-switched
neodymium-doped ytrrium aluminium garnet laser for the treatment of café-au lait macules. J Am
Acad Dermatol. 2015; 73(3);477-83.
7. Aurangabadkar. Lasers and light for pigmented lesion. Dalam: Koushik L, Abhishek D, Aarti S,
penyunting, Textbook of Laser in Dermatology, Edisi ke-1. New Delhi/London/ Panama;2016.
h.77-92
8. Momen S, Mallipeddi R, Al-Niami F. The use of lasers in Becker’s naevus: an evidence based
review. J Cosmet Laser Ther. 2016;18(4):188-92.
9. Trivedi MK, Yang FC, Cho BK. BK. A review of laser and light therapy in melasma. Int J Women
–
Dermatol. 2017;3(1):11 20.
10. Husain Z, Alster TS. The role of lasers and intense pulsed light technology in dermatology. Clin
Cosmet Investig Dermatol. 2016;9:29–40.
11. Graber EM, Dover JS. Lasers and lights for treating
treati ng pigmented lesions. Dalam: Nouri K,
penyunting. Lasers in Dermatology and Medicine. Edisi ke-2. Switzerland: Springer.2018.h.83-
104.
12. Aurangabadkar S. Pigment specific laser and light devices. Dalam: Madan V, penyunting.
Practical Introduction to Laser Dermatology. Cham:Springer.2020. h.91-114.
13. Lee JD, Lee JK, Oh MJM. Lasers and PIH in Asian. Dalam: Lee JD, Lee JK, Oh MJM, penyunting.
Principles and Choice of Laser Treatment in Dermatology. Edisi ke-2. Singapore: Springer; 20202 020
h. 83-93
14. Lee JD, Lee JK, Oh MJM. Pigment lasers. Dalam: Lee JD, Lee JK, Oh MJM, penyunting.
Principles and Choice of Laser Treatment in Dermatology. Edisi ke-2. Singapore: Springer; 20202 020
h. 141-58
15. Belkin DA, Geronemus RG. Pigment lasers and light treatments. Dalam: Alam M, penyunting.
Evidence-Based procedural Dermatology. Edisi ke-2. Cham: Springer;2019. h. 259-73.
Keterampilan Terapeutik 82
B.22 Laser dan IPL
IPL Pe
Peng
nghil
hil ang Rambut
Rambut
I. Definisi
Hair removal menggunakan laser adalah salah satu pilihan tindakan untuk
menghilangkan/mengurangi rambut akibat suatu penyakit atau rambut yang tidak
(unwanted hair). Pemilihan panjang gelombang laser harus
dikehendaki (unwanted ha rus disesuaikan
1-3
dengan tipe kulit Fitzpatrick.
14.
15. Penggunaan
Pertumbuhankrim pemutih/depilatory
rambut yang meningkatcream
tanpa 2diketahui
minggu sebelumnya
sebabnya.
IV. Persiapan
Al at 8-12
1. Long pulsed ruby 694 nm (1B)
2. Long pulsed Alexandritte755 nm (1B)
3. Pulsed diode 800 nm (1B)
4. Long pulsed Nd:YAG1064 nm (1B)
5. Qs-Nd: YAG1064 nm (temporary hair removal) (1B)
6. Intense pulsed light (IPL) (1B)
7. IPL dikombinasikan. dengan radiofrequency (1B)
Al at p el
elin
in du ng di r i
1. Sarung tangan
Keterampilan Terapeutik 83
2. Masker
3. Kacamata pelindung dokter dan perawat
4. Kacamata pelindung pasien
5. Smoke evacuator
Bahan
rsi apan Dokt er1-6 (1A)
Persi
Pe
1. Informed consent tentang tindakan laser dan lig light,
ht, risiko/komplikasi tindakan
tindakan,,
dalam formulir khusus dan ditandatangani pemberi informasi dan penerima
informasi.
2. Persiapan berupa cuc cucii tangan, dilanjutkan menggunak
menggunakan an sarung tangan, dadan
n
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser ddan
an light meng
menggunakan
gunakan paramet
parameter
er disesuaikan kondisi kelainan
pasien.
5. Cuci tanga
tangan
n dan perawatan pasca tindak
tindakan.
an.
Keterampilan Terapeutik 84
V. Prosedur Tindakan2,9-13 (1A)
1. Dokter mempersiapk
mempersiapkan an alat laser atau light dengan menentukan parameter.
2. Hand piece dipasan
dipasangg dan dipilih ses
sesuai
uai panjang g
gelombang
elombang dan spot size yyang
ang
akan digunakan. Hand piece digerakkan di area tindakan, bersamaan dengan
kaki menekan (footswitch) atau jari tangan menekan (hand switch).
3. Sinar laser atau light ditembakkan k kee area yang ak
akan
an dilakukan hair removal
sampai terjadi perubahan klinis (end point). End point berupa singed hair smell,
eritema, hair extrusion, rambut terbakar.
4. Lakukan kokompres
mpres meng
menggunakan
gunakan ice pack kisara
kisaran
n 15 menit
menit..
5. Area pasca tindaka
tindakann dibersihkan dengan cairan N NaCl
aCl 0,9% dan dioleskan
dioleskan salep
kortikosteroid/antibiotik topikal.
VII. Kepustakaan
1. Ibrahimi OA, Kilmer SL. Laser hair removal. Dalam: Hruza GJ, Tanzi EL, penyunting. Lasers and
Lights. Edisi ke-4. New York: Elsevier;2018. h.39-53.
2. Oringer JS. Nonablative laser and light-based therapy: cosmetic and medical indications. Dalam:
Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, dkk., penyunting.
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York:McGraw-Hill Education.2019.h.3851-2.
3. Goldberg DJ. Current trends in intense pulsed light. J Clin Aesthet Dermatol. 2012; 5(6):45 –53.
4. Bhat YJ, Bashir
Bashir S, Nabi N, Hassan I. Laser Treatment inin Hirsutism: An
An Update. Dermatol Pract
Concept. 2020;10(2):1-8.
5. Vaidya T, Hohman MH, Kumar D D. Laser hair removal. [Updated 2021 Aug 26]. Dalam:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507861/
6. Small R. Hair
Hair removal. Dalam: Small
Small R, Hoang D, penyunting. A Practical Guide to Laser
Procedures. Philadelphia:Wolters Kluwer. 2016. h.55-82.
7. Garden JM, Zelickson
Zelickson B, Gold
Gold MH, Friedman
Friedman D, Kutscher
Kutscher TD, Afsahi V. Home hair removal in all
skin types with a combined radiofrequency and optical energy source device. Dermatol Surg.
2014; 40(2):142-51.
8. Nicola Z, Marina P, Daniela DG, Luigi C, Paolo M, M, Paolo S, dkk. Combined laser assisted
treatment for permanent hair removal for skin types I-V with Alexandrite 755nm and Nd:YAG
1064nm lasers. Dermatol Ther. 2021;34:e14599.
9. Al-Hamamy HR, HR, Saleh AZ,
AZ, Rashed ZA.ZA. Evaluation of effectiveness of diode laser system
system (808
nm) versus intense pulse light (IPL) in the management of unwanted hair: a split face comparative
study. Int J Med Phys Clin Eng Radiat Oncol. 2015(4):41-8.
10. Dorgham NA, Dorgham DA. Lasers for reduction of unwanted hair skin of color: A systematic
review and meta-analysis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2019;34(5):1-27.
11. Ormiga P, Aguinaga F. Laser for hair removal. Dalam: Issa MCA, Tamura B, penyunting. Lasers,
Lights and Other Technologies. Cham: Springer.2018; h.223-231.
12. Vejjabhinanta V, Nouri K, Singh A, Huo R, Charoensawad R, Camacho I, dkk. Laser for hair
removal. Dalam: Nouri K, penyunting. Lasers in Dermatology and Medicine. Edisi ke-2. Cham:
Keterampilan Terapeutik 85
B.23 Laserr Untuk Kelainan Tumor
Lase Tumor Jinak Kul
Kulit
it
I. Definisi 1,3-5
Penatalaksanaan tumor jinak kulit dengan menggunakan laser CO2
CO2 dan laser
ablatif lainnya (laser Er:YAG)
Keterampilan Terapeutik 86
V. Persiapan
rsi apan Dokter 1,3-5,12,13
Persi
Pe
1. Pemberian keteranga
keterangan n tentang tindakan la
laser,
ser, risiko/komplikasi y
yang
ang diberikan
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tanga
tangan
n dan perawatan paska tindakan.
Al at 1-13
1. Carbodioxide (CO2) 10.600 nm
2. Er: YAG 2940 nm
VI.
VI. Prosedur Tindakan1-3,5,12,13
1. Dokter mempersiapka
mempersiapkan
parameter, sebaiknya ndilakukan
alat laserspot
dantest.
ukuran beam (sinar) dan men
menentukan
entukan
2. Menembakkan sin sinar
ar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end
point) berupa karbonisasi.
3. Lesi dikompres dengan kasa dan NaCl 0,9%, dapat dalam kondisi dingin (ice
pack) selama 10-20 menit.
4. Lesi diberi antibiotik topikal.
5. Lakukan peraw
perawatan
atan luka tertutup s sampai
ampai 1x24 jam, lalu selanjutnya dapat
dilakukan rawat luka terbuka sampai luka sembuh dengan antibiotik topikal.
Keterampilan Terapeutik 87
VII. Level of Eviden
Evidence
ce
Keterampilan Terapeutik 88
IX. Kepustakaan
1. Mcllwee BE,
BE, Alster TS. Laser skin resurfacing: cosmetic and medical applications. Dalam: Kang
Kang
S, Katz SI, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al. penyunting.
Fitzpatrick Dermatology. Edisi ke-9. New York: Mc. Graw Hill; 2019.h.3834-45.
2019.h.38 34-45.
2. Glaser DA, Semchyshyn NL, Carnio PJ. Carbon Carbon dioxide laser resurfacing, Fractional
resurfacing and YSGG resurfacing. Dalam: Carniol PJ, Saddick NS. Clinical procedures in Laser
Skin Rejuvenation. Edisi ke-1. Chennai: Replika Press; 2007.h.30-56.
3. Anolik R, Geronemus RG. Complications of fractional lasers (ablative and nonablative). Dalam:
Tosti, Beer K, Padova MP. Management of complications of cosmetic procedures. Berlin:
4. Springer
AlNomairVerlag; 2012.h.23-36.
N, Nazarian M, Marmur
Marmur E. Complications in Lasers, Lights, andand Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg 2012;28:340-6.
5. Wanitphakdeedecha R, Alster TS. Lasers for resurfacing. Dalam: Nouri K. Lasers in dermatology
and medicine. London:Springer Verlag;2011.h.103-22.
6. Ali BMM,
BMM, El-Tatawy RA, Ismael MA. Electrocautery versus ablative Co2 laser in the treatment of
seborrheic keratoses: a clinical and histopathological study. J Egypt W Derm. 2014;136-141.
7. Aral BB, Gurel MS. Effectiveness of erbium:YAG laser and cryosurgery in seborrheic keratoses:
Randomized, prospective intraindividual comparison study. J Derm T. 2015:26;45-54.
8. Sterling JC, Gibbs S, Husain SSH, Mustapa MFM, Hanfield-jones SE. British association of
dermatologist’ guidelines for the management of cutaneous warts 201 4. BJD. 2014; 696-712.
9. Zane C, Facchinetti E, Rossi MT, Specchia C, Ortel B, Pinton CP. Cryotherapy is preferable to
ablative CO2 laser for the treatment of isolated actinic keratoses of the face and scalp: a
randomized clinical trial. British Journal of Dermatology. 2014;170:1114 –21.
10. Cho BS,
BS, Kim JH, Noh S, Lee SJ, Kim, Lee JH. Treatment of SyringomaSyringoma Using an Ablative
10,600-nm Carbon Dioxide Fractional Laser: A Prospective Analysis of 35 Patients. Dermatol
Surg. 2011;37:433–38.
11. Abdelkaber M, Alashry SE. Argon laser versus erbium:YAG laser in the treatment of
xanthelasma palpebrarum. Saudi Journal of Ophtalmology 2015;29:116-20.
12. David, Jeremy M. Complication and legal consideration of laser and light treatments. Dalam:
Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.10-20.
13. Willard RJ. Moody BR, Hruza GJ. Carbondioxide and erbium:YAG laser ablation. Dalam: Kuhn
B, Bonnet C. Cutaneous and cosmetic laser surgery. Edisi ke-1. China: Elsevier;2006.h.155-82.
Elsevier;2006.h.155-82.
Keterampilan Terapeutik 89
B.24 Laserr Untuk Kelainan Va
Lase Vasku
skular
lar
I. Definisi 1-5
Laser dan light vaskular adalah laser dan light yang digunakan untuk penanganan
lesi vaskular dengan target kromofor utama oksihemoglobin.
II. Indikasi
1. Malformasi vaskular 6 (1C)
2. Port-wine stain 5-8 (1A)
3. Hemangioma 6-11 (1B)
4. Cherry angioma 6-11 (1B)
5. Telangiektasia 6-8,13,14 (1A)
6. Granuloma piogenikum 6,14-17 (1C)
7. Striae rubra 6 (1C)
8. Poikiloderma of civatte 13-15,17 (1C)
9. Rosasea 6,18 (1A)
10. Angiokeratoma 6 (1B)
1-5
III. Kontraindikasi
1. Infeksi aktif pad
padaa area laser (misalnya: hherpes
erpes simpleks aktif, akne pustular,
selulitis)
2. Peradangan k kulit
ulit pada area laser (misa
(misalnya:
lnya: dermatitis atopik, vitiligo)
3. Melanoma ata atau
u lesi suspek melanoma pa pada
da area laser
4. Deep peeling,
peeling, dermabrasi, terapi radiasi pada area laser selama 6 bulan terakhir
5. Perdarahan ab abnormal
normal (misalnya:
(misalnya: trombosito
trombositopenia,
penia, peng
penggunaan
gunaan antikoagulan)
6. Gangguan pen penyembuhan
yembuhan luka
luka (misalnya: pengobatan imunosupresif, diabetesdiabetes
mellitus tidak terkontrol)
7. Kondisi penya
penyakit
kit sistemik tidak terkontrol (misalny
(misalnya:
a: hipertensi, ppenyakit
enyakit paru
dan kardiovaskular berat)
8. Penggunaan isotretinoin selama 6 bulan terakhir
9. Gangguan fotosensitivitas (misalnya: L Lupus
upus eritemeto
eritemetosus
sus sistemik)
10. Kehamilan dan menyusui
11. Ekspektasi pasien yang berlebih.
IV. Persiapan
Al at 1-6
1. Nd:YAG (potassium-tytanyl-phosphate (KTP) 532 nm dan 1064 nm7,19 (1B)
2. Pulsed dye laser (PDL) 585-595 nm7,20 (1A)
3. Long pulsed neodymium: yttrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) 1064 nm12,20 (1B)
4. Intense pulsed light (IPL)6 (1A)
5. Carbon dioxide (CO2)10.600 nm7 (1C)
6. Er:YAG 29.400 nm6 (1C)
7. Long pulsed diode 980 nm6 (1B)
8. Long pulsed alexandrite 755 nm6(1C).
Keterampilan Terapeutik 90
Tabel 1. Pilihan laser berdasarkan kelaianan vaskular6-8, 11-16
No. Kelainan Vaskular Alat LOE
1. Malformasi Kapiler (PWS) PDL 585-595 nm Long pulsed 1A
Nd: YAG 1064 nm
IPL 1B
Long pulsed KTP 532 nm 1B
2. Hemangioma PDL 585-595 nm Fraksional 1A
CO2 1C
3. Cherry Angioma PDL 585-595 nm
nm 1A
4. Telangiektasia PDL 585-595 nm Long 1A
Al at p eli nd un g d i ri
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kacamata pelindung dokter dan perawat
4. Kacamata pelindung pasien
5. Eyeshield corneal (jika diperlukan)
6. Face shield (jika diperlukan)
7. Smoke evacuator
Persi apa
Persi apann Dokter 3-5 (1A)
1. Pemberian informasi mengenai tindakan laser dan light termasuk risiko/komplikasi
r isiko/komplikasi
dalam formulir khusus, ditanda tangani pemberi informasi dan penerima informasi.
2. Cuci tangan, dilanjutkan meng
menggunakan
gunakan sar
sarung
ung tangan, dan masker.
3. Perlindungan mata dokter dan petug petugas
as medis pendamping, dengan kacamat
kacamataa
khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dan light dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan
kelainan dan tipe kulit pasien.
5. Cuci ttangan
angan d
dan
an peraw
perawatan
atan pasc
pascaa tindak
tindakan.
an.
Keterampilan Terapeutik 91
4. Daerah ya
yang
ng akan d dilakukan
ilakukan tindaka
tindakann dibersihk
dibersihkan
an dengan alk ohol swab.
alkohol
5. Bila diperlukan, pada a area
rea tidak luas pasi
pasien
en diberikan anestesi
anestesi topik
topikal
al selama 45-
60 menit.
6. Anestesi berupa cooling device bila diperlukan.
7. Penggunaan sedatif dan analgesik bila d diperlukan.
iperlukan.
8. Setelah anestes
anestesi,
i, krim anestes
anestesii topikal dibersihka
dibersihkan
n menggu
menggunakan
nakan kasa pa pada
da area
yang akan dilakukan tindakan laser .
9. Mata pasien ditutup deng
denganan kacamata khusus pelindung si sinar
nar laser.
VI. Pros
Prosedur
edur Pa
Pasca
sca Tindak
Tindakan an 3-5,16 (1A)
1. Perawatan pasca laser tergantung luka pasca tindakan tindakan serta luas perlukaan
lapisan epidermis.
2. Edukasi setelah tindakan laser, pasienpasien dapat men
menggunakan
ggunakan ice pack atau
kompres dingin, ditempelkan di area pasca laser dan light selama 10-15 menit.
3. Antibiotik, anti inflamas
inflamasi,
i, dan kortikos
kortikosteroid
teroid topikal dapat diberikan bila perlu
setelah tindakan dan dalam waktu singkat.
4. Pasien mengura
mengurangi ngi pajanan sinar matahari selama 2 pekan, deng dengan
an
menggunakan tabir surya SPF 30 atau pelindung lain.
5. Hindari mengg
menggaruk
aruk atau menggores area pas pasca
ca laser.
6. Hindari penggunaa
penggunaan n bahan da dann kegiatan yan
yangg dapat meng
mengiritasi
iritasi kulit (misal:
scrubing dan kosmetik).
7. Bila ny
nyeri,
eri, dap
dapat
at me
mengkonsumsi
ngkonsumsi analgesik.
Keterampilan Terapeutik 92
VII. Kepustakaan
1. Rinaldi G, Syed SB, SB, Madan V. Laser for vascular indications. Dalam: Madan V. penyunting.
Practical Introduction to Laser Dermatology. Cham: Springer; 2020. h. 53-90.
2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Laser sand flash lamps in dermatology.dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. penyunting. Fitzpatrick
Dermatology. Edisi ke-9. New York: Mc.Graw Hill; 2019. h.5371-406.
3. Cheng N, Rubin IK, Kelly KM. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: H Hruza
ruza G, Avram M,
Dover J, Alam M. Laser and Lights. Edisi ke-4.
ke -4. New York: Elseiver; 2018. h.11-
h.11-21.
21.
4. Martin DA, Geronemus RG. RG. Vascular laser and light treatment. Dalam: Alam Alam M, penyunting.
Evidance Based Procedural Dermatology. 2019. Cham: Springer. h.243-258
5. Adamic M, Pavlovic
Pavlovic MD, Rubin AT, Ekback MP, Boixeda Boixeda P. Guideline of care for vascular laser
and intense pulse light sources from the European society for laser dermatology. J Eur Acad
Dermatol Venereol. 2015. h. 1661-78
6. Joo J, Michael
Michael D, Kilmer S. Laser for treatment of vascular lessions.
lessions. Dalam: Nauri K, penyunting.
Laser in Dermatology and Medicine. Edisi ke -5. - 5. Cham: Springer; 2018.h.49-52.
7. Craig LM, Alster TS.TS. Vascular skin lesions
lesions in children: a review of laser surgical and medical
treatments. Dermatol Surg. 2013;39(8):1137-46.
8. Obi AT, Sutzko DC, Almeida
Almeida JI, Kabnick L, Cronenwett JL, dkk. First 10-month results of the
vascular quality initiative varicose vein registry. J Vasc Surg Venous Lymphat Disord. 2017;
5(3):312-20.e2.
9. Brightman LA, Braurer JA, Terushkin V, H Hunzeker
unzeker C, Reddy KK, Weiss ET, dkk . Ablatif fractional
resurfacing for involuted hemangioma residuum. Arch Dermatol. 2012:148(11): 1294-98.
10. Tanghetti EA. Split-face randomized treatment of facial telangiectasia comparing pulsed dye d ye laser
and an intense pulsed light handpiece. Laser Surg Med. 2012; 44(2):97-102.
11. Kovacevska G, Tomov G, Voynov P. Non-surgical treatment of lip venous lake using a 980 nm
diode laser: report of series of 10 cases. Int J Sci Res. 2015(4): 2:140-5.
12. Moser CM, Hamsah C. Succesful treatment of cutaneous venous malformations in a patient with
blue rubber bleb nevus syndrome by Nd: YAG laser. Br J Dermatol. 2012; 166(5):1143-5.
13. Zonungsangan. Pyogenic granuloma treated with continuous wave CO2 laser l aser followed by
ultrapulsed CO2 laser ablation. Our Dermatol Online.2014; 6(2):160-2.
14. Feurazad R, Nokhbatolfoghahaei H, Khoei F, Kalhori KA. Pyogenic granuloma: surgical treatment
with Er: YAG laser. J Laser Med Sci. 2014:5(4): 199-205.
15. Fogaca AS. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Issa MCA, Tamura B, penyunting. Laser,
light, and other thecnology. Cham: Springer. 2018.h.263-266.
16. Husain Z, Alster TS. The role of laser and intense pulse light technology in dermatology.
derm atology. Clin
Cosmet Investig Dermatol.2016;9:29-40.
Keterampilan Terapeutik 93
B.25 Laserr Untuk Menghilangkan Tato
Lase Tato
I. Definisi
Tindakan untuk menghilangkan tato dengan menggunakan laser. Tato merupakan
suatu kondisi masuknya pigmen eksogen ke dalam lapisan dermis disebabkan oleh
tindakan yang disengaja, tidak disengaja atau karena jejas/trauma.1––33
IV. Persiapan
Al at 1-4,6-14
1. QS Ruby 694 nm (1B)
2. QS Nd: YAG1064 nm (1B)
3. Frequency double QS Nd: YAG 532 nm (1C)
4. Picosecond Alexandrite 755 nm
nm)) (1A)
5. Picosecond Nd: YAG1064
YAG1064 nm, 785 nm, 532 nm (1B)
6. Frequency double Nd: YAG1064 nm (1C)
Keterampilan Terapeutik 94
Al at p eli nd un g d ir i
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kacamata pelindung dokter dan perawat
4. Kacamata pelindung pasien
5. Face shield (jika diperlukan)
6. Smoke evacuator
V. Prosedur Tindakan1,2,5,15-16
1. Dokter mempersiapka
mempersiapkan n alat laser deng
dengan
an menentukan parameter dan s sebaiknya
ebaiknya
dilakukan spot test.
test.
2. Spot test sebaikny
sebaiknya a dilakukan untuk p pasien
asien dengan w warna
arna kulit gelap (tipe kulit
Fitzpatrick IV-VI), pasien dengan tato multicolor, pasien dengan risiko lepuh lebih
besar, dan tato kosmetik untuk menghindari paradoxical darkening.darkening. Spot test
dinilai selama 4-6 pekan.
3. Sinar laser dite
ditembakkan
mbakkan p pada
ada tato ssampai
ampai terjadi perubahan klin is (endpoint). End
klinis
point berupa perubahan klinis seperti whitish, snapping sound,sound, bintik perdarahan
(pin point bleeding).
bleeding).
4. Setelah end point tercapai area pasca laser dikompres dingin.
5. Area pasca laser dikodikompres
mpres deng
denganan larutan N
NaCl
aCl 0,9%.
6. Dilakukan peraw
perawatan
atan luka pasca tindak
tindakan
an laser ses
sesuai
uai prosedur.
Keterampilan Terapeutik 95
Prosedur Pa sca Tindakan 1,2,5,15
Pasca
1. Perawatan pasca laser tergantung ada tidaknya luka serta luas perlukaan lapislapisan
an
epidermis.
2. Edukasi men
mengenai
genai reaksi tindakan yan
yangg mungkin terjadi: whitish
whitish,, edema, pruritus,
punctuate bleeding,
bleeding, terbentuk krusta di kulit.
3. Setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau kompres
dingin, yang ditempelkan di area pasca laser selama10-15 menit.
4. Antibiotik dan anti inflamasi serta kortikosteroid topikal
topikal dapat diberikan
diberikan sesaat
segera tindakan bila perlu dan diberikan dalam waktu singkat.
5. Pasien sebaikny
sebaiknyaa menguran
mengurangigi pajanan sinar matahari selama 2 minggu, dengan
menggunakan
menggunak an tabir surya SPF 30 atau pelindung lain.
6. Hindari mengg
menggaruk
aruk atau menggores area pasc
pasca
a laser.
7. Tindakan dapat diulang interval 6-8 minggu. Jumlah sesi tindakan dapat
diperkirakan dari perhitungan menggunakan Kirby-Desai Tattoo Removal Scale.
VI. Kepustakaan
1. Truswell IV WH. Lasers and Light, Peels and Abrasions Applications and Treatments. Edisi ke-
1. New York: Thieme Medical; 2016. h. 109 –19.
2. Mahoney AM, Weiss RA, Mariwalla K, Hruza GJ. Laser Laser treatment of pigmented
pigmented lesions and
tattoos. Dalam: Hruza GJ, Tanzi EL, penyunting. Lasers and Lights. Edisi ke-4. New York:
Elsevier; 2018. h. 71–100.
3. Cannarozzo G, Nisticò
Nisticò SP, Zappia E, del Duca E, Provenzano
Provenzano E, Patruno
Patruno C, dkk. Q-switched
Q-switched
1064/532 nm laser with nanosecond pulse in tattoo treatment: A double-center retrospective
study. Life. 2021;11(7):708–14.
4. Seitz AT, Grunewald S, Wagner JA, Simon JC, Paasch U. Fractional CO2 laser is as effective
effective as
Q-switched ruby laser for the initial treatment of a traumatic tattoo. J Cosmet Laser Ther.
2014;16(6):303–5.
5. Aesthet Surg. 2015;8(1):9 –15.
Goh CL, Ho SG. Laser tattoo removal: A clinical update. J Cutan Aesthet
6. Small R. Tattoo removal. Dalam:
Dalam: Small R, Hoang D, penyunting. A Practical Guide to Laser
Procedures. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2016. h. 133 –62.
7. Orringer JS. Nonablative laser and light-based therapy: cosmetic and medical indications. Dalam:
Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, dkk., penyunting.
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw-Hill; 2019. h. 3852 –4.
8. Qu Y, Feng X, Liang J, Liu J, Gao D. The picosecond laser effects on tattoo removal and
metabolic pathways. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2021;14:1343 –50.
9. Gurnani P, Williams N, AL-Hetheli G, Chukwuma O, Roth R, Fajardo F, dkk. Comparing
Comparing the
efficacy and safety of laser treatments in tattoo removal: A systematic review. J Am Acad
Dermatol. 2020;32349-5.
10. Belkin DA, Geronemus RG. Pigment lasers and light treatments. Dalam: Alam M, penyunting.
Evidence-Based Procedural Dermatology. Edisi ke-2. Cham: Springer ; 2019. h. 259–68.
11. Reiter O, Atzmony L, Akerman L, Levi A, Kershenovich R, Lapidoth M, dkk. Picosecond lasers
for tattoo removal: A systematic review. Lasers Med Sci. 2016;31(7):1397 –405.
12. Bernstein EF, Schomacker KT, Basilavecchio LD, Plugis JM, Bhawalkar JD. A novel dual-
wavelength, Nd:YAG, picosecond-domain laser safelysafel y and effectively removes multicolor tattoos.
Lasers Surg Medicine. 2015;47(7):542–8.
13. Lee JD, Lee JK, Jin M, Oh M. Pigment lasers. Dalam: Lee JD, Lee JK, Oh MJM, penyunting.
Principles and Choice Laser Treatment in Dermatology. Singapore: Springer; 2020. 2 020. h. 153 –5.
14. Wu DC, Goldman MP, Wat H, Chan HHL. A systematic review of picosecond laser in
dermatology: Evidence and recommendations. Lasers Surg Med. 2021;53(1):9 –49.
15. Park KC, Park ES, Nam SM, Shin JS. JS. The utility of picosecond Nd:YAG laser for tattoo removal.
Med Lasers. 2021;10(1):31–6.
16. Goh CL, Ho SG. Lasers for tatto removal. Dalam: Koushik L, Abhishek D, Aarti S, penyunting,
Textbook of Laser in Dermatology, Edisi ke-1.
k e-1. New Delhi: JP Medical;2016. h.124-32.
Keterampilan Terapeutik 96
B.26 Laserr Untuk Resurfacing
Lase
I. Definisi
Penggunaan laser sebagai usaha untuk memperbaiki fungsi kulit yang terganggu,
merupakan bagian dari proses penghambat penuaan kulit dengan cara merangsang
perbaikan fungsi jaringan ikat kolagen. Resurfacing dapat menggunakan laser ablatif,
1-4
non ablatif, dan fraksional.
IV. Persiapan
Al at 5,7-9
1. Laser ablatif
a. CO2 (pulsed
(pulsed)1064
)1064 nm (1A)
b. Er:YAG( pulsed)2940
Er:YAG(pulsed )2940 nm (1A)
2. Laser non ablatif
a. KTP 532 nm (1B)
b. Pulsed dye laser 585-595 nm (2B)
Keterampilan Terapeutik 97
c. Nd:YAG QS 1064 nm (1B)
d. Nd:YAG LP 1064 nm (1B)
e. Nd:YAG 1320 nm (1B)
3. Fraksional
a. Ablatif
CO2 (1064 nm) (1B)
Fraksional 2940 nm ER:YAG laser
b. Non ablatif
Fractional 1540 Er:glass (1C)
4. IPL 515-1200 nm (1B)
5. Smoke evacuator.
Al at p eli nd un g d ir i
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kacamata pelindung dokter d
dan
an perawat
4. Kacamata pelindung pasien
Keterampilan Terapeutik 98
3. End point berupa whitish
whitish,, eritema.
4. Setelah end point tercapai, area lesi pa pasca
sca laser dikompres ding
dingin.
in.
5. Area pasca laser dikompres dengan cairan NaCl 0,9%.
6. Bila terjadi perlukaa
perlukaan
n di epid
epidermis,
ermis, lakukan perawatan luka
luka tertutup s
sesuai
esuai
dengan prosedur.
VII. Kepustakaan
1. Mcllwee BE, Alster TS. Laser skin resurfacing: cosmetic and medical application. Dalam:
Dalam: Sewon
K, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, dkk., penyunting. Fitzpatricks’s
Dermatology. Edisi ke-9. Philadelphia: Mc Graw-Hill; 2019. h. 3834-44.
2. Carniol PJ, DeJoseph LM. Fractional Laser Skin Resurfacing. Dalam: Laser and Light, Peels and
Abrasions Applications and Treatments. Truswell
T ruswell IV WH, ppenyunting.
enyunting. New York: Thieme; 2016.
h.28-34.
3. Wanitphakdeedecha R, Alster TS. Laser for resurfacing.
resurfacing. Dalam: Nouri
Nouri K, Miller LM, penyunting.
Lasers in Dermatology and Medicine. Edisi ke-2. Miami: Springer; 2018. h. 137-63.
4. Small R.R. Wrinkles-Nonablative Resurfacing. Dalam: Small R, Hoang D penyunting. A Practical
Guide to Laser Procedures. Philadelphia:Wolters Kluwer.2016. h.163-215.
5. Gan SD, Orringer JS. Nonablative fractional energy treatments. D Dalam:
alam: Alam M, penyunting.
Evidence-Based Procedural Dermatology. Edisi ke-2. Cham: Springer; 2019. h. 275-90.
6. Chen KH, Tam KW, Chen IF, Huang SK, Tzeng PC, Wang HJ, et al. A systematic review of
comparative studies of CO2 and erbium:YAG lasers in resurfacing facial rhytides (wrinkles). J
Cosmet Laser Ther. 2017;19(4):199-204.
7. Mirza HN, Mirza FN, Khatri KA. Outcomes and adverse effects of ablative vs nonablative lasers
for skin resurfacing: A systematic review of 1093 patients. Dermatol Ther. 2021;34:1-12.
8. Lee JD, Lee JK, Oh Min JM. Ablative lasers and fractional lasers. Dalam: Lee JD, Lee JK, Oh
Min JM, penyunting. Principles and Choice of Laser Treatment in Dermatology. 2018.h.225-28.
9. Pozner JN, Dibernardo BE, Bass LS. Laser resurfacing. Dalam: Hruza GJ, Tanzi EL. Laser and
Lights. Edisi ke-4. New York: Saunders Elsevier;2018:83-94.
10. Khattar MA. Non-ablative lasers for photorejuvenation. Dalam: Issa MCA,
MCA, Tamura B, penyunting.
Lasers, Lights and Other Technologies. Cham: Springer; 2018. h.89-103.
11. Madan V. Ablative Lasers.
Laser s. Dalam: Madan V, penyunting. Practical Introduction to Laser
Dermatology.Switzerland: Springer; 2020. h. 143-62.
12. Ormiga P, Aguinaga F. CO2 Laser for Photorejuvenation. Dalam: Issa MCA, Tamura B,
penyunting. Lasers, Lights and Other Technologies. Cham: Springer.2018.h.165-70.
Keterampilan Terapeutik 99
B.27 Laserr Untuk Ska
Lase Skarr Akne
I. Definisi
n skar akne dengan menggunakan laser. 1-3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaa
Al at p el
elin
in du ng di ri
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Kacamata pelindung dokter dan perawat
4. Kacamata pelindung pasien
5. Face shield (jika diperlukan)
6. Smoke evacuator
VI. Pros
Prosedur
edur Pa
Pasca
sca Tindak an4-5,7,9-15 (1A)
Tindakan
1. Perawatan pasca laser tergantung ada tidaknya luka dan luas perlukaan
epidermis.
2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau
kompres dingin, yang ditempelkan di area yang dilakukan tindakan laser selama
10-15 menit.
3. Gunakan antibiotik, anti inflamasi topikal, dan analgesik jika diperlukan. Steroid
topikal dapat diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu
singkat.
4. Pasien sebaiknya mengurangi pajanan sinar matahari selama 2 pekan dan
menggunakan tabir surya SPF 30 atau pelindung lain.
5. Hindari garukan atau goresan pada area setelah laser.
6. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya
scrubing dan kosmetik).
7. Bila nyeri berkelanjutan atau terdapat lepuh segera hubungi dokter.
I. Definisi
m ekanik closed-system untuk
Mikrodermabrasi adalah prosedur eksfoliasi kulit mekanik
mengikis kulit secara superfisial menggunakan elemen abrasif halus, seperti
diamond-tipped pad atau kristal aerosol, dengan tujuan regenerasi kulit. 1––33
2. Pasien
Informed consent
Dokumentasi sebelum tindakan
Evaluasi skin prototype
Evaluasi kondisi lokal kulit
I. Definisi
Skin needling adalah tindakan dengan tusukan multipel pada kulit dengan jarum
kecil untuk menginduksi pertumbuhan kolagen1 dan meningkatkan penetrasi obat. 2
II. Indikasi
1. Skar atrofi/hipertrofi3 (1A)
2. Skin rejuvenation4 (1C)
3. Skar akibat luka bakar5 (1C)
4. Striae distensae6 (1B)
5. Alopesia androgenetik 7 (1C)
6. Melasma8 (1C)
III. Kontraindikasi
1. Gangguan perdarahan dan koagulasi9
2. Kulit yang berpotensi keloid9
3. Kanker kulit, kutil, solar keratosis9
solar
9
4.
5. Sedang menjalani
Akne aktif 10 ke
kemoterapi,
moterapi, radioterapi, kortikosteroid dosis tingg
tinggii
6. Herpes labialis10
Pasien
1. Informed consent
2. Membersihkan wajah pasien
3. Dokumentasi pasien sebelum tindakan
VIII. Kepustakaan
1. Litchman, G., Nair,
Nair, P. A., & Badri, T. Microneedling. Dalam: StatPearls
StatPearls [Internet].
[Internet]. StatPearls
Publishing. 2019
2. Waghule T, Singhvi G, Dubey SK, Pandey MM, Gupta G, Singh M, Dua K. Microneedles: a smart
approach and increasing potential for transdermal drug delivery system. Biomed Pharmacother.
2019;109:1249-58.
3. Alster TS, Li MK. Microneedling of scars: a large prospective study with
with long-term follow-up.
follow-up. Plast
Recons Surg. 2020;145(2):358-64.
4. El‐Domyati M, Barakat M, Awad S, Medhat W, El ‐Fakahany H, Farag H. Multiple microneedling
sessions for minimally invasive facial rejuvenation: an objective assessment. Int J Dermatol.
2015;54(12):1361-9.
5. Busch KH,
KH, Bender R, Walezko N, Aziz H, Altintas MA, Aust
Aust MC. Combination of medical needling
and non-cultured autologous skin cell transplantation (ReNovaCell) for repigmentation of
hypopigmented burn scars. Burns. 2016;42(7):1556-66.
6. Alster TS, Li MK. Microneedling
Microneedling treatment of striae distensae in light and dark
dark skin with long-term
follow-up. Dermatol Surg. 2019;10.1097/DSS.0000000000002081.
7. Jha AK,
AK, Vinay
Vinay K. Androgenetic alopecia and microneedling:
microneedling: every needling is not microneedling.
microneedling.
J Am Acad Dermatol. 2019;81(2):e43-4.
8. Lima EVA,
EVA, Lima,MMD,
Lima,MMD, Paixão MP, Miot
Miot HA. Assessment
Assessment of the effects of skin microneedling as
adjuvant therapy for facial melasma: a pilot study. BMC Dermatol. 2017;17(1):14.
9. Singh
10. DeepaliA.,
B.Yadaf
Collagen Induction Therapy
S. Microneelding: with Dermaroller.
advanced CBMJ.
and widening 2012;1(1):35-37.
horizons. Indian Dermatol Online J.
2016;7(4):244-54.
11. Ramaut L, Hoeksema H, Pirayesh A, Stillaert F, F, Monstrey S. Microneedling:
Microneedling: Where do we stand
now? A systematic review of the literature. J Plast Reconst Aesth Surg. 2018;71(1):1-14.
12. Hou A, Cohen B, B, Haimovic A, Elbuluk N. Microneedling: a comprehensive review. Dermatol
Dermatol Surg.
2017;43(3):321-39.
13. Cohen BF, Eluluk N. Microneedling in skin color: a review of uses and efficacy. J Am Dermatol.
2016;74(2):348-55.
14. Lee, H. J., Lee, E.
E. G., Kang, S., Sung, J. H., Chung, H. M., & Kim, D. H. Efficacy of microneedling
plus human stem cell conditioned medium for skin rejuvenation: a randomized, controlled, blinded
split-face study. Ann Dermatol. 2014;26(5):584-91.
15. Singh A, Yadav
Yadav S. Microneedling: advances and widening horizons. Indian Dermatol Online J.
2016;7(4):244-54.
I. Definisi
Skleroterapi adalah penyuntikan sklerosan ke dalam lumen pembuluh darah yang
menyebabkan kerusakan endotel (endosklerosis), vasospasme dengan oklusi
fibrotik dan akhirnya obliterasi1, dengan tujuan untuk estetik dan fungsional.
Dispossible
Larutan salinsyringe
Alcohol swab
Kapas
Sarung tangan
Bebat kompresi
2. Pasien
Informed consent
Dokumentasi pasien sebelum tindakan
Tes Linton jika terdapat varises
VIII. Kepustakaan
1. Friedmann DP, Mishra V, Hsu JTS. Treatment of varicose veins and telangiectatic lower extremity
vessels. Dalam: Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ. penyunting.
Fitzpatrick’s Dermatology. Edisi ke-9. New York: McGraw Hill; 2019.h. 3871-94.
3871 -94.
2. Khunger N, Sacchidanand S. Standard guidelines for care: sclerotherapy in dermatology. Indian J
Dermatol Venereol Leprol. 2011:77:2:222-31.
3. Avlia Oliveira R, Mazzucca AC, Pachito DV, Riera R, R, Baptista Silca JCC. Evidence for varicose
vein treatment; an overview of systematic reviews. San Paulo Med J. 2018;136(4):1-9.
4. Stuker Mdebus ES, Hoffman J, Junger M, Kroger
Kroger K, Mumme A, Ramelet AA, Rabe E. Consensus
statement on the sympton based treatment of chronic venous diseases. J German Soc Dermatol.
2016;14;6:575-83
5. Neumann M, Thenard AC, Junger M, Mosti G, Munte K, Patsch H, dkk. Evidence Based (S3)
Guidelines for Diagnostic and Treatment of Venous Leg Ulcer. EDF guidelines leg ulcers. J Eur
Acad Dermatol Venereol 2016;30:1843-75.
6. Babe E, Partchs H, Hafner J, Lattimer C, Mosti
Mosti G, Neumann M, dkk. Indications for medical
compression stockings in venous and lymphatic disorders: An evidance based concencus
statement. Phlebology. 2018:33(3):163-84.
I. Definisi 1-6
Tindakan tandur alih rambut.
Metode FUE:
a. Alat ekstraksi rambut
b. Pinset ekstraksi
c. Alat insisi
d. Alat insersi
e. Pinset insersi
f. Set bedah
g. Mikroskop
4. Petugas
a. Dokter
b. Perawat terlatih
IV. Pros
Prosedur
edur Tind akan5,6
Tindakan
Follicular Unit Transplantation)
A. Metode FUT ((Follicular Transplantation)
1. Asepsis dan antisepsis
2. Anastesi lokal tumesen, infiltrasi dan/atau anestesi blok supraorbital.
3. Diseksi sstrip
trip dari k
kepala
epala bag
bagian
ian belak
belakang occipital))
ang ((occipital
4. Membagi dan membelah-belah strip menjadi unit folikular indiv
individual
idual atau
graft
5. Graft disimpan dalam larutan NaCl 0,9% / Ringer laktat dingin
6. Membuat insisi area resipien
7. Menempatkan graft
VI. Kepustakaan
1. Withworth JM, Seager DJ. Hair restoration Dalam: Nouri Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in
Dermatology Surgery. Edinburgh, Mosby; 2003.h.217-32.
2. Unaeze J, Ciocon DH. Hair transplantation. Dalam: Alam M (eds). Evidence based procedural
dermatology. New York: Springer; 2012:377-389.
3. Unger WP, Unger RH, Unger MA. MA. Hair transplantation and alopecia reduction. Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al. Dalam: Fitzpattrick’s dermatology in general medicine.
8th ed. New York:McGrawhill; 2013:3061-3076.
4. Unger WP and Shapiro R. Textbook of of Hair Transplantation. Edisi ke-4. Marcel Decker Inc; 2004.
5. Pathomvanich D., Imagawa K.. Practical Aspects
Aspects of Hair Transplantation in Asians. Springer Japan,
2018. https://doi.org/10.1007/978-4-431-56547-5.
6. Azar RP. FUE Hair Transplantation A Minimally Invasive Approach. Springer International
Publishing, 2019. https://doi.org/10.1007/978-3-319-75901-2.
A. Kel om po k St ud
udii Der matol
mat ol og
ogii L aser Ind on esi a (KSDLI)
1. dr. Amaranila
Amaranila Lalita D, Sp.KK, FINSDV, FAADV FAADV
2. Dr. dr.
dr. Yuli
Yuli Kurniawati, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
3.
4. dr.
dr. Teddy
NataliaSutrisna,
Wahyudi,Sp.KK,
Sp.KK,FINSDV,
FINSDV,FAADV
FAADV
5. dr. Inneke Jane H, M.Kes, Sp.KK
6. dr. David
David Sudarto
Sudarto Oeiria,
Oeiria, Sp.KK, FINSDV,
FINSDV, FAADV
FAADV
7. dr. Ni Putu
Putu Susari, Sp.KK, FINSDV, FAADV
FAADV
8. dr. M.
M. Akbar Wedyadhana, Sp.KK, FINSDV, FAADV
FAADV
9. dr. Sarah Diba, Sp.KK(K), FINSDV
10. dr. Puspita Ningrum, Sp.KK, FINSDV
11. dr. Irmadita Citrashanty, Sp.KK
112
D. Kelompok Tumor dan Bedah Kulit Indonesia (KSTBKI (KSTBKI))
1. Dr. dr. Imam Budi
Budi Putra,
Putra, Sp.KK(K),
Sp.KK(K), MHA, FINSDV,
FINSDV, FAADV
2. dr. Remenda Siregar, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
3. dr. Riana
Riana Miranda
Miranda Sinaga, M.Ked.(DV), Sp.KK(K), FINSDV
4. Dr. dr. Aida S.D. Hoemardani,
Hoemardani, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
FAADV
5. dr. Danang
Danang Tri Wahyudi, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
FAADV
6. dr. R. Inge Ade Krisanti, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
7. dr. Adhimukti
Adhimukti T. Sampurna,
Sampurna, Sp.KK(K),
Sp.KK(K), FINSDV,
FINSDV, FAADV
8. dr. Larisa Paramitha, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
FAADV
9. dr. Agassi Suseno Sutarjo, Sp.DV
10. dr. Sondang M.H. Aemilia P. Sirait, Sp.KK(K), MPd.Ked, FINSDV, FAADV
11. dr. Anesia Tania, Sp.KK
12. dr. Shafa Inayatullah, Sp.KK
13. dr. Ika Anggraini,
Anggraini, Sp.DV
14. dr. Mohammad Yoga Adi Waskito, Sp.DV
15. dr. Susanti Budiamal, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
16. Dr. dr. Yulia Farida Yahya, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
17. dr. Ennesta Asri, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
18. Prof. Dr. dr. Yohanes Widodo Wirohadidjojo,
Wirohadidjojo, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
19. dr. Arief Budiyanto, Ph.D, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV
20. dr. Dyah Ayu Mira Oktarina, PhD, Sp.KK, FINSDV
21. dr. Kartika Ruchiatan, Sp.KK(K), M.Kes., FINSDV
22. dr. Eva Krishna Sutedja, Sp.KK(K), M.Kes., FINSDV
23. Dr.
24. Prof.
dr.Dr. dr. Made
I Gusti NyomanWardhana,
Wardhana, Sp.KK(K),
Darmaputra, FINSDV,
SpKK(K), FAADV
FINSDV, FAADV
25. Dr. dr. Ketut Kwartantaya Winaya,
Winaya, Sp.KK, FINSDV, FAADV
26. dr. Arif Widiatmoko, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
27. dr. Muslimin, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
28. dr. Shienty Gasperz, Sp.KK
29. dr. Gunawan Budisantoso, Sp.KK, FINSDV, FAADV
30. dr. Edwin Djuanda, Sp.KK, FINSDV, FAADV
31. Dr. dr. Dhelya Widasmara, Sp.KK(K), FINSDV
32. dr. Airin Riskianty Nurdin, Sp.KK(K), M.Kes., FINSDV
33. Prof. Dr. dr. Anis Irawan
I rawan Anwar, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
34. Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
35. Dr. dr. Siswanto Wahab, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
113
HIMBAUAN
Kepada Yth.
Sejawat anggota PERDOSKI
Di
Tempat
PP PERDOSKI
Grand Ruko Salemba
Jl. Salemba Raya 1 no. 22, Unit no. 11
Telp/Fax. 021.3904517
Email: ppperdoski@cbn.net.id
Hormat kami,
Penyusun
114