Anda di halaman 1dari 26

BAB IV

PENAFSIRAN AYAT- AYAT TENTANG SYAFA’AT MENURUT IBNU KATSIR DI


DALAM KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-‘ADZIM

A. Ayat-ayat Tentang Syafa’at Dalam Al-Qur’an.

Kata syafaat secara etimologi berasal dari syafa'a yasyfa'u, yang artinya genap,
menjadikan genap apa yang ganjil (kurang). Isimnya adalah syafa'ah yang artinya penggenapan
yang ganjil (kurang). Sedangkan menurut istilah adalah permohonan untuk mengampuni
kesalahan. Pemohon syafaat disebut syafi', pemilik syafa'at syaafi' dan orang yang diterima
permohonan syafaatnya disebut musyaffa'. Dari sini diketahui bahwa syafaat hanya bisa
dikabulkan bagi orang yang mempunyai kekurangan, keasalahan akan tetapi ia harus mempunyai
kebaikan sebelumnya sebagai "modal". Dengan kata lain orang yang sama sekali tidak
mempunyai kebaikan maka tidak mungkin mendapatkan syafaat.1 Dalil-dalil tentang adanya
syafa‟at tidak terbilang jumlahnya, kata syafa‟at dalam berbagai bentuknya dikemukakan dalam
beberapa surah al-Qur‟an sebanyak 30 (tiga puluh) kali.
Banayaknya penyebutan masalah syafa‟at ini menunjukan betapa besarnya perhatian al-
Qur‟an terhadap salah satu prinsip ajaran Islam yang satu ini dan semoga Allah Swt senantiasa
melimpahkan syafa‟at-Nya kepada kita semua. Firman Allah Swt dalam kitab-Nya “wahai
orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian dari rizki yang telah kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada waktu itu tidak ada lagi jual beli, dan tidak
ada lagi persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafa‟at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zhalim.”(Q.S. Al-Baqarah: 254).
Dalam menafsirkan al-Qur‟an al-Karim adalah membebaskan seorang mufasir dari suatu
persepsi, lalu menunjukan perhatian pada maksud ayat dan memahami tujuanya dengan cara
“meminta ayat tersebut untuk berbicara,” dan juga ayat-ayat lainya yang barangkali bisa
memberikan petunjuk tentang maksud yang ada pada ayat yang ditafsirkan itu. Sedangkan
menafsirkan suatu ayat berdasarkan persepsi yang kita miliki dan menerapkanya atas landasan
pemikiran tersebut untuk kemudian menjadikan sebagai petunjuk dalam menentukan
kebenaranya itu tetap merupakan tafsir bi al-ra‟yi (dengan rasio) yang dikecam oleh Nabi dalam
1
DR. Nasr Abu Zayd
salah satu hadist mutawatirnya yang berbunyi, “ Barangsiapa menafsirkan al-Qu‟ran dengan
rasionya sendiri, hendaknya dia bersiap-siap mengisi tempatnya di neraka”
Untuk itu tidak ada cara lain kecuali mengemukakan ayat-ayat yang berkaitan dengan
syafa‟at, lalu menarik kesimpulan dari ayat-ayat tersebut secara serempak. Berdasarkan itu maka
menurut hemat penulis ayat-ayat yang berkaitan dengan syafa‟at akan di kemukakan dalam
pandangan tafsir Ibnu Katsir sesuai dengan bantahan terhadap orang-orang Yahudi terhadap
syafa‟at, para pemberi syafa‟at atas izin Allah dan para penerima syafa‟at.

1) Ayat-ayat Tentang Keyakinan Orang-orang Yahudi Terhadap Syafa‟at.


Yahudi meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka adalah anak-
anak dan kekasih-Nya. Tentang mereka ini Allah Swt berfirman :

       


Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, „Kami adalah putera-putera dan
kekasih-kekasih-Nya.” (Q.S. al-Ma‟idah:18).

Maksudnya, kami adalah keturunan para nabi-Nya sedangkan mereka adalah anak-anak-
Nya. Dia memperhatikan mereka karena itu Dia mencintai kami. Telah di nukil pula dari kitab
mereka bahwa Allah Swt. berfirman kepada hamba-Nya Isra‟il (Nabi Ya‟qub) “kamu adalah
anak pertama-Ku (yakni kesayangan-Ku)” lalu mereka menakwilkan kalimat ini dengan
pengertian yang tidak sebenarnya dan mereka mengubahnya. Mereka dibantah oleh bukan hanya
seorang dari kalangan orang-orang pandai mereka yang telah masuk Islam, bahwa kalimat ini
diucapkan dikalangan mereka untuk menunjukan makna menghormat dan memuliakan (bukan
seperti yang tertulis). Sama halnya dengan apa yang telah dinukil dari kitab orang-orang Nasrani,
bahwa Isa a.s. berkata kepada mereka. “Sesungguhnya aku akan pergi menemui Ayahku dan
Ayah kalian” makna yang dimaksud adalah pergi untuk menemui Tuhanku dan Tuhan kalian. 2
Akan tetapi kita maklumi semua bahwa orang-orang Yahudi itu tidaklah mendakwakan buat diri
mereka status sebagai anak seperti yang di dakwakan oleh orang-orang Nasrani kepada Isa a.s.
sesungguhnya yang mereka maksudkan dengan kata-kata tersebut hanyalah kehormatan dan
kedudukan mereka di sisi-Nya. Oleh karena itu mereka mengatakan “Kami adalah anak-anak
Allah dan kekasih-kekasih-Nya.”

2
Ibid hlm. 323.
Mereka meyakini bahwa ikatan-ikatan kebangsaan yang ada di antara mereka dan para
nabi mereka adalah sesuatu yang bisa menyelamatkan mereka dari azab, dan memasukkan ke
dalam surga. Sekadar tergabung dalam ikatan kebangsaan dan hubungan nasab dengan nabi-nabi
mereka, cukup sudah dalam pandangan mereka untuk menyelamatkan diri mereka dari azab.
Sebab mereka berkata yang Artinya: “Tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi atau
Nasrani” (Q.S. al-Baqarah:80).

               
             
         
Artinya: dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya)
angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti
kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (tidak demikian) bahkan
Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka
baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.(Q.S. al-Baqarah:111-112).

Ekstremitas mereka sudah sampai pada tingkat demikian rupa sehingga mereka
menganggap diri mereka tidak akan tersentuh api neraka kecuali beberapa hari saja. Oleh sebab
itu Allah Swt memberikan bantahan anggapan mereka tersebut, yang dikemukakan di akhir ayat
ini, yaitu :

               
 
Artinya: "Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak
akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang
tidak kamu ketahui?"(Q.S. al-Baqarah: 80).

Melalui ayat ini Allah menceritakan prihal orang-orang Yahudi tentang apa yang mereka
nukil dan mereka dakwakan untuk dirinya sendiri, bahwa diri mereka tidak akan disentuh oleh
neraka kecuali beberapa hari saja setelah itu mereka selamat. Menurut Ibnu Katsir dalam
tafsirnya tentang hal tersebut apabila telah terjadi suatu perjanjian, pasti Allah tidak akan
mengingkari janji-Nya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, dan semua apa yang mereka akui
sama sekali tidak ada buktinya. Karena itu dalam ungkapan ayat dipakai kata am yang bermakna
bal (bahkan). Yakni bahkan kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian
ketahui. Dengan kata lain kalian hanya mengucapkan kedustaan dan kebohongan semata yang
kalian buat-buat terhadap Allah Swt. Muhammad Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Saif ibnu
Sulaiman, dari mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi sering mengetakan
“Sesungguhnya usia dunia ini tujuh ribu tahun. Setiap seribu tahun kami hanya satu hari
mengalami azab di dalam neraka. Berarti azab di neraka kami hanya mengalami tujuh hari”3

2) Ayat-ayat Sebagai Bantahan Untuk Orang-orang Yahudi Terhadap Syafa‟at.


Untuk menjelaskan hal tersebut, maka bila kita perhatikan ayat berikutnya, yakni ayat
sesudah itu, niscaya kita akan mengerti bahwa ayat tersebut sesungguhnya menjelaskan tentang
adanya syafa‟at di sisi Allah Swt manakala syafa‟at tersebut disertai adanya syafa‟at di sertai
dengan izin-Nya. Allah Swt berfirman dalam ayat selanjutnya :


Artinya: Siapa yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Q.S. al-
Baqarah: 255).

Setelah adanya penjelasan ini kita masih bisa meyakini adanya syafa‟at lalu keyakinan
tersebut kita nisbatkan kepada al-Qur‟an. Selanjutnya dalil yang amat jelas yang terdapat dalam
ayat tersebut menunjukkan adanya penafsiran sebagai dari syafa‟at, bukan seluruhnya. Firman
Allah yang berbunyi, “... dan tidak pula ada persahabatan yang akrab,” secara jelas mengatakan
tentang terputusya ikatan persahabatan yang akrab di hari kiamat, tanpa ada perbedaan antara
orang mukmin dan kafir. Padahal al-Qur‟an menjelaskan, bahwa yang terputus adalah
persahabatan di kalangan orang-orang kafir, saat Allah Swt berfirman : “sahabat-sahabat karib,
pada Hari itu, sebagian menjadi musuh bagi sebagian lainnya, kecuali orang-orang yang
bertakwa” (Q.S. az-Zukhruf: 67).
Pada ayat yang lain Allah Swt juga memberikan bantahan yang sama melalui firman-Nya
yang berbunyi :

3
Ibid hlm. 633-634.
              
              
          
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al
Quran itu. pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang-
orang yang melupakannya sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan
Kami membawa yang hak, Maka Adakah bagi Kami pemberi syafa'at yang akan memberi
syafa'at bagi Kami, atau dapatkah Kami dikembalikan (ke dunia) sehingga Kami dapat
beramal yang lain dari yang pernah Kami amalkan?". sungguh mereka telah merugikan
diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-
adakan.(Q.S. al-A‟raf:53).

Orang-orang Yahudi itu meyakini bahwa nabi-nabi yang merupakan nenek moyang
mereka itu akan memberikan syafa‟at kepada mereka dan menyelamatkan mereka drai azab, baik
mereka itu melaksanakan syariat maupun tidak. Semata-mata bergabung dalam ikatan
kebangsaan dan hubungan keturunan, cukup sudah untuk menyelamatkan mereka dari azab itu.
Ayat di atas mengandung maksud yang berisi penafian diterimanya syafa‟at, yaitu syafa‟at yang
keliru sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Yahudi pada waktu itu, yang tanpa syarat
apapun, baik dalam diri pemberi syafa‟at maupun orang yang diberi syafa‟at. Karena itu ayat di
atas tidak mungkin dipegangi (sebagai dalil) bagi penafian syafa‟at pada kari kiamat kelak. Al-
Zamakhsyari, dalam Al-Kasysyaf-nya, mengatakan, “Orang-orang Yahudi menganggap bahwa
nenek-moyang mereka yang nabi-nabi itu akan memberi syafa‟at kepda mereka, tetapi mereka
akan kecewa.”
Yaitu apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa azab, pembalasan, surga dan
neraka. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan
menurut Imam Malik, makna yang dimaksud dengan takwil dalam ayat ini ialah balasan atau
pahalanya. ar-Rabi' mengatakan bahwa takwil al-Qur'an masih terus akan berlanjut hingga hari
hisab (perhitungan amal) selesai, ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka telah masuk
neraka. Maka pada saat itu sempurnalah takwil al-Qur'an. Maksudnya, orang-orang yang tidak
mau beramal untuk menyambut hari kiamat dan mereka dengan sengaja melupakannya ketika
hidup di dunia. Yakni lenyaplah apa yang dahulu mereka sembah selain Allah; sembahan-
sembahan mereka tidak dapat memberikan syafa‟at kepada mereka, tidak dapat menolong
mereka, dan tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab yang mereka alami.4
Dapat diartikan dari ayat ini yaitu orang-orang yang tidak beriman dan beramal, pada hari
kiamat nanti mengakui bahwa apa yang dibawa oleh para rasul itu adalah benar. Akan tetapi
mereka mengangan-angankan adanya para pemberi syafa‟at yang akan memberikan syafa‟atnya
kepada mereka untuk membebaskan mereka daria azab atau mengembalikan mereka ke dunia
sehingga mereka bisa beramal tidak seperti amal yang dulu mereka lakukan, yaitu kemusyrikan
dan kemaksiatan. Namun mereka telah mencelakakan diri mereka sendiri dengan azab, dan
lenyaplah tuhan-tuhan yang dulu mereka ada-adakan dan yang mereka anggap bisa memberikan
syafa‟atnya. Berdasarkan itu, maka ayat ini mengekukakan akibat yang harus dipikul oleh orang-
orang kafir. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan menemukan seorang pemberi syafa‟at
yang bisa dimintai syafa‟at.

             
     

Artinya: karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam".dan Tiadaklah
yang menyesatkan Kami kecuali orang-orang yang berdosa.Maka Kami tidak mempunyai
pemberi syafa'at seorangpun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab,(Q.S. al-
Syu‟ara‟: 98-101).

Maksud ayat ini adalah, sesungguhnya para penghuni neraka di hari kiamat nanti berkata
dengan penuh penyesalan kepada para pengikut Iblis dan berhala-berhala yang menjadi
penyebab kesesatan mereka, “Karena kami mempersamakan kamu dengan Allah Swt” dengan
menjadikan kalian sebagai tujuan penyembahan. Kemudian mereka mengakui bahwa tiada yang
menyesatkan mereka kecuali orang-orang yang berdosa, serta memperlihatkan penyesalan
mereka mengatakan “Maka kami tidak mempunyai seorang pemberi syafa‟at pun.” Yang
memberi syafa‟at kepada kami dan kami “tidak pula mempunyai sahabat-sahabat karib” yang
bisa membantu kami mengatasi persoalan kami.

4
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 8 al-An‟am s.d. al-„Araf 87,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 347-351.
             
               
               
             
       
Artinya: dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan,hingga datang kepada Kami
kematian". Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang
memberikan syafa'at. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari
peringatan (Allah)?, seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari daripada
singa. bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya
lembaran-lembaran yang terbuka. sekali-kali tidak. sebenarnya mereka tidak takut
kepada negeri akhirat. sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Quran itu
adalah peringatan. Maka Barangsiapa menghendaki, niscaya Dia mengambil pelajaran
daripadanya (Al Quran). dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya
kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan yang patut (kita)
bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun. (Q.S. al-Muddatstsir: 49-59)

Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt mengingatkan agar setiap orang
harus berprihatin dan benar-benar memperhatikan hubunganya dengan Allah, supaya sadar
bahwa setiap orang tergantung pada perbuatan amalnya sendiri, baik buruknya terserah pada
rahmat Allah kepadanya dalam menerima petunjuk hidayah-Nya serta taufik-Nya, karena
hidayah dan taufik dari Allah maka orang-orang ahli kanan berada dalam surga. Annas r.a.
berkata, “ketika Rasulullah Saw. membaca ayat Huwa ahlut taqwa wa ahlul maghfirati.
Tuhanmu berfirman, “Akulah yang layak ditakuti, dita‟ati. Karena tiada tuhan disamping-Ku,
maka siapa yang takut mempersekutukan Aku dengan Tuhan yang lain, maka ialah yang layak
Kuampuni (layak menerima ampunan-Ku). (R. Attirmidzi, Ibn Majah)5

3) Ayat-ayat Tentang Syafa‟at Hanya Milik Allah Swt.

               
  

5
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8, (Surabaya: PT Bina
IlmuOffset, 1992), hlm. 241-243.
Artinya: dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang
yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka
tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah agar mereka
bertakwa. (Q.S. al-An‟am:51).

Maksud dari ayat di atas menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya yatu bahwa peringatkanlah
akan kejadian hari kiamat ini kerena tidak ada hakim pada hari tersebut kecuali hanya Allah Swt
semata. Karena itu pula lalu mereka mau mengerjakan amal atau perbuatan baik di dunia ini,
yang menyebabkan Allah menyelamatkan mereka pada hari kimat nanti dari azab-Nya, dan
Allah melipatgandaka n pahala-Nya kepada mereka dengan lipat ganda yang banyak.6

             
               
               
  
Artinya: dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-
main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah
(mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam
neraka, karena perbuatannya sendiri. tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula
pemberi syafa'at selain daripada Allah. dan jika ia menebus dengan segala macam
tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. mereka Itulah orang-orang
yang dijerumuskan ke dalam neraka. bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang
sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.(Q.S. al-
An‟am:70).

              
           
Artinya: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara
keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada
bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi
syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S. al-Sajdah:4).

6
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 7 al-Maidah83 s.d. al-
An‟am, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 275-176.
             
Artinya: Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allahsyafa‟at itu semuanya. Kepunyaan-Nya
kerajaan langit dan bumi. kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan"(Q.S. az-
Zumar:44).

Ayat-ayat ini, sesungguhpun mengandung arti pengkhususan syafa‟at bagi Allah, namun
pembatasan yang ada di sini merupakan pembatasan idhafi (pentautan), bukan hakiki. Ayat-ayat
tersebut mengandung arti penafian adanya hak atas syafa‟at pada tuhan-tuhan yang mereka ada-
adakan itu, sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat yang disebutkan sebelum ini, yang
berbunyi, “Bahkan mereka mengambil pemberi syafa‟at selain Allah. Katakanlah, „Dan apakah
kamu (mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatu pun dan tidak (pula)
berakal?‟” (Q.S. az-Zumar: 43).

Allah Swt menyebutkan nama-nama si pemberi syafa‟at atau kelompok-kelompok yang


diberi syafa‟at, namun memberikan batasan bagi keduanya dengan batasan-batasan yang
dikemukakan oleh beberapa ayat Al-Qur‟an, ayat-ayat itu adalah :

                
     
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari
rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak
ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang
yang zalim. (Q.S. al-Baqarah:254).

Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk berinfak,
yakni membelanjakan sebagian dari apa yang Allah rizkikan kepada mereka dijalan-Nya, yaitu
jalan kebaikan. Dengan demikian berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut disisi Tuhan
yang memiliki mereka semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam
kehidupan di dunia ini. Yaitu sebelum datang suatu hari, (kiamat). Yang pada hari itu seseorang
tidak dapat membeli dirinya sendiri, tidak dapat pula menebusnya dengan harta, sekalipun ia
menyerahkanya dan sekalipun ia mendatangkan emas sepenuh bumi untuk tujuan itu,
persahabatan yang akrab dengan seorang tidak dapat memberikan manfaat (syafa‟at) apapun
kepada dirinya kecuali dengan seizin-Nya, bahkan nasabnya sekalipun.7

              
                
 
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala
urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.
(Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah
kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S.Yunus:3).

            
Artinya: pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha
Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya. (Q.S.
Thaha:109).

               
         
Artinya: dan Tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan
dari hati mereka, mereka berkata "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?"
mereka menjawab: (perkataan) yang benar", dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar (Q.S. Saba‟:23).

            

Artinya: dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang
mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya). (Q.S. az-Zuhkruf:86).

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa Dia akan memberi balasan kepada masing-
masing hamba-Nya sesuai dengan haknya, dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain

7
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 al-Baqarah 253 s.d. ali
Imran 91, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 6-7.
Allah tidak dapat memberi syafa‟at. “Yakni, mereka tidak kuasa untuk mendatangkan syafa‟at
untuk mereka, “ akan tetapi orang yang mengakui yang hak dan mereka meyakininya. “yaitu,
tidak akan mendapatkan manfaat syafa‟at kecuali orang yang mempersaksikan kebenaran dengan
ilmu dan pandangan mendalam.8
a. Ayat-ayat di atas menyatakan dengan jelas adanya pemberi-pemberi syafa‟at di Hari
Kiamat, yang akan memberikan syafa‟atnya di bawah beberapa syarat tertentu, sekalipun disitu
tidak disebutkan secara jelas nama-nama dan ciri-ciri mereka secara khsuus.
b. Syafa‟at mereka didasarkan atas syarat : memperoleh izin dari Allah Swt sebab Dia telah
mengatakan.”....kecuali dengan izin-Nya.”
c. Disyaratkan bahwa pemberi syafa‟at haruslah orang yang mengakui kebenaran. Yakni
bersaksi bahwa Allah sebagai Tuhan-nya, dan mengakui kemahaesaan dan sifat-sifat-Nya.
d. Pemberi syafa‟at tidak mengatakan sesuatu yang membuat Allah murka, tetapi
mengatakan perkataan-perkataan yang diridhai-Nya, berdasarkan firman Allah berbunyi,”... dan
Dia meridhai perkataannya.”
e. Hendaknya Allah Swt telah memberikan janji syafa‟at kepadanya, sebagaimana yang
diisyaratkan oleh firman-Nya yang berbunyi, “...kecuali orang yang telah mengadakan
perjanjian dengan Allah Yang Maha Pemurah.”

B. Para Pemberi Syafa’at Atas Izin Allah Swt.

Syafa‟at adalah milik Allah Swt semata, dan semua urusannya kembali kepada Allah.
Dialah yang akan memberikan izin kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk mendapatkan dan
memberikannya. Allah berfirman:

    


Artinya: “Katakanlah bahwa syafa‟at semuanya milik Allah Swt” (Q.S. az-Zumar: 44)

Ibnul Jauzi dalam tafsirnya mengatakan: “Seseorang tidak akan sanggup memilikinya
melainkan dengan kehendak-Nya.Dan seseorang tidak akan bisa memberikan syafa‟at melainkan
dengan izin-Nya.” Berdasarkan hal ini, maka meminta syafa‟at kepada selain pemiliknya
merupakan kesyirikan yang sangat besar. Orang yang memintanya kepada selain Allah akan

8
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 288
terhalangi untuk mendapatkannya kelak di sisi Allah. Karena orang yang akan mendapatkannya
adalah orang yang bersih dari kesyirikan dan mereka yang diridhai. Dalam kitab Ibnu Katsir
dijelaskan ketika Allah Swt mencela orang-orang musyrik sebab mereka telah mengambil para
penolong mereka selain Allah, yaitu berhala-berhala mereka. Katakanlah “Hai Muhammad, dan
apakah kamu mengambilnya juga meskipun merka” yang disembah itu, bahkan mereka sendiri
tidak memiliki sesuatu pun dan tidak berakal. Katakanlah hanya kepunyaan Allah syafa‟at itu
semuanya. Yaitu bahwa syafa‟at itu tidak akan mendatangkan manfaat di sisi Allah kecuali bagi
orang-orang yang telah diridhai diizinkan-Nya.9
Disisi lain Telah dijelaskan Rasulullah Saw. dalam Sunnahnya bahwa selain Allah Swt
ada beberapa makhluk Allah Swt yang dapat memberikan syafa‟at namun tetap tidak terlepas
dari kehendak Allah Swt dan harus terpenuhi syaratnya. Mereka adalah para nabi, malaikat,
orang-orang yang beriman, dan anak-anak terhadap kedua orang tuanya. Rasulullah Saw
bersabda:“Sesungguhnya dari umatku ada orang yang akan memberikan syafa‟at kepada
sekelompok orang. Dan di antara mereka ada juga yang akan memberikan syafa‟at kepada
sebuah qabilah. Dan di antara mereka ada yang memberikan syafa‟at kepada al-‟ushbah. Dan
di antara mereka ada yang akan memberikan syafa‟at kepada satu orang, sehingga mereka
masuk surga.”10
Kita sebagai umat Islam mempercayai bahwa syafa‟at benar adanya dan bahwa syafa‟at
merupakan pertolongan bagi orang yang melakukan perbuatan baik meskipun ia pernah
melakukan perbuatan dosa. Sebab syafa‟at sepenuhnya adalah hak Allah Swt. Jika Allah Swt
meridhai kepada siapa syafa‟at diberikan maka disitulah syafa‟at Allah Swt berlaku.11 Perlu
dipahami bagi kita selaku umat muslim khususnya bahwa para ulama membagi syafa‟at yang ada
di akhirat menjadi lima macam. Pertama adalah penyelamatan dari malapetaka di padang
mahsyar dan mempercepat penghitungan. Ini hanya khusus bagi Nabi Muhammad Saw.12 Inilah
yang disebut dengan Syafa‟atul „Udhma (Syafa‟at Agung). Sebuah syafa‟at yang hanya
dikhususkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian untuk selanjutnya bagian
yang kedua adalah memasukan orang ke surga tanpa hisab. Ini pun hanya dikhususkan untuk

9
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Hlm.116
10
HR. Al-Imam At-Tirmidzi dari shahabat Abu Sa‟id Al-Khudri z dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil
di dalam kitab Asy-Syafa‟at, hlm. 195
11
Romadhon Emka, Rindu Kami Pada Syafa‟atmu Ya Rasul, (Yogyakarta: Lafal Indonesia, 2014 ), hlm.
30.
12
Ibid 1
Nabi Muhammad Saw. ketiga adalah syafa‟at bagi orang yang semestinya di neraka kemudian
Allah Swt memasukanya kedalam surga, ini berlaku untuk para Nabi dan selain Nabi. Artinya
memang ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dimana Allah Swt telah menghendaki dan
telah ridha kepadanya. Selanjutnya yang keempat adalah ditambahnya derajat seseorang di surga.
Dan yang kelima adalah mengeluarkan orang yang telah masuk neraka, dengan syafa‟at dari
Nabi, malaikat dan orang-orang yang sholeh maka orang tersebut dimasukan kedalam surga dan
atas izin Allah Swt.
Dari kelima macam syafa‟at tersebut yang paling agung adalah syafa‟at Rasulullah Saw,
kita dapat meraihnya dengan syarat yang pertama, kecintaan yang tulus kepada Rasulullah Saw.
Dan yang kedua, menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan hidup dengan artian
melaksanakan segala apa yang di perintahkan Nabi Muhammad Saw dan menjauhi apa-apa yang
beliau larang atas perintah Allah Swt. dari sini kita bisa memahami Sabda Rasulullah Saw yang
artinya : “Anda akan dikumpulkan bersama orang yang anda cintai (HR. Al-Bukhori)”.

1. Syafa‟at Rasulullah
Menjadi umat Rasulullah merupakan kebanggaan dan paatut kita syukuri karena beliau
merupakan sosok manusia yang paling mulia. Sosok yang diutus sebagai rahmat bagi alam
semesta selain itu beliau yang dapat menjadi pemberi syafa‟at di akhirat nanti dengan izin-Nya.
Tidak ada pribadi yang paling sering dikaji dan dipelajari pada setiap generasi yang seperti
beliau. Bahkan tidak ada pribadi yang sangat dicintai dan diagungkan oleh umatnya melebihi
Rasulullah Saw. Dengan hal ini cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw harus di realisasikan
dengan cara mengikuti tuntunan Rasulullah Saw, sikap semacam itulah yang membuat perasaan
cinta kepada beliau dan pengakuan sebagai bagian dari umatnya menjadi benar dan absah
sehingga membuat pemiliknya layak berkumpul bersama beliau di dalam surga. Sebab kecintaan
kepada Rasulullah Saw memang merupakan tanda kesempurnaan iman.
Imam Asy-Syafi‟i berkata: “Beliau (Rasulullah Saw) adalah manusia terbaik yang dipilih
Allah Swt untuk menyampaikan wahyu-Nya lagi terpilih sebagai Rasul-Nya dan yang
diutamakan atas seluruh makhluk dengan membuka rahmat-Nya, penutup kenabian, dan lebih
menyeluruh dari ajaran para rasul sebelumnya. Beliau ditinggikan namanya di dunia dan menjadi
pemberi syafa‟at, yang syafa‟atnya dikabulkan di akhirat. 13 Ibnu Qudamah Al-Maqdisi

13
Muhammad Ibn Idris syafi‟ai, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 12-13.
mengatakan: “Nabi kita Muhammadakan memberikan syafa‟at kepada para pelaku dosa besar
yang telah masuk neraka agar mereka bisa keluar setelah mereka terbakar dan menjadi arang,
kemudian masuk ke dalam surga. Dan para nabi, orang-orang yang beriman serta malaikat akan
memberikan syafa‟at (dengan seizin Allah). Allah berfirman:

            

Artinya: mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! siapakah yang membangkitkan Kami
dari tempat-tidur Kami (kubur)?". Inilah yang dijanjikan (tuhan) yang Maha Pemurah
dan benarlah Rasul- rasul(Nya).(Q.S. Yassin: 52).

Setelah semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah kelak
menghidupkan mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri.
Mereka melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya telah bertukar
wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun, bercampur baur menjadi satu
di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling
berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan. Dalam masa
bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata: ”Aduh
celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (dari kubur kami)?
Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah
dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul dan mereka mengharapkan syafa‟at” Ibnu
katsir menafsirkan inilah tiupan ketiga, yaitu tiupan pembangkitan dari kubur. Karena itu Allah
Berfirman “maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburanya menuju kepada Tuhan
mereka”14

Adapun orang-orang kafir, tidak akan bisa merasakan syafa‟at orang yang memberi
syafa‟at terkecuali terhadap orang-orang mukmin, mereka akan mendapatkan syafa‟at karena
telah melakukan perjajjian kepada Allah Swt, dengan mengucapkan kalimat Syahadat bahwa
tiada Tuhan Selain Allah Swt.

2. Nabi-Nabi Allah

14
Ibid, hlm. 998.
Selanjutnya yang dapat memberikan syafa‟at adalah para Nabi-nabi Allah Swt
Berdasarkan ayat di bawah ini telag ditegaskan bahwa para memiliki hak dari Allah Swt untuk
memberikan syafa‟at di hari kiamat nanti. Allah Swt berfirman dalam al-Qur‟an :

              
         
Artinya: dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk dita‟ati dengan
seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk
mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(Q.S. An-Nisa : 64).

Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa kaum yang diutus kepada mereka seorang
rasul diwjibkan ta‟at kepadanya. Menurut pendapat Mujtahid, makna yang dimaksud ialah tiada
seorangpun yang ta‟at kepadanya kecuali dengan seizin-Ku, dengan kata lain, tiada seorangpun
yant ta‟at kepada rasul kecuali orang yang telah aku berikan taufik untuk itu, yakni atas perintah
dari Allah Swt dan berdasarkan takdir juga kehendakn-Nya serta memberikan kekuasaan dari
Allah kepada kalian untuk mengalahkan mereka. Orang yang durhaka dan berdosa ketika mereka
terjerumus dalam kesalahan dan kemaksiatan, hendaklah mereka datang kepada Rasul Saw, lalu
memohon ampun kepada Allah dihadapanya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan
ampun kepada Allah buat mereka.15 Karena sesungguhnya jikalau mereka melakukan hal
tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka dan membrikan ampunan
(syafa‟at) kepada mereka.
Kaitanya dalam ayat ini, sebagian ahli tafsir mengartikan bawha „mandzalimi diri sendiri‟
berarti merampas hak yang dimiliki oleh diri mereka dengan cara melaukan sesuatu yang dapat
mendatangkan bahaya melalui perbuatan maksiat. Sehingga ia berhak mendapatkan siksa atau
dengan meninggalkan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan pahala. Ada yang sebagian lagi
berpendapat bahwa mendzalimi diri sendiri itu adalah ketika seseorang berperilaku munafik dan
kafir. Kaitanya dengan ini, dalam makna „mendatangimu‟ adalah meraka yang dzalim terhadap
diri sendiri itu dalam keadaan bertaubat dan beriman kepada Rasul dan memohon ampunan dari
Allah Swt atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Kemudian Rasul memohon kepada Allah untuk

15
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 5 an-Nisa‟ 24 s.d. an-Nisa‟
147, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), Hlm. 281-283.
mengampuni mereka. Selanjutnya mereka akan menemukan Allah Swt. Berarti bahwa mereka
akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt atas dosa-dosa mereka.

3. Kitab Suci Al-Qur‟an


Al-Qur‟an adalah kalamullah, firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw selama 23 tahun melalui malaikat Jibril. Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat
Islam yang menjadi sumber petunjuk dalam beragama dan pembimbing dalam menjalani
kehidupan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman :

            
               
             
            
 
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk manusia
dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk Maka (petunjuk itu) untuk
dirinya sendiri, dan siapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia semata-mata sesat buat
(kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung
jawab terhadap mereka.Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang)
jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang
telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan
Allah bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-Ma‟idah: 48).

Ibnu katsir menafsirkan ayat ini bahwa Allah Swt. Telah berfirman kepada Nabi
Muhammad Saw “Sesungguhnya Allah menurunkan kepadamu, hai Muhammad, Kitab al-
Qura‟an al-Karim dengan membawa kebenaran dan pelajaran bagi umat manusia, maka barang
siapa yang berpedoman kepadanyadan menjadikanya sebagai petunjuk dalam hidupnya, maka
hal yang demikian itu semata-mata akan memberi syafa‟at (manfaat) dan keuntungan bagi drinya
sendiri, dan barang siapa yang tersesat dari jalan yang ditunjukan oleh al-Qur‟an, maka kesesatan
itu merupakan kerugian bagi drinya sendiri.16 Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi

16
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 7, (Surabaya: PT Bina
IlmuOffset, 1992), hlm.88-89
seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur‟an dan menjadikannya sebagai
sumber inspirasi, berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang yang membaca
al-Qur‟an dan menghafal al-Qur‟an, maka kelak al-Qur‟an akan menjadi penolong (syafa‟at) di
akhirat dalam sebuah hadis Rasulullah Saw.
“Penghafal al-Qur‟an akan datang pada hari kiamat dan al-Qur‟an berkata: „wahai
Tuahnku, bebaskanlah dia.‟ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota karomah (kehormatan). Al-
Qur‟an kembali meminta : Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan
diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga). Dan Allah
menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan.” (H.R At-
Tirmidzi) yang artinya :
“Barang siapa yang membaca (hafal) al-Qur‟an maka sungguh dirinya telah naiki
derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya.” (H.R Hakim).

Maksud dari hadis di atas dapat diartikan bahwa al-Qur‟an juga merupakan pemberi
syafa‟at atau penolong di akhirat kelak. Menjadi petunjuk kebenaran, dan menuntun untuk
masuk surga bagi siapa saja yang menjadikannya pegangan. Akan menuntun bagi siapapun yang
menjadikan al-Qur‟an sebagai pemimpinnya. Sungguh luar biasa pahala yang diberikan bagi
orang yang bersedia membaca dan menghafal al-Qur‟an, bahkan nikmatnya yang mampu
menghafal al-Qur‟an sama dengan nikmat kenabian. Bahkan kelak al-Qur‟an akan memudahkan
segala urusannya, itulah mengapa salah satu yang bisa memberi syafa‟at adalah al-Qur‟an al-
Karim karenanya al-Qur‟an nanti akan menolong di Hari Kiamat.

2. Malaikat
Jika merujuk pada ayat-ayat al-Qur‟an secara cermat, maka akan memperoleh
kesimpulan bahwa Allah Swt dalam kitab-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun
yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafa‟at. Meski demikian dengan menyebutkan
beberapa sifat dan kriteria Syafi (pemberi syafa‟at) al-Qur‟an menjelaskan bahwa siapa saja yang
memiliki sifat-sifat tersebut, berarti ia adalah pemberi syafa‟at di hari kiamat kelak, ada beberapa
kelompok yang disebutkan oleh al-Qur‟an, diantaranya adalah para Nabi, kaum mukmin yang
shaleh dan juga para Malaikat. Selain itu, amal perbuatan yang baik juga dapat diberikan syafa‟at
kepada para pelakunya. Hal ini sebagaimana Rasulullah Saw dalam sebuah Hadisnya bersabda,
yang artinya :
“Di Hari Kiamat para Nabi kaum mukminin memberikan syafa‟at mereka lalu Allah Swt
berfirman. " Kini hanya syafa‟at-Ku yang tersisa.” (H.R Shahih al-Bukhari).

             
 
Artinya: “Dan mereka tidak akan sanggup memberikan syafa‟at melainkan untuk orang
yang Allah ridhai; dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada Allah.” (Al-
Anbiya`: 28).

Ibnu katsir menafsirkan ayat ini bahwa Sebagian orang Arab berkata “sesungguhnya para
malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah.” Maka Dia berfirman “Mahasuci Allah.
Sebenarnya mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan” yakni mereka berada di sisi-Nya
pada kedudukan yang tinggi. Mereka sangat taat kepada-Nya baik dalam ucapanya maupun
perbuatanya. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya. Tidaklah mereka diberi perintah melainkan mereka bergegas untuk
mengerjakannya. Mereka tidak member syafa‟at melainkan kepada orang-orang yang diridhai
Allah Swt.17
kebaikan akan mendapatkanya dan tidak setiap orang mengaku dirinya berada dalam
petunjuk,. “Maka hanya bagi Allah kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.” Yaitu, semua
urusan itu, tanpa terkecuali adalah kembali kepada Allah Swt, yang merajai dua alam, yang
menatur di dua alam itu sesuai kehendakn-Nya. Firman Allah Swt, “dan berapa banyak malaikat
di langit, syafa‟at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang
yang dikehendaki dan diridhai.18 Ayat di atas menunjukkan bahwa para Malaikat sesunnguhnya
juga memiliki syafa‟at, namun semua syafa‟at tidak akan berlaku dan sia-sia selama Allah Swt
belum mengizinkan atau meridhainya. Oleh karena itu jelaslah bahwa Allah Swt membekali para
Malaikat dengan syafa‟at.

C. Para Penerima Syafa’at

17
Ibid, hlm.292-293.
18
Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), Hlm.
509-510.
Setiap umat Islam senantiasa mendambakan syafa‟at Nabi Muhammad Saw, karena pada
hari kiamat nanti tidak ada yang menolong seorang hamba, kecuali Allah Swt. Kemudian amal-
amal shalih yang dikerjakan seorang hamba serta syafa‟at Nabi Muhammad Saw. Tidak
terbayangkan keadaan kita kelak di Padang Mahsyar. Cukupkah amal ibadah yang kita bawa
selama ini untuk menghadap Allah Swt? pastilah kita membutuhkan syafa‟at atau pertolongan
daripada seorang untuk memohon kepada Allah Swt agar meringankan kesulitan, kesakitan, rasa
cemas dan siksaan pada persidangan-Nya.
Orang yang dimaksud mempunyai kelebihan memberi syafa‟at atau pertolongan daripada
Allah Swt adalah Nabi Muhammad Saw. Telah dijelaskan bahwa kaum kafir dan mereka yang
ditetapkan Allah Swt kekal di neraka tidak akan mendapatkan syafa‟at di hari kiamat nanti.
Lantas siapakah orang-orang yang berhak mendapatkan syafa‟at Nabi Muhammad Saw, berikut
ini merupakan beberapa kriteria yang akan menerima syafa‟at Rasulullah Saw:
1. Kaum Mukminin.
Perlu diketahui bahwa tingkat keimanan kaum mukminin berbeda-beda karena sifat dan
kepribadian mereka masing-masing al-Qur‟an telah menjelaskan hal ini dalam beberapa ayat,
diantaranya :

           
           
            
Artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang
tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta
mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan
jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (Q.S. an-Nisa‟ : 95).

Ada beberapa poin penting dalam ayat ini. Diantaranya adalah mereka yang tidak ikut
serta dalam jihad dengan harta dan jiwa mereka tanpa alasan yang jelas, seperti cacat badan atau
fakir, derajat mereka di sisi Allah tidak sama dengan derajat para mujahidin. Akan tetapi Allah
tetap menjanjikan surga untuk kedua kelompok ini. Bedanya pahala yang akan didapatkan oleh
mereka yang berjihad lebih besar yang oleh Allah disebut sebagai Arjun „Adzim (pahala yang
agung). Dengan kata lain pahala yang diperoleh seorang mukmin memiliki bobot atau kadar
yang berbeda-beda, sesuai dengan amal perbuatannya. Orang mukmin terkadang melakukan dosa
namun ia akan segera memohon ampun kepada Allah Swt dan bertaubat.
Orang yang demikian ini juga memerlukan syafa‟at di hari kiamat nanti. „Ubaidah bin
Zurarah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah a.s. tentang ihwal orang mukmin. “Apkah
ia memerlukan syafa‟at? ”Beliau menjawab, “Ya.” Lantas seseorag berdiri dan
bertanya,“Apakah seorang mukmin masih memerlukan syafa‟at Rasulullah Saw?” beliau
menjawab “Ya, seluruh kaum mukminin mempunyai banyak kesalahan dan memikul banyak
dosa.Mereka semua akan memerlukan syafa‟at Nabi Muhammad Saw di hari itu.” Di dalam
tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan
pahala yang sangat berlimpah. Di dalam makna yang terkandung pada ayat di atas menunjukan
bahwa jihad itu bukanlah fardhu „ain melainkan fardhu kifayah, kemudian Allah Swt
memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa tingkatan-tingkatan pahala di
dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa dan kesalahan akan diampuni, rahmat serta
berkah Allah meliputi diri mereka (kaum mukmin).19 Semua itu sebagai kebaikan dan
kemurahan dari Allah Swt.
Berdasarkan penjelasan di atas, tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa orang bisa
disebut mukmin jika seluruh perbuatanya sesuai dengan keimananya. Sebab, tabiat manusia itu
Allah maha mengetahui keadaan hamba-Nya. Apa yang Allah firmankan dalam al-Qur‟an
tersebut merupakan penjelasan tentang hukum penciptaan manusia. Dengan demikian, dapat kita
katakan bahwa perbedaan tingkatan yang ada diantara umat manusia ini adalah sebuah kenyataan
yang tidak bisa dipungkiri. Lebih dari itu, hadis dari Imam Ja‟far Shadiq di atas juga menegaskan
akan adanya dosa yang dipikul oleh orang-orang mukmin sehingga mereka memerlukan syafa‟at
Rasulullah Saw.
Tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta ittiba‟ kepada Rasulullah Saw.
Tidak diragukan lagi bahwa tauhid sebagai penyebab yang paling besar untuk mendapatkan
syafa‟at pada hari Kiamat.20 Nabi Muhammad Saw pernah ditanya: "Siapakah orang yang paling
bahagia dengan syafa‟atmu pada hari Kiamat?" Nabi menjawab :

19
Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 5An-Nisa‟ 24 s.d. An-Nisa‟
147.(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm. 417-418.
20
Abul Wafa Muhammad Darwisi , Qullillahi Syafaa‟atu Jami‟an, (Mekkah: Darul Qashim, Riyadh, Cet. I,
1998), hlm. 164.
Artinya: "Yang paling bahagia dengan syafa‟atku pada hari Kiamat adalah, orang yang
mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya". [HR
Bukhari, no. 99]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : ”Syafa‟at, sebabnya adalah tauhid
kepada Allah, dan mengikhlaskan agama dan ibadah dengan segala macamnya kepada Allah.
Semakin kuat keikhlasan seseorang, maka dia berhak mendapatkan syafa‟at.Sebagaimana dia
juga berhak mendapatkan segala macam rahmat.Sesungguhnya, syafa‟at adalah salah satu sebab
kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Dan yang paling berhak dengan rahmat-Nya adalah
ahlut tauhid dan orang-orang yang ikhlas kepada-Nya. Setiap yang paling sempurna dalam
mewujudkan kalimat ikhlas (laa ilaahaa illallaah) dengan ilmu, keyakinan, amal, dan berlepas
diri dari berbagai bentuk kesyirikan, loyal kepada kalimat tauhid, memusuhi orang yang menolak
kalimat ini, maka dia yang paling berhak dengan rahmat Allah Swt.
2. Penghafal dan Pembaca Al-Qur‟an.
Selanjutnya orang yang beruntung menerima satau mendapatkan syafa‟at adalah orang
yang gemar membaca al-Qur‟an. Mereka adalah kaum yang senantiasa menjadikan al-Qur‟an
sebagai pegangan dalam hidupnya. Orang yang selama hidupnya istiqomah membaca al-Qur‟an
dan menghafalnya maka akan memperoleh tempat tersendiri di sisi Allah Swt.
Maka beruntunglah mereka yang semasa hidupnya tak pernah lepas dari ayat-ayat suci al-
Qur‟an. Entah saat ia sedang sibuk maupun tidak meraka tetap menyempatkan diri untuk
membaca al-Qur‟an walaupun satu ayat, dua ayat, Allah Swt akan tetap menghitung pahala
baginya. Perlu diketahui bahwa pahala membaca ayat suci al-Qur‟an dapat menemani bagi si
pengamalnya ketika di alam kubur dan di akhirat nanti, dimana al-Qur‟an akan menjelma sebagai
makhluk dan memberikan syafa‟at kepada mereka yang membaca dan mengamalkannya. 21 Hal
ini sebagai sabda Nabi Muhammad Saw yang artinmya: “Bacalah al-Qur‟an karena ia akan
datang di akhirat kelak sebagai pemberi syafa‟at kepada tuannya.”(HR. Muslim). Barangsiapa
yang menghafal al-Qur‟an dan mengamalkan isinya, maka Allah Swt akan memberikan pahala

21
Natsir bin Abdurrahman bin Muhammad al Judayi‟, Asy Syafaa‟ah „inda Ahlis Sunnah, (Semarang: Daaru
Athlas, 1995), hlm. 168.
yang besar. Memuliakannya hingga ia mencapai derajat surga menurut kadar yang ia baca dan
tartilkan dari kitab Allah Swt.

            

Artinya: perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian
(yang lain). dan pasti kehidupan akhirat lebih Tinggi tingkatnya dan lebih besar
keutamaannya.(Q.S. al-Isra: 21).

Ibnu katsir menafsirkan ayat ini bahwa Allah berfirman kepada masing-masing golongan,
yaitu golongan orang yang menghendaki dunia dan golongan yang menghendaki akhirat, Allah
memberikan kepada mereka sesuai dengan perilaku masing-masing, bantuan dari kemurahan
Allah yakni Allah memberikan kebahagiaan dan kecelakaan kepada masing-masing sesuai
dengan haknya.22 Dan para penghafal dan pembaca al-Qur‟an merupakan bentuk kebahagiaan
hakiki di dunia maupun di akhirat yang kelak akan mendapatkan syafa‟at.
Dari Abi Umamah bahwasannya dia mendengar Rasulullah Saw.bersabda:

Artinya: "Bacalah al Qur`an. Sesungguhnya al Qur`an akan datang pada hari kiamat
sebagai pemberi syafa‟at bagi sahabatnya…" [HR Muslim, no.804].23

Yang dimaksud para sahabat al Qur`an, mereka adalah orang-orang yang membacanya,
mentadabburinya, dan orang-orang yang senantiasa mengamalkan isi atau makna dari al-Qur‟an
itu sendiri.
3. Orang yang Gemar Bershalawat.
Berikutnya kelompok orang yang kelak akan memperoleh syafa‟at di padang Mshsyar
adalah kelompok yang gemar membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Sebagaimana
telah banyak diketahui dalam firman Allah Swt.

            
 
Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya. (Q.S. al-Ahzaab : 56).

22
Ibid. hlm. 44.
23
Kitab Hadis Muslim No 804, (Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist)
Dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa Al-Bukhari berkata “abu al-Liyah berkata”
„shalawat Allah Swt berarti pujian-Nya kepada Nabi Muhammad Saw dihadapan para
malaikat.Shalawat para malaikat berarti do‟a‟. firman Allah „Sesungguhnya Allah dan malaikat-
malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad Saw‟ yakni Allah Swt memberitahukan
kepada hamba-hamba-Nya ihwal kedudukan hamba dan nabi-Nya di kalangan al-Mala‟ul a‟l,
dan bahwasanya Dia memujinya dihadapan para malaikat muqorrobin dan bawhasanya malaikat
pun bershalawat kepada Nabi Muhammad . kemudian Allah Swt menyuruh penghuni alam
rendah (bumi) agar member shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw. Supaya
terhimpunlah pujian atasnya dari penghuni dua alam tinggi dan alam rendah.24
Dengan kata lain, seseorang yang banyak membaca shalawat baginya kelak akan
memperoleh syafa‟at dari Nabi Muhammad Saw dengan ridha Alllah Swt. Seseorang yang
banyak bershalawat sangatlah beruntug Nabi pernah bersabda yang maksudnya adalah “orang
yang lebih berhak mendapatkan syafa‟atku pada hari kiamat ialah orang yang lebih banyak
shalawatnya kepadaku.” Perlu diketahui bahwa Rasulullah memiliki syafa‟at udhzma ysitu
syafa‟at yang paling agung dan hanya dimiliki Rasulullah Saw. Dari Ibnu Mas‟ud, bahwasannya
Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: "Orang yang paling berhak mendapatkan syafa‟atku pada hari kiamat adalah,
yang paling banyak shalawat kepadaku" [HR Tirmidzi, no.484].25

Do‟a beliau hanya untuk memberi syafa‟at kepada seseorang yang akan dimakbulkan
oleh Alah Swt. Perkara ini dijelaskan dalam beberapa hadis shahih, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Daud yang artinya: “Aku adalah penghulu manusia pada hari kiamat.
Tahu kamu mengapa? Allah akn mengumpulkan manusia pada hari kiamat; manusia yang
terdahulu dan kemudian di satu padang Mahsyar lalau mereka datang kepdaku dan berkata,
„Wahai Muhammad, engkaulah Rasulullah, penutup segala Nabi dan Allah telah mengampuni
dosamu yang dulu dan kemudian, maka mintalah syafa‟at kepada Tuhanmu untuk kami dan
kesulitan kami, Lalu aku bergegas pergi ke Arasy,..” (HR. al-Bukhari).

24
Muhammad Nasib ar-Rifa‟i,Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 Surah al-Israa‟- Yassiin, (Bandung:
Gema Insani, 200), hlm. 889-890.
25
Al-imam Hafidz Abi Daud Sulaiman Bin „Ast‟ast Asijstani, Kitab Hadis Abu Daud, (Libanon: Dar Al-
Khatob Al-Ilmiyah, 1996), hlm. 492.
4. Bersaudara Karena Allah.
Sungguh mulia orang yang menjalin tali persaudaraan hanya karena mengharap ridha
Allah Swt. Tak berlebih jika kemudian mereka yang bersaudara karena Allah, kelak akan
mendapatkan tempat tinggi di sisi Allah. Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang membantu
saudaranya untuk suatu keperluan maka aku akan duduk dekat di timbangannya pada hari
kiamat nanti, jika timbangan baiknya berat maka beruntunglah dia, tetapi sekiranya sebaliknya
maka aku akan berikan syafa‟atku kepadanya.”
Rasulullah juga pernah bersabda :“Aku akan memberikan syafa‟at kepada dua orang
yang bersaudara karena Allah Swt, bermula daripada aku diutuskan sehinggalah hari kiamat.”
Dalam al-Qur‟an Allah berfirman :

              

               

               

  


Artinya: dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk. (Q.S. al- Imran: 103).
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini sehubungan firman Allah “bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa kepadanya” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin
Mas‟ud ia berkata hendaknya Allah itu di taati dan jangan di durhakai, di ingat dan jangan
dilupakan, serta disyukuri dan jangan di kufuri. Berpegang teguhlah kepada ajaran-ajaran Islam
kemudian jadikanlah orang-orang yang bertakwa sebagai saudaramu maka kelak itu akan
menolongmu di akhirat karena seolah-olah atas rahmat-Ku.26 Firman Allah “dan bertakwalah

26
Ibid, hlm. 58.
kepada Allah jika kamu adalah orang-orang yang beriman” jangan sampai kamu menjadikan
musuh-musuhmu sebagai penolong (saudara), jika kamu beriman kepada syariat Allah yang
dijadikan ejekan dan permainan oleh mereka yaitu orang-orang kafir.”
5. Orang Yang Memiliki Anak Shaleh.
Kemudian selanjutnya anak shaleh dapat memberI syafa‟at kepada kedua orang tuanya,
yakni bapak ibunya yang telah meninggal dengan amalan dan do‟a. dari adu Hurairah r.a. berkata
: “Rasulullah Saw telah bersabda:“jika anak adam meninggal maka amalanya telah terputus
kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfa‟at dan anak shaleh yang
berdo‟a kepada kedua orangtuanya.
Allah Swt berfirman:

                  

                

              
Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (al-An‟am:
151).

Ibnu katsir menafsirkan ayat di atas sebagai berikut “mereka membunuh bayi laki-laki
mereka karena tkut jatuh miskin karena itu disebut dalam kitab shahih melalui hadis Abdullah
bin mas‟ud r.a. bahwa beliau pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, dosa apakah yang paling
besar? Beliau bersabda “Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal dialah yang
menciptakan kamu. Ibnu mas‟ud bertanya kemudian apa lagi? Beliau menjawab “Bila kamu
membunuh anakmu karena takut si anak itu makan bersamamu (H.R Bukhari).
Seharusnya mendidik anak-anak mereka dengan ajaran Islam sehingga mereka bertakwa
dan kelak akan memberikan pertolonan (syafa‟at) di akhirat kelak27. Dalam Surat al-Isra ayat 31
Allah mulai menyebutkan jaminan rezeki untuk anak-anak mereka, Denagn kata lain, janganlah

27
Ibid juz VIII, hlm. 149
kalian takut jatuh miskin di masa mendatang karena memberi mereka makan, sesungguhnya
rezeki mereka di tanggung oleh Allah Swt.

Anda mungkin juga menyukai