Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL ASIA

MATA KULIAH PSIKOLOGI KELUARGA

Happy Fatma Wilujeng 201910230311264


Aurellia Yasmin 201910230311268
Devany Angie Wulandari 201910230311288

Kelas E 2019

Dosen Pengampu :
Siti Maimunah, S. Psi., M.M., M.A.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022
Journal’s Name International Journal Of Asian Social Science

Title of The Article Mediating Family Disputes Involving Violence In Malaysia

Authors Nur Farahiyah Mohd Nasir, Zinatul Ashiqin Zainol,


Shamsudding Suhor

Volume & Year Volume 8 No 12, Tahun 2018

Reviewers 1. Happy Fatma Wilujeng (201910230311264)


2. Aurellia Yasmin (201910230311268)
3. Devany Angie Wulandari (201910230311288)

Resume of The Article


Malaysia merupakan salah satu negara di asia tenggara
yang menerapkan metode litigasi untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan dengan mengajukan kasus ke pengadilan untuk
mencari keadilan sesuai dengan ketentuan hukum. Namun
penggunaan litigasi saat ini sangat dipertimbangkan dan
dibandingkan dengan mediasi. Biaya meditasi yang cenderung
murah, proses yang cepat, fleksibel, tempat yang cukup pribadi,
serta lebih terjamin kerahasiaannya dibanding dengan litigasi
mendorong pihak yang memiliki permasalahan lebih memilih
untuk menyelesaikan sengketanya dengan mediasi. Menurut
Hammad (2014) mediasi merupakan salah satu metode yang
cukup efektif dalam menyelesaikan perselisihan keluarga
Muslim di Malaysia. tetapi biasanya, mediasi sulit atau kurang
tepat digunakan dalam kasus dengan riwayat keluarga yang
mengalami KDRT.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi


literatur pustaka. Data primer dan sekunder didapatkan dari
buku, data online, google scholar (2007-2017). di Malaysia,
terdapat beberapa cara yang digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan keluarga dengan riwayat KDRT. Bagi penduduk
muslim, penyelesaian permasalahan dilakukan di pengadilan
syariah. Sedangkan penduduk non-muslim, dilakukan di
pengadilan sipil atau pengadilan tinggi. Mediasi yang dilakukan
bagi keluarga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga,
dilakukan dengan menunjuk satu orang sebagai pihak ketiga
yang sifatnya netral sebagai mediator yang membantu pihak
yang bersengketa untuk berunding hingga mencapai
kesepakatan bersama. Secara umum, konsep mediasi dilakukan
secara sukarela oleh pihak yang memiliki permasalahan. Tetapi
di Malaysia, mediasi masuk menjadi proses wajib yang dilalui
oleh keluarga bersengketa yang diatur dalam undang-undang.

Faktanya, mediasi masih menjadi sebuah pilihan bagi


masyarakat Malaysia dan memilih untuk melakukan litigasi.
Penggunaan mediasi baru menjadi metode yang dipilih ketika
hubungan keluarga sudah tidak dapat diperbaiki. Di Malaysia,
mediasi dengan riwayat KDRT biasanya dibawa ke pengadilan
perdata dengan syarat ada bukti yang cukup kuat. Mediasi yang
terjadi di lapangan, nyatanya masih bersifat tidak adil karena
pelaku kekerasan cenderung menang. Jessica (1997)
menyatakan bahwa mediasi tidak pernah dianggap tepat dalam
kasus KDRT tetapi bisa membantu korban untuk berbicara
dengan pelaku secara aman, menghentikan kekerasan, dan
mengatur kontrol pelaku dengan korban. Dale dan Elisabeth
(2009) mediator mediasi perkawinan di Malaysia belum
memiliki kompetensi dalam mengenali adanya kekerasan
karena tidak tampak secara fisik. Untuk saat ini, mediasi di
Malaysia tidak menerima setiap kasus dengan kekerasan. Tetapi
konsep ini dapat menjadi literatur peneliti di masa depan.
Usulan yang diberikan untuk legislator Malaysia adalah dapat
memperbaiki proses mediasi dan memiliki pedoman tentang
bagaimana menyelesaikan perselisihan keluarga yang
bermasalah atas ketidakseimbangan kekuasaan dan kekerasan.

Research Method
Metode penelitian yang digunakan oleh penelitian ini
adalah literatur. Sumber primer dan sekundernya dikumpulkan
dan dianalisa dari perpustakaan. Penelusuran yang dilakukan
melalui buku perpustakaan, database perpustakaan online,
google scholar dilakukan untuk penulisan penelitian dari tahun
2007 hingga 2017 dengan kata kunci mediasi dalam perselisihan
keluarga, kekerasan dalam rumah tangga dan mediasi dalam
kekerasan.

Result
Perselisihan dalam keluarga adalah salah satu perselisihan
yang dianggap unik, dibandingkan dengan perselisihan
perselisihan yang ada di Malaysia. Mengapa bisa begitu? karena
hubungan keluarga sendiri merupakan sebuah hubungan yang
masuk dalam kategori erat. Di Malaysia cara yang digunakan
untuk menangani perselisihan dalam keluarga adalah Litigasi.
Peraturannya sama, dimana pihak atau keluarga yang
mengalami perselisihan akan datang ke pengadilan untuk
menyelesaikan dengan hukum yang berlaku. Dalam dunia
hukum terdapat nama yang biasa disebut Mediasi, hal ini
dilakukan untuk merundingkan masalah perselisihan yang
terjadi dalam tingkatan keluarga, Mediasi sering digunakan
dalam tingkat penyelesaian dalam permasalahan keluarga,
karena dianggap sebagai salah satu cara yang murah fleksibel
dan cepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Namun, hal tersebut tidak semua permasalahan pada setiap
keluarga dapat diatasi dengan Mediasi, contohnya dalam kasus
KDRT tidak dapat diselesaikan hanya melalui Mediasi
saja,harus ada hukum juga yang berjalan disana.

Menteri Pembangunan Perempuan, Keluarga dan


Masyarakat, Datuk Seri Rohani Abdul Karim dalam konferensi
pers setelah meluncurkan Kampanye 90 Hari tentang Kekerasan
terhadap Perempuan pada tahun 2015 bahwa Malaysia memiliki
3.343 kasus KDRT dan para pihak yang bersengketa tidak dapat
berdamai secara damai. dengan mediasi padahal mediasi adalah
penyelesaian terbaik untuk menyelesaikan perselisihan keluarga
(Anon, 2015). Kasus KDRT di Malaysia juga belum semuanya
muncul diatas permukaan,yang artinya masih ada kasus kasus
KDRT yang tersembunyi, dan masih ada juga yang melakukan
Mediasi KDRT bukan dalam satuan hukum, artinya hanya
keluarga inti saja yang dilibatkan dalam proses mediasi ini.

Sebagian besar penelitian hukum yang telah dilakukan


sebelumnya merujuk pada sengketa keluarga sebagai
perselisihan keluarga yang diakui oleh Hukum Keluarga seperti
pemeliharaan anak, pemeliharaan istri, hak asuh anak, tunjangan
dan harta benda perkawinan. Artinya, ruang lingkup
'perselisihan keluarga' yang akan dibahas telah dipersempit
menjadi masalah perceraian dalam hukum keluarga. Hal ini
didukung oleh Su'aida Safei yang menyimpulkan bahwa peneliti
pada penelitian sebelumnya mengacu pada penelitian sengketa
keluarga, yang dimaksud dengan sengketa hukum keluarga
(Su'aida, 2005). Malaysia sebagai negara multi-agama memiliki
dua macam perselisihan keluarga yaitu perselisihan keluarga
Muslim dan perselisihan keluarga non-Muslim. Mengikuti apa
yang telah ditetapkan di bawah Konstitusi Federal Malaysia,
Pengadilan Syariah akan menyelesaikan perselisihan keluarga
Muslim dan Pengadilan Sipil akan menyelesaikan perselisihan
keluarga non-Muslim. Terdapat peraturan yang berbeda pada
hukum yang berlaku. Kemudian hukum hukum atau yang
dilakukan dalam hukum peradilan islam maupun non islam telah
dirumuskan dalam UUD.

Mediasi pada awalnya dikenal sebagai konsiliasi. Perlu


dicatat bahwa, di beberapa negara seperti Australia dan Selandia
Baru, istilah konsiliasi telah diganti dengan mediasi keluarga.
Ada persepsi bahwa mediasi adalah kata lain dari negosiasi,
tetapi mediasi lebih dari sekadar negosiasi (Kamala, 2008).
Mediasi sering dilakukan dalam menyelesaikan perselisihan
keluarga yang masih dapat diperbaiki kembali, meskipun ada
litigasi, keluarga Malaysia cenderung melibatkan mediasi dalam
tahapan penyelesaian. Mediasi di Pengadilan Syariah atau
dikenal sebagai Sulh sedang dilakukan oleh Majlis Sulh sebelum
litigasi untuk menyelesaikan hal-hal yang timbul dari perceraian
seperti muta'ah (tunjangan), harta sepencarian (harta
perkawinan),'iddah pemeliharaan (pengurusan istri), hadhanah
(pengasuhan anak-anak) dan pemeliharaan anak-anak seperti
yang telah disediakan di bawah bagian 87 Hukum Acara Perdata
Syariah (Sulh) Aturan Selangor 2001. Jika penyelesaian dicapai
selama proses mediasi, penyelesaian akan ditandatangani dalam
perjanjian penyelesaian, tetapi jika tidak tercapai penyelesaian
selama sesi Mediasi, kasus-kasus tersebut akan dibawa ke
Pengadilan Syariah seperti yang saat ini dipraktikkan di setiap
negara bagian di Malaysia.

Ditemukan bahwa di Australia, berdasarkan Family Law


Reform Act 1995, mediator wajib menyaring kekerasan
keluarga secara terpisah untuk memastikan keamanan pihak
yang lebih lemah. Selain itu, mediasi hanya boleh dilanjutkan;

a. Jika pelaku telah mengakui tanggung jawab atas


kekerasan tersebut
b. Korban sadar akan hak dan hak hukumnya dan terkait
dengan sumber dukungan
c. Pedoman dan aturan yang ketat diterapkan dan ditegakkan
oleh dua mediator terlatih yang sangat berpengalaman
d. Mediator menggunakan mediasi antar-jemput atau
menawarkan wawancara terpisah
e. Seorang advokat atau orang pendukung tersedia untuk
korban selama proses berlangsung.

Jadi dalam pemilihan kasus penyelesaian perselisihan


keluarga juga mengalami tahapan seleksi, mana yang masih bisa
ditangani dengan jalur Mediasi,mana yang harus melewati jalur
hukum.

Strength of The
Research Method Kelebihan dalam jurnal ini adalah banyak analisa tentang
perselisihan keluarga yang dapat dikumpulkan serta dianalisa
dari berbagai sumber literatur sehingga mendapat berbagai
pandangan tentang perselisihan keluarga dari berbagai literatur.

Weakness of The
Research Method Kekurangan dalam metode jurnal kali ini adalah, masih
kurangnya studi literatur yang membahas tentang efektivitas
mediasi dalam menangani kasus kekerasan di Malaysia.
Sehingga data yang dikumpulkan masih sangat kurang dan
diperlukan kajian atau penelitian lebih mendalam lagi.

Ethical Issue
Isu yang dibahas dalam jurnal ini adalah tentang
bagaimana hubungan metode mediasi yang diterapkan di
Malaysia dengan keluarga yang memiliki kasus KDRT di
dalamnya. Sejatinya, mediasi memiliki manfaat positif yang
sangat banyak dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Tetapi faktanya menunjukkan bahwa di Malaysia, mediasi tidak
menerima kasus dengan permasalahan yang berkaitan dengan
kekerasan. Hal ini dikarenakan kurangnya kompetensi yang
dimiliki mediator dalam mengenali secara detail adanya
kekerasan yang terjadi.
Dalam artikel yang ditulis oleh Hak (2007) metode
mediasi juga digunakan oleh sejumlah negara di Asia. Namun
dalam pengimplementasiannya, setiap negara memiliki
efektivitasnya masing-masing. Di Singapura, mediasi menjadi
salah satu metode yang ditawarkan secara gratis oleh
pemerintah, sehingga banyak orang yang memanfaatkan
mediasi dalam penyelesaian permasalahan keluarga mereka.
Metode ini pun dinilai cukup berhasil dalam menekan kasus
perceraian. Di Hongkong, efektivitas mediasi tergantung pada
budaya China dimana mereka merasa gagal dan malu ketika
harus meminta bantuan pihak lain dalam menyelesaikan
masalah keluarga mereka.

Di Indonesia, mediasi menjadi salah satu langkah yang


dilakukan untuk mencegah terjadinya perceraian. Mediasi
dilakukan untuk merekatkan kembali hubungan suami istri dan
juga kedua keluarga yang memutuskan untuk berpisah.
didalamnya, terdapat proses negosiasi yang dibantu oleh pihak
ketiga yang netral atau tidak memihak ke salah satu pasangan.
Negosiasi dilakukan hingga mendapatkan sebuah kesepakatan
bersama. Tetapi faktanya menunjukkan bahwa riset mengenai
efektivitas mediasi dalam proses perceraian ini sudah banyak
dilakukan oleh para peneliti. Kasus ini cukup menarik karena di
sebagian wilayah, mediasi belum menjadi sebuah langkah
efektif yang dapat mencegah terjadinya perceraian. Persentase
angka keberhasilan mediasi masih dibawah 10%. Banyak faktor
yang menjadi penyebab dari kurangnya perhatian mengenai
peran mediasi dalam kasus perceraian. Sebagai contoh
penelitian dari Saifullah (2015) di Rembang, didapatkan bahwa
dari 3.217 perkara hanya 2 perkara yang berhasil di mediasi; di
semarang hanya 23 perkara dari 10.817; dan di daerah Jawa
Tengah lainnya tercatat dengan hal yang sama.

Daftar Pustaka
Anon, 2015. 3,343 domestic violence cases reported. Online.
(http://www.utusan.com.my/berita/jenayah/3-343-
keganasan-rumah-tangga-dilaporkan-1.14183). Diakses
pada 4 Juni 2022.

Alkaff, F., Ritonga, A. H., & Miftah, A. M. (2021). THE


EFFECTIVENESS OF MEDIATION IN COMPLETING
DIVORCE CASES IN JAMBI PROVINCIAL
RELIGIOUS COURT. International Journal of Southeast
Asia, 2(1).

Bagshaw, D., 1995. Mediating family disputes in statutory


settings. Australian Social Work, 48(4): 3-12. DOI
https://doi.org/10.1080/03124079508412495.

Dale, B. and P. Elisabeth. (2009). Mediation in marital


disputes in muslim families in Malaysia, in mediation in
Asia pacific region transforming conflict and building
peace. London, New York: Routledge.

Hak, N. A. (2007). Family mediation in Asia: A special


reference to the law and practice in Malaysia. IIUM Law
Journal, 15(1).

Jessica, P. (1997). Divorce mediation and domestic violence.


Online.
(https://www.ncjrs.gov/pdffiles1/nij/grants/164658.pdf).
Diakses pada 4 Juni 2022.

Kamala, P.M.G. (2008). Family law in Malaysia. Selangor,


Malaysia: Lexis Nexis, Malaysia Law Sdn Bhd. pp: 449

Nasir, N. F. M., Zainol, Z. A., & Suhor, S. (2018). Mediating


family disputes involving violence in Malaysia.
International journal of Asian social science, 8(12), 1120-
1129.

Saifullah, M. (2015). Efektivitas mediasi dalam penyelesaian


perkara perceraian di pengadilan agama Jawa Tengah. Al-
Ahkam, 25(2), 181-204.

Su’aida, S. (2005). Mediation as an alternative mode of


resolving family disputes in Malaysia. Master Thesis,
University of Malaya.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai