Anda di halaman 1dari 13

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Mediasi Perceraian serta

Dampak yang Terjadi Kepada Anak

Yunita Efendi
1Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Email: yunitapekanbaru012@gmail.com

Abstrak
Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok umur dan
terjadi sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan berbeda pada orang dewasa
yang lebih tua. Berdasarkan teori bahwa hukum dapat menetapkan standar ideal untuk
hubungan dan kontrol pribadi dan perilaku individu. Meskipun komunitas praktisi, dan
sebagian besar komentator, melihat mediasi murni dalam hal penyelesaian perselisihan,
mediasi dapat menjadi bagian dari proses penundaan yang dimaksudkan untuk
menciptakan ruang bagi para pihak untuk merenungkan apakah pernikahan mereka
dapat diselamatkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Sumber
data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan mengumpulkan jurnal
dalam dan luar negeri. Pengumpulan data dilakukan melalui proses kajian literatur. Yakni,
mendeskripsikan tujuan penelitian, mencari jurnal yang terkait dengan tujuan penelitian,
dan membaca abstrak dan isi jurnal secara lengkap. Baca teks lengkap jurnal penelitian
dan dapatkan hasil penelitian darinya (Suprapto et al, 2020). Teknik pengumpulan data
yang dilakukan adalah observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus kekerasan
dalam rumah tangga kerap sekali terjadi dikalangan suami-istri yang menyebabkan
pasangan tersebut memiliki jalan perceraian. dengan jalan perceraian tersebut
memberikan dampak buruk kepada anak. dengan adanya layanan mediasi kasus
perceraian dapat diatasi dengan baik dan sesuai hukum yang berlaku di pengadilan
agama.Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok umur dan terjadi
sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan berbeda pada orang dewasa yang
lebih tua. Dengan adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi secara
berulang membuat seorang anak merasa takut dan cemas dengan keberadaan dirinya
dirumah.
Kata Kunci: Kekerasan Rumah Tangga, Mediasi Perceraian, Dampak pada anak
Pengantar
Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok
umur dan terjadi sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan
berbeda pada orang dewasa yang lebih tua. Ada bukti latar belakamg
yang dihasilkan oleh kekerasan dalam rumah tangga pada usia lebih tua
usia kerja, yaitu dengan tingkat masalah kesehatan fisik dan mental yang
tinggi pada korban perempuan dan laki-laki (Ferari et al., 2014; Hester et
al., 2015; Howard, Trevillion, & Agnew-Davies, 2010) dan pelaku laki-laki
(Hester et al., 2015).

Namun, dampak kekerasan dalam rumah tangga pada orang


dewasa yang lebih tua kurang menjadi titik fokus, pada penelitian ini tidak
merata dan sebagian besar tidak terpadu. Relevansi usia mungkin tampak
tidak jelas dan fokus pada layanan di beberapa wilyah adalah pada
integrasi dan ketentuan untuk menjadi lebih muda, dapat dikatakan
bahwa mengekstrapolasi data untuk orang yang lebih muda sudah cukup.
Namun, mereka yang bekerja dengan orang dewasa yang lebih tua akan
menyadari bahwa ada perbedaan penting antara kelompok usia, dengan
orang tua yang datang ke layanan dengan cara yang berbeda dan
menghadapi tantangan yang berbeda.

Isu-isu seperti kesehatan, perawatan diri di rumah, keamanan


finansial, warisan, dan kehangatan sangat penting bagi orang tua, aturan
kelompok usia ini dalam konteks yang berbeda dalam hal kekerasan
pasangan intim dan tanggapan mereka terhadapnya. Sebagai akibat dari
perbedaan ini, layanan kesehatan di Inggris, misalnya, terus diberikan
secara terpisah untuk lansia, baik dalam kesehatan mental maupun
kesehatan medis akut. Tinjauan ini, oleh karena itu, bertujuan untuk
mensintesis temuan tentang prevalensi, sifat, dan dampak kekerasan
dalam rumah tangga di antara orang dewasa yang lebih tua, serta
identifikasi dan pengelolaannya.
Penulis ini menggunakan istilah kekerasan dalam rumah tangga,
dengan fokus khusus pada kekerasan pasangan intim, yang didefinisikan
oleh World Health Organization & London School of Hygiene and Tropical
Medicine (2010, p. 18), sebuah "perilaku dalam hubungan intim."
Menyebabkan bahaya fisik, seksual, atau psikologis, seperti pemaksaan
seksual, agresi fisik, control perilaku, dan pelecehan.

Definisi ini mencakup kekerasan oleh pasangan saat ini dan


sebelumnya. Penekanan penulis adalah pada populasi orang dewasa
yang lebih tua, terutama yang berusia di atas 65 tahun. Namun, karena
penelitian pada orang usia tua menggunakan rentang usia yang
bervariasi, beberapa di antaranya termasuk orang-orang dari usia 55
tahun, kami telah memasukkan penelitian yang melaporkan orang dewasa
di bawah 65 tahun untuk mencocokkan badan penelitian kita.

Kami mencari di Medline, PsycINFO, Cinahl, dan Embase untuk


studi yang melaporkan temuan kualitatif atau kuantitatif dari studi
kesehatan mental dan kekerasan dalam rumah tangga pada orang
dewasa yang lebih tua. Hanya kertas berbahasa Inggris yang disertakan.
Pencarian dilengkapi dengan pelacakan kutipan dan dari hasil tinjauan
sistematis yang dilakukan secara bersamaan terhadap kekerasan dalam
rumah tangga dan demensia (McCausland, Knight, Page, & Trevillion,
2016). Pencarian dilengkapi dengan pelacakan kutipan dan dari hasil
tinjauan sistematis yang dilakukan secara bersamaan terhadap kekerasan
dalam rumah tangga dan demensia (McCausland, Knight, Page, &
Trevillion, 2016).

Survei menunjukkan prevalensi seumur hidup untuk kekerasan


dalam rumah tangga di atas 60-an mungkin berkisar antara 5,36% (Zink,
Fisher, Regan, & Pabst, 2005) hingga 26,5% (Bonomi et al., 2007).

Pada tahun 2013, Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan


sebuah laporan yang menyatakan bahwa prevalensi seumur hidup global
dari kekerasan pasangan intim di antara wanita yang pernah berpasangan
adalah 30,0%. Mereka memilah data prevalensi berdasarkan usia, dan
untuk wanita berusia 65-69 tahun mereka melaporkan bahwa prevalensi
global adalah 22,2%. Mereka tidak memiliki data untuk wanita di atas usia
70 tahun. Namun, mereka berkomentar bahwa sebagian besar data tidak
mencakup informasi untuk wanita di atas usia 49 tahun, dan oleh karena
itu, data ini tidak boleh diartikan sebagai yang lebih tua perempuan
mengalami tingkat kekerasan pasangan intim yang lebih rendah, tetapi
lebih sedikit yang diketahui tentang kelompok usia ini (WHO, 2013).

Studi awal yang dilakukan peneliti pada Rabu, 28 Desember 2022


pukul 11.00 WIB sampai dengan selesai di Kantor Urusan Agama (KUA)
Tampan yang berada di Jl. Rajawali Sakti. Peneliti melakukan observasi
dan wawancara di KUA tersebut. Pada wawancara dengan salah satu
seorang pak penghulu di KUA Tampan yang berinisial pak S, bahwasanya
kasus kekerasan rumah tangga ini kerap sekali terjadi. Pak S mengatakan
bahwa ada yang melapor setiap hari nya, kadang-kadang ada 3 orang
dalam 1 hari melapor bahwa ia mengalami kekerasan dalam rumah
tangga. Jika pasangan suami dan istri tidak melapor ke KUA tida mungkin
Pak S ini tahu, pak S mengatakan bahwa data ini sudah di buat catatan
oleh pak penghulu yang ada disini juga, namun arsip data nya belum
sempat dibuat karena masih banyak kerjaan yang harus diselesaikan.
Diakarenakan hal tesebut, pasangan suami istri yang mengalami
kekerasan dalam rumah tangga kerap sekali menginginkan perceraian.
Disini pak S menjelaskan bahwa, ketika ada pasangan suami-istri yang
ingin bercerai pak S melakukan Layanan Mediasi. Artinya pak S tidak
langsung menemukan kedua belah pihak untuk berbicara. Alurnya pak S
akan mendengarkan cerita dari seorang istri sampai selesai lalu berlanjut
ke cerita suami sampai selesai. Setelah mendengar 2 cerita dari sepasang
suami-istri ini pak S menemukan kedua belah pihak secara bersamaan.
Pak S akan menanyakan kepada yang bersangkutan bagaimana
kelanjutannya. Setelah dilakukan nya mediasi perceraian akhirnya
sepasang suami-istri tersebut dalam meredam emosi nya dan
mengatakan masing saling membutuhkan satu sama lain. Hingga akhirya
mereka bersatu kembali.

Mediasi dalam bentuk kontemporernya pertama kali dikembangkan


di Inggris pada pertengahan 1970-an, meskipun dibangun di atas garis
perkembangan konseling dan konsiliasi yang dimaksudkan untuk
menyelamatkan pernikahan yang dapat ditelusuri kembali ke tahun 1930-
an (Eekelaar dan Dingwall 1988). Kebingungan antara konsiliasi dan
rekonsiliasi, mengelola perceraian dan memperbaiki hubungan yang
rusak, perlahan menghilang, dan tampaknya memainkan peran penting
dalam penyisipan ketentuan mediasi dalam Family Act 1996. Hasson
(2003, 2006), misalnya, mencatat kepentingan dalam undang-undang
tersebut antara penerapan kajian Komisi Hukum (1990) untuk
menyederhanakan alasan perceraian ke arah yang tidak salah dan
keinginan pemerintah Konservatif saat itu untuk mendukung pernikahan
dan mempromosikan rekonsiliasi.

Berdasarkan teori bahwa hukum dapat menetapkan standar ideal


untuk hubungan dan kontrol pribadi dan perilaku individu. Meskipun
komunitas praktisi, dan sebagian besar komentator, melihat mediasi murni
dalam hal penyelesaian perselisihan, mediasi dapat menjadi bagian dari
proses penundaan yang dimaksudkan untuk menciptakan ruang bagi para
pihak untuk merenungkan apakah pernikahan mereka dapat
diselamatkan.

Dengan adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi


secara berulang membuat seorang anak merasa takut dan cemas dengan
keberadaan dirinya dirumah. Apalagi ketika anak sudah mengetahui
orangtua nya akan berpisah, anak pastinya akan merasa luka yang dalam,
sedih berlarut, dan membuat psikologis anak terganggu. Seorang anak
tidak ada yang mengingkan keluarga nya hancur, dengan adanya mediasi
perceraian anak mendapatkan sebuah peluang untuk orangtua nya dapat
bersama kembali.

Berangkat dari permasalahan tersebutlah peneliti tertarik untuk


membuat studi kepustakaan (library research) tentang “Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dan Mediasi Perceraian serta Dampak yang Terjadi
Kepada Anak”.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan.
Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dengan
mengumpulkan jurnal dalam dan luar negeri. Pengumpulan data dilakukan
melalui proses kajian literatur. Yaitu, mendeskripsikan tujuan penelitian,
mencari jurnal yang terkait dengan tujuan penelitian, dan membaca
abstrak dan isi jurnal secara lengkap. Baca teks lengkap jurnal penelitian
dan dapatkan hasil penelitian darinya (Suprapto et al, 2020). Teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi dan wawancara.

Hasil dan Pembahasan


Kekerasan dalam Rumah Tangga
Penelitian yang dilakukan oleh Lucy Knight & Marianne Hester
(2016) Kekerasan dalam rumah tangga dan kesehatan mental pada usia
yang lebih tua, International Review of Psychiatry, 28:5, 464-474.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mensintesis temuan tentang
prevalensi, sifat, dan dampak kekerasan dalam rumah tangga di antara
orang dewasa yang lebih tua, serta identifikasi dan pengelolaannya.
Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok
umur dan terjadi sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan
berbeda pada orang dewasa yang lebih tua. Ada bukti dampak yang
ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga pada orang dewasa usia
kerja, yaitu dengan tingkat masalah kesehatan fisik dan mental yang tinggi
pada korban perempuan dan laki-laki (Ferari et al., 2014; Hester et al.,
2015; Howard, Trevillion, & Agnew-Davies, 2010) dan pelaku laki-laki
(Hester et al., 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Arthur Horton (2008) Domestic


Violence: The Untold Story, Journal of Human Behavior in the Social
Environment, 18:1, 31-47. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
menyoroti masalah kekerasan dalam rumah tangga dan variabel penjelas
sampai sekarang tidak sepenuhnya dibahas dalam literatur. Ini berfokus
pada satu daerah perkotaan Chicago dengan populasi dalam kota yang
dapat diidentifikasi.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah utama di Amerika


Serikat. Hampir 1,5 juta wanita dan 834.732 pria diperkosa atau disiksa
secara fisik oleh seseorang yang dekat dengan mereka setiap tahun.
Karena kemungkinan pelecehan terjadi lebih dari satu kali dalam
hubungan, diperkirakan 4,9 juta kasus pelecehan terhadap wanita terjadi
setiap tahun dan sekitar 2,9 juta terjadi pada pria setiap tahun.

Laporan Survei Korban Kejahatan Nasional tahun 1994 tentang


kekerasan terhadap perempuan memperkirakan bahwa ketika ada
hubungan intim antara korban dan pelaku, 56% perempuan korban
kejahatan kekerasan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Dengan
asumsi persentase ini berlaku untuk Chicago, memperhitungkan kasus
yang tidak dilaporkan ke polisi saja bisa hampir menggandakan jumlah
insiden kekerasan dalam rumah tangga menjadi 65.000 per tahun
(Bachman, 1994).

Penelitian yang dilakukan oleh RICHARD R. PETERSON New York


City Criminal Justice Agency, Inc., New York, New York, AS. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan memberikan informasi dan rekomendasi tentang
pengumpulan bukti dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga
berdasarkan pengalaman kejaksaan di Brooklyn, New York. Ini juga
memberikan hasil penelitian yang menunjukkan nilai jenis bukti tertentu
untuk mendapatkan keyakinan.

Tanggapan penegak hukum terhadap kasus kekerasan dalam


rumah tangga (KDRT) juga telah berkembang selama periode ini, namun
kasus-kasus tersebut masih dapat dikatakan sebuah tantangan yang
berat. Salah satu aspek dari tanggapan penegak hukum dalam kasus DV
yaitu pengumpulan bukti-bukti memerlukan perhatian khusus, karena
kasus-kasus tersebut memiliki ciri khas, antara lain dinamika hubungan
antara korban dan pelaku serta kebutuhan akan bukti-bukti yang
menguatkan.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Kekerasan dalam


rumah tangga dan kesehatan psikologis pada orang dewasa yang lebih
tua, Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok
umur dan terjadi sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan
berbeda pada orang dewasa yang lebih tua.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah utama di Amerika


Serikat. Hampir 1,5 juta wanita dan 834.732 pria diperkosa atau disiksa
secara fisik oleh seseorang yang dekat dengan mereka setiap tahun.
Laporan Survei Korban Kejahatan Nasional tahun 1994 tentang kekerasan
terhadap perempuan memperkirakan bahwa ketika ada hubungan intim
antara korban dan pelaku, 56% perempuan korban kejahatan kekerasan
melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Tanggapan penegak hukum
terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga telah
berkembang selama periode ini, namun kasus-kasus tersebut masih dapat
dikatakan sebuah tantangan yang berat.

Mediasi Perceraian

Penelitian yang dilakukan oleh Robert Dingwall (2010) Mediasi


perceraian: haruskah kita berubah pikiran?, Journal of Social Welfare and
Family Law, 32:2, 107-117. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengulangi tentang sifat kompleks dan hubungan dari sistem hukum
dalam menangani perpecahan keluarga, tentang kebajikan mediasi dan
tentang keinginan. Agar rumah tangga dapat terselamatkan.

Hasson (2003, 2006), misalnya, mencatat ketegangan dalam


undangundang tersebut antara penerapan proposal Komisi Hukum (1990)
untuk menyederhanakan alasan perceraian ke arah yang tidak salah dan
keinginan pemerintah Konservatif saat itu untuk mendukung pernikahan
dan mempromosikan rekonsiliasi. Meskipun banyak hal yang akan dicapai
dan dilalui dalam penyelesaian perselisihan, itu menjadi bagian dari
proses penundaan yang dimaksudkan untuk menciptakan ruang bagi para
pihak untuk merenungkan apakah pernikahan mereka dapat
diselamatkan.

Penelitian yang dilakukan oleh M Aris Rofiqi ,Sitti Hartinah, Mulyani


dalam Jurnal Pendidikan dan Konseling Jilid 4 Nomor 5 Tahun 2022
dengan judul artikel “Peran Konseling dan Mediasi dalam Mengantisipasi
Meningkat Kasus Perceraian”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk menyampaikan peran konselor sebagai pendukung dan sebagai
fasiltator dalam mediasi perceraian. Dan juga menjadi sumber untuk
megentaskan masalah perceraian yang dihadapi oleh seorang klien.

Pendekatan konseling yang melibatkan proses mediasi dapat


mengembangakn efektivitas dan kesuksesan proses mediasi, mengingat
mediasi juga bertujuan pada perkenalan, waktu yang terbatas dan tugas.
Mediasi berbeda dengan psikoterapi namun dalam metode dan
penerapannya dapat dilakukan secara bersamaan. Psikoterapi dapat
diartikan dengan individu yang mengalami gangguan mental, stress, dan
merasa takut dikarenakan hal yang menganggu seperti salah satunya
ialah permasalahan kekerasan rumah tangga yang menyebabkan
perceraian.
Penelitian yang dilakukan oleh Al Fadil dalam jurnal An-Nisa' :
Journal of Women & Islamic Studies Vol. 12, No.1, April 2019 dengan
judul “Upaya Perdamaian dalam Proses Perceraian Melalui Mediasi oleh
Pengadilan Agama sebagai Family Counselling”. Penelitian ini dilakukan
dengna tujuan memberikan pemahaman kepada sepasang suami-istri
yang ingin bercerai bahwa Perceraian tidak menjadi salah satu hal postitif
yang dilakukan dalam rumah tangga, walupun dengan bercerai sepasang
suami-istri tidak tinggal serumah lagi. Justru perceraian akan
menimbulkan dan menjadi masalah baru dalam kehidupan.

Perceraian dipilih karena dianggap sebagai suatu solusi yang


ampuh dalam sebuah rumah tangga. Tanpa memikirkan bagaimana
keadaan kedua nya dan terutama akan berdampak pada anak. Meskipun
pengadilan agama bukan lembaga konseling keluarga, namun penting
untuk memahami kegiatan mediasi di pengadilan agama sebagai
konseling keluarga, karena mereka mencoba mendamaikan dan
menyelesaikan masalah keluarga melalui mediasi. .

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ahli di atas


dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengulangi tentang sifat kompleks dan hubungan dari sistem hukum
dalam menangani perpecahan keluarga, tentang kebajikan mediasi dan
tentang keinginan. Hasson (2003, 2006), misalnya, mencatat ketegangan
dalam undangundang tersebut antara penerapan proposal Komisi Hukum
(1990) untuk menyederhanakan alasan perceraian ke arah yang tidak
salah dan keinginan pemerintah Konservatif saat itu untuk mendukung
pernikahan dan mempromosikan rekonsiliasi. Meskipun banyak hal yang
akan dicapai dan dilalui dalam penyelesaian perselisihan, itu menjadi
bagian dari proses penundaan yang dimaksudkan untuk menciptakan
ruang bagi para pihak untuk merenungkan apakah pernikahan mereka
dapat diselamatkan.
Simpulan

Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi setiap kelompok


umur dan terjadi sepanjang rentang hidup, meskipun dapat perasaan
berbeda pada orang dewasa yang lebih tua. kekerasan dalam rumah
tangga, dengan fokus khusus pada kekerasan pasangan intim, yang
didefinisikan oleh World Health Organization & London School of Hygiene
and Tropical Medicine (2010). Dengan adanya kasus kekerasan dalam
rumah tangga yang terjadi secara berulang membuat seorang anak
merasa takut dan cemas dengan keberadaan dirinya dirumah.

Daftar Rujukan

Al Fadili, M. S. (2019). UPAYA PERDAMAIAN PROSES PERCERAIAN.


An-Nisa’ : Jurnal Kajian Perempuan & Keislaman, 1-21.

Bachman, R. (1994, Januari). Kekerasan terhadap perempuan: Laporan


survei korban kejahatan nasional (NCJ-45325). Washington, DC:
Biro Statistik Kehakiman.

Eekelaar, JM dan Dingwall, R.,, 1988. Perkembangan konsiliasi di Inggris.


Dalam: R. Dingwall dan JM Eekelaar eds. Mediasi perceraian dan
proses hukum: praktik Inggris dan pengalaman internasional.
Oxford: Oxford University Press, 3–22

Ferari, G., Agnew-Davies, R., Bailey, J., Howard, L., Howarth, E., Peters,
T., … Feder, G. (2014). Kekerasan dalam rumah tangga dan
kesehatan mental; survei cross-sectional perempuan mencari
bantuan dari layanan dukungan kekerasan dalam rumah tangga.
Aksi Kesehatan Global, 7, 25519. doi:10.3402/ gha.v7.25519.

Hasson, E., 2003. Menetapkan standar atau mencerminkan realitas?


'Peran' hukum perceraian, dan kasus UU Hukum Keluarga 1996.
Jurnal internasional hukum, kebijakan dan keluarga, 17 (3), 338–
365.

Hasson, E., 2006. Menikah dengan 'kesalahan': peraturan hukum tentang


perceraian dan putusnya hubungan Studi hukum, 26 (2), 267–290.

Hester, L. K. (2016). Domestic violence and mental health in older.


International Review of Psychiatry, 464-467.

Horton, A. (2008). Domestic Violence: The Untold Story. Journal of Human


Behavior in the Social Environment, 31-47.

M Aris Rofiqi, S. H. (2022). Peran Konseling dan Mediasi dalam Antisipasi


Peningkatan . Jurnal Pendidikan dan Konseling, 1-14.

McCausland, B., Knight, L., Page, L., & Trevillion, K. (2016). Tinjauan
sistematis tentang prevalensi dan kemungkinan korban kekerasan
dalam rumah tangga di antara orang-orang dengan demensia.
Tinjauan Internasional Psikiatri.

RICHARD R. PETERSON, D. B.-P. (2012). Domestic Violence Is Different:


The Crucial. Journal of Police Crisis Negotiations,, 103–121.

Robert Dingwall, i. E. (2010). Divorce mediation: should we change.


ingwall Enterprises, 107-117.

Suprapto, N., Sunarti, T., Suliyanah, Wulandari, D., Hidayaatullaah, H. N.,


Adam, A. S., & Mubarok, H. (2020). A systematic review of
photovoice as participatory action research strategies. International
Journal of Evaluation and Research in Education, 9(3), 675–683.
https://doi.org/10.11591/ijere.v9i3.20581

Yuyun Nailul Qomariah, Z. A. (2022). Efektifitas Penerapan Model


Pembelajaran Predict . PENDIPA Journal of Science Education, 49-
56.
Zink, T., Fisher, B., Regan, S., & Pabst, S. (2005). Prevalensi dan insiden
kekerasan pasangan intim pada wanita yang lebih tua dalam
praktik perawatan primer. Jurnal Penyakit Dalam Umum, 20, 884–
888.

Anda mungkin juga menyukai