Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Para ahli mendefenisikan komunitas atau masyarakat dari berbagai sudut pandang, WHO
(1974) mendefenisikan sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah,
nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi
antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya, sedangkan Spradley (1985)
mendefenisikan komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman
penting dalam hidupnya. Saunders (1991) juga mendefenisikan komunitas sebagai tempat
atau kumpulan orang-orang atau sistem sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang memiliki
nilai-nilai keyakinan minta relatif sama serta ada interaksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan.
Selain itu komunitas juga dipandang sebagai target pelayanan kesehatan, yang bertujuan
mencapai kesehatan komunitas sebagai suatu peningkatan kesehatan dan kerjasama sebagai
suatu mekanisme untuk mempermudah pencapaian tujuan yang berarti masyarakat/komunitas
tersebut dilibatkan secara aktif untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pelaksanaannya
Asuhan Keperawatan komunitas diupayakan dekat dengan komunitas, sehingga strategi
pelayanan kesehatan utama merupakan pendekatan yang juga menjadi acuan. Artinya upaya
pelayanan atau asuhan yang diberikan merupakan upaya essensial atau sangat dibutuhkan
komunitas secara universal upaya tersebut mudah dijangkau.
Dengan demikiaan di dalam keperawatan komunitas penggunaan teknologi tepat guna,
tumbuh kembang pada balita di wilayah binaannya, seyogyanya ia bisa memilih alat
permainan edukatif sederhana yang tersedia di wilayah tersebut.Bantuan yang diberikan
karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauan dengan menggunakan potensi
lingkungan untuk mendirikan masyarakat, sehingga pengembangan wilayah setempat
(Locality Development) merupakan bentukpengorganisasian yang tepat digunakan. Dalam
praktek keperawatan komunitas pendekatan ilmiah yang digunakan adalah proses
keperawatan komunitas yang terdiri dari 4 tahapan yaitu: Pengkajian, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
Intervensi keperawatan dilakukan haruslah yang dapat dilakukan oleh perawat secara
mandiri, maupun dengan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain melalui lintas program atau
lintas sektoral. Pada kenyataannya belum semua tenaga keperawatan komunitas memberikan
pelayanan sesuai konsep, hal ini antara lain karena pemahaman yang belum sama tentang
konsep dasar keperawatan komunitas dan perannya dalam keperawatan komunitas, dengan
materi ini diharapkan para sejawat perawat dapat mendesiminasikan ilmunya baik kepada
peserta didik maupun kepada sejawat perawat lain yang bekerja di komunitas, selanjutnya
akan diuraikan asumsi keyakinan dan falsafah komunitas.
2. Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan
atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain:
adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk
membentuk pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, & Thomas, 1999). Pemberdayaan,
kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar. Perawat spesialis
komunitas ketika menjalin suatu kemitraan dengan masyarakat maka dirinya juga harus
memberikan dorongan kepada masyarakat. Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip “bekerja
bersama” dengan masyarakat bukan “bekerja untuk” masyarakat, oleh karena itu perawat
spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar
muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun kesehatan masyarakat
tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi
masyarakat (Nies & McEwan, 2001).
Kemandirian agregat dalam PKP berkembang melalui proses pemberdayaan. Tahapan
pemberdayaan yang dapat dilalui oleh agregat (Sulistiyani, 2004), yaitu:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan kemampuan dalam mengelola secara mandiri. Dalam tahap ini,
perawat komunitas berusaha mengkondisikan lingkungan yang kondusif bagi efektifitas
proses pemberdayaan agregat .
b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan
secara mandiri agar dapat mengambil peran aktif dalam lingkungannya. Pada tahap ini
agregat memerlukan pendampingan perawat komunitas.
c. Tahap peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sehingga terbentuk inisiatif dan
kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola. Pada tahap ini dapat
melakukan apa yang diajarkan secara mandiri.
3. Pendidikan Kesehatan
Strategi utama upaya prevensi terhadap kejadian adalah dilakukannya kegiatan pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang dimiliki oleh
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson & Nies, 192011). Pendidikan
kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan,
menyempurnakan sikap, meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di
dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan kelompok (Pender, Murdaugh, &
Parsons, 2002). Pendidikan kesehatan diharapkan dapat mengubah perilaku untuk patuh
terhadap saran pengelolaan secara mandiri.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun komunitas. Upaya
pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu:
individu akan mudah mengadopsi perilaku sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari
lingkungannya terutama dukungan keluarga, intervensi di tingkat komunitas dapat mengubah
struktur sosial yang kondusif terhadap program promosi kesehatan, unsur-unsur di dalam
komunitas dapat membentuk sinergi dalam upaya promosi kesehatan (Meillier, Lund, & Kok,
1996).
Intervensi keperawatan melalui pendidikan kesehatan untuk menurunkan risik dan
komplikasinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) pencegahan primer, (2)
pencegahan sekunder, dan (3) pencegahan tersier. Pendidikan kesehatan dalam tahap
pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan risiko yang dapat mengakibatkan .
Pendidikan kesehatan dalam tahap pencegahan sekunder bertujuan untuk memotivasi
kelompok berisiko melakukan uji skrining dan penatalaksanaan gejala yang muncul,
sedangkan pada tahap pencegahan tersier, perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan
yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi terulang dan
memelihara stabilitas kesehatan .
4. Proses Kelompok
Proses kelompok merupakan salah satu strategi intervensi keperawatan yang dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat melalui pembentukan sebuah kelompok atau kelompok
swabantu (self-help group). Intervensi keperawatan di dalam tatanan komunitas menjadi lebih
efektif dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan perubahan pada individu, keluarga dan
komunitas apabila perawat komunitas bekerja bersama dengan masyarakat. Berbagai
kelompok di masyarakat dapat dikembangkan sesuai dengan inisiatif dan kebutuhan
masyarakat setempat, misalnya Posbindu, Bina Keluarga , atau Karang . Kegiatan pada
kelompok ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh agar dapat
mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif selama mungkin
(Depkes RI, 1992).
Menurut penelitian, yang mengikuti secara aktif sebuah kelompok sosial dan menerima
dukungan dari kelompok tersebut akan memperlihatkan kondisi kesehatan fisik dan mental
yang lebih baik daripada yang lebih sedikit mendapatkan dukungan kelompok (Krause,
192011). Bentuk dukungan kelompok ini juga terkait dengan rendahnya risiko morbiditas dan
mortalitas (Berkman, Leo-Summers, & Horwitz, 1992). Meskipun penjelasan risiko
morbiditas dan mortalitas tersebut tidak lengkap dikemukakan, beberapa laporan menekankan
bahwa dukungan yang diterimadapat meningkatkan pemanfaatan dan kepatuhan individu
terhadap pelayanan yang diinginkan dengan mengikuti informasi yang diberikan, ikut serta
dalam kelompok dan meningkatkan perilaku mencari bantuan kesehatan (Cohen, 1988).
Berdasarkan strategi intervensi yang telah ditentukan oleh perawat komunitas seperti tersebut
di atas, selanjutnya dilakukan pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat
sebagai suatu proses merupakan sebuah perangkat perubahan komunitas yang
memberdayakan individu dan kelompok berisiko (agregat) dalam menyelesaikan masalah
komunitas dan mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Menurut Helvie (1998), terdapat
tiga model pengorganisasian masyarakat yaitu:
a. Model pengembangan masyarakat (locality development),
Model pengembangan masyarakat didasarkan pada upaya untuk memaksimalkan perubahan
yang terjadi di komunitas, di mana masyarakat dilibatkan dan berpartisipasi aktif dalam
menentukan tujuan dan pelaksanaan tindakan. Tujuan dari model pengembangan masyarakat
adalah (1) agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan-serta aktif
dalam setiap tahapan proses keperawatan, dan (2) perubahan perilaku (pengetahuan, sikap
dan tindakan) dan kemandirian masyarakat yang dibutuhkan dalam upaya peningkatan,
perlindungan dan pemulihan status kesehatannya di masa mendatang (Nies & McEwan,
2001; Green & Kreuter, 1991). Sejalan dengan Mapanga dan Mapanga (2004) tujuan dari
proses keperawatan komunitas pada adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian
fungsional agregat melalui pengembangan kognisi dan kemampuan merawat dirinya sendiri.
Pengembangan kognisi dan kemampuan agregat difokuskan pada dayaguna aktifitas
kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri, dan adaptasi terhadap permasalahan
kesehatan sehingga akan berdampak pada peningkatan partisipasi aktif .
b. Model perencanaan sosial (social planning)
Model perencanaan sosial dalam pengelolaan agregat lebih menekankan pada teknik
menyelesaikan masalah kesehatan agregat dari pengelola program di birokrasi, misalnya
Dinas Kesehatan atau Puskesmas. Kegiatan bersifat kegiatan top-down planning. Tugas
perencana program kesehatan adalah menetapkan tujuan kegiatan, menyusun rencana
kegiatan, dan mensosialisasikan rencana tindakan kepada masyarakat. Perencana program
harus memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menyelesaikan permasalahan yang
kompleks termasuk kemampuan untuk mengorganisasikan lintas sektor terkait.
c. model aksi sosial (social action)
Model aksi sosial menekankan pada pengorganisasian masyarakat untuk memperjuangkan
isu-isu tertentu terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi agregat , misalnya
kampanye gaya hidup sehat untuk mencegah penyakit diabetes. Tingkat dan bentuk intervensi
keperawatan komunitas
1. Perumusan Tujuan
Dalam perumusan tujuan harus memenuhi criteria sebagai berikut:
a. berfokus pada masyarakat
b. jelas dan singkat
c. dapat diukur dan diobservasi
d. realistic
e. ada target waktu
f. melibatkan peran serta masyarakat
Keterangan:
S : subjek
P : predikat
K.1 : kondisi
K.2 : kriteria
Selain itu dalam perumusan tujuan:
• Dibuat berdasarkan goal = sasaran dibagi hasil akhir yang diharapakan
• Perilaku yang diharapkan berubah
• S : spesifik
• M : measurable atau dapat diukur
• A : attainable atau dapat dicapai
• R : relevant / realistic atau sesuai
• T : time-bound atau waktu tertentu
• S : sustainable atau berkelanjutan
Contoh:
Goal dan Tujuan
Nama komuniti :
Masalah :
Goal :
No Tanggal diterapkan Tujuan Tanggal dicapai
Contoh kasus:
Mahasiswa Akper Gersik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa kandangan
Cerme kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong
royong dalam waktu 1,5 bulan
Jadi kaitan dengan rumus di atas dapat diketahui bahwa:
Subjek : mahasiswa akper gersik
Predikat : membuat jamban umum
Kondisi : swdaya dan gotong royong
Criteria : waktu 1,5 bulan
Contoh kasus:
Mahasiswa Akper Gersik melakukan praktek keperawatan komunitas di Desa Kandangan
Crème Kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara
gotong royong dalam waktu 1,5 bulan.
Dari contoh di atas, maka rencana tindakan yang dibuat adalah:
a. Mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat dengan topic “Pentingnya
Jamban Bagi Kesehatan Masyarakat” sebanyak 4 kali sesuai dengan schedule kegiatan (setiap
hari senin di balai desa).
b. Mahasiswa melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupu
informal untuk mengalang dukungan.
c. Mahasiswa melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menggalang dana
untuk pembuatan jamban umum melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) yang
ada atau iuran desa.
d. Mahasiswa menetapkan waktu peresmian pembuatan jamban umum oleh kepala desa dan
tokoh-tokoh masyarakat yang lain.
e. Melalui tokoh-tokoh masyarakat formal maupun informal menghimbau dan mengajak
masyarakat secara gotong-royong membangun jamban umum
f. Kerjasama dengan instansi terkait untuk mendapatkan bantuan teknis pembuatan jamban
umum yang emnuhi syarat kesehatan (tenaga sanitarian)
DX Keperawatan Sasaran Tujuan Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria
Standar Evaluasi Evaluator
Resiko terjadinya kenakalan remaja di RW 011 kelurahan Cipinang sehubungan dengan :
• Kurang pengetahun remaj tentang tumbuh kembang dan masalah-msalah kenakalan remaja
dan akibatnya.
• Dimanifestasikan dengaan
-Tanda-tanda yang sering dijumpai pada remaja : tidak ada nafsu makan (33,5%), mengantuk
(12,8%), mata merah, malas dan sering mengururng diri (54,13%)
-Kegiatan remaja di masyarakat : pengajian (36,7%0, karang taruna (28,35%), olah raga
(20,62%), PMR (3,61%) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 tahun diharapkan
tidak terjadi kenakalan remaja di wilayah RW 011 Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 5 minggu diharapkan :
1. Pengetahuan remaja dan masyarakat tentang tumbuh kembang remaja dan masalah
kenakalan remaja serta penanggulangan masalah tersebut akan meningkat.
• Penyebaran informasi
• Penggerakan massa
• KIM
1.1.Memasang poster dan pengumuman melalui mesjid dan kader untuk kegiatan penyuluhan
remaja.
Kader
Pokjakes
-Dari hasil wawancara dan observasi banyak remaj putus sekolan dan pengangguran.
Penggerakan massa
Penggerakan masa
KIM
3.1. Memasang pengumuman berupa poster dan penyebaran undangan untuk acara
pembentukan pengurus karang tarunaRW 011 yang baru.
3.2.Bersama pengurus karang taruna yang lama dan pokjakes membentuk pengurus karang
taruna yang baru -
Setiap RT
Balai RW
Diwilayah RT
Balai RW
12-01-2011
12-01-2011
26-01-2011
2-02-2011
Sosiodram/simulasi
Remaja melakukan kerja bakti bersama masyarakat
Poster dipasang
Undangan disebar.
50% remaja masing-masing RT terlibat dan aktif dalam acara kerja bakti.
3.3.Bersama pengurus karang taruna merencanakan kegiatan yang baru, menarik dan
bermanfaat seperti : olah raga, musik, pengajian, pembayaran listrik secara kolektif dan
penyuluhan remaja oleh tenaga kesehatan
Balai RW
07-02-2011
Kerja sama masyarakat dan remaja
Kader
Pokjakes
DAFTAR PUSTAKA
Mubaraq, Wahid Iqbal . 2006 . Ilmu Keperawatan Komunitas . CV Sagung Seto : Jakarta
Firmansyah, Andan . 2010 . Perawat Komunitas Sebagai Edukator.
http://andaners.wordpress.com/2010/11/16/perawat-komunitas-sebagai-perawat-edukator-
diabetes/. Diakses 20 Januari 2011