Anda di halaman 1dari 41

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


NOMOR … TAHUN
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENUE
DENGAN METODE WOLBACHIA

Menimbang : a. bahwa Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang menimbulkan kesakitan dan kematian yang
tinggi di Indonesia secara nasional sehingga perlu dilakukan
upaya penanggulangan yang salah satunya melalui Intervensi
Vektor dengan metode memanfaatkan nyamuk Aedes ber-
Wolbachia;
b. bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK. 01.07/Menkes/1341/2022 tentang
Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue
Dengan Metode Wolbachia, perlu menetepkan Keputusan
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia;
c. bahwa Wolbachia merupakan bakteri yang hidup pada
serangga yang mampu menekan penyebaran virus dengue
pada nyamuk sehingga merupakan salah satu teknologi
pelengkap dari program penanggulangan dengue yang sudah
ada;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pertimbangan
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Keputusan direktur jenderal tentang Ptunjuk
teknis pilot project wolbachia;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
3. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 83)
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755)
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.
01.07/Menkes/1341/2022 tentang Penyelenggaraan Pilot
Project Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN
DENGUE DENGAN METODE WOLBACHIA
KESATU : Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia yang
selanjutnya disebut Petunjuk Teknis sebagaimana tercantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Keputusan Direktur Jenderal ini.
KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KESATU menjadi acuan bagi pengelola program baik pusat
maupun daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku
kepentingan terkait dalam menyelenggarakan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia di
kabupaten/kota yang telah ditetapkan
KETIGA : Pendanaan penyelenggaraan Penanggulangan Dengue Dengan
Metode Wolbachia dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, dan/atau sumber dana lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2022

DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN


DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT
NOMOR
TAHUN
TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT
PENANGGULANGAN DENGUE
DENGAN METODE WOLBACHIA

PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENGUE
DENGAN METODE WOLBACHIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi dengue merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.
Infeksi dengue dikenal dalam 2 spektrum penyakit, yaitu dengan
sebutan demam dengue (DD; atau dengue fever, DF) untuk infeksi
dengue yang ringan, dan demam berdarah dengue (DBD; atau dengue
haemorrhagic fever, DHF) untuk infeksi dengue yang disertai kebocoran
plasma sehingga menyebabkan penyakit yang lebih berat, yang
kemudian juga dapat menyebabkan kematian akibat syok (sindrom syok
dengue, SSD; dengue shock syndrome, DSS). Dengue pertama kali
dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Setelahnya,
kasus dengue dilaporkan hampir di seluruh kabupaten/kota di
Indonesia, dan hingga saat ini terjadi tren peningkatan kasus. Pada
tahun 2020, angka kesakitan (incidence rate atau IR) DBD di Indonesia
adalah 39,9 per 100.000 penduduk,

Wolbachia adalah bakteri alami, simbion yang umum ditemukan di


hewan arthropoda (berbuku buku), termasuk serangga. Wolbachia
mempunyai ribuan strain yang berasosiasi dengan berbagai jenis inang
(serangga) dan mempunyai peran yang berbeda-beda di setiap inangnya.
Peran peran itu antara lain, meningkatkan atau menurunkan kebugaran
(fitness), feminisasi atau mengubah rasio betina lebih besar dibanding
jantan melalui mekanisme male killing dan perubahan seksual embrio
dari jantan ke betina, mengubah perannya misalnya dari tidak hama
menjadi hama tanaman, ketidaksesuaian sperma dan sel telur dan lain-
lainnya. Hasil studi yang dilakukan oleh World Mosquito Program
Yogyakarta (WMP Y) menunjukkan bahwa Wolbachia sangat umum (lebih
dari 50%) ditemukan di serangga-serangga yang ada di sekitar hunian,
area kebun, dan area pertanian, diantaranya ditemukan di lebah,
capung, kupu-kupu, dan lain-lain.

Wolbachia diidentifikasi pertama kali pada tahun 1924 oleh Marshall


Hertig dan Simeon Burt Wolbach. Wolbachia kemudian dideskripsikan
sebagai spesies (Wolbachia pipientis) pada tahun 1936 oleh Marshall
Hertig. Fenomena ketidaksesuaian sperma dan telur ditemukan pada
tahun 1971. Potensi Wolbachia sebagai penghambat transmisi dengue
ditemukan di tahun 2008, yang selanjutnya di uji lapangan pada tahun
2015, dan WMP Y membuktikan efikasi Wolbachia terhadap kasus
dengue di tahun 2020.

Wolbachia adalah teknologi pelengkap dari program pengendalian


dengue yang sudah ada. Teknologi-teknologi yang dilakukan di program
nasional menyasar pada 1) sisi mengurangi gigitan nyamuk dengan
program pengendalian populasi, seperti PSN, Fogging, 3M dll, dan 2)
meningkatkan kualitas penanganan medis sehingga fatalitynya
menurun. Wolbachia melengkapi pada sisi 3) mengurangi potensi
nyamuk sebagai vektor, yaitu dengan mekanisme penghambatan
replikasi virus dengue yang diperankan oleh Wolbachia. Jadi teknologi
Wolbachia tidak untuk menggantikan program yang sudah ada, namun
teknologi Wolbachia harus menjadi bagian dari program tersebut, dan
integrasi ini kemungkinan akan memberikan dampak penurunan kasus
dengue yang signifikan.

Meningkatkan pelibatan masyarakat yang berkesinambungan


Pelibatan masyarakat dan kelompok berdaya di masyarakat sangat
penting dalam perilaku pencegahan dengue, pelaporan tersangka dengue
dan mengenali tanda bahaya dengue. Masyarakat ditempatkan sebagai
subjek yang dapat melakukan tindakan pencegahan dengue secara
mandiri. Upaya intervensi yang akan dilakukan adalah: (1)
Meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) menggunakan
pendekatan sosioantropologi, communication for behavioral impact
(COMBI), atau lainnya ke masyarakat dan kelompok berisiko tentang
pencegahan dengue, PSN dan tanda bahaya dengue melalui kegiatan
diseminasi informasi di berbagai media; (2) Melibatkan dan
memberdayakan masyarakat, kelompok masyarakat berdaya dalam
pencegahan dan penanggulangan dengue, melalui kegiatan Lomba Desa
Siaga memanfaatkan indikator vektor dengan monitoring evaluasi oleh
perangkat desa, pemeriksaan jentik di institusi atau tempat-tempat
umum, kader Jumantik di instansi, keterlibatan kelompok pramuka,
tokoh agama, pesantren dan kampus sehat; (3) Mengembangkan
community champion kelompok sebaya dalam meningkatkan kepedulian
masyarakat tentang dengue; (4) Mengoptimalkan, mengembangkan, dan
mengintegrasikan kelompok masyarakat berdaya dalam memantau dan
mengatasi persoalan kesehatan lingkungan dengan Strategi dan
Intervensi 36 37 pendekatan sosioantropologis atau lainnya, melalui
kegiatan pertemuan advokasi untuk menumbuhkan kepedulian
terhadap dengue, melakukan pemicuan tular vektor, maupun
mengembangkan metode lain yang lokal spesifik; (5) Mengidentifikasi
dan mengintegrasikan strategi partisipasi masyarakat-kelompok
komunitas berdaya ke dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah,
terutama wilayah perkotaan yang padat penduduknya; dan (6)
Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam melaporkan kasus
suspek dengue ke puskesmas melalui pelaporan berjenjang
menggunakan teknologi terkini.

Menjalin kolaborasi dengan LSM peduli lingkungan, organisasi


masyarakat, dan komunitas
Penyakit dengue sangat terkait dengan intervensi kesehatan lingkungan.
Oleh karenanya sangat penting terjalin kolaborasi dengan LSM peduli
lingkungan, organisasi masyarakat, dan komunitas. Upaya intervensi
yang dilakukan adalah: (1) Mengidentifikasi dan mendorong peran
lembaga/pihak yang relevan di tingkat nasional dan daerah untuk
berpartisipasi dalam pencegahan dengue dan penanganan KLB; (2)
Mengadvokasi pencegahan fogging yang tidak sesuai dengan panduan;
(3) Mengidentifikasi areaarea yang potensial untuk kolaborasi dengan
lembaga/pihak terkait menurut wilayah dan karakteristik populasi
tertentu (area kumuh, miskin atau tempat lainnya); dan (4)
Meningkatkan peran LSM peduli lingkungan, organisasi masyarakat,
dan komunitas dalam pencegahan dan penanggulangan dengue.
Menguatkan peran media dalam mengedukasi masyarakat
Media merupakan mitra program penanggulangan dengue yang
mempunyai jangkauan luas untuk memberikan edukasi masyarakat
terkait pesan-pesan gerakan masyarakat (Germas), kesehatan
lingkungan dan pencegahan dengue. Upaya intervensi yang dilakukan
adalah: (1) Meningkatkan kapasitas media untuk mengedukasi
masyarakat tentang vektor, kesehatan lingkungan, pencegahan dengue,
serta gejala dan tanda bahaya dengue melalui kegiatan sensitisasi media
nasional dan menguatkan peran daerah dalam kolaborasi dengan pihak
media; dan (2) Meningkatkan apresiasi/ penghargaan media terhadap
inisiatif lokal masyarakat untuk pencegahan dengue

B. Tujuan
Petunjuk Teknis ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pengelola
program baik pusat maupun daerah, tenaga kesehatan, dan pemangku
kepentingan terkait dalam menyelenggarakan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia di kota yang telah
ditetapkan, yaitu di kota yang memiliki angka insiden atau kesakitan
Dengue tinggi, sebagai berikut:
a. Kota Bandung;
b. Kota Administrasi Jakarta barat;
c. Kota Bontang;
d. Kota Kupang; dan
e. Kota Semarang.

Sasaran
1. Pengelola program Penanggulangan Dengue Dengue Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
2. Petugas kesehatan.
3. Masyarakat antara lain Lembaga swadaya masyarakat (LSM),
organisasi Profesi).
BAB II
STRATEGI DAN PETA JALAN

C. Strategi
Penguatan Advokasi dan Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor
Permasalahan Dengue tidak dapat diselesaikan oleh sektor
kesehatan saja dan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam
penyelesaiannya. Secara umum permasalahan Dengue Dengue meliputi
pelaksanaan program yang belum berkesinambungan, kurangnya
perhatian dari pemangku kepentingan dan ketersediaan sumber daya
yang belum memadai untuk pelaksanaan program di daerah.
Pelaksanaan program yang belum berkesinambungan tercermin
dari fluktuatifnya jumlah penemuan kasus baru aktif. Hal ini sesuai
dengan fakta biologis bahwa masa inkubasi Dengue Dengue yang
panjang mengharuskan adanya kesinambungan Penanggulangan
Dengue Dengue di daerah dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pemangku kepentingan
melalui penguatan advokasi serta koordinasi dan kerja sama lintas
program dan lintas sektor dalam Penanggulangan Dengue Dengue
sesuai tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing. Untuk
memperoleh komitmen Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan
Dengue Dengue, dapat dilakukan melalui advokasi agar memperoleh
dukungan kebijakan. Kebijakan ini mencakup terjaminnya ketersediaan
sumber daya untuk Penanggulangan Dengue Dengue serta
penghapusan stigma terhadap orang yang sedang dan pernah
mengalami Dengue Dengue beserta keluarganya.
Kebijakan Dengue Dengue nasional perlu terus disosialisasikan ke
Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai acuan dalam
pelaksanaan program Penanggulangan Dengue Dengue di daerah.

a. Penguatan Peran Serta Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan


Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan mempunyai peran
penting dalam Penanggulangan Dengue Dengue. Peran masyarakat
dan organisasi kemasyarakatan yang dapat dilakukan antara lain:
i. penemuan Pasien Dengue Dengue yang dapat dilakukan
melalui penemuan kasus secara aktif, pasif, intensif, dan
masif, berbasis keluarga atau masyarakat.
ii. penemuan kasus melalui kolaborasi kader kesehatan,
tokoh agama, tokoh masyarakat dan lintas sektor lainnya.
iii. penyebarluasan informasi tentang Dengue Dengue untuk
edukasi kepada masyarakat agar mendapatkan
pemahaman yang benar tentang Dengue Dengue.
b. Penyediaan Sumber Daya yang Mencukupi dalam Penanggulangan
Dengue Dengue
Ketersediaan sumber daya yang memadai baik secara kuantitas
maupun kualitas sangat dibutuhkan dalam Penanggulangan Dengue
Dengue. Penyediaan sumber daya antara lain melalui peningkatan
kapasitas petugas kesehatan, pelibatan masyarakat, penyediaan
dana serta logistik di semua tingkatan baik di Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
Untuk itu dukungan Pemerintah Daerah dalam program Dengue
Dengue sangat dibutuhkan terutama dalam era desentralisasi ini,
untuk memastikan kesinambungan kegiatan dan pelayanan program
di daerah. Dukungan yang diharapkan terutama dalam ketersediaan
dana dan sumber daya manusia yakni tenaga kesehatan dan
masyarakat terlatih.
c. Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan serta Pemantauan dan
Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Dengue
Surveilans Dengue merupakan kegiatan penting untuk
memperoleh data epidemiologi yang diperlukan dalam sistem
informasi program Penanggulangan Dengue. Surveilans Dengue
dilakukan pada survei data kasus infeksi Dengue.
Fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/swasta
diharapkan berkontribusi dalam pelaksanaan surveilans penemuan
kasus Dengue melalui koordinasi dengan Puskesmas setempat.
Melalui Surveilans Dengue yang baik maka pencapaian maupun
kendala dalam menuju Eliminasi Dengue dapat diantisipasi dan
diatasi dengan tanggap.
BAB II
PERSIAPAN

A. Rencana Kegiatan

Rencana Kegiatan per kota sebagai lokus penyelenggaraan Pilot Project


Penanggulangan Dengue Dengan Metode Wolbachia

D. Peta Jalan
Dalam penerapan teknologi Wolbachia dalam penanggulangan Dengue,
ditetapkan peta jalan sebagai berikut:
a. Semarang
b. Bandung
c. Jakarta Barat
d. Bontang
e. Kupang

Setelah penerapan teknologi wolbachia dalam pengendalian Dengue di


seluruh kabupaten/kota sasaran tercapai, Penanggulangan Dengue masih
tetap perlu dilanjutkan dengan tujuan menurunkan kasus Dengue dan
memutuskan transmisi Dengue.
RENCANA KEGIATAN IMPLEMENTASI PILOT PROJECT WOLBACHIA

Bulan

1 1
No KEGIATAN DETAIL KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 3 14

Persiapan Implementasi Pilot Project


1 Wolbachia

Advokasi Pimpinan                            

Harmonisasi Regulasi                            

Strategi Manajemen dan Organisasi Penyusunan Komitmen dan Penandatanganan MOU                            

Pembentukan tim implementasi wolbachia (Tim Teknis Wolbachia)                            

TOT Dinas Kesehatan dan Puskesmas                  

Strategi Pelibatan Pemangku Kebijakan Sosialisasi dan koordinasi lintas program dan perangkat daerah                    

Strategi Pelibatan Masyarakat Survey Persiapan Penerimaan Masyarakat                  


(Community Engagement)
Pelatihan supervisor dan kader                  

Sosialisasi warga  dan pemangku wilayah                  

Survey Penerimaan Masyarakat                            

Pertemuan Umpan Balik Kader                            


RENCANA KEGIATAN IMPLEMENTASI PILOT PROJECT WOLBACHIA

Bulan

1 1
No KEGIATAN DETAIL KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 3 14

Koordinasi dan pembentukan kanal informasi yang efektif terkait program implementasi
                           
Strategi Media & Komunikasi (Media & teknologi nyamuk ber-Wolbachia.
Communication)
Pelibatan media (media elektronik, media cetak, media sosial)                              

                           
Penyediaan SDM:

1. Supervisor

2. Kader

3. Tim Monitoring

4. Tim QA (Quality Assurance)

Strategi Penyiapan SDM dan Logistik 5. Tim Media

6. Tim Data dan Management

TOT Dinas Kesehatan dan Puskesmas                            

Pelatihan supervisor dan kader                            

Pemetaan lokasi sasaran implementasi                              

Pemetaan Monitoring Hasil Implementasi                            


RENCANA KEGIATAN IMPLEMENTASI PILOT PROJECT WOLBACHIA

Bulan

1 1
No KEGIATAN DETAIL KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 3 14

Penentuan orang tua asuh                            

                           
Penyediaan Logistik :

- Telur

- Ember

- Pakan jentik

- Form Pencatatan dan Pelaporan

- Peralatan Penangkapan Nyamuk (Net, aspirator, botol sampel dll)

Penyediaan Fasilitas tempat pengelolaan telur dan sampel monitoring nyamuk di


                           
lapangan

Pelaksanaan Implementasi Pilot


2 Project Wolbachia

Strategi Pelepasan Nyamuk Ber- Pencanangan Implementasi Wolbachia


Wolbachia (Deployment)
Release telur Nyamuk (12 kali)
RENCANA KEGIATAN IMPLEMENTASI PILOT PROJECT WOLBACHIA

Bulan

1 1
No KEGIATAN DETAIL KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 11 12 3 14

Monitoring dan Evaluasi saat release berkala (setiap bulan)

Strategi Diagnostik & Monitoring Monitoring dan evaluasi proporsi nyamuk berwolbachia
Wolbachia (Diagnostic)

Monitoring dan Evaluasi Implementasi


3 Pilot Project Wolbachia

Data insiden kasus Dengue termonitor dan terdokumentasi setiap bulan selama
Strategi Monitoring Dengue
minimum 5 tahun sebelum, selama dan paska implementasi yaitu 1 tahun setelah
(Surveillance)
penarikan ember nyamuk ber-Wolbachia.
BAB III
EPIDEMIOLOGI

Teknologi mikroinjeksi Wolbachia


Aedes aegypti adalah bukan inang alami dari Wolbachia. 1) Infeksi
Wolbachia ke Ae. aegypti pertama kali dilakukan melalui micro injection. Pada
proses ini, Wolbachia yang dikulturkan di sel Ae. aegypti disuntikkan ke dalam
telur nyamuk. Tingkat keberhasilan dari proses ini sangat kecil, namun apabila
sudah berhasil di beberapa ekor betina, maka 2) infeksi Wolbachia bisa
dilakukan dengan mekanisme pewarisan ke keturunannya. Wolbachia
diturunkan dari induk betina ke keturunannya. Mekanisme pewarisan ini yang
dilakukan oleh WMP Yogyakarta saat ini.
WMP Yogyakarta melakukan backcrossing atau kawin silang antara nyamuk
ber-Wolbachia dari Australia yang berhasil diinjeksikan dengan nyamuk lokal
hingga generasi kelima. Ini dilakukan untuk memastikan nyamuk atau telur
yang akan dilepas mempunyai karakteristik genetik yang sama dengan nyamuk
Ae. aegypti lokal. Dapat dikatakan, Wolbachia tidak mengubah atau
mempengaruhi karakteristik genetik nyamuk, sehingga Ae. aegypti bukanlah
organisme hasil modifikasi genetik (WMP Yogyakarta Policy Brief).
Generasi nyamuk Ae. aegypti lokal yang ber-Wolbachia inilah yang
digunakan oleh WMP Yogyakarta untuk dilepaskan di lingkungan baik di skala
wilayah kecil atau luas. Nyamuk yang ber-Wolbachia terbukti dapat
berkembang biak dan hidup di populasi alami ketika dilepaskan di skala
terbatas di Sleman dan Bantul sejak tahun 2013 (Tantowijoyo, Warsito et al.
2020), bahkan di skala yang lebih luas di Kota Yogyakarta sejak tahun 2016
(Indriani, Citra et al. 2020).
Catatan: dipindahkan ke pembuka (persiapan)

A. Mekanisme kerja teknologi Wolbachia melawan Virus Dengue


Wolbachia pada Ae. aegypti tidak mengubah karakter biologi dan
behaviournya tapi menghambat replikasi dengue. Mekanisme penghambatan
sudah banyak dikaji. Mekanisme itu antara lain: 1) menginduksi produksi O
tertentu dari sel yang merupakan toksin dari Virus, 2) menginduksi hormonal
yang menyebabkan virus tidak bisa berkembang, 3) meningkatkan fitnes dari
nyamuk sehingga mampu mencounter infeksi virus dan penyakit lainnya, dan
yang lebih umum adalah 3) kompetisi makanan antara Wolbachia dengan virus
dengue.

B. Dampak teknologi Wolbachia terhadap dengue


Indonesia khususnya Yogyakarta menjadi wilayah pertama di Dunia yang
berhasil membuktikan efikasi atau dampak dari pelepasan nyamuk ber-
Wolbachia ber-skala luas dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan WMP
Yogyakarta. Desain Penelitian pertama, studi kuasi eksperimental dilakukan di
Kota Yogyakarta, yaitu di sisi wilayah barat sebagai wilayah intervensi
(Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan) dan wilayah timur sebagai wilayah
kontrol (Kecamatan Kotagede).
Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan selama 7 bulan pada bulan
Agustus 2016-Februari 2017, dan kasus dengue diidentifikasi dari sistem
surveilans dengue oleh Dinas Kesehatan Kota pada periode sebelum dan setelah
intervensi (2006-2019). Hasil kuasi eksperimental menunjukkan bahwa
Wolbachia dapat menurunkan 76% dengue di daerah penelitian (Indriani, Citra
et al. 2020).
Penelitian kedua, yaitu studi Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue
(AWED) dengan rancangan Cluster Randomized Trial Control Trial (CRCT)
dimulai pada tahun 2017, di Kota Yogyakarta (menggunakan wilayah yang
berbeda dengan penelitian pertama), dan Sewon, Bantul. Dalam studi CRCT ini,
WMP Yogyakarta membagi wilayah Kota Yogyakarta dan Sewon, Bantul, menjadi
24 klaster, dan menitipkan ember berisi telur nyamuk di rumah orang tua asuh
dan fasilitas umum di 12 klaster yang menjadi daerah kontrol, dan 12 klaster
yang tidak disebari telur nyamuk ber-Wolbachia yang menjadi daerah
pembanding.
Hasil utama study CRCT ini menunjukkan bahwa Wolbachia efektif
menurunkan kasus dengue sebesar 77%, bahkan Wolbachia juga efektif
menekan insiden dengue dari 4 strain yang umum ditemukan di Indonesia
(DENV 1 - DENV 4). Selain itu, dari hasil studi ini juga membuktikan bahwa
Wolbachia dapat mengurangi hospitalisasi atau rawat inap karena dengue di
Rumah Sakit sebesar 86% (Utarini, Adi et al. 2021) . intervensi juga Wolbachia
tidak menginduksi atau menyebabkan terjadinya mutasi virus ke arah yang
lebih berbahaya. WMP Yogya secara kontinue melakukan test membandingkan
Wolbachia di inang aslinya dengan yang ada di Ae. aegypti, dan sampai saat ini
tidak ada indikasi terjadinya mutasi.
Dari berbagai bukti ilmiah yang telah dikumpulkan, baik dari hasil studi
yang dilakukan di Indonesia maupun di negara lain seperti Brazil, Vietnam dan
Australia menjadi dasar analisis dan kajian yang dilakukan oleh VCAG-WHO
(Vector Control Advisory Group – World Health Organization). Badan ini
merupakan badan independen WHO yang berperan sebagai Dewan Penasehat
untuk Pengendalian Vektor. Dari hasil kajian ini, VCAG merekomendasikan
WHO untuk mengembangkan pedoman rekomendasi pelepasan Wolbachia
untuk pengendalian dengue (VCAG, 2021)

C. Efek teknologi Wolbachia terhadap manusia


Wolbachia aman terhadap manusia, karena 1) Wolbachia hanya bisa hidup
di sel serangga, tidak bisa hidup di sel manusia/mamalia, 2) ukuran sel
Wolbachia lebih besar dibandingkan probosis nyamuk, sehingga kalaupun
nyamuk menggigit manusia, Wolbachia tersaring karena ukurannya. Wolbachia
juga hanya bisa hidup di sel hidup, sehingga pada saat nyamuk menggigit
manusia, kalaupun Wolbachia terikut dalam saliva nyamuk, selain sudah
tersaring, Wolbachia ini dalam kondisi mati karena saliva bukan sel, 3)
Kalaupun misalnya nyamuk ber-Wolbachia tidak sengaja tertelan oleh manusia,
maka ketika nyamuk tertelan dan mati, maka sel Wolbachia yang di dalamnya
juga akan mati. Bukti-bukti keamanan pada manusia: 1) Manusia sudah
berinteraksi dengan Wolbachia sangat lama, dan sampai saat ini tidak pernah
dilaporkan ada penyakit yang disebabkan oleh Wolbachia, 2) Secara rutin, WMP
Yogya Tim Peneliti mengetes volunter pemberi makan nyamuk. Rata-rata
velunter sudah memberi makan nyamuk lebih dari 5 tahun, dengan intensitas
yang sangat tinggi yaitu 1 minggu sekali dengan jumalh nyamuk yang banyak.
Testing dilakukan dengan mengambil sampel darah dari volunter tersebut dan
di test antibodinya. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan antibodi
terhadap adanya Wolbachia di darah semua volunter yang diuji.

D. Efek teknologi Wolbachia terhadap lingkungan


Wolbachia aman terhadap lingkungan. Wolbachia hanya hidup di sel hidup,
sehingga tidak mungkin menjadi polutan di udara, air dan tanah. Wolbachia
hanya bisa ditularkan lewat jalur pewarisan, sehingga kecil kemungkinan
Wolbachia berpindah ke jenis serangga/makluk yang lain. Di Ae. aegypti sendiri,
Wolbachia tidak mengubah resistensi, sehingga tidak memicu penggunaan
insektisida.

Bukti-bukti di atas semakin dikuatkan dengan kajian analisis risiko yang


merupakan inisiatif dari Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
Pengembangan (Ditjen Risbang), Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset
dan Inovasi Nasional (Kemenristek-BRIN) sebelumnya Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Kemenristek-BRIN bersama
Balitbangkes Kementerian Kesehatan membentuk tim pakar inti independen
yang beranggotakan lima orang yang ditugaskan untuk melakukan kajian
analisis risiko. Tim inti ini berasal dari berbagai latar belakang, dan melibatkan
19 orang pakar independen lainnya yang berasal dari kalangan perguruan
tinggi, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan kementerian.
Hasil kajian risiko yang dilakukan oleh tim pakar independen ini
menunjukkan bahwa teknologi Wolbachia ini masuk pada risiko sangat rendah,
dimana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya (cause more
harm) dapat diabaikan (negligible) (WMP Y Policy Brief).

E. Penerapan teknologi Wolbachia


Di WMP Y, Penggunaan pendekatan Wolbachia sebagai population
replacement dengan memfungsikan Wolbachia sebagai penghambat replikasi
virus dengue sehingga potensi nyamuk sebagai vektor menjadi kecil. Dalam
pendekatan ini, Ae. aegypti ber-Wolbachia dilepaskan ke habitat alami, dan
melalui perkawinan, Wolbachia diturunkan ke generasi berikutnya. Pelepasan
nyamuk ber-Wolbachia bisa dilakukan melalui nyamuk dewasa atau telur, dan
keduanya mampu menghasilkan perkembangan Wolbachia yang sama baiknya.
Namun pelepasan nyamuk dewasa kurang disukai masyarakat karena
peningkatan concern kenyamanan yang langsung terasa. Sehingga saat ini,
WMP Yogya melakukan pelepasan telur. Pelepasan dilakukan dengan
menempatkan ember pelepasan dengan jarak 50-75 meter. Ember pelepasan
berukuran xxxx, dan mempunyai 8 lubang di sisi dekat tutupnya. Lubang ini
memungkinkan nyamuk keluar setelah menetas. Setiap ember diberi 220-220
telur, pakan dan air, dan setiap 2 minggu sekali telur, pakan dan air diganti.
Penggantian dilakukan kira-kira 12 kali, atau 6 bulan.

Di Sleman dan Bantul, teknologi Wolbachia menjadi bagian dari program


pengendalian demam berdarah Pemkab melalui Dinkes. Dalam
implementasinya, pemkab adalah pemilik dan pelaku implementasi, dan kader
sebagai pelaksana penitipan ember. WMP Yogya sebagai pensuport produksi
telur, trainer dan QA. Di Sleman, penitipan telur dilakukan dari Agustus 2021-
Januari 2022, dengan proporsi Wolbachia saat monitoring terakhir (Januari
2022) mencapai 70%. Di Bantul, implementasi baru dimulai dan penitipan
ember direncanakan akan dilakukan pada Mei-November 2022.
BAB IV
PERSIAPAN IMPLEMENTASI PILOT PROJECT WOLBACHIA

A. Strategi Manajemen dan Organisasi


a. Tujuan: terbentuknya manajemen organisasi yang
mendukung pelaksanaan pilot project teknologi Wolbachia.
b. Langkah-langkah
i. Advokasi Pimpinan
Pertemuan koordinasi pemangku kebijakan
(walikota/bupati) dengan stakeholder, lintas
sektor, lintas program, organisasi
masyarakat/LSM
ii. Harmonisasi Regulasi
Mengintegrasikan peraturan dan/atau petunjuk
teknis yang sudah ada di Kementerian
Kesehatan dengan pemerintah daerah.
iii. Penyusunan Komitmen dan Penandatanganan
MoU
1. Komitmen tentang wewenang dan
pembagian tugas antara Kementerian
Kesehatan dengan Pemerintah Daerah
2. Penandatanganan MoU (Memorendum of
Understanding) antara Kementerian
Kesehatan dengan Pemerintah Daerah
tentang pelaksanaan implementasi pilot
project teknologi Wolbachia
3. Dukungan lintas OPD terkait, organisasi
profesi, perguruan tinggi, dan lain-lain
yang dituangkan dalam bentuk Surat
Keputusan/Surat Edaran/Instruksi
Kepala Daerah/dll.
iv. Pembentukan Tim Implementasi Wolbachia (Tim
Teknis Wolbachia)
Pembuatan SK (Surat Keputusan) atau
Instruksi dari Kepala Dinas Kesehatan yang
melibatkan lintas program dan UPT (Unit
Pelaksana Teknis).
B. Strategi Pelibatan Pemangku Kebijakan
a. Tujuan: terbentuknya dukungan dan komitmen semua
pihak baik pemerintah daerah maupun lintas sektor yang
terkait dalam implementasi pilot project teknologi Wolbachia
b. Langkah-langkah
i. Sosialisasi dan koordinasi lintas program dan
perangkat daerah
Sosialisasi dan koordinasi pemangku kebijakan
(walikota/bupati) dengan stakeholder, lintas sektor,
lintas program, swasta, organisasi masyarakat/LSM
untuk mendukung dan berkomitmen implementasi
pilot project teknologi Wolbachia
C. Strategi Pelibatan Masyarakat (Community Engagement)
a. Tujuan: terbentuknya dukungan dan peran aktif masyarakat
untuk mengoptimalkan implementasi teknologi Wolbachia.
b. Langkah-langkah
i. Survey Persiapan Penerimaan Masyarakat
1. Pengumpulan data terkait dengan pengetahuan,
sikap, dan perilaku masyarakat terhadap
pengendalian nyamuk dan kewaspadaan infeksi
dengue (kuesioner terlampir).
2. Metode perhitungan sampel yang digunakan
adalah “Sample Size – Proportion” dapat
menggunakan kalkulator Open Epi
(www.openepi.com) dengan estimasi 50%
populasi di wilayah tsb. Mengetahui Wolbachia.
Syarat responden adalah warga yang berdomisili
minimal 1 tahun di lokasi implementasi
teknologi Wolbachia.
3. Sosialisasi warga dan pemangku wilayah
a. Sosialisasi tentang teknologi Wolbachia
melalui pertemuan langsung atau tidak
langsung (sarana online) dengan
masyarakat di wilayah RT/RW,
desa/kampung/kelurahan/ kecamatan.
b. Penandatanganan kesepakatan bersama
oleh tokoh masyarakat
ii. Survey Penerimaan Masyarakat
1. Pengumpulan data terkait dengan pengetahuan,
sikap, dan perilaku masyarakat terhadap
pengendalian nyamuk, kewaspadaan infeksi
dengue, dan penerimaan terhadap teknologi
Wolbachia (kuesioner terlampir).
2. Metode perhitungan sampel yang digunakan
adalah “Sample Size – Proportion” dapat
menggunakan kalkulator Open
Epi(www.openepi.com).
iii. Pertemuan Umpan Balik Kader
Pertemuan yang bertujuan untuk mengidentifikasi
permasalahan dan mengevaluasi kegiatan selama
implementasi teknologi Wolbachia.
D. Strategi Media & Komunikasi (Media & Communication)
a. Tujuan : terbentuknya jaringan informasi yang berfungsi
menyediakan informasi dan menguatkan pemahaman
masyarakat terkait implementasi teknologi Wolbachia.
b. Langkah-langkah
i. Koordinasi dan pembentukan saluran informasi yang
efektif terkait program implementasi teknologi nyamuk
ber-Wolbachia.
1. Melakukan workshop/koordinasi lintas sektor
dan lintas program terkait pembentukan jejaring
saluran informasi tentang implementasi
teknologi Wolbachia.
2. Menyediakan call center sebagai sarana
informasi kepada masyarakat
ii. Pelibatan media (media elektronik, media cetak, media
sosial)
Kegiatan ini sebagai bentuk promosi implementasi
teknologi Wolbachia. Bahan informasi disiapkan oleh
Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan

E. Strategi Penyiapan SDM dan Logistik


a. Tujuan: terbentuknya SDM yang terampil secara teknis dan
konsep dalam implementasi teknologi Wolbachia.
b. Langkah-langkah
i. Penyediaan SDM
SDM yang dibutuhkan meliputi:
1. Supervisor
Supervisor adalah tenaga teknis sesuai kriteria
terlampir. Bertugas untuk melakukan:
a. Pelatihan dan pendampingan pada kader
sesuai wilayah kerja
b. Pendistribusian materi KIE (komunikasi,
informasi, edukasi)
c. Mengkoordinir distribusi logistik sesuai
wilayah kerja
d. Melakukan monitoring dan evaluasi
kualitas penitipan ember/penyebaran
nyamuk ber-Wolbachia, termasuk
melakukan quality assurance (QA).
e. Melakukan monitoring dan evaluasi
persentase nyamuk ber-Wolbachia di
wilayah kerja
f. Melaporkan hasil kegiatan.
Kebutuhan jumlah sdm supervisor: 1
supervisor mengampu 1-2 kelurahan/desa,
atau sekitar 150-250 ember setiap hari,
supervisor ini dikoordinatori oleh 1 koordinator
kabupaten.
2. Kader
Kader adalah anggota masyarakat terpilih yang
bertugas:
a. Mensosialisasikan program secara
langsung kepada masyarakat
b. Menentukan dan melakukan
pendampingan pada orang tua asuh.
(rumah warga/fasum/fasus/TTU/TTI
untuk peletakkan telur)
c. Meletakkan ember dan mengganti paket
telur sesuai wilayah kerja.
d. Memonitoring hasil pelepasan paket telur
e. Merespon pertanyaan dan keluhan warga
Kebutuhan jumlah kader: jumlah kader akan
menyesuaikan dari struktur kerja kader.
Setiap kader rata-rata mengampu 10-15
ember/hari.
3. Tim Monitoring (mohon ditambahkan definisi dan
tugas)
4. Tim QA (Quality Assurance) (mohon
ditambahkan definisi dan tugas)
5. Tim Media
Tim Media terdiri dari Diskominfo, Promkes
Dinas Kesehatan, dan Promkes Puskesmas
bertugas dalam:
a. Menyusun dan menyebarluaskan materi
informasi kepada masyarakat
b. Membuat dan bertanggung jawab dalam
mengelola saluran informasi dan call
center
Kebutuhan jumlah tim media: 1-2
orang/kabupaten, yang akan bekerja dengan
stakeholder kominfo di kabupaten tersebut.

6. Tim Data dan Management


Tim yang bertugas untuk melakukan
pencatatan, pelaporan, dan analisa data
Kebutuhan jumlah tim mapping dan data
management: 2 orang/kabupaten, yang akan
bekerja dengan stakeholder kominfo di
kabupaten tersebut.
ii. TOT Dinas Kesehatan dan Puskesmas
TOT atau Training of Trainer diperuntukan bagi
pelaksana teknis kegiatan di tingkat Dinas Kesehatan
dan Puskesmas. Muatan TOT ini lebih banyak di
pengetahuan strategi implementasi dan operasional.
iii. Pelatihan Supervisor dan Kader
1. Pelatihan supervisor dimaksudkan untuk
memberikan pengetahuan dan ketrampilan
teknis termasuk pencatatan dan pelaporan
tentang implementasi teknologi Wolbachia
kepada Dinas Kesehatan.
2. Pelatihan kader dimaksudkan untuk
memberikan pengetahuan dan ketrampilan
teknis termasuk pencatatan dan pelaporan
tentang implementasi teknologi Wolbachia
kepada supervisor. .
iv. Pemetaan lokasi sasaran implementasi
Pemetaan diperuntukkan untuk mengetahui wilayah-
wilayah yang akan diimplementasi, kondisi sebaran
hunian dan jumlah ember yang akan dititipkan di
wilayah target,
v. Pemetaan monitoring hasil implementasi
Pemetaan diperuntukkan untuk menentukan titik
sampling di masing-masing wilayah target.
vi. Penentuan orang tua asuh
Berdasarkan pemetaan, selanjutnya ditentukan orang
tua asuh (OTA), adalah rumah-rumah/warga yang
terpilih untuk ditempati/dititipi ember. Masing-masing
grid ditentukan 1 rumah OTA>
vii. Penyediaan Logistik
Logistik utama yang dibutuhkan adalah strip yang
berisi telur ber-Wolbachia dalam strip (setiap strip
berisi sekitar 150-250 telur), ember sesuai dengan
spesifikasinya, pakan jentik sesuai dengan
kebutuhannya, form-form isian, sistem pengelolaan
data, peta, dan jaring untuk sampling nyamuk.
Telur
Ember
Pakan jentik
Form Pencatatan dan Pelaporan
Peralatan Penangkapan Nyamuk (Net, aspirator, botol
sampel dll)
viii. Penyediaan fFasilitas tempat penyimpaanpengelolaan
telur, pengujian kualitas dan perservasi sampel
monitoring nyamuk di lapangan
ix. Fasilitas untuk pentimpanan telur membutuhkan
kondisi suhu stabil di kisaran 28oC, terhindar dari
gangguan. Pengujian kualitas dan preservasi samel
monitoring bisa menggunakan ruangan yang sama,
yaitu ruangan yang biasa, cukup untuk menempatkan
refrigerator dan meja untuk tempat mikroskop,
kontainer-kontair penetasa, komputer, dan lain-lain.

Penentuan target wilayah release dan peta (grid) penitipan ember.


Penentuan target wilayah
Tujuan: menentukan wilayah dari area piloting yang akan diintervensi
teknologi wolbachia dengan mempertimbangkan beban dari penyakit
dengue berbasis kecamatan, ketersediaan telur yang bisa di-support
oleh tim teknologi.
Langkah-langkah
Menganalisis beban dari penyakit dengue 3-5 tahun terakhir.
Menentukan wilayah prioritas yang akan diintervensi teknologi
wolbachia
SOP yang harus dibuat adalah penentuan wilayah target berbasis beban
dari penyakit dengue.
Pembuatan peta (grid) penitipan ember
Tujuan: menentukan titik-titik yang akan dititipi ember, dan
menentukan jumlah ember yang akan berhubungan dengan jumlah
logistik, jumlah telur per minggu, operasional pelaksanaan penitipan
ember, sistem monitoring dan lain-lain.
Langkah-langkah:
Penyediaan peta terupdate di wilayah target yang terdiri dari wilayah
hunian dan wilayah non hunian
Pembuatan peta grid di area release yang kemudian diturunkan ke peta
grid wilayah kecamatan, wilayah desa/kelurahan, wilayah RW.
Menghitung jumlah grid berbasis area kabupaten, kecamatan,
kelurahan/desa, atau kalau memungkinkan sampai level operasional
terbawah misalnya RW/RT.
SOP yang dibuat
SOP mapping/grid

A. Penyiapan nyamuk berwolbachia


a. Penyiapan koloni
i. Assessment nyamuk lokal
1. Tujuan: untuk mengetahui level resistensi nyamuk
lokal di area pelepasan untuk memprediksi
keberhasilan pelepasan serta menyiapkan nyamuk
ber-Wolbachia yang akan dilepaskan.
2. Langkah-langkah yang dilakukan
a. Melakukan sampling nyamuk di setiap
kabupaten/ kota dengan menggunakan
ovitrap. Jumlah total ovitrap 100 buah dan
lokasi peletakan ovitrap tersebar pada
kabupaten/ kota
b. Melakukan pemeliharaan nyamuk hasil
sampling
c. Melakukan kawin silang antara nyamuk
jantan lokal dengan nyamuk betina ber-
wolbachia WMP.
d. Menguji resistensi menggunakan susceptibility
test kit standar WHO (Carbamate, Cyfluthrin
0.15%, Permethrin 1.25% dan Malathion
0.8%) pada nyamuk lokal dan nyamuk ber-
Wolbachia hasil persilangan dengan nyamuk
lokal
e. Apabila terjadi perbedaan uji resistensi antara
nyamuk lokal dan nyamuk ber-wolbachia
hasil persilangan lebih dari 10%, maka perlu
dilakukan kawin silang lanjutan (back
crossing) (sebagaimana tertuang dalam poin
c).
f. Apabila hasil uji resistensi antara nyamuk
lokal dan nyamuk ber-wolbachia hasil
persilangan kurang dari 10%, maka dapat
dilakukan pemeliharaan skala besar.
3. Dokumen pendukung kegiatan Assessment nyamuk
lokal antara lain SOP uji resistensi, SOP sampling
nyamuk, SOP pemeliharaan nyamuk lokal untuk
pengujian resistensi (lampiran).

a. b. Pemeliharaan/ produksi skala besar


i. Produksi nyamuk ber-Wolbachia
1. Tujuan: untuk memproduksi telur nyamuk ber-
Wolbachia yang memenuhi jumlah (kuantitas) dan
memenuhi standar yang ditentukan (kualitas) untuk
kebutuhan di lapangan maupun laboratorium
2. Langkah-langkah
a. Menentukan target produksi telur nyamuk
ber-Wolbachia
i. Jumlah produksi harus mencukupi
kebutuhan 80% telur untuk disebarkan
di wilayah pelepasan dan 20% untuk
maintenance laboratorium.
ii. Telur yang diproduksi harus
memenuhi kriteria : kandungan
Wolbachia 100%, daya tetas >90%, 0%
kandungan dengue, chikungunya dan
zika
b. Membuat perencanaan pelaksanaan produksi
i. Pembuatan rencana dan jadwal
produksi nyamuk ber-Wolbachia
ii. Pembuatan sistem alur sampel antar
bidang teknologi dan Quality Assurance
(QA)
iii. Pembuatan sistem rearing meliputi
open colony (menambahkan 10-15%
pejantan lokalke dalam koloni yang
dipelihara) dan closed colony
(pengembangbiakan nyamuk ber-
Wolbachia di laboratorium). )
iv. Membuat sistem monitoring dan
evaluasi produksi dan (risk mitigation
and management).
c. Produksi nyamuk ber-Wolbachia
i. Melakukan penetasan dengan jumlah
telur adalah 200% dari kebutuhan
indukan produksi
ii. Melakukan pemeliharaan jentik dan
sortasi kualitas pertumbuhan jentik
(apabila ada kondisi pertumbuhan
jentik tidak optimal, sakit atau tidak
seragam maka tidak digunakan di
tahapan selanjutnya)
iii. Melakukan sortasi pupa dengan jumlah
disesuaikan kebutuhan per kandang.
Untuk di UGM, setiap kandang berisi
1000-1200 pupa/nyamuk.
iv. Melakukan pemasukan pupa ke dalam
kandang.
v. Melakukan feeding (pemberian makan)
berupa larutan gula
vi. Pemberian makan darah (blood
feeding). Untuk di UGM masih
menggunakan sistem human blood
feeding.
vii. Melakukan QA:
1. Melakukan sampling nyamuk
dewasa sebanyak 100 ekor
jantan dan 100 ekor betina
setiap koloni (yang dipreservasi
ethanol 80%) untuk pengujian
Wolbachia
2. Melakukan sampling nyamuk
dewasa sebanyak 10 ekor untuk
setiap bloodfeeder (yang
dipelihara 5-7 hari setelah
menghisap darah) untuk
pengujian dengue, chikungunya
dan zika.
3. Melakukan pengiriman sampel
ke Bidang Penjaminan Mutu dan
Monev.
4. Melakukan QA untuk daya tetas
dengan caramenetaskan 100-150
telur dari masing-masing koloni
dalam 3-5 ulangan. Pada hari ke
3 dihitung jumlah jentik yang
hidup. Daya tetas dihitung
dengan membagi jumlah jentik
hidup dibagi jumlah telur yang
ditetaskan.
viii. Melakukan proses pemanenan telur
nyamuk :
1. Memasukkan ovicup (tempat
yang berisi lembaran kain flanel
untuk nyamuk bertelur) ke
dalam kandang selama2-3 hari.
2. Setelah 2-3 hari, dilakukan
pengambilan ovicup dan kain
flanel.:
3. Pengeringan kain flanel yang
berisi telur nyamuk.
4. Penyimpanan kain flanel yang
berisi telur nyamuk
d. Pengepakan dan pengiriman paket.
i. Melakuan pemotongan kain flanel
dengan ukuran lebar 0,5-2 cm dan
panjang sekitar 2,5 cm. Setiap
potongan flanel diperkirakan berisi
200-250 telur. Untuk spesifikasi dan
gambarnya tercantum dalam SOP.
ii. Melakukan pengepakan paket telur dan
pakan untuk masing-masing ember
(cat: apabila pembuatan paket
dilakukan di tempat produksi,
namun apabila pembuatan paket
dilakukan di tempat release, maka
langkah ini tidak perlu dilakukan,
namun langsung dilakukan
pengepakan telur)
iii. Melakukan pengepakan paket telur dan
pakan yang akan dikirimkan ke wilayah
pelepasan
iv. Pengiriman paket ke wilayah pelepasan.
Untuk menjaga kualitas telur
dilakukan penilaian untuk beberapa
alternatif jasa pengiriman meliputi:
kecepatan sampai, kondisi selama
proses perjalanan, dan kondisi paket
setelah sampai di tujuan.
e. Penerimaan dan pengecekan kualitas paket
telur sebelum didistribusikan ke kader/target
penitipan.
i. Pembuatan sistem dokumentasi dan
pencatatan kondisi paket ketika
diterima (kapan diterima (hari dan jam),
siapa penerima, kondisi diterima
(catatan-catatan kecacatan ketika paket
diterima)
ii. Pembukaan paket dan melihat kondisi
paket telur yang ada.
iii. Penyimpanan telur sebelum digunakan
untuk release (pelepasan).
iv. Pengujian kualitas telur, dengan
melihat jumlah telur per strip dan
hatching ratenya. Proses hatching rate
merujuk ke poin F Hasil QA
dikomunikasikan dengan unit
produksi.

ii. Produksi nyamuk lokal untuk materi rearing


1. Tujuan: untuk penyiapan materi nyamuk yang
digunakan untuk produksi nyamuk ber-Wolbachia.
Pada sistem rearing open population, perlu
ditambahkan pejantan lokal dari wilayah pelepasan
yang bertujuan untuk memelihara karakter lokal
dan resistensi dari nyamuk yang akan disebarkan.
Catatan: untuk pemeliharaan, nyamuk lokal
terpisah dengan nyamuk yang ber-Wolbachia,
untuk menghindari kontaminasi.
2. Langkah-langkah:
a. Pengambilan sampel nyamuk lokal dengan
menggunakan ovitrap. Teknis kegiatan seperti
pengambilan sampel untuk assessment
nyamuk. Pengambilan sampel dilakukan
setiap 3-4 bulan sekali untuk stok materi
rearing.
b. Materi yang digunakan untuk open population
adalah maksimum F2 (atau generasi ke 3
dipelihara di laboratorium) dari nyamuk lokal.
c. Penyiapan pejantan untuk digunakan dalam
materi open population.
d. Sistem QA untuk pejantan yang akan
digunakan untuk materi open population. Ini
untuk menjamin tidak terjadi kontaminasi
pada koloni Wolbachia yang dipelihara.
e. Penyimpanan telur koloni lokal.

iii. QA produksi
1. Tujuan: a) menjamin koloni yang disiapkan di
laboratorium dan dikirimkan ke wilayah pelepasan
sesuai standar.
2. Langkah-langkah:
a. Sebagian sudah dijelaskan di atas.
b. Melakukan adjustment apabila QA koloni
tidak sesuai dengan kualitas.
i. Apabila Wolbachia >100% maka
dilakukan uji tapi ulang pada sampel
yang sama, dan apabila masih >100%
maka dilakukan uji tapis untuk sampel
cadangan pada koloni yang sama
ii. Apabila hasil langkah (i) masih tetap
>100% maka produksi dilanjut dengan
batch yang Wolbachia-nya 100%,
sedang batch yang <100% bisa
dimusnahkan atau diperbaiki
Wolbachianya dengan melakukan
koloni tertutup (closed population)
iii. Apabila daya tetas kurang dari 90%
maka perlu dikirimkan tambahan telur
nyamuk sebagai kompensasi untuk
mendapatkan jumlah 140
nyamuk/ember.
B. Penyiapan fasilitas
i. Penyiapan fasilitas produksi
1. Tujuan: menyiapkan fasilitas yang kompeten untuk
memproduksi 10-20 juta telur nyamuk/minggu
untuk memenuhi kebutuhan piloting 5 kota. Asumsi:
Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit di
Salatiga atau tempat lain akan melakukan produksi
nyamuk ber-Wolbachia, karena kapasitas di UGM
hanya 4-8 juta/minggu, jumlah yang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan piloting.
2. Langkah-langkah :
a. Pembuatan time schedule pelaksanaan rearing
sesuai waktu implementasi.
b. Perencanaan alat dan bahan rearing, jumlah
menyesuaikan kebutuhan implementasi.
c. Penyiapan fasilitas laboratorium rearing
d. Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
e. Penyediaan fasilitas pendukung lainnya (kandang
marmut sebagai pakan darah).
f. Pembuatan SOP pemeliharaan nyamuk dengan
pakan darah marmut.

ii. Penyiapan fasilitas penyimpanan dan pengujian kualitas di


wilayah target
1. Tujuan: menyediakan fasilitas penyimpanan
sehingga kualitas telur terjaga dengan baik, dan
tempat untuk melakukan kontrol kualitas telur
sebelum didistribusikan ke kader/rumah-rumah
target.
2. Langkah-langkah
a. Menyiapkan tempat dengan ukuran sesuai
kebutuhan
b. Menyiapkan fasilitas pendukung (AC, meja dll)
untuk kebutuhan penyimpan dan pengujian

C. Penyiapan SDM
i. Penyiapan SDM produksi
1. Tujuan: menyiapkan sdm yang berdedikasi dan
mempunyai kemampuan yang kompeten untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksi seperti yang
dijelaskan di atas.
2. Langkah-langkah
a. Menyiapkan SK untuk staff yang di
peruntukkan untuk produksi.
b. Melakukan training dan magang untuk staff
produksi
c. Melakukan pendamping pada awal-awal
produksi.
d. Melakukan penilaian kinerja rutin untuk
staff-staff yang melakukan produksi.
BAB V
PELAKSANAAN

A. Penyiapan staff lapangan


a. Merumuskan peran, sistem kontrak kerja
i. Tujuan: merumuskan peran-peran yang akan dilakukan
oleh staff lapangan, sistem kontrak dan institusi
pengelolaan.
ii. Langkah-langkah
1. Merumuskan peran. Peran dari staff lapangan
adalah:
a. Melakukan penyiapan logistik
b. melakukan training dan pendampingan
kader
c. Mendistribusi telur ke kader dan
melakukan briefing terhadap operasional
penitipan ember
d. Melakukan QA penitipan ember
e. Melakukan monitoring nyamuk ber-
Wolbachia, dengan melakukan
penangkapan nyamuk dan mengirimkan
ke institusi penguji
f. Melakukan pengumpulan, pencatatan dan
entry data ke sistem pendataan.
2. Merumuskan sistem kontrak dan sistem
koordinasi kerja
a. Staff lapangan bekerja selama 5 hari kerja
dan durasi kerja 8-9 bulan. 2-3 bulan
persiapan dan 6 bulan implementasi.
b. Rekrutmen dan training supervisi apangan
i. Tujuan: mendapatkan jumlah supervisi sesuai dengang
kualifikasi yang dibutuhkan dan meningkatkan
kapasitas untuk menjalankan perannya
ii. Langkah-langkah
1. Melakukan rekruitmen
2. Memberikan surat perjanjian kontrak kerja
kepada supervisi lapangan yang diterima.
3. Melakukan training
a. Training tentang program
b. Training tentang operasional
c. Training tentang koordinasi
d. Training tentang sistem data dan
pengelolaanya
e. Training tentang komunikasi dan bekerja
dengan komunitas

B. Peningkatan kapasitas kader sebagai pelaku penitipan ember atau


penyebaran nyamuk ber-Wolbachia
a. Pemilihan kader dan kesepakatan komitmen
i. Tujuan: membentuk tim pelaksana penitipan ember atau
penyebaran nyamuk berWolbachia di unit terdepan.
ii. Langkah-langkah:
1. Melakukan pemilihan kader yang disesuikan
struktur kerja kader di masing-masing lokasi.
2. Membangun komitmen kader
b. Peningkatan kapasitas kader
i. Tujuan: untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan
skill kader.
ii. Langkah-langkah
1. Penjelasan tentang peran dan kompensasi kader
selama pelaksanaan
2. Penjelasan tentang tahapan-tahapan pelaksanaan
penitipan ember
3. Praktek penitipan ember. masing-masing kader akan
mengampu 1 ember dan didampingi oleh staff
lapangan
4. Dilakukan evaluasi peningkatan kapasitas kader
selama melakukan training
B. Penyiapan logistik
a. Penyiapan Ember
i. Tujuannya: menyiapkan jumlah ember sebagai media
penitipan telur sesuai dengan standar dan jumlah yang
dibutuhkan. Spesifikasi ember: berpenutup dengan tinggi
sekitar 13 cm dan diameter dasar sekitar 12 cm, volume
sekitar 2 liter, berstiker program, berlubang 8 tersebar di
kurang lebih 2 cm dari batas atas, lubang berukuran 0,8
cm.
ii. Langkah_langkah
1. Membuat spesifikasi ember sesuai standar
2. Membuat tender pengadaan
3. Menjamin pengadaan sesuasi spesifikasi, jumlah dan
waktu yang ditentukan
4. Membuat katalog untuk jumlah keluar masuk ember
5. Membuat sistem pendistribusian ember
b. Telur dan pakan
i. Tujuan melakukan pengepakan telur dan pakan sesuai
dengan standar dan jumlah pakan cukup untuk
perkembangan jentik menjadi nyamuk.
ii. Langkah-langkah
iii. Melakukan pengepakan telur dan pakan sesuai dosisnya.
Dosis tergantung dari jenis pakan dan jumlah telur,
sehingga perlu dilakukan uji dosis.
iv. Melakukan pembagian jumlah berdasar kebutuhan per
kelurahan atau per pedukuhan.
v. Distribusi paket telur dan pakan ke kader.

C. Pengujian kualitas telur yang akan dititipkan ke OTA


a. Pengitungan jumlah rerata telur per strip
i. Tujuan: untuk mengetahui jumlah telur yang masih
menempel d strip dan kualitas fisknya.
ii. Langkah-langkah
1. Diambila secara random sebanyak 5 strip telur
2. Di bawah mikroskop binokular, jumlah telur
dihitung dan kualitasnya diamati: apakah telur
viabel atau keriput.
b. Pengujian daya tetas telur
i. Tujuan: mengetahui daya tetas dan antisipasi terhadap
operasional rilis, misalnya penambahan jumlah telur,
pengepakan.
ii. Langkah-langkah
1. Strip pada pengujian jumlah telur ditetaskan,
dengan cara dimasukkan ke kontainer T1000.
2. Pada hari ke-3, Jumlah jentik yang survive dihitung.
3. Persentase survival dihitung dengan cara jumlah
jentik dibagi jumlah telur viabel dikalikan 100.
Standarnya: presentasi survival >90%.

D. Penitipan ember atau penyebaran nyamuk berWolbachia


a. Penitipan ember perdana
i. Tujuan: melakukan penitipan ember perdana, melakukan
pembekalan ke kader
ii. Langkah-langkah
1. Supervisi lapangan mengechek logistik minimal
sehari sebelumnya
2. Supervisi lapangan melakukan komunikasi dengan
kader minimal 2 hari sebelumnya
3. Supervisi lapangan membawa semua logistik dan
bertemu dengan kader di titik kumpul
4. Supervisi lapangan memberikan briefing operasional
penitipan ember perdana
5. Supervisi lapangan memberikan simulasi penitipan
1-2 ember kepada kader
6. Supervisi lapangan memberikan form isian data dan
menjelaskan cara mengisi dan mengirimkan ke staff
lapangan
7. Selanjutnya, penitipan ember dilakukan oleh kader
a. Telur dimasukkan ke ember dan diberiair
b. Ember dititipkan di lokasi yang sudah
ditentukan. Kader mengirimkan data jumlah
ember yang dititipkan
c. Setiap 2 minggu dilakukan penggantian paket.
Kader melaporkan jumlah emberyang
dititipkan atau ada respondent yang tidak
bersedia dititipi lagi, atau data penggantian
respondent.
b. Servis atau penggantian paket setiap 2 minggu sekali
i. Tujuan: penggantian paket dan memantau kualitas
penitipan ember
ii. Langkah-langkah:
1. Supervisi lapangan mengechek logistik minimal
sehari sebelumnya
2. Supervisi lapangan melakukan komunikasi dengan
kader minimal 2 hari sebelumnya
3. Supervisi lapangan membawa semua logistik dan
bertemu dengan kader di titik kumpul
4. Supervisi lapangan memberikan briefing operasional
penitipan ember perdana
5. Supervisi lapangan membuka diskusi apaila ada
concern dari warga atau dari kader.
6. Supervisi lapangan memberikan paket telur ke
kader.
7. Supervisi lapangan melakukanlapanganmelakukan
simulasi servis di 1-2 ember. Selanjutnya kader yang
akan melakukan di wilayahnya:
a. Telur dimasukkan ke ember dan diberi air
b. Ember dititipkan di lokasi yang sudah
ditentukan. Kader mengirimkan data jumlah
ember yang dititipkan
c. Pengamatan ember gagal tidak menjadi
keharusan bagi kader.
8. Supervisi lapangan melakukan QA penitipan ember:
a. 10% atau minimal 4 per pedukuhan atau
kelurahan sebagai ember QA
b. Pengamatan pada ember QA, yaitu status
berhasil/gagal dan jumlah selongsong pupa
per ember.
i. Standard QA: ember gagal <20%, dan
selongsong pupa >140 per ember.
9. Supervisi lapangan melakukan entry data ke sistem
pengelolaan data
10.Apabila QA tidak sesuai dengan standar maka QA
akan berdiskusi dengan kader kemungkinan
penyebab dan mitigasi solusinya.
11.Apabila ada responden (OTA) yang tidak bersedia
dititipi ember maka didiskusikan bagaimana solusi
pengganti OTA tersebut

c. Penarikan ember apabila Wolbachia sudah mencapai 60%


i. Tujuan: melakukan penarikan ember dan meng-katalog
jumlahnya.
ii. Langkah-langkah:
1. Supervisi lapangan mengkomunikasikan ke kader
bahwa akan dilakukan penarikan ember karena
Wolbachia sudah mencapai 60% atau lebih
2. Supervisi lapangan mengkomunikasikan ke kader
untuk mengumpulkan semua ember di titik kumpul
3. Ember dibersihkan dan selanjutnya di pool di tempat
pengumpulan yang sudah disesuaikan
4. Jumlah ember dicatat.

E. Pengambilan sampel nyamuk untuk monitoring Wolbachia


a. Penyiapan logistik monitoring
i. Tujuan: menyiapkan logistik untuk penangkapan,
penyimpanan dan preservasi sampel
ii. Langkah-langkah:
1. Menyiapkan peta titik monitoring
2. Mempersiapkan jaring tangkap
3. Menyiapkan tube dan label untuk mengumpulkan
sampel di setiap titiknya
b. Melakukan sampling dan preservasi sampel.
i. Tujuan: melakukan sampling nyamuk dan menyiapkan
sampel yang akan diuji
ii. Langkah-langkah
1. Melakukan sampling nyamuk dengan target sekitar
100 aedes aegypti/kelurahan.
a. Waktu sampling dan target Wolbachia

2. Identifikasi didasarkan pada karakter morfologi


nyamuk. Preservasi dilakukan dengan menyimpan
sampel dalam tube yang diisi ethanol 80%. Sampel
Ae. aegypti dipisah jantan dan betina dan di pool
berbasis titik sampling. Masing masing tube diberi
label.
3. Mengisi data sampel dan sampling dalam sistem
4. Mengirimkan sampel ke Bidang Penjaminan Mutu
dan Monev.
5. Membuat data sampel yang terhubung dengan
Bidang Penjaminan Mutu dan Monev., baik secara
manual maupun secara digital.
6. Uji tapis terhadap aedes aegypti dan kandungan
Wolbachia dilakukan oleh Bidang Penjaminan Mutu
dan Monev.
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat penting
untuk mendapatkan gambaran dan informasi kegiatan di semua tingkat pelaksana
program Penanggulangan Dengue. Dengan demikian, satu sistem informasi yang
terintegrasi perlu untuk diciptakan sebagai dasar strategis. Pencatatan adalah
suatu kegiatan yang dilakukan petugas untuk mencatat hasil kegiatan program
Penanggulangan Dengue pencatatan pilot project. Pencatatan dilakukan mulai dari
persiapan hingga berakhirnya pilot project

bagan alur koordinasi dan pelaporan informasi implementasi

A. Pencatatan dan Pelaporan Kesiapan Masyarakat


a. Pencatatan
Pencatatan kegiatan mempersiapkan masyarakat dilakukan oleh
kader kesehatan yang telah ditunjuk sebagai pelaksana
lapangan meliputi:
i. Formulir Pencatatan pendataan Orang Tua Asuh (OTA)
Ember (Formulir terlampir)
ii. Formulir Pencatatan Peletakan ember dan penggantian
paket telur (Formulir terlampir)
iii. Formulir Pencatatan keluhan/concern masyarakat

Contoh Form Pencatatan Pendataan OTA

Kecamatan : X
Desa : XX
Tanggal : XX
Kader : XX
Ketersediaan
No ID OTA Nama OTA Alamat No Kontak Keterangan
(Ya/Tidak)
1 XX XXX XXX XX Ya XX

Contoh Form Pencatatan Peletakan Ember


Kecamatan : X
Desa : XX
Tanggal : XX
Kader : XX
PERIODE X

PENGAMATAN PEMASANGAN

CATATAN
EMBER
EMBER EMBER TIDAK
TIDAK
GAGAL TERPASANG TERPASANG
TERPASANG
(ID OTA)

X X X XX

B. Pelaporan
a. Pencatatan kegiatan lapangan yang dilakukan oleh kader
kesehatan dilaporkan kepada supervisor lapangan melalui foto
formulir pencatatan dengan periode sebagai berikut:

No Formulir Periode

1 Formulir Pendataan OTA harian selama periode


pendataan OTA

2 Formulir Peletakkan dan penggantian setiap dua minggu


setelah penggantian
paket telur dilakukan

3 Formulir Keluhan/Concern maksimal 24 jam pasca


concern diterima
b. Supervisor lapangan melakukan rekapitulasi dan input data di
sistem database informasi yang telah disediakan mengikuti
formulir pencatatan yang masuk dari kader kesehatan
C. Pencatatan dan Pelaporan Produksi Nyamuk ber- Wolbachia
a. Pencatatan
Pencatatan kegiatan produksi nyamuk Aedes aegypti ber-
Wolbachia dilakukan oleh petugas produksi meliputi:
i. Pencatatan jadwal batch perbanyakan nyamuk Pencatatan
jumlah telur dalam setiap strip yang diproduksi per batch
pencatatan jumlah strip yang diproduksi per batch
ii. pencatatan pemeriksaan penjaminan mutu internal dan
eksternal Wolbachia
iii. pencatatan pemeriksaan penjaminan mutu untuk infeksi
arbovirus meliputi chikungunya, dengue dan zika
iv. pencatatan pemeriksaan penjaminan mutu resistensi
nyamuk Aedes aegypti
b. Pelaporan
i. Tim produksi mengembangkan basis data pencatatan dan
pelaporan
ii. Aplikasi basis data produksi akan digunakan untuk sistem
pencatatan dan pelaporan produksi Wolbachia.
D. Pencatatan dan Pelaporan Pelepasan Wolbachia
a. Pencatatan
Pencatatan pelepasan dan penggantian paket telur Wolbachia
dilakukan secara periodik oleh kader kesehatan yang melakukan
pelepasan dan penggantian paket telur.

Hal yang perlu dicatat oleh kader kesehatan dalam form:


i. Jumlah paket ember terpasang/terganti dari keseluruhan
target
ii. Jumlah ember gagal terpasang/terganti (air tumpah,
jumlah selongsong pupa kurang dari 70% dari total telur,
ember hilang) dari keseluruhan target
b. Pelaporan
Pelaporan Pelepasan dan penggantian paket telur wolbachia
adalah sebagai berikut:
No Form Data Petugas

1. Form Penggantian Paket Telur Kader


Kesehatan/Lapangan

2. Rekapitulasi form data Supervisor Lapangan

3. Dashboard pelepasan Supervisor


Lapangan/Teknisi
Bagan Alur Pelaporan Pelepasan dan Penggantian Paket Telur Wolbachia

Core
Supervisor
Data
Foto Lapangan Input
Kader dan
Wa (Puskesma Data Dashbo
s)
ard
FXX. Formulir
Rekapitulasi
identifikasi OTA
Form XX
FXX. Formulir
peletakkan dan
penggantian
ember
E. Pencatatan dan Pelaporan Persentase Wolbachia
a. Pencatatan
Pencatatan dan pelaporan persentase wolbachia dilakukan oleh
tim monitoring dan evaluasi dan teknologi yang dilakukan pada
kegiatan monitoring nyamuk Ae aegypti di lapangan sesuai
dengan jadwal.
Hal yang perlu diinput oleh tim teknologi dan tim monitoring dan
evaluasi;
i. identitas lokasi
ii. jumlah titik pengambilan sukses
iii. jumlah titik pengambilan gagal
iv. identitas sampel nyamuk (labelling)
v. jumlah Ae aegypti tertangkap dan diidentifikasi secara
mikroskopis
vi. jumlah Ae aegypti positif PCR
vii. jumlah Wolbachia positif PCR
viii. persentase wolbachia terhadap total Ae aegypti masing-
masing desa
b. Pelaporan
Laporan berdasarkan generate data otomatis yang berasal dari
database/ dashboard. Rekapitulasi perkembangan wolbachia
masing masing wilayah akan dievaluasi dan dimonitoring oleh tim
monev.
F. Pencatatan Kasus Dengue
Sistem pencatatan dan pelaporan kasus dengue pada pilot project ini
meliputi kejadian, kematian melekat pada sistem surveilans dengue yang
telah berjalan selama ini di program pengendalian Dengue (P2PM
Kementerian Kesehatan)
BAB VII
PENJAMINAN MUTU, MONITORING DAN EVALUASI

Kegiatan penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan


Pilot Project Wolbachia dilaksanakan terhadap:
sejak mulai perencanaan kesiapan masyarakat sampai dengan pasca
release.

A. Penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi untuk kesiapan masyarakat


a. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi memastikan 90%
ember terpasang sesuai dengan jadwal dan prosedur.
i. Langkah yang dilakukan:
1. Tim penjaminan mutu memantau data dari
dashboard operasional yang isinya mencakup
kesiapan logistik, target grid rilis, capaian rilis
(ember tidak terpasang, ember terpasang) hingga ke
unit kelurahan secara mingguan pada rilis pertama
dan kedua, dan selanjutnya dilakukan setiap 2
minggu/setiap proses penggantian paket telur.
2. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi
memastikan concern selalu termonitor dan terespon
dengan baik.
3. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi
memberikan rekomendasi kepada dinkes terkait
pada pendekatan ke masyarakat/Orang Tua Asuh
jika target belum terpenuhi.
B. Penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi untuk produksi nyamuk
a. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi melakukan
evaluasi pada kualitas nyamuk yang diproduksi (wolbachia 100%,
hatching rate lab 90%, 0% denv chikv zikv, Insecticide Resistance
awal identik dengan nyamuk local) sesuai dengan timeline yang
telah dibuat
i. Langkah-langkah yang dilakukan :
1. Pemantauan database produksi nyamuk yang
mencakup informasi jadwal perbanyakan nyamuk,
jumlah telur dalam setiap strip, jumlah strip,
hatching rate. Pelaksanaan pemeriksaan QA
laboratorium yang meliputi QA Wolbachia, QA
Arbovirus dan QA Insecticide Resistance secara tepat
waktu
2. Pencatatan hasil pemeriksaan QA laboratorium ke
database
3. Pemantauan database produksi yang mencakup :
a. Jumlah stok telur / strip : tanggal, stok
telur/strip
b. Hatching rate : nama koloni, hatching rate
c. QA Wolbachia : informasi nama koloni, jumlah
nyamuk yang diperiksa, jumlah Aedes aegypti
positif, jumlah PCR wolbachia positif,
persentase wolbachia terhadap Aedes aegypti
d. QA Arbovirus : informasi nama koloni,
informasi
e. QA Insecticide Resistance : nama koloni, asal
koloni, persentase Insecticide Resistance
b. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi memberikan
rekomendasi apabila data yang didapat sebagai berikut :
i. Jumlah stok telur / strip kurang : rekomendasi
penambahan kandang ke tim produksi.
ii. Hatching rate <90% : penambahan jumlah telur dalam
masing-masing strip atau penambahan strip untuk masing-
masing ember.
iii. QA Wolbachia < 100% maka koloni tidak digunakan untuk
material rilis.
iv. QA Arbovirus >0% maka koloni tidak digunakan untuk
material rilis.
v. QA Insecticide Resistance : perbedaan hasil insecticide
Insecticide Resistance >10% maka koloni tidak digunakan
untuk material rilis
C. Penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi Pelaksanaan Rilis dan
Perkembangan Wolbachia
a. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi memastikan
proses rilis dan penggantian paket telur sesuai waktu yang
ditentukan dengan jumlah ember terpasang >= 90%, menjamin
daya tetas telur di lapangan mencapai jumlah selongsong pupa
70%-80% dari total telur per ember yang dilepas serta menjamin
perkembangan nyamuk ber-Wolbachia di lapangan sesuai dengan
estimasi.
i. Langkah yang dilakukan :
1. Memantau dashboard pada capaian pemasangan
ember
2. Memastikan ember terpasang dan penggantian paket
telur dilakukan sesuai pada waktu dan titik letak
yang ditentukan melalui catatan/laporan
pemasangan ember harian petugas lapangan.
3. memastikan sampling 10% dari ember yang dipasang
di 1 desa/kelurahan dilakukan oleh petugas
lapangan.
4. Memastikan petugas lapangan mengambil 100
sample nyamuk per kelurahan/desa mengemas dan
mengirim sesuai prosedur ke petugas penjamin
mutu untuk dilakukan screening.
5. melakukan screening wolbachia secara berkala pada
100 sample nyamuk per kelurahan/desa yang
dikirim oleh tenaga lapangan/tim teknologi secara
tepat waktu
ii. Tim penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi
memberikan rekomendasi apabila data yang didapat
kurang dari target % wolbachia sebagai berikut :
Monitoring Waktu Target Rekomendasi
%Wolbachia apabila frekuensi
Wolbachia kurang
dari
targetditemukan
kesenjangan

Monitoring 1 Servis ke- 3 25-30% ● dilakukan


penambahan
Monitoring 2 Service ke-7 >50% telur untuk
masing-masing
Monitoring 3 Service ke-9 >55% strip
● dilakukan
Monitoring 4 Service ke-11 >60%
penambahan
Monitoring 5 2 bulan >70% strip untuk
setelah stop masing-masing
rilis ember
● dilakukan
Monitoring 6 6 bulan >80% penambahan
setelah stop titik/ lokasi
rilis penitipan ember
● Penurunan
jumlah ember
gagal
● Perpanjangan
masa penitipan
ember
Opsi rekomendasi antara lain:
1. Menekan jumlah ember gagal
2. Penambahan jumlah telur/ember
3. Penambahan ember
4. Pemindahan ember
5. Perpanjangan masa penitipan ember
Penjaminan mutu, monitoring dan evaluasi kasus Dengue pasca
implementasi

Target 1: Ketersediaan data dan catatan pelaporan kasus dengue secara


konsisten dan berkelanjutan

Target 2: Ketersediaan kegiatan evaluasi penurunan kasus dengue 50%


pada tahun ke 3 pasca implementasi

Cara:

b. Melakukan pemantauan dashboard setiap enam bulan sekali


terhadap ketersediaan data kasus dengue per bulan enam tahun
sebelum; implementasi Wolbachia dan tiga tahun pasca
implementasi Wolbachia
c. Melakukan pemantauan berjalannya kegiatan evaluasi penurunan
kasus dengue dibandingkan dengan baseline data sebelum
implementasi
BAB VIII
PENUTUP

Dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia


hingga saat ini juga menjadi tantangan dalam Penanggulangan Dengue di
Indonesia. Untuk itu dalam kegiatan Penanggulangan Dengue, sangat dibutuhkan
peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, serta pemangku
kepentingan terkait.

Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan pilot project penerapan


teknologi wolbachia, maka disusun keputusan Direktur jenderal P2P tentang
petunjuk teknis penerapan Pilot Proect Wolbachia yang digunakan sebagai acuan
bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengelola program, tenaga kesehatan,
masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan terkait, sehingga target program
Penanggulangan Dengue dapat tercapai khususnya dalam penerapan pilot project
wolbachia.

Anda mungkin juga menyukai