Anda di halaman 1dari 80

EFISIENSI PENGGUNAAN ALAT PERONTOK PADI(POWER

THRESER DAN GEBOT)TERHADAP HASIL GABAH DI


DESA MARAYOKA KECAMATAN BANGKALA
KABUPATEN JENEPONTO

SAIFUL AHMAD
105960127712

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

i
EFISIENSI PENGGUNAAN ALAT PERONTOK PADI (POWER
THRESER DAN GEBOT) TERHADAP HASIL GABAH
DI DESA MARAYOKA KECAMATAN BANGKALA
KABUPATEN JENEPONTO

SAIFUL AHMAD
10596 01277 12

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

ii
iii
PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul : Efisiensi Penggunaan Alat Perontok Padi (Power Threser


Dan Gebot) Terhadap Hasil Gabah Di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

Nama : Saiful Ahmad

Stambuk : 10596 01277 12

Konsentrasi : Sosial Ekonomi

Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

KOMISI PENGUJI

Nama Tanda Tangan

1. Prof. Dr. Syafiuddin,M.Si. _________________


Ketua Sidang

2. Isnam Junais, S.TP.,M.Si. _________________


Sekretaris

3. Dr. Abubakar idhan, M.P _________________


Anggota

4. Irma Hakim,S.P.,M.Si _________________


Anggota

Tanggal Lulus : ………………………….

iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efisiensi Penggunaan

Alat Perontok Padi (Power Threser Dan Gebot) Terhadap Hasil Gabah Di

Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto adalah benar

merupakan hasil karya yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

skripsi ini .

Makassar, September 2016

Saiful Ahmad
10596 01277 12

v
ABSTRAK

SAIFUL AHMAD. 105960127712. Efisiensi Penggunaan Alat Perontok


Padi (Power Threser dan Gebot) Terhadap Hasil Gabah yang Dihasilkan di Desa
Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh
SYAFIUDDIN dan ISNAM JUNAIS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan alat perontok
padi (Power Threser dan Gebot) terhadap hasil produksi gabah yang di hasilkan di
Desa Marayoka, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Sampel dalam
penelitian ini yakni petani yang telah menggunakan dan memiliki mesin perontok
(Power Threser) dan pernah memiliki Gebot sendiri. Analisi data yang digunakan
adalah analisis deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan alat perontok padi yang digunakan
petani di Desa Marayoka adalah alat perontok padi gebot dan power threser. Dari
kedua alat tersebut perontok padi power threser lebih disukai karena
menghasilkan produksi dalam waktu tertentu dibandingkan dengan gebot. Adapun
alat perontok padi yang lebih efisien dari segi waktu adalah penggunaan alat
perontok power threser sedangkan gebot efisien dari sudut pandang tenaga kerja
dan biaya.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayahnya yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya.

Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW

beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Efisiensi Penggunaan Alat Perontok

Padi (Power Threser) Terhadap Hasil Gabah di Desa Marayoka Kecamatan

Bangkala Kabupaten Jeneponto.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

yang terhormat:

1. Prof.Dr.Syafiuddin,M.Si. selaku pembimbing I dan Isnam

Junais,STP.M.Si. selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan

waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat

diselesaikan.

2. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Amruddin, S.Pt., M.Si selaku ketua Prodi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

vii
4. Kedua orang tua dan segenap keluarga serta teman-teman yang senantiasa

memberikan bantuan baik moril maupun material sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

5. Seluruh dosen Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada

penulis.

6. Kepada pihak pemerintah Kecamatan Bangkala di Desa Marayoka beserta

jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di

daerah Tersebut.

7. Kepada Fitri Suryati serta Nurul yang selalu membantu dan memberikan

semangat sehingga skripsi dapat terselesaikan.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat

memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Semoga

Kristal-kristal Allah senantiasa tercurah kepadanya. Amin

Makassar, Oktober 2016

SAIFUL AHMAD

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ........................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1. Panen dan Pascapanen padi ................................................................ 5


2.2. Tujuan dan Maanfaat Pascapanen ...................................................... 10
2.3. Penggunaan Mesin perontok Padi ...................................................... 11
2.4. Efisiensi Mesin Perontok Padi ........................................................... 16
2.5. Alat Perontok Padi Manual (Gebot) .................................................... 17
2.6. Kerangka Pikir..................................................................................... 20

ix
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 21

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 21


3.2. Populasi dan Sampel .......................................................................... 21
3.3. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 21
3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 21
3.5. Teknik Analisis Data .......................................................................... 22
3.6. Definisi Operasional ........................................................................... 23

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................... 24

4.1. Letak Geografis .................................................................................. 24


4.2. Iklim dan Curah Hujan ....................................................................... 25
4.3. Hidrologi dan Tata Air ....................................................................... 25
4.4. Kondisi Demografis ........................................................................... 26
4.5. Keadaan Pertanian .............................................................................. 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 32

5.1. Identitas Responden ........................................................................... 32


5.2. Penggunaan Alat Perontok Padi Gebot .............................................. 38
5.3. Penggunaan Alat Perontok Padi Power Threser ................................ 43
5.4. Efisiensi Penggunaan Alat Perontok Padi .......................................... 47
5.5. Kelebihan dan Kendala Penggunaan Alat Perontok Padi ................... 48

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 52

6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 52


6.2. Saran ................................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 53

LAMPIRAN .................................................................................................... 54

RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 64

x
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Marayoka Tahun
2016 ......................................................................................................... 26
2. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat umur Desa Marayoka Tahun
2016 ......................................................................................................... 27
3. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan Desa Marayoka Tahun 2016 28
4. Jumlah penduduk berdasarkan bidang pekerjaan Desa Marayoka
Tahun 2016 ............................................................................................. 29
5. Identitas responden menurut kelompok umur di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ........................................... 33
6. Distribusi petani padi menurut tingkat pendidikan di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................................... 34
7. Distribusi petani padi menurut pengalaman berusaha tani di Desa
Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................... 34
8. Identitas petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di
Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ................ 35
9. Kisaran rata-rata luas lahan petani responden di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................................... 36
10. Pengalaman penggunaan alat perontok padi di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................................... 37
11. Penggunaan input alat perontok padi gebot di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................................... 40
12. Rincian biaya input dengan menggunakan alat perontok manual
(gebot) di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto 41
13. Luas lahan, produksi, penerimaan dalam penggunaan gebot di Desa
Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................... 42
14. Penggunaan input alat perontok power threser di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ........................................... 43

xi
15. Penggunaan biaya input alat perontok power threser di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ........................................... 45
16. Luas lahan, produksi, penerimaan dalam penggunaan power threser di
Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ................. 46
17. Kelebihan dan kekurangan/kendala penggunaan alat perontok padi
(gebot dan power threser) alat di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala
Kabupaten Jeneponto Tahun 2016 .......................................................... 49

xii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Paddy Thresher machine (power threser) .............................................. 6
2. Alur kerangka pikir ................................................................................ 20

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan Gebot di Desa
Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto .......................... 53
2. Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan power threser
di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto ............. 54

xiv
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan akan mekanisasi pertanian semakin meningkat seiring dengan makin

langkanya tenaga kerja pertanian dan adanya kenaikan upah yang nyata di pedesaan

terutama di daerah dengan intensitas tinggi. Indikator paling sederhana untuk

mengukur bahwa mekanisasi pertanian makin dibutuhkan dapat dilihat dari

meningkatnya jumlah alsintan yang digunakan terutama di daerah intensifikasi.

Selama periode 1973 sampai sekarang, jumlah alsintan pra dan pasca panen terus

meningkat. Seperti penggunaan traktor dari tahun ke tahun terus meningkat, berbeda

dengan jumlah alat perontok (Power Threser) masih sangat sedikit dan tidak

sebanding dengan luas areal intensifikasi padi sawah. Padahal alat perontok padi

(Power Threser) ini sangat berperan dalam mengurangi tingkat kehilangan hasil padi

untuk peningkatan mutu dan nilai tambah (Fadli, 1983).

Dalam usahatani padi, thresher merupakan alat untuk merontokkan padi menjadi

gabah. Alat ini merupakan alat bantu bagi tenaga kerja untuk memisahkan gabah

dengan jeraminya, sehingga penggunaan pedal thresher menjadi satu kesatuan dengan

tenaga kerja panen. Terdapat dua jenis thresher berdasar alat penggeraknya yaitu (1)

Secara manual dengan menggunakan pedal (pedal thresher) dan (2) digerakkan dengan

mesin (Power Threser). Penggunaan Power Threser untuk merontok padi tidak dapat

dipisahkan dengan perkembangan varietas unggul baru berumur pendek dan mudah

rontok (Sukirno, 1999).

1
Mesin perontok padi dikenal juga dengan Power Threseradalah jenis mesin

perontok yang telah terbukti handal dan sangat cocok dengan berbagai jenis lahan

persawahan di Indonesia. Mesin perontok jenis ini telah banyak digunakan oleh petani

di seluruh nusantara karena keunggulannya yang praktis dan mudah dipindahkan dari

lahan satu ke lahan lainnya (Sukirno, 1999).

Penggunaan alat perontok padi di kalangan petani umumnya masih

menggunakan alat perontok manual (Gebot). Akan tetapi pada masa sekarang ini,

penggunaan alsintan diberbagai sektor pertanian yang telah mengalami perombokan

baik dari sektor pengolahan maupun pada sektor panen (perontokan). Moderenisasi

alsintan diberbagai sektor pertanian menyebabkan ketergantungan akan alsintan

tersebut. Akan tetapi, disisi lain keberadaan alsintan tersbut juga dapat memberikan

kemudahan bagi para petani dalam melakukan kegaiatan usaha tani.

Efisiensi penggunaan alat perontok padi antara gebot dengan power thereser

memiliki banyak perbedaan diantaranya dari segi biaya yang dikeluarkan. Dimana

dengan menggunakan power threser biaya yang dikeluarkan dibagi kedalam dua

bagian yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap yang dimaksud disini adalah

biaya yang dikeluarkan untuk biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya pajak alat,

dan biaya garasi/gudang. Sedangkan untuk biaya tidak tetap disini yang dimaksud

adalah biaya untuk bahan bakar, biaya perbaikan dan pemeliharaan.

Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan pada saat merontokkan padi dengan

menggunakan gebot, terbilang tidak ada. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa

dengan menggunakan power thereser untuk merontokkan padi akan sangat

membutuhkan biaya yang lebih besar, akan tetapi hasil yang diperoleh meningkat di

2
banding ketika menggunakan alat perontok padi manual dalam hal ini gebot.

Walaupun dengan menggunakan gebot, yang tanpa mengeluarkan biaya apapun, akan

tetapi hasil yang diperoleh tidak sebanyak ketika kita menggunakan power thereser.

Peralihan penggunaan alat perontok padi yang dilakukan oleh petani, umumnya

dilakukan atas dasar kebutuhan dan kemudahan serta efisiensi dalam kegiatan usaha

tani yang dilakukan. Melihat fenomena tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk

melihat dan membandingkan tingkat efisiensi penggunaan alat perontok padi baik

manual (Gebot) maupun mesin (Power Threser) di desa Marayoka.

Desa Marayoka merupakan salah satu desa yang berada di wilayah

Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Propinsi Sulawesi Selatan.Luas wilayah

Desa Marayoka 14,13 km².Secara umum keadaan topografi Desa Marayoka

merupakan wilayah dataran dan perbukitan atau dikelilingi oleh pegunungan

sehingga keadaan tanahnya baik dan cocok untuk daerah pertanian dan

perkebunan. Adapun luas lahan yang digunakan untuk area persawahan kurang lebih

40 Ha.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat dikemukakan

yaitu, Bagaimana efisiensi penggunaan alat perontok padi (Power Threser dan gebot)

terhadap hasil produksi gabah di Desa Marayoka, Kecamatan Bangkala, Kabupaten

Jeneponto?

3
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui efisiensi

penggunaan alat perontok padi (power threser dan gebot) Terhadap Hasil Gabah di

Desa Marayoka, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi petani dalam penggunaan alat

perontok padi (power threser dan gebot) dimasa yang akan datang.

2. Dengan adanya efisiensi penggunaan alat perontok padi ini, pemerintah dapat

melihat alat perontok padi yang lebih efisien untuk menunjang perekonomian

masyarakat sehingga alat tersebut dapat dikembangkan untuk menunjang

perekonomian masyarakat.

3. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk memilih alat perontok padi

yang lebih efisien untuk digunakan.

4
I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Panen dan Pascapanen

1.1.1. Pemanenan

Pemanenan merupakan tahapan akhir dari proses budidaya tanaman, dan tahap

awal proses pascapanen. Tahapan pemanenan dimulai dengan penentuan umur panen

yang tepat, dimana tanaman sudah mencapai umur optimum, kemudian fase-fase

pemasakan bulir padi, serta penggunaan alat dan cara panen yang paling efektif untuk

menghasilkan produk dengan kerusakan relatif kecil dan kapasitas yang besar

(Nugraha, 1994).

1. Umur Panen

a. Umur panen dapat ditentukan berdasarkan pengamatan visual dengan cara

melihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi

dicapai setelah 90-95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau

kuning keemasan Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan

gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandunganbutir hijau dan butir

mengapur yang rendah serta rendemen giling tinggi.

b. Pengamatan Teoritis (deskripsi varietas dan pengukuran kadar air gabah).

Penentuan umur panen padi dengan pengamatan teoritis dapat dilakukan dengan

cara (1) menghitung berdasarkan hari setelah berbunga rata (hsb) antara 30 - 35

hari setelah berbunga, dan (2) penentuan umur panen berdasarkan kadar air

gabah. Umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23%

5
pada musim kemarau, dan antara 24-26% kadar air gabah pada musim

penghujan (Hadiutomo.K, 2006).

2. Alat dan Cara Panen Padi

Cara panen tergantung kepada alat perontok yang digunakan.

a. Ani-ani umumnya digunakan petani untuk memanen padi lokal yang tahan

rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan cara memotong pada

tangkainya.

b. Cara panen padi varietas unggul baru dengan sabit dapat dilakukan dengan cara

potong atas, potong tengah atau potong bawah tergantung cara perontokkannya.

c. Cara panen dengan potong bawah, umumnya dilakukan bila perontokonnya

dengan dibanting/ digebot menggunakan pedal thresher.

d. Panen padi dengan cara potong atas atau potong tengah bila dilakukan

peronyokkannya menggunakan mesin perontok.

Gambar 1. Paddy Thresher Machine ( Power Thresher)

6
1.1.2. Pascapanen

Pascapanen hasil pertanian adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak

pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan,

holtikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan sampai siap untuk dipasarkan.

Hasil utama pertanian adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk

tujuan usaha pertanian dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses

pengolahan. Tahapan - tahapan yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen

padi antara lain adalah sebagai berikut, (Setyono, 2000).

1. Penumpukan dan Pengumpulan

Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen

setelah padi dipanen. Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi

dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau

mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan

pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat

penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %

(Setyono,2000).

2. Perontokan

Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat

perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut

ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan

tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan

menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan

7
tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun

dapat diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak

terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman

bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah

diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di

gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang

sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah

yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung,tetapi cukup

ditumpuk setinggi maksimal 50 cm (Setyono, 2000)

3. Pengeringan

Agar tahan lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus

dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah

yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai

semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak

memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat

dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu,

tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak tercampur dengan

tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari

bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2 – 3 hari.

Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas.

Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar seminggu,sampai kadar air

mencapai 14% (Setyono, 2000).

8
4. Penggilingan

Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras

dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat

sederhana, yaitu lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip

perahu. Cerukan pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk.

Sementara alu merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu

tersebut terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa. Kendala

penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga

kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan

lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat

penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat

dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Alat yang sering

digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat

penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh

beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih

(Setyono, 2000)

5. Penyimpanan Beras

Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat

langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan

seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus

diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual

Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran

9
40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani.

Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat (Setyono, 2000).

Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk.

Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan.

Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk

pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi

dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus

ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah

keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus

seperti tanggal penyimpanan (Setyono, 2000).

1.2. Tujuan dan Manfaat Pascapanen

1.2.1. Tujuan Pascapanen

Adapun tujuan dari adanya kegiatan pasca panen ialah sebagai berikut (Kader,

A.A. 1992).

1. Mengurangi susut (jumlah dan mutu) pada tiap rantai penanganan.

2. Mempertahankan mutu (yang diinginkan konsumen).

3. Memperpanjang masa simpan (shelf life) sehingga dapat meningkatkan

ketersediaan/pasokan di lokasi manapun dan sepanjang waktu.

4. Mencegah kerusakan fisiologis dan mikrobiologis.

10
1.2.2. Manfaat Pascapanen

Adapun manfaat dari adanya kegiatan pengolahan pascapanen ialah sebagai

berikut (Kader, A.A. 1992).

1. Memperpanjang waktu dan jumlah persediaan pangan

2. Memudahkan penyimpanan dan distribusi

3. Meningkatkan nilai tambah ekonomis dan nilai tambah sosial

4. Memperoleh hasil produk petani yang menarik dari segi tampilan, rasa, dan sifat

fisik

1.3. Penggunaan Mesin Perontok Padi (Power threser)

Mesin Perontok Padi (power threser) adalah sebuah mesin yang digunakan untuk

merontokkan padi. Mesin ini digunakan untuk membantu pekerjaan petani dalam

merontokkan padi untuk memperoleh gabah, dulu petani merontokkan padi dengan

cara yang konvensional atau sederhana, yaitu dengan menggeblokkan padi ke

geblokkan padi yang berasal dari papan kayu dan bambu yang disusun seperti segitiga

sembarang.Pada dewasa ini sudah mulai bermunculan inovasi-inovasi baru dalam

bidang keteknikan pertanian untuk mempermudah kegiatan dalam pertanian, seperti

contohnya mesin perontok power threser (Irwanto, 1983).

Mesin Power Thresher (Mesin Perontok Padi) adalah jenis mesin perontok yang

telah terbukti handal dan sangat cocok dengan berbagai jenis lahan persawahan di

Indonesia.Alat dan Mesin Pertanian (mesin perontok padi) dapat memberi kontribusi

yang cukup berarti dalam rangka meningkatkan keuntungan usaha tani padi sawah.

Unsur-unsur yang mendukung peningkatan keuntungan adalah kecepatan proses

perontokan dan pembersihan sehingga menghemat waktu. Lebih penting lagi power

11
thresher terbukti dapat mengurangi kehilangan gabah saat perontokan dan mengurangi

kerusakan (pecah) butir gabah sehingga petani memperoleh nilai tambah dalam usaha

taninya (Sukirno, 1999).

1.3.1. Bagian komponen power threser

Menurut (Purwadi, 1999) komponen dan cara kera dari mesin power threser

adalah:

1. Kerangka utama terbuat dari besi siku, uk. 40 mm x 40 mm x 4 mm dan plat

lembaran baja lunak tebal 1 – 3 mm, merupakan kedudukan komponen

lainnya.

2. Silinder perontok terbuat dari besi strip dengan diameter berjajar berkeliling

membentuk silinder dengan diameter 30 – 40 cm dan lebar 40 – 60 cm. Di sisi

kiri dan kanan ditutup dengan lembaran bulat tebal 2 – 3 mm. Pada besi strip

yang melintang tersebut terpasang gigi perontok yang terbuat dari besi as baja

10 mm, panjang 50 – 60 mm diperkuat dengan mur. Jumlah gigi perontok 30 –

88 buah. Diameter poros perontok 25 mm, pada kedua ujung poros diberi

bantalan ball bearing yang posisinya duduk pada kerangka utama.

3. Dalam ruang silinder terdapat sirip pembawa, saringan perontok dan pelat

pendorong jerami. Sirip pembawa terletak di bagian atas silinder perontok,

terletak menempel pada tutup atas perontok. Sirip ini mengarah ke pintu

pengeluaran jerami di sebelah belakang mesin perontok. Terbuat dari plat

lembaran dengan tebal 1 – 2 mm. Jaringan perontok terletak di sebelah bawah

silinder perontok, terbuat dari kawat baja atau besi baja 0,6 – 8 mm bersusun

menjajar, membentuk setengah lingkar-an, jarak antar besi baja adalah 18 – 20

12
mm dan jarak antara ujung gigi perontok dan jaringan minimal 15 mm. Pelat

pendorong jerami terpasang pada silinder perontok yang tak terpasang gigi

perontok. Bagian ini terbuat dari besi plat tebal 2 – 3 mm denngan ukuran 15 –

15 mm.

4. Ayakan terletak di sebelah bawah saringan perontok, ukuran ayakan 45 mm x

390 mm, terbuat dari plat lembaran tebal 1,5 – 2 mm. Ayakan terdiri dari 2

tingkat. Bagian atas berlubang-lubang dengan ukuran 13 mm x 13 mm dan

bagian bawah rata. Ayakan ini bergerak maju mundur dan naik turun melalui

sitem as nocken.

5. Kipas angin terbuat dari plastik dengan jumlah daun kipas 5 – 7 buah.

6. Unit transmisi tenaga, melalui pullerdan V belt dari motor penggerak silinder

perontok, kipas angin dan gerakan ayakan type V belt yang digunakan adalah

tipe B. Putaran silinder perontok untuk merontokan padi adalah 500 – 600

RPM

1.3.2. Cara Kerja Mesin Power Threser

a. Prosedur Sebelum Pemakaian

1. Taruhlah mesin ditempat yang rata, dekat dengan tumpukan hasil yang akan

dirontok, bila perlu taruhlah alas terpal atau lembaran plastik di bawah mesin,

untuk mengurangi susut karena tercecer.

2. Taruhlah dan posisikan mesin sedemikian rupa sehingga kotoran akan keluar

searah dengan arah angin.

3. Untuk mengurangi susut tercecer posisikan mesin menghadap dinding atau

buatlah dinding buatan berupa lembaran plastik atau anyaman bambu didepan

13
mesin sedemikian rupa sehingga butiran bijian yang terlempar dapat

dikumpulkan.

4. Bukalah penutup mesin dan periksalah : drum, semua gigi perontok, konkaf,

bersihkan bagian dalam mesin dari kotoran dan benda asing yang sekiranya

akan mengganggu dan merusak mesin dan juga berbahaya bagi operator.

Putarlah drum perontok dengan tangan sehingga yakin tidak ada yang lepas

atau bersentuhan atau bergesekan.

5. Periksalah ketegangan dan garis lini sabuk pulley, bila sabuk tidak dalam satu

garis lini dan ketegangan tidak tepat maka sabuk pulley akan cepat rusak

sebelum waktunya. Untuk permukaan pulley yang kasar sebaiknya diamplas

dan bila pulley retak, sebaiknya segera diganti.

6. Lumasilah semua bantalan dengan minyak pelumas atau pasta pelumas, periksa

juga secara menyeluruh terhadap kemungkinan adanya mur, baut yang kendor.

Periksalah mesin apakah sudah cukup oli dan bahan bakarnya.

b. Cara Kerja Mesin Perontok Padi (Power threser)

1. Setelah semuanya siap, star atau hidupkan mesin, biarkan sebentar mesin tanpa

muatan. Periksalah posisi unit keseluruhan mesin, jangan sampai bergeser

akibat getaran atau berpindah tempat.

2. Masukkan sedikit bahan asupan untuk memeriksa kemampuan alat, tambah

kecepatan putar (rpm) drum perontok bila ternyata masih ada biji – bijian yang

belum terontok.

3. Setelah mesin siap dioperasikan, masukkan bahan asupan yang akan dirontok

ke pintu pemasukan secara teratur sebanyak mungkin tanpa menimbulkan

14
overload, Tumpuklah bahan di meja pemasukan seefektif mungkin dua sampai

tiga orang diperlukan untuk melayani mesin ini.

4. Kurangi pemasukan bahan bila terasa akan menjadi overloading, terutama

untuk bahan yang masih belum kering. Apabila mesin macet atau slip karena

overloading, matikan mesin, bukalah tutup mesin dan bersihkan bagian

dalamnya.

5. Apabila dirasa posisi meja pengumpan terlalu tinggi, pergunakan alat bantu

meja atau kursi untuk tempat berdiri operator pengumpan atau rendahkan

posisi dudukan mesin perontok.

6. Cegahlah jangan sampai ada benda asing (batu, kayu, logam, mur, baut, kawat

dsb) yang masuk kedalam mesin.

7. Kotoran berbentuk jerami yang keluar dari pintu pelempar jerami atau kipas

penghembus harus segera dijauhkan dari mesin, agar tidak menyumbat

saringan atau tercampur dengan gabah bersih hasil perontokan, bila perlu

gabah ditampung langsung menggunakan karung di depan mulut pintu

pengeluaran gabah.

8. Apabila proses perontokan telah selesai, mesin harus segera dibersihkan

(terutama bagian dalamnya) untuk disimpan ditempat yang bersih dan kering,

bila perlu diberi selimut agar tidak berkarat. Menyimpan mesin dalam keadaan

kotor akan menjadikannya mesin sebagai sarang hama dan penyakit.

1.4. Efisiensi dan Efektivitas Mesin Perontok Padi (Power Threser)

Efisien merupakan ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu

(dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya); kedayagunaan; ketepatgunaan;

15
kesangkilan atau kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak

membuang waktu, tenaga, biaya). Sedangkan efisiensi itu sendiri adalah penggunaan

sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi

menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk

mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi

hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara

masukan dan keluaran yang diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan

dengan cara A dan cara B. Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan

cara B dikerjakan dengan waktu 3 jam. Dengan begitu dengan cara A (cara yang

benar) baru bisa dikatakan cara yang efisien bila dibandingkan dengan cara B.Adapun

untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut : “

Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan

output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya

(OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif ”. Adapun pengertian efektifitas menurut

Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat

kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas

adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan

waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah

ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat

efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut : Efektifitas = Ouput Aktual/Output

Target >=1

16
a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan

1 (satu), maka akan tercapai efektifitas

b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu),

maka efektifitas tidak tercapai.

1.5. Alat Perontok Padi Manual ( Gebot )

Prinsip dasar proses perontokan padi adalah bertujuan untuk melakukan

pemisahan butir gabah dari tangkai malainya, dengan memakai alat perontok padi

tradisional yang masih banyak digunakan petani. Bagian komponen alat gebotan

terdiri dari:

1. Rak perontok yang terbuat dari bambu/kayu dengan 4 kaki berdiri diatas tanah,

sehingga dapat dipindah-pindahkan.

2. Meja rak perontok terbuat dari belahan bambu/kayumembujur atau melintang

dengan jarak renggang 1-2 cm.

3. Dibagian belakang, samping kanan dan kiri diberi dinding penutup dari tikar

bambu, plastik lembaran atau plasti terpal, sedangkan bagian depan terbuka.

Perontokan padi dengan alat gebotan dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai

berikut:

1. Ambil malai padi secukupnya dilakukan pemukulan dengan membanting malai

padi dengan meja rak perontok, sehingga gabah terlepas dari malai, yang dilakukan

sampai 5 kali dan hasil rontokan akan jatuh di terpal yang ada dibawah meja

perontok.

2. Kumpulkan gabah ditempat pengumpulan sementara, lalu masukkan kedalam

karung atau wadah.

17
3. Dari butiran padi tersebut dipisahkan butiran yang bernas dengan yang hampa,

dengan menggunakan alat tampah atau di Sumatera Barat namanya niru yang

ditarok butiran padi lalu dianginkan dengan menhadap ke sumber angin atau

menentang angin, sehingga terpisah gabah yang bernas dengan gabah yang hampa

seandainya tidak ada angin dilakukan penampian untuk memisahkan butir yang

bernas dengan butir yang hampa.

4. Setelah terpisah butiran yang bernas dengan butiran yang hampa, lalu dimasukan

kedalam karung, kalau seandainya mau disimpan harus dijemur dulu, baru disimpan

di lumbung penyimpanan padi.

Kapasitas panen dengan cara digebot berkisar antara 0,10 sampai dengan 0,16

ha/jam (28 - 34 kg/orang/jam), dengan syarat padi dipanen dengan malai panjang agar

dapat dipegang tangan saat digebot tergantung kepada kekuatan orang. Di Jawa Barat

kapasitas kerja gebot antara 40 kg/jam/orang sampai 90 kg/jam/orang, sedangkan di

Jawa Tengah berkisar antara 60 kg/jam/orang sampai 70 kg/jam/orang, belum pernah

dijumpai kapasitas kerja gebot diatas 100 kg/jam/orang. Perontokan padi dengan cara

gebot banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6 % - 9 %. Susut hasil panen

padi ini akan lebih besar lagi apabila para pemanen menunda perontokan padinya

selama satu sampai tiga hari yang menyebabkan susut antara 2 % - 3 %.

1.6. Kerangka Fikir

Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan kejelasan hubungan antar

konsep tersebut yang dirumuskan oleh peneliti berdasar tinjauan pustaka, dengan

meninjau teori yang disusun dan hasil-hasil penelitian yang terdahulu yang

terkait.Kerangka pikir ini digunakan sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan-

18
pertanyaan penelitian yang diangkat. Atau, bisa diartikan sebagai mengalirkan jalan

pikiran menurut kerangka logis (construct logic) atau kerangka konseptual yang

relevan untuk menjawab penyebab terjadinya masalah. Untuk membuktikan

kecermatan penelitian, dasar dari teori tersebut perlu diperkuat hasil-hasil penelitian

terdahulu yang relevan. Petani pada umumnya menggunakan alat perontok gebot

namun dengan perkembangan teknlogi sebagian petani beralih menggunakan power

threser dengan penggunaan input waktu, tenaga dan biaya untuk membandingkan hasil

dari kedua alat perontok tersebut sehingga petani dapat mengetahui alat perontok yang

lebih baik.

19
Mesin Perontok Padi Alat Perontok Manual
hasil-hasil
(Power Threser)penelitia.
(Gebot)

Penggunaan input

Waktu Tenaga Biaya

Output Penggunaan alat


Perontok

Efisiensi Penggunaan alat


perontok Terhadap Hasil Gabah

Gambar 2. Alur Kerangka Fikir

20
II. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berlangsung di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala

Kabupaten Jeneponto. Penelitan dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Agustus

sampai September 2016.

3.2 Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani. Sedangkan sampel dalam

penelitian ini adalah petani yang telah menggunakan dan memiliki mesin perontok

(power threser) dan pernah memiliki Gebot sendiri di Desa Marayoka Kecamatan

Bangkala Kabupaten Jeneponto yakni berjumlah 6 orang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:

(1) Data Primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli

(responden).

(2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, diperoleh

melalui media perantara misalnya data keadaan dan data produksi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

tanya jawab antara peneliti dengan informan yang telah dijadikan sumber data.

Wawancara dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi secara langsung

untuk dijadikan data yang tidak diperoleh dari sumber data yang lain .

21
2. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan secara langsung dari dekat terhadap fenomena obyek yang terjadi atau

diteliti, sehingga memungkinkan untuk memperoleh gambaran dari fenomena yang

sulit diperoleh dari orang-orang yang dijadikan sember data.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

meneliti dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan penelitian. Dengan

teknik ini akan terkumpul data yang diperoleh dari nara sumber tetapi terdapat pada

berbagai sumber tertulis, seperti dokumen-dokumen yang dikeluarkan pemerintah,

laporan-laporan dan arsip-arsip lainnya. Dokumentasi dilakukan dengan cara memilih

dokumen-dokumen yang ada dan diambil data yang relevan dengan permasalahan

penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan mesin perontok padi (power threser)

digunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dengan memberikan gambaran atau

penjelasan mengenai efisiensi penggunaan alat perontok padi. Pada analisis deskriptif

ini kami menggunakan rumus “Efisiensi yaitu perbandingan antara input dan output ”
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
Efisiensi = 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡

Dimana : input = menhitung tenaga kerja, waktu dan biaya

22
Output = hasil roduksi dari input

3.6 Definisi Operasional

1. Usahatani Padi adalah usahatani yang dikelola oleh petani padi di Desa

Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto

2. Petani adalah orang yang bercocok tanam atau yang mengelolah padi di Desa

Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto

3. Power Threser adalah jenis mesin perontok padi yang tergolong sebagai

alsintan yang menggunakan mesin sebagai penggerak utamanya.

4. Gebot adalah alat perontok padi manual yang terbuat dari papan atau kayu.

5. Waktu adalah cepat atau lamanya pengoperasian alat perontok padi tersebut

6. Tenaga adalah orang yang menggunakan mesin perontok padi (Power Threser).

7. Biaya adalah modal (input) yang dikeluarkan untuk suatu bidang usaha tertentu

dalam mencapai hasil yang diinginkan

8. Efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu

dengan tidak membuan waktu,tenaga dan biaya.

23
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

4.1.1. Letak

Desa Marayoka merupakan salah satu desa/kelurahan di kecamatan Bangkala,

Kabupaten Jeneponto yang mempunyai luas wilayah ± 14,13 km 3. Desa ini

merupakan hasil pemekaran dari desa Pallantikang bersam dengan desa Marayoka

pada tahun 1983 yang berbatasan dengan :

Sebelah utara : Desa Pappalluang dan Desa Batu Reppe Kab.

Gowa

Sebelah Timur : Desa Bulusibatang kecamatan Bonto ramba

Sebelah Selatan : Desa Marayoka

Sebelah Barat : Gunung Silanu dan Beroanging kec. Bangkala Barat

Dilihat dari letak geografisnya Desa Marayoka berada pada daerah dataran

pegunungan dengan jarak dari kabupaten menuju ibukota kecamatan 25 km yang dapat

di tempuhnya dalam jangka waktu ± 60 menit dengan menumpangi kendaraan beroda

dua (ojek) sedangkan untuk ke ibukota Kabupaten yang berjarak 55 km dapat

ditempuh dalam jangka waktu 2 jam dengan menggunakan kendaraan beroda dua tapi

itupun harus keluar kecamatan karena angkutan umum berupa mobil tidak tersedia di

desa.

24
4.1.2. Administrasi

Desa Marayoka memiliki letak administasri yang tersebar di beberapa dusun

yaitu :

1. Dusun Batu Menteng Selatan


2. Dusun Batu Menteng Utara
3. Dusun Batu Kanayya selatan
4. Dusun Batu Kanayya Utara
5. Dusun Bonto Lebang
6. Dusun Bonto Lebang Utara
7. Dusun Bonto Tinggi

4.2 Iklim dan Curah Hujan

Desa Marayoka memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata mencapai 29-31 C

serta memiliki 2 tipe musim yakni musim kemarau dan musim hujan.Musim hujan

terjadi mulai bulan Oktober- April, sementara musim kemarau terjadi mulai bulan

Mei-September setiap tahunnya. Dan puncak kemarau terjadi pada bulan Agustus dan

September. Jumlah curah hujan rata-rata setiap tahunnya mencapai 14,32 mm/tahun.

4.3 Hidrologi dan Tata Air

Desa Marayoka bila dilihat dari letak geografisnya berada didataran yang

dikelilingi perbukitan dan pegunungan sehingga sumber mata air yang ada sangat

dalam karena gunung yang ada disekitarnya pun telah gundul. Kebutuhan air bersih

sehari-hari diambil dari air sumur gali dan sumur bor. Sebagian lagi melalui perpipaan

yang sumber airnya dari pegunungan.

4.4. Kondisi Demografis

25
4.4.1 Kependudukan

4.4.1.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil sensus partisipatif yang dilakukan oleh pemerintah Desa

Marayoka awal Tahun 2015, tercatat jumlah penduduk Desa Marayoka sekitar3.279

jiwa dengan perbandingan laki-laki 1.600 jiwa dan perempuan sebanyak 1.679 jiwa.

Jumlah ini cukup banyak dan merupakan asset yangdimiliki Desa, jika potensi

inidiberdayakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Desa Marayoka Tahun 2016
NO DUSUN Jenis kelamin JIWA
Laki- perempuan Trasgender
laki
1 Batu Menteng Selatan 270 254 - 524
2 Batu Menteng Utara 285 279 - 564
3 Batu Kanayya Selatan 266 320 - 586
4 Batu Kanaya Utara 161 168 - 329
5 Bonto Lebang 315 332 - 647
6 Bonto Lebang Utara
7 Bonto Tinggi 303 326 - 629
TOTAL 1.600 1.679 3.279
Sumber : Data Hasil sensus Penduduk Desa Marayoka Tahun 2016

4.4.1.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur


Penyebaran penduduk menurut tingkat umur yang mendominasi umur antara

25-60 tahun dengan jumlah 1.174jiwa,dari usia tersebut masih termasuk produktif atau

masih kuat bekerja ,lalu di ikuti antara umur 6-12 tahun dengan jumlah 398 jiwa, usia

ini juga masih produktif atau usia yang masih sangat mudah dan umur yang paling

rendah adalah umur 13-15 tahun dengan jumlah 263 jiwa,umur tesabut masih belum

produktif ligi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur di Desa Marayoka 2016

26
NO DUSUN JENIS UMUR JUMLAH
KELAMIN JIWA
LK PR 0-5 6-12 13-15 16-18 19-24 25-60 > 60
Th Th Th Th Th th Th

1 BATU 270 254 63 10 27 15 82 265 62 524


MENTEN
G
SELATA
N
2 BATU 285 279 69 83 72 78 89 89 84 564
MENTEN
G
UTARA
3 BATU 266 320 90 91 72 65 80 122 66 586
KANAY
YA
4 BATU 161 168 17 12 29 23 71 165 12 329
KANAY
YA
UTARA
5 BONTO 315 332 69 113 29 36 61 266 73 647
LEBANG
SELATA
N
6 BONTO
LEBANG
UTARA
7 BONTO 303 326 45 101 34 66 99 269 15 629
TINGGI
TOTAL 1.600 1.679 353 398 263 283 482 1.174 312 3.279

Sumber :Data sensus PendudukPemerintah Desa Marayoka Tahun 2016.

4.4.1.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan pada suatu daerah akan

menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya pendidikan

untuk masa sekarang maupun masa depan. Komposisi penduduk Desa Marayoka

berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

27
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Marayoka Tahun
2016

No Jenjang DUSUN JIWA


Pendidikan

MENTENG

MENTENG

KANAYYA

KANAYYA
SELATAN

SELATAN

LEBANG

LEBANG

TINGGI
BONTO

BONTO

BONTO
UTARA

UTARA

UTARA
BATU

BATU

BATU

BATU
1 Tidak/Belum 318 259 346 165 457 541 2.086
sekolah
2 Tamat SD / 135 209 122 60 109 52 687
sederajat
3 Tamat SMP / 34 27 50 49 38 22 220
sederajat
4 Tamat SMU / 26 51 45 38 30 6 196
sederajat
5 Tamat D2 - - - 2 1 1 4
6 Tamat D3 3 - 5 12 - 1 21
7 Tamat S1 8 18 19 2 12 6 65
Jumlah 524 564 586 329 647 629 3.279

Sumber :Data sensus PendudukPemerintah Desa Marayoka Tahun 2016.

Pada Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat setempat akan

pentingnya pendidikan tergolong tinggi, hal ini dibuktikan dari jumlah penduduk yang

telah menempuh tingkat pendidikan strata 1 (S1) yaitu sebanyak 65 orang sedangkan

yang telah menempuh tingkat SMU/sederajat sebanyak 196 orang. Banyaknya jumlah

penduduk yang telah menempuh jenjang pendidikan disetiap strata pendidikan akan

memberikan peran penting terhadap keberlanjutan sistem pemerintahan maupun akan

menjadi perombak dalam berbagai bidang.

4.4.1.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan

Dari jumlah penduduk Desa Marayoka sebanyak 3.279 jiwa, jumlah penduduk

yang telah memiliki pekerjaan sebanyak 995 jiwa dan ada 1.059 jiwa penduduk

28
dengan status ibu rumah tangga, ada 544 jiwa penduduk yang masih berstatus sebagai

pelajar atau mahasiswa, sedangkan 744 jiwa belum memiliki pekerjaan. Selengkapnya

tertuang dalam tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan Bidang Pekerjaan di Desa Marayoka Pada


Tahun 2016
NO
DUSUN JIWA
PEKERJAA
N
MENTENG

MENTENG
SELATAN

SELATAN

A UTARA
KANAYY

KANAYY

LEBANG

LEBANG

TINGGI
UTARA

UTARA
BONTO

BONTO

BONTO
BAT U

BATU

BATU

BATU
G

A
1 Belum / tidak 110 132 84 75 160 183 744
bekerja
2 Mengurus 108 162 165 96 192 219 1.059
rumahtangga

3 Pelajar / 70 102 70 51 125 126 544


Mahasiswa
4 Pensiunan 1 2 - - 3
5 Pegawai 2 1 3 2 2 - 10
Negeri Sipil -
(PNS)
6 Tentara - 4 - - - - 5
Nasional 1
Indonesia
(TNI)
7 Kepolisian RI - 2 - 2
8 Pedagang 7 3 2 3 2 - 2 19
9 Petani / 222 151 223 88 161 218 946
Pekebun
10 Peternak 2 - 2 - 3 7
13 Sopir 2 5 1 3 5 7 23
14 Karyawan - - 1 - - 1
Swasta/BUM
N
15 Buruh harian 15 - - 2 17
lepas
16 Buruh tani / 20 10 52 82
perkebunan

17 Buruh - - - 1 - 2 3
peternakan
TOTAL 524 564 586 329 647 629 3.279
Sumber : Data Sensus Penduduk Desa Marayoka Tahun 2016

29
4.4.2 Kelembagaan

Terdapat sejumlah organisasi dan lembaga di Desa Marayoka, baik formal

maupun non-formal, yang mempunyai peran dan fungsi untuk kepentingan dan

kebutuhan masyarakat.Pembentukan masing-masing organisasi atau lembaga tersebut

dibedakan atas : (i) organisasi/lembaga yang dibentuk atas inisiatif murni masyarakat

guna memenuhi kepentingan masyarakat, (ii) organisasi/lembaga yang muncul dan

tumbuh atas inisiatif masyarakat dan didukung secara operasional dan finansial oleh

‘pihak luar’, dan (iii) organisasi/lembaga yang merupakan bentukan ‘pihak luar’ yang

inisiatif pembentukan tidak berasal dari masyarakat.

Bagan hubungan kelembagaan yang ada di Desa Marayoka digambarkan dalam

diagram Venn berikut, yang difokuskan pada kajian hubungan antar lembaga tingkat

lokal (desa) untuk menunjukan besarnya manfaat, pengaruh dan dekatnya hubungan

masing-masing organisasi/lembaga tersebut dengan masyarakat.

Terdapat kurang lebih 12 lembaga/organisasi di Desa Marayoka :

1. Pemerintah Desa.

2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD ).

3. Pemberdayaan Kesejahteraan keluarga ( PKK ).

4. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ( LPMD ).

5. Karang Taruna.

6. Pos Yandu.

7. Remaja Mesjid.

8. Majelis Taklim.

9. Gabungan Kelompok Tani ( GAPOKTAN )

30
4.5Keadaan Pertanian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Marayoka bahwa dengan luas

tanah memcapai 2294,50 ha,dengan kondisi wilayah daratan tinggi dengan pH tanah

5-6, berpotensi untukdilakukan usaha pertanian, perkebunan, hutan lindung. Untuk

usaha pertanian biasanya ditanam jagung, padi, kacang,cabe dan ubi jalar untuk usaha

perkebuan ditanam jambu mete.

31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identitas Responden

Identitas responden menggambarkan kondisi atau keadaan serta status orang

tersebut. Identitas seorang petani penting untuk diketahui, karena kemampuan petani

sebagi pembudidaya dipengaruhi oleh beberapa unsur diantaranya meliputi umur,

tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha tani, dan luas

lahan. Responden di Desa Marayoka memiliki perbedaan, baik itu umur, jenjang

pendidikan yang ditempuh, jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani, serta luas

lahan garapan yang mereka miliki.

5.1.1. Umur

Umur adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan petani

dalam berusahatani karena mempengaruhi fisik dan pola pikir petani. Pada umumnya

petani yang berusia muda memiliki kemampuan fisik yang lebih baik dibanding

dengan petani yang berumur relatif tua. Demikian pula dengan pola pikirnya dalam

mengadopsi inovasi biasanya petani yang tergolong muda lebih fleksibel dalam

usahataninya serta berani mengambil resiko yang akan terjadi untuk meningkatkan

usahanya.

Adapun kelompok umur dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

32
Tabel 5. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur di Desa Marayoka Kecamatan
Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Usahatani padi Sawah
No Umur
Jumlah (org) Persentase (%)
1 27-35 3 0,5
2 36-50 3 0,5
Jumlah 6 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel menunjukkan bahwa terdapat 3 petani responden dengan persentase

(0,5%), berada pada kisaran umur 27–35 dan 3 petani responden yang berumur 36–50

tahun dengan persentase (0,5%)..

Petani yang berumur produktif pada umumnya mempunyai kemampuan fisik

dan kemampuan bekerja yang lebih besar sehingga lebih mudah dalam menerima

inovasi baru. Sedangkan petani yang tidak produktif dalam hal ini petani yang

berumur tua, mempunyai kemampuan fisik yang sudah berkurang dan lebih hati-hati

dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan usahataninya.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Dalam mengelolah usahatani, tingkat pendidikan petani akan berpengaruh

dalam proses uashatani yang dilakukan. Adapun tingkat pendidikan responden dapat

dilihat pada Tabel 6.

33
Tabel 6. Distribusi Petani Padi Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto 2016.
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tidak Pernah Sekolah 1 16,66


Sekolah Dasar - -
Tamat (SD) 1 16,66
Tamat SMP 2 33,33
Tamat SMK 1 16,66
S1 1 16,66
Jumlah 6 100

Sumber : Data Setelah Diolah, 2016.

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah petani dilapangan yang tidak pernah

sekolah sebanyak 1 orang , tamat sekolah dasar (SD) hanya 1 orang sedangkan tamat

SLTP sebanyak 2 orang. Sisanya hanya masing-masing 1 orang baik itu tamat SLTA

ataupun strata satu (S1).

5.1.3 Pengalaman Berusahatani

Setiap petani memiliki perbedaan pengalaman dalam berusahatani, hal tersebut

dapat ditentukan dengan berapa tahun petani tersebut melakukan kegiatan

usahataninya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi petani Padi dan menurut pengalaman berusahatani di Desa


Marayoka, Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto 2016.
Pengalaman (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

6 - 20 2 0,33

21 - 40 4 0,66

Jumlah 6 100

Sumber : Data setelah diolah 2016.

34
Padat Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pengalaman berusahatani di Desa

Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto di tempati oleh kelompok umur

produktif yaitu kisaran umur 6 sampai 40 tahun. Dimana pada umur 6-20 tahun

sebanyak 4 orang sedangkan umur 21-40 tahun senyak 2 orang.

5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang tinggal

serumah maupun tidak dengan petani atau siapa saja yang biaya hidup dan kebutuhan

lainnya ditanggung oleh petani responden sebagai kepala keluarga. Jumlah tanggungan

keluarga yang besar menyebabkan besarnya pula beban biaya hidup yang ditanggung

oleh petani, namun dengan banyaknya tanggungan keluarga dapat mempengaruhi

motivasi petani untuk melakukan kreativitas dan sejumlah inovasi-inovasi baru dalam

hal menambah ataupun meningkatkan produksi dan pendapatan petani dan tanggungan

keluarga dapat pula dijadikan sebagai tenaga kerja pada usahatani. Mengenai jumlah

tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Identitas Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga di


Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto 2016.
No Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah (org) Persentase (%)
1 1–2 3 0,5
2 3-4 3 0,5
Jumlah 6 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 8 menunjukkan adanya variasi jumlah tanggungan keluarga petani

responden dari 6 petani responden terdapat 3 petani (0,5%) yang memiliki 1 – 2 jiwa

35
tanggungan keluarga, 3 petani responden (0,5%) memiliki 3 – 4 jiwa tanggungan

keluarga.

5.1.5. Luas Lahan

Lahan merupakan media tumbuh bagi tanaman padi yang dibudidayakan. Luas

lahan merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan

usahatani. Luas lahan sangat mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam

hal penggunaan benih, pupuk, dan lain lain. Luas lahan yang besar tentunya dapat

menghasilkan produksi yang besar pula jika pemilik lahan memperhatikan faktor-

faktor yang ikut berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan.

Rata-rata luas lahan dari 6 petani responden dapat dilihat pada Tabel 9 berikut:

Tabel 9. Kisaran Rata- Rata Luas Lahan Petani Responden di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto 2016.
Luas Lahan Usahatani Padi Sawah
No (Ha) Jumlah (org) Persentase (%)
1 0,5-0,9 3 0,5
2 1-1,5 3 0,5
Jumlah 6 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2016

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan dari 3 petani responden

(0,5%) memiliki lahan 0,5 – 0,9 hektar, 3 petani responden (0,5%) memiliki lahan 1 –

1,5 hektar.

36
5.1.6. Pengalaman menggunakan Alat Perontok

Peningkatan hasil produksi padi pada dasarnya tidak hanya dapat dilakukan

pada sektor budidaya saja. Salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam

upaya peningkatan hasil produksi padi adalah proses panen, dimana pada sektor

tersebut dapat menentukan seberapa besar produksi total yang dapat dipeorleh. Selain

itu, penggunaan alat perontok padi juga memiliki peranan dalam menentukan hasil

produksi padi. Adapun pengalaman penggunaan alat perontok di desa Marayoka dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengalaman penggunaan alat perontok padi di desa Marayoka Kecamatan
Bangkala Kabupaten Jeneponto.

Alat Perontok Padi


Gebot Power threser
Pengalaman Jumlah Pengalaman Jumlah
(Tahun) (Jiwa) (Tahun) (Jiwa)
0-5 - 0 -5 6
5 - 10 2 5 - 10 -
10 - 15 4 10 – 15 -
Jumlah 6 Jumlah 6
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2016

Pada Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa penggunaan alat perontok padi jenis

gebot (tradisional) sudah lama digunakan oleh petani di desa Marayoka dan hingga

saat ini alat perontok tersebut masih digunakan oleh beberapa petani. Sedangkan alat

perontok jenis Power Threser merupakan alat perontok padi yang baru digunakan oleh

petani di desa Marayoka yaitu sekitar 5 tahun terahir.

37
5.2. Penggunaan Alat Perontok Padi Gebot

penggunaan alat perontok padi dapat di lihat dari alat perontok yang di gunakan.

Adapun kedua alat yang di gunakan yakni alat perontok manual (gebot) dan mesin

perontok padi (power threser). Gebotan merupakan alat perontok padi tradisional yang

sampai saat ini masih banyak digunakan oleh petani. Akan tetapi kegiatan perontokkan

dengan menggunakan alat yang tradisonal ini banyak memiliki kekurangan

diantaranya akan menghasilkan susut tercecer yang relatif besar, mutu gabah yang

kurang baik, dan membutuhkan tenaga yang cukup melelahkan.

Kehilangan susut yang relative besar salah satunya disebabkan pada saat

perontokkan. Perontokkan adalah proses terlepasnya gabah dari malainya, yang

disebabkan oleh adanya gaya mekanis. Perontokkan yang dilakukan dengan cara

dibanting/gebot memberikan potensi kehilangan yang lebih besar. Hal ini disebabkan

karena ketidak hati-hatian tenaga pemanen dalam melakukan penggebotan maupun

penggunaan alas penggebotan yang relative sempit, sehingga banyak gabah yang

terlempar keluar alas yang digunakan. Proses penggebotan padi yang tidak maksimal

dapat menyebabkan masih banyaknya gabah yang tertinggal pada jerami dan ikut

terbuang.

Dengan hal seperti ini jika para petani ingin meningkatkan hasil produksi padi,

para petani harus meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi kehilangan hasil dan

memperoleh mutu gabah yang baik. Untuk meningakatkan hasil produksi padi petani

harus melihat waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan.

Dengan menggunakan alat perontok padi yang gebot, hasil yang diperoleh masih

sangat tidak signifikan dengan waktu, tenaga, serta biaya yang dikeluarkan. Waktu

38
yang dibutukan oleh petani dalam sehari melakukan perontokkan kurang lebih

memakan waktu hingga 8 jam, dengan hasil 1Jam/0,14 ton, jadi jika sehari memakan

waktu 8 jam maka hasil dalam sehari adalah 8Jam/1,12 ton.

Demikian halnya dengan tenaga yang dibutuhkan, dimana dengan menggunakan

gebot tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit yaitu dua orang. Dengan tenaga kerja

dua orang ini, hasil yang diperoleh masih dikatakan sangat minim.

Untuk biaya yang dikeluarkan untuk alat gebot ini tidak ada. Walaupun

demikian hasil yang diperoleh belum sangat menguntungkan dilihat dari bagaimana

waktu yang digunakan dan tenaga yang dikeluarkan oleh para petani tersebut.

5.2.1. Penggunaan input alat perontok padi gebot

Mennggebot merupakan cara yang sederhana yang populer di lakukan oleh

petani Desa Marayoka dan sangat kental dengan kandungan aspek sosial budaya di

tingkat petani pedesan dan merupakan salah satu proses dalam sistem kelembagaan

upah kerja di pedesaan . adapun input dalam penggunaan alat perontok padi manual

dapat di lihat pada tabel 11:

Tabel.11. Penggunaan Input Alat Perontok padi gebot di Desa Marayoka Kecamatan
Bangkala Kabupaten Jeneponto.
No Uraian Satuan Penggunaan alat (gebot)
1 Tenaga kerja Orang 2/gebot
2 Waktu Jam 1 jam/0,14 ton
3 Biaya Rp
a. Tenda Unit 2

39
b. Baskom/ember Buah 2
c. Bensin Liter
d.Tenaga Kerja Orang 2
e. Timbah/liter Buah 2

Pada Tabel 11. Pengunaan input alat perontok padi gebot menunjukkan bahwa

dari tenaga kerja, waktu, dan biaya yang dibutuhkan oleh alat perontok padi gebot

dalam memproduksi gabah dapat dilihat. Dimana dengan menggunakan gebot, tenaga

kerja yang dibutuhkan t yaitu 2 orang sedangkan jika Untuk waktu yang dibutuhkan

oleh gebot memproduksi padi dengan waktu 1 jam menghasilkan 0,14 ton atau 140 kg.

Sedangkan untuk biaya yang di gunakan dapat di lihat dari tenda, baskom, tenaga

kerja dan timbah hanya Rp240.000.

5.2.2. Penggunaan biaya input Alat Perontok Gebot

Penggunaan alat perontok padi pada dasarnya dapat menentukan seberapa besar

hasil produksi yang di dapat pada luas lahan tertentu.Namun tidak pernah lepas pula

dari segi biaya yang di gunakan dalam melakukan perontokan. Adapun jumlah biaya

yang digunakan dalam perontokan dapat di lihat pada tabel:

Tabel 12. Rincian biaya input dengan menggunakan alat perontok manual (Gebot) di
desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto

No Uraian Satuan Jumlah Harga satuan Jumlah harga


(Rp) (Rp)
1 Tenaga Kerja orang 2 50.000.00 100.000.00
2 Bensin liter -
3 Alat
1. Tenda unit 2 100.000.00 200.000.00
2. Baskom/ember buah 2 15.000.00 30.000.00
3. Timba/Liter buah 2 5.000.00 10.000.00
4 Biaya Perawatan kali -
Total 340.000.00
Sumber : Data Primer setelah diolah, 2016

40
Pada Tabel 12. Penggunaan biaya input pada alat perontok manual (Gebot)

diatas menunjukkan bahwa jumlah biaya yang digunakan masih tergolong rendah

dimana pada tenaga kerja membutuhkan biaya sebesar Rp.100.000 sedangkan untuk

biaya alat membutuhkan biaya sebesar Rp. 240.000 jika dibandingkan dengan alat

perontok lainnya.

5.2.3.Penerimaan output usahatani padi dengan menggunakan alat perontok gebot

Penerimaan output usaha tani padi merupakan hasil yang diperoleh oleh

petani dari menanam padi. Penerimaan petani ini besar kecilnya tergantung dari alat

yang digunakan, seberapa besar luas lahannya, hasil produksi, serta harga per kgnya,

sehingga bisa dilihat seberapa besar total penerimaan yang diperoleh. Dibawah ini

merupakan tabel hasil penerimaan usaha tani padi dengan menggunakan gebot.

Tabel 13. Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan Gebot di Desa
Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Luas lahan Produksi padi Harga per kg Penerimaan
No
Nama (Ha) (kg) (Rp) (Rp)
1 Yasang 1 3000 5000 15.000.000
2 Rustam 0,9 2600 5000 13.000.000
3 Coe 0,5 2000 5000 10.000.000
4 Unjung 0,7 2200 5000 11.000.000
5 Sainuddin 1,5 4200 5000 21.000.000
6 Kasmang 1 2500 5000 12.500.000
Jumlah 5,6 16500 30000 82.500.000
Rata rata 0,93 2750 5000 13.750.000

Tabel 13 diatas, membahas antara luas lahan, produksi, dan penerimaan yang

diperoleh petani. Anatara luas lahan dan hasil produksi tidak selalu sama, hal ini

41
tergantung dari ketelitian petani pada saat proses penanaman dan pada saat

penggebotan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap hasil penerimaan yang diterima oleh

petani. Dengan luas lahan 1 ha, hasil produksi yang diperoleh kedua petani berbeda,

dimana salah seorang menghasilkan produksi padi sebanyak 3000 kg dan salah

seorang lagi menghasilkan produksi padi sebanyak 2500 kg. Juga seorang petani yang

memiliki luas lahan sebesar 1,5 ha memperoleh hasil produksi padi sebanyak 4200 kg,

petani yang memiliki luas lahan sebesar 0,9 ha memproduksi padi sebanyak 3000 kg,

dan petani yang memiliki luas lahan sebesar 0,5 memproduksi padi sebesar 2000 kg,

sedangkan petani yang memiliki luas lahan sebesar 0,7 memproduksi padi sebanyak

2200 kg. Bila pada saat penanaman dilakukan para petani memperhatikan hal-hal

yang dianggap dapat merusak hasil panen maka hasil yang diperoleh akan banyak.

Dilihat pada tabel diatas jika dijumlahkan dari total penerimaan yang diperoleh dari

keenam responden menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 82.500.000.

5.3. Penggunaan Alat Perontok Padi Power Threser

Dalam usaha tani padi, power therser merupakan alat untuk merontokkan padi

menjadi gabah. Mesin perontok ini telah terbukti handal dan sangat cocok dengan

berbagai jenis persawahan di Indonesia. Penggunaan alat perontok padi Power

Thereser ini juga sudah banyak digunakan di Desa Marayoka Kabupaten Jeneponto

ini, selain cepat dalam proses perontokkan juga sangat menghemat waktu. Disamping

itu perontokkan dengan menggunakan power thereser ini dapat mengurangi kerusakan

(pecah) butir gabah sehingga petani memperoleh nilai tambah dalam usaha taninya.

Bagi para petani yang ingin mendapatkan hasil produksi yang melimpah tanpa

harus membuang tenaga dan waktu yang banyak, para petani ini mulai menggunakan

42
mesin power thereser ini. Dilihat dari segi waktu, tenaga, dan biaya yang dikeluarkan

sangat jauh berbeda dengan menggunakan gebot.

Waktu yang dibutuhkan oleh mesin power thereser ini dalam satu hari adalah 8

jam dengan hasil produksi yang diperoleh dalam 1 jam sebanyak 1 ton padi. Jadi jika

dalam sehari petani memakan waktu 8 jam untuk perontokkan maka hasil produksi

yang diperoleh dalam sehari kurang lebih adalah 8 ton. Ini merupakan hasil yang lebih

banyak dibandingkan dengan menggunakan gebot.

Tenaga yang dibutuhkan dalam perontokkan dengan menggunakan mesin

power thereser ini adalah sebanyak 5 orang. Berbeda dengan menggunakan gebot yang

memerlukan tenaga 2 orang, perontokkan dengan menggunakan mesin power thereser

ini memerlukan banyak tenaga. Namun tenaga yang dikeluarkan tidaklah terlalu besar.

Begitu pula dengan biaya yang dikeluarkan oleh petani terhadap penggunaan

mesin power thereser ini, hanya mengeluarkan biaya bensin sebanyak 15 liter dalam

satu hari pemakaian. Walaupun mengeluarkan biaya membeli bensin namun hal ini

sebanding dengan hasil yang diperoleh.

5.3.1.Penggunaan Input Alat Perontok padi Power Threser

Mesin power thereser merupakan alat yang modern yang dapat digunakan oleh

petani Desa Marayoka dalam meningkatkan hasil produksi padi. Dengan

menggunakan mesin power thereser ini para petani mulai dapat meningkatkan hasil

produksinya dengan tidak mengeluarkan tenaga yang berlebih dan dapat menghemat

waktu. Adapun input dalam penggunaan alat perontok padi dengan menggunakan

mesin power thereser dapat di lihat pada tabel 14:

Tabel.14. Penggunaan Input Alat Perontok padi Power Thereser di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.

43
No Uraian Satuan Penggunaan alat (Power Threser)
1 Tenaga kerja Orang 5/mesin
2 Waktu Jam 1 jam/1 ton
3 Biaya Rp
a. Tenda Unit 2
b. Baskom/ember Buah 2
c. Bensin Liter 15
d. Tenaga Kerja
e. Timbah/liter Buah 2
f. Biaya Perawatan kali 1
Dari tabel diatas diketahui bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

mengoperasikan mesin power thereser dalam satu mesin membutuhkan tenaga kerja

sebanyak lima orang. Dan untuk waktu yang dibutukan oleh petani dalam 1 jam

memperoleh hasil sebanyak 8 ton. Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan

diantaranya hanya untuk biaya bensin yang sebesar 15 liter dalam satu kali pemakaian.

5.2.2. Penggunan biaya input alat perontok padi Power Threser

Penggunaan alat perontok padi pada dasarnya dapat menentukan seberapa besar

hasil produksi yang di dapat pada luas lahan tertentu.Namun tidak pernah lepas pula

dari segi biaya yang di gunakan dalam melakukan perontokan. Adapun jumlah biaya

yang digunakan dalam perontokan dapat di lihat pada tabel:

Tabel 15. Penggunaan biaya input alat perontok padi power threser di Desa Marayoka
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Harga Jumlah
No Uraian Satuan Jumlah satuan harga
(Rp) (Rp)
1 Tenaga Kerja orang 5 50.000.00 250.000.00
2 Bensin liter 15 9.000.00 135.000.00
3 Alat
1. Tenda unit 2 100.000.00 200.000.00
2. Baskom/ember buah 2 15.000.00 30.000.00
3. Timba/Liter buah 2 5.000.00 10.000.00
4 Biaya Perawatan kali 1 50.000.00 50.000.00

44
Total 675.000.00 Su
mb
er : Data Primer Setelah diolah 2016

Jika dilihat efisiensi penggunaan alat perontok padi baik manual (Gebot)

maupun dengan power threser dari segi tenaga kerja dan biaya yang digunakan maka

dapat katakan bahwa alat perontok padi power threser lebih banyak membutuhkan

tenaga kerja dan biaya yang cukup besar jika dibandingkan dengan alat perontok padi

manual.

Selain itu, jika dilihat dari segi efisiensi waktu yang dibutuhkan oleh kedua alat

perontok tersebut untuk melakukan perontokan padi pada suatu areal yang sama. Maka

dapat disimpulkan bahwa alat perontok power threser lebih cepat jika dibandingkan

dengan alat perontok manual.

5.2.3.Penerimaan output usahatani padi dengan menggunakan Power Threser

Penerimaan usaha tani padi merupakan hasil yang diperoleh oleh petani dari

menanam padi. Penerimaan petani ini besar kecilnya tergantung dari alat yang

digunakan, seberapa besar luas lahannya, hasil produksi, serta harga per kgnya,

sehingga bisa dilihat seberapa besar total penerimaan yang diperoleh. Dibawah ini

merupakan tabel hasil penerimaan usaha tani padi dengan menggunakan mesin power

threser.

Tabel 16. Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan Power Threser di
Desa Marayoka Kec. Bangkala Kab. Jeneponto.
Luas lahan Produksi padi Harga per kg Penerimaan
No
Nama (Ha) (kg) (Rp) (Rp)
1 Yasang 1 3400 5000 17.000.000
2 Rustam 0,9 3000 5000 15.000.000
3 Coe 0,5 2400 5000 12.000.000
4 Unjung 0,7 2800 5000 14.000.000
5 Sainuddin 1,5 5000 5000 25.000.000

45
6 Kasmang 1 3100 5000 15.500.000
Jumlah 5,6 19700 30000 98.500.000
Rata rata 0,93 3283,33 5000 16.416.667

Tabel 16 diatas, membahas antara luas lahan, produksi, dan penerimaan yang

diperoleh petani. Pada perontokkan dengan menggunakan mesin power thereser ini

waktu Antara luas lahan dan hasil produksi tidak selalu sama, hal ini tergantung dari

kualitas padi yang dihasilkan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap hasil penerimaan

yang diterima oleh petani. Dengan luas lahan 1 ha, hasil produksi yang diperoleh

kedua petani berbeda, dimana salah seorang menghasilkan produksi padi sebanyak

3400 kg dan salah seorang lagi menghasilkan produksi padi sebanyak 3100 kg. Hal

ini membuktikan bahwa pada saat penanaman harus memperhatikan hal-hal yang

dapat mengurangi nilai padi tersebut. Dengan melihat tabel diatas petani yang

memiliki lahan seluas 0,9 ha memproduksi padi sebanyak 3000 kg, petani yang

memiliki luas lahan sebesar 0,5 ha memproduksi padi sebanyak 2400 kg, dan petani

yang memiliki luas lahan sebesar 0,7 ha memproduksi padi sebanyak 2800 kg, juga

petani yang memiliki luas lahan sebesar 1,5 ha memproduksi padi sebanyak 5000 kg.

Dilihat pada tabel diatas jika dijumlahkan dari total penerimaan yang diperoleh dari

keenam responden menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 98.500.000.

5.4. Efisiensi Penggunaan Alat Perontok Padi (Power Threser dan Gebot)

Efisiensi penggunaan alat perontok padi pada dasarnya tergantung pada alat

perontok yang digunakan. Namun pada saat ini alat perontok yang digunakan di Desa

Marayoka yakni anatara Power Threser dan Gebot, sampai sekarang kedua alat ini

masih menjadi alat yang selalu di gunakan pada perontokan padi di Desa Marayoka.

46
Jika di lihat dari Efisiensi penggunaan alat perontok padi gebot dengan input

tenaga kerja, waktu, dan biaya maka dapat di simpulkan bahwa biaya input yang di

keluarkan masing masing responden sebanyak Rp.340.000. Sedangkan output yang di

proleh dari keseluruhan responden sebanyak Rp.82.500.000. Namun untuk masing

masing responden di perkirakan hanya mendapatkan sekitar Rp.13.000.000.

Jika di lihat dari Efisiensi penggunaan alat perontok padi Power Threser

dengan input tenaga kerja, waktu, dan biaya maka di simpulkan bahwa biaya input

yang digunakan masing masing responden sebanyak Rp.675.000. Sedangkan output

yang di dapatkan dari keseluruhan responden adalah sebanyak Rp.98.500.000. Namun

untuk masing masing responden di perkirakan mendapatkan sekitar Rp.16.000.000

Dari penggunaan alat perontok padi gebot hingga power threser dapat di

simpulkan bahwa rata rata peningkatan hasil penerimaan yang di proleh masing

masing responden sekitar Rp.500.000 sampai Rp.1.000.000.

5.5. Kelebihan dan Kendala Penggunaan Alat Perontok Padi

Alat perontok padi pada dasarnya terdiri dari berbagai jenis, baik yang

menggunakan mesin maupun tenaga manusia dalam pengoperasiannya. Setiap alat

perontok padi memiliki kelebihan maupun kendalanya masing-masing, seperti halnya

dengan alat perontok padi gebot (manual) maupun alat perontok Power threser yang

memiliki kelebihan dan kekurangan/kendala. Adapun kelebihan dan kendala dari

penggunaan alat perontok padi dapat dilihat pada Tabel 17.

47
Tabel 17. Kelebihan dan Kekurangan/kendala Penggunaan Alat Perontok Padi (Gebot
dan power thereser) Di Desa Marayoka Kecmatan Bangkala Tahun 2016

Kelebihan Alat Perontok Padi


Manual (Gebot) power threser

• Tidak membutuhkan banyak biaya • Tidak membutuhkan waktu yang


dalam pengaplikasiannya lama dalam pengoperasiannya
• Mudah dalam penggunaannya • Hasil yang diperoleh lebih bersih
• Tidak membutuhkan banyak tenaga • Hasil produksi tidak banyak yang
kerja terbuang
• Tidak membutuhkan biaya
perawatan
• Mudah di bawah kemana mana
Kendala Alat Perontok Padi
Manual (Gebot) power threser

▪ Mebutuhkan waktu yang lama • Membutuhkan biaya operasional


dalam operasionalnya yang tergolong tinggi
▪ Hasil yang dipeoleh tidak terlalu • Membutuhkan banyak tenaga kerja
bersih (masih membutuhkan
tindakan lanjut, pembersihan
kotoran)
▪ Mudah rusak • Membutuhkan biaya perawatan
Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 17 diatas menunjukkan bahwa penggunaan alat perontok

padi baik manual maupun dengan menggunakan power threser memiliki kelebihan

satu sama lain. Jika dilihat dari kelebihan dan kendala dari kedua alat perontok padi

tersebut maka dapat dikatakan bahwa alat perontok power thereser memiliki

keunggulan tersendiri dari segi jumlah produksi bersih yang diperoleh dan jika ditinjau

dari segi efisiensi waktu yang dibutuhkan dari setiap pengoperasiannya maka alat

perontok padi power threser lebih cepat dan efisien jika dibandingkan dengan alat

perontok manual (Gebot).

Penggunaan alat perontok padi dengan Gebot tergolong tidak efisien jika

ditinjau dari aspek waktu maupun hasil produksi yang diperoleh. Hal ini disebabkan

48
karna alat perontok padi manual (Gebot) dalam pengoperasiannya membutuhkan

waktu yang realtif lama dan hasil yang diperolehpun tidak bersih, sehingga masih

membutuhkan tindakan lanjut untuk mendapatkan hasil produksi gabah yang bersih

dari berbagai kotoran.

Efisiensi penggunaan alat perontok padi baik manual (Gebot) maupun power

threser dapat ditinjau dari berbagai faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, waktu

dan biaya operasional yang dibutuhkan, maka kedua alat tersebut memiliki peranannya

masing-masing dalam memberikan hasil produksi.

Biaya operasional, waktu dan tenaga kerja yang relatif banyak umumnya akan

berbanding terbalik dengan hasil yang diperoleh. Jika alat perontok padi dalam

pengoperasionalnya membutuhkan waktu dan input produksi yang relatif sedikit akan

memberikan hasil produksi yang banyak sedangkan jika alat produksi tersebut

membutuhkan tenaga kerja, input produksi dan waktu yang relatif banyak maka dapat

dikatakan produksi yang diperoleh akan berbanding terbalik (sedikit). Akan tetapi

kedua alat perontok tersebut masing-masing tidak memiliki ketiganya, dengan kata

lain bahwa alat perontok padi tersebut masing-masing menutupi kekurangan yang

dimiliki dengan beberapa kelebihannya.

Alat perontok padi manual (Gebot) membutuhkan waktu yang lama dalam

operasionalnya akan tetapi, disisi lain input produksinya relatif sedikit jika

dibandingkan dengan alat perontok padi lainnya. Sedangkan alat perontok padi power

threser membutuhkan input yang banyak akan tetapi berjalan lurus dengan waktu dan

hasil produksi yang diperoleh. Dengan demikian bahwa pada sistem usaha tani yang

bergerak dalam bidang perontokan, maka alat perontok yang paling efisien baik dari

49
segi waktu, maupun input produsksi yang digunakan adalah power threser. Hal ini

disebabkan karna alat tersebut memiliki hasil produksi yang sejalan dengan input-

input produksi yang dibutuhkan.

50
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan yaitu

bahwa :

Penggunaan alat perontok padi yang digunakan petani di Desa Marayoka adalah alat

perontok padi gebot dan power threser. Dari kedua alat tersebut perontok padi power

threser lebih disukai karena menghasilkan produksi dalam waktu tertentu

dibandingkan dengan gebot. Adapun alat perontok padi yang lebih efisien dari segi

waktu adalah penggunaan alat perontok power threser sedangkan gebot efisien dari

sudut pandang tenaga kerja dan biaya.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat kami sarankan bahwa:

1. Dalam menggunakan alat perontok padi petani harus mempertimbangkan alat yang

akan digunakan dimasa yang akan datang demi meningkatkan hasil produksi.

2. Bagi Pemerintah agar dapat menyalurkan bantuan berupa alat perontok padi power

threser kepada masyarakat agar dapat menunjang perekonomian masyarakat.

3. Bagi peneliti agar dapat melakukan penelitian terkait mengenai alat perontok padi

yang lebih efisien.

51
DAFTAR PUSTAKA

Fadli Rustam, 1983. di adopsi daris Modul tentang Mekanisasi Pertanian,


Pemberdayaan P3A-WISMP-IMRI Fakultas Pertanian. Universitas
Jember ;Jember

Hadiutomo K. 2006. Kumpulan Beberapa Kajian Tentang Kehilangan Hasil Pada


Berbagai Tahapan Kegiatan Pascapanen Padi (On-Line).
http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses 10 April 2016.

Irwanto, A.K., 1983, Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor; Bogor.

Kader, A.A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. The Regents of


the University of California. USA.

Nugraha S, Setyono A, dan Thahir R. 1994. Studi Optimasi Sistem Pemanenan Padi
Untuk Mengurangi Kehilangan hasil. Laporan Hasil Penelitian. Sukamandi.
Balai Penelitian Sukamandi.

Purwadi, T., 1999, Mesin dan Peralatan, Fakultas Teknologi PertanianUniversitas


Gadjah Mada;

Schemerhon John R. Jr. (1986:35) dalam blog. https:// pengertian efektivitas dan
efisiensi. Diakses pada tanggal 19 Juni 2016

Setyono A, Jumali.2000. Uji Coba Kelompok Jasa Pemanen dan Perontok.


Laporan Akhir Tahun 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi

Sukirno. 1999, Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian


UniversitasGadjah Mada ;Jogjakarta

52
KUESIONER RESPONDEN
Efisiensi Penggunaan Mesin Perontok Padi (power threser) Di Desa Marayoka,
Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto.

A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Pendidikan :
4. Jenis Kelamin :
5. Luas Lahan :
6. Jumlah Tanggungan Keluarga :
7. Pengalaman Berusaha tani :
8. Pengalaman menggunakan alat perontok :

Pertanyan untuk Responden :


A. Pertanyaan perbandingan antara Efesiensi penggunaan kedua alat
perontok padi ini berdasarkan waktu, tenaga, biaya ?

1. Berapa luas lahan yang bapak/ibu miliki?


Jawab :......................................................................................................
2. Berapa lama waktu yang di butuhkan kedua alat dalam perontokan 1 Ton
gabah?
Jawab........................................................................................................
a. Mesin perontok(power threser)?........................................................
b. Gebot?................................................................................................
Alasan................................................................................................
3. Berapa orang yang di butuhkan kedua alat dalam perontokan?
Jawab........................................................................................................
a. Mesin perontok (power threser)?.......................................................
b. Gebot..................................................................................................
Alasan.......................................................................................................
4. Berapa biaya yang di keluarkan pada saat penyediaan kedua alat?
Jawab........................................................................................................
a. Mesin perontok (power threser).........................................................
b. Gebot.................................................................................................

53
5. Berapa biaya yang di keluarkan kedua alat pada saat perontokan?
Jawab......................................................................................................
a. Mesin perontok (power threser)?.......................................................
b. Gebot?...............................................................................................

B. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Penggunaan Mesin Perontok :

1. Apakah hasil produksi usaha tani Bapak/Ibu mengalami peningkatan selama


menggunakan mesin perontok (power threser)?
a. Ya
b. Tidak
Alasan...............................................................................................................

................................................

2. Bagaimana tingkat kepuasan petani, Berdasarkan penerimaan yang


diperoleh dari Usaha tani padi antara mesin perontok atau alat sederhana ?
Apa alasannya ?

Alasan:………………………………………………………………………

……………………………

3. Bagaimana tingkat Efisiensi penggunaan pewer threser dan gebot?

Jawab.................................................................................................................

...........................................

54
C. Kelebihan dan Kekurangan/Kendala Alat Perontok Padi

1. Sebutkan apa saja kelebihan dari alat perontok padi manual (Gebot) dan
power threser . !

Kelebihan Alat Perontok Padi


Manual (Gebot) power threser

1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.

2. Sebutkan apa saja kekurangan/kendala dari alat perontok padi manual


(Gebot) dan power threser . !

Kendala Alat Perontok Padi


Manual (Gebot) power threser

1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.

55
56
Pengalaman
menggunakan alat
No Umur Pendidikan perontok (Thn) Pengalaman Usaha Tani Luas Lahan
Petani Petani
Nama (Ha)
(Thn) Gebot Power
Petani
Threser

1 Yasang 38 S1 20 4 23 1.2
2 Rustam 29 SMP 10 1 11 0.9
3 Coe 31 - 15 1 18 0.5
4 Unjung 27 SMK 5 1 6 0.7
5 Sainuddin 47 SMP 25 3 30 1.5
6 Kasmang 40 SD 21 2 28 1.0

Sumber : Data Setelah Diolah, 2016

57
Rekapitulasi Data
Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan Gebot di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Harga per
No Luas lahan (Ha) Produksi padi (kg) Penerimaan (Rp)
Nama kg (Rp)
1 Yasang 1 3000 5000 15.000.000
2 Rustam 0,9 2600 5000 13.000.000
3 Coe 0,5 2000 5000 10.000.000
4 Unjung 0,7 2200 5000 11.000.000
5 Sainuddin 1,5 4200 5000 21.000.000
6 Kasmang 1 2500 5000 12.500.000
Jumlah 5,6 16500 30000 82.500.000
Rata rata 0,933333333 2750 5000 13.750.000

58
Luas Lahan, Produksi, Penerimaan dalam Penggunaan Power Threser di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten
Jeneponto.
Luas lahan Produksi padi Harga per kg Penerimaan
No
Nama (Ha) (kg) (Rp) (Rp)
1 Yasang 1 3400 5000 17.000.000
2 Rustam 0,9 3000 5000 15.000.000
3 Coe 0,5 2400 5000 12.000.000
4 Unjung 0,7 2800 5000 14.000.000
5 Sainuddin 1,5 5000 5000 25.000.000
6 Kasmang 1 3100 5000 15.500.000
Jumlah 5,6 19700 30000 98.500.000
Rata rata 0,933333333 3283,333333 5000 16.416.667

59
DOKUMENTASI

Tanaman Padi

Proses Pengumpulan

60
Proses Perontokan padi dengan Power Thereser

Proses prontokan padi dengan Gebot

61
62
63
64
65
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jenrponto 1994 dari Ayahanda Cawa dan

Ibunda Nusiah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan Formal yang dilalui penulis adalah SD Negeri 61 Batu

menteng dan lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2

Bangkala dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan ke SMK Negeri 4 Jeneponto dan tamat pada tahun 2012. Penulis melanjutkan

dengan mendaftar disalah satu Universitas di Kota Makassar dan alhamdulillah lulus seleksi

dan diterima di Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2012 dengan mengambil

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah magang di Malino Highlands di

Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan.

Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan

Agribisnis Periode 2013/2014. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan

menulis Skripsi yang berjudul “Efisiensi Penggunaan Alat Perontok Padi (Power Threser Dan

Gebot) Terhadap Hasil Gabah di Desa Marayoka Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto”.

66

Anda mungkin juga menyukai