Anda di halaman 1dari 25

HASIL PENELITIAN

KERANGKA KONSEP

Polewali Mandar merupakan salah satu kabupaten kota yang berada di provinsi
Sulawesi Barat dan menjadi kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak
di provinsi Sulawesi Barat. Mayoritas penduduk di Polewali Mandar di dominasi
oleh penganut agama Islam, maka bukan hal aneh apabila kota ini banyak
melahirkan sosok ulama. Kedudukan ulama atau yang lebih sering disebut
Annangguru menempati posisi tertinggi, menjadikan sosok Annangguru sangat
dihormati. Prof. Dr. K.H. Sahabuddin merupakan salah satu Annangguru yang
memiliki peran ganda, dalam hal ini beliau tidak hanya fokus dalam menyebarkan
ilmu agama namun juga peduli dengan pendidikan formal. Hal tersebut dilakukan
guna membina masyarakat agar mempunyai akhlak yang baik serta
mengembangkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang akademik.

Sebagaimana telah diuraikan di rumusan masalah, batasan pokok yang akan


dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana peran Annangguru Prof. Dr. K.H.
Sahabuddin sebagai guru pendidikan formal dan guru tarekat. Sebagai subjek
penelitian penulis mencoba memahami siapa sebenarnya sosok Prof. DR. K.H.
Sahabuddin, bagaimana latar belakang kehidupan beliau. Kemudian penulis
berusaha memahami peran Annangguru Prof. Dr. KH. Sahabuddin sebagai guru
pendidikan formal dan guru tarekat di Polewali Mandar, serta apa saja pemikiran
pemikiran beliau dalam perkembangan keilmuan
POLEWALI MANDAR

ANNANGGURU PROF. DR. KH SAHABUDDIN

 LATAR BELAKANG KEHIDUPAN


 KELUARGA
 PENDIDIKAN
 PENGALAMAN ORGANISASI

KONTRIBUSI DI BIDANG GURU TAREKAT QADIRIYAH


PENDIDIKAN

SEKOLAH DAN PERGURUAN TINGGI MURID TAREKAT QADIRIYAH

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN PROF. DR. K.H.


SAHABUDDIN
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Polewali Mandar

Kabupaten Polewali Mandar terletak di Sulawesi Barat dengan luas wilayah


sebesar 2.074,76 km2. Sebelum dinamai Polewali Mandar, daerah ini
bernama Kabupaten Polewali Mamasa disingkat Polmas yang secara administratif
berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah daerah ini dimekarkan
dengan berdirinya Kabupaten Mamasa sebagai kabupaten tersendiri, maka
nama Polewali Mamasa pun diganti menjadi Polewali Mandar. Nama Kabupaten
ini resmi digunakan dalam proses administrasi pemerintahan sejak tanggal 1
Januari 2006 setelah ditetapkan dalam bentuk PP No. 74 Tahun 2005, tanggal 27
Desember 2005 tentang perubahan nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi
Kabupaten Polewali Mandar.

1. Kondisi Geografis Kabupaten Polewali Mandar

Berdasarkan letak geografis Kabupaten Polewali Mandar merupakan salah satu


Kabupaten di Sulawesi Barat yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan
dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamasa

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Majene

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pinrang

Secara Astronomis Kabupaten Polewali Mandar terletak pada posisi 03040’00”-


3032’5,28” Lintang Selatan dan 1180 53’ 58,2”- 1190 29’35,8” Bujur Timur.
Adapun luas wilayah Kabupaten Polewali Mandar sekitar 22.022,30 km atau11,94
persen dari luas wilayah Sulawesi Barat . Kabupaten Polewali Mandar terdiri dari
16 kecamatan yang meliputi daerah pantai, dataran dan pegunungan, 23 kelurahan
dan 173 desa.
4

2. Kondisi Demografi Kabupaten Polewali Mandar

Jumlah penduduk Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2022 tercatat sebanyak
490,493 jiwa yang dimana 49,77 % laki laki dan 50,23 % perempuan.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk interim 2021-2023, jika di rinci menurut
jenis kelamin penduduk Kabupaten Polewali Mandar di dominasi oleh perempuan
dengan sex ratio hingga 99 persen. Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten
Polewali Mandar terlihat jika kecamatan Polewali memiliki populasi terbesar
yakni mencapai 67,324 jiwa. Sedangkan populasi terbesar kedua adalah
kecamatan Campalagian yang mencapai 65,647 jiwa.

Berdasarkan kelompok usiaya jumlah penduduk Kabupaten Polewali Mandar


dibagi ke dalam lima kelompok usia, adapun rinciannya sebagai berikut :

Tabel 4. 1: Kelompok Usia Penduduk Kabupaten Polewali Mandar

Kelompok Usia Jumlah Penduduk (Jiwa)


0-5 Tahun 45,022
5-15 Tahun 89,283
15-25 Tahun 83,743
25-55 Tahun 204,807
>55 Tahun (Lansia) 67,638
Total 490,493
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar 2022

Dilihat dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk di


Kabupaten Polewali Mandar berada pada usia produktif yakni usia 25-55 tahun
dengan jumlah sebanyak 204,807 jiwa. Adapun mata pencaharian penduduk
Kabupaten Polewali Mandar yakni sebagai berikut:
5

Tabel 4. 2: Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten


Polewali Mandar

Jenis Pekerjaan Penduduk


PNS
Pedagang
Petani
Nelayan
Buruh
Pegawai Swasta

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Kabupaten Polewali Mandar dihuni


oleh penduduk dari berbagai macam profesi yakni PNS, pedagang, petani,
nelayan, buruh dan juga pegawai swasta. Banyaknya penduduk yang berprofesi
sebagai PNS dilatarbelakangi oleh usaha pemerintah Kabupaten Polewali Mandar
untuk terus berusaha meningkatkan sumber daya manusia demi mendukung
kelancaran administrasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada
tahun 2022 pemerintah Kabupaten Polewali Mandar memiliki 5.789 PNS yang
bekerja di semua lini pelayanan.

Keberagaman profesi yang digeluti masyarakat Kabupaten Polewali Mandar tentu


dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan masyarakat. Adapun ketersediaan
sarana pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar di kualifikasikan berdasarkan
tingkatan sekolah.

Tabel 4. 3: Instansi Pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar

Instansi Pendidikan Jumlah

Tk/ Paud 117


Raudhatul Athfal (RA) 76
SD 332
Madrasah Ibtidayah (MA) 86
SMP 86
Madrasah Tsanawiyah (MTS) 64
SMA 17
SMK 28
Madrasah Aliyah (MA) 32
Perguruan Tinggi 3
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar 2022
6

Kabupaten Polewali Mandar merupakan daerah yang mayoritas penduduknya


beragama Islam, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan
agamanya di setiap kecamatan yang ada.

Tabel 4. 4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

Kecamatan Islam Kristen Katolik Hindu Budha Lainnya


1 2 3 4 5 6
Tinambung 4,89 0 0,0015 0 0 0
Balanipa 5,59 0 0,0013 0 0 0
Limboro 3,84 0 0 0 0 0
Tubbi Taramanu 5,24 0 0 0 0 0
Luyo 6,80 0 0 0 0 0
Wonomulyo 9,57 0.1 0 0,0013 0,0008 0
Mapilli 6,49 0 0 0 0 0
Tapango 5,41 0,11 0,0440 0,0163 0,0023 0
Matakali 4,84 0,14 0 0 0 0
Bulo 2,26 0 0 0 0 0
Polewali 17,32 0,91 0,1376 0,0167 0,0030 0
Binuang 6,75 0,17 0,0323 0 0 0
Anreapi 2,13 0,04 0 0 0 0
Matangnga 1,25 0 0 0 0 0
Alu 3,14 0 0 0 0 0
Campalagian 12,75 0 0 0 0 0
Kabupaten Polewali Mandar 98,28 1,47 0,2166 0,0342 0,0031 0
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar 2022

B. Latar Belakang Kehidupan Prof. Dr. KH. Sahabuddin

1. Latar Belakang Keluarga dan Kehidupan Sosial

Prof. Dr. K.H. Sahabuddin atau yang lebih dikenal sebagai Annangguru
Sahabuddin lahir 27 September 1937 di Sepang Banua Banua, Kecamatan
Limboro, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Ayahnya
bernama H.P. Muhammad atau yang lebih akrab disapa sebagai imam Sepang
Pua’ Muhamma’ dan Ibundanya bernama Hj. Ruqiyah. Annangguru K.H.
Sahabuddin menikah pada tahun 1966 dengan Hj. Hajaniah Sahabuddin, dan
dikaruniai 7 orang putra putri, yaitu Dra. Chuduriah, M. Pd., Drs. Muhammad
Sybli, M.A., Ir. Wasilah Zamrah, S. Sos., Khumaerah, S.H., dan Muhammad
Massad, S.Sos. Sosok Annangguru Prof. Dr. K.H. Sahabuddin dikenal sebagai
seorang akademisi, politisi dan juga seorang mursyid tarekat.
7

Annangguru K.H. Sahabuddin menghabiskan masa kecilnya di tempat


kelahirannya yaitu Sepang Banua Banua. Semasa kecil beliau dikenal sebagai
anak yang patuh dan taat agama, hal tersebut dilatarbelakangi oleh didikan orang
tua yakni ayahanda beliau yang juga merupakan seorang imam masjid di Sepang
Banua Banua. Latar belakang yang taat beragama inilah yang sangat berpengaruh
dalam proses perkembangan jiwa Annangguru K.H. Sahabuddin dan mewarnai
kehidupannya sejak beliau kanak-kanak.

K.H. Sahabuddin dalam kehidupan keluarga memiliki karakter yang sangat


terbuka dan solidaritas yang tinggi, bahkan pada anak-anaknya KH. Sahabuddin
bukan hanya sebagai sosok ayah melainkan juga menjadi sahabat bagi anak-
anaknya. Beliau dapat menjadi pendengar yang baik dan tempat bagi anak-
anaknya berkonsultasi perihal pendidikan maupun pekerjaan. Begitu juga kepada
jamaah tarekat Qadiriyah, K.H. Sahabuddin dikenal sebagai sosok guru yang
sangat terbuka, tawaduk dan luwes, sehingga dimanapun beliau berada
membuatnya selalu bisa diterima.

Menurut AGH. Drs. Muhammad Ahmad, mantan WR II UIN Alauddin, salah satu
jasa Prof. Dr. K.H. Sahabuddin yaitu beliau bisa mengubah kebiasaan masyarakat
Ternate. Dimana sebelumnya masyarakat atau jema’ah masjid raya Ternate
membacakan hadits dengan irama lagu dan bahasa Arab sebagai pengantarr khatib
naik ke atas mimbar tanpa memahami isi pengantar itu, K.H. Sahabuddin dengan
melakukan pendekatan persuasif, menerjemahkan hadits tersebut ke dalam bahasa
Indonesia, sehingga banyak jema’ah yang telah mengerti isi pengantar tersebut.

Kehidupan K.H. Sahabuddin dalam lingkungan sosial dikenal memiliki karakter


yang sederhana, walaupun memiliki latar belakang pendidikan dan menduduki
jabatan yang penting, namun sifat tawadhu yang beliau miliki menjadikan beliau
sebagai sosok guru yang dihormati oleh murid muridnya. Karakter sederhana
yang dimiliki K.H. Sahabuddin membawa dampak dan pengaruh besar bagi para
pengikut tarekat Qadiriyah. Selain memiliki karakter yang sederhana, K.H.
Sahabuddin juga memiliki karakter yang humoris, baik pada keluarga maupun
jamaah tarekat Qadiriyah, karakter tersebutlah yang dibawa beliau dalam
8

kehidupan sehari-hari, dimana beliau hidup dalam kesederhanaan namun juga


dibarengi dengan canda tawa.

Adapun penanaman karakter dalam lingkungan keluarga K.H. Sahabuddin antara


lain:

a. Pelaksanaan shalat fardhu tidak diperbolehkan ditinggalkan.

b. Pelaksanaan shalat berjamaah subuh dan maghrib tidak diperbolehkan


ditinggalkan dalam lingkup keluarga.

c. Rutinitas membaca ayat suci Al- Qur’an setiap selesai shalat maghrib dan
subuh.

d. Shalat sunnah tahajjud dan dhuha tidak diperbolehkan ditinggalkan.

e. Silaturahmi terhadap sesama tetap dijaga.

Selain dikenal sebagai sosok yang taat beragama, beliau juga dikenal sebagai
sosok yang peduli akan pendidikan. Tercatat semasa hidupnya beliau membina
perguruan tinggi swasta dan pesantren Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) di
Kabupaten Polmas. Kepedulian beliau terhadap pendidikan juga terlihat pada
keaktifan beliau dalam menulis karya-karya ilmiah di berbagai media massa dan
melakukan kajian-kajian Tasawuf melalui ceramah di RRI dan TVRI stasiun
Makassar.

2. Latar Belakang Pendidikan, Pekerjaan dan Pengalaman Organisasi

K.H. Sahabuddin menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Banua Banua


Kecamatan Limboro, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah
pertama dan sekolah menengah atas di Pesantren DDI Mangkoso Kabupaten
Barru Sulawesi Selatan, menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1953, PGAN
Makassar tahun 1958, PGAN lengkap tahun 1962, Sarjana muda (BA) pada
fakultas tarbiyah IAIN Alauddin Makassar pada tahun 1965, Sarjana lengkap (S1)
di fakultas yang sama pada tahun 1972. K.H. Sahabuddin menempuh pendidikan
9

strata 3 (S.3) di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2000. Diantara
pengalaman kerja beliau, K.H. Sahabuddin pernah menjadi dosen tetap di IAIN
Alauddin Makassar, menjabat sebagai direktur SP. IAIN Alauddin tahun 1971-
1975, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin di Ternate tahun 1976-1988,
Dekan Fakultas Syariah IAIN Alauddin di Ambon tahun 1988-1995, Membina
perguruan tinggi swasta dan pesantren DDI di Kabupaten Polmas dan menjadi
wakil koordinator KOPERTAIS (Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam
Swasta) wilayah VIII/ Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya tahun 1996-2002.

K.H. Sahabuddin juga aktif dalam berorganisasi, adapun pengalaman organisasi


beliau yakni sebagai bendahara PMII Provinsi Sulawesi Selatan tahun 1964-1976,
Katib Awwal Syuriah NU Sulsel tahun 1967-1972, Wakil Ketua Syuriah NU
Sulsel tahun 1995-2002, Ketua MDI Profinsi Maluku tahun 1988-1995 dan
menjadi aggota DPRD Profinsi Sulawesi Selatan tahun 1967-1971.

C. Bagaimana Peran Prof. Dr. KH. Sahabudddin Sebagai Pendidik dan Guru
Tarekat

1. Kontribusi KH. Sahabuddin Dalam Bidang Pendidikan

Eksistensi KH. Sahabuddin yang dikenal di masyarakat mandar khususnya


Polewali Mandar sebagai Annangguru ternyata juga mempunyai kontribusi yang
besar dalam bidang pendidikan. Sebagai salah satu tokoh agama yang memiliki
latar belakang pendidikan tinggi, sosok K.H. Sahabuddin juga dikenal sebagai
tokoh intelektual. K.H. Sahabuddin memiliki kepedulian yang besar terhadap
pendidikan di Polewali Mandar. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya beliau dalam
mengembangkan pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar dengan membina dan
mendirikan sekolah maupun perguruan tinggi di Kabupaten Polewali Mandar
diantaranya, Pesantren DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad), STAI Polewali (Sekolah
Tinggi Agama Islam), STKIP Polewali (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan), STIP Polewali (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian) dan UNASMAN
(Universitas Al- Asyariah Mandar).
10

Pesantren Darud Da’wah Wal Irsyad atau yang sekarang menjadi MTS DDI
merupakan sekolah Tarbiyah pertama yang didirikan oleh KH. Sahabuddin pada
tahun 1967, terletak di JL. Kemakmuran, Wattang, Kec. Polewali, Kab. Polewali
Mandar. Latar belakang penggunaan nama DDI didasarkan oleh karena Prof. Dr.
K.H. Sahabuddin merupakan salah satu murid Anreggurutta KH. Abdurrahman
Ambo Dalle selaku pendiri ormas DDI dan juga alumni pesantren DDI Mangkoso.

Adapun latar belakang didirikannya Pesantren Darud Da’wah Wal Irsyad didasari
karena pada tahun 1960-an diduga terjadi proses kristenisasi di pelosok-pelosok
desa di Tanah Mandar. Adapun sasarannya ialah mereka yang secara ekonomi
miskin dan jauh dari keramaian. Untuk melawan upaya kristenisasi tersebut maka
pemerintah daerah dibawah naungan Departemen Agama menyebarkan guru
agama yang beberapa diantaranya merupakan alumni-alumni DDI ke berbagai
daerah yang menjadi sasaran kristenisasi.

Sebagai akademisi atau tokoh intelektual timbul keresahan pada diri KH.
Sahabuddin akan kondisi pendidikan di Mandar yang sangat tertinggal, oleh
karena itu terbesit niat beliau untuk mendirikan perguruan tinggi di Jazirah
Mandar untuk mengembangkan pendidikan di wilayah Mandar, mengingat beliau
merupakan penduduk asli Mandar dan seorang pendidik yang saat itu berprofesi
sebagai dosen IAIN Alauddin Ujung Pandang.

Pada tahun 1970-an beliau yang berprofesi sebagai dosen IAIN Alauddin Ujung
Pandang berhasil membuka jalan untuk mendirikan perguruan tinggi di Jazirah
Mandar dengan upaya yang dilakukan yakni melakukan lobby terhadap koleganya
di Departemen Agama untuk mewujudkan niat tersebut, usaha beliau dalam
mewujudkan niat tersebut akhirnya terwujud dengan adanya rekomendasi dan
perlindungan IAIN Ujung Pandang maka berdirilah Sekolah Tinggi Agama Islam
yang berkembang menjadi STAI Polewali dan mulailah melakukan penerimaan
mahasiswa. Inilah yang menjadi cikal bakal didirikannya perguruan tinggi lainnya
di wilayah Mandar khususnya Polewali Mandar.
11

Kontribusi KH. Sahabuddin dalam bidang pendidikan tidak hanya terlihat di


Kabupaten Polewali Mandar saja, beliau juga mempunyai peran penting terhadap
perkembangan kampus IAIN Ambon pada tahun 1990-an, yang dimana pada saat
itu beliau didaulat menjadi Dekan Fakultas yakni Fakultas Syari’ah bersama Drs.
H. Hamadi B. Husain sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin.

Pada saat itu K.H. Sahabuddin dan Drs. H. Hamadi bersama-sama membangun
dan mengatur kampus menjadi lebih baik meski dalam keterbatasan, pasalnya
sejak diizinkan beroperasi di era 80-an, kampus IAIN Ambon belum juga
mempunyai lahan dan bangunan sendiri. Namun pada tahun 1992 beliau dan Drs.
H. Hamadi selaku Dekan Fakultas mendapat kepercayaan dari Keluarga Hatala di
Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dengan pemberian tanah
seluas 27 ha (2.700 M2).

Hal tersebut tentu berkat kegigihan dan kesabaran keduanya dalam membangun
kampus IAIN Ambon. Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh
KH. Sahabuddin dan Drs. H. Hamadi mereka bukan saja memikirkan aktifitas
belajar-mengajar namun mereka juga harus bergerak lebih cepat dari sebelumnya,
tak menunggu lama, lahan tersebut langsung dimanfaatkan secepatnya untuk
pembangunan.

2. Sejarah Berdirinya Universitas Al- Asyariah Mandar

Penyelenggaraan perguruan tinggi di Indonesia dilaksanakan bersama oleh


pemerintah dan masyarakat. Adapun perbedaan antara perguruan tinggi yang
dilaksanakan oleh pemerintah dan perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh
masyarakat yaitu, perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah disebut
atau dikenal sebagai perguruan tinggi negeri, sedangkan perguruan tinggi yang
dilaksanakan oleh masyarakat disebut dengan nama perguruan tinggi swasta.

Pada saat ini di Indonesia terdapat kurang lebih 49 perguruan tinggi negeri yang
tersebar di setiap ibu kota provinsi. Khusus perguruan tinggi swasta
penyelenggaraannya diperlukan satu badan hukum yaitu yayasan, atau badan
12

waqaf. Mengingat luasnya penyebaran perguruan tinggi swasta di Indonesia, maka


system pembinaannya dilakukan menggunakan sistem wilayah.

Universitas Al-Asyariah Mandar merupakan salah satu perguruan tinggi swasta


yang terlahir dari kegelisahan Prof. Dr. KH. Sahabuddin terhadap kondisi
pendidikan di Mandar yang mengalami ketertinggalan. Universitas Al-Asyariah
Mandar juga merupakan perguruan tinggi pertama yang ada di Sulawesi Barat.
Sebelumnya mendirikan Universitas Al-Asyariah Mandar Prof. Dr. KH.
Sahabuddin pada awalnya mendirikan STAI DDI (Sekolah Tinggi Agama Islam).
Kemudian pada tahun 1975 KH. Sahabuddin mendirikan STKIP (Sekolah Tinggi
Keguruan Ilmu Pendidikan) dan, STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian) yang
merupakan cikal bakal berdirinya kampus UNASMAN.

“Sebelum mendirikan UNASMAN, sebelumnya annangguru telah mendirikan


STKIP dan STIP, namun karena banyak jema’ah yang mendesak beliau untuk
mendirikan perguruan tinggi, barulah beliau mendirikan UNASMAN dengan
menggabungkan dua sekolah tinggi tersebut” (Chuduriah Sahabuddin, wawancara
pada tanggal 22 maret 2023)

Berdirinya STKIP dan STIP dilatarbelakangi oleh desakan para jama’ah tarekat
K.H. Sahabuddin, pasalnya banyak dari jama’ah tarekat yang menginginkan
adanya perguruan tinggi berbasis pertanian dan pendidikan karena banyaknya
jama’ah tarekat yang menjadi pegawai pertanian dan guru sekolah yang hanya
lulusan SPMA atau SPP-SPMA Polman. Setelah berhasil mendirikan STKIP dan
STIP, KH. Sahabuddin kembali berinisiatif untuk mendirikan perguruan tinggi
yang lebih besar di tanah mandar. Rencana untuk mendirikan perguruan tinggi
tersebut direalisasikan dengan menggabungkan STKIP dan STIP, dibantu oleh
para sahabatnya K.H. Sahabuddin kemudian membentuk sebuah Yayasan pada
tahun 2002 Al- Asyariah Mandar sebagai penyelenggara perguruan tinggi
tersebut. Yayasan inilah yang mengajukan permohonan mendirikan Universitas
Al-Asyariah Mandar dengan penggabungan STKIP dan STIP serta menambahkan
empat program studi yakni FISIP (Program Studi Ilmu Pemerintahan dan Ilmu
13

Komunikasi), FKM (Program Studi Ilmu Komunikasi), FIKOM (Program Studi


Tekhnik Irformatika dan Sistem Informasi).

Berdirinya Universitas Al-Asyariah Mandar juga sangat erat kaitannya dengan


pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Pasalnya untuk dapat
memisahkan diri dari Provinsi Sulawesi Selatan dan berdiri sendiri, Provinsi
Sulawesi Barat harus memenuhi beberapa syarat, salah satunya yaitu harus
memiliki perguruan tinggi di wilayahnya dan Universitas Al-Asyariah Mandar
telah memenuhi syarat tersebut sebagai perguruan tinggi. Kemudian pada tahun
2004 tepatnya pada tanggal 27 April 2004 dengan Surat Keputusan Nomor:
54/D/0/2004 resmi didirikan dan mendapat ijin dari Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia (Tinggi, 2017).

Pemberian nama Al-Asyariah Mandar diambil dari kata Al- Asy’ari-ah (pengikut
paham Al- Asy’ ari – Abul Hasan Alasyari), hal tersebut tidak terlepas dari
kedudukan Prof. Dr. K.H. Sahabuddin sebagai mursyid Thoriqat Qadiriyah yang
ingin membangun lembaga pendidikan yang menganut paham teologi Asy’ ari
yang menjadi bagian ahlul sunnah wa al- jama’ah yaitu lembaga pendidikan yang
bersinergi dengan Thoriqat Qadiriyah. UNASMAN menjadi benteng ahlul sunnah
wal jama’ah yang merupakan wujud dari keinginan besar KH. Sahabuddin untuk
membangun konsep pendidikan yang menyatukan akal dan akhlak.

“Sebenarnya UNASMAN ini selain menjadi wadah pengembangan ilmu


akademik, juga jadi wadah pengembangan ilmu agama. Hal itu bisa dilihat dari
rutinitas mahasiswa di kampus, setiap mahasiswa dikampus Unasman diwajibkan
mengikuti pengajian selama seminggu sekali, tujuannya agar mereka juga dapat
mendalami agama dan untuk pengembangan karakter” (Chuduriah Sahabuddin,
wawancara pada tanggal 22 Maret 2023)

Universitas Al-Asyariah Mandar menjadi salah satu komponen pendidikan di


Sulawesi Barat yang menjadi pusat keagamaan dan kebudayaan Mandar, yang
dibentuk berdasarkan dua paradigma yakni Asyariah dan kemandaran dengan
motto mengadi untuk semua. Akulturasi antara keasyariahan dan kemandaran
14

merupakan implementasi dari keprihatinan K.H. Sahabuddin terhadap masyarakat


Mandar yang kian bergeser, sedangkan ilmu sosial dan ilmu lainnya menjadi
indikator dalam menciptakan karakter masyarakat Mandar yang memahami nilai
keasyariahan dan kemandaran. Sebagai seorang pendidik dalam bidang akademik
dan juga seorang ulama, K.H. Prof. Sahabuddin memiliki pemikiran sendiri
mengenai konsep pendidikan yang beliau terapkan. Konsep pendidikan yang K.H.
Sahabuddin terapkan dan hingga kini masih dijalankan dikampus Unasman yaitu
lebih mengedepankan kepada penanaman karakter dan perbaikan akhlak, yang
dimana mampu menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional dan spiritual.

3. Peran KH. Sahabuddin Sebagai Mursyid Tarekat Qadiriyah

Tarekat masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke wilayah


nusantara karena salah satu model saluran Islamisasi di nusantara melalui
pendekatan tasawuf. Tasawuf secara istilah dapat didefinisikan sebagai suatu jalan
yang harus ditempuh seorang salik dalam rangka mengolah spiritual kepada sang
pencipta. Para tokoh tasawuf ini biasanya memiliki keahlian khusus sehingga
dapat menarik penduduk untuk memeluk ajaran Islam. Perkembangan Islam di
Sulawesi Barat pun tidak bisa terlepas dari peran tarekat serta para pengikutnya.
Tarekat menjadi salah satu motor penggerak dalam penyebaran dan pengukuhan
Islam di Sulawesi Barat (Latif & Usman, 2020).

Tarekat berasal dari bahasa Arab yakni thariqah yang dimana artinya dapat
semakna dengan kata sirat dan mazhab. Tarekat dalam pengertian tasawuf berarti
suatu perjalanan tertentu yang ditempuh para salik menuju Allah melalui tahapan-
tahapan maqamat dalam tasawuf. Tarekat merupakan bentuk pengamalan
kehidupan sufisme dan tasawuf, yang dimana sufisme dan tasawuf adalah salah
satu aspek ajaran esoterisme Islam yang menekankan kepada kebersihan dan
kesucian hati dengan melakukan amalan ibadah agar mencapai ma’rifat
(Pababbari, 2009).
15

Tarekat sebagai organisasi para salik dan sufi, sebenarnya hanya memiliki satu
tujuan yakni taqarrub pada Allah. Namun dikarenakan seiring perkembangan
zaman dan tarekat kini banyak diikuti oleh para salik dari kalangan masyarakat
awam atau para talib al-mubtadin, maka kini tarekat memiliki beberapa tujuan
sebagai pendukung untuk tercapainya tujuan utamanya. Adapun tiga tujuan
tarekat tersebut yaitu Tazkiyat al-Nafs atau penyucian jiwa, Taqarrub Ila Allah
atau mendekatkan diri kepada Allah dan menjalankan amalan-amalan
(Kharisuddin Aqib, 2013).

Perkembangan ajaran tarekat di Polewali Mandar dapat dibuktikan dengan adanya


beberapa kelompok tarekat yang menonjol dan masing-masing kelompok
memiliki mursyd tarekat sendiri. Setidaknya terdapat empat kelompok tarekat
yang tersebar di daerah Mandar yakni pertama, Tarekat Naqsyabandiah yang
dinisbatkan oleh pendirinya bernama Baha’uddin yang wafat pada tahun 1389.
Jema’ah tarekat Naqsyabandiah banyak terdapat di pesisir pantai terutama di desa
Tonyamang, Kec Binuang. Kedua, Tarekat Syadziliah yang dinisbatkan oleh
pendirinya yang bernama Abu Hasan Al-Syadzili seorang sufi berasal dari Afrika
Utara, wafat pada tahun 1258, Jema’ahnya banyak terdapat di Desa Lapeo,
Kecamatan Campalagian dan dikembangkan oleh murid-murid annangguru K. H.
Muhammad Tahir atau yang lebih dikenal sebagai Tosalamaq Imam Lapeo.
Ketiga, Tarekat Khalwatiah dinisbatkan oleh pendirinya yang bernama Abu
Barakat Ayyub bin Ahmad Al-Khalwati Al-Qurasyi Al-Dimasyqi yang
jema’ahnya banyak terdapat di Kec Wonomulyo. Keempat, Tarekat Qadiriyah
yang dinisbatkan oleh pendirinya Abd Al-Qadir Jaelani yang wafat pada tahun
1166 di Bagdad. Tarekat Qadiriyahlah yang mempunyai jema’ah terbanyak di
Kabupaten Polewali Mandar terutama di Kecamatan Tinambung. Tarekat
Qadiriyah dibawa oleh ulama besar yang dikenal sebagai Annangguru K.H.
Muhammad Shaleh dari Mekkah. K.H. Muhammad Shaleh memiliki beberapa
murid yang dipercaya untuk melanjutkan ajaran tarekat Qadiriyah, salah satunya
yaitu K.H. Sahabuddin.
16

K.H. Sahabuddin merupakan salah satu murid Annangguru K.H. Muhammad


Shaleh yang dipercaya membantu K.H Muhammad Shaleh dalam
mengembangkan dan melestarikan ajaran tarekat di daerah Mandar (Alimuddin
Ridwan, 2011). K.H. Sahabuddin merupakan murid dan ulama yang dibina dan
menerima silsilah langsung dari K.H. Muhammad Shaleh. Eratnya hubungan K.H.
Sahabuddin dan gurunya K.H. Muhammad Shaleh, diibaratkan seperti cermin,
keduanya tidak dapat dipisahkan, semua ilmu yang dimiliki K.H. Muhammad
Shaleh diturunkan langsung kepada muridnya yakni K.H. Sahabuddin. K.H.
Sahabuddin memperoleh izin dari guru dan mursydnya K.H. Muhammad Shaleh
pada tahun 1976, dan mendapat ijazah dari Syekh Sayyid Muhammad Alwi Al-
Maliky Al-Husainy di Mekkah pada tahun 1995, untuk mengajarkan kearifan
tasawuf lewat tarekat Qadiriyah.

Sebenarnya sepeninggal annangguru K.H. Muhammad Shaleh, salah satu


keluarga almarhum mengusulkan agar sementara waktu kepemimpinan Qadiriyah
dijabat oleh K.H. Sahabuddin sebagai penanggung jawab serta pelanjut ajaran
tarekat. Namun pada saat itu K.H. Sahabuddin dengan rasa tawadhunya (rendah
hati) tidak bersedia dan memilih untuk menyerahkan penanggung jawab jama’ah
Qadiriyah secara umum kepada istri annangguru yaitu Ibu Hajjjah Mulia Sule,
tetapi pelaksana teknis serta pelanjut ajaran tarekat tetap diserahkan kepada K.H.
Sahabuddin bersama murid-murid annangguru K.H. Muhammad Shaleh yang
lain.

Sepeninggal annangguru K.H. Muhammad Shaleh, tarekat Qadiriyah


menunjukkan adanya konflik otoritas di dalamnya. Pasalnya terdapat dua
kelompok pendukung terkait sosok yang pantas mengisi kekosongan struktur
kekhalifaan menggantikan annangguru K.H. Muhammad Shaleh. Pada saat
kembalinya putra annangguru K.H. Muhammad Shaleh dari Mekkah yakni H.M.
Ilham Shaleh, penanggung jawab tarekat Qadiriyah yakni Hj. Mulia Sule
menyerahkan tanggung jawab mengisi kekosongan struktur kekhalifaan kepada
putranya H.M. Ilham Shaleh Lc. Akan tetapi kenyataan tersebut tidak diterima
oleh sebagian jema’ah Qasiriyah lebih mendukung K.H. Sahabuddin. Mereka
17

merasa bahwa K.H. Sahabuddin lebih pantas menggantikan posisi annangguru


sebagai khalifah. Alasan para jema’ah lebih mendukung K.H. Sahabuddin karena
mereka berpendapat bahwa diantara murid-murid annangguru K.H. Muhammad
Shaleh, K.H. Shabuddinlah yang paling cerdas dan telah banyak menampakkan
karomahnya terutama dalam menyembuhkan orang sakit melalui doa dari air yang
telah diberkati (Pababbari, 2009).

Sosoknya yang dikenal sebagai sosok yang harmonis, baik pada keluarga,
maupun jama’ah tarekat Qadiriyah menjadikan K.H. Sahabuddin disenangi oleh
para jema’ah. Kerendahan hati dan sosoknya yang dinilai bersahaja disaksikan
langsung oleh salah satu murid tarekat Qadiriyah yakni Prof. Muhammad Azis.
M. Si. Dalam wawancara bersama beliau ia menuturkan bahwa:

“Selama saya belajar tarekat dengan beliau, saya pribadi melihat beliau sebagai
sosok yang menyenangkan dan berada di dekat beliau selalu merasa nyaman”
(Prof. Muhammad Azis. M. Si. Wawancara pada tanggal 28, Maret,2023)

Sebagai mursyd tarekat K.H. Sahabuddin dikenal sebagai sosok yang gigih dan
tak kenal lelah. Perjuangannya membimbing jema’ah seringkali ditempuh dengan
jarak ratusan kilometer dengan hanya menunggang kuda menapaki perbukitan
yang terjal dan curam hingga ke pelosok-pelosok Polewali Mandar bersama istri
tercintanya, Hj. Hajaniah, yang merupakan sosok perempuan tabah dan selalu
setia mendampingi kemanapun K.H. Sahabuddin melangkahkan kaki, dalam
rangka membimbing ribuan jema’ah untuk mengenal Allah dan Rasulnya melalui
ajaran tarekat Qadiriyah. Jejak perjuangan K.H. Sahabuddin hingga kini masih
bisa kita dapati di Desa Ambopadang Kec. Tubbi Taramanu, Matangnga dan Desa
Sattoko Kecamatan Mapilli.

K.H. dikenal sebagai ulama yang zuhud dan wara’ yang telah mencapai
kema’rifatan kepada Allah. Menurut sebagian masyarakat dan murid tarekat
Qadiriyah di Desa Sepang Banua Banua, Kecamatan Limboro, pengaruh K.H.
Sahabuddin sangat kental hal tersebut dikarekan, beliau memiliki keunggulan
18

dalam menyampaikan ilmunya kepada masyarakat. Hal tersebut dikemukakan


oleh salah satu murid tarekat dan juga warga Desa Sepang:

“Mungkin karena beliau juga merupakan seorang profesor yang tentu menempuh
pendidikan yang tinggi, makanya dalam mengajarkan tarekat beliau sangat
edukatif dalam menyampaikan ilmu, jadi pengaruhnya di Desa Sepang benar-
benar besar, terbukti di Desa ini tidak ada tarekat lain selain tarekat Qadiriyah
yang masuk” (Ibrahim, Wawancara pada tanggal 30, April, 2023).

Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh K.H Sahabuddin dalam pengajiannya


merupakan ajaran-ajaran tasawuf yang lazim dalam kepustakaan sufistik. Namun
karena disampaikan dalam suatu tarekat yang dimana banyak dari murid tarekat
yang berasal dari masyarakat awam, maka memiliki sistemasi sendiri dalam
penyampaiannya, paling tidak sesuai dengan kebutuhan jama’ah-jama’ahnya.
Adapun tahapan pengajian yang diketahui oleh salah satu murid tarekat Qadiriyah
yakni:

“Dalam pengajian tarekat, tahapan pengajian terbagi atas tiga yakni, ilmu khusus
perempuan, ilmu khusus pemula dan ilmu khusus untuk yang telah berumur”
(Yahya, wawancara pada tanggal 30, April, 2023).

Keberhasilan beliau sebagai seorang mursyd tarekat Qadiriyah, terlihat dari


seberapa berkembangnya tarekat Qadiriyah saat ini. Hingga kini Tarekat
Qadiriyah menjadi tarekat yang paling banyak jema’ahnya di Provinsi Sulawesi
Barat, khususnya di Kabupaten Polewali Mandar.

4. Nilai Pendidikan dari Ajaran Tarekat Qadiriyah Dalam Pandangan K.H.


Sahabuddin

Tarekat sebagai wadah manusia untuk lebih dekat kepada sang penciptanya.
Dalam hal ini tarekat mampu membantu manusia untuk terus merasa dilindungi
dan diawasi oleh Allah SWT, sehingga timbul dalam diri agar selalu menghindari
segala macam pengaruh duniawi yang membuat manusia lupa pada Tuhan-Nya.
Pengaruh tarekat dalam kehidupan manusia sangat banyak, meskipun dengan
bertarekat tidak menjadikan manusia kaya dengan harta, namun akan selalu
19

merasa cukup dengan apa yang telah dimiliki. Tarekat tidak memiliki tujuan
negatif yang mampu membawa manusia terjerumus ke dalam kesesatan karena
pada dasarnya kunci dari tarekat itu sendiri ialah mencapai keridhaan Allah SWT.

Banyak sekali pengalaman yang ada dalam ajaran tarekat yang dapat dikaitkan
dengan Pendidikan secara umum, tujuan tarekat sejalan dengan pendidikan
diantaranya mengadakan latihan jiwa (riyadhah) yang bertujuan melawan hawa
nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat tercela yang diisi dengan
sifat-sifat terpuji melalui pembiasaan akhlak terpuji dalam berbagai segi
kehidupan. Tarekat juga bertujuan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT
melalui jalan pengamalan wiriddan dzikir diikuti tafakkur secara terus menerus.

Nilai pendidikan dari ajaran tarekat Qadiriyah menurut pandangan K.H.


Sahabuddin melekat kepada aspek keagamaan, di antaranya:

1) Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

2) Senantiasa merasa dalam pengawasan Allah SWT.

3) Amalan amalan berzikir yang mampu mempertebal keimanan hati


untuk lebih dekat kepada Allah SWT.

Dalam perspektif K.H. Sahabuddin terdapat juga tiga kontribusi tarekat Qadiriyah
dalam melahirkan generasi terdidik, yaitu:

1) Melahirkan pendidikan, ialah melalui ajaran tarekat Qadiriyah dapat


memberikan energi positif pada jama’ah. Dari energi positif inilah
mampu menjadikan manusia mencintai pendidikan.

2) Melahirkan prestasi, yang dimana melalui ajaran tarekat Qadiriyah


yang mampu meningkatkan kecintaan kepada pendidikan, menjadikan
manusia termotivasi untuk berprestasi dalam bidangnya masing-
masing.

3) Melahirkan moral, sebagaimana ajaran tarekat Qadiriyah yang juga


mengedepankan akhlak yang baik, tentu mengajarkan manusia untuk
20

memiliki moral serta wibawa, karena karakter yang baik terhadap


sesame manusia merupakan adab yang tinggi juga kepada Allah SWT.

Melihat pandangan K.H. Sahabuddin mngenai tarekat Qadiriyah, dapat


disimpulkan bahwa tarekat Qadiriyah memiliki kontribusi yang cukup besar.
dibawah bimbingan K.H. Sahabuddin tarekat Qadiriyah membawa pengaruh yang
cukup besar khususnya di Polewali Mandar dan Majene. Konsep pendidikan yang
diterapkan oleh beliau mampu menyebarkan pendidikan Islam yang sesungguhnya
kepada masyarakat luas melalui pengenalan ajaran tarekat Qadiriyah. Utamanya
dalam upaya menjadikan manusia yang berpengetahuan sesuai dengan perintah
Al-Qur’an dan hadist yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dan Rasulnya.

D. Pemikiran Prof. K.H. Sahabuddin Dalam Upaya Perkembangan


Keilmuan

Sebagai seorang ulama yang bergelar profesor, K.H. Sahabuddin memiliki


kontribusi dalam upaya perkembangan keilmuan. K.H. Sahauddin memiliki ide-
ide cemerlang, seperti terbentuknya perguruan tinggi di Polewali Mandar,
Universitas Al-Asyariah Mandar menjadi lembaga pendidikan yang melahirkan
sarjana-sarjana ukhrawi dan duniawi yaitu manusia yang memiliki kompetensi
keilmuan di bidangnya. Tekad yang kuat dan pemahaman yang mendalam K.H.
Sahabuddin mampu mendirikan sebuah kampus sebagai wadah menuntut ilmu
dan mencari jati diri.

K.H. Sahabuddin diberi gelar guru besar tasawuf Asia Tenggara oleh IAIN
Alauddin Makassar. Kecerdasan dan kegigihannya menjadikan beliau sebagai
tokoh intelektual yang mampu memajukan kampus, salah satunya kampus IAIN
Ambon. Semasa hidup, beliau banyak menulis artikel-artikel ilmiah dan menulis
buku dengan tujuan keilmuan, karya-karya beliaulah yang hingga kini dijadikan
pedoman bagi para muridnya. Adapun pemikiran pemikiran beliau yang
dituangkan dalam buku yang telah diterbitkan, diantaranya: Mutiara Bertumpuk
Dalam Lautan Ilmu Tauhid, Metode Mempelajari Tasawuf Menurut Ulama Sufi,
Nur Muhammad Pintu Menuju Allah, Menyibak Tabir Nur Muhammad.
21

K.H. Sahabuddin banyak menuangkan pemikirannya dengan menulis buku, yang


tentu selalu berkaitan dengan ilmu agama khususnya tasawuf. Sebagai salah satu
ulama dan juga pendidik yang dikenal sebagai guru besar tasawwuf, beliau
menulis buku yang bisa dijadikan rujukan bagi orang-orang yang ingin
mempelajari tasawuf. Dari pengalaman dan perjalanannya mempelajari tasawuf
dari gurunya yakni annangguru K.H. Muhammad Shaleh melalui tarekat
Qadiriyah, beliau melihat bahwa ilmu tasawuf merupakan salah satu ilmu yang
perlu dimasyarakatkan, oleh karena itu K.H. Sahabuddin menerbitkan buku yang
berjudul “Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf” agar dapat menjadi pedoman bagi
peminat dan penuntut ilmu tasawuf dalam memilah guru yang mampu
membimbing dalam memasuki dunia tasawuf sesuai dengan ajaran rasul
(Sahabuddin, 1996).

Selain buku “Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf”, K.H. Sahabuddin juga


memiliki karya lain yang bermuara pada pemikiran beliau mengenai konsep Nur
Muhammad. Dalam buku yang berjudul “Nur Muhammad Pintu Menuju Allah -
Telaah Sufistik Atas Pemikiran Syekh Yusuf al- Nabhani”. Buku tersebut
merupakan disertasi yang ditulis oleh beliau yang dimana berisi tentang kajian
K.H. Sahabuddin terkait konsep Nur Muhammad menurut Syekh Yusuf al-
Nabhaniy dan teori emanasi Plotinus. Karya tersebut dinilai menimbulkan
kontroversi perihal ada atau tidak adanya hubungan antara Nur Muhammad dan
konsep Roh Kudus dalam tradisi agama Kristen, bagaimana hal-ihwal pertemuan
antara Allah dan hambanya (Sahabuddin, 2002).

Dalam buku tersebut beliau berusaha menemukan pengertian Nur Muhammad


yang diajarkan oleh para sufi dan mencoba memberi kejelasan perihal kekaburan
makna Nur Muhammad yang selama ini dipahami secara dangkal dan parsial.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh K.H. Muh Sybli yang juga merupakan
putra beliau, dalam wawancara berikut:

“Pada buku Nur Muhammad, yang ditemukan “amba”, teori Nur Muhammad
menurut para ahli filsafat sama halnya dengan teori Plotinus, yang menganggap
bahwa Nur Muhammad itu merupakan emanasi atau perwujudhan, sehingga teori
22

Nur Muhammad dalam kajian ilmu tasawuf dianggap sebagai tasawuf falsafi dan
bukan lagi Ahlussunnah wal jama’ah. Itulah yang dibantah oleh K.H. sahabuddin
dalam buku tersebut dan lebih sepakat dengan konsep Nur Muhammad menurut
Syekh Yusuf al-Nabhani yang mengatakan bahwa Nur Muhammad itu “tercipta”
dan tidak “melimpah” sehingga terciptalah teori baru mengenai konsep Nur
Muhammad. Karna kontroversi yang ditimbulkan oleh disertasi beliau, makanya
beliau pernah dipanggil ke Kanada untuk mempresentasikan konsep Nur
Muhammad yang dikaji oleh beliau” (K.H. Muh Sybli, wawancara pada tanggal
22, Maret, 2023).

Tidak sampai disitu, pemikiran mengenai konsep Nur Muhammad, kembali


dituangkan K.H. Sahabuddin pada buku “Menyibak Tabir Nur Muhammad”.
Dalam buku tersebut K.H. Sahabuddin mengemukakan alasan alasan sehingga
teori mengenai Nur Muhammad perlu direposisi. Terdapat lima alasan didalamnya
yakni:

1) Selama ini Nur Muhammad dinilai hanya merupakan kajian yang


terpinggirkan dibandingkan dengan tema tema pokok lainnya dalam
ilmu tasawuf, dan hanya dibicarakan oleh orang orang yang
menekuni tarekat saja.

2) Kajian mengenai Nur Muhammad di perguruan tinggi islam


umumnya belum mendapat kajian yang serius utamanya bagi
mahasiswa yang sedang mempelajari ilmu tasawuf,

3) Sebagian orang hanya mengira Nur Muhammad hanyalah ilmu bagi


mereka yang menekuni tarekat, bahkan ada yang mengira bahwa
Nur Muhammad pengaruh dari teologi Kristen dan Helenisme
Yunani. Padahal Nur Muhammad merupakan ilmu yang bersumber
dari Islam dan mempunyai landasan teoritis dalam al- Qur’an dan
hadist Nabi Saw.

4) Banyak dari kalangan peneliti yang salah paham dan keliru dalam
memahami konsep Nur Muhammad.
23

5) Nur Muhammad bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan biasa dalam


tradisi tasawuf, namun Nur Muhammad adalah mediasi atau
penghubung antara seorang hamba dan Tuhannya (Sahabuddin,
2004).

Dalam buku tersebut juga mengemukakan pandangan keagamaan K.H.


Sahabuddin mengenai sayyid. Yang dimana menurut K.H. Sahabuddin, dalam
tradisi tarekat Qadiriyah yang dibinanya, sayyid memiliki kedudukan penting
dalam pandangan agama. Maka mereka yang mempunyai gelar sayyid dengan
mereka yang bukan sayyid, jelas berbeda. Terkait sayyid ini, beliau
mengemukakan beberapa pendapat yang jika disimpulkan, maka sayyid bukan
hanya sekedar silsilah atau sebutan bagi mereka yang memiliki hubungan darah
atau keturunan dari Nabi Saw. Akan tetapi menurut pandangan K.H. Sahabuddin,
sayyid memiliki posisi penting dan mengenal sayyid merupakan suatu ajaran
penting dalam ilmu tasawuf setidaknya dalam tarekat Qadiriyah, sebab mencintai
ahl al-bait merupakan ajaran inti dalam tasawuf. Hal tersebut dikarenakan dalam
tasawuf, mengenal Allah SWT adalah inti ajarannya, dan mengenal Allah SWT
hanya bisa terjadi jika kita dapat mengenal diri Rasulullah SAW. Oleh karena itu
untuk dapat mengetahui keutuhan kepribadian Nabi SAW. maka kita harus
mengetahui dan memahami secara komprehensif serta mencintai ahl al-bait- nya.
24

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan sub masalah yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas,
maka pada penelitian ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Prof. Dr. K.H. Sahabuddin merupakan seorang tokoh pendidik dan gurutarekat di Kabupaten
Polewali Mandar, lahir pada tanggal 27 September 1937 di Desa Sepang Banua Banua,
Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar. Ayahnya bernama H.P. Muhamma yang
lebih dikenal sebagai imam sepang Pua’ Muhamma, dan Ibundanya bernama Hj. Ruqiyah.
Beliau dikaruniai 7 orang putra putri dari Hj. Hajaniah Sahabuddin sang isteri tercinta. Secara
formal beliau pernah menempuh pendidikan di SD Banua Banua Kecamatan Limboro,
pendidikan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di Pesantren DDI Mangkoso
Kabupaten Barru Sulawesi Selatan pada tahun1953, PGAN Makassar tahun 1958, PGAN
Lengkap tahun 1962, Sarjana muda (BA) pada fakultas tarbiyah IAIN Alauddin Makassar tahun
1965, Sarjana lengkap (S1) IAIN Alauddin Makassar pada tahun 1972, dan menempuh
pendidikan Strata 3 (S3) di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2000. Dalam
memperoleh pendidikan informal Prof. Dr. K.H. Sahabuddin mempelajari tasawuf dengan
gurunya Annangguru K.H. Muhammad Shaleh dan Prof. Dr. Muhammad Alwi al- Maliki al-
Husaini. Diantara pengalaman kerja beliau, Prof. Dr. K.H. Sahabuddin pernah menjadi dosen
tetap di IAIN Alauddin Makassar, sebagai direktur SP. IAIN Alauddin tahun 1971-1975, Dekan
Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin di Ternate tahun 1976-1988, Dekan Fakultas Syariah IAIN
Alauddin di Ambon tahun 1988-1995, Membina perguruan tinggi swasta dan pesantren DDI di
Kabupaten Polmas dan menjadi wakil koordinator KOPERTAIS (Koordinator Perguruan Tinggi
Agama Islam Swasta) wilayah VIII/ Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya tahun 1996-2002. Adapun
pengalaman organisasi beliau yakni sebagai bendahara PMII Provinsi Sulawesi Selatan tahun
1964-1976, Katib Awwal Syuriah NU Sulsel tahun 1967-1972, Wakil Ketua Syuriah NU Sulsel
tahun 1995-2002, Ketua MDI Profinsi Maluku tahun 1988-1995 dan menjadi aggota DPRD
Profinsi Sulawesi Selatan tahun 1967-1971.

2. Sebagai tokoh pendidik dan juga figur ulama yakni sebagai mursyid tarekat, Prof. Dr. K.H.
Sahabuddin memiliki peran ganda, yang dimana peran penting di bidang pendidikan, dapat
terlihat pada upaya beliau dalam mengembangkan pendidikan di Kabupaten Polewali Mandar
25

yakni dengan membina dan mendirikan sekolah dan perguruan tinggi, Universitas Al-Asyariah
Mandar merupakan wujud kepedulian beliau terhadap pendidikan di Polewali Mandar. Konsep
pendidikan yang beliau terapkan yakni lebih mengedepankan kepada penanaman karakter dan
perbaikan akhlak, yang dimana mampu menyeimbangkan antara kecerdasan intelektual dan
kecerdasan emosional atau spiritual, menjadikan UNASMAN tidak hanya sebagai salah satu
komponen pendidikan di Polewali Mandar, namun juga menjadi pusat keagamaan dan
kebudayaan Mandar. Sedangkan peranan beliau sebagai mursyd tarekat dapat dilihat pada
keberhasilan beliau dalam mengembangkan ajaran tarekat Qadiriyah di Sulawesi Barat hingga
sampai ke Ambon.

3. Sebagai seorang ulama yang memiliki gelar pendidikan profesor, K.H. Sahabuddin memiliki
kontribusi dalam upaya perkembangan keilmuan. Prof. Dr. K.H. Sahabuddin menuangkan
pemikiran-pemikirannya dengan menulis artikel-artikel ilmiah dan menulis buku. Adapun
pemikiran pemikiran beliau yang dituangkan dalam buku yang telah diterbitkan, diantaranya:
Mutiara Bertumpuk Dalam Lautan Ilmu Tauhid, Metode Mempelajari Tasawuf Menurut Ulama
Sufi, Nur Muhammad Pintu Menuju Allah, Menyibak Tabir Nur Muhammad.

Anda mungkin juga menyukai