Anda di halaman 1dari 13

NAMA : ARFAN YUZA.

A
NIM : 20031126
TUGAS : ANALISIS KRITIS

ANALISIS KRITIS 1

A. Referensi

Rendahnya Kompetensi guru jadi masalah pendidikan indonesia


( Berita Online republika : https://republika.co.id/berita/pq53k5368/rendahnya-
kompetensi-guru-jadi-masalah-pendidikan-indonesia)
Penulis : Dwi Murdaningsih

B. Tujuan Penulisan

1. Mengukur ke profesionalitas guru pada zaman sekarang

2. Menganalisis kelemahan guru pada zaman modern

C. Metode

1. Terjun langsung ke lapangan

D. Teori/konsep yang di rujuk pada artikel

Permasalahan pendidikan di Indonesia masih menjadi topik perbincangan yang hangat. Berbagai
pihak, baik para pakar pendidikan maupun masyarakat awam sepakat bahwa sistem pendidikan di
Indonesia “menderita sakit” yang berkepanjangan.

Hesti telah bertugas sejak September 2018 lalu. Dia bertanggungjawab mendampingi 3 sekolah,
terdiri dari 2 MI dan 1 SD. Dari interaksi setiap hari dengan para guru inilah, Hesti menemukan bagaimana
realita pendidikan Indonesia sebenarnya. “Tugas ini menyadarkan saya bahwa salah satu penyebab ‘sakit’-
nya pendidikan di Indonesia ini adalah rendahnya kompetensi para guru,” ungkap Hesti.

Hesti juga menyadari bahwa pergantian menteri pendidikan dan pergantian kurikulum belum
mampu menjawab permasalahan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya yang terkait
dengan profesionalitas guru. “Di tahun 2017 dari 3,9 juta guru yang ada saat ini sebanyak 25 persen masih
belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52 persen guru belum memiliki sertifikat profesi.
Sementara, dalam menjalankan tugasnya seorang guru harus memiliki empat kompetensi, yakni
kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Keempat kompetensi ini belum saya lihat ada
semuanya di figur seorang guru, terutama di tempat saya bertugas,” tulis Hesti dalam rilisnya.

Di salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang Hesti dampingi, lima dari sembilan guru yang ada
bukanlah sarjana pendidikan. Lima orang guru tersebut hanya tamatan SMA, tiga orang di antaranya
tengah kuliah Semester 4 jurusan PGSD. “Hal ini tentu berdampak pada tidak memadainya kompetensi
yang dimiliki para guru tersebut dalam mengajar, terutama kompetensi pedagogik dan kompetensi
profesional,” kata Hesti.
Berbeda kasus di sekolah dasar yang juga didampingi Hesti. Empat belas orang gurunya telah
bergelar Sarjana Pendidikan dan salah satunya kini tengah menempuh pendidikan S2. Namun ironisnya,
guru-guru tersebut tidak mau mengembangkan dirinya untuk menambah pengetahuan dan
kompetensinya dalam mengajar. “Mereka merasa telah cukup dengan ilmu dan pengetahuan yang kini
mereka miliki. Guru-guru tersebut juga tidak pernah menggunakan media pembelajaran, dan selalu
mengajar dengan metode ceramah atau penugasan saja,” ucap Hesti.

Fenomena tersebut membuat pembelajaran yang seharusnya berpusat pada siswa sesuai dengan
Kurikulum 2013, menjadi tidak terwujud. Guru tetaplah “teko” dan siswa tetaplah “gelas”.
Konsekuensinya siswa akan selalu pasif menunggu ilmu dari guru. Padahal dalam UU No. 14 Tahun 2015
Tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru adalah agen pembelajaran yang harus menjadi
fasilitator, motivator, dan pemberi insipirasi belajar bagi peserta didik.

Dirinya juga menambahkan dasar hukum yang lain. Dalam UU Guru dan Dosen Pasal 20 juga telah
dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, seorang guru berkewajiban untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan, sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Dua kasus tersebut hanya sebagian kecil dari permasalahan tentang kualitas guru yang Hesti
temukan di lapangan. “Dua kasus tersebut telah mampu menggambarkan betapa kualitas guru mampu
berimbas pada keberhasilan pendidikan di Indonesia. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan nyata
untuk membenahi masalah kualitas guru ini, maka kemajuan pendidikan di Indonesia tetaplah sebatas
angan-angan belaka,” ucap Hesti.

E. Refleksi

Pemerintah dengan segala kekuatan yang dimilikinya telah berupaya mencarikan “obat” yang tepat
untuk mengatasinya. Lembaga-lembaga kemasyarakatan pun kini telah banyak terjun membantu
mengatasi berbagai permasalahan pendidikan Indonesia ini. Namun hingga kini pendidikan Indonesia
masih belum mengalami kemajuan yang signifikan.

Banyak penyebab rendahnya profesionalisme guru. Diantaranya adalah guru tidak memiliki latar
belakang keilmuan yang sesuai, rendahnya minat untuk mengembangkan diri, masih ada guru yang
nyambi, dan tidak berfungsinya organisasi profesi guru
Beberapa masalah pokok yang menyebabkan minimnya kisi-kisi yang dimiliki guru-guru adalah
karena ketidakpahaman. Oleh karena itu, untuk mendorong guru agar termotivasi menyusun kisi-kisi
pada instrument penilaiannya perlu dilakukan pendampingan.
ANALISIS KRITIS 2

A. Referensi

Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran yang Efektif


Melalui Pelaksanaan Supervisi Klinis dengan Mengikuti Alur Pembelajaran Inkuiri I
Penulis : Made Suyasa
JP2, Vol 2 No 3, Tahun 2019 p-ISSN : 2614-3909 e-ISSN : 2614-3895

B. Tujuan Penulisan
Penelitian tindakan Sekolah yang dilakukan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif di SD Negeri 2 Gianyar pada semester II tahun
pelajaran 2017/2018 melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquir

C. Metode
Data hasil penelitian ini dikumpulkan dengan cara melakukan supevisi dengan instrumen. Dalam
menganalisis data yang diperoleh digunakan metode analisis deskriptif.

D. Teori/konsep yang di rujuk pada artikel


Pembelajaran di sekolah akan sangat efektif apabila guru melaksanakannya dengan memahami
peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diajarnya. Di samping pemahaman akan hal-hal tersebut
keefektipan itu juga ditentukan oleh kemampuan guru untuk merubah paradigma pengajaran menjadi
pembelajaran. Beberapa model pembelajaran terbaru harus diupayakan guru demi berhasilnya
pengembangan intelektual, sosial dan emosional yang akan berperan sebagai kunci penentu menuju
keberhasilan peningkatan hasil belajar. Fungsi mata pelajaran yang diampu perlu untuk dipahami oleh
pengawas untuk mempersiapkan guru mampu merefleksikan pengalamannya sendiri, pengalaman orang
lain, mengungkapkan gagasan-gagasan dan perasaan serta memahami beragam nuansa makna. Di
samping mengetahui peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diampu, sebagai seorang guru juga
diperlukan untuk mampu menerapkan beberapa alur dan metode ajar sehingga paradigma pengajaran
dapat dirubah menjadi paradigma pembelajaran. Kelemahan-kelemahan di lapangan selama proses
pembelajran yang dilakukan di SD Negeri 2 Gianyar pada semester II tahun pelajaran 2017/2018 yang
menyebabkan rendahnya kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, tidak
sepenuhnya disebabkan oleh faktor luar seperti kesibukan guru, keadaan rumah tangga, lingkungan dan
lain-lain.
Kelemahan-kelemahan yang ada banyak pula dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri
seperti kemauan menyiapkan bahan yang lebih baik, kemauan menyiapkan mediamedia pembelajaran
yang menarik. Semua uraian di atas menunjukkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan
kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan
mengikuti alur pembelajaran inquiri. Apabila betul-betul guru menguasai dan mengerti tentang hal-hal
tersebut dapat diyakini bahwa kemampuan guru dalam proses pembelajaran bisa ditingkatkan. Namun
kenyataannya kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif di SD Negeri 2
Gianyar hanya mencapai rata-rata 72,76 dengan kualifikasi C (cukup) yaitu ketuntasan guru hanya
mencapai 19,04%.

Hal ini sangat jauh dari indikator keberhasilan yang mengharapkan kualifikasi A (amat baik)
dengan rentang nilai dari 86-100. Melihat kesenjangan antara harapan-harapan yang telah disampaikan
dengan kenyataan lapangan sangat jauh berbeda, dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan sangat
perlu kiranya dilakukan perbaikan cara pembelajaran. Salah satunya adalah perbaikan pembelajaran
dengan pelaksanaan supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquiri Sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif. Oleh karenanya
penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan. Rumusan masalah dalam penelitian ini terurai sebagai
beriku: Apakah penerapan supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquiri mampu
meningkatkan kemampuan guru dalam dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif di SD
Negeri 2 Gianyar pada semester II tahun pelajaran 2017/2018? Tujuan penelitian ini adalah Untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif di SD
Negeri 2 Gianyar pada semester II tahun pelajaran 2017/2018 melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan
mengikuti alur pembelajaran inquiri.

E. Refleksi
Melalui supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquiri dapat meningkatkan
kemampuan guru di SD Negeri 2 Gianyar dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif pada
semester II tahun pelajaran 2017/2018. Ini didukung dengan bukti-bukti dari hasil analisis data
kemampuan awal guru masih cukup rendah, bahnyak hal belum mampu dilaksanakan sudah dibenahi.
Pada siklus I sudah terjadi peningkatan yang lebih baik dimana banyak unsur yang mesti dilakukan dalam
proses pembelajaran sudah dilakukan. Pada akhir siklus II bahkan kemampuan guru-guru sudah cukup
baik. Hal-hal yang belum dilakukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran sebelumnya sudah dilakukan
dan terjadi kenaikan nilai yang diharapkan. Analisis secara kuantitatif sudah membuktikan bahwa melalui
supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquiri dapat meningkatkan kemampuan guru di SD
Negeri 2 Gianyar dalam melaksanakan proses pembelajaran yang efektif pada semester II tahun pelajaran
2017/2018.

Perolehan skor awal baru mencapai rata-rata 72,76 dengan ketuntasan hanya mencapai 19,04%,
membuktikan bahwa kemampuan guru-guru dalam melakukan proses pembelajaran masih rendah
namun pada akhir siklus I setelah pelaksanaan supervisi klinis dengan mengikuti alur pembelajaran inquiri
mulai dilaksanakan, sudah terjadi peningkatan perolehan skor menjadi 78,38, bahkan pada akhir siklus II
peningkatannya sudah sangat baik dengan perolehan skor 89,04. Bila dilihat persentase keberhasilannya,
pada awalnya baru memperoleh 19,04%, setelah siklus I mencapai 33,33% dan pada akhir siklus II telah
memperoleh peningkatan yang tajam dengan perolehan yang menggembirakan yaitu 100 % dengan
kriteria “Amat Baik”.
ANALISIS KRITIS 3

A. Referensi
Pengaruh Kurangnya Literasi serta Kemampuan dalam Berpikir Kritis yang Masih
Rendah dalam Pendidikan di Indonesia
Penulis :Azmi Rizky Anisa , Ala Aprila Ipungkarti , dan Kayla Nur Saffanah
Current Research in Education: Conference Series Journal
Vol. 01 No. 01 Tahun 2021 Paper 006

B. Tujuan Penulisan
Kurangnya literasi dan rendahnya kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu kendala yang
terjadi di pendidikan di Indonesia. Hal ini berdasarkan fakta dari beberapa siswa yang masih rendah minat
baca dan tidak dapat berpikir kritis dalam memperoleh informasi yang terpercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan informasi. Oleh karena itu, diperlukan beberapa upaya untuk meningkatkan
minat baca pada anak dan kemampuan berpikir kritis bagi setiap individu dengan harapan menciptakan
emas generasi yang mampu bersaing secara global. Sehingga makalah ini dilatarbelakangi oleh langkah-
langkah yang dilakukan dalam literasi pendidikan di Indonesia, dampaknya rendah budaya literasi,
rendahnya peringkat literasi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain, dan rendahnya
kemampuan berpikir kritis dalam pendidikan.

C. Metode
Metode kuantitatif

D. Teori/konsep yang di rujuk pada artikel


Pada saat ini, pendidikan di Indonesia memiliki peringkat yang masih terbilang rendah
dibandingkan dengan negara lain dalam aspek sistem pendidikan. Ada beberapa penyebab pendidikan di
Indonesia masih rendah dibanding dengan negara-negara lainnya. Salah satunya yaitu pengaruh
kurangnya literasi atau minat baca pada siswa maupun mahasiswa serta kemampuan dalam berpikir
kritis (critical thinking) yang masih rendah. Pada hakikatnya, membaca merupakan gudang ilmu atau
jendela dunia. Karena dengan banyak membaca, kita dapat mengetahui banyak hal yang tidak kita
ketahui sebelumnya. Semakin kita rajin membaca, maka dapat dipastikan kita akan semakin banyak tahu
dan banyak bisa. Ini artinya, jika seseorang memiliki banyak pengetahuan, maka pengetahuan itu secara
tidak sadar akan membantu dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya bahkan belum
dikuasai.
Pengaruh rendahnya minat baca atau literasi yang terjadi Indonesia ini juga disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor pertama, belum ada kebiasaan membaca sejak dini. Kedua, fasilitas pendidikan
yang masih minim. Dan yang terakhir adalah karena masih kurangnya produksi buku di Indonesia.
Adapun Salah satu permasalahan yang sedang dihadapi dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah
yang ada di Indonesia ini adalah rendahnya tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
kegiatan membaca yang ada di sekolah. Terdapat Rendahnya tingkat kemampuan berpikir kritis pada
siswa biasanya terjadi disebabkan karena pada saat proses dilakukannya suatu pembelajaran dalam
sehari-hari dinilai kurang cukup efektif dalam mengembangkan sebuah minat, bakat, dan potensi yang
ada di dalam diri para siswa. Menurut Sanjaya (2006: 3) mengatakan bahwa “seorang guru memiliki
pengaruh yang besar di dalam sebuah proses pendidikan ” [1]. hal tersebut saling berkaitan dengan
betapa berartinya menjadi seorang guru yang merupakan kunci dari keberhasilan di dalam sebuah
pendidikan.

E. Refleksi
Berdasarkan hasil penelitian dan survey yang telah lakukan, didapatkan sebuah hasil yang kurang
selaras. Hal ini ditunjukkan dari hasil survey dari UNESCO yang mengatakan bahwa minat membaca
masyarakat Indonesia masih rendah namun dari hasil survey yang kami lakukan menunjukkan hasil yang
sebaliknya.Setelah kami analisis, kami dapat menarik kesimpulan mengenai ketidakselarasan yang terjadi.
Kami berasumsi bahwa ketidakselarasan ini berasal dari perbedaan durasi waktu yang dilakukan juga
target sasaran serta jumlah responden yang berbeda jauh.Namun pada dasarnya, kegiatan gemar
membaca harus tetap ditingkatkan bahkan harus menjadikannya sebuah budaya demi masa depan cerah
yang dimiliki setiap generasi penerus bangsa. Sehingga pentingnya meningkatkan literasi di Indonesia
untuk masa depan penerus bangsa dengan ilmu-ilmu yang didapat dari hasil membaca di kehidupan
sehari-hari yang dapat dilakukan oleh para volunteer muda yang cerdas dan sukses sebagai wujud nyata
keberhasilan dari gemar membaca.. serta perlunya menanamkan kesadaran diri untuk minat baca dan
kemampuan kritis yang masih rendah.
ANALISIS KRITIS 4

A. Referensi
PROBLEMATIKA RENDAHNYA KEMAMPUAN LITERASI SISWA DI SEKOLAH
DASAR
Penulis : Sri Dewi Nirmala
PRIMARY: JURNAL PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR VOLUME 11 NOMOR
2 APRIL 2022
B. Tujuan Penulisan
Artikel ini membahas tentang analisis masalah dan faktor disebabkan oleh rendahnya kemampuan
literasi siswa, khususnya di sekolah dasar

C. Metode
Metode deskriptif

D. Teori/konsep yang di rujuk pada artikel


Pengembangan kemampuan literasi pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam
pengembangan literasi, sebagai berikut: (1) Perkembangan literasi pada masa usia dini. Newfoundland
Labrador Education (2013:11- 19) menyatakan bahwa pengembangan bahasapada usia dini merupakan
faktor kunci dalam literasi; (2) Gender. Hasil survei PIRLS dan PISA menunjukkan bahwa perbedaan
gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi.; (3) Sosial ekonomi
keluarga faktor sosial ekonomi keluarga berkontribusi terhadap peningkatan kemampuan literasi siswa.
Hemmerechts, et al. (2016: 14), menemukan hubungan positif antara keterlibatan awal kegiatan literasi
dan literasi membaca dengan pendidikan orang tua. Anak-anak dari keluarga sosial keluarga rendah
mengalami kesulitan dalam pengembangan literasi dibanding anak-anak yang berasal dari keluarga
sosial ekonomi kelas tinggi; (3) Kolaborasi antara siswa dengan keluarga.

Penelitian Ministry of Education an Employment (2014: 25), menunjukkan bahwa siswa yang
memiliki tingkat kemampuan literasi yang baik adalah siswa yang memiliki orangtua/keluarga yang
peduli dan memiliki waktu untuk membimbing anak dalam membaca.; (4) Kegiatan membaca di luar
sekolah. Siswa yang memiliki kemampuan literasi tinggi memiliki kebiasaan membaca di luar sekolah
(Shiel, G., & Eivers, E., 2016: 351); (5) Kegiatan membaca di sekolah. Kegiatan membaca di sekolah
memiliki peranan sangat penting terhadap peningkatan literasi siswa (Newfoundland Labrador
Education, 2013: 22); (6) Penggunaan strategi dalam membaca. Strategi dalam membaca dalam hal ini
adalah strategi yang dipilih guru dalam proses pembelajaran; dan (7) Hubungan antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Swan, Deanne W., (2010: 107) menyatakan bahwa pengembangan literasi
anak-anak muncul melalui interaksi dengan lingkungan mereka baik di rumah melalui literasi dini, di
sekolah dan di masyarakat.
E. Refleksi
Kemampuan literasi merupakan kemampuan yang menjadi tuntutan bagi pembelajaran di Abad
21. Kemampuan literasi juga merupakan kemampuan yang dituntut dalam Kurikulum 2013 di sekolah
dasar khususnya pada muatan pelajaran bahasa Indonesia selain kemampuan lain, yakni kemampuan
berbahasa dan bersastra. Namun demikian, hingga saat ini kemampuan literasi siswa sekolah dasar
khususnya di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat masih tergolong memprihatinkan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dihasilkan dari data angket, wawancara, dan observasi, terdapat beberapa faktor
penyebab yang mengakibatkan rendahnya kemampuan literasi. Faktor-faktor penyebab tersebut yakni:
(1) keadaan sosial ekonomi keluarga; (2) komunikasi dan bimbingan terhadap anak pada usia dini; (3)
komunikasi dan bimbingan belajar pada masa sekolah; (4) fasilitas/koleksi buku bacaan di rumah; (5)
fasilitas HP, komputer, televisi; (6) gender; (7) hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat; dan
(8) penggunaan strategi/model dalam pembelajaran membaca. Melalui temuan hasil penelitian mengenai
faktor penyebab kemampuan literasi siswa ini, diharapkan dapat menjadi alternatif solusi dalam
mengembangkan kebijakan dalam pembelajaran secara khusus, dan umumnya kebijakan pendidikan guna
peningkatan kemampuan literasi masa mendatang.
ANALISIS KRITIS 5

A. Referensi
UPAYA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU DI INDONESIA
Oleh: Mustofa (Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4 Nomor 1, April 2007
B. Tujuan Penulisan
1. Upaya pengembangan profesionalitas guru di indonesia
C. Metode
Metode deskriptif

D. Teori/konsep yang di rujuk pada artikel


Dengan mengingat berat dan kompleksnya membangun pendidikan, adalah sangat penting untuk
melakukan upaya-upaya guna mendorong dan memberdayakan tenaga pendidik untuk semakin
profesional. Hal ini tidak lain dimaksudkan untuk menjadikan upaya membangun pendidikan kokoh, serta
mampu untuk terus menerus melakukan perbaikan ke arah yang lebih berkualitas. Profesionalisme guru
dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru
Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Mutu dan
profesionalisme guru memang belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas
dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Kualitas guru di Indonesia
dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar dalam
Adiningsih (2002).

Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK
tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0- 100, artinya hanya
menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain,
seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh
dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang
lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa
40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini
menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia. Bagaimana dapat dikatakan profesional jika
penguasaan materi mata pelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika
masih ada 33% guru yang mengajar di luar bidang keahliannya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002)
bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be
necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside
their specialties.

E. Refleksi
Profesi guru merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa. Guru
merupakan unsur dominan dalam suatu proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan banyak
ditentukan oleh kualitas pendidik dalam menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat. Oleh karena itu,
upaya-upaya untuk terus mengembangkan profesi guru menjadi suatu syarat mutlak bagi kemajuan suatu
bangsa. Meningkatnya kualitas pendidik akan mendorong pada peningkatan kualitas pendidikan baik
proses maupun hasilnya.

Upaya pemerintah untuk terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan
dihormati sejajar dengan profesi lainnya terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang berusaha mengembangkan profesi pendidik melalui perlindungan hukum. Pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan
persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai
perguruan tinggi. Program penyetaraan Diploma II bagi guruguru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan
Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi, dan pembentukan PKG (Pusat
Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru). Di samping itu adanya peningkatan kesejahteraan dengan
mengupayakan adanya tunjangan profesi guru. Dalam pengembangan profesi guru, hal yang penting
adalah membangun kemandirian di kalangan guru sehingga dapat lebih mampu untuk mengaktualisasikan
dirinya guna mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dalam hubungan ini tujuh pelajaran seperti yang
dikemukakan oleh Prof. Idochi dapat menjadi dasar pengembangan tersebut, sehingga dapat tumbuh
sikap inovatif guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik masyarakat menuju kehidupan
yang lebih baik dan berkualitas

Anda mungkin juga menyukai