Anda di halaman 1dari 3

Domba sejak zaman dahulu mulai diternakkan orang.

Ternak domba
yang ada saat ini merupakan hasil seleksi selama berpuluh-puluh tahun, sejak masa
neolitik. Pusat domestikasi domba diperkirakan berada dekat dengan laut Kaspia,
tepatnya berada di daerah Stepa Aralo-Caspian. Peternakan domba ini kemudian
berkembang ke arah timur, yaitu Sub-kontinen India dan Asia Tenggara; ke barat,
yaitu ke Asia Barat, Eropa, dan Afrika; kemudian ke Amerika, Australia, dan
Kepulauan Tropik Oceania. Domba yang dikenal di seluruh dunia sekarang ini
berasal dari keturunan domba liar, yaitu Moufflon atau Ovis Musimon; Argali atau
Ovis Ammon; Urial atau Ovis Vignei; dan Ovis Arkel. Domba-domba tersebut
didomestikasi pada saat kambing juga mengalami domestikasi. Namun, yang
didomestikasi terlebih dahulu adalah kambing, kemudian baru domba.
Di Indonesia, ternak domba diduga telah mulai dikenal sejak nenek
moyang pertama Bangsa Indonesia mendiami Indonesia.  Asal-usul domba tersebut
diperkirakan berasal dari pedagang-pedagang yang membeli rempah-rempah di
Indonesia pada zaman dahulu. Pedagang tersebut pada umumnya termasuk bangsa
ekor gemuk. Beberapa ternak domba yang sekarang ada di Indonesia antara lain
domba ekor gemuk, domba priangan, dan domba-domba lokal lainnya yang
tersebar luas di seluruh nusantara memberi petunjuk bahwa nenek moyang pertama
bangsa Indonesia telah melakukan domestikasi terhadap ternak domba.

Tahun 2018 lalu merupakan tahun baik bagi peternak domba, sebab
kabar ekspor dengan jumlah yang banyak telah muncul di berbagai berita. Diawali
dengan kabar ekspor ke Malaysia sebanyak 60.000 ekor domba ekor tipis jantan
dikirim dengan nilai ekspor sekitar Rp 108 miliar pada Juni tahun lalu. Tren ini
dilanjutkan dengan berita pada awal Desember lalu bahwa Indonesia akan ekspor
lagi, kali ini ekspor domba Garut ke Uni Emirat Arab sebanyak 300 ekor dengan
nilai potensi ekspor sekitar Rp 3,04 miliar.

Tentu hal tersebut menjadi momentum bagi para peternak domba untuk
dapat mengembangkan usahanya, terutama meningkatkan kualitas menjadi layak
ekspor. PT Inkopmar Cahaya Buana selaku perusahaan trading yang mengekspor
domba-domba tersebut, memiliki andil untuk mengumpulkan domba layak ekspor
dari peternak lokal. Perusahaan ini membeli domba dengan harga per bobot hidup
yang cukup tinggi dari peternak, yaitu Rp 36.500/kg.

Domba Garut telah ditetapkan sebagai rumpun domba lokal Indonesia


asal Kabupaten Garut Jawa Barat pada Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
2914/Kpts/OT.140/2011. Domba Garut memiliki sejumlah nilai ekonomis, yaitu
sebagai ternak potong dan hobi. Domba Garut sebagai ternak hobi sudah lama
digandrungi oleh masyarakat dari banyak lapisan masyarakat.

Domba Garut "jawara" memiliki nilai jual yang tinggi. Peternak domba
Garut banyak menjadikan ternaknya khusus untuk memenangkan kontes.
Perawatannya pun khusus dilakukan, sehingga domba Garut dapat tampil saat
kontes dengan kondisi prima. Domba Garut memiliki tanduk yang besar, tajam,
dan melingkar sehingga dibudidayakan oleh masyarakat pada kegiatan Seni
Ketangkasan Domba Garut (SKDG).

Domba Garut atau dalam bahasa latin disebut ovis aries merupakan
campuran dari perkawinan antara domba lokal dengan domba jenis capstaad dari
Afrika Selatan dan domba merino dari Australia.

Domba capstaad sudah ada lebih dulu di Garut, sementara domba


merino baru didatangkan ke Garut pada abad ke-19. Dari ketiga jenis domba itulah,
lahir varietas baru yang kemudian disebut domba Garut. Awal mula domba garut
berasal dari daerah limbangan Kabupaten Garut

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2016


menunjukkan populasi domba Indonesia didominasi oleh Provinsi Jawa Barat
sekitar 69%. Di samping telah adanya pasar besar di luar negeri, produksi yang
baik dari dalam negeri tentu harus diseimbangkan. Hal ini tentu menjadi kekuatan
Provinsi Jawa Barat untuk tekun mengembangkan domba Garut.
Penelitian mengenai potensi domba Garut secara kuantitatif maupun
kualitatif pun telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Domba Garut memiliki
persentase karkas yang cukup besar hingga mencapai 49,10%. Pemeliharaannya
pun cocok di daerah tropis, sebab domba memiliki tingkat kepekaan stress panas
yang lebih rendah daripada sapi. Pakan yang diberikan termasuk mudah, apalagi
bila menggunakan formulasi pakan yang tepat dapat mengefisienkan biaya yang
digunakan.

Domba memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan


dengan sapi. Namun, terdapat sugesti masyarakat mengenai daging domba yang
bau dan menyebabkan kolesterol. Hal ini haruslah lekas dihilangkan, sebab tidak
sesuai kenyataan. Daging domba harus diolah dengan baik untuk menepis sugesti
tersebut sehingga dapat dikonsumsi lebih mudah di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai