Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 3 DAN


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 6
GEMOLONG SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi


Magister Pendidikan Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Oleh:
AHMAD MUZAID
NIM: O. 100 160 003

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017 M/1439 H
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 3
DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 6
GEMOLONG SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2016/2017

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam. (2) menganalisis kelebihan-
kelebihan dari penerapan pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam. (3)
menganalisis hambatan dalam penerapan pembelajaran kontekstual pendidikan agama
Islam serta solusi penyelesaiannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian dilakukan di SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6
Gemolong Sragen. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan
dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran kontekstual Pendidikan
Agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong, dilaksanakan berdasarkan
kurikulum dan silabus yang telah ditetapkan, yang dijabarkan dalam bentuk RPP oleh
guru pendidikan agama Islam. Pelaksanaan pembelajaran kontekstual dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek (1) Constructivism, (2) Inquiry, (3) Questioning
(Bertanya), (4) Learning Community (Masyarakat Belajar), (5) Modeling
(Pemodelan), (6) Reflection (Refleksi), dan (7) Penilaian produk (kinerja). Kelebihan
dari pembelajaran kontekstual pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu: (1)
Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (2) Metode pembelajaran
kontekstual menuntut siswa untuk menemukan pengetahuan sendiri (3) siswa lebih
berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran, (4) pembelajaran tidak terbatas pada
ruang kelas, (5) pembelajaran yang dilakukan di luar ruang kelas lebih
menyenangkan dan tidak membosankan, (6) siswa bebas untuk menemukan
pengetahuan sendiri. Hambatan dalam pembelajaran kontekstual pendidikan agama
Islam (1) Proses pembelajaran kontekstual memerlukan waktu yang cukup lama, (2)
Guru masih sulit untuk mengendalikan siswa khususnya dalam proses
kontruktivisme. (3) Untuk melaksanakan proses perpindahan dari pengamatan, yang
dilakukan oleh siswa, menjadi pemahaman, tidak mudah (4) Siswa sering kurang
memahami dan tidak siap untuk belajar menemukan permasalaha, sehingga proses
pembelajaran berikutnya menjadi terganggu.

Kata Kunci: penerapan; pembelajaran kontekstual; pendidikan agama Islam

ABSTRACT

The purpose of this study is to (1) describe the implementation of contextual


learning of Islamic education. (2) analyzing the advantages of applying contextual
learning of Islamic education. (3) to analyze obstacles in the application of contextual
learning of Islamic education and its solution solution. This type of research is
qualitative research. The research was conducted at SMK Muhammadiyah 3 and
SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen. Technique of collecting data by

1
interview, observation and documentation. The analysis technique used is descriptive
qualitative. The results showed that the implementation of contextual learning of
Islamic Religious Education in SMK Muhammadiyah 3 and 6 Gemolong,
implemented based on the syllabus and set syllabus, which is described in the form of
RPP by Islamic religion education teachers. The implementation of contextual
learning is carried out by considering aspects of (1) Constructivism, (2) Inquiry, (3)
Questioning, (4) Learning Community, Modeling, Reflection, , and (7) Product rating
(performance). The advantages of contextual learning of learning Islamic religion
education are: (1) Learning process becomes more meaningful and real (2)
Contextual learning method requires students to find their own knowledge (3) more
students participate in following learning, (4) learning is not limited to classroom, (5)
learning done outside the classroom is more fun and not boring, (6) students are free
to find their own knowledge. Obstacles in contextual learning Islamic religion
education (1) Contextual learning process takes a long time, (2) Teachers are still
difficult to control students, especially in the process kontruktivisme. (3) To perform
the process of moving from observation, done by the students, to be understanding,
not easy (4) Students often lack understanding and are not ready to learn to find
problems, so that the next learning process becomes disturbed.

Keywords: aplication; contextual learning; Islamic religion education

1. PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utamadalam keseluruhan
proses pendidikan di sekolah. Ini berarti keberhasilan pendidikan berpulang pada
aktivitas pembelajaran yang dilaksanakan. Pembelajaran pada dasarnya selalu
terkait dua belah pihak yaitu: pendidik dan peserta didik. Keterlibatan dua pihak
tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (human interaction).
“Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar”.1 Itu artinya pembelajaran bukanlah aktivitas spontan,
tapi aktivitas yag terencana mulai dari penentuan materi, metode sampai pada
penggunaan instrumen evaluasi pada seluruh mata pelajaran, termasuk mata
pelajaran PAI.
Tujuan utama pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang adalah
adalahuntuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan

1
Dimyati dan Mudjiono.Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010).
hlm. 89

2
pemupukan pengetahuan, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara. Bukan sekedar proses
penyampaian pengetahuan tentang agama Islam, seperti yang terjadi selama ini,
namun lebih ditekankan pada hasil pembelajaran yang berupa sikap dan perilaku
siswa.
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara umum masih
terkendala dengan berbagai permasalahan yaitu: Pertama, pendekatan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang cenderung masih bersifat normatif
dan teoritis, sehingga kurang menyentuh pada nilai-nilai kehidupan keseharian
(kontekstual), kedua rendahnya kreatifitas guru untuk pengayaan kurikulum dan
dalam penggunaan berbagai metode pembelajaran, sehingga proses pembelajaran
cenderung monoton, dalam proses pembelajaran juga sering terlihat peserta didik
lebih banyak diberi tahu oleh gurunya melalui ceramah dan bukan mencari tahu
sendiri, ketiga, sarana dan prasarana PAI yang kurang mendukung.Sehingga
pembelajaran PAI dipandang belum bisa mengembangkan potensi afektif dan
psikomotorik siswa, karena Pendidikan Agama masih berkutat pada kisaran
kognitif semata.
Namun di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 3 dan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 6 Gemolong, pelaksanaan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam telah diselenggarakan dengan menerapkan
model-model pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup dalam pengembangan prakarsa dan kreatifitas peserta didik.
Salah satu model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam
menyelenggarakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah model
pembelajaran kontekstual, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan
mengkaitkan materi pembelajaran PAI dengan konteks dunia nyata yang dihadapi
siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan alam sekitar,
sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

3
Pelaksanaan pembelajaran agama Islam yang dilakukan dengan
menerapkan pemelajaran kontekstual tersebut, dapat terlaksana dengan baik
karena adanya faktor pendukung di lingkungan sekolah, seperti Masjid, dan
lingkungan masyarakat di sekitar sekolah yang sebagian besar beragama Islam
dapat dimanfaatkan untuk belajar secara langsung, dan pada kenyataannya
pembelajaraan yang diterapkan guru tersebut terbukti mampu mendorong siswa
untuk belajar lebih aktif. Pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang
disampaikan lebih baik, dan siswa tidak tidak hanya menjadi peserta pasif yang
hanya menerima materi dari guru. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswa
sangat membantu siswa dalam menyerap pelajaran dan menerapkannya lebih
mudah dalam kegiatan nyata sehari-hari. Melalui pembelajaran kontekstual
tersebut siswa lebih banyak diberikan kesempatan untuk melakukan, dan
mencoba mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari dari pengetahuan yang
diperoleh di sekolah.
Adanya penerapan pembelajaran kontektual di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) tersebut, menarik perhatian penulis untuk mengadakan
penelitian dengan judul: “Pengelolaan pembelajaran kontekstual pendidikan
agama Islam di Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) Muhammadiyah 3 dan
Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen Tahun
Pelajaran 2016/2017.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kontekstual
pendidikan agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6
Gemolong Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017? (2) Apa kelebihan dari penerapan
pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan
SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017? (3) Apa
hambatan dalam penerapan pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam di
SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen Tahun
Pelajaran 2016/2017?
Sesuai dengan latar belakang masalah, dan rumusan masalah tersebut di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pelaksanaan

4
pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan
SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017. (2)
Menganalisis kelebihan dari penerapan pembelajaran kontekstual pendidikan
agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong
Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017. (3) Menganalisis hambatan dalam penerapan
pembelajaran kontekstual pendidikan agama Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan
SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen Tahun Pelajaran 2016/2017 serta
solusi penyelesaiannya.
Menurut McVea yang berjudul “Contextual Learning and Obstacle
Memory in The Walking Cat”. Hasil penelitian menyimpulkan: pelaksanaan
pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan pada lingkungan apapun misalnya
dalam pembelajaran proses gerak pada persendian manusia, guru dapat
memanfaatkan cara jalan kucing. Pola dasar daya penggerak dalam cara jalan
binatang dimodifikasi untuk merespon konteks dimana proses jalan itu terjadi.
Modifikasi ini mengoptimalkan daya penggerak tangan, dan tidak dipengaruhi
oleh kaki belakang. Daya penggerak juga dibentuk untuk mengakomodasi
penghalang lingkungan. Hal ini merupakan proses yang rumit, ketika mata jarang
digunakan untuk menunjukkan jalan secara langsung. Namun, beberapa bentuk
ingatan tentang posisi tempat menggerakkan tubuh dengan otomatis.2
Menurut Chang yang berjudul “Interactive Experiences and Contaxtual
Learning In Museums”. Kesimpulan dari penelitian menyatakan bahwa
pengalaman interaktif dan pengajaran kontekstual di museum merupakan proses
pembuatan dan produk. Karena itu museum profesional butuh untuk
menginvestigasi kebutuhan pengunjung dengan tujuan untuk menyediakan
pengalaman pengajaran yang berarti untuk pengunjung. Perkembangan audien
harus menjadi prioritas untuk museum. Museum yang profesional mempunyai
pengertian yang lebih tentang kebutuhan pengunjung, mereka dapat membuat
keputusan lebih informatif tentang bagaimana untuk menciptakan pameran yang
paling berarti dan program-program untuk pengunjung mereka. Ketika pameran

2
D.A. McVea and K.G. Pearson, Contextual Learning and Obstacle Memory in the
Walking Cat, Integrative and Comparative Biology, Volume 47, Number 4, pp. 457-464

5
dan program mencerminkan keinginan pengunjung dan konteks pribadi,
pengalaman pengunjung museum dapat lebih diingat karena hal ini mengarah ke
partisipasi museum masa depan dan menambah pengajaran, penghargaan, dan
kenikmatan. Masa depan penghargaan museum untuk tahun yang baru ditentukan
dengan seberapa baik museum dapat dan berkeinginan untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan audien yang berbagai macam, dengan harapan musium
dapat dipergunakan sebagai tempat pembelajaran kontekstual yang baik. 3
Sturtevant, bukti kuat menunjukkan keuntungan bagi siswa ketika guru
menyiapkan pengajaran yang spesifik pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran. Proses ini membantu siswa menghubungkan pendapat
baru dengan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya, mengingat apa yang
telah dibaca dan berpikir secara kritis. Guru juga bisa mengajar dengan
menggunakan strategi membaca dan belajar yang efektif dengan kegiatan diluar
kelas. Bimbingan 3 tingkat juga membantu siswa untuk menjawab pertanyaan
dengan tingkat kesulitan yang berbeda karena mereka diminta untuk
mengemukakan pengertian.4
Kartini Hutagaol dengan judul penelitian “Pembelajaran Kontekstual
Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah
Menengah Pertama”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang
mendapat pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual,
kemampuan representasinya lebih baik daripada hasil belajar siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran kontekstual secara
signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis
siswa SMP disbanding pembelajaran konvensional (biasa). Kemampuan siswa
dalam mengilustrasikan ide-ide matematika pada kelas yang mendapat
pembelajaran kontekstual, secara umum lebih baik walaupun masih terdapat

3
Eun Jung Chang, Interactive Experiences and Contextual Learning in Museums,
Studies in Art Education, Winter 2006, 47, 2, Academic Research Library, pg. 170
4
Elizabeth G Sturtevant, “The Literacy Coach: A Key To Improving Teaching And
Learning In Secondary Schools”. AllianceFor Excellent Education. 2007

6
siswa yang salah. Kemampuan siswa dalam menuliskan model matematika,
secara umum lebih baik pada kelas yang mendapat pembelajaran kontekstual.5

2. METODE PENELITIAN
Berbagai jenis penelitian yang dapat digunakan dalam penelitian, dalam
penelitian ini peneliti memilih Jenis kualitatif. Penelitian ini menggunakan desain
etnografi. Menurut W. Mantja etnografi merupakan suatu kajian yang bersifat
holistik, artinya bahwa penelitian ini tidak hanya mengarahkan perhatian pada
salah satu atau beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam
suatu pengkajian.6 Penelitian tentang pengelolaan pembelajaran kontekstual
Pendidikan Agama Islam dalam memotivasi belajar siswa di SMK
Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen. Waktu yang
digunakan delam penelitian ini selama 4 bulan, yang dimulai dari bulan April
2017 sampai dengan bulan Juli 2017.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang dilakukan
dengan dengan teknik wawancara peneliti lakukan secara bebas sehingga
diperoleh data yang luas dan mendalam, namun tetap dalam batas-batas pada
persoalan yang diteliti dengan berpedoman pada kisi-kisi wawancara yang telah
dipersiapkan sebelum penelitian. Teknik observasi yang digunakan oleh peneliti
adalah observsi secara langsung dengan tak berperan. Artinya peneliti bukanlah
pelaku utama dalam kegiatan penelitian, tatepi peneliti berlaku sebagai observer
untuk melakukan pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran kontekstual
Pendidikan Agama Islam. Melalui analisis dokumentasi peneliti dapat
memastikan validitas dari data yang diperoleh. Namun dokumentasi yang dapat
dikumpulkan terbatas pada dokumentasi yang telah tersedia di SMK
Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis data ini
menggunakan pendekatan proses alur; data dianalisis sejak tindakan pembelajaran

5 Kartini Hutagaol. Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan


Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Infinity, Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, 2013. Vol. 2, No. 1
6
W. Mantja, Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan manajemen Pendidikan,
(Malang: Penerbit Wineka Media, 2005), hlm. 78

7
dilaksanakan, dikembangkan selama proses pembelajaran berlangsung sampai
diperoleh pembelajaran yang berkualitas / profesional. Teknis analisis data
tersebut di atas mengacu pendapat Miles dan Huberman, Pertama, analisis data
yang muncul berwujud kata-kata, data ini dikumpulkan dari survey/observasi,
wawancara mendalam dan model pembelajaran. Kedua, analisis ini terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu; reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis struktural dan analisis model interaktif (interactive
model of analysis).7 Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini digunakan
uji Credibility. Uji Credibility data dapat dilakukan dengan melakukan
perpanjangan pengamatan, triangulasi sumber, triangulasi teknik dan
triangulasi waktu, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan
member check.

3. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama Islam di SMK
Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong Sragen
Pelaksanaan yang berpedoman pada kurikulum dan silabus yang telah
ditetapkan yang dijabarkan dalam bentuk RPP oleh guru PAI, menunjukkan
bahwa guru telah menyadari pentingnya rencana pelaksanaan pembalajaran
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Tanpa adanya
perencanaan yang matang, maka tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan
efektif dan efisien. Pembelajaran pada dasarnya adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat
Ahmad Rohani.8
Penjabaran kurikulum dan silabus dalam bentun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) oleh guru PAI, menunjukkan bahwa guru telah memiliki
gambaran tentang prosedur pembelajaran yang akan dilakukan untuk mencapai
7
B. Mathew Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: UI
Press, 2004), hlm. 14
8
Ahmad Rohani. Pengelolaan ……., hlm. 1

8
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian penjabaran
kurikulum dan silabus dalam RPP tentunya harus dilakukan oleh orang yang
memiliki kompetensi di bidangnya, dalam hal pembelajaran PAI, penjabaran
tersebut telah dilakukan oleh guru PAI dari SMK Muhammadiyah 3 dan 6
Gemolong. Hal ini sejalan dengan pendapat E. Mulyasa yang menyatakan bahwa:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggambarkan prosedur dan
pengelolaan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Pengembangan RPP harus dilakukan secara profesional oleh guru.
sehingga RPP yang disusun oleh guru benar-benar merupakan penjabaran dari
silabus yang lebih operasional dan rinci.9
Langkah pembelajaran yang disusun dalam RPP menggambarkan langkah-
langkah pembelajaran kontekstual yaitu (1) Constructivism, (2) Inquiry, (3)
Questioning (Bertanya), (4) Learning Community (Masyarakat Belajar), (5)
Modeling (Pemodelan), (6) Reflection (Refleksi), dan (7) Penilaian produk
(kinerja). Tindakan guru dalam merencanakan pembelajaran kontekstual dalam
pembelajaran PAI, sejalan dengan hasil penelitian Dea Handini, dkk yang
menyimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran kontekstual dapat dibuat secara optimal sesuai dengan langkah
Kontekstual. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a)
mengkontruksikan kehidupan nyata siswa dengan materi, b) melakukan
pemodelan, c) kegiatan inkuiri dengan masyarakat belajar, d) bertanya, e)
penilaian autentik, serta f) kesimpulan dan refleksi.10
Hasil penelitian menunjukkan bahwa langkah pembelajaran meliputi
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pembelajaran dilakukan di kelas
dan di luar kelas. Pembelajaran di luar kelas, guru mempertimbangankan aspek
lingkungan sekolah, artinya dalam memilih lingkungan sekolah, guru
mempertimbangkan keseuaian antara kompetensi dasar dengan sarana dan
prasarana yang ada di lingkungan sekolah. Selain itu guru mempertimbangakan

9
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat …………., hlm. 213
10
Dea Handini, dkk. Penerapan Model ………., Vol.1, No. 1.

9
durasi waktu yang disediakan untuk PAI yaitu 2 (dua) jam perminggu, yang
terbagi untuk kegiatan awal, inti pembelajaran, dan kegiatan akhir.
Aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual dengan
melaksanakan 3 (tiga) langkah yaitu kegiatan, awal, kegiatan inti, dan kegiatan
akhir. Kegiatan awal dilakukan oleh guru untuk mengkondisikan suasana kelas,
sehingga apabila pembelajaran kontekstual dilakukan dengan kelompok, maka
guru harus menjelaskan pembagian kelompok dan pelaksanaan pembelajaran
kelompok. Langkah guru dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual tersebut
sejalan dengan perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Langkah
pembelajaaran tersebut merupakan upaya guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang merupakan salah satu aspek yang telah dipertimbangkan oleh
guru sebelum melaksanakana pembelajaran, hal ini sejalan dengan pendapat
Hamzah B. Uno, yang menyatakan bahawa Tujuan pembelajaran adalah salah
satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran.
Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut.11
Tahap awal dalam menerapkan pembelajaran kontekstual pembelajaran PAI
di SMK Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong, adalah membangun pemahaman
siswa, yang dilakukan oleh guru dengan beberapa cara diantaranya, menugaskan
untuk membaca Al Qur’an dan Hadits, mempraktikan, dan memberikan tugas
untuk melakukan ibadah tertentu, sehingga kegiatan siswa tidak sekedar
menerima pengetahuan tetapi menemukan permasalahan untuk dipelajari, yang
dilanjutkan dengan diskusi untuk meningkatkan pembahaman siswa. Kegiatan
diskusi yang dimaksudkan adalah agar untuk menciptakan masyarakat belajar
(Learning Community), dengan tujuan agar tercipta kerjasama antar siswa, tukar
pengalaman, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk berbagi ide.
Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, guru
terkadang mendatangkan siswa lain sebagai model pembelajaran, siswa lain yang
dimaksudkan adalah siswa yang dianggap oleh guru telah memahami kompetensi
dasar dengan baik, hal ini dimaksudkan agar dapat mendorong siswa untuk untuk
berpikir, bekerja dan belajar, serta mencontoh siswa yang dijadikan sebagai

11
Hamzah B. Uno. Perencanaan Pembelajaran….., hlm. 34

10
model pembelajaran. Pada tahap akhir pembelajaran guru melaksanakan refleksi
dan evaluasi.
Mengingat waktu yang disediakan untuk pembelajaran Pendidikan Agama
Islam adalah 2 (dua) jam perminggu, maka guru harus membagi waktu sebaik-
baiknya, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran, tahap penyampaian inti
pembelajaran waktunya lebih banyak dibanding dengan kegiatan awal dan
kegiatan akhir. Dari waktu 90 (sembilan puluh) menit tersebut, berkisar 50 – 60
menit digunakan untuk kegiatan menyampaikan inti pembelajaran, sedangkan 30
– 40 menit digunakan untuk kegiatan awal dan kegiatan akhir.
Untuk mengetahui capaian kemampuan siswa dalam memahami materi
pembelajaran, maka setiap akhir kompetensi dasar, guru melakukan evaluasi.
Langkah pertama diperhatikan dalam setiap kegiatan evaluasi adalah tujuan
evaluasi. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses atau kegiatan yang
sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian,
penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen
pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk
pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.12
Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran PAI di SMK Muhammadiyah 3
dan 6 Gemolong, guru telah memperhatikan komponen pembelajaran kontekstual
seperti yang dikemukakan oleh Masnur Muslich yang meliputi: Constructivism,
(2) Inquiry, (3) Questioning (Bertanya), (4) Learning Community (Masyarakat
Belajar), (5) Modeling (Pemodelan), (6) Reflection (Refleksi), dan (7) Penilaian
produk,13 dengan harapan agar pembelajaran kontekstual tersebut dapat
meningkatkan hasil belajar, seperti yang telah dibuktikan oleh beberapa peneliti
diantaranya: Riyadi, Bayu, dkk, Intan, dkk, Satriani, Intan, dkk, yang secara tegas
menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan hasil
belajar siswa.

12
Arifin, Zainal. Evaluasi pembelajaran……, hlm. 9
13
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran ………., hlm. 41

11
Kelebihan dari Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama
Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong
Sragen
Berdasarkan paparan data hasil penelitian menyebutkan bahwa bahwa
beberapa kelebihan dari pembelajaran kontekstual pembelajaran PAI di SMK
Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong sragen yaitu: (1) Proses pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil, jika dibandingkan dengan pendekatan lainnya,
karena dalam pembelajran ini Siswa dituntut agar dapat menangkap hubungan
antara pengalaman dalam belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Dengan
menghubungakan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata tersebut siswa
memiliki kesan yang lebih mendalam terhadap materi pembelajaran.
Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan pembelajaran kontekstual lebih
menitik beratkan aktivitas siswa, karena dalam pembelajaran ini siswa dutuntuk
untuk menemukan permasalahan baru dalam pembelajaran secara mandiri,
sehingga pembelajaran kontekstual bukan bentuk penindasan kepada siswa untuk
belajar sesuai dengan keinginan guru, hal ini sejalan dengan pendapat Saekhan
Muchith yang menyatakan bahwa “Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan
suatu kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih
mengedepankan idealitas pendidikan sehingga benar-benar akan menghasilkan
kualitas pembelajaran yang efektif dan efisien. Idealitas pembelajaran
dimaksudkan melaksanakan proses pembelajaran yang lebih menitikberatkan
pada upaya pemberdayaan siswa bukan penidasan terhadap siswa baik penindasan
secara intelektual, sosial maupun budaya”.14
Hasil penelitian menyebutkan bahwa kelabihan lain pembelajaran
kontekstual adalah menuntut siswa untuk menemukan pengetahuan sendiri, siswa
belajar melalui pengalaman bukan hafalan, dan hal ini merupakan salah satu
pembelajaran yang menganut aliran konstruktivisme, sehingga dalam pelaksanaan
pembelajaran aktifitas fisik dan mental siswa lebih aktif, dan siswa lebih
berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sejalan dengan landasan
filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan

14
Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual…….., hlm. 2

12
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merekonstruksikan atau
membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi
yang mereka alami dalam kehidupannya. Selain itu pembelajaran kontekstual
tidak tidak terbatas pada ruang kelas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
McVea, yang menyimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Kontekstual dapat
diterapkan pada lingkungan apapun.15
CTL (Contextual Teaching and Learning) mempunyai tujuh komponen
utama, yaitu kontruk-tivisme (constructivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
Menurut Trianto, sebuah kelas dikatakan menggunakan CTL jika menerapkan
ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya. CTL dapat diterapkan dalam
kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya.16

Hambatan Dalam Penerapan Pembelajaran Kontekstual Pendidikan Agama


Islam di SMK Muhammadiyah 3 dan SMK Muhammadiyah 6 Gemolong
Sragen serta solusi penyelesaiannya
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hambatan dalam pembelajaran
kontekstual PAI di SMK Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong adalah: pertama
proses pembelajaran kontekstual memerlukan waktu yang cukup lama. Artinya
proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru memiliki
analisis waktu yang tepat, persiapan, dan penugasan kepada siswa perlu
dijelaskan dengan batasan waktu yang jelas, sehingga siswa dapat membatasi diri
dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Walaupun pelaksanaan pembelajaran
kontekstual memerlukan waktu yang lama, namun pada praktiknya hal ini dapat
dilaksanakan dalam pembelajaran PAI di SMK Muhammadiyah 3 dan 6
Gemolong, hal ini menunjukkan bahwa, guru telah memiliki strategi yang tepat
dalam melaksanakan pembelajaran, adapun strategi yang dilaksanakan oleh guru
berdasarkan paparan data, adalah memberikan tugas kepada siswa di luar jam

15
D.A. McVea and K.G. Pearson, Contextual Learning and ………, Volume 47, Number
4, pp. 457-464
16
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran ………., hlm. 110

13
pelajaran, sehingga saat siswa mengikuti pembelajaran, siswa telah memiliki
permasalahan yang akan dipecahkan dalam pembelajaran.
Hambatan lain dalam pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran PAI di
SMK Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong adalah guru masih sulit untuk
mengendalikan siswa, khususnya apabila pembelajaran dilaksanakan di luar kelas.
Hambatan tersebut pada praktiknya dapat di atasi oleh guru dengan melaksanakan
pembelajaran di luar ruang kelas. Hal ini sejalan dengan penelitian Chang, yang
menyimpulkan bahwa pembajaran di luar ruang kelas dapat menciptakan
pengalaman interaktif yang lebih baik.17 Sekaligus mendukung hasil penelitian
Sturtevant, yang menyimpulkan bahwa Guru juga bisa mengajar dengan
menggunakan strategi membaca dan belajar yang efektif dengan kegiatan diluar
kelas.18

4. PENUTUP
Berdasarkan paparan data dan analisis data dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran kontekstual Pendidikan Agama Islam di SMK
Muhammadiyah 3 dan 6 Gemolong, dilaksanakan berdasarkan kurikulum dan
silabus yang telah ditetapkan, yang dijabarkan dalam bentuk RPP oleh guru PAI.
Langkah pembelajaran meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas dan di luar kelas. Pelaksanaan
pembelajaran kontekstual dilaksanakan dengan memperhatikan aspek (1)
Constructivism, (2) Inquiry, (3) Questioning (Bertanya), (4) Learning Community
(Masyarakat Belajar), (5) Modeling (Pemodelan), (6) Reflection (Refleksi), dan
(7) Penilaian produk (kinerja).
Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa beberapa kelebihan
dari pembelajaran kontekstual pembelajaran PAI di SMK Muhammadiyah 3 dan
6 Gemolong sragen yaitu: (1) Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
riil, jika dibandingkan dengan pendekatan lainnya. (2) Metode pembelajaran
kontekstual menuntut siswa untuk menemukan pengetahuan sendiri, siswa belajar

17
Eun Jung Chang, Interactive Experiences ………, pg. 170
18
Elizabeth G Sturtevant, “The Literacy Coach……….pg.214

14
melalui pengalaman bukan hafalan, dan hal ini merupakan salah satu
pembelajaran yang menganut aliran konstruktivisme, (3) Aktifitas fisik dan
mental siswa lebih aktif, dan siswa lebih berpartisipasi dalam mengikuti
pembelajaran, (4) pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas, (5) pembelajaran
yang dilakukan di luar ruang kelas memberi keleluasaan siswa untuk lebih banyak
bergerak sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak
membosankan, (6) siswa bebas untuk menemukan pengetahuan sendiri, sehingga
proses pembelajaran bukan hasil pemberian dari guru.
Berdasarkan paparan data dan analisis data dapat disimpulkan bahwa
hambatan dalam pembelajaran kontekstual PAI di SMK Muhammadiyah 3 dan 6
Gemolong adalah: (1) Proses pembelajaran kontekstual memerlukan waktu yang
cukup lama, (2) Peran guru sangat diperlukan dalam mengendalikan kelas agar
suasana kelas menjadi kondusif, namun pada kenyataannya guru masih sulit untuk
mengendalikan siswa khususnya dalam proses kontruktivisme. (3) Untuk
melaksanakan proses perpindahan dari pengamatan, yang dilakukan oleh siswa,
menjadi pemahaman, tidak mudah, karena apa yang dialami oleh siswa terkadang
tidak dipahami oleh guru, (4) Walaupun guru telah memberikan pengarahan
sebelum pelaksanaan pembelajaran, tetapi siswa sering kurang memahami dan
tidak siap untuk belajar menemukan permasalahan, sehingga proses pembelajaran
berikutnya menjadi terganggu.
Implikasi hasil penelitian ini adalah jika pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dilaksanakan dengan memperhatikan 7 (tujuh)
komponen utama pembelajaran kontekstual, maka pembelajaran akan berjalan
lebih efektif. Jika kelebihan pembelajaran kontekstual dikembangkan oleh guru
dalam penerapan pembelajaran pendidikan Agama Islam, maka pembelajaran
dapat memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berperan aktif. Jika guru
mampu mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual, maka
pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan pada seluruh kompetensi dasar,
sesuai dengan jadwal pelajaran yang telah disusun.
Penelitian ini menyarankan bagi siswa, sebaiknya dalam mengikuti
pembelajaran pendidikan Agama Islam (PAI) dengan pendekatan kontekstual,

15
siswa benar-benar dapat mengerjakan tugas, dan melaksanakan kegiatan sesuai
dengan petunjuk guru. Saran bagi guru, sebaiknya dalam melaksanakan
pembelajaran kontekstual, guru lebih tegas menyampaikan langkah-langkah
pembelajaran dan emmbuat tata tertib dalam mengikuti pembelajaran yang
disertai dengan sangsi yang tegas, sehingga proses pembelajaran dapat bejalan
dengan efektif. Saran bagi sekolah, sebaiknya pengaturan jadwal pelajaran
Pendidikan Agama Islam, seminggu 3 (tiga) dikelompokkan dalam satu
pertemuan. Saran bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian dengan
permasalahan yang sama, namun dengan wilayah penelitian yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi pembelajaran. Jakarta : Dirjen pendidikan

Chang, Eun Jung. 2006. Interactive Experiences and Contextual Learning in


Museums, Studies in Art Education. Volume 47. Number 2. Academic Research
Library. pg. 170

Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Handini, Dea, dkk. 2016. Penerapan Model Contextual Teaching And Learning
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Materi Gaya. Jurnal Pena
Ilmiah, Vol.1, No. 1.

Hutagaol, Kartini. 2013. Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan


Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Infinity, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung.
Vol. 2, No. 1

Mantja, W. 2005. Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan manajemen Pendidikan.


Malang: Penerbit Wineka Media

McVea, D.A. and K.G. Pearson. 2007. Contextual Learning and Obstacle Memory in
the Walking Cat. Integrative and Comparative Biology. Volume 47. Number 4.
pp. 457-464

Miles, B. Mathew dan A. Michael Huberman. 2004. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
UI Press

Muchith, Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasail Media Group

Mulyasa, E. 2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

16
Muslich, Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PT. Bumi Aksara

Rohani, Ahmad. 2010. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Sturtevant, Elizabeth G. 2007. The Literacy Coach: A Key To Improving Teaching


And Learning In Secondary Schools. AllianceFor Excellent Education.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Jakarta: Kencana

Uno, Hamzah B.. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

17

Anda mungkin juga menyukai