Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mencerdaskan, memanusiakan, dan

membebaskan. Dengan kata lain, pendidikan ideal adalah bagaimana membangun

manusia seutuhnya. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan dalam perspektif Islam

yang mengistilahkannya dengan “tarbiyah”. Penekanannya adalah pada proses

internalisasi nilai-nilai dan pesan-pesan ilahiyah untuk mewujudkan manusia yang

beriman dan bertakwa.1

Kesadaran dan kebutuhan masyarakat untuk belajar membaca Al-Qur’an dengan

baik dan benar semakin hari terasa semakin besar. Hal yang patut kita syukuri dan kita

imbangi dengan kecepatan pelajaran, agar program dan metode pengajaran Al-Qur’an

dengan baik dan benar bisa cepat menyebar dan menjangkau seluruh lapisan

masyarakat. Bekal terbaik yang harus kita berikan kepada anak agar kelak ia menjadi

orang yang mencintai dan dicintai Allah adalah Al-Qur’an. Kita harus menjadikan

pendidikan Al-Qur’an pada anak sebagai prioritas utama.2

Kebijakan Nasional mengenai pendidikan agama diarahkan pada peningkatan

akses, kualitas dan relevansi pendidikan menuju tercapainya kesejahteraan hidup rakyat,

kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan kemandirian bangsa yang kuat. Kebijakan ini

dilakukan melalui Sembilan fokus priorotas, salah satunya adalah program peningkatan

kualitas pendidikan agama dan keagamaan, yang ditempuh melalui peningkatan jumlah

dan kapasitas guru, kapasitas penyelenggara pendidikan, pemberian bantuan dan

1
Q.S. Adz-Dzariyaat: 56.
2
Abu Najibulloh Saiful Bakhri, Metode Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an Usmani (Blitar: PP. Nurul Iman, 2009), I.
fasilitas, serta pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran pendidikan agama

dan keagamaan yang efektif sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).3

Dalam bidang Pendidikan Agama Islam (PAI), kebijakan Kementrian Agama tahun

2010-2014 diarahkan pada peningkatan mutu. Strategi pencapaian yang telah dilakukan

antara lain melalui peningkatan kualitas dan kompetensi guru dan pengawas PAI,

penyediaan dan pengembangan sarana prasarana PAI pada sekolah, termasuk di daerah

bencana, terpencil dan tertinggal, pembentukan dan peningkatan kapasitas Kelompok

Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI, dan Pemberdayaan

Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) PAI, peningkatan kurikulum dan bahan ajar PAI,

pengembangan standar model PAI pada sekolah, pengembangan media pembelajaran

berbasis ICT, serta peningkatan partisipasi dan kemitraan sekolah, masyarakat dan pihak

terkait lainnya.4

Pada tahap praktis, perencana pendidikan harus mampu mengidentifikasi berbagai

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) yang akan memengaruhi proses

perencanaan, seperti memahami sifat-sifat dasar manusia, memenuhi kebutuhan dasar

manusia, menguasai berbagai jenis pendekatan dalam perencanaan system,

memformulasikan rencana pendidikan yang berorientasi pada aspek fisik, manajemen,

dan kurikulum sesuai aspek-aspek lingkungan politik dan ekonomi yang berlaku di suatu

tempat.

Perencanaan pendidikan akan menentukan kejelasan arah perencanaan. Oleh

karena itu, tanpa pemahaman tentang bidang telaah, masalah perencanaan pendidikan

niscaya akan mengaburkan kejelasan arah perencanaan pendidikan yang akan

berimplikasi terhadap ketidakjelasan arah proses pendidikan selanjutnya. Bidang telaah

yang harus dikaji adalah wilayah sistem serta subwilayah sistem, mengumpulkan data,

3
Kementrian Agama Republik Indonesia Sekretariat Jenderal, Rencana Strategis Kementrian Agama Tahun 2015-
2019 (KemenagRI:2015), 51.
4
Ibid., 52.
mengolah data, dan meramalkan masa depan pendidikan. Inilah langkah kerja awal

esensial yang harus dilaksanakan oleh para perencana pendidikan.5

Kementrian Agama juga terus melakukan upaya pengembangan kurikulum.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

yang kemudian melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

pendidikan Agama dan Keagamaa, menjadi momentum yang sangat penting bagi posisi

PAI. Meninjak lanjuti momentum tersebut, Kementrian Agama menerbitkan PMA. Nomor

15 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada sekolah, dan KMA Nomor

211 Tahun 2011 tentang pedoman Pengembangan Standart Nasional Pendidikan Agama

Islam pada sekolah, yang juga mengatur masalah standarisasi kurikulum PAI.

Dalam mendukung pelaksanaan implementasi kurikulum 2013 pada Pendidikan

Agama Islam, Kementrian Agama telah melakukan beberapa hal antara lain: (1)

menyiapkan dokumen kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab; (2)

menyiapkan penulisan buku PAI (Fikih, Alquran-hadits, Akhidah-akhlak, Sejarah

Kebudayaan Islam) dan Bahasa Arab; (3) menyiapkan pengadaan buku ajar dan

pegangan guru mata pelajaran PAI, Bahasa Arab, dan mata pelajaran umum; dan (4)

menyiapkan pelatihan guru, kepala madrasah, dan pengawas untuk implementasi

kurikulum 2013.6

Pembelajaran adalah upaya membiasakan peserta didik menjadi pembelajar sejati.

Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif

dan efisien (Muhaimin,1996). Proses pembelajaran tidak saja terjadi diruang hampa, yakni

belajar yang hanya berlangsung pada buku, serta terbatas hanya pada teori-teori.

Pembelajaran seperti ini sering kali membuat peserta didik tidak mendapat oksigen

5
Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia,2012), 161.
6
Kementrian Agama Republik Indonesia Sekretariat Jenderal, Rencana Strategis Kementrian Agama Tahun 2015-
2019 (KemenagRI:2015), 52.
akademik berupa kemampuan menganalisa, berpikir kritis, dan memahami

fakta/fenomena dan merengkuh nilai (values).7

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa dalam hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru

dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar.

Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar

hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan

hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan

nilai pada diri siswa yang sedang belajar.8

Keterpaduan proses belajar siswa dengan proses mengajar guru sehingga terjadi

interaksi belajar mengajar (terjadinya proses pengajaran) tidak datang begitu saja dan

tidak dapat tumbuh tanpa pengaturan dan perencanaan yang seksama. Pengaturan

sangat diperlukan terutama dalam menentukan komponen dan variabel yang harus ada

dalam proses pengajaran tersebut. Perencanaan dimaksudkan merumuskan dan

menetapkan interelasi sejumlah komponen dan variabel sehingga memungkinkan

terselenggaranya pengajaran yang efektif.9

Metode mengajar adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada murid,

Ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif dan

dicerna dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa upaya dalam peningkatan kualitas

pengajaran sangat penting, akan tetapi kualitas pengajaran ini seringkali terhambat oleh

kesulitan dalam mengambil metode mengajar. Padahal metode dalam suatu pengajaran

sangatlah mempengaruhi hasil belajar yang dicapai oleh siswa atau peserta didik. Namun

7
M. Nur Kholis Setiawan, dlm Madrasah Riset Membangun Tradisi Ilmiah Siswa (Tangerang Selatan: Impressa,
Cetakan II 2013), ix.
8
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 4.
9
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), 29.
seperti diketahui bahwa tidak ada satu metode yang dianggap lebih baik dari yang lainya.

Suatu metode dapat dikatakan baik apabila sesuai dengan tujuan, materi, yang akan

dipelajari, serta karakteristik peserta didik.

Kalau kita lihat dalam proses perkembangan pendidikan agama di Indonesia,

khususnya dalam pengajaran Al-Qur’an, tidak sedikit guru Al-Qur’an yang mengajarkan

baca Al-Qur’an yang salah, yang tidak sesuai dengan kaidah tajwid yang telah diajarkan

oleh Rasulullah SAW.10

Di samping hal itu, ada salah satu hambatan yang menonjol dalam pelaksanaan

pendidikan yaitu, dalam hal penggunaan metode pengajaran Al-Qur’an. Sehubungan

dengan penggunaan metode tersebut, kini di Indonesia terdapat beberapa metode dalam

pengajaran membaca Al-Qur’an, dimana awalnya hanya didasari atas penguasaan juz

‘amma dan kini semakin bervariasi, dengan memperkaya dunia pendidikan di Indonesia

setelah adanya panduan buku iqro’ dan panduan buku An-Nahdiyah. Namun dengan

demikian metode yang digunakan saat ini dalam membaca Al-Qur’an untuk anak pra

sekolah masih terbatas pada buku sebagai sumber dan sekaligus media pengajaran.

Sebagai akibat kondisi seperti ini, maka timbullah permasalahan bahwa tidak sedikit anak-

anak sekolah merasa bosan belajar Al-Qur’an yang menerapkan metode dan media

seperti itu sehingga anak mengalihkan perhatiannya kepada yang lain yang dianggap

lebih mudah menurut anak dan bahkan anak cenderung memilih yang lain yang tidak ada.

Mengantisipasai persoalan ini, maka akhir-akhir ini muncul sebuah metode ulama’

salaf yang sebenarnya metode ini sudah lama, dikarenakan percobaan metode-metode

baru yang belum ada, yang mungkin bisa lebih mudah dan cepat dalam belajar membaca

Al-Qur’an. Namun pada kenyataan sebaliknnya, banyak bacaan-bacaan Al-Qur’an yang

menyalahi dan keluar dari kaidah-kaidah ilmu tajwid, yaitu metode Usmani, suatu metode

yang mempunyai karakteristik dan spesifikasi tertentu yang membedakan dengan metode

10
Syaifudin Bachri, Materi Pendidikan Guru Pengajar Al-Qur’an (Blitar: Pon. Pes Nurul Iman, 2008), 2.
lain. metode ini digunakan untuk belajar membaca Al-Qur’an bagi anak sekolah antara 4-6

tahun. Dalam mengajarkan ilmu baca Al-Qur’an, metode Usmani mempunyai karakteristik

dan spesifikasi tertentu agar dalam pengajarannya dapat berhasil dengan baik sesuai

dengan tuntutan ibadah.11

Melihat fenomena tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti hal itu

karena merupakan salah satu bentuk upaya untuk ikut serta menjaga dan memelihara

keaslian, kesucian dan kehormatan Al-qur'an baik dari aspek bacaan maupun tulisan

(rosm)nya, serta upaya mendukung efektifitas dalam pengembangan kemampuan

membaca dan menulis Al-qur’an pada calon Santri dan peserta didik jenjang SMP Islan

Sunan Bejagung. Sehingga peneliti mengambil judul “Pengembangan Kemampuan

Belajar Baca Tulis Al-Qur’an calon santri dan peserta didik kelas VII SMP Isalam sunan

Bejagung Melalui Metode Usmani”. Sebagai objek dalam penelitian ini adalah

pengembangan kemampuan belajar Baca Tulis Al-Qur’an calon Santri dan peserta didik

kelas VII SMP Islam Sunan Bejagung.

Pondok Pesantren Sunan Bejagung yang di bawah naungan Yayasan Nurul Anwar

Tuban mengalami kenaikan jumlah santri dan peserta didiknya yang sangat signifikan.

Dan hal ini merupakan tantangan besar kepada tenaga pendidik atau

Ustad/Ustadzah,para Santri yang berasal dari berbagai wilayah Kabupaten Tuban dan

sekitar bahkan ada dari Sumatra dan Kalimantan serta dari berbagai sekolah yang

bersifat umum. Hal ini yang menjadikan langkah dan terobosan baru dalam

11
Lembaga Pendidikan Al-qur’an (LPQ), Buku Panduan Pendidikan Guru Pengajar Al-Qur’an (PGPQ) (Blitar: Pon.Pes.
Nurul Iman,2010), 1.
mengidentifikasi calon Santri dan Peserta didik yang kurang mampu dibidang baca dan

tulis Al-Qur’an,

Pondok Pesantren Sunan Bejagung dari tahun ketahun jumlah santri mukim dan

non mukim mengalami peningkatan yang segnifikan dari data panitia PPDB tahun ajaran

2022/2023 pada penerimaan calon santri dan peserta didik gelombang 2 ada 732 yang

sudah mendaftar dan di nyatakan lulus tes masuk dari semua tingkatan mulai RA,MI,SMP

Islam ,MA,SMK dan Ma’had Aly dan ini masih di mungkinkan untuk bertambah di

gelombang 3

Badan Pengembangan Studi Qur’an (PSQ) yang telah dibentuk oleh lembaga IAINU

Tuban dan ditangani oleh tenaga ustadz yang ahli adalah merupakan lembaga yang

terjun langsung secara khusus untuk menangani kegiatan belajar membaca dan menulis

Al-Qur’an yang berada di IAINU Tuban. Dan pada dimulainya program baca dan tulis Al-

Qur’an ini di mulai ternyata benar bahwa ditemukannya beberapa mahasiswa yang

dianggap kurang menguasai dibidang baca dan tulis Al-Qur’an.

Berangkat dari identifikasi dan masalah-masalah baru yang ditemukan dan

diperoleh dari berbagai sumber yang dilakukan oleh peneliti, maka terdoronglah peneliti

untuk melaksanakan penelitian terhadap Pengembangan Kemampuan Belajar Baca dan

Tulis Mahasiswa IAINU Tuban yang dianggap sangat perlu, karena hal demikian

merupakan langkah baru yang diterapkan oleh lembaga IAINU Tuban dalam menjawab

tantangan zaman yang terus berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana cara mengetahui kemampuan baca tulis Al-Qur’an mahasiswa IAINU

Tuban?

1.2.2. Bagaimana pembelajaran baca tulis Al-Qur’an melalui metode utsmani di IAINU

Tuban?
1.2.3. Bagaimana pengembangan baca tulis Al-Qur’an melalui metode utsmani IAINU

Tuban?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Bagaimana cara mengetahui kemampuan baca tulis Al-Qur’an mahasiswa IAINU

Tuban Tahun 2019/2020.

1.3.2. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis pembelajaran baca tulis Al-Qur’an melalui

metode utsmani di IAINU Tuban Tahun 2019/2020.

1.3.3. Untuk mendiskripsikan dan menganalisis Bagaimana pengembangan baca tulis Al-

Qur’an melalui metode utsmani IAINU Tuban Tahun 2019/2020.

1.4. Kegunaan Penelitian.

1.4.1. Bagi peneliti

Memberi masukan pemikiran pada peneliti dalam pengembangan metode

pembelajaran baca tulis Al-Qur’an.

1.4.2. Bagi IAINU Tuban

Sebagai masukan bagi pendidik/pengajar dalam mengembangkan pembelajaran

baca tulis Al-Qur’an.

1.4.3.Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat memberikan bekal awal untuk melakukan penelitian yang lebih

luas dan mendalam tentang pembelajaran baca tulis Al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai