Anda di halaman 1dari 132

Tes BAUM, DAP, HTP, dan

Wartegg

Alat dan bahan: kertas HVS folio 80gr,


pensil HB, lembar jawaban tes
Wartegg.
Instruksi:
1. Tes BAUM
Gambarlah pohon berkayu, kecuali:
- pohon kelapa/palem2an - pohon perdu
- pohon pinus - pohon bambu
- pohon cemara - pohon pisang
- pohon randu - pohon ketela/pepaya
- pohon rumput2an - pohon beringin
- pohon bakau

Sudah jelas? Kita mulai waktunya 7 menit (klasikal), untuk individual


tidak ada batasan waktu. Setelah selesai, subjek diminta memberi
keterangan pohon yang digambar, dan menuliskan identitas diri di
halaman sebaliknya: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan.
2. Tes DAP
Gambarlah orang. Sudah jelas? Kita mulai, waktunya
7 menit (klasikal), individual tidak dibatasi.
3. Tes HTP
Gambarlah rumah,pohon, orang. Sudah jelas? Kita
mulai, waktunya 7 menit (klasikal), individual tidak
dibatasi.
4. Tes Wartegg
Anda lihat ada 8 kotak kecil, masing-masing kotak
memiliki gambar yang tidak berarti. Tugas Anda
adalah menyelesaikan gambar tersebut menjadi
gambar yang berarti, gambar apa saja boleh. Anda
boleh mengerjakan secara urut atau tidak urut.
Gambar-gambar tersebut adalah gambar yang lepas
sendiri2, bukan rangkaian cerita. Jangan lupa
menuliskan nomor urut gambar yang Anda buat.
Sudah jelas? Kita mulai, waktunya 15
menit (klasikal), individual tidak dibatasi.
Setelah selesai, beri keterangan gambar
yang Anda buat (no 1-8), kemudian
pilihlah masing-masing 1 gambar:
- gambar paling mudah (M)
- gambar paling sulit (S)
- gambar paling disukai (+)
- gambar paling tidak disukai (-)
 Subjek yang dapat dikenai tes grafis
adalah seluruh lapisan masyarakat,
dengan syarat mengenal kertas dan pensil
serta penggunaannya. Khusus untuk tes
Wartegg, usia minimal subjek adalah 8
tahun, karena kurang dari 8 th akan sulit
memahami instruksi. Lansia jgn diberi tes
grafis.
 Tes grafis bisa disajikan secara klasikal
dan individual
 Persiapan alat: pensil jgn terlalu runcing,
penghapus disediakan untuk tes
individual.
 Ruang: bebas stimulus yang bisa ditiru,
jarak antar subjek jgn terlalu dekat.
Perhatikan masalah cahaya, bau, suhu.
Bagaimana penerapan
tes tersebut?
 Bidang industri:
- seleksi
- promosi
- mutasi
- mengungkap problem kerja
- potential review
Aspek-aspek yang menjadi perhatian, misalnya:
- Inisiatif - Motivasi
- Kepemimpinan - kecerdasan
- Human relation - kematangan sosial
- Daya tahan terhadap stres
- Kematangan emosi
 Aspek yang diungkap sesuai dengan
kebutuhan----perhatikan klasifikasi
jabatannya.

Bidang klinis:
Aspek2 yang diungkap adalah yang sesuai
dengan permasalahan dalam asesmen.
Kekuatan dan kelemahan harus dilihat
secara proporsional.
Tes BAUM
Aspek kognisi:
1. Proporsi bagian
2. Logika gambar
3. Shading
4. Kelengkapan gambar
Aspek emosi:
1. Posisi gambar dalam kertas
2. Ukuran gambar
3. Kualitas garis
4. Proporsi bagian
5. Bentuk daun
6. Kecondongan mahkota
7. Batang
8. Tumbuhan tambahan
9. Akar
10. Penyelesaian gambar
11. Penyelesaian stem basis
Aspek sosial
1. Produktivitas daun
2. Hubungan batang dan ranting
3. Stem basis
4. Bentuk mahkota
Tes DAP
Aspek kognisi:
1. Proporsi gambar/bagian2nya
2. Shading
3. Kelengkapan bagian
4. Dimensi gambar
Aspek emosi:
1. Proporsi kepala
2. Kelengkapan pakaian
3. Keberhasilan menggambar leher
4. Ukuran tangan dibanding badan
5. Posisi gambar orang
6. Tambahan2 gambar
Aspek sosial
1. Mata
2. Tangan
3. Perwajahan
4. Aktivitas gambar
5. Mulut
6. Leher
7. Komposisi bagian dari gambar
8. Arah pandangan orang
HTP
 Lihat masing-masing komponen gambar
 Bagaimana dinamika ke-3 gambar?
Tes Wartegg
Perhatikan:
 Isi gambar
 Cara menggambar
 Hubungan antara stimulus & gambar
BAB III

• Berkembangnya proyektif sbg protes


terhadap teori yang bersifat Strukturalism
& Behaviorism, yang memandang
manusia sebagai suatu kumpulan dari
berbagai aspek.

1
A. Klasifikasi Pendekatan Menurut Northrop
• Mempengaruhi bagaimana cara pendekatan
terhadap klien, yaitu :
– Behavioristik (dipengaruhi oleh Gestalt)
• Mementingkan TL / gejala yg tampak saja
• Memperhatikan bgmn hub antara gejala tsb
• Cenderung kuantitatif
• Metode non-projective
– Fungsionalisme (dipengaruhi psikolgi dalam)
• Memperhatikan hal2 yg sifatnya internal (tdk disadari)
• Mempelajari bgmn indv memproyeksikan yg tdk disadari dlm TL
• Cenderung kualitatif (memperhatikan gejala jiwa yg dinamis)
• Pengungkapan dari subyek secara mendalam
• Klinis
2
B. Klasifikasi Approach Of Sundberg
• Behavioral Technique
– Didasarkan pd Conditional & Operant Learning
– Berawal dari treatment  intervensi melalui proses
learningnya
– Pemerolehan data melalui Problem Checklist
• Objective Technique
– Penekanan pada teori Trait & Factor
– Scale of Personality
– Banyak didasarkan pada teori Eysenck
• Projective Technique
– Analisa Freud, untuk mengetahui ketidaksadaran indv
– Memiliki arti interpretatif, pendekatannya menyeluruh
– Konsepsi proyektif dlm memandang personality:
• Personality is a process
• Personality is an interaction between internal and external
factors.
3
C. Tes Proyektif
• Syarat untuk tes proyektif  ada screen / layar
yg digunakan untuk memproyeksikan gambar &
stimulus.
• Materinya 3 macam:
– 3 dimensi
– 2 dimensi
– 1 dimensi
• Tes proyeksi sebaiknya mengandung multi-nilai
(has polivalensi), contoh TAT:
– Polisemi  latar belakangnya jelas, figurnya kabur /
sebaliknya
– Monosemi  keduanya relatif jelas
– Asemi  keduanya tidak jelas
4
• Materi tes proyeksi bersifat :
– Unstructure  subyek memiliki banyak
alternatif jawaban
– Ambigous  subyek memilih jawaban sesuai
dengan interpretasinya
• Ciri lainnya :
– Obyektivitasnya rendah
– Validitas & Reabilitasnya rendah

5
D. Klasifikasi Tes Proyektif
• Wundt
– Mengklasifikasikan secara eksploratif
• Impresif  meminta subyek menjelaskan
pengalaman terakhir yang dimilikinya
• Ekspresif  subyek dimasukkan kedalam situasi
yg baru, lalu bgmn penyesuaiannya
• L. K Frank  ingin menganalisa sifat
respon yg diberikan subyek (4)
• Simon (1)  T. Refraktif yg kemudian oleh
Allport dinamakan T. Ekspresif
6
• T. Konstitutif  meminta subyek untuk menyusun materi yg
ambigu & unstructur
(Rörscach, Drawing Comperhension test, CAT, Finger
printing)
• T. Konstruktif  subyek dilihatkan situasi yg kabur agar
dibentuknya menjadi sst yg lebih b’arti
(Mozaic test, Block Design, Human figure drawing)
• T. Interpretatif  subyek mengartikan stimulus / materi tsb
(CAT, TAT, Tes2 proyektif verbal)
• T. Katantif  untuk membersihkan / mengurangi
kemungkinan2 adanya hambatan psikis seseorg
(Playing Technique, role playing, lowenfeld mozaic, doll test)
• T. Refraktif  subyek diharapkan mengekspresikan setiap
perasaan, dorongan, sentimen2nya melalui TL / reaksinya
thd materi tsb
(Tes Grafis, Grafologi, Megokenetic diagnosis, Bender test)
7
• Lindzey  menekankan pada tes2 proyeksi yg sifatnya
verbal. Klasifikasinya disebut five way classification, yaitu:
– Association Tech  subyek diberi stimulus kabur lalu menjawab
dengan cara apa yg pertama kali muncul dlm pikirannya
(Rörscach, tes proyeksi verbal: Word Association Test)
– Construction Tech  subyek diminta memberikan bentuk, biasanya
dgn mengurutkan cerita /gambar
(CAT, SAT, TAT)
– Complation Tech  melengkapi materi yg kurang / belum lengkap
– Choice or Order Tech  materi berupa statement & disediakan
pilihan2, subyek diminta memilih, mengatur / keduanya jawaban yg
tepat /sesuai

– Expressive Tech  diberikan materi / tugas yg belum berbentuk,


subyek diminta untuk membentuk / membuat bentuk tertentu.
Mementingkan proses/prosedurnya. Bentuknya playing (role
playing, bermain tanah liat, dll)
8
BAB IV

Teknik-teknik Proyektif

1 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


A. Sifat Teknik-teknik Proyektif
 Ciri utama dari teknik proyektif adalah penilaiannya atas tugas
yang relatif tidak terstruktur, yaitu tugas yang memungkinkan
variasi yang hampir tak terbatas dari respon2 yang mungkin

 Teknik2 proyektif biasanya dipandang efektif dalam


menyingkapkan aspek tertutup, laten atau tak sadar dari
kepribadian

 Metode proyektif berasal dari lingkungan klinis, berkembang dari


prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien psikiatris

2 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


B. Teknik-teknik Noda Tinta
1. Rörschach
 Hermann Rorschach  yg pertama menerapkan penyelidikan
diagnostik atas kepribadian secara keseluruhan
 Terdiri dari 10 kartu
 Pada waktu penyelenggaraan, penguji mencatat:
a. Catatan verbal tentang respon
b. Waktu reaksi & Lama respon
c. Posisi dimana kartu dipegang
d. Catatan spontan
e. Ungkapan emosional
f. Perilaku insidentil lain selama tes

3 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


 Perbedaan utama Rörschach tahun 1930-1960 pada metode
skoring & soal2 interpretif

 Fokus interpretasi Rörschach yaitu pada:


 Lokasi  bagian noda tinta yang dengannya responden
mengasosiasikan tiap respon.
 Determinan  mencakup bentuk, warna, bayangan dan “gerakan”.
 Kualitas bentuk / tingkat bentuk  ketepatan respon dalam
menyamani lokasi yang digunakan, pada keasliannya atau keduanya.

4 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


 Kelemahan Rörschach :
 Variasi dalam jumlah total respon
 Pengaruh dari efek penguji dan skor
 Perkembangan sistem penentuan skor
 Dari hal-hal tersebutlah, reliabilitas dan validitas Rörschach
terganggu dengan kekurangan metodologinya

 Jenis interpretasi kualitatif yg umum digunakan bersamaan


dgn Rörschach adalah :
 Asosiasi respon “keseluruhan” dgn pikiran konseptual
 Asosiasi respon “warna” dgn emosionalitas
 Asosiasi respon “gerakan manusia” dgn imanjinasi serta kehidupan
fantasi

5 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


2. Sistem Komprehensif Exner
 John E. Exner, Samuel Beck & Bruno Klopfer
 Menyuling semua segi yang secara empiris berguna & dapat
dipertahankan yg dimiliki metode tersebut ke dalam satu sistem
tunggal
 Paduan unsur2 yg dikumpulkan dari 5 pendekatan utama dengan
menyediakan:
 Administrasi terstandardisasi
 Penentuan skor Diseleksi atas dasar
 Prosedur interpretatif perbandingan empiris

 Penekanannya adalah lebih pada variabel struktural ketimbang


variabel isi.

6 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


 Penentuan skor pada:
 Lokasi  Isi
 Determinan  Aktivitas organisasional
 Kualitas bentuk  popularitas

• Kemudian menggunakan perhitungan nisbah,


persentase dan indeks
• Sumbangan Exner diadakannya sistem
Rörschach seragam, sedangkan pertanyaan
penting pada persoalan validitas
• Faktor utama yang membuat rumit dlm
interpretasi skor2 Rörschach adl jumlah respon
total / Produktivitas respon (R)
7 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7
 Dari pendekatan yg dilakukan Exner:
 Ateoritis
 Kurang dimanfaatkannya data isi
 Kurang studi validasi silang
 Ukuran sampel yg kecil
 Jumlah variabel yg luas
 Tidak terbuka pada penelitian masyarakat

8 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


3. Pendekatan2 alternatif
 Aronow  mp’lakukan tes Rö sbg wawancara klinis terstandardisasi
yang mengambil sampel operasi perseptual seseorang.
 Pendekatan ini lebih memusatkan perhatian pada interpretasi isi
ketimbang pada variabel struktural atau determinan perseptual
 Pendekatan lainnya oleh Lerner (berakar dari psikoanalitik modern),
memandang tes Rö pada dasarnya sebuah metode proyektif untuk
menilai dunia internal dari individu
 Tes Rö memiliki nilai khusus dalam mempelajari aspek perseptual,
kognitif & afektif dari fungsi kepribadian

9 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


4. Teknik Noda Tinta Holtzman (Holtzman Inkblot Technique) HIT
 Menyediakan dua rangkaian 45 kartu masing2 paralel
 Memiliki keuntungan psikometris terhadap tes Rö, yaitu;
 Bentuk paralel memungkinkan reliabilitas dan studi tindak lanjut yg memadai
 Pembatasan respon pada tiap kartu  produktivitas respon konstan tiap
responden
 Kelemahan HIT terhadap Rö:
 Lebih banyak diperlukan data untuk menetapkan arti penting diagnostik dari
berbagai skor & validitas variabel2 kepribadian

10 Psikologi Proyektif - Minggu ke 7


C. Teknik-teknik Gambar
1. Thematic Apperception Test (TAT)
– Dikembangkan oleh Henry Murray
– Stimulusnya lebih terstruktur dan meminta respon verbal
yang lebih kompleks & terorganisasi secara bermakna
– Terdiri dari 19 kartu bergambar & 1 kartu kosong.
Pelaksanaannya dibagi menjadi 2 sesi masing2 10 kartu.
– Kartu untuk sesi kedua gambarnya bersifat tidak lazim,
dramatis, & aneh.
– Analisa isi cerita lebih pada “kebutuhan” & “tekanan”
– “Kebutuhan” yang dimaksud dapat didapat juga melalui tes
EPPS (spt: prestasi afiliasi, & agresi).

1
– “Tekanan” merujuk pada kekuatan lingkungan yang
dapat memperlancar atau mencampuri pemuasan
kebutuhan.
• Diserang
• Contoh: • Dikritik
• Mendapatkan perhatian
• Diberikan kenyamanan
• Akan mendapat ancaman fisik, dll

– Untuk menilai seberapa kuat “kebutuhan” atau


“tekanan” tergantung dari intensitas, durasi &
frekuensi munculnya hal tersebut.
– Materi yg tdk biasa, yg menyimpang dari respon
umum terhadap tiap gambar, memiliki
kemungkimam untuk menjadi berarti bagi individu
2
– Informasi normatif yg dapat didapat dari tes
ini:
• Cara tiap kartu dipersepsi
• Tema yang dikembangkan
• Peran yang diberikan pada karakter
• Nada emosional yang diungkapkan
• Kecepatan respon, panjang cerita, dll

– Kondisi klien saat melaksanakan tes TAT


sangat mempengaruhi respon yang diberikan
(spt: lapar, kurang tidur, frustasi, dll)

3
2. Adaptasi TAT & Tes-tes Terkait
a. Children Apperception Test (CAT)
• Dapat digunakan untuk anak usia 3 – 10 tahun
• Objeknya hewan, atas dasar asumsi bahwa anak-anak
lebih mudah melakukan proyeksi pada hewan daripada
manusia
• Gambar tersebut dirancang untuk membangkitkan
fantasi yg berhubungan dengan:
• Masalah makan serta sektivitas oral
• Persaingan sesama saudara (Sibling Rivalry)
• Hubungan orang tua dan anak
• Agresi
• Latihan buang air besar dan kecil
• Serta pengalaman anak lainnya

4
b. Roberts Apperception Test for Children (RACT)
• Lebih dekat memenuhi standar psikometris untuk
penyusunan tes dan evaluasi
• Terdiri dari 16 kartu stimulus yg tumpang tindih, untuk
anak laki-laki & perempuan
• Gambar2 tersebut dapat melukiskan situasi antar
pribadi yang telah dikenal dimana ada anak-anak
dalam hubungannya dengan orang dewasa atau anak2
lainnya

c. Tell-Me-A-Story (TEMAS)
• Untuk menaksir ciri-ciri kognitif, afektif dan kepribadian
anak-anak usia 5 – 18 tahun.
• Terdiri dari dua rangkaian kartu stimulus paralel
dengan warna lengkap; untuk anak2 minoritas etnik &
anak2 berkulit putih
• Reliabilitas dan konsistensi internalnya masih
dipertanyakan
5
d. Gerontological Apperception Test & Senior
Apperception Test (untuk Lanjut Usia)
• Menampilkan seorang atau lebih dari seorang
lanjut usia & mengilustrasikan masalah yang
bisa melanda orang lanjut usia (kesepian,
masalah keluarga, rasa tak berdaya, dll).
• Dikritik, karena terlalu cepat & cenderung
memperlihatkan stereotipe yang salah
• Tidak diterbitkan lagi

6
3. Rosenzweig Picture-Frustration Study
– Cakupannya dibatasi & meminta respon yg lebih
sederhana
– Terdiri dari 16 kartu, diperuntukkan bagi dewasa (> 18
tahun), remaja (12 – 18 tahun) & anak2 (4 – 12 tahun).
– Menyajikan rangkaian kartu dengan satu orang
membuat frustrasi orang lain atau meminta perhatian
untuk kondisi yang membuat frustrasi.
– Respon diklasifikasi menurut tipe dan arah agresi:
• Tipe Agresi: menekankan obyek yg membuat frustrasi,
pertahanan diri, perhatian pada orang yg frustrasi, dll
• Arah agresi:
– Ekstragresif, berpaling ke luar pada lingkungan
– Intragresif, berpaling ke dalam diri sendiri
– Immagresif, menyembunyikan atau menghindari situasi

7
D. Teknik-teknik Verbal
• Tes-tes proyektif didahului oleh tes
asosiasi kata yg dikenal sebagai “tes
asosiasi bebas”
• Tokohnya Galton, Wundt & Cattel
• Dengan menyajikan rangkaian kata2 tak
terkait dan meminta klien memberikan
respon dengan kata pertama yg muncul
dalam pikiran mereka
8
E. Ingatan-ingatan Otobiografis
• Menurut Adler, ingatan paling awal secara
khusus memegang kunci dalam
pemahaman “gaya hidup” individu.
• Menurut Bruhn, ingatan2 otobiografis atau
autobiographical memories (EMs)
memainkan peranan sentral pada
pemahaman tes kepribadian.
• Nilai EMs terletak pada kekuatannya
dalam mengungkap keprihatinan, sikap,
keyakinan & afeksi saat ini.
9
F. Teknik-teknik Kinerja
1. Teknik-teknik Menggambar
– Draw A Person (DAP)  dewasa
• Klien diberi pensil & kertas untuk “menggambar
orang”
• Pemeriksa memperhatikan komentarnya, urutan
penggambaran bagian2 yg berbeda
• Pada dasarnya bersifat kualitatif & didasarkan pada
indikator2 tunggal seperti :
“kepala yg besarnya tdk proporsional kerap kali
akan ditemukan pada individu yang menderita
penyakit di kepalanya”

10
– Human Figure Drawings (HFDs)  anak usia
sekolah
• Dirancang oleh Koppitz sebagai tes
perkembangan mental.

– House-Tree-Person (HTP)  dewasa


• Meminta klien untuk menggambar rumah, pohon
dan orang dalam satu kesatuan.

– Kinetic Family Drawing (KFD)  anak


• Meminta anak untuk melukis gambar setiap orang
di dalam keluarga, termasuk diri mereka sendiri
dalam keadaan sedang “melakukan sesuatu”.

11
2. Teknik Permainan dan Tes Mainan
– Melibatkan obyek seperti wayang, boneka
dan miniatur
– Scenotes terdiri dari seperangkat peralatan
standar (seperti: orang dewasa & anak2,
binatang, perabot, kamar mandi, dapur serta
perabotan lain) dan buku pegangan
– Dapat mengungkap:
• Sikap anak terhadap keluarga
• Persaingan sebaya (12)
• Ketakutan, agresivitas, konflik, dsb.
– Penguji memperhatikan: apa yg dipilih & apa
yg dilakukan si anak, pengungkapan verbal,
ungkapan emosional, serta PL lainnya.
12
Apperceptive Distortion dan
Konsep Dasar Psikoanalisis

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 1


A. Apperceptive Distortion dan Psikoanalisis

• Psikoanalisis juga merupakan teori belajar,


khususnya membahas masalah:
– Sejarah kehidupan seseorang
– Adanya hukum interaksi di antara persepsi
– Persepsi masa lalu mempengaruhi persepsi
kemudian

• Persepsi masa lalu merupakan suatu rangkaian


genetik proposisi yang membentuk kepribadian

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 2


• Hukum2 interaksi antara persepsi masa
lalu sebagai dasar pembentukan simtom2
dan karakter2 pribadi

• Konsep Defense Mechanism dan


interpretasi genetik menjelaskan pengaruh
persepsi masa lalu (past percepts)
terhadap appersepsi yang sekarang
(contemporary apperception).

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 3


B. Problem Khusus Dalam Apperceptive Distortion
1. Hypnosis
• Appersepsi diubah sesaat yang dimulai dengan
terjadinya penurunan kesadaran
• Suatu tehnik yang digunakan untuk memasuki
alam bawah sadar manusia secara cepat.
• Menurut Ferenczi, seorang hipnotis merupakan
image orang tua yang sedang menidurkan
anaknya.
• Proses hipnotis akan berjalan dengan baik jika
sang hipnotis mampu memunculkan image
tentang orang tua subjek, sehingga memiliki
kontrol yang kuat, dapat mempengaruhi persepsi
subjek terhadap stimulus.
Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 4
2. Mass Psychological Phenomena
(fenomena psikologi yang terdapat dalam
masyarakat)
• Proses terjadinya mirip dengan hipnosis
• Bila individu menjadi salah satu anggota group,
maka ia akan melihat segala sesuatu berdasarkan
kaca mata massa atau groupnya.
• Group sebagai figure otoritas, sehingga persepsi
kelompok akan mengontrol image memory

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 5


3. Transference
• Hubungan emosional pasien terhadap
psikoanalisnya.
• Analist harus berperan sebagai suatu figure yang
pasif.
• Transference terjadi bila pasien mentransferkan
sentimen-sentimennya yang terbentuk di masa lalu
kepada analistnya.

4. Psychoses
• Pada delusi dan halusinasi psikotik, terlihat
adanya image masa lalu yang mendesak
sedemikian kuat untuk muncul, sehingga dapat
merusak appersepsi yang sekarang terhadap
dunia
Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 6
5. Therapy
Teori terapi dibagi mjd beberapa tahap, yaitu:
a. Communication
• melalui asosiasi bebas dan berusaha
menemukan common denominator (elemen2
terkecil) dalam pola tingkah laku pasien
• asosiasi bebas adalah metode yang digunakan
untuk mengungkap masalah-masalah yang
ditekan oleh diri seseorang namun terus
mendorong keluar secara tidak disadari hingga
menimbulkan permasalahan.
b. Interpretation
• berusaha menunjukkan pada pasien, pola
tingkah laku yang bagaimana yang sesuai bagi
pasien dalam mengarungi berbagai situasi
kehidupan yang sekarang
Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 7
• Interpretasi dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
– Horizontal Study
• Mencari suatu common denominator dalam pola
TL & hubungan interpersonal pasien dalam
kehidupan yang sekarang
– Vertical Study
• Melacak sejarah perkembangan common
denominator pola TL pasien di masa lalu.
– Relationship to the Therapist (hubungan
dengan terapisnya)
• Analisis terhadap situasi transference.

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 8


c. Insight
– Kemampuan pasien melihat hubungan antara
simtom2 yang dideritanya dan apperceptive
distortion yang tidak disadarinya, yg
mendasari terwujudnya simtom tersebut.
– Appersepsi pasien terhadap common
denominator dalam pola tingkah lakunya.
– Proses insight:
• Intellectual insight
pasien mampu melihat adanya inter relasi
perbedaan antara pola horizontal dan vertikal pada
dirinya
• Emotional insight
Pasien menunjukkan afeksi2 yang mengikuti
terjadinya intellectual insight, seperti: kelegaan,
kecemasan, rasa bersalah, dll
Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 9
d. Working Through
– Merealisir insight yang telah atau baru
diperolehnya, melalui tahap:
• Intellectually
mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya
dalam berbagai situasi yg ditunjukkan terapis, ke
dalam situasi lain
• Emotionally
mengaplikasikan dalam TL emosionalnya sehari-
hari
• Behaviorally
insight yang diperoleh diterapkan dalam situasi2
nyata, dengan mental set yang baru, diharapkan
pasien lebih progresif.

Psikologi Proyektif - Minggu ke 5 10


TES GRAFIS SEBAGAI ALAT PSIKODIAGNOSTIK

Pendahuluan

Dalam dekade terakhir, pemeriksaan psikologi mempunyai pengaruh besar pada

kehidupan manusia Indonesia. Kebanyakan dari mereka yang bersekolah, masuk

perguruan tinggi, melamar pekerjaan, ikut seleksi untuk menduduki jabatan

tertentu, pernah mengikuti suatu pemeriksaan psikologi. Pemeriksaan psikologi

yang mereka jalani tidak selalu sama, tergantung dari tujuan pemeriksaan dan alat

pemeriksaan yang digunakanpun berlainan. Misalnya siswa Taman Kanak-kanak

menjalani pemeriksaan psikologi agar dapat diketahui kesiapan anak untuk

mengikuti pelajaran di Sekolah. Tes yang berbeda dipakai untuk siswa kelas I

Sekolah Menengah Umum yang bertujuan untuk menentukan apakah yang

bersangkutan lebih sesuai untuk jurusan A1, A2, A3 atau A4.

Dengan semakin meningkatnya penggunaan jasa psikologi dalam berbagai bidang,

maka tidaklah mengherankan apabila muncul banyak biro psikologi dan

meningkatnya peminat untuk mengikuti pendidikan psikologi karena psikologi

kini dianggap sebagai lahan yang dapat memberikan penghasilan yang layak.

Untuk berbicara lebih jauh tentang psikologi dan tes psikologi, kita perlu

meninjau sejarahnya.

Sebenarnya psikologi sebagai suatu ilmu baru berkembang di abad ke 19 di Eropa,

walaupun sudah sejak jaman dulu Plato dan Aristo telah menulis tentang adanya
perbedaan-perbedaan individual. Para ilmuan Jerman-lah yang mulai

mengembangkan ilmu psikologi pada akhir abad 19, yaitu Fechner, Wundt,

Ebbinghaus dan sebagainya. Penelitian-penelitian yang dilakukan para psikiater

dan psikolog perancis di bidang gangguan-gangguan mental mempengaruhi

perkembangan tehnik-tehnik assessment Klinis dan tes dan ini berakibat pada

pengembangan tes prestasi dan skala psikologi yang dibakukan.

Ilmuan lainnya yang terlibat dalam pengembangan alat ukur psikologi yang

dianggap menonjol pada jaman itu adalah Galton dari Inggris, Cattell dari

Amerika dan Binet dari Perancis.

Pionir lainnya adalah Spearman yang mengembangkan teori tes, Terman yang

mengembangkan tes kecerdasan sedangkan Woodworth dan Rorschach

mengembangkan tes kepribadian. Edward Strong berkecimpung dalam

pengembangan tes minat.

Dengan terjadinya Perang Dunia I, sekelompok psikolog di Amerika Serikat

mengembangkan tes untuk mengukur kemampuan mental, khususnya tes

inteligensi untuk ribuan tentara Amerika selama Perang Dunia I dan sesudahnya.

Tes ini dikenal dengan Army Alpha untuk yang berpendidikan dan Army Beta

untuk yang tidak berpendidikan. Tes yang dikembangkan Woodworth adalah

inventori kepribadian yang pertama dibakukan dan digunakan dalam seleksi

tentara, dikenal sebagai Personal Data Sheet.

Sejak tahun 1920-an bidang testing psikologi berkembang dengan pesat dan kini

ratusan tes psikologi dibuat dan dijual, terutama di negara-negara barat. Untuk
mengetahui tes apa saja dan apa tujuan tes tersebut, dapat ditelusuri melalui

berbagai katalog yang diterbitkan instansi-instansi penjual tes. Makalah ini

memberikan sedikit gambaran tentang tes psikologi terutama tes grafis yang

banyak dipakai dalam pemeriksaan psikologi di Indonesia.

Klasifikasi Tes

Apabila kita ingin menggunakan suatu tes tertentu, perlu diketahui secara

mendalam tes tersebut, yaitu:

- Tujuan tes tersebut

- Tes dapat diberikan secara individual atau kelompok

- Standardisasi tes : norma, validitas, reliabilitas

- Tes obyektif atau non-obyektif

- Administrasi tes

- Latar belakang teoretik tes tersebut

- Apakah tes sesuai untuk digunakan di Indonesia

Tanpa penguasaan yang mendalam tentang tes yang digunakan disamping latar

belakang teoretik (psikodinamika) yang memadai, maka hasil tes berupa angka

atau grafik dan sebagainya tidak akan bermanfaat banyak, bahkan ada

kemungkinan terjadinya kesalahan dalam analisis sehingga akan merugikan si

pemakai jasa.

Ratusan tes psikologi yang kini diperjual-belikan dapat dimasukkan dalam

kelompok-kelompok menurut tujuan atau sifatnya.

1. Tes Individual dan tes kelompok


Tes individual adalah tes yang diberikan perorangan yaitu tester

berhadapan dengan testee, misalnya tes Rorschach, Stanford Binet

Intelligence Test dan Wechsler Bellevue Intelligence Scale. Tes kelompok

diberikan tester pada sekelompok testee, misalnya Progressive Matricee-

60 dari Raven dan Tes Kode.

2. Sekelompok Speed & Power test, yang didasarkan atas batas waktu tes.

Speed test terdiri dari banyak soal yang mudah akan tetapi waktu sangat

dibatasi sehingga hampir tidak ada yang selesai dalam batas waktu yang

diberikan. Sedangkan power test adalah kebalikan dari speed test. Tes ini

terdiri dari banyak item yang sukar.

3. Kelompok tes obyektif dan non-obyektif, yang didasarkan atas sistem

penilaian. Suatu tes obyektif mempunyai standar penilaian yang obyektif

yang sudah ditentukan. Seorang bukan psikologpun dapat melakukan

penilaian tetapi tidak dapat melakukan interpretasi. Sebaliknya, melakukan

penilaian terhadap tes essay dan berbagai macam tes kepribadian

seringkali bersifat subyektif dan 2 orang penilai akan memberikan hasil

yang mungkin berbeda.

4. Klasifikasi lain yang disesuaikan dengan isi atau proses adalah kelompok

tes kognitif dan tes afektif. Tes kognitif mengukur proses-proses dan hasil

kemampuan mental (kognisi) dan seringkali disebut sebagai tes prestasi

dan bakat. Suatu tes prestasi menjaring pengetahuan subyek tentang topik

tertentu dan terfokus pada perilaku yang telah lalu, yaitu apa yang pernah
dipelajari dan dicapai. Bedanya dengan tes bakat adalah bahwa tes bakat

memusatkannya pada perilaku yang akan datang yaitu kemampuan subyek

untuk belajar dengan latihan yang sesuai. Misalnya : tes untuk bakat

mekanis dan klerikal dikembangkan untuk menarik manfaat dari latihan

lebih lanjut dalam tugas-tugas mekanis dan klerikal. Tetapi sebenarnya

prestasi dan bakat tidak dapat dipisahkan karena apa yang telah dicapai

seseorang di masa lalu biasanya merupakan indikator cukup baik untuk

sesuatu yang diharapkan di masa mendatang.

Berbeda dengan kelompok diatas adalah kelompok tes afektif yang

dirancang untuk menjaring minat, sikap, nilai, motif, ciri-ciri temperamen

dan aspek-aspek non-kognitif dari kepribadian. Berbagai tehnik diciptakan

untuk menjaring tujuan ini, misalnya observasi perilaku, inventori dan

tehnik proyektif.

Istilah proyeksi diperkenalkan Lawrence Frank (1939) untuk rangsang-

rangsang yang tidak jelas dan terhadap rangsang-rangsang inilah subyek

memproyeksikan kebutuhan dan keadaan dalam dirinya. Tehnik proyeksi

biasanya terdiri dari rangsang yang tidak terlalu berstruktur dan subyek

diminta untuk memberi tanggapan terhadap rangsang-rangsang yang

diajukan. Justru karena tes proyeksi tidak terlalu berstruktur dalam isi dan

terbuka untuk jawaban-jawaban subyek maka jawaban-jawaban

mencerminkan persepsi subyek tentang lingkungannya. Ini juga berarti

bahwa semakin tidak terstrukturnya tugas, semakin besar kemungkinan


bahwa jawaban-jawaban yang diberikan subyek mengandung faset-faset

penting dari kepribadian subyek. Menurut para penganjur tehnik ini, tes

proyeksi dapat menjangkau lapisan-lapisan yang lebih dalam dari

kepribadian, yaitu yang tidak disadari subyek. Namun kekurangan dari

tehnik inipun ada, yaitu:

1. Tidak se-obyektif dan seakurat tes kognitif

2. Tidak terstrukturnya rangsang memberi kesulitan dalam

membuat penilaian

3. Akibat masalah penilaian, kebanyakan tehnik proyeksi tidak

memenuhi standar konvensional dari validitas dan reliabilitas

Untuk mengatasi penilaian yang ”kurang tepat” terhadap hasil tes

proyektif, dibutuhkan banyak latihan dan kepekaan psikolog. Disamping

itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang psikoanalisa dan teori-

teori psikodinamik lainnya yang menjadi latar belakang kebanyakan tes-

tes proyeksi. Salah satu kelompok tes proyeksi adalah tes grafis yang

dibicarakan berikut ini

Tes Grafis

Tehnik proyeksi yang dipakai tes grafis ini seringkali disebut sebagai tehnik

ekspresif. Yang banyak dikenal dan banyak dipakai oleh para psikolog Indonesia

adalah:

- Gambar Orang (Graw a Person Test)


- Gambar Pohon (Draw a tree Test)

- Tes Wartegg

Tes grafis disebut juga sebagai paper and pencil test karena hanya melibatkan 2

bahan tersebut dan dianggap sebagai tes yang sederhana dan murah. Sederhana

karena tugas yang diberikan tidak rumit, mudah dimengerti subyek dan waktu

pengerjaan tidak lama. Murah karena hanya melibatkan beberapa lembar kerja

HVS 70gr ukuran A4 dan sebatang pinsil HB.

1. Gambar Orang (Draw a Person Test)

Ada beberapa versi dari Tes Gambar Orang, yaitu versi Goodenough yang

biasanya dipakai untuk memperoleh nilai I.Q Versi ini kemudian

dikembangkan Harris sehingga dikenal sebagai Draw a Person Tes versi

Goodenough-Harris. Apabila pada versi Goodenough subyek hanya

menggambar 1 figur saja maka pada versi Goodenough Harris, subyek diminta

untuk menggambar 3 figur, yaitu figur laki, perempuan dan figur diri. Pada

dua tes ini, figur yang digambar diberikan penilaian kuantitatif, misalnya

kepala diperoleh nilai : 1; mata diberi nilai 1; ada pupil diberi nilai 1 dan

seterusnya sehingga diperoleh skor total. Skor total ini masih diolah lebih

lanjut sehingga akhirnya memunculkan nilai IQ.

Berbeda dengan yang disebut diatas adalah versi Machover yang tidak

memberikan penilaian kuantitatif tetapi kualitatif.

Versi Machover ini dilandasi teori Psikoanalisa.


Figur manusia yang digambar dianggap sebagai persepsi si penggambar

tentang dirinya dan bayangan tubuhnya. Walaupun gambar-gambar yang

dibuat subyek biasanya merupakan bayangan tubuh dan konsep dirinya,

tetapi perubahan-perubahan dalam sikap dan suasana hati karena situasi

juga dinyatakan disini.

Seringkali dipertanyakan, mengapa figur manusia yang digambar dan

bukan figur lain? Jawabannya adalah sebagai berikut, yaitu figur manusia

adalah yang paling dikenal, yang paling dekat dengan dirinya sehingga ia

dapat menggambar berdasarkan pengalaman-pengalamannya.

Administrasi tes tidaklah sukar. Persyaratan untuk tes adalah 2 lembar

kertas HVS 70 mgr ukuran A4 dan 1 pinsil HB, penghapus. Perhatikan

agar tidak menggunakan alas karton atau buku. Alas untuk menggambar

harus keras dan licin

Instruksi adalah : Gambarlah orang

Apabila subyek sudah selesai dengan gambarnya, maka diberikan kertas

lain lalu diberi instruksi:

”Sekarang gambarlah figur dengan jenis kelamin lain dari yang tadi

digambar”

Selama subyek mengerjakan tes, tester membuat observasi dan mencatat

semua pernyataan verbal subyek, komentar yang diberikan, cara ia

menggambar, figur dengan jenis kelamin mana yang digambar terlebih

dahulu, berapa lama ia menggambar?


Setelah subyek selesai menggambar, tester melakukan asosiasi, yaitu

meminta subyek untuk membuat cerita tentang figur yang digambarnya.

Dalam tes kelompok, sukar membuat asosiasi karena waktu yang tersedia

terbatas. Disamping itu hanya 1 figur saja yang digambar. Waktu

pelaksanaan dalam tes kelompok juga dibatasi, yaitu 10 menit.

Prinsip interpretasi.

Pada waktu kita menghadapi lembar kertas dengan hasil karya subyek

berupa figur manusia, maka seolah-olah kita berhadapan langsung dengan

si penggambarnya. Kita akan mendapat kesan pertama tentang gambar

tersebut. Dalam analisis selanjutnya, kita berpegang pada 3 hal yaitu :

ruang ; gerak dan bentuk.

Ruang adalah : Posisi figur diatas kertas, apakah ditempatkan ditengah,

kiri, kanan, atas atau bawah?

Gerak adalah : Bagaimana pinsil diatas kertas bergerak membentuk figur

manusia. Ini mencakup tenakan pinsil, cara subyek

membuat garis dan bayangan.

Bentuk adalah : Bagaimana proporsi figur, apa yang digambar, elaborasi,

detail, distorsi, ada yang tidak digambar dan sebagainya.

Disamping itu masih perlu dipertimbangkan fungsi

anggota tubuh yang mendapat penekanan. Penekanan

dapat berupa tambahan shading, hapusan, berulangkali

diperbaiki, dipertebal, garis pada bagian tertentu berbeda


dengan garis secara keseluruhan, lebih mendetail dan

sebagainya. Adanya anggota tubuh yang tidak

digambarpun perlu ditertimbangkan. Penekanan dibagian

tertentu dari figur manusia menunjukkan adanya konflik

pada bagian tersebut dan karena itu perlu diketahui fungsi

dari berbagai bagian/organ tubuh.

Kepala : Dianggap sebagai tempat kegiatan intelek dan fantasi dan

diasosiasikan dengan kontrol impuls dan emosi, kebutuhan

sosialisasi dan komunikasi. Maka dikatakan bahwa orang yang

menarik diri, neurotik tidak memberi banyak perhatian pada

kepala.

Bagian-bagian kepala berfungsi sebagai sumber utama dari

kepuasan dan ketidak puasan sensoris disamping sebagai alat

komunikasi. Mata, telinga dan mulut merupakan organ yang

diperlukan dalam berhubungan dengan lingkungan, sehingga

perlakuan yang berlebihan menunjukkan kemungkinan

kecemasan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi organ-organ

tersebut.

Leher : Leher merupakan penghubung antara kepala dan badan,

merupakan penghubung, dalam bahasa psikoanalisis antara

super-ego, ratio, dan id, impuls, dorongan. Pada umumnya bila

leher mendapat penekanan maka menunjukkan kemungkinan


pemikiran subyek mengenai kebutuhannya untuk mengontrol

impuls-impuls yang dirasakannya mengancam.

Badan : Badan, khususnya ”trunk” diasosiasikan dengan dorongan-

dorongan dasar. Subyek biasanya cenderung menggambar figur

yang mirip dengan keadaan tubuhnya sendiri. Anak seringkali

menggambar ”trunk” secara sederhana, persegi-empat atau

lonjong. Tidak adanya bagian tubuh yang penting (kecuali pada

anak) menunjukkan kemungkinan gangguan psikologis yang

serius.

Bahu : Perlakuan terhadap bahu dianggap sebagai pernyataan dari

perasaan kebutuhan akan kekuatan fisik. Orang normal akan

menggambar bahu dengan jelas sedangkan orang dengan rasa

rendah diri karena fisik yang kurus dan kecil akan menggambar

figur dengan sebelah bahu lebar. Tidak adanya bahu terkadang

dikatakan sebagai kemungkinan skizofreni atau kondisi

kerusakan otak.

Lengan dan tangan:

Kondisi lengan dan penempatannya, yaitu menjauh dari tubuh

atau melekat pada tubuh menunjukkan hubungan subyek dengan

lingkungannya. Maka lengan yang ditaruh dipunggung sehingga

hanya sebagian saja yang tampak, menunjukkan keengganan

subyek untuk berhubungan dengan orang. Tangan yang


dimasukkan ke dalam saku, atau tangan yang tidak tampak,

diassosiasikan dengan konflik dan perasaan-perasaan bersalah

yang berhubungan dengan kegiatan tangan tersebut.

Tungkai kaki dan kaki:

Figur dengan perlakuan tidak biasa terhadap kaki atau tungkai

kaki berhubungan dengan perasaan aman atau tidak aman.

Tungkai kaki merupakan serana bergerak dan perlakuan terhadap

bagian ini mencerminkan perasaan seseorang mengenai

mobilitas.

2. Gambar Pohon

Gambar pohon dikembangkan oleh Karl Koch

Administrasi tes:

Persyaratan : Kertas HVS 70mgr ukuran A4, pinsil HB, tidak pakai penghapus,

alas menggambar harus licin dan keras, waktu tidak dibatasi (kecuali tes

kelompok)

Instruksi : ”Gambarlah pohon”

”Kecuali : pohon cemara, randu, kelompok palma, bambu”

Apabila ada kesan bahwa gambar yang dibuat tidak memenuhi persyaratan, maka

subyek diberi kertas baru dan diberi instruksi: ”Gambarlah pohon lain dari yang

telah anda gambar”.

Seringkali muncul pertanyaan : Mengapa justru gambar pohon? Apabila kita

melihat tanaman yang mempunyai sistem terbuka yaitu dengan pertumbuhan yang
menuju keluar, segala sesuatu terjadi di permukaan, dibentuk dibawah kulit dan

ujung-ujung tunasnya. Hanya pohon yang memperlihatkan hal ini. Maka

dikatakan bahwa ”Keberadaan” tanaman adalah gerakan hidup keluar, usaha

menjauhi zone pertumbuhan pusat. Pohon tidak pernah berhenti berkembang, ia

tumbuh sempurna, selalu muda-berbunga berbuah sampai mati. Berbeda dengan

manusia atau binatang yang merupakan sistem yang tertutup. Hidup fisik

diarahkan kedalam. Semua organ sudah ada sejak awal dan dalam tubuh semua

organ diberi makanan (darah) oleh kekuatan yang sama, seumur hidup. Dalam

eksistensi manusia segala sesuatu bergerak ke dalam dan dikendalikan organ-

organ pusat. Gambar pohon yang dibuat manusia merupakan sekresi dari yang ada

di dalam. Gerak keluar menjadi bentuk yang menyerupai manusia, namun dengan

sifat-sifat yang berbeda dalam ”inner being”nya. Ini yang dikatakan sebagai

proyeksi dari psyche.

Prinsip interpretasi.

Sama halnya dengan tes gambar orang, pada waktu kita menghadapi hasil karya

subyek, maka seolah-olah kita berhadapan dengan subyek. Bagaimana kesan

pertama yang kita peroleh? Juga dalam analisis selanjutnya kita berpegang pada 3

hal, yaitu : ruang, gerak dan bentuk (lihat halaman 7).

Dengan bentuk tentunya bukan lagi proporsi figur, akan tetapi proporsi pohon,

bagaimana perimbangan antara mahkota dan batang? Kemudian dilihat pohon apa

yang digambar dan apa yang digambar. Kadang-kadang ada pohon yang tidak
lengkap, yang dapat disebabkan beberapa hal yaitu: belum selesai, artinya ada

pembelokan tidak dapat diselesaikan, berarti adanya hambatan.

Dalam membuat analisis, harus dilihat terlebih dahulu: usia si penggambar,

sesuaikah untuk usianya dan bila tidak? Kemudian perlu diketahui pendidikan dan

dari mana subyek berasal. Ini perlu diketahui karena bila pada orang dewasa ada

sekelompok ciri yang biasa ditemukan pada tahap usia yang lebih muda yang

dapat dikatakan normal untuk tahap usia tersebut maka ada beberapa

kemungkinan yang perlu dipertimbangkan yaitu retardasi perkembangan,

manifestasi keadaan-keadaan infantil atau regresi.

Untuk dapat menentukan salah satu kemungkinan diperlukan pengalaman dan

membandingkan berbagai gambar pohon dari berbagai kelompok usia.

Selanjutnya dilihat bagaimana subyek menggambar bagian-bagian pohon, yaitu:

Akar : Berfungsi untuk menghisap makanan dan berpegangan pada tanah agar

tidak tumbang. Akar dapat digambar dengan 2 cara, yaitu akar 1 garis dan akar 2

garis. Akar 1 garis biasanya dibuat anak sedangkan akar 2 garis dibuat orang

dewasa. Namun akar 2 garis dapat dibuat sebagai akar tertutup dan akar terbuka.

Pangkal batang : Dapat digambar lebar di kiri dan kanan, sebelah kiri saja lebih

lebar atau sebelah kanan saja lebih lebar. Pelebaran ke kiri atau ke kanan atau

pada bagian kiri dan kanan berarti adanya inhibisi/hambatan.

Batang pohon : dapat digambar dengan 1 garis dan 2 garis. Ada berbagai bentuk

batang, misalnya batang bentuk kerucut yang biasa digambar anak sekitar usia 8-9

tahun, anak debil atau orang dewasa yang mengalami regresi. Batang dapat pula
dibuat dengan 2 garis lurus paralel, batang yang bergelombang serasi atau batang

yang menggelembung, jadi ada penebalan dan konstriksi. Penebalan berarti

penimbunan sedangkan konstriksi berarti hambatan, jadi apa yang ditimbun dan

apa yang dihambat?

Apabila kita kembali pada simbolik batang yairu energi, dorongan, maka

penimbunan dapat berarti energi. Permukaan batang:

Secara fisiognomis, permukaan batang berarti ke arah hubungan individu dengan

lingkungan secara emosional dan afektif, yaitu bagaimana individu

lingkungannya. Ini berarti penyesuaian diri, kehidupan afek, defense mechanisme

diri. Penampilan coretan tajam dan berkesan keras dapat diartikan sebagai berikut

: sesuatu yang keras biasanya tahan pukulan tetapi pukulan yang keras sekali akan

mengakibatkan patah. Jadi sifat yang keras dan sikap yang keras bila terlalu

ditekan, akan patah. Coretan yang begolombang menunjukkan sikap kontak yang

emosional, artinya perasaan memegang peranan penting sedangkan coretan dalam

bentuk noda-noda yang tampak seperti penyakit kulit. Melambangkan gangguan

dan kontak dengan sesama manusia

Bayangan, merupakan pengisian kertas dengan psinsip supaya lebih gelap dan

dapat diartikan bahwa ada perose emosional pada yang bersangkutan. Perlu

diberhatikan berat-ringannya bayangan yang dibuat, karena bayangan yang dibuat

sengan halus, ringan menunjukkan kepekaan sipenggambar sedangkan bayangan

yang gelap dan berat lebih menunjukan adanya kecemasan.


Dahan, seperti akar dan batang dapat dibuat dengan 1 garis maupun 2 garis.

Dahan yang dipotog dapat diartikan bahwa dalam perkembangan terjadi sesuatu

yang menyangkit segi psikis. Dahan yang dibuat seperti pipa, yaitu terbuka pada

ujungnya pada umumnya menunjukkan taraf perkembangan yang belum

sempurna, dalam arti, dalam sikap sehari-hari belum terlihat kematangan dan

belum dapat membedakan antara diri dan lingkungan.

Mahkota, menggambarkan aktivitas atau proses-proses yang berhubungan dengan

ratio, intelek. Mahkota dapat digambar tertutup maupun terbuka. Perlu

diperhatikan perbandingan antara lebar dan tinggi mahkota depan panjang batang.

Kadang-kadang mahkota diisi dengan dahan yang terpencar tak beraturan,

mahkota disini dengan coretem atau mahkota yang kosong.

3. Tes Warteg

Yang diterangkan dalam makalah ini adalah versi Kinget. Tes Warteg agak

berbeda dengan Tes Gambar Orang dan tes Pohon karena bersifat lebih obyektif,

dalam arti dapat dikauntifikasi, namun juga dapat dilakukan interpretasi kualitatif.

Tes Wartegg berbentuk setengah halaman kertas folio, dicetak, ada 8 kotak

dengan masing-masing satu tanda yang berlainan, kotak-kotak dilingkari garis

hitam tebal.

Persyaratan tes : 1 lembar tes Wartegg

1 pinsil HB

Alas yang keras dan licin

Penghapus (kecuali untuk tes kelompok)


Instruksi:

Pada lembar ini anda melihat 8 kotak. Dalam tiap kotak ada tanda kecil. Tanda-

tanda ini tidak mempunyai arti khusus. Tanda-tanda ini hanya merupakan bagian-

bagian dari gambar-gambar yang anda harus gambar dalam tiap kotak. Anda

boleh menggambar apa saja dan boleh dimulai dengan tanda yang paling disukai.

Anda tidak perlu mengikuti urutan dari tanda-tanda ini tetapi anda diminta

mencantumkan angka pada gambar-gambar yang dibuat secara berurutan. Anda

boleh bekerja menggunakan penghapus tetapi janganlah memutar kertas.

Baru setelah subyek selesai mengambar, ia diminta untuk menulis apa saja yang

digambarnya. Sebelumnya tidak diberikan instruksi untuk menghindari sugerti

bahwa harus berupa lukisan.

Sejak subyek menerima kertas perlu dilakukan observasi tentang apa komentar,

apakah banyak pertanyaan, bagaimana pendekatannya terhadap tes dan bagaimana

pelaksanaannya.

Prinsip interpretasi.

Untuk dapat membuat interpretasi terhadap hasil tes ini, perlu dipahami terlebih

dahulu hal-hal sebagai berikut.

Tes ini mula-mula dikembangkan Krueger dan Sander dari University of Leipzig

dengan latar belakang Ganzheit Psychologie. Kemudian dikembangkan oleh Ehrig

Wartegg dan kemudian oleh Marian Kinget. Tujuannya adalah eksplorasi

kepribadian dalam istilah fungsi-fungsi dasar yaitu: emosi, imajinasi, dinamisme,

kontrol, reality function, yang ada pada semua orang namun dengan intensitas dan
interelasi yang berbeda. Struktur kepribadian tidaklah statis, berubah-ubah dan

menentukan sebagian besar perilaku individu. Maka tehnik eksplorasi juga

melihat cara subyek berfungsi, yaitu apakah normal ataukah abnormal. Maka bila

1 atau beberapa komponen sangat dominan, berarti bahwa struktur tidak

seimbang, jadi fungsi subyek adalah defektif. Misalnya, fungsi kontrol terlalu kuat

maka perilaku akan terhambat, sedangkan bila imajinasi berkembang berlebihan

maka kontak dengan realitas dan fungsi sosialnya terganggu.

Nilai diagnostik terutama terletak pada kemampuan pemeriksa. Pertama perlu

dilihat apakah administrasi tes sudah benar, kedua, apakah subyek mengerti

instruksi yang diberikan? Ketiga, apakah psikolog yang membuat penilaian baik

kuantitatif maupun kualitatif menguasai sistem penilaian?.

Dalam penilaian/analisis, tiap elemen harus dipertimbangkan dalam konteks

seluruh gambar dengan memperhitungkan:

Usia, jenis kelamin, taraf pendidikan, pekerjaan dan mungkin latar belajang

budaya subyek.

Dalam melakukan interpretasi ada 3 tahap yang harus dilakukan yaitu:

1. Stimulus Drawing Relation, yaitu bagaimana hubungan antara rangsang

dengan gambar yang dibuat. Apakah rangsang merupakan bagian dari

gambar atau terlepas dari gambar? SDR merupakan dasar untuk eksplorasi

struktus persepsi dan afektivitas.

2. Vontent atau Isi, merupakan manifestasi dari asosiasi bebas. Gambar

mempunyai isi apabila mewakili sebagian dunia fisik yang dapat dilihat.
Manifestasi asosiasi bebas mengungkapkan pandangan ke orientas yang

lebih kuat dari kecenderungan-kecenderungan, minat dan pekerjaan

subyek dan ini merupakan sumber data proyektif tes.

3. Execution (pelaksanaan)

Bagaimana gambar dibuat? Penuh, kosong?

Adakah ekspansi?

Tes Warteg mencoba untuk mencari tahu pola reaksi yang permanen dari

kepribadian si penggambar. Dari penilaian kuantitatif dapat dibuat suatu profil

kepribadian dalam istilah fungsi-fungsi yaitu emosi, imajinasi, dinamisme, kontrol

dan reality function yang ada pada tiap manusia.

Demikianlah sekilas uraian tentang beberapa tes grafis, semoga dapat mendorong

mahasiswa psikologi untuk mempelajarinya secara lebih mendalam.


Kepustakaan :

1. Diktat Psikodiagnostik-Tes Pohon

1986-Penyusun Hanna Widjaja.

2. Diktat Tes Wartegg-G. Mariam Kinget, Ph.D.

1991-Alih Bahasa-Hanna Widjaja

3. Gambar Orang-Karen Machover

1985-Alih Bahasa- Hanna Widjaja

4. Psychological Testing
Eka Roivainen

A Brief History of the Wartegg Drawing Test


1. Introduction
The Wartegg drawing completion test (Wartegg Zeichen Test, WZT) is a
projective drawing test developed in the 1920’s and 1930’s by the Austro-
German psychologist Ehrig Wartegg (Wartegg, 1939). The standard DIN-A4-
sized test form has eight white, 4cm-by-4cm squares in two rows on a black
background (Figure 1). Each square is blank except for a small sign, such as a
dot or a line, that is given as the starting point of a drawing. For example, a dot
is located in the centre of square 1. Subjects are instructed to complete the eight
drawings, incorporating the given sign into the drawing. Like other projective
drawing tests, Wartegg’s test is based on the assumption that the content and the
qualitative aspects of the drawings reflect the personality of the person drawing.
For example, a higher than average number of human drawings in the WZT
protocol is generally interpreted as a sign of sociability (Gardziella, 1985).

1 2 3 4

5 6 7 8
Fig. 1: The WZT test form. Reprinted with permission from Hogrefe Publishing.

While Wartegg’s test is practically


Figure unknown
1. The WZT test in Anglo-Saxon countries, it is
form.
widely used in LatinReprinted
America, Finland, Italy, andfrom
with permission German-speaking countries.
Hogrefe Publishing.
The Finnish test publisher, Psykologien Kustannus OY, sold 180,000 copies of the
test sheet in 1998. In Brazil, the WZT is the most popular personality test used
in personnel selection (Pereira, Primi, et al., 2003 ). In Switzerland, the WZT is
frequently used in vocational counselling (Deinlein & Boss, 2003). According to

GESTALT THEORY
© 2009 (ISSN 0170-057 X)
Vol. 31, No.1, 55-71

55
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

Ceccarelli (2003), Wartegg’s test is one of the most popular personality tests used
in the family and couple therapy setting in Italy. During the last two decades,
test interpretation manuals have been published, for example, in Sweden (Wass
& Mattlar, 2000), Switzerland (Avé-Lallement, 1994), Finland (Gardziella,
1985), and Italy (Crisi, 1998).
A peculiar feature of Wartegg’s test is that, in contrast with its popularity, a
lack of research exists concerning the test. PsycInfo abstracts list several
thousand studies on the Rorschach, while only 88 studies can be found for
the WZT. Following the debate concerning other projective methods, such
as the Rorschach, the validity of the WZT has been questioned (Tamminen &
Lindeman, 2000). Very few validity studies exist for the WZT, and the results of
those that have been conducted are inconclusive. The historical background of
the WZT is, likewise, not well known, which has led to speculations (Roivainen,
2006) about the ”Nazi past” of the test, as it was first published in the 1930’s in
National Socialist Germany (Wartegg, 1934, 1936, 1939). Uncertainty about
the historical roots of Wartegg’s test may have also contributed to its lack of
popularity in Anglo-Saxon psychology.

2. The Early History of Wartegg´s Test


Ehrig Wartegg was born on July 7, 1897 in Dresden, Germany, where he
also received his primary and secondary education. Wartegg’s parents were
Austrian nationals, and Wartegg participated in the First World War in the
ranks of the Austro-Hungarian army. He first served in the eastern front
and was seriously wounded in 1915. During the final years of the war, he
was promoted to be an aide-de camp of Prince Elias, brother of the empress.
Furthermore, Wartegg took part in the secret Sixtus project, which aimed to
withdraw Austria unilaterally from the war. After the war, Wartegg studied
composition with the German music conductors Karl Böhm and Kurt Striegler.
Through his well-connected relatives, Wartegg also had the chance to meet
other leading composers and musicians of his time: Richard Strauss, Alban
Berg, Igor Stravinski, and Paul Hindemith. However, the masters judged
Wartegg’s compositions as “romantic rubbish” (in Wartegg’s own words), and
Wartegg’s interests turned toward psychology and philosophy (Wartegg, 2000).

2.1 Psychoanalytic Influences


In 1922, Wartegg began to frequent lectures and seminars organized by the
“School of Wisdom”. This institute was founded by count Herman Keyserling,
a cult figure of the 1920’s whose travel book, The Travel Diary of a Philosopher
(Keyserling, 1925), was a best-seller in Germany and abroad. Keyserling was
interested in mysticism, theosophy, arts, psychology, and philosophy. Lecturers

56
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

of the institute included Carl Jung, Nobel laureate poet Rabindranath Tagore,
and the abstract painter, Vassily Kandinsky. In March 1923, a seminar on
psychoanalysis was organized by the “School of Wisdom” in Darmstadt, and
Wartegg soon adopted psychoanalytic ideas and made his first attempts as a
therapist. In 1925, Wartegg wrote to Freud asking about the possibilities for
further psychoanalytic training. Wartegg’s problem was that he lacked a medical
degree (in fact, any academic degree), which was usually requested of members
of the psychoanalytic society. Freud responded that he was a friend of “layman
analysis” and instructed Wartegg to contact Therese Benedek, the leader of the
psychoanalytic association in Berlin. Wartegg was first analysed by Margarete
Stegmann in Dresden for half a year and later by Benedek for another half a year.
However, Wartegg never became a full member of the German Psychoanalytic
Society, and he continued to participate in the meetings of the society as a visitor.
Wartegg contacted Freud again in 1929, this time asking Freud’s opinion on
whether a synthesis between psychoanalysis and Gestalt psychology was possible.
Freud responded that he did not know Gestalt psychology well enough to
decide if such a synthesis was feasible (Wartegg, 2000; Horn & Lockot, 2000).

2.2 Mystical Philosophy


In Keyserling’s school, Wartegg was also exposed to mystical philosophy.
According to Wartegg, he was initially inspired to develop a drawing test
from reading Richard Wilhelm’s book, I Ching (Wilhelm, 1924), on Chinese
philosophy (Wartegg, 2000). Wilhelm was a well-known German sinologist
who had studied the Chinese I Ching method of fortune-telling and personality
analysis in China and, after returning from the east, published a book on the
topic in German. The I Ching consists of eight trigrams, or patterns of three
lines. The lines of the trigram are short, representing Yang or the “feminine
energy”, or long, representing Yin or the “masculine energy”. Figure 2 shows
two examples of trigrams: the Kam, symbolizing earth, and Kun, symbolizing
heaven. Two trigrams can be combined to form hexagrams (64 in all), each
with a different symbolic value. For example, a hexagram formed of Kum
on top and Kan below signifies peace and good luck. In practical fortune-
telling and personality analysis, two pieces of wood (one short, one long), or
two coins are used to establish the trigrams. It can be speculated that I Ching
trigrams have influenced the graphic aspects of the WZT. Boxes 3, 5, and 6 in
Wartegg’s test have two or three lines of varying length as the initial stimulus.

57
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

Fig. 2: Two I Ching trigra ms, heaven (left) and earth.

2.3 Modern Art Figure 2. Two I Ching trigrams, heaven (left) and earth.
Another factor contributing to the development of Wartegg’s test was the ascent
of modern art in the 1920’s (Wartegg, 2000). Wartegg personally met Vassily
Kandinsky and Paul Klee, whose pre-World War I works (along with other
artists of their group, “The Blue Rider”) are sometimes referred to as the first
abstract paintings in the history of art. Unlike their predecessors, the modern
artists did not aim to represent their subjects realistically or depict objects in
the natural world but, instead, used color and form in a non-representational
way (Read, 1986). They considered it important to capture something of the
depicted objects’ intrinsic qualities. In 1926, Kandinsky published an influential
book, Point and Line to Plane (Kandinsky, 1973), where he developed a theory
of geometric figures, colors, and their relationships. He claimed, for example,
that the circle is the most peaceful shape, and that it represents the human soul,
while the line is the product of force; it is a point at which a living force has been
applied in a given direction. The horizontal line corresponds to the ground on
which man rests and moves. Furthermore, it possesses a dark and cold affective
tonality, similar to black or blue. On the other hand, the vertical line corresponds
to height that offers no support, and it possesses a luminous and warm tonality
that is close to white and yellow. Influenced by theosophy, Kandinsky felt that
an authentic artist creates art from “an internal necessity” and is concerned with
creating a spiritual resonance between himself and the viewer.

2.4 Gestalt Psychology


Wartegg began his academic studies in psychology in 1927 at the Dresden
University of Technology. In 1929, he moved to the University of Leipzig,
where the department of psychology had been directed by Felix Krüger since the
retirement of Wilhelm Wundt in 1917. Together with other disciples of Wundt,
Krüger had established the school of Ganzheit psychology (the psychology of
totality), sometimes referred to as ”the Leipzig school of Gestalt psychology”
(Ash, 1998, ix).
Gestalt psychology proposed that the operational principle of the human psyche
is holistic, and for this reason, psychology cannot be studied in a mechanistic
manner of dividing a complex psychological entity into simpler parts. The
assumption that sensory elements are the basic constituents of mental life was
popular in psychological theory and research of the late 19th century. One of
58
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

the first attempts to challenge this atomistic doctrine was Von Ehrenfels’ 1890
study On Gestalt Qualities (Smith, 1994, 243-248). Von Ehrenfels had been a
student of Brentano in Vienna, and he found the atomistic theories of the day to
be insufficient in explaining the unity and structure of our experience. According
to Von Ehrenfels’, special “gestalt qualities” are superadded to our experiences of
sensory elements. Von Ehrenfels was a gifted amateur musician, and one of his
examples of gestalt qualities comes from music: we can recognize a melody as one
and the same even though it has been transposed into a different key or has been
played on a different instrument or at a different tempo (Smith, 1994, 246).
Going beyond Von Ehrenfels, Max Wertheimer and other Gestalt psychologists
asserted that “There are wholes, the behaviour of which is not determined by
that of their individual elements, but where the part-processes are themselves
determined by the intrinsic nature of the whole” (Wertheimer, 1938). Thus,
dynamic structures in experience do not have an extra Gestalt quality added to
the elements as Von Ehrenfels had suggested, but rather the Gestalt determines
the elements as well. The Berlin school of Gestalt psychology is best known for
its theories of perception. Wertheimer introduced the concept of Prägnanz in
1914, according to which we tend to experience things in as good a Gestalt way
as possible. Regular, orderly, simplistic, and symmetrical figures are preferred
over complex or disorganized ones. For example, according to the law of good
form, our mind adds missing elements to complete a figure, as is shown in Figure
3. The law of similarity says that we will tend to group similar items together,
and according to the law of proximity, things that are close together are seen as
belonging together. Wolfgang Köhler applied Gestalt principles to study learning
and problem solving. Köhler showed in his experiments conducted during 1913-
1917 that chimpanzees were capable of insight learning, which opposes the
associationist theories of Pavlov (Köhler, 1925). In 1920, Köhler suggested that
the brain events underlying perception follow the same kind of self-organizing
principles that Wertheimer had shown to apply for perception.

Fig. 3: The law of good form.

Holistic and phenomenological philosophy became popular in post World War


Figure
Germany (Harrington, 1996). 3. The law of good
Phenomenological, form.
holistic ideas were perceived
as an alternative to the mechanistic natural science and technology that had
59
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

showed it’s dark side in the development of military technology and the great
destruction seen in the World War. Holistic and gestalt concepts such as “gestalt”,
“whole”, “field” and “system”, were applied in several fields of psychological
research. In 1923, at the Leipzig Congress of Psychology, Krüger defined the
Leipzigian ”genetic approach” as one of the four main directions of the gestalt
doctrine. According to Krüger, the other three directions were: 1) the approach
through perception (the Berlin school of Wertheimer and Köhler), 2) Wilhelm
Dilthey’s hermeneutic approach; 3) the total personality approach of William
Stern (Allport, 1923).

2.5 The Ganzheit School


According to Krüger (1953), the experiential life of our psyche is ruled by forms of
order, a structure. This structure is made up of orientations and dispositions of a
dynamic nature that tend to organize whatever is afforded to experience. Krüger
believed that the holism of the Berlin Gestalt school did not go far enough. The
Ganzheit school of Leipzig was especially interested in the genesis of gestalts
and emphasized the role of emotions, personality and will in the constitution
of experience. According to Rosenthal (2004, 221- 243), the Ganzheit school
shared some of the basic tenets of Gestalt theory that were established by the
Berlin school, as well as its phenomenological orientation. However, they
focused on the detailed temporal dynamics of psychological processes, and on
the categorical character of meaning and perception. Furthermore, the Ganzheit
school postulated that perceptual experience is directly meaning-laden and
intrinsically emotional, and that forms are inherently semantic and value-laden.
While holistic philosophy, theorizing and applying holistic concepts to explain
psychological processes was central to the Ganzheit school, experimental
research was also carried out. Much of the research followed the ”experimental
psychogenesis” paradigm developed by Wohlfahrt, Werner and Sander (Sander,
1962). In these experiments, very brief, poorly lit, or very small stimuli (for
example, a short line) were repeatedly presented with gradually increasing
exposure time, improved lighting, or stimulus growth to normal size (for example,
a geometric figure composed of several long lines). The subjects were instructed
to describe what they perceived and felt as the experiment proceeded. Sander
provided minute descriptions of these ”primitive” responses, observing that
“the emergent perceptual constructs are by no means mere imperfect or vague
versions of the final figure …, but characteristic metamorphoses with qualitative
individuality, preformulations (vorgestalten)” (Sander, 1930, 191). The concept
of microgenesis (Aktualgenese) was launched by the Ganzheit school to describe
this process. Sander emphasized that the structural dynamics in an unfolding
perception involved intense emotions: ”all metamorphoses are engulfed in an …
emotional process of pronouncedly impulsive and tensor nature, and take place

60
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

through an intense participation of the whole human organism” (Sander, 1930,


194). However, as Rosenthal (2004) notes, Sander’s description of ”an inner
urge for meaningfulness and formation of the ill-formed” closely resembles
Wertheimers’ concept of Prägnanz.
A good example of experimental Ganzheit psychology comes from Vidor’s (1931)
study, where subjects were presented with a tune where pieces of the melody had
been cut out. The subject’s task was to complete the missing parts in order to
create a complete melody. The role of perceptual as well as motivational and
emotional factors in the composition process was then studied.

2.6 The WZT in the Ganzheit Psychological Framework


In 1932, Wartegg was appointed as an assistant professor at the University of
Leipzig and continued working on his drawing test. The following year, the
Nazis took power. Holistic philosophy was increasingly presented as being
the ideologically correct philosophy and in accordance with National Socialist
politics (Harrington, 1996). For the school of Ganzheit psychology, the Nazi
takeover was welcome. Their competitors, the Berlin Gestaltists, went into exile,
and the German psychoanalytic association was disbanded in 1937. Friedrich
Sander, who became professor at the University of Jena in 1933 when his Jewish
predecessor Peters was fired, promoted Ganzheit psychology as the politically
most correct psychological doctrine. By the end of the 1930’s, he had become
one of the most influential psychologists in Germany. Wartegg had difficulties
because of his contacts with “Jewish” psychoanalysis and because of his
Czechoslovakian citizenship. To secure his position, Wartegg claimed German
nationality in 1933 and joined the NSDAP (Lockot, 2000).
Wartegg’s doctoral thesis, Gestaltung und Charakter (The formation of gestalts
and personality), was published in 1939 (Wartegg, 1939). According to Sander’s
theories (Sander, 1962), there were three main types of human personality: 1) the
synthesizing G type (ganzheitlicher Typus), thinking in a synthetic mode and
preferring complete entities in their psychological processing, 2) the analytical
E type (einzelheitlicher Typus), thinking in an analytic mode and tending more
toward details and particulars, and 3) the integrated analytical-synthesizing
GE type (gestalterlebender Typus). Wartegg’s thesis mainly decribes how the
drawing process differs for the G-, E-, and GE-type persons and what kinds of
drawings are typical for each personality type. For example, in the first phase of
the drawing process, the reaction elicited by the given stimulus varies according
to personality type. Wartegg’s subject number 36 described his reaction to figure
3 of the WZT (three vertical lines) in the following way: ”These three lines are
three people or represent three episodes. As a whole, they might refer to three
important events in my life” (G-type attitude), while subject number 3 saw the
same stimulus in a more concrete way: ”When I saw the three lines, I immediately
61
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

thought of poles or lamp-posts” (E-type attitude) (Wartegg, 1939, 18- 21).


Wartegg acknowledged that for the use of applied psychology, a more detailed
typology of personality is needed, and he therefore devised a four-dimensional
schema composed of more traditionally recognized basic functions: emotion,
imagination, intellect, and activity (Wartegg, 1939, 254 - 256). For a modern
reader, Wartegg’s thesis is easiest to understand in the parts where he presents his
ideas on the interpretation of drawings with these more traditional concepts of
personality. For example, Wartegg suggests that self-confident, energetic persons
tend to have strong lines characterized by darkness and deep imprint in their
drawings.
Wartegg reports in his thesis that the earliest experiments on the drawing test were
carried out as early as 1929 (Wartegg, 1939, 6). Thus, it can be concluded that
the test form has been in its present form since that date. According to Wartegg,
he chose simple forms as the initial signs of the drawings because these left the
subjects with more freedom in the task, and therefore, with a hypothetically
greater potential of projection. Wartegg tells us that he had called his instrument
a “drawing test” since 1926 in order to distinguish it from other psychological
drawing tasks (Wartegg, 1939, 3).
Rorschach’s inkblot test is briefly mentioned in Wartegg’s thesis (Wartegg,
1939, 129, 137). It should be noted that Rorschach’s test, published in 1921,
was generally not as well-known in the 1930’s as it is today (Wood, Nezrovski,
et al., 2003). Wartegg himself had developed a somewhat similar test, the
“Ausfassungstest” (“meaning of figure” -test), composed of five cards with
abstract designs. The subject’s task is to describe what the figure in each card
represents. Wartegg acknowledges the similarities between Rorschach’s test and
his own, but does not make more detailed comments. Wartegg does not refer to
Goodenough’s Draw-a-Person test devised in 1926 (Goodenough, 1926), but it
should be remembered that Goodenough’s test was developed to test intelligence,
not personality. The concept of projection or the term ”projective test” are not
used by Wartegg, as this term was first used by Frank (1939).

2.7 Synthesis of Ideas and Political Censorship


For a modern reader, it is impressive that in a 1930’s thesis that swears by the
idea of holism, none of the works of Wertheimer, Köhler or Koffka are included
in the reference list of 100 publications. The names of Wertheimer and Köhler
are mentioned only once in Wartegg’s thesis (Wartegg, 1939, 254), while Sander
gets three references already on the first page. It is clear that political factors
had a strong effect on Wartegg’s writings. It is more difficult to judge to what
extent his publications reflected his actual thoughts. Wartegg’s censorhip of
psychoanalytic ideas from his thesis obviously did not reflect his real thinking.

62
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

He practiced psychoanalysis in the 1920’s and again in the 1950’s communist-


ruled GDR, opposing the official policy. It is unlikely that he completely
abandoned psychoanalytic ideas for a decade for intellectual reasons. Perhaps
Wartegg’s letter to Freud from 1929, where he speculated on the possibility of
a synthesis between psychoanalysis and Gestalt psychology, reveals Wartegg’s
real thoughts. Horn and Lockot (2000) note the fact that in his letter, Wartegg
did not use the Leipzigian term Ganzheit psychology, and thus, was referring to
Gestalt psychology in general or, otherwise, specifically the Berlin school. This
is strange considering that Wartegg had already begun his studies at Leipzig.
It seems as though Wartegg was interested in psychoanalysis and the Gestalt
ideas in general at the time he invented his test and tried to establish a Ganzheit
psychological framework for the test for his thesis in the 1930’s..
A good example comes from box 6 in Wartegg’s test. This figure is practically
Wertheimer’s figure (Figure 3), halved. The most common drawings in this box
are based on uniting the two lines and completing the figure so that it becomes
a rectangle. Some of the popular responses in this box are ”painting”, ”book”,
”table”, ”parcel”, ”box” , ”house”, or just simply ”square”. The Gestalt laws of
closure and good form seem to guide the drawing process strongly, and round
objects are rarely seen in this box. In a post-war publication (Wartegg, 1953, 27-28),
following Jungian ideas, Wartegg defines the ”archaic or symbolic significance”
of this figure as ”the opposite force of division, cohesion,” and the corresponding
personality characteristic as ”the ability to integrate emotion and understanding,
rational control”. We can assume, on the basis of Wartegg’s personal history,
that Wartegg entertained these kinds of psychodynamic hypotheses already at
the time when he was developing his test, although they are absent in his 1939
thesis. However, Wartegg’s drawing test can also be considered analogous to the
microgenesis experiments of the Ganzheit school. In Wohlfart’s and Sander’s
experiments, the subject’s perception of a stimulus becomes gradually more and
more complex. In Wartegg’s test, the subject’s response to a stimulus becomes
gradually more complex as the drawing develops from simple lines to a whole
figure. The drawing process is affected by the Gestalt laws of perception, but at
the same time, emotions, values and motivation play an important part in this
”Gestaltung” process, as the Ganzheit-psychologists argued.
In 1938, a politically higher ranking professor, Hans Volkelt, took over Krüger’s
position as the head of the psychological department in Leipzig, and he soon
turned against Wartegg. Volkelt quite correctly identified the psychoanalytic
undertones in Wartegg’s test, and Wartegg had to leave the department in
1939. During the war, he worked for the ministry of labour, devising tests for
personnel recruitment. After the war, Wartegg had to face the de-Nazification
committee because of his membership in the NSDAP. Wartegg’s colleague,
Vetter, who had lost his job in 1937 because of his Jewish wife, testified in favour

63
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

of Wartegg, and claimed that Wartegg had to take the party membership in
order to keep his job but that he had resisted Nazi politics in his work and private
life. Nevertheless, Wartegg was sanctioned by the committee and lost his right
to work as a psychologist until 1949, when he was pardoned (Wartegg, 2000;
Lockot, 2000).

3. Postwar Developments
After the war, Wartegg remained in eastern Germany while his test started to
gain reputation abroad. A Wartegg seminar took place in Basel, Switzerland
in 1946, and an international working group was founded with members from
Switzerland, France, Holland, Belgium, and Sweden. Test instructions were
translated into English, French, and Dutch. Wartegg started working as a clinical
psychologist at an East Berlin clinic in 1950. For political reasons, he had to
revise his theoretical ideas concerning the drawing test. The communists had
seized power in eastern Germany, and all social science, including psychology,
had to follow Marxist-Leninist guidelines. In clinical psychology, this meant
adherence to Pavlovian ideas that had been declared as ideologically correct in
a meeting of leading health-care professionals and bureaucrats in Leipzig in
1953 (Bernhardt, 2000). Pavlovian psychology had previously been declared
by Stalin as the official Marxist-Leninist psychology in the Soviet Union. In
his publication from 1953, Schichtdiagnostik (Differential diagnostics), Wartegg
almost completely abandons his previous Ganzheit psychological ideas and
tries to formulate a theoretical basis for the drawing test, combining ”Pavlovian
sensory-physiological reflexology” with elements of depth psychology (Wartegg,
1953). In addition, travelling abroad became more difficult. Thus, Wartegg’s
contacts with his western colleagues were limited, although he was permitted to
participate in several national and international conferences during the 1950’s,
including the meetings of the German Psychological Association. For these
reasons, the point of gravity in the research and development of Wartegg’s test
moved to the west (Sehringer, 1964). Wartegg retired in 1960 and died in 1983
(Lockot, 2000).

3.1 Empirical Research


PsycInfo abstracts show a total of 88 studies on the WZT. Out of these, one
is from the 1930’s, 3 are from the 1940’s, 33 are from the 1950’s, 19 are from
the 1960’s, 14 are from the 1970’s, and 16 are from the period 1981- 2006. In
comparison, the respective numbers for the Rorschach studies are 1,240 for the
1940’s, 1,984 for the 50’s, 1,407 for the 60’s, 1,079 for the 70’s, and 3,620 for
the period from 1980 to this day. These figures show that there has been very
little research on the WZT, and that interest was at its highest in the 1950’s.
Considering the popularity of the test in clinical use, the number of research

64
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

reports is astononishingly low, and shows that the scientific debate in psychology
is feeble for phenomena that are of little interest to Anglo-Saxon psychologists.
Roughly 30 of the research reports on the WZT are in English, and another
30 are written in German. Almost all of the English reports are written by
Scandinavian, mainly Finnish psychologists. Other publication languages
include Italian (6 reports), Finnish (5), Dutch (5), French (5), Spanish (4), Czech
(2), Portuguese (2), and Romanian (1).

3.2 Wartegg’s Test in Finland


The first serious attempts at an empirical evaluation of the WZT are those by Takala
and Hakkarainen (1953), two Finnish psychologists. Takala and Hakkarainen
developed a quantifiable scoring system for the test and administered the WZT
to 1,025 subjects. The results showed that the test differentiated occupational
groups and could serve as a possible predictor of vocational success. Correlations
with intelligence were low, but with drawing ability were high. In another study
(Takala, 1964), the scores of the drawing test were studied in relation to age,
sex, intelligence, occupational interests, and personality traits. It was found
that test scores correlate with intelligence and occupational interests; however, a
correlation with personality traits was not found.
In Finland, the test continued to be widely used in the 1960’s in the clinical
setting, as well as for vocational guidance and personnel selection. A new
interpretation method was developed by Manfred Gardziella at the Institute
of Occupational Health during the 1970’s (Gardziella, 1985). This method has
been taught on a wide scale in courses organized by the Ministry of Labour
and the Finnish test publisher, PKOY. In practice, since Gardziella’s manual
was published, Wartegg’s test has been interpreted according to Gardziella’s
guidelines in the different sectors of applied psychology in Finland.
Gardziella’s method is based to a great extent on Wartegg’s original ideas, but
Gardziella has also adopted some of the modifications suggested by Kinget (1952)
and Lossen and Schott (1952), such as those concerning the drawing sequence
and the symbolic meaning of the initial figures. Gardziella’s method is not based
on any personality theory, but rather on Gardziella’s clinical observations (from
”thousands of cases” according to Gardziella’s own account). For example,
human drawings are considered as a sign of sociability. According to Gardziella,
ambitious people draw long lines in box 3 (depicting ascending stairs, graphs
showing growth, etc.), while inactive or depressed individuals tend to draw
shorter lines (descending stairs, downhill, etc.). Impulsive persons may begin
drawing in any of the eight boxes, while orderly persons begin from box one and
proceed in the numerical order. Many of the ideas concerning the interpretation
of the qualitative aspects of the drawings such as drawing size, pencil pressure,

65
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

and number of details resemble those concerning other drawing tests such as
Machover’s Draw-a-Person (Machover, 1949). However, Gardziella’s manual
does not include any empirical evidence concerning the validity of the method,
and in the 1990’s, criticism against the non-scientific basis of Gardziella’s method
was raised by academic psychologists.
In a study by Tamminen and Lindeman (2000), the validity of Gardziella’s
scoring system was studied empirically. The results showed that the drawing
contents were not related to the criterion measures of anxiety, need for affiliation,
need for achievement, or attachment styles, as was suggested by Gardziella’s
handbook. Another validity study was carried out by Roivainen and Ruuska
(2005) in which a low negative correlation (-0.33) was found between the
number of human drawings in the WZT protocol and subjects’ Alexithymia
score on the Toronto Alexithymia Scale. It was concluded that efforts to develop
the interpretation methods toward meeting empirical validity and reliability
criteria should be continued.

3.3 Wartegg’s Test in Brazil


In Brazil, the WZT has been popular, especially in personnel selection (Pereira,
Primi, et al., 2003). In the study by Pereira et al., 20 recruitment companies
out of the 34 investigated employed the Wartegg test in the recruitment process.
In another study in which 304 Brazilian psychologists were interviewed, 225
reported to know the WZT well or use it (Noronha, Primi, et al., 2005), while
only 84 psychologists used the MMPI. The interpretation of Wartegg drawings
has been based on translated versions of Wartegg’s original texts, the method
of Biedma and Alfonso (1973) that has been popular in the Hispanic world,
and methods developed by Brazilian psychologists such as Kfouri (1999) and
Freitas (1993). Based on 1,020 cases, Freitas (1993) identified popular and
unusual responses in Brazilian Wartegg drawings. The interpretation guidelines
suggested by Freitas were, for the most part, not confirmed in a validation study
by Souza, Primi, and Miguel (2007), but some positive (though low) correlations
were found between PF 16 scores and WZT drawings. For example, inhibited
individuals with a low PF 16 A score produced less curvilinear drawings than
those with a higher score on scale A (r= -0,24, p=0.008), as predicted by Freitas.
In 2003, the Brazilian psychological association (CFP, 2003) issued a statement
recommending that non-validated tests be used cautiously in assessment. Souza
et al. (2007) concluded that the WZT does not yet meet the requirements of the
CFP for validated tests.

3.4 Wartegg’s Test in Italy and Germany


In Italy, Wartegg’s 1953 publication, Schichtdiagnostik, was translated by Otto
Roser and published at the end of the 1950’s. Costante Scarpellini, a Catholic
66
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

theologian, published an interpretation manual in 1962 with few modifications to


Wartegg’s method (Scarpellini, 1962). Scarpellini was a professor at the Catholic
University of Brescia, and consequently, the WZT has been studied and used
mainly by psychologists with connections to Catholic universities and research
institutions (Fontana, 1984, 2005). A new interpretation method based on
Jungian theory has been developed by Alessandro Crisi (1998). In Crisi’s method,
the proportion of drawings that falls into different categories (for example,
drawings involving positive emotion, negative emotion, unusual drawings, etc.) is
analyzed in a way that resembles the methods of Rorschach interpretation (Exner,
1986). In a recent study (Ceccarelli, 1999), the WZT ranked sixth in frequency
of usage of personality tests in the Italian region of Marche. In the family and
couple therapy setting, it ranked second, after the MMPI.
In Germany, the WZT remains a fairly well-known test. The WZT is among the
assessment methods that are introduced to psychology students at universities
including Wartegg’s Alma Mater, the University of Leipzig (V. Mayer, University
of Leipzig, personal communication 4/6/2007). The test is used by clinical
psychologists, and the interepretation is based on clinical experience, as well as
Wartegg’s original publications. Avé-Lallement (1994) and Petzold (1991) have
published more recent interpretation guides in German. From a psychometrical
viewpoint, the status of these methods is the same as the Finnish, Brazilian, and
Italian test manuals: there has not been empirical validation, and the methods
are based on clinicians’ intuition and experience (Diagnostikkomission, 2004).

4. The Future of Wartegg´s Test


In recent years, there has been a lively debate concerning the projective methods
in general and the Rorschach test in particular (Lilienfeld, Wood, et al., 2000).
Many of the arguments of this debate also apply to Wartegg’s test. Projective
tests have been defended by clinicians who find them to be a useful tool in
getting around defensive answering and impression management that may affect
the results of inventory-type psychological tests. On the other hand, academic
psychologists have criticized projective methods for validity and reliability issues.
For example, studies that have compared test results from personality inventories
with those of more well-known drawing tests, such as the Draw-a-Person
(Machover, 1949) and Draw-a-Tree (Koch, 1952), have shown low correlations
(Lilienfeld et. al, 2000). It has been suggested that the projective hypothesis, as
it is based on the psychodynamic theories of personality, and on the assumption
that inner feelings, fears, and desires are reflected on outside objects, is itself
wrong.
In the case of the Rorschach, empirical validity has been shown for some scales
(Meyer & Archer, 2001) when the test is interpreted according to Exner’s
method. Perhaps valid scales can also be created for the Wartegg test. It can be
67
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

argued that the WZT is more creative and has more projective potential than
other drawing tests because the topic of the drawing is freely chosen. In the
Draw-a-Person and Draw-a-Tree tests, the topic of the drawing is given, and
interpretation is based more on the qualitative aspects of the drawing. The weak
(0.20- 0.30) correlations found between the WZT drawings and PF 16 scales in
the study by Souza et al.(2007) indicate that, as the authors conclude, the present
WZT methods are not sufficiently valid nor reliable from a psychometric point
of view. On the other hand, these figures can be interpreted as encouraging for
further work in developing empirically valid scales.

Summary
Wartegg’s drawing test (WZT, Wartegg Zeichen Test) was developed in the 1920’s and
30’s by the Austro-German psychologist Ehrig Wartegg (1897- 1983). While practically
unknown in English-speaking countries, the WZT is widely used in continental Europe
and Latin America. Wartegg was introduced in the 1920’s to mystical philosophies, modern
art, psychoanalysis and Gestalt psychology that can be considered to be the roots of the
WZT. Wartegg’s academic work on the WZT at the University of Leipzig during the
1930’s was based on the doctrine of Ganzheit psychology. The rise of Nazism, the Second
World War and the postwar division of Germany hampered Wartegg’s work. Wartegg
lived in eastern Germany, where the post-war communist government opposed Gestalt
psychology and psychoanalysis and favoured Pavlovian theories. Several interpretation
methods have been developed for the WZT, but none have yet been empirically validated.
There has been very little research on the WZT, despite its popularity.
Keywords: Wartegg, drawing test, history.

Zusammenfassung
Der Wartegg-Zeichen-Test (WZT) wurde in den 1920er- und 30er Jahren von
dem österreichisch-deutschen Psychologen Ehrig Wartegg (1897-1983) entwickelt.
Während der WZT in englischsprachigen Ländern praktisch unbekannt ist, ist er in
Kontinentaleuropa und Lateinamerika weit verbreitet. In den 20er Jahren wurde Wartegg
mit mystischen Philosophien bekannt, mit moderner Kunst, mit der Psychoanalyse und
mit der Gestaltpsychologie, was als Wurzeln des WZT angesehen werden kann. Warteggs
wissenschaftliche Arbeit am WZT an der Universität Leipzig während der 1930er Jahre
basierte auf der Lehre der Ganzheitspsychologie. Der Aufstieg des Nationalsozialsmus,
der Zweite Weltkrieg und die Spaltung Deutschlands in der Nachkriegszeit erschwerten
Warteggs Arbeit. Wartegg lebte in Ost-Deutschland, wo sich die kommunistische
Regierung der Nachkriegszeit gegen Gestaltpsychologie und Psychoanalyse stellte und
stattdessen die Pawlow’schen Theorien bevorzugte. Etliche Interpretationsmethoden
wurden für den WZT entwickelt, allerdings wurde bis jetzt keine davon empirisch
validiert. Trotz der Popularität des WZT gibt es dazu wenig Forschung.
Schlüsselwörter: Wartegg, Zeichen-Test, Geschichte.

68
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

References
Allport, G. (1923): The Leipzig Congress of Psychology. The American Journal of Psychology 34(4), 612- 615.
Ash, M.G. (1998): Gestalt Psychology in German Culture, 1890- 1967: Holism and the Quest for Objectivity.
New York: Cambridge University Press.
Avé-Lallement, U.(1994): Der Wartegg-Zeichentest in der Lebensberatung [The Wartegg Drawing test in
counselling]. München: Reinhardt.
Bernhardt, H. (2000): Mit Sigmund Freud und Iwan Petrowitsch Pawlow im Kalten Krieg [With Sigmund
Freud and Ivan Petrovich Pavlov in the cold war], in Bernhardt, H. & Lockot, R.(eds.): Mit Ohne Freud.
Zur Geschichte der Psychoanalyse in Ostdeutschland [With Without Freud. The history of psychoanalysis in
Eastern Germany], 172-204. Giessen: Psychosozial-Verlag.
Biedma, C. J. & D‘Alfonso, P. G. (1973): A Linguagem do Desenho [The Language of drawing] São Paulo:
Mestre Jou.
Ceccarelli, C. (1999): L’Uso degli Strumenti Psicodiagnostici [The use of psychodiagnostic methods]. Societa
Italiana di Psicologia dei Servizi Ospedalieri e Territoriali. http:www.sipsot.it. ( 31.5.2007).
CFP- Conselho Federal de Psicologia (2003): Resolução nº 002/2003. http://www.pol.org.br.
Crisi, A. (1998): Manuale del Test di Wartegg [Test manual of the Wartegg test]. Roma: MaGi.
Deinlein, W. & Boss, M. (2003): Befragung zum Stand der Testanwendung in der allgemeinen Berufs-
Studien- und Laufbahnbereitung in der deutschen Schweiz [The use of tests in vocational counselling in
German–speaking Switzerland]. Postgraduate thesis, NABB-6, Switzerlandhttp://www.panorama.ch/files (
31.05.2007)
Diagnostikkomission SVB (2004): Label des Wartegg Zeichentests [Certification of the Wartegg Drawing
Test]. http://www.testraum.ch/Serie%207/wzt.htm (31.05.2007).
Exner, J.E. (1986): The Rorschach: A comprehensive system. Volume I. Basic foundations (2nd ed.). New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Fontana U. (1984): L’Uso del test di Wartegg nella pratica clinica [Using Wartegg’s test in clinical work].
Verona: CISERP.
Fontana, U.(2005): Una tecnica da non dimenticare. Il WZT validato e allargato per il clinico di oggi [A
method not to be forgotten. Validation of the WZT for todays clinicians]. Venice: Edizioni Quaderni
ISRE.                          
Frank, L.K. (1939): Projective methods. Springfield: Thomas.Freitas, A. M. L. (1993): Guia de Aplicação e
Avaliação do Teste Wartegg. [Test manual for Wartegg assessment]. São Paulo: Casa do Psicólogo.
Gardziella M (1985): Wartegg-piirustustesti [The Wartegg drawing test]. Jyväskylä: Psykologien Kustannus
OY.
Goodenough, F. (1926): Measurement of intelligence by drawings. New York: World Book.
Harrington, A. (1996): Reenchanted Science: Holism in German Culture from Wilhelm II to Hitler. Princeton:
Princeton University Press.
Horn, M. & Lockot R. (2000): Anmerkung zu zwei Briefen von Sigmund Freud an Ehrig Wartegg
[Comments on Ehrig Wartegg’s two letters to Sigmund Freud], in Bernhardt, H. & Lockot, R. (eds.):
Mit Ohne Freud. Zur Geschichte der Psychoanalyse in Ostdeutschland [With Without Freud. The history of
psychoanalysis in Eastern Germany], 112-117. Giessen: Psychosozial-Verlag.
Kandinsky, W. (1973): Punkt und Linie zu Fläche [Point and line to plane] (7th edition). Bern: Benteli.
Keyserling, H. (1925): The Travel Diary of a Philosopher. New York: Harcourt Brace & Co.
Kfouri, N. J. (1999): Wartegg: Da Teoria à Prática [Wartegg: theory and practice]. São Paulo: Vetor Editora
Psico-Pedagógica.
Kinget, M. (1952): The Drawing-Completion Test. New York: Grune & Stratton.
Klemperer, P. (2000): Eine Einstimmung auf Ehrig Warteggs autobiograpische Skizze: „Zeichen der Zeit“.
[Introduction to Ehrig Wartegg’s biographical draft „Signs of the Times“ ], in Bernhardt, H. & Lockot,
R. (eds.): Mit Ohne Freud. Zur Geschichte der Psychoanalyse in Ostdeutschland [With Without Freud. The
history of psychoanalysis in Eastern Germany], 92-94. Giessen: Psychosozial-Verlag.
Koch, C. (1952): The tree test. New York: Grune & Stratton.
Köhler, W. (1925): The mentality of apes. New York and London: Paul, Trench, Trubner & Co.
Krüger, F. (1953): Zur Philosophie und Psychologie der Ganzheit: Schriften aus den Jahren 1918-1940 [On
Ganzheit psychology and philosophy: Writings from the years 1918-1940]. Berlin: Springer.
Lilienfeld, S.O., Wood, J.M.. & Garb, H.N. (2000): The scientific status of projective techniques. Psychological
Science in the Public Interest 1(2), 27-66.

69
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

Lockot, R. (2000). Ehrig Warteggs Selbstverwirklichung in der Andeutung. [A look at Ehrig Wartegg’s self-
actualization], in Bernhardt, H. & Lockot, R. (eds.): Mit Ohne Freud. Zur Geschichte der Psychoanalyse
in Ostdeutschland [With Without Freud. The history of psychoanalysis in Eastern Germany], 118-127.
Giessen: Psychosozial-Verlag.
Lossen, H. & Schott, G. (1952): Gestaltung und Verlaufsdynamik [Configuration and sequence dynamics].
Biel: Institut für Psycho-Hygiene.
Machover, K. (1949): Personality projection in the drawings of the human figure. Springfield: Thomas.
Meyer, G. & Archer, R. (2001): The hard science of Rorschach research: what do we know and where do we
go? Psychological Assessment 13(4), 486- 502.
Noronha, A. P. P., Primi, R. & Alchieri, J. C. (2004): Parâmetros psicométricos: uma análise de testes
psicológicos comercializados no Brasil. [Psychometric factors: a study of psychological tests used in
Brazil]. Psicologia Ciência e Profissão 24(4), 88- 99.
Pereira, F.M., Primi, R. & Cobero, C. (2003): Validade de testes utilizados em selecao de pessoal segundo
recrudadores [Validity of personnel selection tests according to professionals]. Psicologia: Teoria e Pratica
5(2), 83-98.
Petzold, H. (1991): Der Wartegg-Zeichentest (WZT). Einführung und Auswertungsrichtlinien [The Wartegg
drawing test (WZT), application and interpretation]. Berlin: Self-published.
Petzold, H. (2000): Warteggs Zeichentest WZT [Wartegg’s drawing test WZT], in Bernhardt, H. & Lockot,
R. (eds.): Mit Ohne Freud. Zur Geschichte der Psychoanalyse in Ostdeutschland [With Without Freud. The
history of psychoanalysis in Eastern Germany], 128-131. Giessen: Psychosozial-Verlag.
Psykologiliiton testilautakunta (2005): Projektiivisten menetelmien käyttökelpoisuudesta [On the use of
projective tests]. http://www.testilautakunta.fi/paatokset.html ( 31/05/2007).
Read, H. (1986): A Concise History of Modern Painting. London: Thames and Hudson.
Roivainen, E. (2006): Ehrig Wartegg ja Wartegg-testin varhaisvaiheet. [Ehrig Wartegg and the early history
of Wartegg’s drawing test]. Psykologia 41(4), 260-268.
Roivainen, E. & Ruuska P. (2005): The use of projective drawings to assess alexithymia: the validity of the
Wartegg test. European Journal of Psychological Assessment 21 (3), 199- 201.
Rosenthal, V. (2004): Microgenesis, immediate experience and visual processes in reading, in Carsetti,
Arturo (ed.): Seeing, Thinking and Knowing. Meaning and Self-organization in Visual Cognition an Thought.
Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers..
Sander, F. (1930): Structures, totality of experience, and gestalt, in C. Murchinson (Ed.): Psychologies of
1930. Worcester, MA.: Clark University Press.
Sander, F. (1962): Experimentelle Ergebnisse der Gestaltpsychologie [Gestaltpsychological experiments], in
Sander, F. & Volkelt, H.: Ganzheitspsychologie. Munchen: Beck.
Scarpellini, C. (1962): Diagnosi di personalità col reattivo di realizzazione grafica. Dal reattivo di disegno
di E. Wartegg [Personality assessment by drawings. On Wartegg’s drawing test]. Contributi dell’Istituto di
Psicologia, Universita Cattolica del Sacro Cuore, XX, 1-82, 1962.  
Sehringer, W. (1964): Zeichnerische Gestaltungsverfahren, in Heiss, R. (ed): Psychologische Diagnostik.
Handbuch der Psychologie, Bd. 6, 706-743. Göttingen: Hogrefe.
Smith, B. (1994): Austrian philosophy. The legacy of Franz Brentano. Chicago and Lasalle: Open Court
Publishing Company.
Souza, C.V., Primi, R. & Miguel, F.K. (2007): Validade do Teste Wartegg: correlação com 16PF, BPR-5 e
desempenho profissional [Wartegg Test validity: correlation with the 16PF, BPR-5 and job performance].
Avaliação psicológica, 6(1), 39-49.
Takala, M. (1964): Studies of the Wartegg Drawing Completion Test. Annales Academiae Scientiarum
Fennicae, B 131, 1-112.
Takala, M. & Hakkarainen M.(1953): Über Faktorenstruktur und Validität des Wartegg-Zeichentests [On
the factor structure and validity of the Wartegg-Drawing test]. Annales Academiae Scientiarum Fennicae,
B 81, 95-122.
Tamminen, S. & Lindeman, M. (2000): Wartegg-luotettava persoonallisuustesti vai maagista ajattelua ?
[Wartegg - A valid personality test or magical thinking]. Psykologia 35(4), 325-331.
Vetter, A. (1952): Der Deutungstest (Auffassungstest) Wartegg-Vetter [The Wartegg-Vetter interpretation test].
Stuttgart: Wolf.
Vidor, M.(1931): Was ist Musikalität ? [What is musical talent]. Arbeiten zur Entwicklungspsychologie, 11.
München: Beck.

70
Roivainen, A Brief History of the Wartegg Drawing Test

Wartegg, E. (2000): ”Zeichen der Zeit”. Leben und Forschung eines Psychodiagnostikers. [Signs of the times.
The life and research of a psychodiagnostician]. An unpublished manuscript from 1977, in Bernhardt, H.
& Lockot, R. (eds.): Mit Ohne Freud. Zur Geschichte der Psychoanalyse in Ostdeutschland [With Without
Freud. The history of psychoanalysis in Eastern Germany], 95-111. Giessen: Psychosozial-Verlag.
Wartegg, E. (1934): Ganzheit und Struktur: Gefühl [Totality and structure:emotion]. Neue Psychologische
Studien 12 (1), 99-127.
Wartegg, E. (1936): Gefühl und Fantasiebild [Emotion and imagination]. Industrielle Psychotechnik 13 (8).
Wartegg, E.(1939): Gestaltung und Charakter [Formation of gestalts and personality]. Zeitschrift für
Angewandte Psychologie und Charakterkunde 84, Beiheft 2.
Wartegg, E. (1953): Schichtdiagnostik-Der Zeichentest (WZT) [Differential diagnostics-The Drawing test
(WZT)]. Göttingen: Hogrefe.
Wass, T. & Mattlar, C.E. (2000): Wartegg teckningstest. [Wartegg’s drawing test]. Stockholm: Psykologiförlaget
AB.
Wertheimer, M. (1938): Gestalt theory, in Ellis, W.D. (ed.): A source book of Gestalt psychology. London:
Routledge & Kegan Paul.
Wilhelm, R. (1924): I Ging. Das Buch der Wandlungen [I Ching. The book of changes]. Jena: Diederichs.
Wood, J.M., Nezworski, M., Lilienfeld, S. & Garb, H.N. (2003): What’s wrong with the Rorschach: Science
confronts the controversial inkblot test. San Francisco: John Wiley & Sons.

Eka Roivainen, born 1962, is a clinical psychologist at Oulu Deaconess Institute, Oulu, Finland. He
obtained his MA in psychology in 1988 from the University of Tampere, Finland. Research interests include
the scientific study of performance-based methods in personality assessment.
Address: Oulu Deaconess Institute, PL 365, 90100 Oulu, Finland.
E-mail: eka.roivainen@odl.fi

71
GESTALT THEORY, Vol. 31, No.1

72
Figure
Drawing Test
Nature & History of FD
Methods
FIGURE DRAWING METHODS

• Figure drawing methods are performance-based


measures in which persons being examined draw
pictures of people or objects.
• The use of figure drawings in personality
assessment is based on the assumption that how
people approach this task and the way they draw
the figures reflect some of their basic dispositions
and concerns and their attitudes toward
themselves and other people.
• This assumption derives from the widely
acknowledged extent to which the works of
creative artists tend to mirror their moods and
personal preoccupations.
Frequently used assessment

Test Rank
HTP 4th after MMPI, RIM, TAT

DAP 7th

KFD 14th

(Camara, Nathan, & Puente, 2000; Hogan, 2005)


Effectiveness with young people

Test Rank
DAP 5th

HTP 6th

KFD 9th

(Archer & Newsom, 2000; Cashel, 2002)


Effectiveness in school settings

Test Rank
DAP Most frequently used

HTP Most frequently used

KFD Most frequently used

(Hogan, 2005)
• The structural data in figure drawings consist of
objective features of what people draw.

• The core structural features of drawings include


their line quality (heavy or light, continuous or
broken), the size of the figures (large or small), the
placement of figures on the page (middle, top,
bottom, side), and any emphasis on or omission of
basic parts (e.g., person with disproportionately
small head or big ears, person with no hands or
feet, house with a tiny door, tree with no branches,
family with no father).
• Thematic imagery emerges in figure drawing
assessment when people are asked to talk
about what they have drawn.

• The behavioral data in figure drawing tests


consist of how people approach their task and
how they interact with the examiner.

• Behavior and commentary during test are


likely to mirror aspects of individuals’ problem-
solving style and their test-taking and
interpersonal attitudes.
• Historically, no one knows when it was first
suggested that what people choose to draw
and how they draw it might shed light on
features of their personality

• The formal application of figure drawings in


psychological assessment began with
Florence Goodenough under the mentorship
of Lewis Terman (publishing the Stanford-
Binet Intelligence Scale, 1916)
• Goodenough became interested in
supplementing the Stanford-Binet
with a nonverbal measure of
intellectual maturity in young
people

• She concluded that the amount of


accurate detail they include in their
drawing of a human figure can
provide such a measure

• Goodenough’s pursuit of this belief


led her to develop the Draw-A-Man
test, which was published in 1926
Harris (1963) later revised
the Draw-A-Man by
expanding Goodenough’s
scoring system and
enlarging the
standardization sample for
the test, and he suggested
that children should be
asked to draw not only a
man, but also a woman and
a picture of themselves.
• Shortly after the Draw-A-Man test came into use,
psychologists began considering the possibility
that children’s figure drawings could reveal
differences among them in their personality
characteristics as well as their intellectual maturity.

• It was not until 1949, however, that Karen


Machover, then a senior psychologist at Kings
County Psychiatric Hospital in New York,
published the first formal method for assessing
personality with a figure drawing task that she
called the Draw-A-Person test
• Machover recommended using the DAP with
persons of all ages, not just children, and
obtaining drawings of both male and female
figures.

• (Machover, 1951), she elaborated the notion


that structural features of the human figures
people draw are likely to reflect their
underlying attitudes and concerns and many of
their personality traits.
• Exp: the drawing of small figures might
indicate low self-esteem or timidity, whereas
the drawing of large figures could be a sign of
self-confidence or grandiosity.

• The placement of figures high on the page


might reflect high levels of aspiration and
achievement striving, she hypothesized,
whereas placement low on the page could
identify insecurity and feelings of inadequacy.
• Machover also formulated numerous
hypotheses concerning the specific meaning
of various features of how the head, eyes,
nose, ears, hair, mouth, neck, and other body
parts are drawn and of how the figures are
dressed.

• Also include an inquiry procedure in which


examinees are asked “to make up a story
about this person as if he were a character in
a play or novel” (Machover, 1951, p. 345).
• The questions concern such matters as the
age, education, occupation, and ambitions of
the figures; how the figures feel about
themselves, their family, and their friends; and
what attitudes the figures have toward school,
sex, and marriage.
Projective uses (Klepsch & Logie, 1982)

• As a measure of personality: derive information


about the uniqueness of the drawer & he sees
himself
• As a measure of self in relation to others: when
children drew themselves in particular group, their
project their view of themselves in relation to the
others in the group
• As a measure of group values: exp different
cultural and racial groups in drawing
• As a measure of attitude: having children draw
specific people, reveal their feeling about these
particular (professional) people, exp doctor,
nurses, teachers
Nonprojective uses

• Can be used to measure a child’s


developmental or intellectual maturity
• In the child study (1900-1915), 2 important
findings : the order of development in the
drawings of children is constant; and children
of lower ability generally make inferior
drawings
• Using Goodenough-Harris DAM test, various
researchers have found that as children
increase in age, so does the details in their
drawings
• Scoring system for estimating IQ:
- Buck (1948) HTP
- Koppitz (1968) HFD
- Dunleavy, Hanson, & Szasz (1981) found
Koppitz’s scoring system useful for identifying
kindergarten children who were not ready for
school
• Harris views the HFD as a measure of intellectual
or conceptual maturity; ability to perceive/
discriminate similarities & differences, to abstract/
classify objects according to similarities &
differences, & generalize/ assign a discriminates
object to a correct class
Tes Wartegg
Warda Lisa., MPsi, Psi
Tes Wartegg Zeichen (WZT) / The
Wartegg Drawing Completion
Test (WDCT)
 WDCT Merupakan sebuah tes psikologi yang menggunakan
gambar dengan teknik proyektif dimana pada setiap
gambar terdapat elemen-elemen grafis berupa tanda
yang semi structured yang akan menunjukan,
memproyeksikan konten dan bagaiamana kedinamisan
dan organisasi kepribadian individu tersebut. (Raport,
1977, p.31)
 Bornstein’s (2007) mendefinisikan WDCT sebagai sebuah
performa individu berdasarkan tes kepribadian yang dapat
diklasifikasikan sebagai stimulus attribution test, dimana
individu yang mengerjakan tes memberikan arti melalui
interpretasi.
Spesifikasi Tes

 Tes ini terdiri atas sebuah form yang terbagi atas 8 kotak
berukuran 4×4 cm, dimana pada setiap kotak terdapat tanda-
tanda grafis berbeda seperti titik, garis.
 Selama pelaksanaan tes pemeriksa dapat duduk berlwanan di
depan individu yang mengerjakan tes. Pemeriksa dapat
memeberikan form test kepada individu yang dites
,memberikan pensil dan melarang untuk menggunaan
penghapus serta memberikan instruksi.
 Individu akan diminta untuk membuat gambar dari tanda grafis
yang sudah ada di dalam kotak pada form serta diminta untuk
menggambar hal apa yang pertama kali dipikirkan dan
diharapkan tidak menggambar sesuatu yang abstrak. Tidak perlu
mengerjakan sesuai dengan urutan kotak tetapi dibebaskan
sesuai keinginan dan tidak ada hambatan, individu juga
dibebaskan menggambar hal apapun. Tes Wartegg sangat mudah
diadministrasikan, hanya membutuhkan waktu sekitar 5-10
menit, skoring sekitar 10-15 menit dan interpretasi sekitar 30
menit dan cukup mudah untuj diinterpretasikan.
Stimulus Tes Wartegg
Contoh Gambar tes Wartegg
Tujuan Tes

 Tes ini dapat digunakan untuk mengetahu


kepribadian individu , melihat bagaimana
struktur, organisasi, bagaimana tingkat
kedinamisan dala sistem kepribadian individu.
 Dapat digunakan untuk kepentingan
pemeriksaan dan pengambilan keputusan di
bidang klinis, pendidikan dan juga setting
organisasi maupun dalam bidang aplikasi
psikologi lainnya. Selain itu juga dapat
digunakan untuk melihat apakah seorang
individu mengalami masalah patologi atau tidak.
Subjek

• Tes ini dapat digunakan pada individu


mulai dari anak-anak dengan usia
minimal 4 tahun – 4.5 tahun, anak-anak,
remaja, dewasa, lansia dan juga cocok
digunakan pada individu yang
mengalami disabilitas seperti gangguan
pendengaran,gangguan kognitif dan
lainnya.
Sejarah Tes

 Mulanya tes Wartegg ini dikembangkan oleh Krueger dan


Sander dari Leipzig University dengan paham Ganzheit
Psychologie atau Wholistic Psychology atau Psikologi Gestalt.
 Lalu dikembangkan oleh Ehrig Wartegg dan Kinget.
 Tes ini terdiri delapan kotak –empat deret kotak dibagian
atsa dan empat deret kotak dibagian bawah, berukuran 1,5 x
1,5 inch- yang masing-masing kotak terdiri dari pola
tertentu. Kinget berasumsi bahwa delapan stimulus dapat
memberi sarana bagi subjek untuk mengeksplorasi terhadap
berbagai nilai yang relevan.
Aspek dalam Tes Warteg

• Emosi
• Imajinasi
• Imajinasi kombinasi, didasarkan pada persepsi dan penerimaan
berbagai hubunagn realitas yang ada.
• Imajinasi kreatif, didasarkan pada tidak adanya hubungan antara
realitas dengan fantasi pribadi.
• Intelektual
• Intelegensi praktis, pola pikir sistematis, fakta dan realitas konkret.
• Intelegensi spekulatif, subjek lebih stabil dalam setiap pillihan dan
tindakan.
Tiga tahap penting dalam
menginterpretasi tes Wartegg:

 Stimulus drawing relation, melihat hubungan gambar


subjek dengan stimulus yang ada, itu merupakan
bagian dari gambar atau bukan. Berfungsi untuk
melihat persepsi dan afeksi subjek.
 Content, melihat isi gambar subjek. Suatu gambar
memliki isi atau makna/tidak. Berfungsi untuk
melihat kecenderungan minat dan pikiran dari
subjek.
 Execution, melihat bagaimana cara subjek membuat
gambar, dai ukuran gambar, kualitas garis, dll.
Rasionalisasi Alat Tes

Munculnya Wartegg Zeihen Test (WZT)


berdasarkan Gestalt Psychology, lebih tepatnya
adalah Ganzheit Psychologie yang berkembang
di University of Leipzig di bawah pimpinan F. Krueger
dan F. Sander.
Ganzheit Psychologie mengasumsikan bahwa tidak hanya
objek dari eksperimen saja tetapi juga subjek dari
eksperimen harus dilihat sebagai struktur. Struktur ini
terdiri dari satu set orientasi dan disposisi tertentu, sifat
dinamis yang cenderung pada “pemberian bentuk”,
menuju pengorganisasian apapun yang diberikan
pengalaman.
Rasionalisasi alat tes -2

 Pengalaman dibentuk oleh struktur individu yang berarti


pengalaman harus mempunyai ciri-ciri tersebut. tetapi dalam
kehidupan sehari-hari karakteristik dari struktur individu sulit
dipahami sehingga perlu adanya standarisasi. Ketika situasi di
mana pemberian bentuk diberikan kebebasan tetapi masih
dalam hal yng dibatasi, kegiatan tersebut akan menghasilkan
struktur psikis. Itulah alasan Wartegg memberikan stimulus
terlebih dahulu dalah setiap kotaknya.

 Wartegg juga memilih gambar yang sederhana untuk menjadi


stimulus yang nantinya dirangsang oleh orang yang melakukan
tes karena akan lebih bebas seseorang dalam mengerjakannya
dan potensi dugaan lebih besar proyeksinya.
SDR
(Stimulus Drawaing Relation)
 Rangsang 1: Titik, rangsang ini kurang menonjol dan mudah
terlewatkan tetapi karena letaknya di tengah-tengah menyebabkan
begitu penting dan tidak diabaikan. Oleh karena itu muncul
ketegangan antara imajinasi dan pemikiran.
 Rangsang 2: Garis kecil bergelombang, menggambarkan sesuatu
yang hidup. Rangsang ini menolak perlakuan seadanya tetapi
menghendaki suatu integrasi ke sesuatu yang hidup dan dinamik.
 Rangsang 3: 3 garis vertikal yang menaik secara teratur,
menggambarkan kekakuan, kekerasan, keteraturan, dan kemajuan,
memiliki karakteristik mekanik tetapi bertumbuh dan dinamik.
 Rangsang 4: segiempat hitam, mengesankan materi yang berat,
memiliki karakteristik mekanik tetapi tidak hidup, mudah
diasosiasikan dengan suatu yang depresif.
SDR-2

 Rangsang 5: 2 garis miring yang berhadapan,


menggambarkan konflik dan dinamika.
 Rangsang 6: garis-garis horizontal dan vertical, terlihat
kaku, apa adanya tetapi karena letaknya tidak di tengah
menjadi merupakan tugas yang sulit dan memerlukan
perencanaan sungguh-sungguh.
 Rangsang 7: titik-titik membentuk lingkaran,
menggambarkan sesuatu yang halus dan seperti
memaksa sunjek untuk berhati-hati dan tidak gegabah.
 Rangsang 8: garis lengkung besar, menggambarkan
ketenangan, besar, dan mudah dihadapi.
Tipologi dalam Tes Wartegg

• Wartegg mengakui dalam menggunakan


aplikasi dari psikologi membutuhkan tipologi
kepribadian yang lebih rinci. Sehingga beliau
mengungkapkan 4 dimensi skema dari fungsi
dasar yaitu :
1. Emosi
2. Imajinasi
3. Kecerdasan
4. Aktivitas.
Skoring

• Dalam skoring tes Wartegg terdapat template untuk skoring yang


disebut scoring blank yang terbagi menjadi dua serta saling
berhadapan. Pada bagian samping scoring blank terdapat daftar
kriteria yang berbentuk data kuantitatif dari diagnosis. Angka yang
terdapat di bagian atas scoring blank merupakan jumlah total
gambar yang diuji. Skoring dapat dilakukan secara horizontal atau
vertikal.
• Proses skoring dilakukan dengan tiga skala. Poin satu diberikan untuk
representasi yang lemah pada suatu variabel, poin dua untuk
menandakan yang sedang, dan poin tiga untuk menandakan
representasi yang sangat kuat. Skoring dilambangkan dengan simbol-
simbol yang memiliki makna tertentu.
• Arti dari hasil skor didapatkan dari variabel yang tergantung pada
konfigurasi dari skor dari tiap kelompok variabel.
Interpretasi : The Personality
Profile

• Bagian interpretasi ini


menyediakan dasar dari proses tiap
individu yang menuju kesimpulan
akhir. Dalam interpretasi hasil tes
terdapat template yang
disebut interpretation blank.
Intepretasi : Individualization of
the Diagnosis

 Dalam menginterpretasi hasil uji gambar semata-


mata hanya kepada hasil berat skor dari tiap
variabel. Lalu didiskusikan serta dipertimbangkan
berat dan karakteristik dari tiap variabel.
 Dengan cara membandingkan, saling
memodifikasi, mengkombinasi, dan lintas
pemeriksaan dengan demikian membawa arti dan
diagnostik yang unik. Individualisasi bersifat
kompleks dan memerlukan pengetahuan mengenai
arti dari seluruh kriteria.
Beberapa aspek materi yang
harus dipertimbangkan adalah:
 Waktu menggambar. Waktu rata-rata suatu kelompok mengerjakan pengujian adalah 20
menit. Waktu merupakan hal yang harus dipertimbangkan dengan semua data yang
terkumpul.
 Daya menerima vs tidak reseptif atau tidak adanya daya menerima subjek terhadap
stimulus yang diakibatkan oleh (1) hubungan stimulus-menggambar dan (2) urutan
pengerjaan gambar.
 Struktur dari kriteria yang membentuk profil. Profil individu harus dipertimbangkan dari
keseluruhan struktur, maka dari itu setiap komponen harus diuji berdasarkan berat masing-
masing skor.
 Variabel yang tidak ada. Absent criteria dipertimbangkan dalam hal rangkaian kelompok
dari kriteria-kriteria interpretasi, dan signifikansi dari absent criteria secara langsung
diintegrasikan ke dalam kesimpulan dari analisis profil.
 Variabel yang tidak diberi skor. Kriteria untuk variabel yang tidak diberi skor adalah Form
level, Reinforcement, Texture and function of the Shading, Wholes, Context-
Isolation, Clarity-Vaguesness dan popularitas.
 Kekhasan yang gambar yang ditampilkan. Merupakan sumber informasi yang bersifat
sekunder, tidak ada dasar objektif dalam penginterpretasiannya. Namun, kontribusi mereka
dapat diperhitungkan karena karakter individual yang tinggi mampu menggaris-bawahi tren
diagnostik, membedakan poin-poin kompleks atau menghilangkan ambiguitas.

Untuk menghasilkan hasil diagnosis individual yang tepat diperlukan analisis data
pribadi dan aspek-aspek yang telah disebutkan di atas.
Keunggulan dan Keterbatasan
Tes Warteg
Keunggulan
 Culture fair
 Tester bisa mengobservasi keterampilan motorik testee
 Bisa mengukur kemampuan testee untuk menganalisa
sintesa, penempatan diri pada lingkungan sosial,
kemampuan beraspirasi, dan kemampuan orang dalam
menjalin relasi sosial

Keterbatasan
 Interpretasi cenderung terkesan subjektif
 Tidak memiliki penilaian yang terstandardisasi

Anda mungkin juga menyukai