Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH PANCASILA

NAMA : NUR NOVITA RISA


NIM : 1744190017
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA

TEKNIK INFORMATIKA
I. Sejarah Lahirnya Pancasila
Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri
dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti
prinsip atau asas. Empu Taluntar menulis kitab Sutasoma dengan
Bahasa Sansakerta, yang terdapat kata ‘pancasila’ dalam kitab
tersebut.
Menurut sejarah, kitab sutasoma ditulis pada zaman kerajaan
Majapahit sekitar tahun 14 masehi. Menurut kitab sutasoma, arti
pancasila yaitu istilah dari sebuah batu yang memiliki lima sendi, juga
sebagai kata kerja yang artinya menjalankan lima poin kesusilaan.
Lima norma kesusilaan dalam kitab sutasoma yaitu; tidak boleh
melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh dengki, tidak
boleh berbohong, dan tidak boleh minum miras.
Istilah pancasila dikenalkan kepada masyarakat melalui pidato-
pidato besar Soekarno dan H.O.S Cokroaminoto. Ide tersebut didapat
Soekarno saat beliau dibuang ke Flores, beliau banyak menulis dan
merenung di bawah pohon.
Lima ideologi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, dan tercantum pada alinea ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945.

II. Sejarah Perumusan Pancasila


Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng
Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato
pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan
kepada anggota-anggota Sidang, "Apa dasar Negara Indonesia yang
akan kita bentuk ini?".
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang
resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
 Sidang 29 Mei 1945
Dalam sidang ini, Moh Yamin mendapat kesempatan
pertama untuk berpidato dan menyampaikan lima sila yang
diusulkannya yaitu;
▪ peri kebangsaan
▪ Kemanusiaan
▪ Ketuhanan
▪ Kerakyatan
▪ kesejahteraan bagi rakyat.
Setelah pidato selesai, Moh Yamin menyusun rancangan
UUD yang mencakup lima asas yaitu;
▪ Ketuhanan
▪ Kebangsaan
▪ Kemanusiaan
▪ Kerakyatan dengan permusyawaratan
▪ Keadilan Sosial
 Sidang 31 Mei 1945
Setelah BPUPKI menyelenggarakan sidang pertama,
dua hari kemudian diadakan lagi sidang yang membahas
perumusan pancasila ini.
Pada kedua ini sidang ini, Supomo menyampaikan
usulannya yaitu lima asa negara antara lain:
▪ keseimbangan lahir batin
▪ persatuan
▪ musyawarah
▪ kekeluargaan
▪ serta keadilan rakyat.
 Sidang 1 Juni 1945
Sehari setelah sidang kedua, sidang ketiga
dilaksanakan dengan pidato dari Soekarno mengenai usulan
asa negara yaitu;
▪ kebangsaan Indonesia
▪ internasionalisme (kemanusiaan)
▪ mufakat (demokrasi)
▪ kesejahteraan sosial
▪ ketuhanan YME.
Peristiwa pada sidang ini diabadaikan sebagai hari
penetapan pancasila.
Usulan dari tiga tokoh besar masa kemerdekaan
Indonesia, ditampung dan dibahas kembali oleh anggota
BPUPKI yang lebih kecil lagi (panitia sembilan).
 Sidang Panitia Sembilan (22 Juni 1945)
Pada sidang ini, naskah rancangan pembukaan UUD
(piagam Jakarta/Jakarta Charter) telah berhasil dirumuskan
oleh panitia sembilan. Isinya yaitu:
▪ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
▪ Kemanusiaan yang adil dan beradab
▪ Persatuan Indonesia
▪ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksan
dalam permusaywaratan/perwakilan
▪ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang panitia sembilan ini, menjadi akhir dari
perumusan awal pancasila. Kemudian pancasila resmi
dijadikan dasar negara, ditandai dengan proklamasi.
Sehari setelah hari proklamasi pancasila, PPKI
(berganti nama dari BPUKI) menyempurnakan rumusan
pancasila dalam pembukaan UUD.
 Sidang 18 Agustus 1945
Pada sidang kali ini, sila pertama dari pancasila yang
sudah diproklamasikan diubah menjadi “Ketuhanan YME”
oleh Muhammad Hatta.
Perdebatan mengenai perubahan sila pertama tak
pernah berhenti hingga hari ini, padahal pendiri negara
Indonesia sudah menetapkan sila tersebut. Seharusnya
masyarakat sepakat akan keputusan pemerintah tersebut.
 Instruksi Presiden No. 12 (1968)
Setelah pancasila diproklamasikan pada 18 Agustus
1945, masih banyak keberagaman pengucapan, perumusan,
dan pembacaan dari isinya. Maka dari itu, Soeharto
menetapkan instruksi tentang rumusan pancasila.
Hasil dari rumusan yang baru tidak berbeda dengan
yang sebelumnya, hanya saja ada perubahan pada poin
pertama yang menjadi “ketuhanan Yang Maha Esa”.
Karena Soeharto menganggap keberadaan Tuhan
hanya satu, dan hal itu kembali kepada kepercayaan
masing-masing individu.
Instruksi presiden mengenai rumusan pancasila ini, berlaku
dan dipakai oleh masyarakat Indonesia hingga hari ini.

III. Sejarah Kesaktian Pancasila


Salah satu hari bersejarah dari kesaktian pancasila ini, yaitu
saat peristiwa G30S (30 September). Gerakan 30 September
(dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI,
sering disingkat G30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), atau juga Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi selewat malam pada tanggal 30 September
sampai awal bulan selanjutnya (1 Oktober) tahun 1965 ketika
tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang
yang lain dibunuh dalam suatu usaha kudeta (yang hampir
sekaligus).
Latar belakang peristiwa G30S ialah munculnya Partai Komunis
Indonesia atau di singkat PKI. Partai Komunis Indonesia (PKI)
merupakan partai komunis terbesar di seluruh dunia, di luar
Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan
pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan para petani anggota
Barisan Tani Indonesia yang berjumlah 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis serta
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota
dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan. Kemudian,
Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden – sekali
lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan
angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke
posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem
"Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin"
Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis,
Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara
kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan
pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
mengatasi masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi
terus menaik, serta korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Lalu ada Angkatan Lima, isu sakitnya Bung Karno, isu masalah
tanah dan bagi hasil, faktor Malaysia, Faktor Amerika Serikat dan
Faktor Ekonomi.
Peristiwa terjadinya G30S yaitu Pada 1 Oktober 1965 dini
hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana
(Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu
dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi
Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan
penumpasan terhadap gerakan tersebut. Berikut keenam pejabat
tinggi yang dibunuh:
 Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan
Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
 Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD
bidang Administrasi)
 Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III
Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
 Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima
AD bidang Intelijen)
 Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV
Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
 Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur
Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran
utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya,
putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan dia, Lettu CZI
Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan
tersebut.
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di
Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat
mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
 Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil
Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
 Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem
072/Pamungkas, Yogyakarta)
 Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem
072/Pamungkas, Yogyakarta)
Karena tebunuhnya beberapa perwira militer angkatan
darat, yang menjadi duka nasional. Dilaksanakannya ritual
pengibaran merah putih yang hanya dinaikan setengah tiang,
kemudian esok harinya (1 Oktober) bendera dinaikan hingga
penuh.
Prosesi tersebut menyimbolkan duka nasional. Dan Hal itu
menandakan “kesaktia pancasila” atas kemenangan melawan
ideologi komunis.
Ritual pengibaran bendera setiap tanggal 30 September dan
1 Oktober, menjadi prosesi yang wajib dilakukan sebagai hari
peringatan nasional.
Namun setelah masa orde baru berhenti saat reformasi 98
(Soeharto lengser), ritual pengibaran ini sudah sangat jarang
dilakukan lagi.

IV. Sejarah Terciptanya lambang Pancasila


Lambang Negara Indonesia; “Garuda Pancasila” diciptakan
melalui proses yang Panjang. Berawal dari tuntutan agar Indonesia
punya Lambang Negara, sayembara pun digelar. Sayangnya tak
satu pun karya seniman Indonesia terpilih menjadi rancangan
lambang negara. Dua nominasi rancangan lambang negara itu
malah muncul dari dua politisi, yakni Moh Yamin dan Sultan
Hamid II. Rajawali Garuda Pancasila, karya Sultan Hamid II, dipilih
dan atas saran Presiden Soekarno disempurnakan menjadi
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada 13 Juli 1945 Parada Harahap, anggota Panitia
Perancang Undang Undang Dasar, mengusulkan agar dibuat
lambang negara selain bendera. Usulan itu disetujui oleh semua
anggota panitia, tetapi dalam bentuk Undang Undang Istimewa.
Lalu 16 November 1945 Pemerintah membentuk Panitia Indonesia
Raya yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan Mohammad
Yamin sebagi sekretaris. Panitia ini bertugas menyelidiki sejarah
arti lambang-lambang, keberadaan bendera merah putih,
mitologi, simbologi, arkeologi, kesusasteraan yang berkaitan
dengan burung garuda dan simbol-simbol lain dalam peradaban
bangsa Indonesia seperti relief yang ada di beberapa candi di
Pulau Jawa. Berbagai gejolak politik di tanah air mengakibatkan
tertundanya pekerjaan Panitia Indonesia Raya, bahkan Moh Yamin
yang menjabat sebagai sekretaris sempat ditahan karena
peristiwa makar 3 Juli 1946. Lalu tahun 1947 Pemerintah RI
mengadakan sayembara rancangan lambang negara melalui
organisasi seni lukis seperti SIM (Seniman Indonesia Muda),
Pelukis Rakyat, PTPI, dan KPP bagian Kesenian. Namun, dari
sayembara tersebut tidak ada satupun karya yang terpilih di
karenakan kebanyakan seniman yang mengikuti sayembara
tersebut kurang memahami hukum-hukum kesejarahan dari
lambang negara, sehingga mereka tidak bisa menjelaskan arti dari
rancangan lambang karya-karya mereka. Lalu di tahun 1949 pada
tanggal 20 desember Presiden Soekarno, berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1949, mengangkat
Sultan Hamid II menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio.
Selama menjabat sebagai menteri, Sultan Hamid II ditugaskan
untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar
lambang negara. Dan pada 10 Januari 1950 Panitia Lencana
Negara dibentuk di bawah koordinasi Menteri Negara Zonder
Porto Folio, Sultan Hamid II. Mereka menyeleksi usulan rancangan
lambang negara lewat sayembara untuk dipilih pemerintah. Lalu
pada 26 Januari 1950 Ki Hajar Dewantara memberikan sumbangan
pemikiran penelitian lambang Negara, yang kemudian hasilnya
dikonsultasikan dengan Moh. Yamin. Berdasarkan hasil
kesepakatan terdapat dua rancangan lambang Negara yakni dari
Sultan Hamid II dan Moh. Yamin. Rancangan final lambang negara
yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan final itu mendapat masukan dari
Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan
terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu
manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid kembali mengajukan rancangan gambar lambang
negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang
berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila
(disingkat Garuda Pancasila) peristwa tersebut terjadi pada 8
Februari 1950. Lalu dengan pertimbangan-pertimbangan yang
terjadi pada 28 November 1951 dengan munculnya PP No 66
Tahun 1951 yang diundangkan oleh Menteri Kehakiman M
Nasroen dalam Lembaran Negara no. 111 dan penjelasannya
dalam Tambahan Lembaran Negara No. 176 Tahun 1951
Sejak saat itu, secara yuridis formal gambar lambang negara
rancangan Sultan Hamid II seperti terlampir dalam PP No. 66
Tahun 1951 telah resmi menjadi lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
PP No 66 tahun 1951 secara yuridis formal Garuda Pancasila
resmi menjadi lambang NKRI yang diundangkan oleh Menteri
Kehakiman, M. Nasroen.
Berikut Arti-arti dari lambang yang terdapat dalam Pancasila:

1. Bintang Tunggal

Di tengah perisai dalam Garuda


Pancasila terdapat simbol bintang
yang memiliki lima sudut. Di mana
bintang tunggal tersebut
melambangkan sila pertama
Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa. Bintang tunggal
dianggap sebagai cahaya, seperti
cahaya kerohanian yang dipancarkan
Tuhan kepada setiap manusia. Di bagian bintang terdapat latar
berwarna hitam, melambangkan warna alam asli yang dimiliki
Tuhan.
2. Rantai Emas

Di bagian kanan bawah, tergambar


simbol rantai emas yang
melambangkan sila kedua
Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Rantai tersebut
memiliki mata rantai yang
berbentuk segi empat dan
lingkatan yang saling berkaitan.
Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan
lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling
berkaitan tersebut bermakna setiap manusia, baik laki-laki
maupun perempuan membutuhkan satu sama lain. Bersatu
menjadi kuat seperti rantai.

3. Pohon Beringin

Pada bagian kanan atas, terdapat


gambaran pohon beringin yang
melambangkan sila ketiga, yaitu
Persatuan Indonesia. Lambang
pohon beringin digunakan karena
pohon yang besar dan banyak
digunakan orang sebagai tempat
berteduh dibawahnya. Sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia, semua rakyat Indonesia
dapat "berteduh" di bawah naungan Negara Indonesia. Pohon
beringin yang memiliki sulur dan akar yang menjalar ke segala
arah bermakna dengan keragaman suku bangsa yang menyatu
di bawah nama Indonesia.
4. Kepala Banteng

Di bagian kiri atas, simbol


kepala banteng
melambangkan sila keempat
Pancasila, yaitu Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan.
Kepala banteng memiliki
filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul.
Musayawarah dalam Pancasila adalah orang-orang yang
berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan.

5. Padi dan Kapas


Pada bagian kiri bawah
terdapat lambang padi dan
kapas yang melambangkan sila
kelima Pancasila, yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Padi dan
kapas mewakili sila kelima
karena melambangkan
kebutuhan dasar setiap
manusia, yaitu pangan dan sandang (pakaian).

Anda mungkin juga menyukai