Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Puskesmas Rawat Inap Way Halim II
dilakukan dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen
resiko disemua unit. Alat-alat manajemen resiko yang digunakan terdiri dari :
1. Non statistical tools : untuk mengembangkan ide, mengelompokkan, memprioritaskan
dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi fish
bone, bagan alir,, RCS, dan FMEA.
2. Statiscal tools seperti Diagram Pereto, lembar periksa (check sheet).

Perbedaan RCA dengan FMEA, yaitu RCA merupakan pendekatan analisis sistem yang
reaktif sementara FMEA merupakan pendekatan proaktif untuk mencegah kegagalan sistem.
Persamaan RCA dengan FMEA, yaitu :
1. Harus ada komitmen pimpinan.
2. Bertujuan mengurangi kemungkinan cidera yang akan terjadi.
3. Mencakup identifikasi kondisi-kondisi yang menimbulkan cidera.
4. Merupakan metode analisis non statistical.
5. Merupakan aktifitas sebuah tim yang memerlukan dukungan SDM, waktu, material dan
penunjang lainnya.

RCA dan FMEA saling berhubungan, bagian pendekatan yang satu dapat digunakan pada
bagian pendekatan yang lainnya. FMEA dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi
perubahan strategi hasil analisa dengan RCA. Pendekatan FMEA dapat melihat titik-titik
potensial kegagalan berbagai proses dan kemudian mengidentifikasi kegagalan-kegagalan
baru yang ditimbulkan dari penerapan proses baru. RCA dapat digunakan untuk
mengidentifikais proses-proses mana saja yang membutuhkan FMEA dan kemudian
menentukan akar permasalahan secara spesifik.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Panduan ini sebagai dasar bagi tim Keselamatan Pasien UPT Puskesmas Rawat Inap Way
Halim II untuk meningkatkan mutu layanan melalui kegiatan redesain proses pelayanan
untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya.
Tujuan Khusus
a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan
Dampak
b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi
terjadi error.
c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan
yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.

C. RUANG LINGKUP
1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.
2. Membuat diagram proses.
3. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya.
4. Memprioritaskan modus kegagalan.
5. Identifikasi akar masalah.
6. Redesain proses
7. Analisis dan uji prose baru
8. Implementasi dan monitor perbaikan proses.

D. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa
praktik kedokteran harus didasarkan pada, salah satunya, nilai keselamatan pasien,
sehingga upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus dilakukan.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien.
BAB II
ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)

A. PENGERTIAN ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)


Root Cause (akar masalah), akar atau isu fundamental, adalah titik awal dimana bila pada titik
tersebut diambil suatu tindakan (pencegahan) maka peluang terjadinya insiden akan berkurang.
RCA diterapkan pada kejadian resiko tinggi, berdampak luas yaitu semua KTD dan Sentinel.
Apabila terjadi insiden lain seperti KTC, KNC, dan KPC cukup dilakukan investigasi
sederhana. Setian proses pengelolaan insiden harus dapat menetapkan tingkat investigasi dan
tindakan yang diperlukan.

RS atau Puskesmas memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan analisis
akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah terjadi untuk kemudian menyusun
rencana tindak lnjutnya. RCA dilakukan oleh Tim Mnanagement Resiko, sementara komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien bertanggung jawab untuk :
1. Mengingatkan untuk dilaksanakannya RCA.
2. Mengatur Penyelenggaraan suatu investigasi.
3. Mengelola tim Managemen Resiko.
4. Pelaporan secara organisatoris dan memonitor tindak lanjut upaya pengurangan resiko.
5. Koordinasi program RCA.
6. Evaluasi program RCA.

B. Langkah-langkah Root Cause Analysis (RCA)


1. Identifikasi Insiden Yang Akan Di Investigasi
2. Tentukan Tim Investigator
3. Kumpulan Data dan Informasi
a. Observasi
b. Dokumentasi
c. Interview
4. Petakan Kronologi Kejadian
a. Narrative Chronology
b. Timeline
c. Tabular Timeline
d. Time Person Grid
5. Identifikasi CMP (Care Management Problem)
a. Brainstroming, bainwriting
6. Analisis Informasi
a. 5 Why's
b. Analisis Perubahan
c. Analisis Penghalang
d. Fishbone / Analisis Tulang Ikan

7. Rekomendasi dan Rencana Kerja Untuk Improvement

B. Tahapan Melakukan Root Cause Analysis (RCA)


1. LANGKAH 1 dan 2 : Identifikasi insiden dan tentukan tim, dengan menggunkan
form seperti dibawah ini :
INSIDEN :

Ketua :

Anggota : 1. 4.
2. ______ 5.
3. ______ 6.
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ? YA TIDAK
Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda, sesudah diwakili dalam tim
tersebut ? YA TIDAK
Siapa yang menjadi Notulen ?
Tanggal dimulai Tanggal dilengkapi

2. LANGKAH 3 : Kumpulkan data & informasi


Dengan menggunakan form seperti dibawah ini :
 Observasi langsung :
 Dokumentasi : 1. .................................................
2. .................................................
3. .................................................
4. .................................................
5. ................................................
 Interview (Dokter/Staf yang terlibat) :
1. .................................................
2. .................................................
3. .................................................
4. .................................................
3. LANGKAH 4 : Petakan kronologi kejadian dengan menggunakan bantuan beberapa
form dibawah ini :
FORM TABULAR TIMELINE
WAKTU/KEJADIAN
KEJADIAN
INFORMASI
TAMBAHAN
Good Practice
MASALAH
PELAYANAN

4. LANGKAH 5 : Identifikasi care management programs


FORM MASALAH/CARE MANAGEMENT PROBLEM (CMP)
MASALAH INSTRUMENT/TOOLS
1.
2.
3.
4.
5.

5. LANGKAH 6 : Analisis perubahan, dengan beberapa cara :


FORM TEKNIK 5 MENGAPA (5 why's)
MASALAH INSTRUMENT/TOOLS
1. Mengapa
2. Mengapa
3. Mengapa
4. Mengapa
5. Mengapa
FORM ANALISIS PERUBAHAN
PROSEDUR PROSEDUR YANG APAKAH
YANG NORMAL DILAKUKAN TERDAPAT
(SOP) SAAT INSIDEN BUKTI
PERUBAHAN
DALAM PROSES

FISH BONE / ANALISIS TULANG IKAN


Adalah alat untuk menggmbarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,
menggambarkan ide pengumpulan data, menggali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa
masalah tersebut. Untuk pengisisan diagram fish bone ini dilakukan dengan melihat faktor-faktor
kontributor.

Fish Bone / Analisis tulang ikan

faktor pasien faktor staf faktor tugas faktor RS faktor tim

faktor faktor faktor


komunikasi lingkungan organisasi

Ket :
FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN & SUBKOMPONEN DALAM INVESTIGASI
INSIDEN KLINIS
1. FAKTOR KONTRIBUTOR EXTERNAL DILUAR RS KOMPONEN :
a. Regulator dan ekonomi
b. peraturan dan kebijakan DEPKES
c. Peraturan nasional
d. Hubungan dengan organisasi lain
2. FAKTOR KONTRIBUTOR ORGANISASI SAN MANAJEMEN
Komponen Sub Komponen
Organisasi dan Manajemen a. Struktur Organisasi
b. Pengawasan
c. Jenjang Pengambilan Keputusan
Kebijakkan, Standar & Tujuan a. Tujuan dan misi
b. Penyusunan Fungsi Manajemen
c. Kontrak Servis
d. Sumber Keuangan
e. Pelayanan Informasi
f. Kebijakan Diklat
g. Prosedur dan Kebijakan
h. Fasilitas dan Perlengkapan
i. Manajemen Resiko
j. Manajemen K3
k. Quality Improvement
Administrasi Sistem Administrasi
Budaya Keselamatan a. Attitude Kerja
b. Dukungan Manajemen Oleh Seluruh Staf
SDM a. Ketersediaan
b. Tingkat Pendidikan & Keterampilan Staf yang
Berbeda
c. Beban Kerja yang Optimal
Diklat Manajemen Training/Pelatihan/Refresing

3. FAKTOR LINGKUNGAN KERJA


KOMPONEN SUB KOMPONEN
Rancang dan Bangunan a. Manajemen Pemeliharaan
b. Penilaian Ergonomik
c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasan Lingkungan Fisik
c. Perpindahan Pasien Antar Ruangan
Perlengkapan a. Malfungsi Alat
b. Ketidak Tersediaan
c. Manajemen Pemeliharaan
d. Fungsionalitas
e. Rancang, Penggunaan & Maintenance Peralatan
4. FAKTOR KONTRIBUTOR : TIM
KOMPONEN SUB KOMPONEN
Supervisi & Konsultasi a. Adanya kemauan staff junior berkomunikasi
b. Cepat tanggap
Konsistensi a. Kesamaan tugas antar profesi
b. Kesamaan tugas antar staff yang singkat
Kepemimpinan Tanggung Jawab a. Kepemimpinan Efektif
b. Job Description jelas
Respon terhadap Insiden Dukungan per grup setelah insiden

5. FAKTOR KONTRIBUTOR : STAFF


KOMPONEN SUB KOMPONEN
Kompetensi a. Verivikais Kualifikasi
b. Verifikasi Pengetahuan & Keterampilan
Stressor Fisik dan Mental a. Motivasi
b. Stresor Mental : efek beban kerja beban mental
c. Stresor Fisik : Efek Beban kerja = Gangguan
Fisik

6. FAKTOR KONTRIBUTOR : TUGAS


KOMPONEN SUB KOMPONEN
Ketersediaan SOP a. Prosedur Peninjauan & Revisi SOP
b. Ketersediaan SOP
c. Kualitas Informasi
d. Prosedur Infestigasi
Ketersediaan & Akurasi Hasil Test a. Test tidak dilakukan
b. Ketidak sesuaianantara interprstasi hasil test
Faktor Penunjang Dalam Validasi Alat a. Ketersediaan, penggunaan, reliabilitas
Medis b. Kalibrasi
Rancang Tugas Penyelesaian tugas tepat waktu dan sesuai SOP

7. FAKTOR KONTRIBUTOR : PASIEN


KOMPONEN SUB KOMPONEN
Kondisi Penyakit yang kompleks, berat, multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. Kondisi Sosial
d. Keluarga
Pengobatan Mengetahui Resiko Yang berhubungan dengan
pengobatan
Riwayat a. Riwayat Medis
b. Riwayat Kepribadian
c. Riwayat Emosi
Hubungan Staf dan Pasien Hubungan yang baik

8. FAKTOR KONTRIBUTOR : KOMUNIKASI


KOMPONEN SUB KOMPONEN
Komunikasi Verbal a. Komunikasi antara staf junior dan senior
b. Komunikasi antar profesi
c. Komunikasi antar staf dan pasien
d. Komunikasi antar Unit Departemen
Komuniaksi Tertulis Ketidak lengkapan Informasi

6. Langkah 7 : Menyusun Rencana Perbaikan Dengan Menggunakan Form Rekomendasi


Dan Rencana Tindakan
SUMBER
AKAR TINGKAT DAYA BUKTI
TINDAK WAKT
MASAL REKOMEND PJ YANG PENYELESAI PARAF
AN U
AH ASI DIBUTUHK AN
AN

Menulis Laporan RCA :


Laporan dituliskan untuk mengkomunikasikan temuan-temuan, kesimpulan dan
rekomendasi hasil investigasi RCA. Laporan disusun oleh komite peningkatan mutu dan
keselamatan Pasien setelah semua solusi telah dipertimbangkan dan direkomendasikan untuk
tindakan koreaktif yang ditetapkan.
BAB III
FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

A. FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)


Proses mengurangi resiko di UPT Puskesmas Kampung Sawah dilakukan paling sedikit satu
kali dalam setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA).Proses yang dipilih adalah proses dengan resiko tinggi.

1. Pengertian Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Beberapa definisi FMEA :
a. Adalah suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model
model adanya kegagalan/kesalahan dan mencari solusi dengan melakukan perubahan
desain/prosedur.
b. Adalah metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi
kegagalan
c. sebelum terjadi. Hal tersebut dirancang untuk menyelamatnkan keselamatan pasien.
d. Adalah proses proaktif, dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi. Mengantisipasi
kesalahan akan meminimalkan dampak buruk.

Kelebihan utama dari FMEA yaitu membuat pengguna dapat fokus pada proses merancang ulang
proses-proses yang memiliki potensial masalah untuk mencegah terjadinya kegagalan di kemudian
hari.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005) :
1. Memilih proses yang bersiko tinggi dan membentuk tim.
2. Membuat diagram proses ata alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode ) identifikasi efek yang memungkinkan
terjadi ke pasien (the effect).
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (RPN(Risk
Priority Numbers))
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Rancangan ualang proses
7. Analisa dan uji cobakan proses yang baru
8. Implementasi dan monitoring proses baru

1. Tahapan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


1) LANGKAH 1 : Pilih proses yang beresiko tinggi dan bentuk TIM
Pilih proses yang akan dianalisa. Proses yang dipilih dapat berupa proses klinis dan
berhubungan langsung dengan perawatan kepada pasien atau yang tidak berorientasi klinis
dan tidak berhubungan dengan perawatan pasien. Pilih proses yang akan dianalisa. Tentukan
salah satu proses / sub proses bila prosesnya kompleks.
Judul Proses :

Bentuk TIM
Ketua :
Anggota : 1.
2.
3.
4.
5.
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ?
YA TIDAK
Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda, sudah diwakili
didalam tim tersebut?
YA TIDAK
Siapa yang menjadi Notulen ?
Tanggal dimulai Tanggal dilengkapi

2) LANGKAH 2A : GAMBARKAN ALUR PROSES


Tahapan Proses :
Jelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Jika proses terlalu kompleks, pilih satu proses atau sub proses untuk di tindak lanjuti.
1 2 3 4 5 6

Cantumkan beberapa sub proses untuk setiap tahapan proses


Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses
A. A. A. A. A. A.
B. B. B. B. B. B.
C. C. C. C. C. C.
D. D. D. D. D. D.
E. E. E. E. E. E.

3) LANGKAH 2B : GAMBARKAN ALUR SUB PROSES


1 2 3 4 5 6
Jelaskan sub proses kegiatan yang dipilih dan kemungkinan kegagalan
pada setiap sub proses

Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses
A. A. A. A. A. A.
B. B. B. B. B. B.
C. C. C. C. C. C.
D. D. D. D. D. D.
E. E. E. E. E. E.

4) LANGKAH 3 : IDENTIFIKASI EFEK YANG MUNGKIN TERJADI KE PASIEN


(THE EFFECT)
Failures mode adalah suatu perilaku yang dapat gagal, dan secara umum menjelaskan
bagaimana suatu kegagalan terjadi dan dampaknya terhadap suatu proses. E (efek) adalah
hasil dari kegagalan tertentu atau kestabilan seluruh ayau sebagaian proses. Efek kegagalan
adalah konsekuensi dari failure mode pada operasional, fungsi atau status dari tahapan
proses.

5) LANGKAH 4 : MENETAPKAN KEMUNGKINAN TINGKAT BAHAYA DAN


KEPARAHAN DARI EFEK TERSEBUT KE PASIEN
Dalam menentukan tingkat bahaya harus mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu :
a. Kriteria Failure mode
1) Probabilitas terjadinya failure mode( Sering disebut frekuensi atau likelihood dari
suatu kejadian )
2) Kemudahan untuk di deteksi
b. Kriteria Efek
1) Probabilitas terjadinya efek
2) Tingkat keparahan
c. Kriteria lain
Biaya, waktu dan ketersediaan sumber daya lain.

RPN (Risk Priority Number) merupakan cara untuk menghitung tingkat bahaya dan disebut juga
sebagai Critially Index, yang berdasarkan tingkat keparahan, tingkat kejadian dan nilai kemudahan
dideteksi.

Severity x occurance x
RPN =

Tujuan menyusun prioritas adalah mengidentifikasi failure mode yang paling butuh dianalisis
untuk meningkatkan proses dan mengurangi risiko mencelakai pasien.

 Severity Rating Scale (SV)

Nilai Penjelasan Pengertian


10 Amat sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan kematian pelanggan dan
berbahaya kerusakan sistem tanpa tanda-tanda yang mendahului

9 Sangat Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera berat/permanen


8 berbahaya pada pelanggan atau gangguan serius pada sistem yang dapat
menghentikan pelayanan dengan adanya tanda yang
mendahului
7 Berbahaya Kesalahan yang dapat menyebabkan cedera ringan sampai
sedang dengan tingkat ketidak puasan yang tinggi dari
pelanggan dan/atau menyebabkan ganggung sistem yang
membutuhkan perbaikan berat atau kerja ulang yang signifikan
6 Berbahaya Kesalahan berakibat pada cedera ringan dengan sedikit ketidak
5 sedang puasan pelanggan dan/atau menimbulkan masalah besar pada
sistem
4 Berbahaya Kesalahan menyebakan cedera sangat ringan atau tidak cedera
3 ringan sampai tetapi dirasakan mengganggu oleh pelanggan dan/atau
sedang menyebabkan masalah ringan pada sistem yang dapat diatasi
dengan modifikasi ringan
2 Berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan pelanggan tidak
ringan menyadari adanya masalah tetapi berpotensi menimbulkan
cedera ringan atau tidak berakibat pada sistem
1 Tidak berbahaya Kesalahan tidak menimbulkan cedera dan tidak berdampak
pada sistem

 Occurrence Rating Scale


Nilai Penjelasan Pengertian
10 Kemungkinan Kesalahan terjadai paling tidak sekali sehari atau hampir
terjadinya dapat setiap saat
dipastikan
9 Hampir tidak Kesalahan dapat diprediksi terjadi atau terjadi setiap 3 sampai
dapat 4 hari
dihindarkan
8 Kemungkinan Kesalahan sering terjadi atau terjadi paling tidak seminggu
7 terjadai sangat sekali
tingggi
6 Kemungkinan Kesalahan terjadi sekali sebulan
5 terjadi tinggi
sedang
4 Kemungkinan Kesalahan kadang terjadi, atau sekali tidap tiga bulan
3 terjadi sedang
2 Kemungkinan Kesalahan jarang terjadi atau terjadi sekitar sekali setahun
terjadi rendah
1 Kemungkinan Kesalahan hampir tidak pernah terjadi, atau tidak ada yang
terjadi amat ingat kapan terakhir terjadi
sangat rendah

 Detection Rating Scale


Nilai Penjelasan Pengertian
10 Tidak ada tidak adanya mekanisme untuk mengetahui adanya kesalahan
peluang untuk
diketahui
9 Sangat sulit Kesalahan dapat diketahui dengan inspeksi yang menyeluruh,
8 diketahui tidak feasible dan tidak segera dapat dilakukan
7 Sulit diketahui Kesalahana dapat diketahui dengan inspeksi manual atau
6 tidak ada proses yang baku untuk mengetahui, sehingga
ketahuan karena kebetulan
5 Berpeluang Ada proses untuk double checks atau inspeksi tetapi tidak
sedang untuk otomatis atau dilakukan secara sampling
diketahui
4 Berpeluang Dipastikan ada proses inspeksi yang rutin tetapi tidak
3 tinggi untuk otomatis
diketahui
2 Berpeluang Dipastikan ada proses inspeksi rutin yang otomatis
sangat tinggi
untuk diketahui
1 Hampir Ada proses otomatis yang akan menhentikan proses untuk
dipastikan untuk mencegah kesalahan
diketahui

6) LANGKAH 5 MELAKUKAN ROOT CAUSE ANALYSIS DARI FAILURE MODE


Lihat Root Cause Analysis

7) LANGKAH 6 RANCANG ULANG PROSES


Merancang ulang sebuah proses dan system pendukungnya adalah langkah yang paling
penting. Tujuannya adalah untuk menghindari cidera yang mungkin terjadi.Merancang
ulang sebuah proses dapat dilakukan dengan :
a. Mengurangi keragaman
b. Standarisasi proses
c. Menyederhanakan proses
d. Mengoptimalkan back up untuk mengurangi kemungkinan kegagalan
e. menggunakan teknologi otomatis
f. Membangun mekanisme perlindungan kegagalan
g. Melakukan dokumentasi / pencatatan

8) LANGKAH 7 ANALISA DAN UJI COBAKAN PROSES YANG BARU


Sangat penting tim untuk menganalisa dan menguji coba telebih dahulu sebelum
menerapkan secara penuh serta mengevaluasi efek dari subproses-subproses yang baru
dalam proses yang lebih besar sebelum menerapkan perubahan. Ujicoba proses baru
dengan menggunakan prinsip PDCA (Plan - Do - Check - Act).

9) LANGKAH 8 IMPLEMENTASI DAN MONITORING PROSES BARU


Monitoring dilakukan dengan :
a. Dokumentasi, tim FMEA memastikan terdapat regulasi yang diperlukan untuk
implementasi proses baru (kebijakan, penduan, SPO,dll).
b. Pelatihan, pelatihan ulang dan uji kompetensi. Memastikan seluruh staf mendapatkan
pelatihan yang dibutuhkan terkait proses baru.
c. Monitoring berkelanjutan.

BAB IV
PENUTUP
Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien yang aman,
khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan
tuntutan layanan dan standar akreditasi.

Anda mungkin juga menyukai