Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD Kecamatan Mandau


dilakukan dengan menggunakan pendekatan proaktif manajemen reskiko di seluruh unit.
Alat-alat manajemen resiko yang digunakan adalah :
1) RCA (Root Cause Analysis)
2) FMEA (Failure Made and Effect Analysis)
RCA dan FMEA saling berhubungan, bagian pendekatan yang satu dapat digunakan
pada sebagian pendekatan yang lainnya. FMEA dapat digunakan untuk membantu
mengevaluasi perubahan strategi hasil analisa dengan RCA. Pendekatan FMEA dapat melihat
titik-titik potensi kegagalan berbagai proses dan kemudian mengidentifikasi kegagalan-
kegagalan baru yang timbul dari proses yang baru. RCA dapat digunakan untuk
mengidentifikasi proses mana saja yang membutuhkan FMEA dan kemudian menentukan
akar permasalahan secara spesifik.
RCA dan FMEA memiliki persamaan yaitu :
a) Membutuhkan komitmen pemimpin
b) Bertujuan untuk mengurangi kemungkinan cedera yang terjadi
c) Mencakup identifikasi kondisi-kondisi yang menimbulkan cedera
d) Merupakan metode analisis non statistik
e) Merupakan aktivitas sebuah tim yang memerlukan dukungan SDM, waktu, material,
dan penunjang lainnya.
Perbedaan antara RCA dan FMEA yaitu : RCA merupakan pendekatan analisis dari
suatu sistem yang reaktif sementara FMEA merupakan pendekatan proaktif untuk mencegah
kegagalan sistem. RCA merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama
yang menyebabkan adanya variasi dalam sebuah proses. RCA digunaka setelah kejadian
sentinel, untuk mengetahui bagaimana kesalahan dapat terjadi. Dalam FMEA, RCA
digunakan untuk menganalisa kesalahan apa saja yang mungkin terjadi dalam sebuah proses.
RCA fokus kepada sistem dan proses, bukan kinerja individual.
BAB II
ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)

2.1 Pengertian
Akar masalah (root cause) merupaka isu fundamental yang menjadi titik awal dimana
bila pada titik tersebut diambil suatu tindakan (pencegahan) maka peluang terjadinya insiden
akan berkurang. Akar masalah adalah alasan paling mendasar mengapa suatu masalah terjadi.
Dalam konteks FMEA, RCA digunakan untuk menganalisa apa yang salah dengan
proses dan sistem pelayanan kesehatan. RCA diterapkan pada kejadian resiko tinggi,
berdampak luas yaitu pada semua KTD dan Sentinel. Apabila terjadi insiden lain seperti
KTC, KNC, dan KPC cukup dilakukan investigasi sederhana.
Rumah Sakit bertugas memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. RCA dilakukan oleh unit yang menemukan
insiden. Sementara tim PMKP bertanggung jawab untuk :
- Mengingatkan untuk dilaksanakan RCA
- Mengatur penyelenggaraan suatu investigasi
- Mengelola tim RCA
- Pelaporan secara organisatoris dan memonitor tindak lanjut upaya pengurangan
resiko.
- Koordinasi program RCA dan pelatihan
- Evaluasi program RCA

2.2 Langkah-langkah RCA


1) Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2) Menentukan tim investigator
3) Mengumpulkan data dan informasi : melalui observasi, dokumentasi dan interview
4) Memetakan kronologis kejadian : melalui :
- Narrative Chronology
- Timeline
- Tabular Timeline
- Time Person Grid
5) Mengidentifikasi CMP (Care Management Problem) : melalui Brainstorming dan
Brainwriting
6) Menganalisis informasi melalui
- 5 Why’s
- Analisis Perubahan
- Analisis Penghalang
- Analisis Tulang Ikan/ Fishbone
7) Rekomendasi dan rencana kerja untuk peningkatan dan perbaikan.

2.3 Tahapan Melakukan Root Cause Analysis


 Langkah 1 & 2 : Identifikasi Insiden dan Tentukan Tim
INSIDEN :
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KETUA :
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ANGGOTA :
1. ---------------------------------------- 4. -------------------------------------
2. ---------------------------------------- 5. -------------------------------------
3. ---------------------------------------- 6. -------------------------------------
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ? YA / TIDAK
Apakah macam-macam dari tingkat pengetahuan yang berbeda sudah diwakili didalam tim
tersebut? YA/ TIDAK
Siapa yang menjadi notulen? -------------------------------------------------------------------------
Tanggal dimulai ------------------------------ Tanggal dilengkapi -----------------------

 Langkah 3 : Kumpulkan data dan Informasi


Observasi langsung : -----------------------------------------------------------------------------------
Dokumentasi :
1. ------------------------------------------------
2. ------------------------------------------------
3. ------------------------------------------------
4. ------------------------------------------------
5. ------------------------------------------------
Interview (Dokter/ staf yang terlibat)
1. -----------------------------------------------
2. -----------------------------------------------
3. -----------------------------------------------
4. -----------------------------------------------
5. -----------------------------------------------

 Langkah 4 : Petakan kronologis kejadian


FORM TABULAR LINE
Waktu/
Kejadian
Kejadian
Informasi
Tambahan
Good
Practice
Masalah
Pelayanan

Form Time Person Grid


Waktu/
Staf yg
terlibat
 Langkah 5 : Identifikasi Care Management Program
Form Masalah/ Care Management Problem (CMP)
Masalah Instrumen/ Tools
1.
2.
3.
4.
5.

 Langkah 6 : Analisis Perubahan


Form Teknik 5 Mengapa (5 Why’s)
Masalah
Mengapa
Mengapa
Mengapa
Mengapa
Mengapa

Form Analisis Perubahan


Prosedur (SPO) Normal Prosedur yang dilakukan Apakah terdapat bukti
saat insiden perubahan dalam proses

Form Analisis Penghalang


Apa penghalang pada Apakah penghalang Mengapa penghalang gagal?
masalah ini? dilakukan? Apa dampaknya?
Fish Bone/ Analisis Tulang Ikan

Alat yang menggambarkan penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram ini
memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus
perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa masalah tersebut. Pengisian diagram fish bone dilakukan dengan
melihat faktor-faktor kontributor.
Faktor Kontributor, Komponen dan Subkomponen dalam investigasi insiden klinis
1. Faktor Kontributor Eksternal diluar RS
Komponen :
- Regulator dan ekonomi
- Peraturan dan kebijakan Depkes
- Peraturan nasional
- Hubungan dengan organisasi lain

2. Faktor Kontributor Organisasi dan Manajemen


No Komponen Subkomponen
1) Organisasi & Manajemen a. Struktur Organisasi
b. Pengawasan
c. Jenjang Pengambilan Keputusan
2) Kebijakan, Standar & Tujuan a. Tujuan & Misi
b. Penyusunan Fungsi Manajemen
c. Kontrak Service
d. Sumber Keuangan
e. Pelayanan Informasi
f. Kebijakan Diklat
g. Prosedur & Kebijakan
h. Fasilitas dan perlengkapan
i. Manajemen Resiko
j. Manajemen K3
k. Quality Improvement
3) Administrasi Sistem Administrasi
4) Budaya Keselamatan a. Sikap kerja
b. Dukungan manajemen oleh seluruh staf
5) SDM a. Ketersediaan
b. Tingkat pendidikan dan keterampilan
c. Beban kerja yang optimal
6) Diklat Manajemen Training/ Pelatihan/ Refreshing

3. Faktor Lingkungan Kerja


No Komponen Sub Komponen
1) Rancang dan Bangunan a. Manajemen Pemeliharaan
b. Penilaian Ergonomik
c. Fungsionalitas
2) Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasan Lingkungan fisik
c. Perpindahan pasien antar ruangan
3) Perlengkapan a. Malfungsi alat
b. ketidaktersediaan
c. Manajemen pemeliharaan
d. Fungsionalitas
e. Rancang, penggunaan & maintenance
peralatan
4. Faktor Kontributor Tim
No Komponen Subkomponen
1) Supervisi dan Konsultasi a. Adanya kemauan staf junior berkomunikasi
b. Cepat Tanggap
2) Konsistensi a. Kesamaan tugas antar profesi
b. Kesamaan tugas antar satf yang setingkat
3) Kepemimpinan dan tanggung a. Kepemimpinan efektif
jawab b. Job desk yang jelas
4) Respon terhadap insiden Dukungan peer group setelah insiden

5. Faktor Kontributor Staf


No Komponen Subkomponen
1) Kompetensi a. Verifikasi Kualifikasi
b. Verifikasi Pengetahuan dan Keterampilan
2) Stressor fisik dan mental a. Motivasi
b. Stressor mental : efel beban kerja mental
c. Stressor fisik : efek beban gangguan fisik

6. Faktor Kontributor Tugas


No Komponen Subkomponen
1) Ketersediaan SOP a. Prosedur peninjauan dan revisi SOP
b. Ketersediaan SOP
c. Kualitas Informasi
d. Prosedur Investigasi
2) Ketersediaan dan akurasi a. Test tidak dilakukan
hasil test b. Ketidaksesuaian interpretasi hasil test
3) Faktor penunjang dalam a. Ketersediaan, penggunaan, reliabilitas
validasi alat medis b. Kalibrasi
4) Rancang tugas Penyelesaian tugas tepat waktu sesuai SOP
7. Faktor Kontributor Pasien
No Komponen Subkomponen
1) Kondisi Penyakit yang kompleks, berat, multikomplikasi
2) Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. Kondisi sosial
d. Keluarga
3) Pengobatan Mengetahui resiko yang berhubungan dengan
pengobatan
4) Riwayat a. Riwayat medis
b. Riwayat kepribadian
c. Riwayat emosi
5) Hubungan staf dan pasien Hubungan yang baik

8. Faktor Kontributor Komunikasi


No Komponen Subkomponen
1) Komunikasi verbal a. Komunikasi antar staf junior dan senior
b. Komunikasi antar profesi
c. Komunikasi antar staf dan pasien
d. Komunikasi antar unit departemen
2) Komunikasi tertulis Ketidaklengkapan informasi

 Langkah 7 : Menyusun rencana perbaikan


Form Rekomendasi dan rencana tindakan
Akar Tindakan Tingkat PJ Waktu Sumber Bukti Paraf
Masalah Rekomendasi daya yg Penyelesaian
dibutuhkan
 Menulis Laporan RCA
Laporan dituliskan untuk mengkomunikasikan temuan-temuan, kesimpulan dan
rekomendasi hasil investigasi RCA. Laporan disusun oleh Panitian Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien setelah semua solusi telah dipertimbangkan dan direkomendasikan
untuk tindakan korektif yang ditetapkan.
BAB III
FMEA (FAILURE MODE AND CAUSE ANALYSIS)

FMEA adalah proses untuk mengurangi resiko yang dilakukan di Rumah Sakit
paling sedikit sekali setahun.
3.1 Pengertian
Definisi FMEA adalah :
 Alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan mengenali model-model
adanya kegagalan/ kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap
model kesalahan/ kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan perubahan desain/
prosedur.
 Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi. Hal tersebut dirancang untuk meningkatkan keselamatan pasien.
 Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi. Mengantisipasi
kesalahan akan meminimalkan dampak buruk.
Kelebihan FMEA adalah pengguna dapat fokus pada proses merancang ulang
proses-proses yang memiliki potensi masalah untuk mencegah terjadinya kegagalan di
kemudian hari. Kegagaln yang sering terjadi dalam proses penyusunan FMEA adalah :
a. FMEA hanya digunakan sebagai formalitas dan dokumentasi. Seluruh anggota tim
harus menyadari bahwa FMEA digunakan untuk peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.
b. Memilih proses yang terlalu rumit
c. Representasi anggota tim yang tidak memadai. Tim setidaknya harus terdiri dari
manajemen, unit, staf medis dan staf administrasi yang terlibat dalam proses yang
dinilai.
d. Tidak adanya dukungan dari pimpinan. Tim harus mendapat dukungan baik SDM
maupun sumber daya untuk menyusun analisa dan tindak lanjut yang diperlukan.
e. Waktu untuk merancang ulang dan implementasi proses baru terlalu singkat.

3.2 Tahapan FMEA


Tahapan FMEA menurut JCI adalah :
1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow chart yang rinci
3. Identifikasi kemungkinan kegagalan dan efek yang mungkin terjadi kepada pasien
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (Risk
Priority Number/ RPN)
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode
6. Rancang ulang proses
7. Analisa dan ujicobakan proses yang baru
8. Implementasi dan monitoring proses baru.

 Langkah 1 : Pilih proses yang beresiko tinggi dan bentuk tim


Pemilihan proses yang dianalisa dapat berupa klinis yang berhubungan langsung
dengan perawatan kepada pasien atau yang tidak berorientasi klinis dan tidak berhubungan
langsung dengan perawatan pasien.
Pemilihan tim merupakan proses penting. Anggota tim idealnya sekitar 4-8 orang
yang dapat bekerja secara efisien. Komposisi anggota tim yang baik terdiri dari :
a) Individu yang mengenali atau menjalani proses yang akan dinilai
b) Individu yang berperan dalam menerapkan perubahan yang akan terjadi
c) Pemimpin yang mempunyai pengetahuan luas, dihormati, dan kredibel
d) Individu yang mempunyai otoritas untuk membuat keputusan
e) Beberapa individu/ ahli dengan bidang ilmu yang berbeda-beda
Judul Proses :
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bentuk Tim :
Ketua : -------------------------------------------------------------------------------------------------------
Anggota 1. ------------------------------- 4. ---------------------------------
2. ------------------------------- 5. ---------------------------------
3. ------------------------------- 6. ---------------------------------
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ? Ya/ Tidak
Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda sudah diwakili didalam tim
tersebut? Ya/ Tidak
Siapa yang menjadi notulen?
Tanggal dimulai -----------------------------------Tanggal dilengkapi ---------------------------------
 Langkah 2 : Gambarkan alur proses
Proses setiap kegiatan dijelaskan sesuai prosedur yang berlaku. Jika proses terlalu
kompleks, pilih salah satu subproses untuk ditindaklanjuti

Cantumkan beberapa subproses untuk setiap tahapan proses

Gambarkan alur sub proses :

Jelaskan subproses kegiatan yang dipilih dan kemungkinan kegagalan pada setiap
subproses
 Langkah 3 : Identifikasi Kemungkinan Kegagalan dan Efek yang Mungkin Terjadi ke
Pasien
Failure modes/ kemungkinan kegagalan adalah suatu prilaku yang dapat gagal dan
secara umum menjelaskan bagaimana suatu kegagalan terjadi dan dampaknya terhadap suatu
proses. Efek adalah hasil dari kegagalan tertentu atas kestabilan seluruh atau sebagian proses.
Efek kegagalan adalah konsekuensi dari failure mode pada operasional, fungsi atau status
dari tahapan proses.
Identifikasi failure mode mengharuskan semua anggota tim untuk berfikir jauh
kedepan/ outside the box. Harus difikirkan proses keseluruhan sistem dan hubungan
subproses yang satu dengan yang lainnya. Berikut contoh failure mode dan efeknya menurut
JCI.
Tabel 1 Contoh Failure Mode dan Efeknya
Kemungkinan failure mode Efek yang mungkin terjadi
Salah obat Tidak ada cedera
Salah dosis Tidak ada cedera namun memperpanjang
perawatan
Salah frekuensi pemberian Ada cidera tetapi tidak berat
Salah cara pemberian Ada cidera dan cacat, kematian

 Langkah 4 : Menyusun prioritas failure modes


Tujuan menyusun prioritas adalah untuk mengidentifikasi failure modes yang paling
membutuhkan analisis lanjutan agar dapat dilakukan perbaikan proses untuk mengurangi
resiko cidera. Dengan kata lain, memprioritaskan membantu mengidentifikasi resiko yang
melebihi batas yang dapat diterima. Daftar prioritas tidak dapat ditentukan tanpa mengetahui
tingkat bahaya dari masing-masing failure mode.
Pendekatan yang dilakukan pada tahap ini adalah ;
1) Menentukan tingkat bahaya (critically) untuk setiap failure mode
2) Menyusun prioritas failure mode

Tingkat bahaya (critically)


Tingkat bahaya adalah pengukuran pentingnya sebuah failure mode berdasarkan
konsekuensinya (dampak), frekuensi terjadinya, dan faktor-faktor lain. Seberapa bahaya atau
pentingnya sebuah failure mode tergantung pada beberapa faktor seperti keparahan (severity),
probabilitas, kemungkinan terdeteksi (detectability), biaya (cost), dan waktu.
- Menentukan tingkat keparahan
Keparahan berkaitan dengan keseriusan dampak cidera jika suatu failure mode terjadi.
Berikut adalah tabel skala keparahan :
Tabel 2 : Skala Keparahan (Severity)
Level Deskripsi Contoh
1 Minor Tidak dirasakan/ diketahui oleh pasien dan tidak akan berefek pada
proses.
Dapat berdampak pada pasien dan dapat menimbulkan beberapa efek
pada proses.
2 Moderat Kegagalan dapat mempengaruhi proses pelayanan kesehatan tetapi
menimbulkan kerugian minor.
Dapat berdampak pada pasien dan dapat menimbulkan efek yang sangat
besar
3 Mayor Kegagalan menyebabkan kerugian yang lebih besar pada pasien
4 Mayor Dapat membuat pasien mengalami luka parah dan menimbulkan efek
Injury yang besar pada proses
5 Terminal Sangat berbahaya, Kegagalan berakibat pada kematian dan menimbulkan
Injury efek yang sangat besar terhadap proses.

- Menentukan probabilitas
Probabilitas suatu kejadian adalah kemungkinan bahwa sesuatu akan terjadi. Pertanyaan
kuncinya adalah : Berapa besar kemungkinan bahwa failure mode atau dampak ini akan
terjadi? Berikut adalah tabel skala probabilitas kejadian :
Tabel 3 : Skala Probabilitas Kejadian (Occurence)
Level Deskripsi Contoh
5 Sangat sering Sangat sering muncul, mungkin beberapa kali dalam 1 bulan
& pasti
4 Sering Hampir sering muncul dalam waktu singkat, mungkin beberapa
(frequent) kali dalam 1 tahun
3 Kadang- Kemungkinan akan muncul, beberapa kali dalam 1-2 tahun
kadang
(occasional)
2 Jarang Kemungkinan akan muncul, dapat terjadi salam 2-5 tahun
(uncommon)
1 Hampir tidak Jarang terjadi (dapat terjadi dalam > 5 sampai 30 tahun)
pernah

- Menentukan kemudahan terdeteksi (Detectability)


Kemudahan terdeteksi (detectability) adalah nilai kemudahan suatu hal untuk dapat
ditemukan atau diketahui. Pertanyaan kuncinya adalah : “Seberapa mudah mengetahuinya
jika failure mode ini timbul?” Nilai yang tinggi artinya failure mode sulit untuk diketahui,
sehingga kemungkinan pasien terkena efek kegagalan sangat tinggi karena tindakan
koreksi tidak dapat dilakukan. Sementara nilai yang rendah artinya failure mode sangat
mudah untuk diketahui sehingga mengurangi resiko pada pelayanan.
Tabel 4 Tingkat Terdeteksi (Detectable)
Level Deskripsi
5 Tidak mungkin terdeteksi
4 Kemungkinan kecil terdeteksi
3 Mungkin terdeteksi
2 Sangat mungkin terdeteksi
1 Selalu terdeteksi

Menyusun Prioritas Failure Mode


RPN (Risk Priority Number) merupakan cara untuk menghitung tingkat bahaya
(critically) yang disebut juga sebagai Criticaly index. Penilaian didasarkan pada tingkat
keparahan, tingkat kejadian, dan nilai kemudahan terdeteksi.

RPN = tingkat keparahan x tingkat kejadian x nilai kemudahan terdeteksi

Failure mode dengan nilai RPN/ CI yang tinggi membutuhkan perhatian besar.
Penyusunan prioritas failure mode ini dilakukan karena untuk melakukan RCA
membutuhkan waktu yang cukup lama dengan sumber daya yang besar, maka harus dibuat
prioritas failure mode sehingga dengan waktu yang terbatas tindak lanjut dapat
dilaksanakan dengan maksimal. Tim akan memusatkan konsentrasi pada failure mode
yang memiliki tingkat resiko paling tinggi.

 Langkah 5 : Melakukan Root Cause Analysis dari failure mode

 Langkah 6 : Rancang Ulang Proses


Rancang ulang proses dan sistem pendukungnya adalah langkah yang paling penting dan
bertujuan untuk menghindari cedera yang mungkin terjadi.
Beberapa strategi agar proses ini efektif adalah :
- Memfokuskan elemen rancang ulang pada yang paling penting
- Mempelajari kasus dari RS lain
- Memperbaiki literatur mengenai praktik terbaik dari proses yang akan kita perbaiki
Strategi pengurangan resiko menekankan pada perbaikan sistem daripada perbaikan
individu. Terdapat 3 tingkat dalam rancang ulang untuk keselamatan yang berfokus pada
tiap elemen yang mempengaruhi critically index
 Tingkat 1 : merancang ulang untuk mengurangi tingkat probabilitas kejadian
(mencegah kegagalan untuk terjadi)
 Tingkat 2 : merancang ulang untuk mencegah kegagalan sampai pada pasien
(meningkatkan tingkat kemudahan untuk terdeteksi)
 Tingkat 3 : melindungi pasien apabila kegagalan terjadi (mengurangi tingkat keparahan
dari dampak kegagalan)
Agar proses rancang ulang efektif untuk mengurangi resiko bahaya, maka cara yang
dilakukan untuk melakukan rancang ulang adalah :
 Mengurangi keragaman/ variasi. Untuk mengurangi variasi penerima pelayanan
(pasien) dapat dilakukan dengan menetapkan kriteria calon pasien untuk prosedur
pemilihan, mengembangkan prosedur persiapan sebelum perawatan untuk pasien resiko
tinggi, mengelola komorbiditas, dan mencocokkan tingkat perawatan dengan status
resiko pasien.
 Standarisasi proses. Misalnya dengan penerapan Panduan Praktik Klinis, Clinical
Pathway, dan Standarisasi proses komunikasi antar tenaga kesehatan.
 Menyederhanakan proses. Misalnya dengan mengurangi langkah-langkah atau
peralatan yang ada.
 Mengoptimalkan cadangan/ back up. Sistem back up dapat mengurangi probabilitas
kejadian misalnya dengan pengecekan ganda dalam pemberian obat, verifikasi nama
pasien dalam kantung darah sebelum transfusi yang dilakukan oleh dua orang perawat.
 Menggunakan teknologi. Misalnya dengan peresepan elektronik untuk mengatasi
tulisan yang tidak terbaca.
 Membangun mekanisme perlindungan kegagalan. Sebuah proses yang dilakukan terus
menerus untuk mendeteksi kegagalan.
 Dokumentasi/ pencatatan
 Pendidikan yang komprehensif.

 Langkah 7 : Analisa dan Ujicobakan proses yang baru


Sangat penting untuk tim melakukan analisa dan uji coba terlebih dahulu sebelum
menerapkan secara penuh serta mengevaluasi sub proses-sub proses yang baru dalam
proses yang lebih besar sebelum menerapkan perubahan. Uji coba proses baru dilakukan
dengan prinsip PDCA (Plan – Do – Check – Act)

 Langkah 8 : Implementasi dan Monitoring Proses Baru


Apabila ujicoba rancang ulang telah berhasil, maka tim fokus pada cara
mensosialisasikannya, menstandarkannya, dan melaksanakan proses rancang ulang
tersebut.
Monitoring dan memantau efektivitas perbaikan yang sedang berlangsung dilakukan
dengan :
a. Dokumentasi. Tim FMEA memastikan terdapat regulasi yang diperlukan untuk
implementasi proses baru.
b. Pelatihan ulang dan uji kompetensi. Memastikan seluruh staf mendapatkan pelatihan
yang dibutuhkan terkait proses baru.
c. Monitoring berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai