Anda di halaman 1dari 26

Panduan Root Cause Analysis (RCA) Dan

Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT ......
Nomor :.............................
Tentang :
PANDUAN RCA dan FMEA
RUMAH SAKIT ......

Direktur Utama Rumah Sakit ...... :


Menimbang : 1. Bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan untuk
menemukan dan mengenali kegagalan sistem baik secara proaktif maupun
reaktif, maka rumah sakit melakukan proses RCA dan FMEA
2. Bahwa untuk memenuhi poin 1 di atas RS ...... (RSIJCP) berupaya
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan
kepada pasien, maka perlu dibuat suatu panduan untuk melakukan RCA dan
FMEA
3. Bahwa untuk mencapai sebagaimana dimaksud dalam butir di atas
dipandang perlu untuk menetapkannya dalam suatu Surat Keputusan
Direktur Utama.

Mengingat : 1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

3. Keputusan Menkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar


Pelayanan Rumah Sakit.
4. Permenkes RI No 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan No. HK.02.04/I/2790/11
tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.
6. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 235/KEP/I.0/D/2013 tanggal
12 Desember 2013 tentang Penetapan Direksi RSIJCP masa Jabatan 2013 –
2017.
7. Keputusan Direktur Utama No. 228/KEP/XII/11/2013 tanggal 26 November

No. 021/KEP/I.6.AU/C/2013 tentang Visi, Misi, dan Tujuan RS ...... Jakarta


Pusat.
8. Keputusan Direktur Utama RSIJCP No. 148/Kep/XII/SK/12/2011 tanggal 28
Desember 2011 tentang Pemberlakuan SK BPH RSIJ tentang Struktur &
Pedoman Organisasi RSIJCP.
9. Keputusan Direktur Utama No. 066/Kep/XII/4/2014 tanggal 28 April 2014

tentang Pengangkatan Pejabat RSIJCP Periode 1 Mei 2014 s.d. 30 April 2016.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ...... TENTANG PANDUAN RCA
DAN FMEA RUMAH SAKIT .......
Pertama : Memberlakukan Panduan RCA dan FMEA Rumah Sakit ...... dipergunakan untuk
mendukung kegiatan di rumah sakit sebagaimana terlampir.
Kedua : Setiap Unit Kerja terkait agar menjadikan Panduan RCA dan FMEA ini sebagai
acuan dalam melakukan tugasnya.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam pembuatan keputusan ini,
akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : ..............1436 H.
.............2015 M.

Direktur Utama
Tembusan :
1. Anggota direksi
2. Manajer / ka unit terkait
BAB I
DEFINISI

1. Root Cause Analysis (RCA)/Analisis Akar Masalah adalah merupakan pendekatan analisis
system yang reaktif, titik awal dimana bila pada titik tersebut diambil suatu tindakan
(pencegahan) maka peluang terjadinya insiden akan berkurang.

2. Failure Mode Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan analysis sistem secara proaktif
untuk mencegah kegagalan sistem. Pendekatan FMEA dapat melihat titik-titik potensi
kegagalan berbagai proses dan kemudiaan mengidentifikasi kegagalan-kegagalan baru
yang ditimbulkan dari penerapan proses baru.
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini meliputi pengertian RCA dan FMEA, Kapan dilakukan, Langkah-langkah
pelaksanaan, Faktor-faktor yang berkontribusi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan.
BAB III
TATA LAKSANA

A. ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)


1. RCA digunakan setelah kejadian sentinel, untuk mengetahui bagaimana sebuah
kesalahan dapat terjadi. RCA juga dilakukan pada analisis resiko yang mendapat
grading bands berwarna merah dan merah. RCA fokus pada sistem dan proses,
bukan kinerja individual.
2. Setinel adalah suatu Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius dan biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, bukan karena penyakit yang
mendasarinyameliputi :
a. Kematian tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan alamiah atau
kondisi yang mendasari penyakitnya. Contoh bunuh diri.
b. Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan
perjalanan alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.
c. Salah lokasi, salah prosedur dan salah pasien operasi.
d. Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan oleh orang yang bukan orang
tuanya. (DEFINISI)
3. Apabila terjadi insiden lain seperti KTC, KNC dan KPC cukup dilakukan investigasi
sederhana. Setiap proses pengelolaan insiden harus dapat menetapkan tingkat
investigasi dan tindakan yang diperlukan.
4. RS memastikan bahwa tim terkait yang dibentuk mampu melakukan analisis akar
masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah tersebut terjadi untuk
kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. RCA dilakukan oleh Tim. Sementara
Tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien bertanggung jawab untuk:
a. Mengingatkan untuk dilaksanakannya RCA
b. Mengatur penyelenggara suatu investigasi
c. Mengelola tim RCA
d. Pelaporan secara organisatoris dan memonitor tindak lanjut upaya
pengurangan risiko.
e. Koordinasi program RCA dan pelatihan
f. Evaluasi program RCA
5. Langkah -langkah Root Cause Analysis (RCA
a. Identifikasi Insiden yang akan di investigasi (hasil matriks grading risiko)
b. Tentukan Tim Investigator
c. Kumpulkan data & informasi
 Observasi
 Dokumentasi
 Interview
d. Petakan Kronologi kejadian
 Narrative Chronology,
 Timeline,
 Tabular Timeline,
 Time Person Grid.
e. Identifikasi CMP (Care Management Problem)
 (Brainstorming, Brainwriting)
f. Analisis Informasi
 5 Why’s,
 Analisis Perubahan
 Analisis Penghalang
 FishBone / Analisis Tulang Ikan
g. Rekomendasi dan Rencana Kerja untuk Improvement

6. Tahapan melakukan root cause analysis

Langkah 1 Dan 2: Identifikasi Insiden Dan Tentukan Tim


Dengan menggunakan form seperti dibawah :
INSIDEN:

Ketua:
Anggota:

1 2

3 4

5 6

Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ?


□ YA □ TIDAK
Apakah maca-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda, sudah diwakili
didalam tim tersebut?
□ YA □ TIDAK
Siapa yang menjadi notulen?
Tanggal dimulai tanggal dilengkapi

Langkah 3 : Kumpulan Data Dan Informasi,


dengan menggunakan form seperti dibawah ini
Observasi langsung :
Dokumentasi: 1…………………………………………………
2……………………………………………………
3 …………………………………………………...
4 …………………………………………………...
5 ……………………………………………………
 Interview (dokter / staf yang terlibat):
1. ………………………………………………….
2. …………………………………………………..
3. …………………………………………………..
4. …………………………………………………..
5. …………………………………………………..
Langkah 4 : Petakan Kronologis Kejadian

Dengan menggunakan bantuan beberapa form dibawah ini :


FORM TABULAR TIMELINE

WAKTU/KEJADIAN
KEJADIAN
INFORMASI
TAMBAHAN
GOOD PRACTICE
MASALAH
PELAYANAN

Langkah 5: Identifikasi Care Management Problems ,


FORM MASALAH / CARE MANAGEMENT PROBLEMS (CMP)

MASALAH INSTRUMENT / TOOLS


1
2
3
4
5

Langkah 6: Analisis Perubahan, dengan beberapa cara:


FORM TEKHNIK 5 MENGAPA (5 WHY’S,)

Masalah
Mengapa
Mengapa
Mengapa
Mengapa
Mengapa
FORM ANALISIS PERUBAHAN

Prosedur yang normal Prosedur saat dilakukan Apakah terdapat bukti


(sop) insiden perubahan dalam proses

FISH BONE / ANALISIS TULANG IKAN


Adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci.
Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk
menentukan focus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali
penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut. Untuk pengisian
diagram fish bone ini dilakukan dengan melihat factor-faktor contributor.

GAMBAR TULANG IKAN


FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN DAN SUB KOMPONEN DALAM INVESTIGASI INSIDEN
Faktor Kontributor Eksternal Diluar RS
Komponen:
 Regulator dan ekonomi
 Peraturan dan kebijakan DEPKES
 Peraturan nasional
 Hubungan dengan organisasi lain

1. Faktor Contributor Organisasi Dan Manajemen.

komponen Sub komponen


Organisasi dan manajemen a. Struktur organisasi
b. Pengawas
c. Jenjang pengambilan keputusan
Kebijakan, standar dan tujuan a. Tujuan dan misi
b. Penyusunan fungsi manajemen
c. Kontrak service
d. Sumber keuangan
e. Pelayanan informasi
f. Kebijakan diklat
g. Prosedur dan kebijakan
h. Fasilitas dan pelengkapan
i. Manajemen risiko
j. Manajemen k3
k. Quality improvement
administrasi System administrasi
a. Attitude kerja
b. Dukungan manajemen oleh seluru staf
SDM a. Ketersediaan
b. Tingkat pendidikan dan keterampilan
stafyang berbeda
c. Beban kerja yang optimal
Diklat Manajemen training/pelatihan/refreshing

2. Faktor Lingkungan Kerja

Komponen Sub kompone


Rancang dan bangunan a. Manajeanmen ppemelihar
b. Pernilaian ergonomic
c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasan lingkungan fisik
c. Perpindahan pasien antar
ruangan
Perlengkapan a. Malfungsi alat
b. Ketidaktersediaan
c. Manajemen pemeliharaan
d. Funsionalitas
e. Rancang, penggunaan dan
maintenance peralatan

3. Faktor Kontributor: Tim

Komponen Sub komponen


Supervise dan konsultasi a. Adanya kemauan staf junior
berkomunikasi
b. Cepat tanggap
Konsistensi a. Kesamaan tugas antar profesi
b. Kesamaan tugas antar staf
yang setingkat
Kepemimpinan dan tanggung jawab a. Kepemimpinan efektif
b. Job desc jelas
Respon terhadp insiden Dukungan per group setelah insiden

4. Faktor Kontributor-Staff

Komponen Sub komponen


Kompetensi a. verifikasi kualifikasi
b. verifikasi pengetahuan dan
keterampilan
Stressor fisik dan mental a. motivasi
b. stresos mental: efek beban kerja beban
mental
c. stressor fisik: efek beban kerja =
gangguan fisik
5. Faktor Kontributor : Tugas

Komponen Subkompone
ketersediaan SPO a. Prosedur peninjauan dan
revisi SPO
b. Ketersediaan SPO
c. Kualitas informasi
d. Prosedur investigasi
Ketersediaan dan akurasi hasil tes a. Test tiadk dilakukan
b. Ketidak sesuaian antara
interpretasi hasil test
vactor penunjang dalam falidasi alat a. ketersediaan, penggunaan,
media reliabilitas
b. kalibrasi
Ncang tugas Penyelesaian tugas tepat waktu dan
sesuai SPO

6. Faktor Kontributor: Pasien

Kompone Sub komponen


Kondisi Penyakit yang kompleks, berat,
multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. Kondisi social
d. Keluarga
pengobatan Mengetahui risiko yang berhubungan
dengan pengobatan
riwayat a. Riwayat medis
b. Riwayat kepribadian
c. Riwayat emosi
Hubungan staf dan pasien Hubungan yang baik

7. Faktor Contributor : Komunikasi

Kompone Sub komponen


Komunikasi verbal a. Komunikasi antar staf junior
dan senior
b. Komunikasi antar profesi
c. Komunikasi antar staf dan
pasien
d. Komunikasi antar unit
depatemen
Komunikasi tertulis Ketidaklengkapan informasi

Langkah 7: Menyusun Rencana Perbaikan dengan menggunakan form rekomendasi dan


rencana tindakan.

Akar Tindakan Tingkat pj waktu Sumber daya Bukti Paraf


masalah rekomendasi yang penyelesaian
dibutuhkan
Laporan RCA:

Laporan dituliskan untuk mengkomunikasikan temuan-temuan, kesimpulan dan


rekomendasi hasil investigasi RCA. Laporan disusun oleh panitia peningkatan mutu dan
kesrelamatan pasien setelah semua solusi telah dipertimbangkan dan direkomendasikan
untuk tindakan korektif yang ditetapkan. Laporan di tujukan kepada Direktur Utama
untuk mendapatkan rencana tindak lanjut.

B. Failure Mode And Cause Analysis (FMEA)


Proses mengurangi risiko di RSIJCP dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun dan
dibuat dokumentasi, dengan menggunakan Failure Mode And Cause Analysis (FMEA).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.

Delapan tahap FMEA (JCI, 2010):


1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim.
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow char yang rinci.
3. Identifikasi kemungkinan kegagalan dan efek yang mungkin terjadi kepasien.
4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek tersebut ke pasien (Risk
Priority Numbers /RPN).
5. Melakukan root cause analysis dari failure mode.
6. Rancang ulang proses.
7. Analisa dan ujicobakanproses yang baru.
8. Implementasi dan monitoring proses baru.

Kegagalan yang sering terjadi dalam prose penyusunan FMEA adalah:


1. FMEA hanya digunakan untuk formalitas (misalnya, hanya untuk keperluan
akreditasi). Apabila hanya digunakan untuk dokumentasi maka tujuan dari
penyusunan FMEA tidak akan tercapai. Semua anggota tim harus menyadari bahwa
FMEA digunakan untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
2. Memilih proses yang terlalu rumit. Pastikan bahwa proses yang dipilih tidak terlalu
rumit yang menyebabkan penyusunan FMEA akan terlalu luas.
3. Representasi anggota tim yang tidak memadai. Tim FMEA harus melibatkan unit
yang melakukan proses yang dinilai. Tim tersebut harus terdiri dari manajemen unit,
staf medis, dan staf administrasi agar tercapai gambaran keseluruhan proses.
4. Tidak ada dukungan dari pimpinan. Tim FMEA harus mendapat dukungan yang
sangat besar, baik SDM maupun sumber daya pendukung lainnya untuk menyusun
analisa dan tindak lanjut yang diperlukan.
5. Waktu untuk merancang ulang dan implementasi proses baru terlalu singkat.
Pastikan untuk menggunakan waktu sebaik mungkin untuk memastikan perubahan
system dapat terlaksana secara comprehensive dan efektiv.

Tahapan FMEA:
1. LANGKAH 1:
Pilih proses yang berisiko tinggi dan bentuk TIM.
Pilih proses yang akan dianalisis. Proses yang dipilih dapat berupa proses klinis dan
berhubungan langsung dengan perawatan kepada pasien atau yang tidak
berorientasi klinis dan tidak berhubungan langsung dengan perawatan pasien.
Pemilihan tim merupakan salah satu proses penting. Anggota tim idealnya sekitar 4-
8 orang agar dapat bekerja secara efisien.
Komposisi anggota tim yang baik:
1. Individu yang mengenali atau menjalankan proses yang akan dinilai
2. Individu yang berperan dalam menerapkan perubahan yang akan terjadi
3. Pemimpin yang mempunyai pengetahuan luas, dihormati dan kredibel.
4. Individu yang mempunyai otoritas untuk membuat keputusan.
5. Beberapa individu/ahli dengan bidang ilmu yang berbeda-beda.
Pilih Proses yang akan dianalisa. Tentukan salah satu proses / sub proses bila
prosesnya kompleks
Judul Proses :

_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________

Bentuk TIM

Ketua : ------------------------------------------------------------

Anggota:

1 2

3 4

5 6

Apakah semua area yang terkait sudah terwakili ?

□ YA □ TIDAK
Apakah maca-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda, sudah diwakili didalam tim
tersebut?

□ YA □ TIDAK
Siapa yang menjadi notulen?

Tanggal dimulai tanggal dilengkapi

2. Langkah 2 A : Gambarkan Alur Proses


Tahapan Proses :
Jelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Jika proses terlalu kompleks, pilih satu proses atau sub proses untuk ditindak lanjuti:
Cantumkan beberapa subproses untuk setiap tahapan proses

Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses Sub Proses
A. _____ A. _____ A. _____ A. _____ A. _____ A. _____
B. _____ B. _____ B. _____ B. _____ B. _____ B. _____
C. _____ C. _____ C. _____ C. _____ C. _____ C. _____
D. _____ D. _____ D. _____ D. _____ D. _____ D. _____
E. _____ E. _____ E. _____ E. _____ E. _____ E. _____

3. Langkah 2 b : Gambarkan alur sub proses

Jelaskan Sub proses kegiatan yang dipilih dan kemungkian kegagalan pada setiap sub
proses

Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kegagalan

1. _____ 1. _____ 1. _____ 1. _____ 1. _____ 1. _____


2. _____ 2. _____ 2. _____ 2. _____ 2. _____ 2. _____
3. _____ 3. _____ 3. _____ 3. _____ 3. _____ 3. _____
4. _____ 4. _____ 4. _____ 4. _____ 4. _____ 4. _____
5. _____ 5. _____ 5. _____ 5. _____ 5. _____ 5. _____

4. Langkah 3. Identifikasi Kemungkinan Kegagalan Dan Efek Yang Mungkin Terjadi


Kepasien.
Setelah menggambarkan proses, identifikasi failure modes dari suatu proses. Failure
modes adalah suatu perilaku yang dapat gagal, dan secara umum menjelaskan
bagaimana suatu kegagalan terjadi dan dampaknya terhadap suatu proses. Efek
adalah hasil dari kegagalan tertentu atas kestabilan seluruh atau sebagian proses.
Efek kegagalan adalah konsekuensi dari failure modes pada operasional, fungsi atau
status dari tahapan proses.

Identifikasi failure modes mengharuskan semua anggota tim untuk berpikir jauh
kedepan atau “outside the box”, harus dipikirkan proses keseluruhan system dan
hubungan subproses yang satu dengan yang lainnya.

Tabel 1. Contoh failure modes dan efeknya (JCI, 2010)

Kemungkinan failure modes Efek yang mungkin terjadi


Salah obat Tidak ada cedera
Salah dosis Tidak ada cidera namun
memperpanjang masa perawatan
Salah frekuensi pemberian Ada cidera tapi tidak cacat
Salah cara pemberian Ada cidera dan cacat, kematian

5. Langkah 4. Menyusun Prioritas Failure Modes

Tujuan menyusun prioritas adalah untuk mengidentifikasi failure modes yang paling
membutuhkan analisis lanjutan agar dapat dilakukan perbaikan proses untuk
mengurangi risiko cedera. Dengan kata lain, memprioritaskan membantu
mengidentifikasi risiko yang melebihi batas yang dapat diterima

Pendekatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Menentukan tingkat bahaya ( critically) untuk setiap failure modes


2. Menyusun prioritas failure modes
Daftar prioritas tidfak dapat ditentukan tanpa mengetahui tingkat bahaya dari
masing-masing failure modes.

a. Tingkat bahaya (critically)

Tingkat bahaya/ critically adalah pengukuran pentingnya sebuah failure modes.


Berdasarkan konsekuensinya (dampak), frekuensi terjadinya, dan factor-faktor
lain. Seberapa bahaya atau pentingnya sebua failure modes tergantung beberapa
factor seperti keparahan (severity), probabilitas, kemungkinan terdeteksi
(detectabilility), biaya (cost), dan waktu.
Dalam menentukan tingkat bahaya atau kepentingan failure modes, harus
mempertimbangkan hah-hal sebagai berikut, yaitu:
b. Kriteria failure modes
 Probalitas terjadinya failure modes (sering disebut frekuensi atau likelihood
dari suatu kejadian).
 Kemudahan untuk dideteksi
c. Kriteria efek
 Probalitas terjadinya efek
 Tingkat keparahan
d. Kriteria lain
 Biaya, waktu dan ketersediaan sumber daya lain.
e. Menentukan skala penilaian (Rating Scale)

 Skala penilaian ditentukan oleh pimpinan RS bersama dengan panitia PMKP.


Pilih skala efektif dan harus konsisten digunakan di RS.
f. Menentukan tingkat keparahan

Keparahan berkaitan dengan keseriusan dampak cidera jika suatu failure modes
terjadi. Untuk meningkatkan tingkat keparahan yang harus diperhatikan
bukanlah failure modenya melainkan dampak apabila failure mode terjadi.

Dibawah ini adalah tabel skala keparahan yang digunakan di RSIJCP

Tabel 2 Skala keparahan (Severity =S)

LEVEL DISKRIPSI CONTOH


1 Minor Tidak akan dirasakan//diketahui olah pasien dan
tidak akan berefek pada proses dapat berdampak
pada pasien dan dapat menimbulkan beberapa
efek pada proses
2 Moderat Kegagalan dapat mempengaruhi proses pelayanan
kesehatan tetapi menimbulkan kerugian minor
dapat berdampat pada pasien dan dapat
menimbulkan efek yang sangat besar
3 Mayor Kegagalan menyebabkan kerugian yang lebih
besar terhadap pasien.
4 Mayor injury Dapat membuat pasien mengalami luka parah dan
menimbulkan efek yang besar pula pada proses.
5 Terminal injury Sangat berbahaya: kegagalan akan berakibat pada
kematian dan menimbulkan efek yang sangat
besar terhadap proses.

g. Menentukan Probabilitas

Probabilitas suatu kejadian adalah kemungkinan bahwa sesuatu akan terjadi.


Pertanyaan kunci pada tahap ini adalah “Berapa besar kemungkinan bahwa
failure mode atau dampak ini akan terjadi ?”

Contoh failure mode yang jarang terjaadi misalnya pemberian obat dari
produsen obat yang isinya berbeda dengan apa yang tertulis pada labelnya.
Sementara failure mode.

yang sering terjadi misalnya adalah tulisan yang tidak terbaca pada resep.
Dibawah ini adalah tabel skala probabilitas kejadian yang digunakan di RSIJCP

Tabel 3. Skala probabilitas kejadian (occurrence=0)

Level Deskripsi Contoh


4 Sering terjadi Sangat sering muncul, mungkin
beberapakali dalam 1 bulan
3 Mungkin terjadi Hampir sering muncul dalam waktu
yang relatif singkat (mungkin terjadi
beberapakali dalam 1 tahun)
2 Jarang terjadi Kemungkinan akan muncul (dapat
terjadi beberapa kali dalam >2 sampai
5 tahun)
1 Sangat jarang terjadi Jarang terjadi (dapat terjadi dalam >5
sampai 30 tahun
0 Tidak mungkin terjadi Belum pernah terjadi dalam kurun
waktu > 20 tahun

h. Menentukan kemudahan terdeteksi (detectability)

Langkah selanjutnya, tim menentukan tingkat kemudahan terdeteksi untuk


setiap failure modes. Kemungkinan terdeteksi (detectability) adalah nilai
kemudahan suatu hal untuk dapat di temukan atau diketahui. Pertanyaan
kuncinya adalah,”apabila failure mode timbul beberapa mudah
mengetahuinya?”, nilai yang tinggi bartinya failure mode sulit untuk diketahui
sehingga kemungkinan pasien terkena efek kegagalan sangat tinggi karena
tindakan koreksi tidak dapat dilakukan. Sementara niali yang rendah artinya
failure mode sangat mudah untuk diketahui sehingga mengurangi risiko pada
pelayanan.

Tabel 4. Tingkat D= detectable (terdeteksi)

Level Deskripsi
5 Tidak mungkin terdeteksi
4 Kemungkinan kecil terdeteksi
3 Mungkin terdeteksi
2 Sangat mungkin terdeteksi
1 Selalu terdeteksi

RPN (Risk Priority Number) merupakan cara untuk menghitung critically atau tingkat
bahaya dan disebut juga sebagi critically index, yang berdasarkan tingkat keparahan, tingkat
kejadian dan nilai kemudahan dideteksi.

RPN= tingkat keparahan × tingkat kejadian × nilai kemudahan dideteksi


Failure mode dengan nilai RPN/CI yang tinggi membutuhkan perhatian besar.
Setelah menentukan nilai untuk setiap failure mode pindahkan hasil tersebut dalam
lembar kerja FMEA.

Menyusun Prioritas Failure Mode


Karena untuk melakukan RCA membutuhkan waktu yang cukup lama dengan
sumber daya yang besar, maka harus dibuat prioritas failuire mode dengan waktu
yang terbatas tindak lanjut dapat dilakukan dengan maksimal. Tim harus
berkonsentrasi pada failure mode yang memiliki tingkat risiko paling tinggi.

6. Langkah 5. Melakukan Root Cause Analisis Dari Failure Mode


(Lihat langkah-langkah melakukan RCA)

7. Langkah 6. Rancang Ulang Proses


Merancang ulang sebua proses dan sisitem pendukungnya adalah langkah yang
paling penting. Tujuannya adalah untuk menghindari cidera yang mungkin terjadi.

Beberapa strategi agar proses ini efektif adalah:


 Focus pada elemen rancang ulang yang terpenting.
 Mempelajari kasus dari RS lain
 Menggunakan literatur mengenai praktek terbaik dari proses yang akan kita
perbaiki (asosiasi dan organisasi yang focus pada keselamatan dapat menjadi
sumber informasi yang penting).

Strategi mengurangi risiko harus menekankan pada perbaikan system dari pada
perbaikan individu. Terdapat 3 tingkat merancang dan merancang ulang
keselamatan (focus pada tiap elemen yang mempengaruhi critically index) yaitu:
 Tingkat pertama: merancang atau merancang ulang untuk mengurangi tingkat
probalitas kejadian( mencegah kegagalan untuk terjadi).
 Tingkat kedua: merancang atau merancang ulang untuk mencegah kegagalan
sampai pada pasien (meninkatkan tingkat kemudahan deteksi).
 Tingkat ketiga: melindungi pasien apabila kegagalan terjadi (mengurangi tingkat
keparahan dari dampak kegagalan).

Agar proses rancang ulang efektif untuk mengurangi risiko/bahaya, maka cara untuk
melakukan rancang ulang adalah dengan:
 Mengurangi keragaman/variasi
Meskipun RS tidak dapat mengurangi variasi pada penerima pelayanan (pasien),
namun ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu dengan menetapkan
kriteria calon pasien untuk prosedur pilihan. Dan dengan mengembangkan
persiapan sebelum perawatan untuk pasien dengan perawatan risiko tinggi,
mengelola komorbiditas dan mencocokan tingkat perawatan dengan status risiko
pasien (ICU vs perawatan biasa).
 Standarisasi proses
Misalnya dengan penerapan PPK Clinical pathway, standarisasi proses
komunikasi antar tenaga kesehatan, dll.
 Menyederhanakan proses
Misalnya dengan mengurangi langkah-langkah atau peralatan yang ada.
 Mengoptimalkan cadangan/back up
Mengembangkan system back up akan mengurangi probabilitas kejadian. Contoh
back up misalnya, pengecekan ganda dalam pemberian obat, ferifikasi nama
pasien dalam kantung darah sebelum transfuse yang dilakukan oleh dua orang
perawat, dll.
 Menggunakan teknologi
Misalnya presepan elektronik untuk mengurangi tulisan tidak terbaca, dll.
 Membangun mekanisme pelindungan kegagalan proses terus menerus yang
untuk mendeteksi kegagalan.
 Dokumentasi/ pencatatan
 Pendidikan yang komprehensif

8. Langkah 7 Analisi Dan Ujicobakan Proses Yang Baru


Sangat penting tim untuk menganalisa dan menguji coba terlebih dahulu sebelum
menerapkan secara penuh serta mengevaluasi efek dari subproses-subproses yang
baru dalam proses yang lebih besar sebelum menerapkan perubahan. Uji coba
proses baru dengan menggunakan prinsip PDCA (plan-do-check-act).

9. Langkah 8 Implementasi Dan Monitoring Proses Baru


Apabila uji coba rancang ulang berhasil, maka tim fokus pada cara
mensosialisasikannya, menstandarkannya dan melaksanakan proses rancang ulang
tersebut.
Monitoring atau memantau efektivitas perbaikan yang sedang berl;angsung
dilakukan dengan:
1. Dokumentasi, tim FMEA memastikan terdapat regulasi yang diperlukan untuk
implementasi proses baru (kebijakan, panduan, SPO,dll).
2. Pelatihan, pelatihan ulang dan uji kompetensi. Memastikan seluruh staf
mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan terkait proses baru.
3. Memonitoring berkelanjutan.
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang diperlukan:


1. Surat tugas Tim RCA atau FMEA
2. Form RCA
3. Form FMEA
4. Laporan hasil kegiatan.

Anda mungkin juga menyukai