PENGARAH
PENYUSUN
NOMOR : / /….../2017
TENTANG
Samarinda, 2015
Kepala Rumah Sakit Tk IV Samarinda,
dr.Isriyanto,SP.PD, M.Kes
Kapten Ckm NRP 11050020811077
DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI...................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP....................................................... 2
BAB III TATA LAKSANA.......................................................... 3
BAB IV DOKUMENTASI........................................................... 17
BAB I
DEFINISI
Konsep-konsep FMEA
FMEA mempunyai beberapa konsep-konsep dasar yang harus dipahami, antara lain
sebagai berikut:
1. Failure mode, yaitu suatu cara/kondisi dimana suatu proses dapat mengalami
kegagalan
2. Akibat yang mungkin timbul (potential effect). Setiap kegagalan mempunyai
akibat-akibat yang potensial timbul, beberapa akibat mempunyai kecenderungan
untuk lebih sering terjadi daripada akibat lain.
3. Risiko kegagalan. Setiap akibat yang mungkin timbul mempunyai risiko relatif
yang berkaitan dengan akibat tersebut. Di pelayanan kesehatan, risiko
kegagalan dan akibat yang ditimbulkannya ditentukan oleh dua faktor kunci,
yaitu:
a. Keparahan (severity), merupakan konsekuensi jika suatu kegagalan terjadi
b. Tingkat kejadian (occurance), yaitu kemungkinan, frekuensi dari terjadinya
suatu kegagalan
4. Risk Priority Number (RPN), merupakan nilai yang menunjukkan keparahan dan
tingkat kejadian dari setiap potensi kegagalan. Nilai RPN diperolah dari perkalian
antara severity, occurance, dan detectability.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
BAB III
TATA LAKSANA
A. Langkah-langkah FMEA
Dalam melakukan FMEA terdapat 8 langkah yang harus dilalui, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim (Select a
high-risk process and assemble a team)
2. Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3. Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
(Brainstorm potential failure modes and determine their effects)
4. Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (Identify root causes of
failure modes)
6. Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)
7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and monitor
the new process)
LANGKAH 1.
Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim
3
TIM FMEA
Tim yang efektif beranggotakan kurang dari 10 orang, sedangkan tim dikatakan
ideal bila beranggotakan 4-8 orang (tergantung proses yang dianalisis dan area yang
terpengaruh)
Komposisi tim FMEA seharusnya mencakup individu-individu di bawah ini:
a. individu paling dekat dengan kejadian terkait
b. individu yang terpengaruh dengan penerapan perubahan
c. pemimpin dengan pengetahuan dasar luas, dihormati, dan mempunyai
kredibilitas
d. individu yang berwenang mengambil keputusan
e. individu-individu dengan pengetahuan dasar /disiplin ilmu yang berbeda-beda
f.
Misi dan Cakupan Tim FMEA
Pertanyaan-pertanyaan terkait misi dan dan cakupan tim antara lain sebagai berikut:
Apakah misi tim FMEA? Misalnya, apakah untuk menerapkan FMEA dan
mengajukan rekomendasi perbaikan? Atau apakah untuk menerapkan FMEA
dan mengimplementasikan perbaikannya?
Sumber-sumber apa saja yang disediakan oleh pemimpin untuk FMEA
Kapan batas waktu yang diharapkan bagi penyelesaian FMEA?
Bagaimana perkembangan seharusnya dari pelaksanaan FMEA? Pelaporannya
LANGKAH 2.
Menyusun diagram proses
4
LANGKAH 3.
Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
Berikut ini contoh akibat-akibat dari setiap failure mode pada pelayanan obat:
Failure Mode Akibat
Tulisan tidak dapat dibaca Salah obat, dosis, frekuensi, dan cara
pemberian
Permintaan obat tidak lengkap Salah dosis, frekuensi, cara
pemberian
Bukan obat yang ada dalam Biaya lebih mahal
formularium
Penggunaan singkatan yang tidak Salah dosis
lazim
Nama obat yang mirip Salah obat
Tidak mengikuti prosedur klinis yang Salah obat, dosis, frekuensi, cara
telah disetujui pemberian
Tabel 1. Akibat-akibat dari failure mode pada proses pelayanan obat
Kegiatan brainstorming dapat membantu tim FMEA dalam mencari sebanyak mungkin
akibat-akibat yang mungkin timbul dari failure mode. Pada kegiatan ini, pertanyaan
kunci yang harus dimunculkan pada setiap failure mode adalah “jika failure mode ini
terjadi, konsekuensi apa yang mungkin berakibat pada perawatan/pelayanan pasien?”.
Hasil identifikasi akibat-akibat dari failure mode tersebut didokumentasikan pada
lembar kerja .
LANGKAH 4.
Menentukan Prioritas Failure Modes
5
bekerja atau tidak sesuai
7 Tinggi Kegagalan menyebabkan pelanggan sangat
tidak puas
6 Sedang Kegagalan menyebabkan tidak berfungsinya
suatu produk pada tingakt subsistem atau
sebagian
5 Rendah Kegagalan menyebabkan berkurangnya kinerja
sehingga mengakibatkan keluhan klien/pasien
4 Sangat Rendah Kegagalan dapat diatasi dengan modifikasi
proses dan produk pelanggan akan tetapi
terdapat sediki pengurangan kinerja
3 Sedikit Kegagalan dapat sedikit menyulitkan
klien/pasien tetapi dapat sedikit berakibat
terhadap proses yang dilalui pasien
2 Sangat Sedikit Kegagalan mungkin tidak secara nyata
berpengaruh terhadap klien/pasien tetapi dapat
sedikit berakibat terhadai proses yang dilalui
pasien
1 Tidak Ada Kegagalan tidak dirasakan/diketahui oleh
klien/pasien dan tidak menimbulkan akibat pada
proses yang dilalui pasien
Tabel 2. Skala nilai keparahan
Proses penentuan tingkat keparahan oleh tim FMEA merupakan suatu proses yang
subjektif yang melibatkan pertimbangan profesional, intuisi, dan pada waktu yang
sama, imajinasi. Keputusan mengenai berapa nilai keparahan dari failure mode dicatat
pada lembar kerja.
6
10 Sangat Tinggi: Lebih dari 1 kali kejadian per hari atau
probabilitas lebih dari 3 kali dari 10 kejadian
Kegagalan hampir Satu kali kejadian tiap 3-4 hari atau
pasti tidak dapat probabilitas 3 kali dari 10 kejadian
dihindari
9 Satu kali kejadian per minggu atau probabilitas
5 kali dari 100 kejadian
8 Tinggi: Satu kali kejadian per bulan atau probabilitas 1
kali dari 100 kejadian
Kegagalan berulang Satu kejadian dalam kurun waktu 3 bulan atau
kali terjadi probabilitas 3 kali dari 1,000 kejadian
7 Satu kejadian dalam kurun waktu 6 bulan
sampai 1 tahun atau probabilitas 1 kali dari
10,000 kejadian
6 Sedang: Satu kejadian per tahun atau probabilitas 6 kali
dari 100,000 kejadian
Kegagalan kadang- Satu kejadian dalam kurun waktu 1-3 tahun
kadang terjadi atau probabilitas 6 kali dari 1,000,000,000
kejadian
5 Satu kejadian dalam kurun waktu 6 bulan
sampai 1 tahun atau probabilitas 1 kali dari
10,000 kejadian
4 Satu kejadian per tahun atau probabilitas 6 kali
dari 100,000 kejadian
3 Rendah: kegagalan Satu kejadian dalam kurun waktu 1-3 tahun
relatif sedikit atau probabilitas 6 kali dari 1,000,000,000
kejadian
2 Satu kejadian dalam kurun waktu 3-5 tahun
atau probabilitas 2 kali dari 1,000,000,000
kejadian
1 Remote: kegagalan Satu kejadian dalam kurun waktu lebih dari 5
tidak mungkin terjadi tahun atau probabilitas kurang dari 2 kali dari
1,000,000,000 kejadian
Tabel 4. Skala Nilai Kejadian
7
tinggi kondisi terjadi secara teratur
dan/atau selama jangka waktu
yang rasional
8
9 Pasti terjadi 1 dari 20 Tercatat, hampir pasti; tidak
dapat dihindarkan akan terjadi
selama periode waktu yang
lama dan khas untuk suatu
langkah tertentu
10
Besarnya nilai probabilitas kejadian failure mode yang telah ditetapkan selanjutnya
dituliskan pada lembar kerja.
Langkah 4c. Menghitung dan menentukan prioritas Risk Priority Number untuk setiap
failure mode
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kegawatan adalah dengan menghitung risk
priority number (RPN), berdasarkan keparahan, probabilitas kejadian, dan
kemungkinan terdeteksi. Nilai RPN digunakan untuk menentukan ranking prioritas
untuk analisis failure mode lebih lanjut.
8
untuk menentukan failure mode yang akan ditindaklanjuti pada langkah 5 dan
seterusnya.
Hazard analysis bertujuan untuk menentukan tingkat akibat yang mungkin diakibatkan
suatu resiko berdasarkan skala dampak (tabel 1) dan skala probabilitas.
9
cedera ringan luas / berat Perawatan
Tidak ada Ada Perlu > 6 staf
penangana Penangana dirawat
n n / Tindakan Kehilangan
Terjadi Kehilangan waktu /
pada 1-2 waktu / kec kecelakaan
staf kerja : 2-4 kerja pada
Tidak ada staf 4-6 staf
kerugian
waktu
/kerja
Perkalian nilai kedua skala di atas disebut hazard analysis matrix. Failure mode dapat
dikelompokkan menjadi empat berdasarkan hazard analysis matrix (tabel 3).
Kemudian, dengan menggunakan decision tree (bagan 1), diputuskan apakah suatu
failure mode perlu ditindaklanjuti atau tidak.
10
Bagan 1. decision tree
LANGKAH 5.
Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes
Pada langkah 5 FMEA dilakukan identifikasi akar penyebab masalah untuk masing-
masing dari failure mode yang menjadi prioritas dengan menggunakan metode Root
Cause Analysis (RCA).
Variasi
Variasi adalah perubahan dalam bentuk, posisi, keadaan, atau kualitas dari sesuatu.
Variasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variasi akibat penyebab yang umum (common cause variation), sering juga
disebut underlying cause,
11
2. Variasi akibat penyebab yang khusus (special cause variation), sering juga
disebut proximate cause
Karakteristik dari variasi akibat penyebab umum antara lain sebagai berikut:
Terjadi sebagai konsekuensi dari bagaimana suatu proses didisain untuk berjalan
Bersifat sistemik dan endogen
Bersifat inherent dalam sistem
Organisasi harus dapat menetapkan toleransi variasi yang disebabkan oleh
penyebab yang umum
Karakteristik dari variasi akibat penyebab khusus antara lain sebagai berikut:
Timbul dari keadaan atau kejadian yang tidak biasa yang sulit diantisipasi
merupakan variasi yang spesifik, dan proses yang tidak stabil, intermiten, dan
tidak dapat diprediksi.
Tidak bersifat inherent dalam sistem, tetapi bersifat eksogen, timbul akibat dari
luar sistem, timbul akibat faktor yang bukan merupakan bagian dari sistem
Contoh: tiba‐tiba terjadi malfungsi dari mesin, atau terjadi akibat adanya
bencana
Penyebab spesifik seharusnya bisa dikenali dan diminimalkan terjadi atau
bahkan dieliminasi jika memungkinkan
Jika ditemukan special cause variation, rumahsakit harus melakukan investigasi
lebih lanjut adanya underlying cause pada sistem yang lebih luas, yang biasanya
merupakan common cause variation
Karakteristik RCA
RCA yang baik mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
Berfokus terutama pada kinerja sistem dan proses, bukan kinerja individu
Analisis berlangsung mulai dari penyebab spesial kepada penyebab umum yang
ada dalam proses organisasi
Analisis menggali dengan berulangkali menjawab pertanyaan “mengapa”
Analisis mempu mengenali perubahan yang dapat dilakukan pada sistem dan
proses, meskipun harus mendisain ulang, atau mengembangkan sistem atau
proses yang baru untuk mencegah terulangnya kejadian di masa mendatang
Analisis dilakukan secara lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan
kredibilitasnya
12
Jelas (informasi yang dapat dipahami), akurat (data dan informasi yang valid),
tepat (data dan informasi yang objektif), relevan (berfokus pada permasalahan
yang terkait atau berpotensi terkait dengan kejadian sentinel)
Pelaksanaan RCA
Dalam melakukan identifikasi pada RCA, harus dicari penyebab yang menjadi latar
belakang (underlying cause) terjadinya penyebab langsung. Untuk mencari penyebab
yang melatar belakangi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan:
1. Proses mana saja yang terkait dengan kejadian atau yang mengarah terjadinya
kejadian ?
2. Bagaimana tahapan dan keterkaitan antara tahapan dari proses yang dirancang,
atau secara rutin dilakukan, yang terjadi dengan failure mode tersebut?
3. Tahapan yang mana atau keterkaitan yang mana yang terlibat, atau
berkontribusi terhadap terjadinya kejadian?
Lebih lanjut, dapat dilakukan penggalian lebih dalam dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
pada tahapan tersebut, atau keterkaitan dari tahapan-tahapan tersebut?
2. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya failure mode
tersebut?
3. Adakah area atau pelayanan lainnya yang terkena akibatnya?
Pada lingkungan pelayanan kesehatan, faktor yang langsung (proximate factor) diluar
faktor proses yang dapat mempengaruhi suatu proses dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a. Faktor manusia
b. Faktor peralatan (equipment)
c. Faktor lingkungan yang dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan
d. Faktor lain
Faktor-faktor tersebut di atas perlu diidentifikasi untuk menemukan akar penyebab
masalah dari suatu failure mode.
RCA dilakukan dengan secara berulang menanyakan “mengapa”. Menanyakan
“mengapa” yang pertama bertujuan untuk mengidentifikasi apa penyebab langsung
(direct or proximate cause) yang menyebabkan kejadian. Penyebab langsung biasanya
adalah penyebab variasi khusus (special cause variation)
LANGKAH 6.
Membuat rancangan ulang proses
13
Komitmen untuk tidak hanya melihat pada lingkup sendiri (out-of-the-box
thinking)
Solusi yang baik akan menghasilkan rancangan ulang proses yang menuju pada
perbaikan. Ciri-ciri dari solusi yang baik adalah sebagai berikut:
1. Jelas untuk failure mode yang mana
2. Merupakan solusi jangka panjang
3. Dampak positif dari penerapan solusi lebih besar daripada dampak negatifnya
4. Objektif dan terukur
5. Jangka waktu yang jelas
6. Dapat diimplementasikan oleh staf dengan jelas siapa melakukan apa
14
Penghalang selama implementasi
Kesesuaian dengan tujuan dan misi organisasi
Ketersediaan sumber daya
Jangka waktu untuk implementasi
Kemampuan untuk dapat diukur dan objektivitas
LANGKAH 7.
PROSES BARU/DESIGN BARU
15
Sebelum menerapkan siklus PDSA, maka ditentukan dulu model perbaikan yang akan
dilakukan. Terkait dengan hal ini, terdapat 3 pertanyaan dasar untuk mencapai
perbaikan, yaitu:
1. Apa yang diusahakan untuk dicapai?
2. Bagaimana cara mengetahui bahwa suatu perubahan merupakan suatu
perbaikan?
3. Perubahan apa yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan perbaikan?
Pada tahap plan (perencanaan), tim membuat rencana operasional untuk menguji
kegiatan perbaikan yang telah ditentukan. Tahap do melibatkan implementasi pilot test
dan pengumpulan data kinerja yang aktual. Selanjutnya selama tahap study, data yang
dikumpulkan dari pilot test dianalisis dan ditentukan apakah kegiatan perbaikan telah
mencapai outcome yang diharapkan. Tahap berikutnya adalah tahap act, yang
melibatkan pengambilan tindakan. Jika pilot test tidak berhasil, maka siklus diulang dari
awal.
Beberapa seri siklus PDSA dapat dilakukan untuk mencapai suatu target perubahan
berupa peningkatan mutu, yang disebut dengan istilah ramp cycle, seperti yang
diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
LANGKAH 8.
Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses
16
Jika akan dilakukan akan dimulai di mana, dan apa hambatan dan
dukungan yang diperkirakan ada
Jika akan dilakukan tahapan apa yang akan di rencanakan untuk
menerapkan FMEA di unit kerja tersebut.
BAB IV
DOKUMENTASI
dr.Isriyanto,SP.PD, M.Kes
Kapten Ckm NRP 11050020811077
17