Anda di halaman 1dari 21

RUMAH SAKIT TINGKAT IV SAMARINDA

PENGARAH

1. Kolonel Ckm dr.Moh.Arif Hariyanto,Sp.B


2. Kolonel Ckm dr. Driyo Setiadi
3. Letkol Ckm dr. Farhaan,Sp.THT

PENYUSUN

1. Mayor Ckm dr.Yusuf A,Sp.THT


2. dr Florensia Shanty D.M
3. Serma Suyanto Eko W.S, Kep
4. Serka Titi Harto,Amd Kep
5. Serka Fedi S, Amd kep
6. Pns Calvin Yosua D, Amd Kep
7. Pns Susilowati, Amd Kep
8. Pns Iskandar, A.Md
9. TS Yuli Purwanti, Amd Kep
SURAT KEPUTUSAN

KEPALA RUMAH SAKIT TINGKAT IV SAMARINDA

NOMOR : / /….../2017

TENTANG

PENETAPAN PEMBERLAKUAN BUKU PANDUAN FMEA


(FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS)
DI RUMAH SAKIT TINGKAT IV SAMARINDA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengidentifikasi dan mencegah permasalahan


–permasalahan dalam suatu unit kerja RUMAH SAKIT TINGKAT IV
SAMARINDA sesuai Standar Akreditasi KARS versi 2012 dipandang
perlu membentuk Tim FMEA;
b. bahwa untuk menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan
perlu ditetapkan FMEA sekali dalam setahun untuk memilih paling
tidak satu proses berisiko tinggi dari setiap unit kerja;
c. bahwa berdasarkan butir (a) dan (b) tersebut diatas dipandang
perlu Penetapan Pemberlakuan Buku Panduan FMEA di RUMAH
SAKIT TINGKAT IV SAMARINDA;

Mengingat : 1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ;


2. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ;
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 026/93/Izin/Oprs/2011
tentang Pemberian Izin Operasional RUMAH SAKIT TINGKAT IV
SAMARINDA;
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang standar pelayanan
kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien ;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2012 Tanggal 15
Maret 2012 Tentang Akreditasi Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TENTANG PENETAPAN


PEMBERLAKUAN BUKU PANDUAN FMEA DI RUMAH SAKIT
TINGKAT IV SAMARINDA

KESATU : Sebagai acuan bagi Tim FMEA dalam melakukan langkah-langkah


FMEA di unit kerja;

KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan bilamana dikemudian


hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Samarinda, 2015
Kepala Rumah Sakit Tk IV Samarinda,

dr.Isriyanto,SP.PD, M.Kes
Kapten Ckm NRP 11050020811077
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI...................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP....................................................... 2
BAB III TATA LAKSANA.......................................................... 3
BAB IV DOKUMENTASI........................................................... 17
BAB I
DEFINISI

Apakah Failure Mode and Effect Analysis itu?


Failure Mode and Effect Analysis yang selanjutnya disingkat menjadi FMEA
merupakan:
 Suatu cara sistematik untuk mengidentifikasi dan mencegah permasalahan-
permasalahan dalam suatu proses atau kegiatan sebelum permasalahan
tersebut terjadi
 Suatu tool yang bersifat proaktif untuk membantu penyusunan desain proses
baru atau perbaikan proses yang sudah ada
 Pelaksanaanya tidak memerlukan suatu kejadian yang tidak diinginkan sebagai
latar belakang

Konsep-konsep FMEA
FMEA mempunyai beberapa konsep-konsep dasar yang harus dipahami, antara lain
sebagai berikut:
1. Failure mode, yaitu suatu cara/kondisi dimana suatu proses dapat mengalami
kegagalan
2. Akibat yang mungkin timbul (potential effect). Setiap kegagalan mempunyai
akibat-akibat yang potensial timbul, beberapa akibat mempunyai kecenderungan
untuk lebih sering terjadi daripada akibat lain.
3. Risiko kegagalan. Setiap akibat yang mungkin timbul mempunyai risiko relatif
yang berkaitan dengan akibat tersebut. Di pelayanan kesehatan, risiko
kegagalan dan akibat yang ditimbulkannya ditentukan oleh dua faktor kunci,
yaitu:
a. Keparahan (severity), merupakan konsekuensi jika suatu kegagalan terjadi
b. Tingkat kejadian (occurance), yaitu kemungkinan, frekuensi dari terjadinya
suatu kegagalan
4. Risk Priority Number (RPN), merupakan nilai yang menunjukkan keparahan dan
tingkat kejadian dari setiap potensi kegagalan. Nilai RPN diperolah dari perkalian
antara severity, occurance, dan detectability.

Mengapa FMEA perlu dilaksanakan?


Berdasarkan Standar LD 5.2 dari Joint Commission tentang patient safety di dalam
pedoman akreditasi Rumah Sakit pada bagian Leadership bahwa para pimpinan
Rumah Sakit harus memastikan bahwa program yang sedang berjalan dan bersifat
proaktif untuk mengidentifikasi risiko terkait patient safety dan mengurangi medical
error benar-benar ditetapkan dan dilaksanakan. Setiap tahun, Rumah Sakit di Amerika
harus memilih paling tidak satu proses berisiko tinggi untuk dilakukan penilaian risiko
secara proaktif.
Di Indonesia sendiri berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan bahwa Rumah Sakit wajib
menerapkan standar keselamatan pasien yang dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka
kejadian yang tidak diharapkan/KTD.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup dari kegiatan tersebut adalah:


1. Identifikasi area-area berisiko tinggi
2. Memilih paling tidak satu proses berisiko tinggi setiap tahun
3. Menerapkan FMEA
4. Membuat rancangan/desain ulang proses untuk meminimalkan risiko kegagalan
5. Menguji dan menerapkan rancangan/desain ulang proses
6. Mengukur efektivitas
7. Mengimplementasikan strategi untuk mempertahankan perubahan

Proses yang Berisiko Tinggi


Pengertian dari proses yang berisiko tinggi adalah proses yang melibatkan risiko
atau dapat menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan KTD). Beberapa contoh dari
proses yang berisiko tinggi adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan obat
b. Operasi dan prosedur tindakan lain
c. Penggunaan yang terkendali
d. Tindakan isolasi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
e. Pelayanan yang ditujukan bagi populasi dengan risiko tinggi
f. Tindakan resusitasi

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Langkah-langkah FMEA
Dalam melakukan FMEA terdapat 8 langkah yang harus dilalui, yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim (Select a
high-risk process and assemble a team)
2. Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3. Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
(Brainstorm potential failure modes and determine their effects)
4. Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)
5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (Identify root causes of
failure modes)
6. Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)
7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)
8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and monitor
the new process)

B. Ringkasan 8 Langkah Pelaksanaan FMEA


Langkah Deskripsi
1 Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim
(Select a high-risk process and assemble a team)
2 Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3 Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan
(Brainstorm potential failure modes and determine their effects)
4 Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)
5 Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (Identify root
causes of failure modes)
6 Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)
7 Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)
8 Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and
monitor the new process)

LANGKAH 1.
Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim

Karakteristik proses yang memiliki risiko tinggi


Dalam hal pemilihan proses yang akan dianalisis dengan FMEA, maka perlu
memperhatikan karakteristik proses yang memiliki risiko tinggi sebagai berikut:
a. input yang bervariasi
b. kompleks
c. tidak ada/kurangnya standar
d. langkah-langkahnya terkait erat satu sama lain
e. tergantung pada intervensi manusia
f. orientasi/budaya hirarkis vs tim
g. batas waktu pelaksanaan yang ketat
h. batas waktu pelaksanaan yang longgar

3
TIM FMEA
Tim yang efektif beranggotakan kurang dari 10 orang, sedangkan tim dikatakan
ideal bila beranggotakan 4-8 orang (tergantung proses yang dianalisis dan area yang
terpengaruh)
Komposisi tim FMEA seharusnya mencakup individu-individu di bawah ini:
a. individu paling dekat dengan kejadian terkait
b. individu yang terpengaruh dengan penerapan perubahan
c. pemimpin dengan pengetahuan dasar luas, dihormati, dan mempunyai
kredibilitas
d. individu yang berwenang mengambil keputusan
e. individu-individu dengan pengetahuan dasar /disiplin ilmu yang berbeda-beda
f.
Misi dan Cakupan Tim FMEA
Pertanyaan-pertanyaan terkait misi dan dan cakupan tim antara lain sebagai berikut:
 Apakah misi tim FMEA? Misalnya, apakah untuk menerapkan FMEA dan
mengajukan rekomendasi perbaikan? Atau apakah untuk menerapkan FMEA
dan mengimplementasikan perbaikannya?
 Sumber-sumber apa saja yang disediakan oleh pemimpin untuk FMEA
 Kapan batas waktu yang diharapkan bagi penyelesaian FMEA?
 Bagaimana perkembangan seharusnya dari pelaksanaan FMEA? Pelaporannya

LANGKAH 2.
Menyusun diagram proses

Penyusunan diagram alir proses


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun diagram alir proses antara lain:
a. Partisipasi dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat/terkait proses
b. Alokasikan waktu yang cukup untuk langkah ini
c. Susun selengkap mungkin
d. Beberapa software dapat digunakan untuk membantu penyusunan diagram
Berikut ini adalah contoh diagram alir proses dari pelayanan obat:

Gambar 1. Diagram alir proses pelayanan obat

4
LANGKAH 3.
Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan

Langkah 3a. Menetapkan bagaimana setiap tahapan proses dapat mengalami


kegagalan
Setelah Tim FMEA berhasil menyusun diagram proses, selanjutnya dilakukan
identifikasi failure modes. Tahapan identifikasi ini dilakukan melalui brainstorming
dimana anggota tim dituntut untuk berpikir “di luar kotak”, berpikir di luar cakupan
praktik dan visi yang biasa dilakukan setiap hari. Hasil brainstorming tersebut kemudian
didokumentasikan pada lembar kerja.

Langkah 3b. Menetapkan akibat-akibat dari setiap failure mode


Akibat dari failure mode adalah hal-hal apa saja yang dapat terjadi bila failure mode
benar-benar terjadi. Setiap failure mode dapat mempunyai satu atau lebih akibat.
Akibat dari failure mode dapat bersifat langsung atau tidak langsung, jangka panjang
atau jangka pendek, serta kemungkinan besar atau kemungkinan kecil terjadi.

Berikut ini contoh akibat-akibat dari setiap failure mode pada pelayanan obat:
Failure Mode Akibat
Tulisan tidak dapat dibaca Salah obat, dosis, frekuensi, dan cara
pemberian
Permintaan obat tidak lengkap Salah dosis, frekuensi, cara
pemberian
Bukan obat yang ada dalam Biaya lebih mahal
formularium
Penggunaan singkatan yang tidak Salah dosis
lazim
Nama obat yang mirip Salah obat
Tidak mengikuti prosedur klinis yang Salah obat, dosis, frekuensi, cara
telah disetujui pemberian
Tabel 1. Akibat-akibat dari failure mode pada proses pelayanan obat

Kegiatan brainstorming dapat membantu tim FMEA dalam mencari sebanyak mungkin
akibat-akibat yang mungkin timbul dari failure mode. Pada kegiatan ini, pertanyaan
kunci yang harus dimunculkan pada setiap failure mode adalah “jika failure mode ini
terjadi, konsekuensi apa yang mungkin berakibat pada perawatan/pelayanan pasien?”.
Hasil identifikasi akibat-akibat dari failure mode tersebut didokumentasikan pada
lembar kerja .

LANGKAH 4.
Menentukan Prioritas Failure Modes

Langkah 4a. Menentukan nilai keparahan (severity) untuk setiap kegagalan


menggunakan Skala Nilai Keparahan
Tingkat keparahan dari seriap failure mode harus ditetapkan. Pada konteks ini,
keparahan berkaitan dengan tingkat keseriusan dari cedera atau dampak yang dapat
ditimbulkan bila suatu akibat dari failure mode terjadi.
Berikut ini skala nilai yang dapat digunakan oleh tim FMEA dalam menentukan tingkat
keparahan suatu failure mode.

Skala Nilai Keparahan


10 Tinggi yang Kegagalan dapat mengakibatkan cedera bagi
membahayakan pegawai atau klien/pasien
9 Ekstrim Tinggi Kegagalan menyebabkan ketidakpatuhan pada
regulasi pemerintah/menteri
8 Sangat Tinggi Kegagalan menyebabkan suatu unit tidak dapat

5
bekerja atau tidak sesuai
7 Tinggi Kegagalan menyebabkan pelanggan sangat
tidak puas
6 Sedang Kegagalan menyebabkan tidak berfungsinya
suatu produk pada tingakt subsistem atau
sebagian
5 Rendah Kegagalan menyebabkan berkurangnya kinerja
sehingga mengakibatkan keluhan klien/pasien
4 Sangat Rendah Kegagalan dapat diatasi dengan modifikasi
proses dan produk pelanggan akan tetapi
terdapat sediki pengurangan kinerja
3 Sedikit Kegagalan dapat sedikit menyulitkan
klien/pasien tetapi dapat sedikit berakibat
terhadap proses yang dilalui pasien
2 Sangat Sedikit Kegagalan mungkin tidak secara nyata
berpengaruh terhadap klien/pasien tetapi dapat
sedikit berakibat terhadai proses yang dilalui
pasien
1 Tidak Ada Kegagalan tidak dirasakan/diketahui oleh
klien/pasien dan tidak menimbulkan akibat pada
proses yang dilalui pasien
Tabel 2. Skala nilai keparahan

Nilai Deskripsi Definisi


1 Tidak ada atau Tidak diketahui oleh individu yang dilayani dan
sedikit akibat tidak mempengaruhi proses
2
3 Dapat berakibat pada individu yang dilayani dan
menimbulkan beberapa akibat pada proses
4
5 Akibat sedang Dapat berakibat pada individu yang dilayani dan
menimbulkan akibat yang besar pada proses
6 Kerugian kecil Akan berakibat pada individu yang dilayani dan
menimbulkan akibat yang besar pada proses
7
8 Kerugian besar Akan berakibat besar pada individu yang dilayani
dan menimbulkan akibat yang besar pada proses
9
10 Mengakibatkan Sangat berbahaya, kegagalan dapat
bencana, mengakibatkan kematian bagi individu yang
kerugian terminal dilayani
atau kematian
Tabel 3. Skala Nilai Keparahan dari Joint Commission on Accreditation Healthcare
Organization

Proses penentuan tingkat keparahan oleh tim FMEA merupakan suatu proses yang
subjektif yang melibatkan pertimbangan profesional, intuisi, dan pada waktu yang
sama, imajinasi. Keputusan mengenai berapa nilai keparahan dari failure mode dicatat
pada lembar kerja.

Langkah 4b. Menentukan nilai probabilitas kejadian (probability of occurrance) untuk


setiap kegagalan menggunakan Skala Nilai Kejadian
Probabilitas kejadian adalah kecenderungan sesuatu akan terjadi. Jika suatu failure
mode atau akibatnya telah terjadi, maka data yang telah ada dapat digunakan untuk
membatu tim dalam menentukan probabilitas kejadian. Akan tetapi jika data belum
tersedia, maka tim harus menggunakan pertimbangan profesional dalam hal ini.

6
10 Sangat Tinggi: Lebih dari 1 kali kejadian per hari atau
probabilitas lebih dari 3 kali dari 10 kejadian
Kegagalan hampir Satu kali kejadian tiap 3-4 hari atau
pasti tidak dapat probabilitas 3 kali dari 10 kejadian
dihindari
9 Satu kali kejadian per minggu atau probabilitas
5 kali dari 100 kejadian
8 Tinggi: Satu kali kejadian per bulan atau probabilitas 1
kali dari 100 kejadian
Kegagalan berulang Satu kejadian dalam kurun waktu 3 bulan atau
kali terjadi probabilitas 3 kali dari 1,000 kejadian
7 Satu kejadian dalam kurun waktu 6 bulan
sampai 1 tahun atau probabilitas 1 kali dari
10,000 kejadian
6 Sedang: Satu kejadian per tahun atau probabilitas 6 kali
dari 100,000 kejadian
Kegagalan kadang- Satu kejadian dalam kurun waktu 1-3 tahun
kadang terjadi atau probabilitas 6 kali dari 1,000,000,000
kejadian
5 Satu kejadian dalam kurun waktu 6 bulan
sampai 1 tahun atau probabilitas 1 kali dari
10,000 kejadian
4 Satu kejadian per tahun atau probabilitas 6 kali
dari 100,000 kejadian
3 Rendah: kegagalan Satu kejadian dalam kurun waktu 1-3 tahun
relatif sedikit atau probabilitas 6 kali dari 1,000,000,000
kejadian
2 Satu kejadian dalam kurun waktu 3-5 tahun
atau probabilitas 2 kali dari 1,000,000,000
kejadian
1 Remote: kegagalan Satu kejadian dalam kurun waktu lebih dari 5
tidak mungkin terjadi tahun atau probabilitas kurang dari 2 kali dari
1,000,000,000 kejadian
Tabel 4. Skala Nilai Kejadian

Kemungkinan terdeteksi (detectability)


Selain probabilitas kejadian dan keparahan, tim juga dapat menentukan kemungkinan
deteksi dari setiap failure mode.

Nilai Deskripsi Probabilitas Definisi


1 Sangat jarang sampai 1 dari Tidak ada atau sedikit kejadian,
tidak ada 10.000 kemungkinan suatu kondisi tidak
terjadi tinggi
2
3 Kemungkinan kejadian 1 dari Mungkin terjadi, namun tidak
rendah 5.000 ada data yang menunjukkan;
suatu kondisi terjadi pada kasus-
kasus yang jarang, tapi
kemungkinannya rendah
4
5 Kemungkinan kejadian 1 dari 200 Tercatat, namun tidak sering;
sedang suatu kondisi secara rasional
mempunyai kemungkinan untuk
terjadi
6
7 Kemungkinan kejadian 1 dari 100 Tercatat dan sering; suatu

7
tinggi kondisi terjadi secara teratur
dan/atau selama jangka waktu
yang rasional
8
9 Pasti terjadi 1 dari 20 Tercatat, hampir pasti; tidak
dapat dihindarkan akan terjadi
selama periode waktu yang
lama dan khas untuk suatu
langkah tertentu
10
Besarnya nilai probabilitas kejadian failure mode yang telah ditetapkan selanjutnya
dituliskan pada lembar kerja.

Tingkat kemungkinan terdeteksi (detectability)


Selain tingkat keparahan dan probabilitas, tim FMEA juga dapat menentukan tingkat
kmungkinan terdeteksi dari setiap failure mode. Tingkat kemungkinan terdeteksi
merupakan derajat yang menunjukkan seberapa kemungkinan suatu kejadian dapat
ditemukan atau diketahui.
Contoh : skala nilai kemungkinan terdeteksi (sumber: Joint Commission on
Accreditation Healthcare Organization)
Nila Deskripsi Probabilitas Definisi
i deteksi
1 Pasti terdeteksi 10 dari 10 Hampir selalu terdeteksi dengan
segera
2
3 Kemungkinan tinggi 7 dari 10 Cenderung terdeteksi
4
5 Kemungkinan sedang 5 dari 10 Kemungkinan untuk terdeteksi
sedang
6
7 Kemungkinan rendah 2 dari 10 Cenderung tidak terdeteksi
8
9 Hampir pasti tidak 0 dari 10 Deteksi tidak dimungkinkan pada
terdeteksi kondisi apapun
10
Tabel 5. Skala Nilai Kejadian dari Joint Commission on Accreditation Healthcare
Organization

Langkah 4c. Menghitung dan menentukan prioritas Risk Priority Number untuk setiap
failure mode
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kegawatan adalah dengan menghitung risk
priority number (RPN), berdasarkan keparahan, probabilitas kejadian, dan
kemungkinan terdeteksi. Nilai RPN digunakan untuk menentukan ranking prioritas
untuk analisis failure mode lebih lanjut.

Risk Priority Number (RPN) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RPN = Nilai keparahan x Nilai probabilitas kejadian x Nilai kemungkinan terdeteksi

Menentukan Prioritas Failure Mode


Failure modes harus diurutkan ranking nya untuk menetapkan prioritas tindakan.
Penentuan prioritas ini penting karena dengan keterbatasan sumber daya, tim FMEA
tidak bisa melakukan analisis, perbaikan, dan desain ulang untuk setiap failure mode.
Tim yang telah melakukan penghitungan RPN dapat menetapkan nilai batas RPN

8
untuk menentukan failure mode yang akan ditindaklanjuti pada langkah 5 dan
seterusnya.

Sesuai dengan bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap


masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas, tindakan dapat hanya
berupatoleransi dan pencatatan. Namun bila risiko yang terjadi memiliki bobot besar
dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan
harus diatasi atau ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan
terjadinya risiko.

Langkah 4.d Membuat analisis dampak (hazard analysis) :

Hazard analysis bertujuan untuk menentukan tingkat akibat yang mungkin diakibatkan
suatu resiko berdasarkan skala dampak (tabel 1) dan skala probabilitas.

Tabel 1. Skala Dampak Hazad Analyisis

DAMPAK MINOR MODERAT MAYOR KATASTROPIK


1 2 3 4

Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kegagalan


yang tidak dapat menyebabkan menyebabkan
mengganggu mempengaruhi kerugian berat kerugian besar
Proses proses dan
pelayanan menimbulkan
kepada Pasien kerugian ringan
Pasien  Tidak ada  Cedera  Cedera  Kematian
cedera, ringan luas / berat  Kehilangan
 Tidak ada  Ada  Perpanjan fungsi tubuh
perpanjanga Perpanjang gan hari secara
n hari rawat an hari rawat permanent
rawat lebih lama (sensorik,
(+ > 1 bln) motorik,
 Berkurang psikologik
nya fungsi atau
permanen intelektual)
organ mis operasi
tubuh pada bagian
(sensorik / atau pada
motorik / pasien yang
psikcologik salah,
/ Tertukarnya
intelektual) bayi

Pengunju  Tidak ada  Cedera  Cedera  Kematian


ng cedera ringan luas / berat  Terjadi pada
 Tidak ada  Ada  Perlu > 6 orang
penangana Penanganan dirawat  pengunjung
n ringan  Terjadi
 Terjadi  Terjadi pada pada 4 -6
pada 1-2 2 -4 orang
org  Pengunjung  pengunjung
pengunjung
Staf:  Tidak ada  Cedera  Cedera  Kematian

9
cedera ringan luas / berat  Perawatan
 Tidak ada  Ada  Perlu > 6 staf
penangana Penangana dirawat
n n / Tindakan Kehilangan
 Terjadi  Kehilangan waktu /
pada 1-2 waktu / kec kecelakaan
staf kerja : 2-4 kerja pada
 Tidak ada staf 4-6 staf
kerugian
waktu
/kerja

Fasilitas Kerugian < 1 Kerugian Kerugian Kerugian >


Kes 000,000 atau 1,000,000 - 10,000,000 - 50,000,000
tanpa 10,000,000 50,000,000
menimbulkan
dampak
terhadap
pasien

Tabel 2. Skala Probabilitas

LEVE DESKRIPSI CONTOH


L
4 Sering (Frequent) Hampir sering muncul dalam waktu yang
relative singkat (mungkin terjadi beberapa
kali dalam 1 tahun)

3 Kadang-kadang Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi


(Occasional) bebearapa kali dalam 1 sampai 2 tahun)

2 Jarang (Uncommon) Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi


dalam >2 sampai 5 tahun)
1 Hampir Tidak Pernah Jarang sekali terjadi (dapat terjadi dalam >
(Remote) 5 sampai 30 tahun)

Perkalian nilai kedua skala di atas disebut hazard analysis matrix. Failure mode dapat
dikelompokkan menjadi empat berdasarkan hazard analysis matrix (tabel 3).

Tabel 3. Hazard Analysis Matrix

Kategori Level Risiko Skor Tindakan yang Diambil

Rendah (Hijau) X≤4 Tidak diperlukan tindakan (Acceptable)

Sedang (Kuning) >4X≤8 Disarankan diambil tindakan jika tersedia


sumberdaya (Supplementary Issue)
Tinggi (Orange) >8 X ≤ 12 Diperlukan Tindakan untuk mengelola risiko (Issue)
Ekstrim (Merah) >12 X ≤ 16 Diperlukan tindakan segera untuk mengelola risiko
(Unacceptable)

Kemudian, dengan menggunakan decision tree (bagan 1), diputuskan apakah suatu
failure mode perlu ditindaklanjuti atau tidak.

10
Bagan 1. decision tree

LANGKAH 5.
Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes

Pada langkah 5 FMEA dilakukan identifikasi akar penyebab masalah untuk masing-
masing dari failure mode yang menjadi prioritas dengan menggunakan metode Root
Cause Analysis (RCA).

Root Cause Analysis


Akar penyebab adalah alasan fundamental terjadinya failure, atau pencapaian kinerja
yang tidak sesuai dengan harapan. Analisis akar penyebab atau root cause analysis
merupakan suatu proses mengenal faktor‐faktor yang mendasari atau menjadi
penyebab terjadinya variasi/failure mode. RCA terutama berfokus pada sistem dan
proses, dan tidak untuk menyalahkan. Melalui RCA, kelompok berupaya untuk
memahami proses, penyebab atau penyebab potensial terjadinya variasi, kemudian
melakukan perbaikan atau penyempurnaan proses sehingga variasi tidak akan terjadi
di masa mendatang.

Kapan melakukan RCA?


RCA biasanya merupakan kegiatan yang bersifat reaktif, bukan proaktif, sehingga
dilakukan setelah suatu masalah terjadi. Namun demikian RCA dapat pula dilakukan
bersamaan dengan FMEA (yang bersifat proaktif).

Variasi
Variasi adalah perubahan dalam bentuk, posisi, keadaan, atau kualitas dari sesuatu.
Variasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variasi akibat penyebab yang umum (common cause variation), sering juga
disebut underlying cause,
11
2. Variasi akibat penyebab yang khusus (special cause variation), sering juga
disebut proximate cause

Karakteristik dari variasi akibat penyebab umum antara lain sebagai berikut:
 Terjadi sebagai konsekuensi dari bagaimana suatu proses didisain untuk berjalan
 Bersifat sistemik dan endogen
 Bersifat inherent dalam sistem
 Organisasi harus dapat menetapkan toleransi variasi yang disebabkan oleh
penyebab yang umum
Karakteristik dari variasi akibat penyebab khusus antara lain sebagai berikut:
 Timbul dari keadaan atau kejadian yang tidak biasa yang sulit diantisipasi
merupakan variasi yang spesifik, dan proses yang tidak stabil, intermiten, dan
tidak dapat diprediksi.
 Tidak bersifat inherent dalam sistem, tetapi bersifat eksogen, timbul akibat dari
luar sistem, timbul akibat faktor yang bukan merupakan bagian dari sistem
 Contoh: tiba‐tiba terjadi malfungsi dari mesin, atau terjadi akibat adanya
bencana
 Penyebab spesifik seharusnya bisa dikenali dan diminimalkan terjadi atau
bahkan dieliminasi jika memungkinkan
 Jika ditemukan special cause variation, rumahsakit harus melakukan investigasi
lebih lanjut adanya underlying cause pada sistem yang lebih luas, yang biasanya
merupakan common cause variation

Karakteristik RCA
RCA yang baik mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
 Berfokus terutama pada kinerja sistem dan proses, bukan kinerja individu
 Analisis berlangsung mulai dari penyebab spesial kepada penyebab umum yang
ada dalam proses organisasi
 Analisis menggali dengan berulangkali menjawab pertanyaan “mengapa”
 Analisis mempu mengenali perubahan yang dapat dilakukan pada sistem dan
proses, meskipun harus mendisain ulang, atau mengembangkan sistem atau
proses yang baru untuk mencegah terulangnya kejadian di masa mendatang
 Analisis dilakukan secara lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan
kredibilitasnya

Kegiatan RCA yang lengkap meliputi:


 Menetapkan faktor manusia dan faktor–faktor lain yang secara langsung terkait
dengan kejadian sentinel/failure mode, dan proses atau sistem yang terkait
dengan kejadian tersebut.
 Analisis terhadap sistem atau proses yang menjadi latar belakang melalui
berulangkali menanyakan “mengapa”.
 Meneliti semua area yang terkait dengan kejadian yang spesifik.
 Mengidentifikasi titik-titik risiko, dan kontribusi potensial terhadap kejadian
 Menetapkan penyempurnaan potensial terhadap proses dan sistem untuk
mencegah terulang kembali kejadian

Suatu RCA dikatakan kredibel apabila dalam kegiatan tersebut:


 Adanya peran serta kepemimpinan dalam organisasi, dan petugas yang sangat
terkait dengan proses dan sistem yang sedang diinvestigasi
 Konsisten secara internal (tidak terjadi kontradiksi dalam analisis, atau
membiarkan pertanyaan tidak terjawab)
 Memberikan penjelasan untuk semua temuan, termasuk jika ada yang bersifat
tidak berlaku, atau bukan masalah
 Mengacu pada referensi yang relevan

12
 Jelas (informasi yang dapat dipahami), akurat (data dan informasi yang valid),
tepat (data dan informasi yang objektif), relevan (berfokus pada permasalahan
yang terkait atau berpotensi terkait dengan kejadian sentinel)

Pelaksanaan RCA
Dalam melakukan identifikasi pada RCA, harus dicari penyebab yang menjadi latar
belakang (underlying cause) terjadinya penyebab langsung. Untuk mencari penyebab
yang melatar belakangi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan:
1. Proses mana saja yang terkait dengan kejadian atau yang mengarah terjadinya
kejadian ?
2. Bagaimana tahapan dan keterkaitan antara tahapan dari proses yang dirancang,
atau secara rutin dilakukan, yang terjadi dengan failure mode tersebut?
3. Tahapan yang mana atau keterkaitan yang mana yang terlibat, atau
berkontribusi terhadap terjadinya kejadian?

Lebih lanjut, dapat dilakukan penggalian lebih dalam dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
pada tahapan tersebut, atau keterkaitan dari tahapan-tahapan tersebut?
2. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya failure mode
tersebut?
3. Adakah area atau pelayanan lainnya yang terkena akibatnya?

Pada lingkungan pelayanan kesehatan, faktor yang langsung (proximate factor) diluar
faktor proses yang dapat mempengaruhi suatu proses dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a. Faktor manusia
b. Faktor peralatan (equipment)
c. Faktor lingkungan yang dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan
d. Faktor lain
Faktor-faktor tersebut di atas perlu diidentifikasi untuk menemukan akar penyebab
masalah dari suatu failure mode.
RCA dilakukan dengan secara berulang menanyakan “mengapa”. Menanyakan
“mengapa” yang pertama bertujuan untuk mengidentifikasi apa penyebab langsung
(direct or proximate cause) yang menyebabkan kejadian. Penyebab langsung biasanya
adalah penyebab variasi khusus (special cause variation)

Alat bantu (tools)


Alat bantu yang sering digunakan dalam pelaksanaan RCA adalah flow chart dan
cause effect diagram atau fishbone diagram (diagram tulang ikan). Alat bantu lain yang
bisa digunakan yaitu curah pendapat, diagram pohon kesalahan, diagram kendali,
affinity diagram, histogram, multivoting, diagram pareto, diagram pencar, run chart

LANGKAH 6.
Membuat rancangan ulang proses

Persiapan Desain/Rancangan Ulang


Hal-hal yang penting diperhatikan sebagai tahap persiapan penyusunan rancangan
ulang diantaranya adalah sebagai berikut:
 Tarik nafas dalam-dalam
 Lakukan kajian literatur untuk memperoleh informasi dan pengalaman dari
tempat lain untuk hal yang sama
 Komunikasi dengan kolega

13
 Komitmen untuk tidak hanya melihat pada lingkup sendiri (out-of-the-box
thinking)

Strategi Desain Ulang


Ketika akan menyusun desain ulang maka terlebih dahulu harus ditentukan levelnya.
Terdapat 3 level desain ulang, yaitu:
a. Level 1: menghilangkan, bilamana saja memungkinkan, kesempatan untuk
timbulnya kegagalan.
b. Level 2: meningkatkan kemungkinan terdeteksinya suatu kegagalan sehingga
jika kegagalan tersebut terjadi, seseorang atau sesuatu mengetahuinya,
membunyikan alarm (tanda bahaya), dan menghentikan proses, memberi
kesempatan agar kegagalan dapat diperbaiki tanpa menyebabkan kerugian.
c. Level 3: mengurangi akibat yang timbul jika kesalahan telah terjadi.

Dalam membuat rancangan ulang/re-desain proses, lakukan kegiatan dalam rangka


mengeliminasi atau mengurangi Risk Priority Number (RPN). Nilai RPN dapat dikurangi
dengan menurunkan probabilitas kejadian dan/atau menurunkan tingkat keparahan.
Cara-cara yang harus dilakukan untuk membuat rancangan ulang proses antara lain
sebagai berikut:
 Mengurangi variasi
 Menetapkan standar
 Menyederhanakan proses
 Mengoptimalkan kelebihan (sebagai back up)
 Menggunakan teknologi untuk otomatisasi
 Membangun fail-safe mechanism
 Dokumentasi yang baik
 Mengurangi keterikatan antar langkah-langkah proses

Langkah-langkah yang ditempuh guna menyusun rancangan ulang proses meliputi:


1. Kenali seluruh aspek dari masalah dan penyebabnya
2. Kembangkan beberapa alternatif solusi
3. Lakukan rincian apa saja yang dibutuhkan untuk implementasi solusi
4. Lakukan evaluasi terhadap solusi yang diusulkan
5. Lakukan ujicoba secara objektif dan lakukan revisi thd solusi yang diusulkan
6. Finalisasi dan susun daftar solusi potensial

Solusi yang baik akan menghasilkan rancangan ulang proses yang menuju pada
perbaikan. Ciri-ciri dari solusi yang baik adalah sebagai berikut:
1. Jelas untuk failure mode yang mana
2. Merupakan solusi jangka panjang
3. Dampak positif dari penerapan solusi lebih besar daripada dampak negatifnya
4. Objektif dan terukur
5. Jangka waktu yang jelas
6. Dapat diimplementasikan oleh staf dengan jelas siapa melakukan apa

Evaluasi terhadap Rancangan Ulang Proses


Setelah rancangan ulang proses berhasil disusun, perlu dilakukan kegiatan evaluasi
dan penentuan prioritas elemen rancangan ulang, dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Peluang untuk berhasil
 Kekuatan bertahan dari solusi yang diusulkan
 Reliabilitas dari solusi yang diusulkan
 Risiko yang merupaka dampak dari penerapan solusi
 Kemungkinan untuk dilaksanakan

14
 Penghalang selama implementasi
 Kesesuaian dengan tujuan dan misi organisasi
 Ketersediaan sumber daya
 Jangka waktu untuk implementasi
 Kemampuan untuk dapat diukur dan objektivitas

LANGKAH 7.
PROSES BARU/DESIGN BARU

Perencanaan Implementasi Rancangan Ulang Proses


Terdapat 5 pertanyaan yang harus dijawab ketika Tim FMEA telah siah untuk memulai
perencanaan implementasi rancangan ulang suatu proses baru. Lima pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana harapan, keinginan, dan kebutuhuan dari tim terhadap performa dari
proses yang telah mengalami perbaikan? Hasil yang diharapkan dapat diukur
secara kuantitatif atau kualitatif.
2. Kapan organisasi harus mencapai tujuan-tujuan dari rancangan ulang dengan
jangka waktu yang jelas?
3. Siapa pihak yang paling terkait dengan proses dan bertanggung jawab terhadap
setiap unsur desain ulang?
4. Dimana unsur desain ulang diterapkan pada pilot test?
5. Bagaimana komunikasinya? Bagaimana penerapan dari desain ulang
dikomunikasikan? Siapa saja pihak yang perlu mengetahui?

Risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat desain ulang


 Ketidaksesuaian antara input dan output
 Terlalu sederhana
 Menambah kerumitan
 Menimbulkan sistem yang tidak dapat dipercaya
 Menimbulkan keterkaitan yang erat
 Variasi dari norma atau kebiasaan umum

Strategi pengujian proses


Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menguji proses antara lain yaitu:
 Pengujian di atas kertas
- dilakukan dengan menerapkan FMEA lagi pada langkah 2, 3, dan 4 terhadap
proses re-desain
- penghitungan RPN, apakah ada penurunan nilai RPN?
 Simulasi
- diterapkan pada kondisi bebas risiko
- memungkinkan penerapan proses re-desain tanpa membahayakan pasien
 Pilot testing
mengetahui efektivitas penerapan proses re-desain di dunia nyata,
 Straregi pengumpulan data: review data, survei pre- and post, sistem pelaporan,
observasi, focus group, kehadiran di program pendidikan, penilaian kompetensi
Menerapkan siklus PDSA (Plan-Do-Study-Act)
Kegiatan analisis, pengujian, implementasi, dan monitoring proses semuanya saling
terkait satu sama lain, dan suatu masalah pada salah satu fase tersebut dapat
mempengaruhi fase-fase yang lain. Dalam rangka membantu tim melaksanakan 2
langkah terakhir FMEA, dapat digunakan suatu tool peningkatan mutu seperti siklus
PDSA. Siklus PDSA merupakan suatu pendekatan peningkatan kinerja yang mencakup
identifikasi peluang untuk desain atau desain ulang, menetapkan prioritas peningkatan
mutu, dan implementasi kegiatan peningkatan mutu.

15
Sebelum menerapkan siklus PDSA, maka ditentukan dulu model perbaikan yang akan
dilakukan. Terkait dengan hal ini, terdapat 3 pertanyaan dasar untuk mencapai
perbaikan, yaitu:
1. Apa yang diusahakan untuk dicapai?
2. Bagaimana cara mengetahui bahwa suatu perubahan merupakan suatu
perbaikan?
3. Perubahan apa yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan perbaikan?

Pada tahap plan (perencanaan), tim membuat rencana operasional untuk menguji
kegiatan perbaikan yang telah ditentukan. Tahap do melibatkan implementasi pilot test
dan pengumpulan data kinerja yang aktual. Selanjutnya selama tahap study, data yang
dikumpulkan dari pilot test dianalisis dan ditentukan apakah kegiatan perbaikan telah
mencapai outcome yang diharapkan. Tahap berikutnya adalah tahap act, yang
melibatkan pengambilan tindakan. Jika pilot test tidak berhasil, maka siklus diulang dari
awal.

Gambar 2. Siklus PDSA

Beberapa seri siklus PDSA dapat dilakukan untuk mencapai suatu target perubahan
berupa peningkatan mutu, yang disebut dengan istilah ramp cycle, seperti yang
diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Ramp cycle

LANGKAH 8.
Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses

 Menysun rencana kegiatan yang sudah dilakukan


 Apa FMEA akan dilakukan

16
 Jika akan dilakukan akan dimulai di mana, dan apa hambatan dan
dukungan yang diperkirakan ada
 Jika akan dilakukan tahapan apa yang akan di rencanakan untuk
menerapkan FMEA di unit kerja tersebut.

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Identifikasi akibat-akibat yang potensial timbul dari failure mode


2. Brainstrorming potential failure modes
3. Menentukan failure modes prioritas
4. Menentukan apakah failure modes perlu ditindak lanjuti dengan HFMEA Decision
Tree
5. Melakukan Root Cause Analysis dengan Diagram FishBone
6. Impementasi dan Monitoring Rancangan Ulang Proses

Samarinda, Mei 2017


Kepala Rumah Sakit Tk IV Samarinda,

dr.Isriyanto,SP.PD, M.Kes
Kapten Ckm NRP 11050020811077

17

Anda mungkin juga menyukai