Anda di halaman 1dari 23

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TANJUNG
Jln. Cemara No.09 Tanjung, Brebes 52254
0283 877562-877921 Tanjung Brebes
Email : puskesmastanjungbrebes@yahoo.co.id

Failure Mode,Effect and Analysis


(FMEA)
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………… ………………………………............


2

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
............................................................................. 3
B. TUJUAN .......................................................................................
........ 3
BAB. I DEFINISI ……………………………………………………………… 4

BAB II RUANG LINGKUP ..…………………………………………………… 5

BAB. III. LANGKAH-LANGKAH

1. Langkah 1. Pilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk


tim…….. .................................................................................. .. 6
2. Langkah 2. Diagram alurproses………….…………………………...... 9
3. Langkah 3. Brainsorming resikoklinisnya……..…………………... 10
4. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan …………………….. 11
5. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan…….. .. 15
6. Langkah 6. Redesain proses………………………………………… 16
7. Langkah 7. Analisa dan uji coba proses baru…………………… 17
8. Langkah 8. Implementasi danmonitor proses yang diredesain ....17
BAB V.
PENUTUP.............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................23
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tujuh langkah menuju keselamatan Puskesmas adalah upaya


untuk menggerakkan program keselamatan pasien di Puskesmas
Watubelah. Berdasarkan langkah ke enam dari tujuh langkah tersebut
yaitu Puskesmas mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang
terjadi dan minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and
Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim mutu Puskesmas


Watubelah menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect and analysis)
sebagai tool untuk penilaian risiko pada proses yang belum dilakukan,
sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan proaktif.

TUJUAN

I. Tujuan Umum
Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim mutu untuk
meningkatkan mutu layanan puskesmas melalui kegiatan redesain
proses pelayanan untuk menganalisis resiko klinis dan dampaknya

II. Tujuan Khusus


a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis
Resiko klinis
b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang
mempunyai resiko tinggi terjadi error.
c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap
proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi terjadi
error.
BAB I

DEFINISI

Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus


utama untuk asuhan perawatan pasien di Puskesmas. Sebagian besar
sistem pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah terjadinya
error.

Definisi dari FMEA (Failue Mode and Effect Analysis) adalah :

1) Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah


potensi kegagalan sebelum terjadi.
2) Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.
3) Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.

Secara umum definisinya adalah :


metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi
dan mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut
didesain  untuk meningkatkan  keselamatan pasien.
BAB II

RUANG LINGKUP

1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.


2. Membuat diagram proses.
3. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan
dampaknya.
4. Memprioritaskan modus kegagalan.
5. Identifikasi akar masalah.
6. Redesain proses
7. Analisis dan uji prose baru
8. Implementasi dan monitor perbaikan proses.
BAB III

TATA LAKSANA

Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak ( Failure Mode


Effect and Analysis / FMEA ) ada 5 tahap. Yaitu :

I. Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.


A. Pilih proses yang beresiko tinggi.

1. Proses yang beresiko tinggi meliputi :


a. Proses baru.
Misalnya : staf mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru.
b. Proses yang sedang berjalan.
Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi tabung gas
medis (O2, N2O).
c. Proses klinis.
Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium.
d. Proses non klinis.
Misalnya : mengkomunikasikan hasil laborat ke dokter atau
identifikasi pasien yang beresiko jatuh.

2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih


karakteristik.
a. Variabel individu :
 Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien,
proses pengobatan.
 Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam
pelaksanaan tugas.
b. Kompleksitas :
 Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri
puluhan langkah. Semakin banyak langkah dalam suatu proses,
semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan.
 Teori Donald Berwick bahwa :
 Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemunginan salah 1%.
 Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%
 Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%
c. Tidak standar.
Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan
kebiasaan atau prosedur yang sudah ketinggalan jaman.
Diperlukan : SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk membatasi
pengaruhdari variabel ini.
d. Proses tanpa jeda.
 Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu
berurutan tanpa jeda sehingga seringkali baru disadari terjadi
penyimpangan pada langkah berikutnya. Misal : NORUM.
 Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan
gangguan pada seluruh proses.
 Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan
penyimpangan pada langkah berikut.
 Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau
adanya langkah yang diabaikan. Kesalahan pada satu langkah
akan segera diikuti oleh kesalahan berikutnya, terutama karena
koreksi tidak sempat dilakukan.
e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.
 Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam
proses dapat menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan
resep dengan singkatan dapat menimbulkan Medication error.
 Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
f. Kultur garis komando ( Hierarchical culture ).
Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam
unit kerja dengan budaya hirarki dibandingkan dengan unit kerja
yang budayanya berorientasi tim.
Hal ini karena :
 Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang
lain.
 Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi
tentang medikasi, dosis serta elemen perawatan lainnya.
g. Keterbatasan waktu.
Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan
resiko kegagalan.

3. Pertimbangkan :
 Yang paling tinggi potensi resikonya.
 Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain
 Ketertarikan orang untuk memperbaiki.

B. Membentuk tim.
1. Komposisi tim.
a) Multidisiplin & multi personal
 Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota
tim.
 Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan
memutuskan, orang yang penting untuk penerapan perubahan
yang mungkin diperlukan, pemimpin yang memiliki
pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan
yang sesuai,
b) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)

2. Pembagian peran tim


a) Team leader
 Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.
 Mempunyai kemampuan membuat keputusan.
 Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan
dilaksanakan.
b) Fasilitator.
 Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
 Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area
yang dianalisis.
 Memandu tim dalam proses diskusi.
 Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.
 Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah
dan mendokumentasikan hasil.
 Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang
dibicarakan.
 Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
c) Expert.
 Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.
 Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa
perubahan proses.
d) Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.
e) Notulen
 Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.
 Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian.
Fungsi notulis dapat menghambat kemampuannya dalam
mengemukakan pendapat, sehingga perlu bergantian.
 Membuat dokumentasi.

II. LANGKAH 2. MEMBUAT ALUR PROSES


Pilihlah salah satu diagram / mapping Process
 Mapping Process juga dikenal sebagai Flowchart,
menggambarkan semua langkah dalam proses.
 Mapping Process membantu Tim mengidenLfikasi masalah
yang dapat diperbaiki.
 Tool ini sangat mendasar yang sebaiknya digunakan pada
langkah awal karena dapat memberikan pandangan yang
jelas tentang proses.
 Tim sebaiknya memulai dengan Process Map level tinggi
(5-12 langkah).Kemudian memilih proses yang mempunyai
masalah yang paling besar.
 Contoh :
a. Detaile
Process Map paling umum digunakan
.
b. High-Level.
Process Map tercepat, paling sederhana dan detil

c. High--‐low (Top--‐down)
Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Process
Map, namun tanpa mapping yang detil

III. Tahap 3. Brainstorm Potensial Resiko klinisnya.


Dalam tahap ke 3, proses harus menggunakan alat bantu berupa :
1. Failure Mode.
 Jenis potensi kegagalan dalam proses untuk memenuhi
persyaratan atau tujuan proses.
 Berasal dari proses yang tidak sempurna.
 Menyebabkan dampak.
 Contoh : tidak berfungsi, fungsi menurun, fungsi menyimpang,
jatuh, salah identifikasi dll.
2. Efek.
 Akibat dari kegagalan, yang mengganggu / merugikan.
 Dirasakan pasien
 Contoh : keterlambatan penanganan, kematian, cacat, kerusakan
jaringan, tidak dapat diperbaiki, melanggar ketentuan, kerugian
finansial.
Contoh diagram 1 proses
No Sub Proses Failure Mode Effect
1. Print charge Charge slip & Dampak pada pasien :
slip & etiket etiket berbeda dg salah obat, salah harga,
resep terapi irasional
Dampak pada
pengunjung : -
Dampak pada staf :
komplain pasien, sangsi
atasan
Peralatan / fasilitas : -
Charge slip & Dampak pada pasien :
etiket buram salah minum obat
Dampak pada
pengunjung : -
Dampak pada staf :
komplain dari pasien

IV. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan.


 Seberapa parah efek yang ditimbulkan.
Tingkat kefatalan dampak menggunakan alat bantu berupa tabel
Severity.
 Seberapa sering potensi penyebab terjadi.
Tingkat kemungkinan terjadi menggunakan alat bantu berupa tabel
Occurrence.
 Seberapa mudah potensi penyebab terdeteksi.
Kemampuan deteksi dari sistem yang ada menggunakan tabel
Detection.

Risk Priority number (RPN)


Sering digunakan untuk mengkalkulasi kritisnya keadaan sebagai
suatu a risk priority number (RPN), juga disebut Criticality Index (CI),
berdasarkan derajat Severity,Probability dan Deteksi.

Risk Priority Number = severity x Occurence x Detection


 Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi
perhatian untuk diatasi / menjadi PRIORITAS.
 Memilih skala peringkat :
 JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang
harus digunakan dalam menilai modus kegagalan.
 Skala yang dipilih adalah skala 1-10

A. Severity
 Yaitu efek pada pelanggan.
 Nilai 10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1adalah
pelanggan tidak nyaman.
 Contoh skala 1-10
RATING DESKRIPSI DEFINISI

1. Dampak minor atau tidak Tidak akan disadari oleh orang yang
ada mengalami dan tidak mempengaruhi
proses

2. Dapat mempengaruhi orang yang


mengalami dan akan sedikit
berpengaruh pada proses.

3. Dampak moderat Dapat berpengaruh pada orang yang


mengalami & menyebabkan dampak
serius pada proses.

4. Cedera ringan Akan berpengaruh pada orang dan


menyebabkan dampak serius pada
proses.

5. Cedera berat Akan mengakibatkan cedera serius


pada orang & menyebabkan dampak
serius pada proses.

6. Bencana, cacat seumur Sangat berbahaya : kegagalan akan


hidup / meninggal menyebabkan kematian pada orang
yang dilayani & menyebabkan
dampak serius pada proses.

B. Occurance
 Contoh skala 1-10
DESKRIPSI KEMUNGKINAN DEFINISI
1 Sangat jarang 1 dalam 10.000 Tidak ada / sedikit diketahui
& hampir terjadinya, sangat tidak mungkin
tidak ada kondisi akan pernah terjadi

3 Kemungkinan 1 dalam 5.000 Mungkin, tapi tidak diketahui


rendah datanya, kondisi terjadi dalam
kasus terisolasi, tetapi
kemungkinannya rendah

5 Kemungkinan 1 dalam 200 Didokumentasikan, tetapi


moderat jarang, kondisi tersebut memiliki
kemungkinan cukup besar
terjadi

7 Kemungkinan 1 dalam 100 Didokumentasikan & sering,


tinggi kondisi tersebut terjadi sangat
teratur dan / selama jangka
waktu yang wajar.

9 Yakin terjadi 1 dalam 20 Didokumentasikan, hampir


pasti, kondisi tersebut pasti
akan terjadi selama periode
panjang yang spesifik untuk
langkah / hubungan tertentu

10 Selalu terjadi 1 dalam 10

C. Detection
 Menggunakan skala 1-10

1 Pasti terdeteksi 10 dari Hampir selalu terdeteksi dengan


10 segera

3 Kemungkinan 7 dari Mungkin terdeteksi


rendah 10

5 Kemungkinan 5 dari Kemungkinan sedang terdeteksi


moderat 10

7 Kemungkinan 2 dari Tidak akan terdeteksi dengan


tinggi 10 mudah

9 Hampir pasti tidak 0 dari Tidak mungkin terdeteksi tanpa


terdeteksi 10 upaya serius

10 Tidak ada upaya Tidak ada mekanisme deteksi


deteksi atau proses baru
Prioritaskan Modus Kegagalan

 Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan


prioritas tindakan.
 Jika modus kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat
memilih “cut off point” untuk menentukan prioritas.
o Nilai dibawah cutoff point tidak memerlukan tindakan
segera kecuali tersedia waktu.
o Nilai di atas cutoff point , harus dilakukan eksplorasi.

Tabel RPN dan Criticality

No Sub Failure Effect S Potential O D RPN


Proses Mode Cause
1. Print Charge Dampak 9 Petugas salah 3 7 189
charge slip & pada pasien : input
slip & etiket salah obat,
etiket berbeda salah harga,
dg resep terapi
irasional
Dampak
pada
pengunjung :
-
Dampak
pada staf :
komplain
pasien,
sangsi
atasan
Peralatan /
fasilitas : -
Charge Dampak Tinta mesin 4 1 36
slip & pada pasien : printer hampir
etiket salah minum habis
buram obat
Dampak
pada
pengunjung :
-
Dampak
pada staf :
komplain
dari pasien

Target RPN = 150


Maka :
 Dibawah 150 resiko diterima oleh Puskesmas.
 Diatas atau sama dengan 150 maka resiko akan di kontrol
atau dieleminasi dengan rencana tindak lanjut.

V. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan.


 Dalam konteks FMEA : RCA digunakan untuk menganalisa
kemungkinan salah dalam Proses dan sistem.
 Desainnya adalah Kegagalan dimasa datang bisa dicegah. Kalaupun
tidak dapat dicegah, pasien harus di proteksi terhadap dampak
kegagalan tsb atau Dampak di mitigasi. Alat bantu yang bisa
digunakan untuk analisa akar penyebab :
1. Brainstorming.
Analisa akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang
tidak terbatas untuk menemukan akar masalah dari semua
pihak dalam proses perbaikan.
Tujuan : untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu
minimum melalui proses kreatif dalam kelompok.

2. Cause & Effect Diagram.


Analisa akar penyebab : ketika masalah memiliki beberapa
penyebab.
Tujuannya : untuk menampilkan gambaran yang jelas dari
beberapa hubungan sebab akibat antara hasil dan faktor yang
mempengaruhi.
Menggunakan 5 faktor yaitu = 5 M + 1 E
1 Tulang mencakup “Why” sebanyak 5 kali.
VI. Langkah 6. Redesain Proses.
Hal yg perlu dilakukan adalah :
a) Lakukan studi literatur untuk mengumpulkan informasi dari
literatur ilmiah.
b) Belajar dari Puskesmas lain dalam mengatasi masalah untuk
problem yang sama.
c) Berkomitmen untuk mencapai berubahan baru dalam cara
pandang baru.
Strategi Redesain
1) Desain atau desain ulang proses untuk eleminasi peluang
terjadinya kegagalan (mencegah terjadinya kegagalan).
2) Mencegah kegagalan sampai ke pasien dg meningkatkan
deteksi kegagalan.
3) Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke
pasien.

VII. Langkah 7. Analisis dan Uji Coba Proses Baru.


I. Panduan Analisis.
a. Bagaimana proses baru tersebut dapat diterapkan.
b. Kapan proses yg baru akan diterapkan
c. Siapa yang akan bertindak & bertanggung jawab.
d. Dimana proses baru tersebut akan diterapkan.
II. Panduan Pengujian.
a. Pengujian diatas kertas.
b. Simulasi
c. Uji coba terbatas.
III. Pengumpulan Data.
a. Tinjauan terhadap catatan hasil pengujian,
b. Survei sebelum dan sesudah perubahan.
c. Sistem pelaporan.
d. Pengamatan di lapangan
e. Diskusi kelompok terfokus (FGD).
f. Kehadiran pada program pendidikan.
g. Evaluasi kompetensi.

VIII. Langkah 8. Implementasi dan Monitor Proses yang Diredesain.


A. Strategi perubahan.
 Buat ‘sense of urgency’
 Bentuk tim pemandu.
 Buat visi dan strategi
 Komunikasikan visi yang berubah.
B. Strategi pemantauan.
 Dokumentasikan seluruh hasil proses yang baru, masukkan ke
dalam prosedur (sehingga menjadi standar baru).
 Berikan training dan sosialisasi menyeluruh.
 Jaga kestabilan proses selama beberapa waktu untuk
memastikan kekonsistenannya.

Contoh Tabel Implementasi dan Pemantauan :

Hasil Kegiatan

PIC Dateline
Tindakan yg
(penanggung (Batas S O D RPN
diambil
jawab) waktu)

Obat dg nama yg Michael 15 April 10 3 3 90


sama namun
berbeda
sediaannya ,
diletakkan
terpisah ( di rak
yg berbeda)

Tindakan dan pengukuran outcome


1) Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di :
 Kontrol.
 Eliminasi.
 Terima.
2) Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang
akan dieliminasi atau dikontrol.
3) Identifikasi ukuran outcome yang digunakan untuk analisa dan uji
re-desain proses.
4) Identifikasi penanggung jawab dan deadline / target waktu untuk
melaksanakan tindakan tersebut.
5) Tentukan apakah perlu dukungan direktur atau tidak untuk
menjalankan proses baru tersebut.
6) Lakukan pengukuran S, O dan D kembali setelah tindak lanjut
dilakukan.
7) Hitung kembali nilai RPN baru.
8) Jika nilai RPN sudah mencapai target maka cari kembali nilai RPN
yang masih diatas target.
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi dalam buku panduan ini adalah :
Menuliskan semua langkah dalam bentuk form yang tersedia sebagai
berikut :

2
LANGKAH 3B GAMBARKAN ALUR SUB PROSES
Jelaskan Sub Proses kegiatan yang dipilih

A B C D E F

Cantumkan beberapa Sub Proses untuk setiap tahapan proses

Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan Modus Kegagalan

1. __________ 1. __________ 1. __________ 1. ___________ 1. ___________ 1. ___________

2. __________ 2. __________ 2. __________ 2. ____________ 2. ___________ 2. ___________

3. __________ 3. __________ 3. __________ 3. ____________ 3. ___________ 3. ___________

4. __________ 4. __________ 4. __________ 4. ____________ 4. ___________ 4. ___________

5. __________ 5. __________ 5. __________ 5. ____________ 5. ___________ 5. ___________

HFMEA : Healthcare Failure Mode Effect and Analysis

Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan


Criticality

No Sub Failure Effect S Potential O D RPN


Proses Mode Cause
Dampak
pada pasien
:
Dampak
pada
pengunjung
:
Dampak
pada staf :
Peralatan /
fasilitas : -
Dampak
pada pasien
:
Dampak
pada
pengunjung
:
Dampak
pada staf :
Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan.

Hasil Kegiatan

PIC Dateline
Tindakan yg
(penanggung (Batas S O D RPN
diambil
jawab) waktu)

1) Pengorganisasian tim kerja.


2) Mekanisme kerja yaitu langkah-langkah dalam proses AMKD /
FMEA.
3) Prosedur yang dilaksanakan, mengunakan :
 SPO Pelayanan / Peralatan Medis yang diperlukan.
 SPO Analisis Resiko klinis (AMKD).
 Surat Keputusan penetapan orang-orang yang terlibat.
 Surat tugas petugas yang terlibat tim.
4) Laporan AMKD yang telah dibuat untuk satu analisis.
5) Salinan Kebijakan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan
oleh tim.
BAB V

PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam


menjalankan layanan

pasien yang aman, khususnya dalam rangka mencegah kesalahan


identifikasi pasien.

Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan
ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan
dan standar akreditasi - baik Akreditasi Nasional 2012 maupun standar
Internasional.
DAFTAR PUSTAKA

1. Daud A. 2008, Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen resiko


Klinis di Puskesmas : Cegah Cedera Melalui Implementasi Keselamatan
Pasien Dengan Redesain Proses (Analisa HFMEA), IMR, Jakarta.
2. Komisi Akreditasi Puskesmas, 2012. Panduan Penyusunan Dokumen
Akreditasi, IMR, Jakarta.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Panduan Nasional
Keselamatan pasien Puskesmas-Edisi 2. Depkes, Jakarta.
4. Komite Keselamatan Pasien Puskesmas (KKP-RS), 2008. Pedoman
Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)-Edisi 2. KKP-RS, Jakarta.
5. Buku FMEA, JCI Edisi Ke-3.

Anda mungkin juga menyukai