Keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien agar lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien , pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko.Sistem ini mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sebagai bentuk komitmen dan keterlibatan seluruh staf pada keselamatan
pasien, maka seluruh staf di Rumah Sakit Umum Daerah dr La Palaloi harus mampu
untuk melakukan manajemen risiko untuk pengelolaan insiden. Panduan FMEA (Failure Mode
and Effect Analysis) ini menjabarkan bagaimana tahapan melakukan FMEA
Maros,
Tim Penyusun
KMKP Rumah Sakit
Rosmini
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. TUJUAN ............................................................................................................................. 2
iii
A. LATAR BELAKANG BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Depkes RI, edisi
2 tahun 2008, rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi
kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel. Memiliki budaya
keselamatan pasien akan mendorong terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan semua
komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi. Hal ini bertujuan
menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu, dan lebih melihat kepada sistem
dimana individu tersebut bekerja (pendekatan sistem).
Semua jenis insiden keselamatan pasien mengandung 4 (empat) komponen dasar yaitu
faktor penyebab, faktor waktu, dampak dan faktor mitigasi. Salah satu teknik analisis yang biasa
digunakan dalam menganalisa kegagalan suatu sistem adalah analisis akar penyebab (Root Cause
Analysis). RCA adalah sebuah metode yang terstruktur yang digunakan untuk menemukan akar
penyebab dari masalah kerusakan poros. Saat ini Pendekatan Analisis Akar Masalah banyak
digunakan di lingkungan pelayanan kesehatan/ rumah sakit untuk menyelesaikan masalah akibat
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Sentinel Event untuk Program Keselamatan Pasien.
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSUD dr La Palaloi dilakukan
dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen resiko disemua unit.
Perbedaan RCA dengan FMEA, yaitu RCA merupakan pendekatan analisis sistem yang reaktif
sementara FMEA Merupakan pendekatan proaktif untuk mencegah kegagalan sistem.
Persamaan RCA dengan FMEA, yaitu :
1. Harus ada komitmen pimpinan.
2. Bertujuan mengurangi kemungkinan cidera yang akan terjadi.
3. Mencakup identifikasi kondisi-kondisi yang menimbulkan cidera.
4. Merupakan metode analisis non statistical.
5. Merupakan aktifitas sebuah tim yang memerlukan dukungan SDM, waktu, material dan
penunjang lainnya.
1
RCA dan FMEA saling berhubungan, bagian pendekatan yang satu dapat digunakan pada
bagian pendekatan yang lainnya. FMEA dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi
perubahan strategi hasil analisa dengan RCA. Pendekatan FMEA dapat melihat titik-titik
potensial kegagalan berbagai proses dan kemudian mengidentifikasi kegagalan-kegagalan baru
yang ditimbulkan dari penerapan proses baru. RCA dapat digunakan untuk mengidentifikais
proses-proses mana saja yang membutuhkan FMEA dan kemudian menentukan akar
permasalahan secara spesifik.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Buku panduan ini sebagai dasar bagi Komite Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD dr La
Palaloi untuk meningkatkan mutu layanan RS melalui kegiatan redesain proses pelayanan
untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya
2. Tujuan Khusus
a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan
Dampak
b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi
terjadi error.
c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan
yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.
2
BAB II
DEFINISI
Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus utama untuk asuhan perawatan pasien di
rumah sakit. Sebagian besar sistem pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah terjadinya error.
1) Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan sebelum
terjadi.
2) Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.
3) Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.
Secara umum definisinya adalah : metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan
mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut didesain untuk meningkatkan
keselamatan pasien.
3
BAB III
RUANG
LINGKUP
4
BAB IV
TATA LAKSANA FMEA
Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak ( Failure Mode Effect and Analysis / FMEA ) ada 5
tahap. Yaitu :
5
c) Tidak standar.
Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan kebiasaan atau
prosedur yang sudah ketinggalan jaman.
Diperlukan : SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk membatasi pengaruhdari
variabel ini.
d) Proses tanpa jeda.
i. Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan tanpa jeda
sehingga seringkali baru disadari terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya.
Misal : NORUM.
ii. Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan gangguan pada seluruh
proses.
iii. Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan penyimpangan pada langkah
berikut.
iv. Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya langkah yang
diabaikan. Kesalahan pada satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan
berikutnya, terutama karena koreksi tidak sempat dilakukan.
3) Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.
a) Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam proses dapat
menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan resep dengan singkatan dapat
menimbulkan Medication error.
b) Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
4) Kultur garis komando ( Hierarchical culture ).
Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan budaya
hirarki dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya berorientasi tim. Hal ini karena :
a) Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang lain.
b) Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi tentang medikasi, dosis
serta elemen perawatan lainnya.
5) Keterbatasan waktu.
Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan resiko kegagalan.
6
c. Pertimbangkan :
1) Yang paling tinggi potensi resikonya.
2) Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain
3) Ketertarikan orang untuk memperbaiki.
2. Membentuk tim.
a. Komposisi tim.
1) Multidisiplin & multi personal
a) Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota tim.
b) Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan memutuskan, orang yang
penting untuk penerapan perubahan yang mungkin diperlukan, pemimpin yang
memiliki pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan yang sesuai,
2) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)
3) Pembagian peran tim
b. Team leader
1) Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.
2) Mempunyai kemampuan membuat keputusan.
3) Orang yang memiliki „critical thinking‟ saat perubahan akan dilaksanakan.
c. Fasilitator.
1) Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.
2) Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area yang dianalisis.
3) Memandu tim dalam proses diskusi.
4) Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.
5) Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah dan
mendokumentasikan hasil.
6) Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang dibicarakan.
7) Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.
d. Expert.
1) Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.
2) Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa perubahan proses.
e. Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.
7
f. Notulen
1) Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.
2) Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian. Fungsi notulis dapat
menghambat kemampuannya dalam mengemukakan pendapat, sehingga perlu bergantian.
3) Membuat dokumentasi.
Contoh :
a. Detaile
Process Map paling umum digunakan
8
b. High-Level.
Process Map tercepat, paling sederhana dan detil
c. High--‐low (Top--‐down)
Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Process Map, namun tanpa mapping
yang detil
9
Contoh diagram 1 proses
Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi perhatian untuk diatasi /
menjadi PRIORITAS. Memilih skala peringkat :
JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus digunakan dalam menilai
modus kegagalan.
Skala yang dipilih adalah skala 1-10
10
2. Severity
Yaitu efek pada pelanggan. Nilai 10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1 adalah pelanggan
tidak nyaman. Contoh skala 1-10
2 Dampak sangat kecil Tidak akan disadari oleh orang yang mengalami
dan tidak mempengaruhi proses
3 Dampak kecil Dapat mempengaruhi orang yang mengalami dan
akan sedikit berpengaruh pada proses
11
3. Occurance ( F r e k u e n s i d a r i d a m p a k )
10 Selalu terjadi >1 dalam 2 Didokumentasikan dan selalu terjadi pada langkah
atau hubungan tertentu
12
4. Detection
Menggunakan skala 1-10
Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas tindakan. Jika modus
kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat memilih “cut off point” untuk menentukan
prioritas.
a. Nilai dibawah cut off point tidak memerlukan tindakan segera kecuali tersedia waktu.
b. Nilai di atas cut off point , harus dilakukan eksplorasi.
13
Tabel RPN dan Criticality
14
1. Brainstorming.
Analisa akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang tidak terbatas untuk
menemukan akar masalah dari semua pihak dalam proses perbaikan.
Tujuan : untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu minimum melalui proses kreatif
dalam kelompok.
15
b. Mencegah kegagalan sampai ke pasien dg meningkatkan deteksi kegagalan.
c. Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.
16
2. Strategi pemantauan.
a. Dokumentasikan seluruh hasil proses yang baru, masukkan ke dalam prosedur (sehingga
menjadi standar baru).
b. Berikan training dan sosialisasi menyeluruh.
c. Jaga kestabilan proses selama beberapa waktu untuk memastikan
kekonsistenannya.
Hasil Kegiatan
PIC
Tindakan yg diambil Dateline S O D RPN
(penanggung jawab)
(Batas waktu)
17
BAB V
DOKUMENTASI FMEA
18
3B GAMBARKAN ALUR SUB PROSES
LANGKAH
A B C D E F
1. 1. 1. 1. 1. 1.
2. 2. 2. 2. 2. 2.
3. 3. 3. 3. 3. 3.
4. 4. 4. 4. 4. 4.
5. 5. 5. 5. 5. 5.
Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality
Dampak pada
pengunjung :
Dampak pada staf :
Peralatan /
fasilitas : -
Dampak pada
pasien :
Dampak pada
pengunjung :
Dampak pada
staf :
19
Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan.
Hasil Kegiatan
PIC
Tindakan yg diambil Dateline S O D RPN
(penanggung jawab)
(Batas waktu)
Hasil Kegiatan
PIC
Tindakan yg diambil Dateline S O D RPN
(penanggung jawab)
(Batas waktu)
20
BAB VI
DOKUMENTASI RCA
Dokumentasi pelaksanaan Analisis Akar Masalah/Root Cause Analysis adalah pengumpulan bukti
pelaksanaan:
1. SPO RCA
2. Laporan insiden unit
3. Daftar hadir, notulen antara Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
4. Pengorganisasian Tim kerjan
5. Hasil dokumentasi saat pengumpulan data.
6. Bukti laporan RCA yang telah dibuat untuk satu insiden dan usulan, rekomendasi dan solusi dari Tim
yang diaporkan ke Direktur.
7. Sosialisasi hasil temuan Tim RCA kepada unit-unit
8. Bukti sosialisasi dengan bentuk informasi tertulis, bukti ekspedisi dan koordinasi (buktinya
notulen dan daftar hadir) hasil keputusan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan Tim berupa
SPO Baru/Redesain SPO/Redasain Proses dan lain-lain.
21
BAB VII
PENUTUP
Analisis Akar Masalah ini merupakan proses yang sistematis dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian.
Harapannya Buku Pedoman Analisis Akar masalah yang ditetapkan di rumah sakit ini, menjadi
acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan program keselamatan pasien dan mutu pelayanan pasien.
Hasil analisis akan menjadi pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama di kemudian hari.
Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien yang aman,
khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih jauh dari sempurn
22
23
24
25
26
BAB V
DOKUMENTASI
RCA
Dokumentasi pelaksanaan Analisis Akar Masalah/Root Cause Analysis adalah pengumpulan bukti
pelaksanaan:
9. SPO RCA
10. Laporan insiden unit
11. Daftar hadir, notulen antara Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
12. Pengorganisasian Tim kerjan
13. Hasil dokumentasi saat pengumpulan data.
14. Bukti laporan RCA yang telah dibuat untuk satu insiden dan usulan, rekomendasi dan solusi dari Tim
yang diaporkan ke Direktur.
15. Sosialisasi hasil temuan Tim RCA kepada unit-unit
16. Bukti sosialisasi dengan bentuk informasi tertulis, bukti ekspedisi dan koordinasi (buktinya
notulen dan daftar hadir) hasil keputusan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan Tim berupa
SPO Baru/Redesain SPO/Redasain Proses dan lain-lain.
27
BAB VI
PENUTUP
Analisis Akar Masalah ini merupakan proses yang sistematis dimana faktor-faktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian.
Harapannya Buku Pedoman Analisis Akar masalah yang ditetapkan di rumah sakit ini, menjadi
acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan program keselamatan pasien dan mutu pelayanan pasien.
Hasil analisis akan menjadi pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama di kemudian hari.
Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien yang aman,
khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih jauh dari sempurn
28
29
30