Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN FMEA

(FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS)

BAB I

DEFINISI
A. PENGERTIAN
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan:

1. Suatu cara sistematik untuk mengidentifikasi dan mencegah


permasalahan-permasalahan dalam suatu proses atau kegiatan
sebelum permasalahan tersebut terjadi
2. Suatu tool yang bersifat proaktif untuk membantu penyusunan desain
proses baru atau perbaikan proses yang sudah ada
3. Pelaksanaanya tidak memerlukan suatu kejadian yang tidak diinginkan
sebagai latar belakang

B. KONSEP-KONSEP FMEA
FMEA mempunyai beberapa konsep-konsep dasar yang harus dipahami,
antara lain sebagai berikut:
1. Failure mode, yaitu suatu cara/kondisi dimana suatu proses dapat
mengalami kegagalan
2. Akibat yang mungkin timbul (potential effect). Setiap kegagalan
mempunyai akibat-akibat yang potensial timbul, beberapa akibat
mempunyai kecenderungan untuk lebih sering terjadi daripada akibat
lain.
3. Risiko kegagalan. Setiap akibat yang mungkin timbul mempunyai
risiko relatif yang berkaitan dengan akibat tersebut. Di pelayanan
kesehatan, risiko kegagalan dan akibat yang ditimbulkannya
ditentukan oleh dua faktor kunci, yaitu:
a. Keparahan (severity), merupakan konsekuensi jika suatu
kegagalan terjadi
b. Tingkat kejadian (occurance), yaitu kemungkinan, frekuensi dari
terjadinya suatu kegagalan
4. Risk Priority Number (RPN), merupakan nilai yang menunjukkan
keparahan dan tingkat kejadian dari setiap potensi kegagalan. Nilai
RPN diperolah dari perkalian antara severity, occurance, dan
detectability.

1
PEDOMAN AKREDITASI
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Dari Kegiatan


Ruang Lingkup dari kegiatan tersebut adalah:
1. Identifikasi area-area berisiko tinggi
2. Memilih paling tidak satu proses berisiko tinggi setiap tahun
3. Menerapkan FMEA
4. Membuat rancangan/desain ulang proses untuk meminimalkan risiko
kegagalan
5. Menguji dan menerapkan rancangan/desain ulang proses
6. Mengukur efektivitas
7. Mengimplementasikan strategi untuk mempertahankan perubahan

B. Proses Yang Berisiko Tinggi


Pengertian dari proses yang berisiko tinggi adalah proses yang
melibatkan risiko atau dapat menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan
KTD). Beberapa contoh dari proses yang berisiko tinggi adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan obat yang terkendali
2. Tindakan fiksasi/ isolasi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
3. Pelayanan yang ditujukan bagi populasi dengan risiko tinggi
4. Tindakan resusitasi

2
PEDOMAN AKREDITASI
BAB III

TATA LAKSANA

A. LANGKAH-LANGKAH FMEA

Dalam melakukan FMEA terdapat 8 langkah yang harus dilalui, yaitu


sebagai berikut:
1. Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim
(Select a high-risk process and assemble a team)
2. Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3. Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang
ditimbulkan
(Brainstorm potential failure modes and determine their effects)

4. Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)

5. Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes (Identify root


causes of failure modes)

6. Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)

7. Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new process)

8. Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses (Implement and monitor


the new process)

B. RINGKASAN 8 LANGKAH PELAKSANAAN FMEA


Deskrip
Langkah si
1 Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan
membentuk tim

(Select a high-risk process and assemble a team)


2 Menyusun diagram proses (Diagram the process)
3 Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang
ditimbulkan (Brainstorm potential failure modes and
determine their effects)
4 Menentukan prioritas failure modes (Prioritize failure modes)
5 Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes
(Identify root causes of failure modes)
6 Membuat rancangan ulang proses (Redesign the process)
7 Analisa dan pengujian proses baru (Analyze and test the new
process)
8 Implementasi dan monitoring rancangan ulang proses
(Implement and monitor the new process)
4
3
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 1.
Menentukan proses yang mempunyai resiko tinggi dan membentuk tim
Karakteristik proses yang memiliki risiko tinggi. Dalam hal pemilihan proses
yang akan dianalisis dengan FMEA, maka perlu memperhatikan karakteristik
proses yang memiliki risiko tinggi sebagai berikut:
a. input yang bervariasi
b. kompleks
c. tidak ada/kurangnya standar
d. langkah-langkahnya terkait erat satu sama lain
e. tergantung pada intervensi manusia
f. orientasi/budaya hirarkis versus tim
g. batas waktu pelaksanaan yang ketat
h. batas waktu pelaksanaan yang longgar

A. TIM FMEA
Tim yang efektif beranggotakan kurang dari 10 orang, sedangkan
tim dikatakan ideal bila beranggotakan 4-8 orang (tergantung proses
yang dianalisis dan area yang terpengaruh).
Komposisitim FMEA seharusnya mencakup individu-individu di bawah ini:
a. individu paling dekat dengan kejadian terkait
b. individu yang terpengaruh dengan penerapan perubahan
c. pemimpin dengan pengetahuan dasar luas, dihormati,dan
mempunyai kredibilitas
d. individu yang berwenang mengambil keputusan
e. individu-individu dengan pengetahuan dasar /disiplin ilmuyang
berbeda-beda
B. Misi dan Cakupan Tim FMEA
Pertanyaan-pertanyaan terkait misi dan dan cakupan tim antara lain
sebagai berikut:
1. Apakah misi tim FMEA? Misalnya, apakah untuk menerapkan FMEA
dan mengajukan rekomendasi perbaikan? Atau apakah untuk
menerapkan FMEA dan mengimplementasikan perbaikannya?
2. Sumber-sumber apa saja yang disediakan oleh pemimpin untuk FMEA
3. Kapan batas waktu yang diharapkan bagi penyelesaian FMEA?
4. Bagaimana perkembangan seharusnya dari pelaksanaanFMEA?
Pelaporannya
4
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 2.
Menyusun diagram proses

Penyusunan diagram alur proses. Hal-hal yang perlu diperhatikan


dalam menyusun diagram alur proses antara lain:
1. Partisipasi dari berbagai disiplin ilmu yang terlibat/terkait proses
2. Alokasikan waktu yang cukup untuk langkah ini
3. Susun selengkap mungkin
4. Beberapa software dapat digunakan untuk membantu penyusunan
diagram Berikut ini adalah contoh diagram alur proses dari pelayanan obat:

Gambar 1. Diagram alur proses pelayanan obat

5
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 3.

Brainstorming potential failure modes dan akibat-akibat yang ditimbulkan.


Langkah 3a. Menetapkan bagaimana setiap tahapan proses dapat
mengalami kegagalan .Setelah Tim FMEA berhasil menyusun diagram
proses, selanjutnya dilakukan identifikasi failure modes. Tahapan identifikasi
ini dilakukan melalui brainstorming dimana anggota tim dituntut untuk berpikir
“di luar kotak”, berpikir di luar cakupan praktik dan visi yang biasa dilakukan
setiap hari. Hasil brainstorming tersebut kemudian didokumentasikan pada
lembar kerja.

Langkah 3b. Menetapkan akibat-akibat dari setiap failure mode


Akibat dari failure mode adalah hal-hal apa saja yang dapat terjadi bila failure
mode benar-benar terjadi. Setiap failure mode dapat mempunyai satu atau
lebih akibat. Akibat dari failure mode dapat bersifat langsung atau tidak
langsung, jangka panjang atau jangka pendek, serta kemungkinan besar atau
kemungkinan kecil terjadi.
Tabel 1. Akibat-akibat dari failure mode pada proses pelayanan obat
Berikut ini contoh akibat-akibat dari setiap failure mode pada pelayanan obat
Failure Mode Akibat
Tulisan tidak dapat dibaca Salah obat, dosis, frekuensi, dan cara
pemberian
Permintaan obat tidak lengkap Salah dosis, frekuensi, cara pemberian
Bukan obat yang ada dalam Biaya lebih mahal
formularium
Penggunaan singkatan yang Salah dosis
tidak lazim
Nama obat yang mirip Salah obat
Tidak mengikuti prosedur klinis Salah obat, dosis, frekuensi, cara
yang telah disetujui pemberian

Kegiatan brainstorming dapat membantu tim FMEA dalam mencari


sebanyak mungkin akibat-akibat yang mungkin timbul dari failure mode. Pada
kegiatan ini, pertanyaan kunci yang harus dimunculkan pada setiap failure
mode adalah “jika failure mode ini terjadi, konsekuensi apa yang mungkin
berakibat pada perawatan/pelayanan pasien?”. Hasil identifikasi akibat-akibat
dari failure mode tersebut didokumentasikan pada lembar kerja
6
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 4.
Menentukan Prioritas Failure Modes
Langkah 4a. Menentukan nilai keparahan (severity) untuk setiap kegagalan
menggunakan Skala Nilai Keparahan .Tingkat keparahan dari seriap failure
mode harus ditetapkan. Pada konteks ini, keparahan berkaitan dengan
tingkat keseriusan dari cedera atau dampak yang dapat ditimbulkan bila
suatu akibat dari failure mode terjadi. Berikut ini skala nilai yang dapat
digunakan oleh tim FMEA dalam menentukan tingkat keparahan suatu failure
mode.
Tabel 2. Skala Nilai Keparahan ( Severity )
LEVEL DESKRIPSI CONTOH

1 MINOR Tidak akan dirasakan / diketahui oleh pasien dan


tidak akan berefek pada proses
Dapat berdampak pada pasien dan dapat

2 MODERAT menimbulkan beberapa


Kegagalan dapat efek padaproses
mempengaruhi prosespelayanan

kesehatan tetapi menimbulkan kerugian minor


Dapat berdampak pada pasien dan dapat
menimbulkan efek yang sangat besar
3 MAYOR Kegagalan menyebabkan kerugian yang lebih
besar terhadap pasien

4 MAYOR INJURY Dapat membuat pasien mengalami luka parah dan


menimbulkan efek yang besar pula pada proses

5 TERMINAL Sangat bahaya: kegagalan akan berakibat pada


INJURY kematian dan menimbulkan efek yang sangat
besar terhadap proses

Proses penentuan tingkat keparahan oleh tim FMEA merupakan suatu


proses yang subjektif yang melibatkan pertimbangan profesional, intuisi, dan
pada waktu yang sama, imajinasi. Keputusan mengenai berapa nilai
keparahan dari failure mode dicatat pada lembar kerja

7
PEDOMAN AKREDITASI
Langkah 4b. Menentukan nilai probabilitas kejadian (probability of occurrance)
untuk setiap kegagalan menggunakan Skala Nilai Kejadian.Probabilitas kejadian
adalah kecenderungan sesuatu akan terjadi. Jika suatu failure mode atau
akibatnya telah terjadi, maka data yang telah ada dapat digunakan untuk
membatu tim dalam menentukan probabilitas kejadian. Akan tetapi jika data
belum tersedia, maka tim harus menggunakan pertimbangan profesional dalam
hal ini

Tabel 3. Skala Nilai Kejadian (Occurrance)

level DESKRIPSI CONTOH


5 Sangat sering dan pasti Sangat sering muncul, mungkin beberapa kali
dalam 1 bulan
4 Sering (Frequent) Hampir sering muncul dalam waktu yang relatif
singkat (mungkin terjadi beberapa kali dalam 1

3 Kadang – kadang tahun)


Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi
(Occasional) beberapa kali dalam 1 sampai 2 tahun)
2 Jarang (Uncommon) Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi dalam
> 2 sampai 5 tahun)
1 Hampir tidak pernah Jarang terjadi (dapat terjadi dalam > 5 sampai
(Remote) 30 tahun)

Tingkat kemungkinan terdeteksi (detectability)

Selain tingkat keparahan dan probabilitas, tim FMEA juga dapat


menentukan tingkat kmungkinan terdeteksi dari setiap failure mode. Tingkat
kemungkinan terdeteksi merupakan derajat yang menunjukkan seberapa
kemungkinan suatu kejadian dapat ditemukan atau diketahui.

Tabel 4. Skala Nilai terdeteksi (detectability)


Level Deskripsi

5 Tidak mungkin terdeteksi

4 Kemungkinan kecil terdeteksi

3 Mungkin terdeteksi

2 Sangat mungkin terdeteksi

1 Selalu terdeteksi

8
PEDOMAN AKREDITASI
Langkah 4c. Menghitung dan menentukan prioritas Risk Priority Number
untuk setiap failure mode. Salah satu cara untuk mengukur tingkat
kegawatan adalah dengan menghitung risk priority number (RPN),
berdasarkan keparahan, probabilitas kejadian, dan kemungkinan terdeteksi.
Nilai RPN digunakan untuk menentukan ranking prioritas untuk analisis
failure mode lebih lanjut.
Risk Priority Number (RPN) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RPN = Nilai keparahan x Nilai probabilitas kejadian x Nilai kemungkinan terdeteksi

Menentukan Prioritas Failure Mode


Failure modes harus diurutkan ranking nya untuk menetapkan prioritas
tindakan. Penentuan prioritas ini penting karena dengan keterbatasan
sumber daya, tim FMEA tidak bisa melakukan analisis, perbaikan, dan desain
ulang untuk setiap failure mode. Tim yang telah melakukan penghitungan
RPN dapat menetapkan nilai batas RPN untuk menentukan failure mode
yang akan ditindaklanjuti pada langkah 5 dan seterusnya.
Sesuai dengan bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan
terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas,
tindakan dapat hanya berupatoleransi dan pencatatan.Namun bila risiko yang
terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka
ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau ditransfer, atau
bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.

Langkah 4.d Membuat analisis dampak (hazard analysis) :


Hazard analysis bertujuan untuk menentukan tingkat akibat yang mungkin
diakibatkan suatu resiko berdasarkan skala dampak (tabel 1) dan skala
probabilitas.

9
PEDOMAN AKREDITASI
Tabel 5. Skala Dampak Hazard Analyisis

DAMPAK MINOR MODERAT 2 MAYOR KATASTROPIK


1 3 4

Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kegagalan


yang tidak dapat menyebabkan menyebabkan
mengganggu mempengaruhi kerugian berat kerugian besar
Proses proses dan
pelayanan menimbulkan
kepada kerugian ringan
Pasien
Pasien  Tidak ada  Cedera  Cedera  Kematian
cedera, ringan luas /  Kehilangan
 Tidak ada  Ada berat fungsi
perpanjan Perpanjan  Perpanjang tubuhsecara
ganhari gan hari an hari permanent
rawat rawat rawat lebih (sensorik,
lama (+> 1 motorik,
bln) psikologik
atau
 Berkurangn intelektual)
ya mis operasi
fungsi pada bagian
permanen atau pada
organ pasien yang
tubuh salah,
(sensorik Tertukarnya
/ motorik/ bayi
psikcologik/
intelektua)

Pengunjung  Tidak ada Cedera  Cedera luas  Kematian


cedera ringan / berat  Terjadi pada
 Tidak ada Ada  Perlu > 6 orang
penanganan Penanganan dirawa  pengunjung
 Terjadi ringan t
pada 1-2 Terjadi pada 2  Terjadi pada
org -4 4 -6 orang
pengunjung Pengunjung  pengunjung

10
PEDOMAN AKREDITASI
Staf:  Tidak ada  Cedera  Cedera  Kematian
cedera ringan luas  Perawatan >
 Tidak ada  Ada / 6 staf
penanga Penanganan berat
nan / Tindakan  Perlu
 Terjadi  Kehilan dirawat
pada 1-2 gan waktu / Kehilanga
staf kec kerja : 2-4 n waktu /
 Tidak ada staf kecelakaa
kerugian n
waktu kerja
/kerja pada 4-
6 staf
Fasilitas Kerugian < Kerugian Kerugian Kerugian >
1 000,000 1,000,000 - 10,000,00 - 50,000,000
kesehatan
atau tanpa 10,000,000 0
menimbulka 50,000,000
n dampak
terhadap
pasien

Skala Nilai Kejadian / Probabilitas

level DESKRIPSI CONTOH


5 Sangat sering dan pasti Sangat sering muncul, mungkin beberapa kali
dalam 1 bulan
4 Sering (Frequent) Hampir sering muncul dalam waktu yang relatif
singkat (mungkin terjadi beberapa kali dalam 1

3 Kadang – kadang tahun)


Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi
(Occasional) beberapa kali dalam 1 sampai 2 tahun)
2 Jarang (Uncommon) Kemungkinan akan muncul (dapat terjadi dalam
> 2 sampai 5 tahun)
1 Hampir tidak pernah Jarang terjadi (dapat terjadi dalam > 5 sampai
(Remote) 30 tahun)

Perkalian nilai kedua skala di atas disebut hazard analysis matrix. Failure mode
dapat dikelompokkan menjadi empat berdasarkan hazard analysis matrix

11
PEDOMAN AKREDITASI
Tabel 6 :Hazard Analysis Matrix

Kategori Level Skor Tindakan yang Diambil


Risiko

Rendah (Hijau) X≤4 Tidak diperlukan tindakan (Acceptable)

Sedang (Kuning) >4X≤8 Disarankan diambil tindakan jika tersedia


sumberdaya (Supplementary Issue)

Tinggi (Orange) >8 X ≤ 12 Diperlukan Tindakan untuk mengelola


risiko (Issue)

Ekstrim (Merah) >12 X ≤ 16 Diperlukan tindakan segera untuk


mengelola risiko (Unacceptable)

Kemudian, dengan menggunakan decision tree (bagan 1), diputuskan


apakah suatu failure mode perlu ditindaklanjuti atau tidak.

12
PEDOMAN AKREDITASI
Bagan 1.decision tree

13
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 5.
Identifikasi akar penyebab masalah dari failure modes

Pada langkah 5 FMEA dilakukan identifikasi akar penyebab masalah


untuk masing-masing dari failure mode yang menjadi prioritas dengan
menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA).

Root Cause Analysis


Akar penyebab adalah alasan fundamental terjadinya failure, atau
pencapaian kinerja yang tidak sesuai dengan harapan. Analisis akar
penyebab atau root cause analysis merupakan suatu proses mengenal
faktor‐faktor yang mendasari atau menjadi penyebab terjadinya variasi/failure
mode. RCA terutama berfokus pada sistem dan proses, dan tidak untuk
menyalahkan. Melalui RCA, kelompok berupaya untuk memahami proses,
penyebab atau penyebab potensial terjadinya variasi, kemudian melakukan
perbaikan atau penyempurnaan proses sehingga variasi tidak akan terjadi di
masa mendatang.
A. Kapan melakukan RCA?
RCA biasanya merupakan kegiatan yang bersifat reaktif, bukan proaktif,
sehingga dilakukan setelah suatu masalah terjadi. Namun demikian RCA
dapat pula dilakukan bersamaan dengan FMEA (yang bersifat proaktif).

B. Variasi
Variasi adalah perubahan dalam bentuk, posisi, keadaan, atau kualitas
dari sesuatu. Variasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variasi akibat penyebab yang umum (common cause variation),
sering juga disebut underlying cause)
2. Variasi akibat penyebab yang khusus (special cause variation), sering
juga disebut proximate cause
Karakteristik dari variasi akibat penyebab umum antara lain sebagai
berikut:
1. Terjadi sebagai konsekuensi dari bagaimana suatu proses didisain
untuk berjalan
2. Bersifat sistemik dan endogen
3. Bersifat inherent dalam sistem
4. Organisasi harus dapat menetapkan toleransi variasi yang disebabkan
oleh penyebab yang umum

14
PEDOMAN AKREDITASI
Karakteristik dari variasi akibat penyebab khusus antara lain sebagai
berikut:
1. Timbul dari keadaan atau kejadian yang tidak biasa yang sulit
diantisipasi merupakan variasi yang spesifik, dan proses yang tidak
stabil, intermiten, dan tidak dapat diprediksi.
2. Tidak bersifat inherent dalam sistem, tetapi bersifat eksogen, timbul

akibat dari luar sistem, timbul akibat faktor yang bukan merupakan
bagian dari sistem
3. Contoh: tiba‐tiba terjadi malfungsi dari mesin, atau terjadi akibat
adanya bencana
4. Penyebab spesifik seharusnya bisa dikenali dan diminimalkan terjadi
atau bahkan dieliminasi jika memungkinkan
5. Jika ditemukan special cause variation, rumahsakit harus melakukan
investigasi lebih lanjut adanya underlying cause pada sistem yang
lebih luas, yang biasanya merupakan common cause variation

C. Karakteristik RCA
RCA yang baik mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berfokus terutama pada kinerja sistem dan proses, bukan kinerja
individu
2. Analisis berlangsung mulai dari penyebab spesial kepada penyebab
umum yang ada dalam proses organisasi
3. Analisis menggali dengan berulangkali menjawab pertanyaan
“mengapa”
4. Analisis mempu mengenali perubahan yang dapat dilakukan pada
sistem dan proses, meskipun harus mendisain ulang, atau
mengembangkan sistem atau proses yang baru untuk mencegah
terulangnya kejadian di masa mendatang
5. Analisis dilakukan secara lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan
kredibilitasnya

D. Kegiatan RCA yang lengkap meliputi:


1. Menetapkan faktor manusia dan faktor–faktor lain yang secara
langsung terkait dengan kejadian sentinel/failure mode, dan proses
atau sistem yang terkait dengan kejadian tersebut.
2. Analisis terhadap sistem atau proses yang menjadi latar belakang
melalui berulangkali menanyakan “mengapa”.
15
PEDOMAN AKREDITASI
3. Meneliti semua area yang terkait dengan kejadian yang spesifik.
4. Mengidentifikasi titik-titik risiko, dan kontribusi potensial terhadap
kejadian

5. Menetapkan penyempurnaan potensial terhadap proses dan sistem


untuk mencegah terulang kembali kejadian
Suatu RCA dikatakan kredibel apabila dalam kegiatan tersebut:
1. Adanya peranserta kepemimpinan dalam organisasi, dan petugas
yang sangat terkait dengan proses dan sistem yang sedang
diinvestigasi
2. Konsisten secara internal (tidak terjadi kontradiksi dalam analisis, atau
membiarkan pertanyaan tidak terjawab)
3. Memberikan penjelasan untuk semua temuan, termasuk jika ada yang
bersifat tidak berlaku, atau bukan masalah

4. Mengacu pada referensi yang relevan


5. Jelas (informasi yang dapat dipahami), akurat (data dan informasi
yang valid), tepat (data dan informasi yang objektif), relevan(berfokus
pada permasalahan yang terkait atau berpotensi terkait dengan
kejadian sentinel)
E. Pelaksanaan RCA
Dalam melakukan identifikasi pada RCA, harus dicari penyebab yang
menjadi latar belakang (underlying cause) terjadinya penyebab
langsung.Untuk mencari penyebab yang melatar belakangi dapat
dilakukan dengan menjawab pertanyaan:
1. Proses mana saja yang terkait dengan kejadian atau yang mengarah
terjadinya kejadian ?
2. Bagaimana tahapan dan keterkaitan antara tahapan dari proses yang
dirancang, atau secara rutin dilakukan, yang terjadi dengan failure
modetersebut?
3. Tahapan yang mana atau keterkaitan yang mana yang terlibat, atau
berkontribusi terhadap terjadinya kejadian?
Lebih lanjut, dapat dilakukan penggalian lebih dalam dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan pada tahapan tersebut, atau keterkaitan dari tahapan-
tahapan tersebut?

16
PEDOMAN AKREDITASI
2. Apa yang sebelumnya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya
failure mode tersebut?
3. Adakah area atau pelayanan lainnya yang terkena akibatnya?
Pada lingkungan pelayanan kesehatan, faktor yang langsung
(proximate factor) diluar faktor proses yang dapat mempengaruhi suatu
proses dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Faktor manusia
b. Faktor peralatan (equipment)
c. Faktor lingkungan yang dapat dikendalikan atau tidakdapat
dikendalikan
d. Faktor lain
Faktor-faktor tersebut di atas perlu diidentifikasi untuk menemukan
akar penyebab masalah dari suatu failure mode.RCA dilakukan dengan
secara berulang menanyakan “mengapa”. Menanyakan “mengapa” yang
pertama bertujuan untuk mengidentifikasi apa penyebab langsung (direct
or proximate cause) yang menyebabkan kejadian. Penyebab langsung
biasanya adalah penyebab variasi khusus (special cause variation)

Alat bantu (tools)


Alat bantu yang sering digunakan dalam pelaksanaan RCA adalah flow
chart dancause effect diagramatau fishbone diagram (diagram tulang
ikan). Alat bantu lain yang bisa digunakan yaitu curah pendapat, diagram
pohon kesalahan, diagram kendali, affinity diagram, histogram,
multivoting, diagram pareto, diagram pencar, run chart

17
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 6.
Membuat rancangan ulang proses

Persiapan Desain/Rancangan Ulang


Hal-hal yang penting diperhatikan sebagai tahap persiapan penyusunan
rancangan ulang diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fleksibilitas
2. Lakukan kajian literatur untuk memperoleh informasi dan pengalaman dari
tempat lain untuk hal yang sama
3. Komunikasi dengan kolega
4. Komitmen untuk tidak hanya melihat pada lingkup sendiri (out-of-the-box
thinking)

Strategi Desain Ulang


Ketika akan menyusun desain ulang maka terlebih dahulu harus
ditentukan levelnya. Terdapat 3 level desain ulang, yaitu:
a. Level 1: menghilangkan, bilamana saja memungkinkan, kesempatan
untuk timbulnya kegagalan.
b. Level 2: meningkatkan kemungkinan terdeteksinya suatu kegagalan
sehingga jika kegagalan tersebut terjadi, seseorang atau sesuatu
mengetahuinya, membunyikan alarm (tanda bahaya), dan menghentikan
proses, memberi kesempatan agar kegagalan dapat diperbaiki tanpa
menyebabkan kerugian.
c. Level 3: mengurangi akibat yang timbul jika kesalahan telah terjadi.
Dalam membuat rancangan ulang/re-desain proses, lakukan kegiatan
dalam rangka mengeliminasi atau mengurangi Risk Priority Number (RPN).
Nilai RPN dapat dikurangi dengan menurunkan probabilitas kejadian
dan/atau menurunkan tingkat keparahan.
Cara-cara yang harus dilakukan untuk membuat rancangan ulang proses
antara lain sebagai berikut:
1. Mengurangi variasi
2. Menetapkan standar
3. Menyederhanakan proses
4. Mengoptimalkan kelebihan (sebagai back up)
5. Menggunakan teknologi untuk otomatisasi
6. Membangun fail-safe mechanism
18
PEDOMAN AKREDITASI
7. Dokumentasi yang baik
8. Mengurangi keterikatan antar langkah-langkah proses
Langkah-langkah yang ditempuh guna menyusun rancangan ulang
proses meliputi:
1. Kenali seluruh aspek dari masalah dan penyebabnya
2. Kembangkan beberapa alternatif solusi
3. Lakukan rincian apa saja yang dibutuhkan untuk implementasi solusi

4. Lakukan evaluasi terhadap solusi yang diusulkan


5. Lakukan ujicoba secara objektif dan lakukan revisi thd solusi yang
diusulkan
6. Finalisasi dan susun daftar solusi potensial
Solusi yang baik akan menghasilkan rancangan ulang proses yang
menuju pada perbaikan. Ciri-ciri dari solusi yang baik adalah sebagai berikut:
1. Jelas untuk failure mode yang mana
2. Merupakan solusi jangka panjang
3. Dampak positif dari penerapan solusi lebih besar daripada dampak
negatifnya
4. Objektif dan terukur
5. Jangka waktu yang jelas
6. Dapat diimplementasikan oleh staf dengan jelas siapa melakukan apa

Evaluasi terhadap Rancangan Ulang Proses


Setelah rancangan ulang proses berhasil disusun, perlu dilakukan
kegiatan evaluasi dan penentuan prioritas elemen rancangan ulang, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Peluang untuk berhasil
2. Kekuatan bertahan dari solusi yang diusulkan
3. Reliabilitas dari solusi yang diusulkan
4. Risiko yang merupaka dampak dari penerapan solusi
5. Kemungkinan untuk dilaksanakan
6. Penghalang selama implementasi
7. Kesesuaian dengan tujuan dan misi organisasi
8. Ketersediaan sumber daya
9. Jangka waktu untuk implementasi
10. Kemampuan untuk dapat diukur dan objektivitas
19
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 7.
PROSES BARU/DESIGN BARU
Perencanaan Implementasi Rancangan Ulang Proses
Terdapat 5 pertanyaan yang harus dijawab ketika Tim FMEA telah siah
untuk memulai perencanaan implementasi rancangan ulang suatu proses
baru. Lima pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana harapan, keinginan, dan kebutuhuan dari tim terhadap
performa dari proses yang telah mengalami perbaikan? Hasil yang
diharapkan dapat diukur secara kuantitatif atau kualitatif.
2. Kapan organisasi harus mencapai tujuan-tujuan dari rancangan ulang
dengan jangka waktu yang jelas?
3. Siapa pihak yang paling terkait dengan proses dan bertanggung jawab
terhadap setiap unsur desain ulang?
4. Dimana unsur desain ulang diterapkan pada pilot test?
5. Bagaimana komunikasinya? Bagaimana penerapan dari desain ulang
dikomunikasikan? Siapa saja pihak yang perlu mengetahui?
Risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat desain ulang
1. Ketidaksesuaian antara input dan output
2. Terlalu sederhana
3. Menambah kerumitan
4. Menimbulkan sistem yang tidak dapat dipercaya
5. Menimbulkan keterkaitan yang erat
6. Variasi dari norma atau kebiasaan umum

Strategi pengujian proses


Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menguji proses antara
lain yaitu:
1. Pengujian di atas kertas
a. dilakukan dengan menerapkan FMEA lagi pada langkah 2, 3, dan 4
terhadap proses re-desain
b. penghitungan RPN, apakah adapenurunan nilai RPN?
2. Simulasi
a. diterapkan pada kondisi bebas risiko
b. memungkinkan penerapan proses re-desain tanpa membahayakan
pasien

20
PEDOMAN AKREDITASI
3. Pilot testing: mengetahui efektivitas penerapan proses re-desain di
dunia nyata,
4. Straregi pengumpulan data: review data, survei pre- and post, sistem
pelaporan, observasi, focus group, kehadiran di program pendidikan,
penilaian kompetensi.

Menerapkan siklus PDSA (Plan-Do-Study-Act)

Kegiatan analisis, pengujian, implementasi, dan monitoring proses


semuanya saling terkait satu sama lain, dan suatu masalah pada salah satu
fase tersebut dapat mempengaruhi fase-fase yang lain. Dalam rangka
membantu tim melaksanakan 2 langkah terakhir FMEA, dapat digunakan
suatu tool peningkatan mutu seperti siklus PDSA. Siklus PDSA merupakan
suatu pendekatan peningkatan kinerja yang mencakup identifikasi peluang
untuk desain atau desain ulang, menetapkan prioritas peningkatan mutu, dan
implementasi kegiatan peningkatan mutu.
Sebelum menerapkan siklus PDSA, maka ditentukan dulu model
perbaikan yang akan dilakukan. Terkait dengan hal ini, terdapat 3 pertanyaan
dasar untuk mencapai perbaikan, yaitu:
1. Apa yang diusahakan untuk dicapai?
2. Bagaimana cara mengetahui bahwa suatu perubahan merupakan suatu
perbaikan?
3. Perubahan apa yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan
perbaikan?
Pada tahap plan (perencanaan), tim membuat rencana operasional untuk
menguji kegiatan perbaikan yang telah ditentukan. Tahap do melibatkan
implementasi pilot test dan pengumpulan data kinerja yang aktual.
Selanjutnya selama tahap study, data yang dikumpulkan dari pilot test
dianalisis dan ditentukan apakah kegiatan perbaikan telah
mencapai outcome yang diharapkan. Tahap berikutnya adalah
tahap act, yang melibatkan pengambilan
tindakan. Jika pilot test tidak berhasil, maka siklus diulang dari awal.

21
PEDOMAN AKREDITASI
Gambar 2. Siklus PDSA

Beberapa seri siklus PDSA dapat dilakukan untuk mencapai suatu


target perubahan berupa peningkatan mutu, yang disebut dengan istilah
ramp cycle, seperti yang diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Ramp cycle

22
PEDOMAN AKREDITASI
LANGKAH 8.
Implementasi dan monitoring rancangan ulang
proses
Menyusun rencana kegiatan yang sudah dilakukan
A. Apa FMEA akan dilakukan
B. Jika akan dilakukan akan dimulai di mana, dan apa hambatan dan dukungan
yang diperkirakan ada
C. Jika akan dilakukan tahapan apa yang akan di rencanakan untuk
menerapkan FMEA di unit kerja tersebut.

23
PEDOMAN AKREDITASI
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Identifikasi akibat-akibat yang potensial timbul dari failure mode


2. Brainstrorming potential failure modes
3. Menentukan failure modes prioritas
4. Menentukan apakah failure modes perlu ditindak lanjuti dengan HFMEA
Decision Tree
5. Melakukan Root Cause Analysis dengan Diagram FishBone
6. Impementasi dan Monitoring Rancangan Ulang Proses

24
PEDOMAN AKREDITASI

Anda mungkin juga menyukai