Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi di Rumah sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi (nutrition-related disease) pada semua
kelompok rentan mulai dari ibu hamil, bayi, anak, remaja, hingga lanjut usia (Lansia),
memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu dibutuhkanpelayanan
gizi ynang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dan
mempercepat penyembuhan.
Pelayanan di instalasi gizi suatu rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang
membantu dalam upaya penyembuhan dan pemulihan penderita, yang kegiatannya
dapat dari usaha dapur sampai pengolahan diet bagi penderita. Dalam petunjuk tentang
ukuran akreditas rumah sakit, dinyatakan bahwa pelayanan gizi merupakan salah satu
fasilitas dan pelayanan yang harus ada di rumah sakit. Bagian ini harus diatur dengan
mempertimbangkan kebutuhan klinis, kebutuhan masyarakat, keamanan, kebersihan,
sumber-sumber dan manajemen tepat guna. Dimana dalam proses penyembuhan
pasien dibantu dengan adanya makanan yang memenuhi syarat, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas (Andry Hartono, 2000).
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen,
dalam rangka mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang
tepat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan kegiatan terpadu yang mencakup
empat fungsi rumah sakit yaitu : preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitative. Semua
kegiatan yang ada di rumah sakit bertujuan untuk melaksanakan upaya-upaya tersebut,
termasuk kegiatan pelayanan gizi (Depkes RI, 2003).
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit yang meliputi pengadaan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, pengangkutan makanan masak, penyimpanan
makanan masak dan penyajian makanan, hendaknya memperhatikan syarat higiene
dan sanitasi, mengingat permasalahan dari suatu makanan ditentukan oleh ada tidaknya
kontaminasi terhadap makanan (soediano dkk, 2009).
Dalam kurikulum Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 1997
mencantumkan delapan peran yang harus dicapai, meliputi pengelola system
penyelenggaraan makanan institusi, penyuluh pelatih konsultan gizi, pelaku tata laksana
gizi klinik, penilaai pendayagunaan bahan makanan, penilai gizi makanan, pelaku
pemasaran produk-produk gizi dan pelaku penelitian gizi. Dalam kurikulum tersebut
mahasiswa diwajibkan untuk mengambil mata kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL).
Di era globalisasi ini, tuntutan pasar kerja khususnya pengelola
penyelenggaraan makanan di rumah sakit, institusi maupun industri mengharuskan
tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan sesuai tuntutan
kebutuhan pasar. Berkaitan dengan hal tersebut maka lembaga pendidikan sebagai
pihak penyedia perlu membangun hubungan kerja sama dengan pihak pengelola
penyelenggaraan makanan institusi, rumah sakit maupun industri. Salah satu bentuk
hubungan kerja sama ini adalah dilaksanakannya kerja sama yang saling
menguntungkan dalam proses kegiatan pembelajaran mahasiswa sebagai upaya
peningkatan relevansi pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa dengan dunia
nyata. Sehingga kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) menjadi salah satu mata kuliah
yang penting.
Manajemen penyelenggaraan makanan Rumah Sakit, termasuk manajemen
pengawasan mutu makanan. Berdasarkan hal tersebut, maka penyusun ingin
mengetahui mekanisme kerja dan kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan pada setiap
unit yang ada di Rumah Sakit, khususnya pada unit sub bidang gizi dalam upaya
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mendapatkan pengalaman kerja
dalam pengelolaan pelayanan gizi di Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai