Anda di halaman 1dari 28

BAB III

SENSOR ULTRASONIC

III.1 Pengertian Sensor Ultrasonic

Sensor ultrasonic merupakan sensor yang dapat mendeteksi / mengukur sesuatu

gejala atau sinyal yang berbentuk gelombang. Gelombang ultrasonic adalah gelombang

dengan besar frekuensi diatas frekuensi gelombang suara yaitu lebih dari 20 KHz.

Gelombang ultrasonic merupakan gelombang ultra (di atas) frekuensi gelombang suara

(sonik). Gelombang ultrasonic dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas.

Reflektivitas dari gelombang ultrasonic ini di permukaan cairan hampir sama dengan

permukaan padat, tapi pada tekstil dan busa jenis gelombang ini akan diserap. Kelebihan

gelombang ultrasonik yang tidak dapat di dengar, bersifat langsung dan mudah di

fokuskan.

Sensor ultrasonic ini terdiri dari rangkaian pemancar ultrasonic yang disebut

transmitter dan rangkaian penerima ultrasonic yang disebut receiver. Adapun Sinyal

ultrasonic yang dibangkitkan akan dipancarkan dari transmitter ultrasonic. Ketika sinyal

mengenai benda penghalang, maka sinyal ini dipantulkan, dan diterima oleh receiver

ultrasonic. Sinyal yang diterima oleh rangkaian receiver dikoneksikan dengan peralatan

kontrol yang pada umumnya memerlukan input sinyal yang berupa besaran listrik.

Adapun hasil pengukuran level adalah berupa besaran listrik antara 4 – 20 mA.

Dan alat ini dapat beroperasi dengan suplai tegangan yaitu 36 Volt DC, yang

mana suplai tegangan dari power supply dihubungkan ke terminal conection yang

Universitas Sumatera Utara


terdapat pada bagian housing. Dan menghasilkan gelombang pada frekuensi gelombang

sekitar 70 MHZ.

Sensor Ultrasonic yang digunakan adalah Prosonic M FMU 43 yang

merupakan produk dari Endress and Hauser dan merupakan tipe yang paling populer

yang digunakan di industri.

Digunakan mengukur level Silo ( B – 201 ) dengan ketinggian 5,325 m dan material

yang diukur kokas dengan:

- Berat jenis : 0,8 – 1.0 Ton / m 3

- Ukuran partikel : 5 – 18 mm

Berdasarkan panjang gelombang dan frekuensi gelombang elektromagnetik, maka

gelombang tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok.

Gambar 3.1 gelombang berdasarkan frekuensinya

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan frekuensinya radar dapat dibagi pada beberapa kelompok frekuensi,

dan masing – masing mempunyai panjang gelombang yang berbeda dan aplikasi yang

berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 radar frekuensi band berikut.

Tabel 3.1 Radar Frequency Band

No Name Range Panjang Keterangan

Band Frekuensi Gelombang

1. HF (high frekuensi), pada


HF 3–30 MHz 10 –100 m
Sistem radar pantai

2. Digunakan pada awal


P < 300 MHz ±1m
penerapan sistem radar

3. Frekwensi yang sangat


VHF 50 –330 0.9-6 m
tinggi.Digunakan untuk
MHz
mendeteksi material padat,

cairan.

4. Digunakan pada peringatan awal


UHF 300 –1000 0.3 - 1 m
pada sistem balistik dari suatu
MHz
missil.

5. Panjang batasan kontrol pada lalu


L 1–2 GHz 15–30 cm
lintas udara dan pengawasan.

Universitas Sumatera Utara


6. Untuk control terminal lalu lintas
S 2 – 4 GHz 7.5 – 15 cm
udara, panjang batasan dari

pengamatan cuaca, radar angkatan

laut, (S yang berarti short).

7. Berada diantara X dan S band,


C 4 – 8 GHz 3.75-7.5 cm
untuk sistem pengamatan cuaca,

Satelit transponders.

8. Pemanduan missil, radar angkatan


X 8 –12 GHz 2.5-3.75 cm
laut, cuaca, pengawasan landasan,

pemetaan resolusi-medium,

pelabuhan udara. Yang dinamai X

band sebab frekwensi adalah suatu

rahasia selama perang dunia ke 2.

9. Pemetaan resolusi-tinggi,
Ku 12–18 GHz 1.67-2.5 cm
pengukuran tinggi satelit,

frekwensi hanya di bawah K band.

10 Dari kurz Jerman,yang berarti


K 18–27 GHz 1.11-1.67 cm
. pendek, penggunaan yang terbatas

dan berkaitan dengan penyerapan

uap air, mendeteksi awan pada

bidang meteorologi, mendeteksi

pengendara motor melampaui batas

kecepatan. radar meriam.

Universitas Sumatera Utara


11 Batasan yang pendek, pengawasan
Ka 27– 40 GHz 0.75 -1.11 cm
. pelabuhan udara, frekwensi sedikit

di atas K band (karenanya 'a')

untuk radar photo, trigger kamera

agar mengambil gambar dari plat

lisensi dari kendaraan yang

melewati lampu merah.

12 Millimeter band dibagi lagi atas


mm 40 –300 7.5 mm -
. beberapa band frekuensi seperti
GHz 1mm
Untuk mendesain suatu surat yang

nampak acak, dan frekwensi

bergantung pada ukuran dari

panduan gelombangnya.

13 Digunakan untuk komunikasi


Q 40 – 60 7.5 mm –
. militer.
GHz 5mm

14 Gelombang yang sangat kuat


V 50–75 GHz 6.0 – 4 mm
. diserap oleh atmosfir.

15 Digunakan sebagai suatu sensor


W 60 –110 2.7 - 4.0 mm
. yang visual untuk sarana (angkut)
GHz
bersifat percobaan yang otonomi,

pengamatan pada resolusi-tinggi

untuk pengamatan cuaca, dan

Universitas Sumatera Utara


III.2 Prinsip Kerja

Sensor Ultrasonic bekerja berdasarkan prinsip metode time of flight. Yaitu

teknologi pengukuran sensor dengan mengukur waktu penerbangan dari sinyal yang

dipancarkan kepada sinyal hasil refleksi dari pancaran gelombang terhadap permukaan

objek yang akan diukur. Teknologi sensor ultrasonic tidak memerlukan suatu perjalanan

dan medium pengangkut di kelajuan cahaya ( 3x10 8 m / s ).

Gbr.3.2 Pengukuran dengan Cara Ultrasonic

Universitas Sumatera Utara


Secara sederhana , sensor mengirimkan / memancarkan sinyal ultrasonic dengan

frekuensi 70 MHz. Sinyal ini jika menyentuh material padat ( kokas ) akan memantul.

Pantulan sinyal tersebut kembali akan di tangkap oleh sensor. Waktu yang dibutuhkan

saat sinyal dipancarkan dan ditangkap kembali juga akan dihitung oleh sensor.

Alat ini beroperasi pada frekwensi sekitar 70 MHz dengan panjang gelombang

± 0.9-6 m, pancaran pulsa energi maksimum dari 1mW (dengan keluaran daya merata 1

µW), Waktu yang dibutuhkan untuk penerbangan sinyal yang dipancarkan terhadap

sinyal hasil adalah terukur pada satuan nanosecond.

Secara prinsip, kontrol tidak ada, yang ada pengukuran dan indikasi.

Level Bin / silo, diukur oleh sensor FMU 43 dan diindikasikan / ditampilkan pada

displaynya, data pengukuran ini juga dikirimkan dalam bentuk sinyal instrumen

( 4 – 20 mA) ke Remote indikator di ruang kontrol, dan Remote kontrol

menampilkannya. Di Remote Kontrol sudah terpasang alarm, sebuah lampu dan

mempunyai 2 kontak relay, yaitu untuk level high dan level low.

High
level

Prosonic
Remote
M FMU 43 Alarm
Indicator

Gambar 3.3 Sistem Kontrol Low


Level

Universitas Sumatera Utara


III.3 Cara Kerja Prosonic M FMU 43

Gelombang mikro dihasilkan oleh HF Modul akan dipancarkan melalui antena

kepermukaan objek pada frekuensi 70 MHz, akan direfleksikan oleh objek ke antena

berdasarkan gema hasil refleksi gelombang mikro yang dipancarkan kepermukaan objek.

Yang selanjutnya gema hasil refleksi gelombang tadi akan diteruskan ke HF Modul

Prosonic M FMU 43 yang terdapat pada housing yang berfungsi untuk menindas gema

gangguan yang terdapat pada gema hasil pantulan untuk diteruskan ke bagian elektronik.

Dimana pada bagian elektronik terdapat suatu mikroprosesor, yang berfungsi untuk

mengevaluasi sinyal yang dihasilkan oleh HF Modul Prosonic M FMU 43 berdasarkan

tingkatan gema yang disebabkan hasil refleksi gelombang pada permukaan permukaan

produk.

Cara pembangkitan frekuensi ultrasonic dengan osilator, berdasarkan metode

pengoperasianya osilator dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

• Osilator balikan adalah sebagian daya keluaran dikembalikan ke masukan

yang biasanya dengan menggunakan rangkaian LC. Osilator biasanya

diopersasikan pada frekuensi tertentu.

• Osilaor relaksasi, merespon piranti elektronik dimana akan bekerja pada

selang waktu tertentu kemudian mati untuk periode waktu tertentu.

Osilator ini biasanya merespon pemuatan dan pengosongan jaringan RC

dan RL.

Universitas Sumatera Utara


III.4 Bentuk dan Konstruksi

Gambar 3.4 Prosonic M FMU 43

III.5 Data Teknis

Adapun data – data teknis Prosonic M FMU 43 adalah sebagai berikut:

1. Input

a. Input Power : 36 VDC

b. Range pengukuran :5m

c. Operating Frekuensi : 70 MHZ

d. Band Frekuensi : VHF- Band

2. Output : 4 – 20 mA

3. Range pengukuran maximum : 7 m

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.5 Konstruksi Prosonic M FMU 43

Universitas Sumatera Utara


Keterangan :

10 : Housing

Rumah atau tempat dudukan seluruh komponen yang

terdapat pada komponen Prosonic M FMU 43 ( terbuat dari bahan

aluminium).

11 :Hood for terminal compartment

Penutup terminal power supply

12 :Screw set ( tempat pengatur dudukan baut )

20 :Cover

Terbuat dari bahan aluminium dan terdiri dari window dan

gasket.

25 : Cover

30 : Electronics

Tempat pengolahan data pengukuran.

35 : Terminal module / power supply board

Terminal tempat dudukan kabel power.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.6 Terminal Modul /Power Supply Board

40 : Display

Adapun display yang terdapat pada prosonic M FMU 43 berupa

tampilan digital

Gambar 3.7 Display Prosonic M FMU 43

65 : Sealing kit.

III.6 Prinsip Pengukuran

Universitas Sumatera Utara


Untuk menentukan level pada suatu silo dapat dilihat pada pada Gambar 3.4

berikut, dimana Jarak permukaan produk ke referensi point dari pengukuran (D)

sebanding dengan waktu (t) dari penerbangan impuls sinyal. Dan level dari produk (L)

merupakan pengurangan dari empty calibration (E) terhadap Jarak permukaan produk ke

referensi point dari pengukuran (D).

Gambar 3.8 Prinsip Pengukuran

Hal ini dapat dilihat pada rumus berikut ini :

L=E–D

Dimana D diperoleh dari :

T
D = c.
2

Dimana : L = Level dari produk atau cairan (m).

Universitas Sumatera Utara


E = Empty calibration (m).

F = Jarak pengukuran penuh (m).

D = Jarak permukaan produk ke referensi point dari pengukuran (m)

c = kecepatan cahaya di udara ( c = 3.10 8 m / dtk ).

BD = Jarak blok ( tidak menjadi penilaian pengukuran )

Tabel 3.2 Jenis-jenis Prosonic M FMU

sensor BD Max.range Max. Range diameter

liquid Bulk

materials

FMU 40 0,25 m 5m 2m 100 mm

FMU 41 0,35 m 8m 3,5 m 100 mm

FMU 42 0,4 m 10 m 5m 100 mm

FMU 43 0,6 m 15 m 7m Min. 100 mm

III.7 Keuntungan dari penggunaan Prosonic M FMU 43 adalah:

1. Menu pemandu operasinya sangat sederhana, melalui 4 garis petunjuk

2. Sampul gambar berbentuk tikungan pada garis dan mudah di kenal /

diagnosa.

3. Mempunyai kemampuan pengukuran yang komplek termasuk di dalam

mengukur cairan, padat dan lain-lain.

4. Mempunyai kestabilan yang bagus dalam penggunaan untuk jangka waktu

yang lama.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENGGUNAAN SENSOR ULTRASONIC UNTUK MENGUKUR LEVEL KOKAS

PADA SILO

IV.1 Pabrik Anoda Karbon

Blok anoda karbon diproduksi di pabrik karbon dengan menggunakan bahan baku

berupa Kokas (Petroleum Coke) yang didatangkan dari Jepang dan Amerika, dan Pitch

keras (Hard pitch) yang telah dicairkan dan berfungsi sebagai binder/perekat yang

diimpor dari Jepang. Disamping itu, sisa anoda dari tungku

reduksi (Return Butt) dan bongkahan bekas dari pabrik pemanggangan masih digunakan

sebagai bahan untuk pembuatan anoda blok.

IV.2 Pembuatan Blok Anoda Mentah di Pabrik Anoda Mentah (Green Anode

Plant)

Kokas yang berasal dari penyimpanan kokas (Coke Silo) di bawah ke pabrik

anoda mentah dengan menggunakan ban berjalan (Belt Conveyor) dan bucket elevator.

Selanjutnya dilakukan penyaringan secara gravitasi dengan menjatuhkan kokas dari

tingkat 8 sehingga akan tersaring sesuai dengan ukurannya. Setelah penyaringan, maka

akan diperoleh kokas dengan ukuran sebagai berikut :

a. Kasar-1 (Coarse-1) : 5-18mm

b. Kasar -2 (Coarse-2) : 1-5mm

c. Menengah (Medium) : 0,2-1 mm

d. Halus (Fine) : < 0,2 mm

34
Universitas Sumatera Utara
Masing-masing ukuran tersimpan di bagian penampungan tersendiri. Hard pitch

yang telah dicairkan pada Hard pitch Melting Tank (temperatur hard pitch 200ºC)

dialirkan ke tanki penyimpanan hard pitch. Sedangkan return butt, dipisahkan dari

tangkai anoda di Rodding Plant. Return butt tersebut kemudian dipecah dan disimpan di

penampungan puntung anoda (Butt Storage Bin). Kemudian tiap-tiap ukuran kokas

ditimbang dengan menggunakan Constant Weighing Feeder (CWF).

Untuk memperoleh anoda mentah yang baik diatur komposisi sebagai berikut

a. Kasar-1 (Coarse-1) : 18%

b. Kasar-2 (Coarse-2) : 29%

c. Menegah(Medium) : 18%

d. Halus (Fine) : 35%

Hal yang sama dilakukan di return butt. Setelah itu kokas dan butt dicampur dan

dilakukan pemanasan awal (preheating). Setelah pemanasan awal dilakukan, maka

ditambahkan hard pitch dan green scrap, kemudian dilakukan pencampuran dengan

pengaduk kneader 1 sambil dipanaskan kira-kira 170ºC. Pencampuran selanjutnya

dengan ko-kneader 2 sehingga dihasilkan pasta karbon. Pasta karbon yang dihasilkan di

bawah ke shaking machine dengan belt conveyor untuk dibentuk menjadi blok-blok

anoda yang disebut dengan anoda mentah.

Hal-hal yang perlu dikontrol dalam pembuatan anoda mentah, sehingga diperoleh

anoda mentah yang baik, adalah :ukuran kokas harus diatur komposisinya, karena akan

mempengaruhi pemakaian hard pitch.

Universitas Sumatera Utara


Selain untuk mengontrol kokas agar mendapatkan komposisi yang baik,

dibutuhkan juga sensor yang dapat mengukur level kokas pada silo tersebut agar

menghindari terjadinya penumpukan-penumpukan kokas pada silo yang mengakibatkan

tidak berjalannya proses suatu pabrik. Sehingga digunakan sensor ultrasonic Prosonic M

FMU 43.

Penggunaan Sensor Ultrasonic tipe Prosonic M FMU 43 pada pengukuran

material kokas pada silo di green plant PT.Inalum adalah digunakan untuk mengukur

level bin ( B -201 ). Dan hasil pengukurannya berupa sinyal elektrik 4-20 mA yang

mewakili pengukuran 0 – 100 %. Dimana hasil pengukuranya dapat dilihat dari display

Prosonic M FMU 43.

IV.3 Data pengukuran

Penggunaan sensor ultrasonic (Prosonic M FMU 43) antara 0 – 5 m. Yang

berarti apabila level dalam keadaan 0 m (kosong) maka keluarannya adalah 4 mA, dan

apabila level pada tangki 5 m maka keluarannya adalah 20 mA. Untuk itu dapat dilihat

pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Pengukuran Level

Universitas Sumatera Utara


Time of Arus keluar (I)
Harga yang
Level flight % Ralat Final output
terbaca Pada I Actual ITeori
(m) (ns) (mA)
Display (%) (mA) (mA)

0 0 15,8 3,98 4,45 11.8 4

12,5 1,5 14,46 6,02 6,05 4,9 6

25 2 12,46 8,02 7,65 5,2 8

37,5 2,5 10,8 10,03 9,25 27,2 10

50 3 9,13 11,98 110,85 13,53 12

62,5 3,5 7,46 14,03 12,45 11,26 14

75 4 5,8 16,03 14,05 12,35 16

87,5 4,5 4,13 18,02 15,6 13,15 18

100 5 2,46 20,03 17,25 0,14 20

IV.4 Analisa Data

1. Level

C − Cmin
Cp = × 100 %
Cmax − Cmin

Dimana : Cp = Harga yang terbaca pada display (%)

C = Harga Actual pengukuran level (m)

Cmin = Harga minimum dari range pengukuran (m)

Cmax = Harga maksimum dari range pengukuran (m)

a. Cp = 0 %

Universitas Sumatera Utara


C−0m
0% = × 100 %
5m−0m

C=0m

b. Cp = 12,5 %

C−0m
12,5 % = × 100 %
5m−0m

C = 1,5 m

c. Cp = 25 %

C−0m
25 % = × 100 %
5m−0m

C=2m

d. Cp = 37,5 %

C−0m
37,5 % = × 100 %
5m−0m

C = 2,5 m

e. Cp = 50 %

C−0m
50 % = × 100 %
5m−0m

C=3m

f. Cp = 62,5 %

C−0m
62,5 % = × 100 %
5m−0m

C = 3,5 m

g. Cp = 75 %

Universitas Sumatera Utara


C−0m
75 % = × 100 %
5m−0m

C=4m

h. Cp = 87,5%

C−0m
87,5% = × 100 %
5m−0m

C = 4,5 m

i. Cp = 100 %

C − 0m
100% = x100%
5m − 0m

=5m

2. Time of flight

L=E–D

Dimana D diperoleh dari :

T
D = c.
2

Dimana : L = Level dari produk atau cairan (m).

E = Empty calibration (m).

F = Jarak pengukuran penuh (m

D = Jarak permukaan produk ke referensi point dari

pengukuran (m)

C = Kecepatan cahaya (3 × 108 m/

T = Time of flight/ waktu penerbangan dari sinyal yang

dipancarkan kepada sinyal hasil (s).

Universitas Sumatera Utara


1. L = 0 m

L = E−D

0 m = 5,325 m − D

D = 5,325m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
5,325 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 35,5 ns

2. L = 1,5 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 1,5 m

D = 3,82 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
3,82 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 25,46 ns

3. L = 2 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 2

D = 3,32 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
3,32 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 22,13 ns

4. L = 2,5 m

Universitas Sumatera Utara


L = E−D

0 m = 5,325 m – 2,5 m

D = 2,82 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
2,82 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 18,8 ns

5. L = 3 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 3 m

D = 2,32 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
2,32 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 15,46 ns

6. L = 3,5 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 3,5 m

D = 1,82 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
1,82 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 12,13ns

7. L = 4 m

L = E−D

Universitas Sumatera Utara


0 m = 5,325 m – 4 m

D = 1,32 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
1,32 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 0.88 ns

8. L = 4,5 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 4,5 m

D = 0,8 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
0.8 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 5,3 ns

9. L = 5 m

L = E−D

0 m = 5,325 m – 5m

D = 0,32 m

Untuk itu dapat ditentukan nilai T yaitu :

T
5,325 = (3 × 10 8 ) .
2

T = 3,5 ns

3. I Teori

Universitas Sumatera Utara


Range pengukuran pengukuran pada Prosonic M FMU 43 adalah 0 – 5 m,

dengan range arus keluaran (I) 4 – 20 mA.

Maka didapat:

I1 = 4 mA, L1 = 0 m

I2 = 20 mA L2 = 5m

Untuk mentukan Iout dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Iout = m L + I0

Dimana :I = arus keluaran Prosonic M FMU 43 (mA)

m = besarnya kenaikan arus tiap satuan meter (mA/m)

L = level yang terukur (m)

I0 = arus keluaran pada saat level 0 m (mA)

Maka :

20mA = m(5m) + Io

4mA = m(0m) + Io
16mA = 5m
m = 3,2mA / m

I0 = 4 mA – (0 m ) × 3.2 mA/m

= 1,25 mA

a. L = 1,5 m

I = (3,2mA/m ) × 1,5 m + 1,25 mA = 6,05mA

b. L = 2 m

I = (3,2 mA/m ) × 2 m + 1,25 mA = 7,65 mA

c. L = 2,5 m

Universitas Sumatera Utara


I = (3,2 mA/m ) × 2,5m + 1,25 mA = 9.25 mA

d. L =3 m

I = (3.2 mA/m ) × 3 m + 1,25 mA = 10.85 mA

e. L = 3,5 m

I = (3,2 mA/m ) × 3,5 m + 1,25 mA = 12,45 mA

f. L = 4 m

I = (3,2 mA/m ) × 4 m + 1.25 mA = 14,05 mA

g. L = 4,5 m

I = (3,2 mA/m ) × 4,5 m + 1,25mA = 15,6 mA

h. L = 5 m

I = (3,2 mA/m ) x 5 m + 1,25 maA = 17.25mA

4. % Ralat

Iactual − Iteori
% Ralat = × 100%
Iactual

 3,98mA − 4,45mA 
a. % Ralat =   × 100% = 11,8 %
 3,98 

Universitas Sumatera Utara


 6,02mA − 6,05mA 
b. % Ralat =   × 100% = 4,9 %
 6,02 

 8,02mA − 7,6mA 
c. % Ralat =   × 100% = 5,2 %
 8,02 

 10,03mA − 9,25mA 
d. % Ralat =   × 100% = 27,2 %
 10,03 

 11,98mA − 10,85mA 
e. % Ralat =   × 100% = 13,53 %
 11,98 

 14,03mA − 12,45mA 
f. % Ralat =   × 100% = 11,26 %
 14,03 

 16,03mA − 14,05mA 
g. % Ralat =   × 100% = 12,35 %
 16,03 

 18,02mA − 15,65mA 
h. % Ralat =   × 100% = 13,15 %
 18,02 

 20,03mA − 17,25mA 
i. % Ralat =   × 100% = 13,8%
 20,03 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Universitas Sumatera Utara


Dalam penulisan Karya Akhir ini kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis ada

beberapa hal yaitu:

1. Sensor Ultrasonik Prosonic M FMU 43 adalah suatu alat yang berfungsi

untuk mengukur level padat, dengan menggunakan gelombang ultrasonik

yang dipancarkan ke permukaan padat dengan prinsip time of flight.

2. Hasil pengukuran level kokas 0 m – 5 m pada silo akan menghasilkan

keluaran berupa sinyal elektrik dalam besaran arus 4 mA – 20 mA, yang

apabila level yang terukur 0 m maka arus keluarannya 4 mA dan apabila

yang terukur 5 m maka arus keluarannya 20 mA.

3. Data pengukuran dalam % dimana:

• Setting alarm high 93 %, maka yang dilakukan karyawan adalah

menghentikan pengiriman kokas ke silo.

• Setting alarm low 0 %, maka yang dilakukan karyawan adalah

melakukan pengiriman kokas.

V.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan penulis pada penulisan Karya Akhir ini yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemasangan Sensor Ultrasonik adalah

letak dan jarak keterpasangan Sensor Ultrasonik M FMU 43 pada silo yang

digunakan karena dapat menyebabkan kesalahan pada pengukuran level kokas

yang ada pada silo tersebut.

2. Melakukan perawatan berkala (periodic maintenance) alat secara teratur. Hal

yang perlu diperhatikan adalah kebersihan peralatan, terutama sensor yang

langsung berhubungan dengan material. Karena debu / abu sering lengket

pada sensor tersebut, jadi harus dibersihkan secara berkala.

3. Untuk mengawasi agar proses pengukuran level kokas pada silo brjalan dngan

baik, maka sebaiknya diperlukan operator yang bertugas untuk mengawasi

jalannya proses tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

47

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai