Anda di halaman 1dari 46

Pencegahan dan Pengendalian TBC, HIV dan

Penyakit Emerging Diseases di Tempat Kerja


Disampaikan dalam Orientasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran

Direktorat P2PM
Kementerian Kesehatan

29 Maret 2023
TBC
• Latar Belakang
TOPIK • Kebijakan Program TBC di Indonesia
• Upaya Pencegahan dan Pengendalian TBC di
Tempat Kerja
Tuberkulosis (TBC) masih
merupakan masalah
kesehatan utama di
Indonesia
• Berdasarkan Global TB Report Tahun 2022,
Indonesia saat ini berada pada peringkat
kedua negara dengan beban TBC
terbanyak di dunia setelah India, dengan
perkiraan kasus baru sebanyak 969.000
kasus dan incidence rate 354/100.000
penduduk.

• Jumlah kasus TBC terbanyak yaitu pada


kelompok usia produktif terutama pada
usia 25-34 tahun. Di Indonesia jumlah
kasus TBC terbanyak yaitu pada
kelompok usia produktif terutama pada
usia 45-54 tahun.
SITUASI TUBERKULOSIS INDONESIA 2021-2023
Sumber data:
• Data 2021: Data Final GTR 2022 Estimasi Kasus TBC
• Data 2022: Data Dashboard SITB per 30 Jan 2023, *data per 2 Feb 2023
• Data 2023: Data SITB & WIFI per 6 Maret 2023, *data kohort TW1 2022, **data khort TW1-4 2022 969.000*
Ternotifikasi TBC Kasus TBC Anak
2021 2022 2023 2021 2022* 2023
443.235 717.941 118.438 42.187 100.726 18.144
Treatment Coverage (TC) Kasus TBC HIV
2021 2022 2023 2021 2022* 2023

46% 74% 12% 8.344 12.450 1.841


Terkonfirmasi TBC RR/MDR Treatment Success Rate
2021 2022* 2023 2021 2022 2023*
8.268 12.794 2.390 86% 86% 78%
Kasus Enroll TBC RR/MDR Cakupan Terapi Pencegahan Tuberkulosis
2021 2022* 2023 2021 2022 2023
5.082 7.884 1.013 0,3% 1,1% 0,5%
Jumlah Kasus TBC per Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Tahun 2022

65+ 18036 38187

55-64 31876 55987

45-54 39522 59818

35-44 36178 53049

25-34 39781 50165

20-24 26589 25756

15-19 19676 15406

10-14 7726 6685

5-9 12027 13754

0-4 24648 27871

Perempuan Laki-laki

*Data SITB per 2 Februari 2023


Jumlah Kasus TBC Sensitif Obat per Jenis Pekerjaan Tahun 2022
54887 51941
44299
37235

4778 3081 2197 1221 739 298


Buruh Petani/ Wiraswasta Pegawai Swasta/ PNS Guru/ Dosen Sopir TNI/ Polri Tenaga Tenaga
Peternak/Nelayan BUMN/ BUMD Profesional Medis Profesional Non
Medis

Jumlah Kasus TBC Resisten Obat per Jenis Pekerjaan Tahun


2022
751
635
564
415

136
62 58 27 18 3
Wiraswasta Buruh Pegawai Swasta/ Petani/ PNS Guru/ Dosen Sopir TNI/ Polri Tenaga Tenaga
BUMN/ BUMD Peternak/Nelayan Profesional Medis Profesional Non
Medis
Angka Keberhasilan Pengobatan TBC Sensitif Obat per Jenis Pekerjaan Tahun 2022
100%
85% Target: 90%
90% 79% 78%
80% 73% 72% 67% 64% 63% 62% 62% 61%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Indonesia Tenaga Tenaga PNS TNI/ Polri Guru/ Dosen Buruh Pegawai Swasta/ Petani/ Sopir Wiraswasta
Profesional Medis Profesional Non BUMN/ BUMD Peternak/Nelayan
Medis

Angka Keberhasilan Pengobatan TBC Resisten Obat per Jenis Pekerjaan Tahun 2022

100%
90% Target: 80%
80% 75%
67% 66%
70% 60% 56%
60% 55% 53% 53% 48% 46%
50% 38%
40%
30%
20%
10%
0%
Indonesia Tenaga Tenaga Guru/ Dosen Pegawai Swasta/ Wiraswasta Buruh PNS Sopir Petani/ TNI/ Polri
Profesional Medis Profesional Non BUMN/ BUMD Peternak/Nelayan
Medis
Pengaruh TBC terhadap Sosio Ekonomi
Determinan Sosio Ekonomi dalam TBC Beban dan Dampak Kerugian TBC terhadap Ekonomi

Kehilangan Kerugian Kehilangan


Pendapatan Ekonomi Pekerjaan

TBC TBC TBC TBC TBC TBC


SO RO SO RO SO RO

130,5 6,2
38% 70% Billion Billion 26% 53%
Sumber : Edine dkk (2014)
FAKTOR RISIKO DI TEMPAT KERJA

BAHAYA BIOLOGI
Hasil CXR pada MCU pekerja 2018 - 2019

Hasil Rontgen Tahun 2018 Hasil Rontgen Tahun 2019


TBC Lama; TBC Lama;
0,18% 0,39%
(153) Abnormal Bukan (287)
Abnormal Bukan TBC; 2,41%
TBC; 3,96% (1784)
(3362)
Suspek TBC; Suspek TBC;
1,09% 1,02%
(928) (760)

Normal; 94,76% Normal; 96,18%


(80414) (71320)

Normal Abnormal Bukan TBC Suspek TBC TBC Lama Normal Abnormal Bukan TBC Suspek TBC TBC Lama

Persentase berdasarkan total pemeriksaan rontgen tahun Persentase berdasarkan total pemeriksaan rontgen tahun
2018 sebanyak 84,857 orang 2019 sebanyak 74,151 orang

Hasil MCU pada pekerja berikut merupakan salah satu upaya penemuan kasus TBC pada perusahaan
untuk ditindaklanjuti dengan penegakan diagnosis dan pemberian pengobatan sesuai standar
Kebijakan Pendukung Program TBC
2016 Pemenkes No 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan TBC

Keputusan Menteri Kesehatan No HK.01.07/MENKES/350/2017 Tentang Rumah Sakit


2017 dan Balai Kesehatan Pelaksana Layanan Tuberkulosis Resistan Obat

2018 Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2018 Tentang Standar Pelayanan Minimal

2019 Permenkes No 4 tahun 2019 Tentang Standar Pelayanan Minimal

SE Menkes No 660 Tahun 2020 Tentang Kewajiban Fasyankes dalam Melakukan


2020 Pencatatan dan Pelaporan Kasus Tuberkulosis

Peraturan Presiden No 67 Permendagri No 59 Tahun SE Dirjen P2P No 936


2021 Tahun 2021 Tentang 2021 Tentang Penerapan Standar Tahun 2021 Tentang Perubahan
Penanggulangan TBC Pelayanan Minimal Alur Diagnosis & Pengobatan TB

Penyusunan Permenkes Permenaker No.13 Tahun


Proses Revisi Permenkes No 67
Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan 2022 tentang Penanggulangan
Sanatorium Tuberkulosis di Tempat Kerja

SE Dirjen YankesNo. Surat Dirjen Yankes No.


2022 HK.02.02/1/2270/2022 tentang PM.01.01/III/3726/2022 perihal Surat Pemberitahuan dari
Kewajiban Klinik & DPM untuk Kewajiban RS Swasta untuk BPJS Kesehatan No.
Registrasi Fasyankes dan Pelaporan Melakukan Pelaporan Penanganan 16633/III.2/1122 Tahun 2022
Penanganan TBC Melalui Sistem Kasus TBC Melalui Sistem terkait Tindak Lanjut Perpres No.
Informasi TBC Informasi 67 Tahun 2021
Dukungan Kebijakan Program TBC
Permenaker No.13 Tahun 2022 Tentang Penanggulangan TBC di Tempat Kerja

1. Penyusunan Kebijakan Penanggulangan TBC di 4. Penanganan kasus TBC


Tempat Kerja
a. Pengusaha dan Pengurus wajib memastikan
a. Komitmen dalam melakukan Penanggulangan TBC Pekerja/Buruh mendapatkan pengobatan sesuai
b. Program kerja Penanggulangan TBC di Tempat Kerja dengan pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
c. Penghapusan stigma dan diskriminasi pada Nasional.
Pekerja/Buruh yang menderita TBC b. Pengusaha dan Pengurus dapat memberikan
istirahat sakit kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 2
(dua) minggu pada tahap awal pengobatan dan/atau
sesuai rekomendasi dokter perusahaan atau dokter
yang merawat.
2. Sosialisasi, penyebaran informasi dan c. Pengusaha dan Pengurus melakukan pemantauan
edukasi TBC di Tempat Kerja kepatuhan minum obat, kemajuan pengobatan, dan
hasil pengobatan.
a. Kebijakan Penanggulangan TBC
b. Membudayakan perilaku hidup bersih dan
sehat 5. Pemulihan kesehatan
c. Membudayakan perilaku etika batuk a. Dukungan upaya rehabilitasi yang
d. Peningkatan daya tahan tubuh melalui
3. Penemuan kasus Tuberkulosis dibutuhkan Pekerja/Buruh setelah
perbaikan gizi kerja dan peningkatan penanganan penyakit TBC
kebugaran a. Pemeriksaan kesehatan awal dan berkala b. Pekerja/Buruh yang menderita TBC
e. Edukasi dampak penyakit penyerta bagi Pekerja/Buruh diupayakan kembali bekerja sesuai dengan
terhadap perburukan TBC b. Pemeriksaan kesehatan khusus, terutama penilaian kelaikan kerja oleh dokter
f. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan dilakukan pada Pekerja/Buruh yang perusahaan atau dokter yang merawat.
kualitas Tempat Kerja. termasuk dalam kelompok berisiko
c. Investigasi dan pemeriksaan kasus kontak
erat di Tempat Kerja.
PERAN PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENANGGULANGAN TBC DI TEMPAT KERJA
KEMENTERIAN KEMENTERIAN
DINAS KESEHATAN DINAS TENAGA KERJA
KESEHATAN KETENAGAKERJAAN
• Menyediakan kebijakan • Menyediakan kebijakan • Membangun jejaring layanan • Bersama dengan Dinas Kesehatan
dan pedoman penanggulangan TBC di diagnosis dan pengobatan melaksanakan pembinaan dan
penanggulangan serta tempat kerja dengan tim DOTS/ klinik pengawasan penanggulangan TBC di
tatalaksana TBC perusahaan/ unit pelayanan tempat kerja sebagai bagian dari K3
• Bekerjasama dengan kesehatan kerja di wilayahnya
• Bersama dengan Kemenkes melakukan dengan dukungan teknis dari
Kemenaker melakukan melakukan pengawasan • Bersama dengan Dinas Puskesmas
pembinanaan dan dan monitoring Tenaga Kerja melakukan • Mengkoordinir dan memfaslitias
monitoring pelaksanaan pembinaan, monitoring dan
pelaksanaan program perusahaan, asosiasi pengusaha dan
program evaluasi penanggulangan
penanggulangan TBC di penanggulangan TBC di TBC di tempat kerja serikat pejerja/buruh atau pihak
tempat kerja tempat kerja terkait lainnya dalam
penanggulangan TBC di tempat kerja

ASOSIASI
PENGELOLA TEMPAT FASILITAS KESEHATAN DI PENGUSAHA dan FKRTL (RS, Balkesmas, Balai
PUSKESMAS
KERJA TEMPAT KERJA SERIKAT Pengobatan dll)
PEKERJA/BURUH
• Menyediakan kebijakan • Melakukan penemuan • Pembinaan dan • Menerima rujukan terduga • Menerima rujukan terduga
dan sumber daya serta terduga, pengobatan, dan sosialisasi TBC dan spesimen dahak TBC dan spesimen dahak
fasilitas penunjang pengawasan menelan pengendalian TBC untuk penegakan untuk penegakan diagnosis
penanggulangan TBC di obat (PMO) di tempat kerja diagnosis TBC dari fasilitas TBC dari fasilitas kesehatan
tempat kerja kepada kesehatan tempat kerja tempat kerja
• Melakukan rujukan dan anggotanya;
• Memberdayakan dan menerima rujukan balik ke • Menerima rujukan • Menerima rujukan penetapan
mengembangkan sumber dan dari fasilitas kesehatan • Memfasilitasi pengobatan dari fasilitas kasus TBC akibat kerja;
daya kesehatan yang ada setempat sesuai kebutuhan anggota dalam kesehatan di tempat kerja
di tempat kerja dalam keterlibatan dan yang belum menerapkan • Menerima rujukan pasien TBC
penanggulangan TBC di • Melaksanakan pencatatan pengendalian TBC strategi TBC DOTS untuk penanganan lebih
tempat kerja dan pelaporan kasus TBC di di tempat kerja. lanjut; 14
tempat kerja
Permasalahan TBC Strategi Pengendalian TBC
di Tempat Kerja di Tempat kerja
Skrining TBC sebagai Upaya Pencegahan dan
Pengendalian TBC di Tempat Kerja

Skrining
Rontgen
gejala

- Dapat dilakukan baik oleh - Skrining berdasarkan kelainan


tenaga kesehatan maupun paru-paru yang mengarah ke
kader terlatih TBC (efusi, kavitas, infiltrat pada
- Dilakukan dengan apex paru, pembesaran
mengidentifikasi gejala utama kelenjar parahiler, dll)
(batuk ≥ 2 minggu) dan gejala
tambahan TBC untuk
penentuan terduga TBC.

16
Alur Pelaksanaan Skrining TBC bagi Pekerja
Berdasarkan pelaksanaan Active Case Finding pada pekerja industri, dan penyamak kulit di Kabupaten
Karawang Tahun 2020

(bila memungkinkan)

Skrining TBC pada pekerja juga dapat dilakukan melalui pendekatan MCU pada pekerja. Hasil MCU pada
pekerja yang menunjukan terduga TBC ditindaklanjuti untuk mendapatkan pemeriksaan TBC sesuai standar
yaitu pemeriksaan TCM.
17
Konsep Alur
Skrining TBC

Skrining TBC dapat dilakukan kepada seluruh pegawai di Perkantoran. Skrining


TBC dapat dilakukan berbasis skrining gejala dan skrining foto toraks/ronsen
(bila memungkinkan). Hasil dari skrining TBC yang menunjukan terduga TBC
ditindaklanjuti untuk mendapatkan pemeriksaan TBC sesuai standar yaitu
pemeriksaan TCM.
18
Formulir
Skrining
Gejala dan
Tanda TBC

19
Jejaring Layanan Tuberkulosis Tatalaksana Tuberkulosis di Tempat
di Tempat Kerja Kerja

1 Melakukan penyuluhan terhadap pekerja dan


manajemen tentang pengendalian tuberkulosis di
tempat kerja

2 Melaksanakan penemuan terduga tuberkulosis,


penegakan diagnosis, pengobatan dan Pengawasan
Menelan Obat (PMO) sampai sembuh dan lengkap

3 Melakukan diagnosis tuberkulosis akibat kerja

4 Melakukan rujukan balik ke dan dari


kesehatan jaringan setempat bila diperlukan
fasilitas

5 Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai


standar program tuberkulosis nasional yaitu melalui
SITB/WIFI TB

6 Memberikan pendampingan atau patient supporter


untuk dukungan upaya rehabilitasi dan penghapusan
stigma serta diskriminasi terhadap pasien tuberkulosis
di tempat kerja
HIV
EPIDEMI HIV DI INDONESIA
526.841 ODHA TAHUN 2020

SITUASI EPIDEMI
Epidemi HIV Terkonsentrasi, Papua dan Papua Barat Estimasi Jumlah Populasi Kunci Estimasi jumlah ODHA 2020
prevalensi HIV dewasa >15 Epidemi meluas tingkat (PS, LSL, waria, penasun, = 543.100
tahun; 0,26% rendah (1,8%) pelanggan) = 5.546.953
BACK TO MENU NEXT
22 22
Direktorat P2PML, DITJEN P2P - Kemenkes © 2022
GETTING 3 ZERO
2030

95% 95% 95%

Subdirektorat HIV AIDS & PIMS – Kemenkes RI © 2022


PENCAPAIAN RPJMN 2020-2024
MENDUKUNG PENCAPAIAN ENDING AIDS 2030
TARGET RPJMN
HIV AIDS

INDIKATOR
Insidensi HIV 95%
(per 1.000 penduduk yang tidak
terinfeksi HIV)

BASELINE 2019

0,24
(Kemkes, 2018)

TARGET 2024

0,18 0,8

Subdirektorat HIV AIDS & PIMS – Kemenkes RI © 2022


Penularan HIV
Penularan HIV
Terutama terjadi karena adanya perilaku berisiko
• Praktek seksual berisiko tanpa pengaman
• Praktek Penggunaan Jarum Suntik yang tidak steril dan
bergantian

Namun dapat juga melalui


• Penularan dari Ibu HIV positif ke bayi

Layanan HIV-IMS Komprehensive Berkesinambungan 13


HIV TIDAK Ditularkan…

Layanan HIV-IMS Komprehensive Berkesinambungan


Hubungan IMS & HIV
AIDS
Melemahkan

IMS IMS & HIV


Mempercepat HIV

Perilaku
Seksual
Beresiko

Layanan HIV-IMS Komprehensive Berkesinambungan


HIV AIDS IMS
DI PERKANTORAN

❑ Kondisi kantor
 Kondisi kantor yang bersih, sirkulasi udara yang baik,
pencahayaan cukup
 Kondisi MCK yang bersih
 Kondisi kebisingan suara dalam batas normal

Tidak ada risiko terjadinya kegiatan berisiko penularan HIV AIDS


IMS
BAGI KARYAWAN ODHIV

 Tidak ada stigma dan diskriminasi bagi karyawan penderita


hiv aids
 Jenjang karir Karyawan yang odhiv tidak terganggu karena
status hiv nya
 Dukungan pimpinan dan karyawan lainnya membuat
karyawan odhiv semangat dan tetap minum obat dengan baik
MALARIA
KEBIJAKAN PROGRAM MALARIA

Penaggulangan Promosi
Diagnostik Pengobatan Surveilans Vektor Kesehatan

• Gold Standar • Pengobatan • Peningkatan • Distribusi • Interpersonal


secara standar lini penemuan di
pertama kelambu di Komunikasi
mikroskopis daerah
dan RDT, PCR menggunakan
endemis
daerah tinggi Perubahan
ACT dan dan fokus perilaku
pada situasi malaria
Primaquin (tanpa
tertentu komplikasi) • Penyelidikan • Surveilans • Advokasi
• Ditunjang • Pengobatan epidemiologi vector dan peningkatan
dengan jejaring dengan dan surveilans pemetaan komitmen
pemantapan artesunate inj migrasi di
mutu disetiap (malaria berat daerah rendah
reseptivitas
level dengan dan bebas
komplikasi) 19
3 intervensi prioritas untuk eliminasi
malaria
Manajemen 3T (test, treat and trace) Pengendalian Vektor
Pro g ra m
• Tidak ada stock o utR DT ,a l at laboratorium, • Meningkatkan penemuan kasus aktif • Distribusi LLIN massal, dengan cakupan 1
obat malaria, LLIN, larvasida, insektisida. melalui kader malaria, minimal 1 kader LLIN untuk 2 orang.
• Quality assurance diagnosis malaria. melayani 50 – 100 KK (minimal setiap orang • Distribusi LLIN kepada kelompok rentan
dikunjungi 2 kali oleh kader). (Bumil, Balita) dan tempat dengan kasus
• Meningkatkan penemuan kasus pasif pada indigenous, dengan cakupan penggunaan
Faskes publik dan swasta. >90%.
• Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM di • IRS pada desa API > 20 atau terjadi
semua faskes. resistensi insektisida LLIN.
• Pemenuhan kebutuhan kader malaria • Meningkatkan kontak survei pada setiap
terlatih pada desa-desa endemis. kasus positif, 1-5 rumah (25 orang). • Manajemen lingkungan tempat
• Peningkatan teknologi informasi malaria. • Meningkatkan kepatuhan minum obat perindukan nyamuk dengan larvasida,
• Komitmen dan pendanaan daerah dengan adanya pemantau minum obat penutupan dan pengaliran.
• Penguatan promosi Kesehatan (PMO) • Paket hutan: LLIN, repellent
• Penguatan riset operasional di daerah yang
bermasalah

Penetapan Daerah Prioritas


1 Percepatan kab/kota endemis tinggi berdasarkan: 1) Annual Parasite Incidence (API), 2) jumlah penduduk, 3) jumlah kasus, 4)
Positivity Rate (PR), 5) akses ke lokasi penularan (hotspot)
2
Percepatan Kab/kota menuju eliminasi malaria berdasarkan: 1) kasus indigenous dan 2) cakupan penyelidikan epidemiologi

LLIN: Long-lasting insecticidal nets perlu perhatian


IRS : Indoor Residual Spray rekomendasi baru 20
Eliminasi Malaria

Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk


SYARAT menghentikan penularan malaria setempat
dalam satu wilayah geografi tertentu, tetap
Sistem manajemen dan dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk
koordinasi LP/LS yang baik 50%
mencegah penularan kembali
untuk memastikan tidak ada
penularan kembali • Status Epidemiologis malaria Keamanan
Tidak ada penularan setempat
• Prestasi daerah yang harus dipertahankan
selama tiga tahun berturut- dengan melakukan upaya pemeliharaan
turut • Kinerja daerah (Kabupaten/Kota)
• Akuntabilitas dan responsibilitas pemerintah
Positivity Rate < 5% daerah kepada masyarakatnya
50%
• Membutuhkan komitment kegiatan dan
API< 1 Per 1000 penduduk penganggaran
• Memberikan citra baik bagi indeks
pembangunan dan pariwasata
Intervensi spesifik sesuai tahapan penanggulangan
malaria
Tahapan Tujuan Sasaran Intervensi spesifik
Akselerasi Menurunkan Kab/kota endemis • Pembagian kelambu massal
jumlah kasus tinggi API>5 per • IRS pada desa dengan API >20
secepat mungkin 1000 penduduk • Skrining malaria dan pembagian kelambu rutin pada semua bumil
• Skrining malaria: MTBS & semua baltia sakit
Intensifikasi Menghilangkan Kab/kota endemis • Pembagian kelambu pada populasi khusus atau di daerah fokus
daerah fokus tinggi API 1-<5 per • Penemuan aktif kasus yang massif
1000 penduduk • IRS (Indoor Residual Spray) pada situasi peningkatan kasus dan
pengendalian vector lain sesuai bukti lokal
Pembebasan Menghentikan Kab/kota endemis • Surveilans migrasi malaria
penularan tinggi API <1 per • PE 1-2-5 pada setiap kasus positif
setempat/kasus 1000 penduduk • Pemetaan & pengamatan daerah reseptif (daerah yang memiliki
indigenous tempat perindukan nyamuk)
• Penguatan jejaring diagnosis dan tatalaksana
Pemeliharaan Mencegah Kab/kota bebas • Surveilans migrasi malaria
munculnya malaria • PE 1-2-5 pada setiap kasus positif
penularan malaria • Surveilasn vector
kembali • Intensifikasi pengamatan daerah reseptif
• Implementasi jejaring diagnosis dan tatalaksana yang standar
22
LEPTOSPIRA
Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit demam akut pada
manusia maupun hewan yang disebabkan oleh
Bakteri Leptospira sp.

Bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia


melalui kulit yang luka, lecet atau selaput lendir
(mata, mulut, nasofaring atau esofagus) dari urin
binatang yang sakit/karier.

Merupakan zoonosis dengan jangkauan terluas di


dunia.

Masa inkubasi 7 -10 hari

KO A, GOARANT C, PICARDEAU M. NATURE REVIEWS MICROBIOLOGY, 2009, 7: 736-747


Dalam kondisi berat/komplikasi dapat
menyebabkan kerusakan organ “Weils disease”
yang diawali dengan adanya ikterus, pendarahan
dan gagal ginjal.
Gejala Leptospirosis
1. Demam > 37.5˚ C
2. Sakit kepala
3. Nyeri otot
4. Lesu (malaise)
5. Sesak nafas
6. Oliguria/anuria
7. Pendarahan (hemoptysis/pendarahan paru,
hematemesis, hematuria, peteciae/ecchymosis,
hematochezia, melena)
8. Mata merah (conjunctivis suffusion) tanpa disertai
eksudat /purulen
9. Ruam (yaitu makulopapular atau petekie)
10. Kulit kuning
RESERVOIR LEPTOSPRISOSIS

Di Indonesia, tikus adalah sumber utama penular


Leptospirosis --- lainnya Anjing, Babi, Sapi, Kambing

Suncus murinus Mus muscullus Rattus novergicus Bandadicota indica

39
TIPE DAERAH LEPTOSPIROSIS

1. Leptospirosis daerah persawahan


Leptospirosis yang sering terjadi pada
petani, saat sawah tergenang air.
2. Leptospirosis daerah banjir Daerah persawahan
Leptospirosis pada warga korban banjir,
terjadi setelah banjir (lbh kurang 2-4
minggu), karena genangan air
Daerah banjir
terkontaminasi bakteri leptospirosis
3. Leptospirosis pemukiman kumuh
Leptospirosis pada warga dipemukiman
kumuh baik musim kemarau maupun hujan. Daerah kumuh

40
KEGIATAN PENCEGAHAN LEPTOSPIROSIS
di perkantoran

Peningkatan Kebersihan lingkungan :


✓pembersihan selokan, saluran air, air tergenang, penampungan air bersih
✓tempat-tempat yg dapat menjadi sarang tikus
Membudayakan Perilaku Hidup Bersih Hidup dan Sehat
✓menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar aman dari jangkauan tikus
✓menggunakan sepatu Boot → Ketika beraktivitas membersihkan lingkungan
perkantoran
✓cuci tangan dan kaki dengan sabun sebelum dan sesudah beraktivitas
✓mengelola sampah dengan benar
Rodent control ( Pemberantasan Tikus)
Pemberantasan tikus dengan pemasangan perangkap, umpan, lem dan lainnya
Segera berobat ke fasyankes
 bila terjadi gejala demam dan gejala lainnya setelah bekerja/beraktivitas di air
tergenang atau banjir
KEWASPADAAN DINI :
❖ Daerah endemis, khususnya musim hujan (banjir dan pasca banjir), tikus-tikus keluar dari
sarangnya berkeliaran urin cemari air & lingkungan perlu kewaspadaan & kebersihan
lingkungan serta individu.

❖ Pengamatan intensif didaerah endemis pada musim penghujan di Puskesmas dan RS.

❖ Bila ditemukan kasus leptospirosis di RS/ puskesmas segera melaporkan ke Dinas


Kesehatan setempat.

CS09
Pengelolaan Lingkungan Untuk Menghindari
Leptospirosis

Chlorine diffuser di air Penyemprotan tanah


Pemberian desinfektan
dangkal (genangan air becek/ genangan air
dipenampungan air
hujan) dangkal dg desinfektan
Aplikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

• Selalu cuci tangan dan kaki dengan sabun setelah dari tempat
berair dan kotor.

44
Lindungi Diri dari Penularan Leptospirosis Saat Kerjabakti

1
2
45

Anda mungkin juga menyukai