Disusun Oleh :
Nama : Muhammad Indra Muliansyah
Kelas : D/Semester 3
Nim : 1011421073
Dosen Pengampuh : DR.FENCE M. WANTU,SH.,MH
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas makalah yang berjudul Tinjauan Filsafat Ilmu Tentang
Penegakan Hukum Yang Berbasis Transendental. Tidak lupa juga saya mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Fence M. Wantu, S.H., M.H Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika
tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam tugas saya
ini. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki tugas saya ini. saya berharap semoga tugas saya ini yang saya susun ini
memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR IS
BAB 1. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan filsafat ilmu dalampenegakan hukum yang berbasis
transendental?
2. Bagaimana profesi hukum dalampenegakan hukum di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Transendental menjadi sangat vital untuk mendasari keutuhan moral dan memperkuat
nilai-nilai etis pada setiap manusia.
Demikian juga berlaku bagi aturan hukum dan para pengemban hukum. Keduanya
tidak mungkin bebas nilai, sehingga keberadaan keduanya harus dioptimalisasi dan
dekonstruksi terus menerus sehingga memunculkan peradaban. Untuk mewujudkan
humanisasi dan liberasi berbasis transcendental maka obyektifikasi menjadi salah satu
alat transformatifnya. Obyektifikasi adalah perbuatan rasional nilai (wertrational)
yang diwujudkan ke dalam perbuatan nilai asal. Contohnya ancaman Tuhan kepada
orang Islam sebagai orang yang mendustakan agama bila tidak memperhatikan
kehidupan ekonomi orang- orang miskin, maka dapat diobjektifikasi dari ajaran
tentang ukhuwah. Trensendental jika dipersonalisasi terhadap pengemban hukum
maka akan terbentuk karakter pengemban hukum yang mempunyai kemampuan
yaitu :
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pemikiran hukum merupakan bagian dari kosmologi sejarah pemikiran dan peradaban
manusia itu sendiri. Dari corak yang berpusat pada alam, tuhan ke rasio manusia.
Dimensi Transendental dalam penegakan hukum menjadi sesuatu yang paling
dirindukan oleh manusia modern tidak terkecuali masyarakat Indonesia, tapi saat
yang sama kita sulit menerobos bangunan hukum sekuler (positivism sebagai
mainstream) yang terlanjur menjanjikan banyak hal. Dalam paradigm positivism
huku, undang-undang atau keseluruhan peraturan perundang-undangan dipikirkan
sebagai sesuatu yang memuat hukum secara lengkap sehingga hakim tinggal
menerapkan ketentuan undang- undang secara mekanis dan linier untuk
menyelesaikan permasalahan masyarakat sesuai dengan undang- undang. Namun
paradigma positivism hukum klasik yang menempatkan hakim sebagai tawanan
undang-undang, tidak memberikan pada pengadilan untuk menjadi institusi yang
dapat mendorong perkembangan masyarakat. Bahwa system hukum dan Peradilan di
Indonesia merupakan produk Barat sekular yang mengesampingkan Al- Khaliq
sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Sehingga dapat dipastikan
produk hukum yang dikeluarkan pasti tidak akan sempurna dan memiliki banyak
kelemahan.
Transendental sebagaimana pemikiran Kuntowijoyo berbasis tiga hal : yaitu
humanisasi ( amar ma’ruf), liberasi ( nahi munkar), dan transendensi ( keberimanan ).
Ketiga basis tersebut merupakan prasyarat bagi hadirnya manusia terpilih (human
choice), yang jika dikontekstualisasi dalam penegakan hukum di Indonesia adalah
hadirnya para penegak hukum yang bermoral, responsive, dan progresif yang
harapannya kedepan mampu memperbaiki terhadap krisis dari penegakan hukum
yang berlangsung.
2. Penerapan hukum melalui teori hukumdi Indonesia dari perspektif filsafat ilmu,
terlihat dari penegakan hukum yang terjadi, meskipun pada perinsifnya penegakan
hukum tersebut belumberjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini sangat banyak
yang mempengaruhinya, dari sisi penegakan dapat dipengaruhi oleh: hukumnya
sendiri, aparat penegak hukum, sarana dan prasarana, serta budaya hukummasyarakat.
Disisi lain penerapan teori hukum tidak secara keseluruhan teori hukum yang telah
ada dapat menjelaskan tentang penomena dan permasalahan hukum yang ada, hal ini
dapat disebabkan teori hukum tersebut tidak sesuai dengan keadaan masyarakat
Indonesia, sehingga dibutuhkan teori hukum yang sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia, yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Hukum harus disesuaikan dengan masyarakat bukan sebaliknya masyarakat yang
harus disesuaikan dengan hukum.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Filsafat hukum yang merupakan bagian pencarian yang tersaji dari ruang
lingkup filsafat. Filsafat adalah kegiatan berpikir secara sistematikal yang hanya
dapat merasa puas menerima hasil-hasil yang timbul dari kegiatan berpikir itu
sendiri. Filsafat tidak membatasi diri hanya pada gejala-gejala indrawi, fisikal,
psikal atau kerohanian saja. Ia juga tidak hanya mempertanyakan “mengapa” dan
“bagaimana”nya gejala-gejala ini, melainkan juga landasan dari gejala-gejala itu
lebih dalam, ciri-ciri khas dan hakikat mereka. Ia berupaya merefleksikan
hubungan teoritikal yang didalamnya gejala-gejala tersebut dimengerti atau
dipikirkan. (Arief Sidharta 2007: P 1)
Dalam hal itu, maka filsafat tidak akan pernah merasa lekas puas dengan
suatu jawaban. Setiap dalil harus terargumentasikan atau dibuat dan dipahami
secara rasional. Karena bagaimanapun filsafat adalah kegiatan berpikir artinya
dalam suatu hubungan dialogical dengan yang lain ia berupaya merumuskan
argumen-argumen untuk memperoleh pengkajian. Berikutnya filsafat menurut
hakikatnya bersifat terbuka dan toleran. Filsafat bukanlah kepercayaan atau
dogmatika, jika ia tidak lagi terbuka bagi argumentasi baru dan secara kaku
berpegangan pada pemahaman yang sekali telah diperoleh, tidak heran
kefilsafatan secara praktikal akan menyebabkan kekakuan.
Perkembangan ilmu hukum saat ini mengalami kemajuan yang sengat cepat
seiring dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga setiap
sarjana hukum harus dapat menyesuaikan ilmunya untuk dapat mengimbangi
perkembangan tersebut. Akan tetapi hal tersebut telah berubah dengan
meninggalkan siaft-sifat asli dari ilmu yang dipelajarinya.
Ilmu hukum adalah merupakan ilmu yang mandiri dan seharusnya dapat
bekerja sendiri sesuai dengan konsep-konsep hukum yang murni dan
menghasilkan hukum yang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lebih
modern. Oleh sebab itu ilmu hukum harus kembali dalam konsep yang utama
sebagai ilmu hukum yang murni.
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai segala sesuatu
hal, baik menyangkut benda atau orang. Keadilan intinya adalah meletakkan
segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan yang substantif adalah keadilan yang dapat dinikmati oleh setiap warga
negara. Dalam perwujudannya terdapat keseimbangan, keselarasan dan keserasian
antara keadilan yang diberikan secara individual dengan keadilan secara kolektif
atau keadilan sosial.
Para filsuf dan pakar memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam mengartikan
tentang konsep keadilan.