Ken
Arok
Diketik ulang oleh Dado Tisna
Dramatic Personae
Ken Arok – Penjahat, Kemudian menjadi Raja Singhasari
Mpu Pamor – pendeta Kerajaan Kediri yang kemudian mengasingkan diri ke Panawijen
Mpu Sridhara – pendeta Kerajaan Kediri yang kemudian mengasingkan diri ke Tumapel
Lohgawe – pendeta yang datang dari Jambu-dwipa, ayah angkat Ken Arok
Kebo Ijo – seorang pengawal Tunggul Ametung, korban lain Ken Arok
BABAK I
Adegan 1
Tampak Ken Arok tidur di suatu tempat yang agak tinggi, sesuatu yang dapat dibayangkan
penonton sebagai batu besar atau cabang pohon dan sebangsanya.
Tita, sahabat dan pembantu Ken Arok berdiri di suatu tempat sambil mengamati kearah
darimana rombongan pedagang akan datang. Beberapa orang, antara tiga sampai lima orang
perampok berada didekatnya, juga tampak mengawasi dan gelisah.
Perampok 1 : ya tidak ada salahnya. Tapi rasanya tidak pantas. Orang lain
gelisah dan tegang, ia enak-enak tidur.
Tita : kalau kau takut, kami tidak memaksamu ikut dalam perjalanan ini.
Adegan 2
Ken Arok bangun dan bangkit. Seperti seekor harimau ia menggeliat. Ia berjalan kea rah anak
buahnya. Gerakannya memperlihatkan gerakan seekor binatang buas, lembut tapi penuh tenaga.
Ia memandang ke arah matahari.
Ken Arok : dari Kediri mereka berangkat subuh. Mereka membawa beban dan
mereka tidak akan cepat. Jadi dalam beberapa saat baru mereka
akan tiba di sini.
Ken Arok : sudah kucium bau mereka. Sekarang cepat kalian bersembunyi.
Aku akan membunuh yang paling kuat diantara mereka. Begitu
aku menyerang, kalian langsung menyerang. (para perampok
bersembunyi kecuali Ken Arok).
muncul rombongan, terdiri dari para pengawal, pembawa beban dan pengusung tandu tertutup.
Ken Arok : dapatkah saya berbicara dengan tuan di tempat lain? Saya tidak
mau membuat rombongan cemas.
Pemimpin pengawal : baik. Ada apa? Marilah di tempat itu. (mereka berjalan ke
suatu tempat menjauh dari rombongan yang menunggu)
katakanlah, ada apa?
Adegan 4
Kawan-kawan Ken Arok menghambur dan menghabisi pengawal lain. Pembawa beban
melarikan diri meninggalkan barang bawaan. Ken Arok melangkah ke arah tandu, membukanya,
lalu menyeret gadis yang berada di dalamnya, membawanya ke luar pentas. Kawan-kawan Ken
Arok menumpulkan barang-barang rampasan dengan gembira, dari luar pentas terdengar
jeritan gadis yang di bawa Ken Arok. Black out.
Adegan 1
Raja Kertajaya dihadap oleh para menteri, pendeta kerajaan, di antaranya Mpu Pamor dan
Mpu Sridhara, kedua panglimanya, yaitu Mahisa Walungan dan Gubar Baleman.
Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba datang diutus oleh
panglima Nala untuk mohon tambahan prajurit…
Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Kata panglima Nala, tambahan
seratus prajurit akam cukup untuk dapat menangkap dia, hidup
atau mati, dalam seminggu.
Mahisa Taruna : ampun atas kelancangan hamba, Gusti Prabu. Tapi Ken Arok
bukan perampok biasa.
Kertajaya : nah, tangkap dan bawa kepalanya ke sini kalau kalian tahu ia
berada di sana.
Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Tanpa tambahan prajurit
seratus orang kami khawatir pengepungan akan gagal kembali.
Mahisa Taruna : Gusti Prabu, para petani tidak berani lagi membantu kami.
Mahisa Taruna : penghulu Tugaran yang dengan penuh semangat mengabdi pada
gusti Prabu dan mengerahkan warganya, anak gadisnya diculik
Kertajaya : rakyatku tidak hanya penghulu Tugaran dan penyadap enau itu!
Mpu Pamor : maaf, gusti Prabu. Hamba beranikan diri berkata karena menurut
pendapat hamba keadaan sudah sangat buruk. Benar kata Mahisa
Taruna, bahwa Ken Arok adalah perampok yang luar biasa. Ia
tidak hanya berhasil menakut-nakuti rakyat yang setia kepada
Gusti Prabu, tapi bahkan…
Mpu Pamor : dia berhasil membuat banyak rakyat Gusti Prabu memihak
kepadanya. (Kertajaya tertegun).
Mahisa Taruna : apa yang dikatakan Mamanda pendeta benar belaka, Gusti Prabu.
Itulah sebabnya sangat sukar bagi kami menangkapnya. Ken Arok
berada di kampung-kampung seperti ular berada di dalam semak
duri, Gusti Prabu.
Kertajaya : binatang apapun dia, tidak ada alasan bagi kalian untuk
mempergunakannya untuk menutupi kelemahan kalian.
Mpu Pamor : Gusti, pasukan Gusti Prabu adalah pasukan terpuji yang disegani
di Bumi Jawa. Namun Ken Arok berhasil menyesatkan banyak dari
rakyat Gusti Prabu dengan memanfaatkan keresahan mereka
sekitar masalah pajak, Gusti Prabu.
Mpu Pamor : maaf, Gusti Prabu, maksud hamba hanya memberikan keterangan
dari hati yang tulus.
Mpu Pamor : Gusti Prabu, hamba sama sekali tidak menyinggung kebijaksanaan
Gusti Prabu yang berada di luar hak hamba.
Mpu Pamor : maaf beribu maaf, kalau perkataan Mamanda tidak tepat, Gusti
Prabu. Sudi apalah Gusti menganggap Mamanda tidak pernah
mengatakannya.
Kertajaya : mamanda tidak perlu minta maaf. Kata-kata itu Mamanda ucapkan
dari hati yang tulus. Artinya, dengan ketulusan yang sama
Mamanda akan bersedia membantu kami sesuai dengan darma
kaum Brahmana. Mamanda kami persilakan berangkat mencari
Ken Arok dan kawan-kawannya; kami beri waktu Mamanda untuk
mendidiknya hingga jadi warga Kediri yang baik, ya, selama tiga
bulan. Seandainya Mamanda tidak berhasil melaksanakan tugas
itu, seandainya darma kaum Brahmana tidak terpenuhi, kami tidak
berkeberatan menerima kembali Mamanda di istana, akan tetapi
bukan sebagai kaum Brahmana, melainkan sebagai warga kerajaan
Adegan 2
Mahisa Taruna : apa yang telah terjadi? Dapatkah saya mempercayai telinga saya?
Mpu Pamor : karena lidahku terpeleset, roda sejarah berputar entah kearah
mana. Wahai Betara Raya!
Mpu Pmaor : kita harus berusaha melunakkan hati beliau. Tentu tidak sekarang.
Api sedang berkobar-kobar, dan yang mendekat akan hangus
terbakar.
Mpu Pamor : kita harus memikirkan, bagaimana kita mengatasi masalah ini.
Mpu Sridhara : jangan terlalu berkecil hati. Siapa tahu peristiwa ini justru
merupakan awal kesempatan bagi kita untuk memecahkan
masalah yang sesungguhnya.
Mpu Pamor : saya sungguh prihatin, menagpa saya harus memojokkan kita
semua ke keadaan seperti ini.
Mpu Pamor : kalau dalam tiga bulan tidak mampu mengehntikan Ken Arok
berarti kaum Brahmana celaka.
Mpu Sridhara : kita akan mengirim utusan ke jambu dwipa. Kita mohon Mamanda
Lohgawe sudi berkunjung ke bumi jawa. Sekarang, marilah kita
tinggalkan tempat ini. (mereka pergi dengan pendeta-pendeta
lain).
Adegan 3
Kertajaya, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman muncul kembali dan memandang ke arah
para pendeta pergi.
Mahisa Walungan : asal tidak kakanda laksanakan dalam keadaan marah saja.
Kertajaya : saya tidak pikun, Walungan, gubar. Mereka akan kembali ke sini,
akan tetapi pasukan lain akan kita kirim untuk melindungi
Tumapel. Panglima Nala sudah bekerja dengan cukup baik, tapi
para pendeta itu kerjanya Cuma tidur diatas karung-karung hasil
bumi yang mereka terima sebagai pajak.
Mahisa Walungan : saya tahu sekarang, semua ini sandiwara belaka! (black out).
Adegan 1
Mpu Pamor dan Mpu Sridhara duduk di suatu tempat dikelilingi oleh pendeta-pendeta lain.
Mereke sedang menunggu seseorang.
Mpu Sridhara : itulah yang harus lebih kita khawatirkan. Dari sikapnya, kebijakan-
kebijakannya, tindakan-tindakannya dan terakhir dari
tantangannya kepada kita jelaslah bagiku, bahwa Kertajaya
bermaksud menyampingkan golongan kita. Itu adalah bentuk
Adegan 2
Adegan 3
Muncul Pendeta Lohgawa dengan dua orang pengiringnya. Semua memberi hormat.
Mpu Sridhara : dari sikap, kata-kata dan tindakanya kami tidak dapat mengambil
kesimpulan lain, kecuali itu, Maharesi.
Mpu Sridhara : perselisihan kaum kita dengan kaum ksatrya terjadi dari waktu ke
waktu. Hal itu wajar saja, menurut pikiran kami. Namun dengan
Kertajaya lain halnya. Secara berencana dia menggerogoti wibawa
kaum kita. Mula-mula diantara para satria yang muda-muda,
kemudian ke lingkungan yang lebih luas. Pernah seorang diantara
kami mendengar dia berkata “lihat para brahmana,” katanya,
“mereka menyanyi di kuil dan menghabiskan minyak serta hasil
pajak kita; sedang kita kadang-kadang harus menghabiskan darah
di medan perang dan setelah itu tentu tidak lagi mendapat bagian
dari pajak. Orang mati tidak perlu makan dan minum,” katanya.
Jadi dia mempergunakan tiap kesempatan untuk mengecilkan arti
tugas para brahmana dan menonjolkan darma Ksatrya. Itulah
sebabnya kami beranggapan, bahwa tindakannya yang terakhir
kepada kami bukan suatu kebetulan.
Mpu Pamor : sejauh pengetahuan kami beliau senang sekali dibacakan cerita itu.
Biasanya pada malam hari di pendapa, setelah upacara paseban,
ketika para ksatrya dan wakil-wakil rakyat berkumpul di Istana.
Lohgawe : jelas.
Mpu Pamor : kami sama sekali tidak mendapatkan kesan bahwa beliau
melakukan sesuatu di luar penghiburan, Maharesi.
Mpu Sridhara : wahai, seharusnya kami menyadari hal ini dari dulu.
Mpu Sridhara : asal-usul Ken Arok tidak karuan, Maharesi. Sebagai bayi ia
ditemukan di Kuburan lalu dipungut sebagai anak oleh seorang
pencuri bernama Lembong, orang desa Pangkur. Ketika tumbuh
menjadi anak-anak, ia mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada
ternak, barang atau uang yang aman dari tangannya yang panjang.
Begitu parahnya ia keranjingan berjudi, hingga akhirnya ia tidak
sengaja menghabiskan harta ayah-pungutnya, akan tetapi bahkan
menjual kerbau majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak saja
mencuri, akan tetapi merampok dan lebih daripada perampok lain,
ia biasa memperkosa. Naywa orang tidak ada harganya baginya.
Sedikit tersinggung ia cepat mencabut keris dan membunuh orang,
misalnya di Kabalon. Akhirnya Prabu Kertajaya memerintahkan
pasukan Kediri memburu dan menangkapnya. Akan tetapi terbukti
bahwa dia sangat licin.
Mpu Sridhara : karena prajurit Kediri tidak berhasil menangkapnya, rakyat yang
tidak merasa aman, yang hartanya, anak gadisnya bahkan
nyawanya terancam, akhirnya mengadakan semacam persetujuan
diam-diam dengannya. Mereka membiarkan Ken Arok dan kawan-
kawannya membuka tempat perjudian dan pelacuran di tepi hutan
daerah Tumapel ini, dan rakyat bukan saja pura-pura tidak tahu,
akan tetapi tidak berani melaporkannya kepada prajurit Kediri.
Sekarang dia berada di tempat itu dengan ayah pungutnya yang
kedua, penjudi kawakan yang bernama Bango samparan.
Mpu Pamor : seperti kami, dia kena murka sang Prabu, Maharesi. Lebih sering
kena murka, karena kebetulan Ken Arok melakukan kerusuhan di
wilayah Tumapel.
Mpu Sridhara : di samping itu, Maharesi, Tumapel adalah daerah yang luas dan
kaya. Penduduknya banyak, dan sangat hormat kepada akuwunya.
Siapa tahu Tunggul Ametung dalam hati kecilnya mengharapkan
sesuatu dari kita.
Lohgawe : betul, betul, saya paham sekarang. Ada satu pertanyaan: apakah
Tunggul Ametung seorang yang bijaksana?
Mpu Pamor : tampaknya dia orang baik dan dapat diyakinkan, bahwa ksatrya
tanpa brahmana adalah buta dan brahmana tanpa ksatrya adalah
lemah.
Lohgawe : kita akan melempar tiga ekor burung dengan sebuah batu, dan
untuk ketiga ekor burung itu kita sudah mendapat umpannya.
Lohgawe : ingat, kalau dalam dua bulan kita tidak berhasil mencari jalan
keluar dari masalah Ken Arok ini, maka kalian akan harus
menyembah Kertajaya. Jelas, itu adalah malapetaka. Nah,
menangkap atau membunuh Ken Arok adalah suatu yang
mustahil, seperti kalian tulis dalam surat kalian kepadaku. Tapi itu
sebenarnya tidak penting. Kertajaya hanya menginginkan agar
rakyatnya tidak diganggu dan pajak-pajak mengalir. Ia tidak mau
kehilangan muka dan kehilangan kekayaannya. Kalau kita berhasil
memenuhi keinginannya itu kita akan lolos dari cengkraman
masalah ini. lebih daripada itu, wibawa kita akan naik, bukan saja
di mata Kertajaya, akan tetapi di mata rakyat umunya.
Adegan 1
Hadir pendeta Lohgawe, Mpu Sridhara, Mpu Pamor, Tunggul Ametung, para pembantu
kepercayaan Tunggul Ametung dan prajurit jaga.
Tunggul Ametung : benar seperti kata Mamanda, kami di Tumapel ini terjepit. Kami
memahami beban warga Tumapel sudah cukup berat, akan tetapi
sebagai akuwu kami adalah abdi sang prabu. Berat lidah kami
untuk berterus terang kepada beliau, apalagi kalau beliau sedang
murka. Padahal, perlu Mamanda semua mengetahuinya, bahwa
banyak diantara mereka yang jadi perampok dan bergabung
dengan Ken Arok justru karena beratnya pajak. Karena panen
gagal, misalnya, sedang pajak yang banyak macamnya itu narus
tetap dibayar, maka mereka memilih lari ke dalam hutan. Benar
pula, bahwa ada diantara mereka yang jadi penjahat akibat senang
main judi dan berfoya-foya, akan tetapi orang-orang macam itu di
mana-mana juga ada, tidak di tumapel saja.
Lhgawe : dan ketika Mpu Pamor ini terpeleset lidah dan berterus terang,
sang Prabu demikian murkanya hingga mereka terpaksa
meninggalkan istana.
Lohgawe : itulah persoalan kita, ananda. Akan tetapi persoalan kita tidaklah
seberat yang ditanggung oleh rakyat Kediri. Benar, bahwa sang
Prabu menuntut kami menyembah kepada beliau kalau kami tak
menyelesaikan masalah Ken Arok, akan tetapi…
Tunggul Ametung : dapatkah saya percaya kepada telinga saya? Apakah tadi
Mamanda mengatakan bahwa sang Prabu menuntut Mamanda
menyembah kepada beliau?
Tunggul Ametung : wahai Betara raya! Tapi sebagai akuwu saya tak berhak
mengatakan sesuatu tentang sikap dan kebijaksanaan sang Prabu.
Lohgawe : tapi memang tidak ada yang dapat diperbuat mengenai masalah
kami itu. Yang penting ialah bagaimana kita dapat meringankan
beban rakyat itu. Untuk membicarakan hal itulah kami datang
kesini, ananda.
Lohgawe : ananda adalah pemimpin yang baik. Ananda sangat berhati hati,
mamanda sungguh hormat kepada ananda. Darah raja-raja pasti
mengalir di urat ananda. Memang, ananda tidak usah menentukan
sikap sekarang. Yang penting antara kita sudah ada pengertian,
dan ananda sudah bersiap-siap untuk menghadapi perkembangan
masalah ini.
Tunggul Ametung : tapi Mamanda, menurut berita yang saya terima, akibat perbuatan-
perbuatannya, Ken Arok itu dapat membahayakan manusia.
Tunggul Ametung : baiklah, kalau begitu, kami hanya dapat berdoa dan membakar
dupa. Sekarang, saatnya tiba untuk beristirahat. (memberi isyarat.
Gong berbunyi dan bergema).
Adegan 2
BABAK V
Adegan 1
Pentas tampak sibuk. Di bagian depan orang-orang yang minum tuak. Ada yang mabuk,
setengah mabuk dengan segala tingkahnya. Bagian tengah orang-orang menari dengan
ronggeng merangkap pelacur. Di bagian belakang orang berjudi. Muncul pembawa berita.
Seseorang : di dalam!
Adegan 2
Bango Samparan : heran! Harusnya ada halilintar di siang bolong, pohon beringin
runtuh atau gerhana dulu.
Pembawa berita : saya sudah mengatakannya. Mereka datang bukan untuk berjudi
atau menari.
Bango Samparan : (kepada pembawa berita) suruh mereka pindah ruangan, ruangan
ini akan dipergunakan untuk sembahyang (pembawa berita)
menyuruh orang-orang pergi.
Adegan 3
Bango Samparan : persilakan mereka masuk. (pembawa berita keluar). Saya sudah
tahu, si Arok ini luar biasa. Bayangkan, pendeta agung ini ingin
menghadap kepadanya. Bayangkan!
Muncul pendeta Lohgawe diiringkan oleh Mpu Sridhara, Mpu Pamor dan beberapa pengiring.
Bango Samparan : saya dengar mamanda ingin bertemu dengan anak hamba, Ken
Arok.
Lohgawe : bagus.
Adegan 5
Muncul Ken Arok, tangan kiri dan kanannya memeluk dua orang gadis. Ia diiringkan Tita.
Ken Arok : (kepada kedua gadis) kijang-kijangku, pergilah dulu. Kalian lihat
ada tamu! Selamat datang, mamanda.
Ken Arok : (tertawa) kalau saya ikut hidup di dalam… apa itu?
Lohgawe : peradaban.
Ken Arok : baru pertama kali saya bicara dengan pendeta agung. Saya tidak
mengerti.
Ken Arok : soal saya adalah pasukan Kertajaya. Rakyat tidak saya
perhitungkan.
Ken Arok : saya tak takut kepada pasukan Kertajaya atau pasukan siapapun.
Lohgawe : kau tidak perlu pusing-pusing lagi kalau kau setuju jadi pengawal
pribadi Akuwu Tumapel.
Ken Arok : bagi saya bukan imbalan kalau pasukan Kertajaya tidak
mengganggu. Gangguan itu tidak memusingkan saya. Saya minta
imbalan lain.
Lohgawe : katakanlah.
Ken Arok : satu: bukan saya sendiri yang jadi pengawal, tapi semua anak buah
saya. Dua: kerajaan tidak mengganggu kegiatan saya di sini.
Lohgawe : seandainya imbalan itu disetujui, tidak akan ada lagi gangguan
terhadap rakyat Kediri.
Lohgawe : anakku, kami harus segera kembali ke Tumapel. Kami harus segera
menyampaikan berita penting ini dan membicarakannya dengan
Akuwu.
Ken Arok : tingkah-laku pendeta paling sukar saya pahami, mamanda. Apa
boleh buat.
Ken Arok : mamanda semua akan dikawal supaya tidak diganggu. (berseru)
penjaga!
Adegan 6
Ken Arok : bawa tiga orang kawanmu, kawal para pendeta ke tepi hutan.
Pembawa berita : baik, Arok. (mempersialakan para pendeta dan mereka pergi).
Ken Arok : bagus. (para pendeta pergi. Ken Arok tertawa dengan gelinya).
Adegan 7
Ken Arok : mereka tidak mau kita merampok. Mereka minta saya jadi
pengawal Akuwu Tumapel.
Ken Arok : dengan syarat. Saya mau makan. Mana gadis-gadis. Ayo menari
lagi! Ambilkan tuakku! (blackout)
BABAK VI
Adegan 1
Mpu Pamor dan Mpu Sridhara sedang duduk di ruang pendapa pakuwon.
Mpu Sridahara : kerajaan raja lebih besar, Pamor. Meminta kaum brahmana
menyembah kepadanya adalah kemurtadan. Seperti dikemukakan
Mpu Pamor : mungkin dalam hal itu kau benar. Akan tetapi merangkul penjahat
yang telah melakukan semua jenis kejahatan tatayi adalah tidak
benar.
Mpu Sridhara : mengapa ? tidakkah keu dengar ia bertanya tentang apa artinya
peradaban?
Mpu Pamor : saya dengar. Tapi rasanya kita tidak dapat menyebut seekor
harimau atau ular sanca sebagai bodoh. Binatang-binatang buas itu
hidup dengan hukum-hukum sendiri. Mereka akan binasa kalau
hidup dengan hokum lain. Secara naluri Ken Arok tahu akan hal
itu.
Mpu sridhara : Ken Arok bukan seekor harimau atau seekor ular, pamor.
Adegan 2
Tunggul Ametung : benar, mamanda, saya dapat memutuskannya. Akan tetapi kebo ijo
perlu memahami masalah yang kita hadapi.
Lohgawe : ananda seorang yang bijaksana dan pandai memelihara hati orang.
Tunggul Ametung : (kepada penjaga) penjaga! (muncul) persilakan kepala jaga Kebo Ijo
masuk. (penjaga menyembah dan pergi. Tunggul Ametung melihat
kea rah kedua pendeta lain). Mamanda berdua, mengapa tidak
masuk?
Adegan 3
Tunggul Ametung : tidak, Kebo Ijo. Duduklah, kita akan merundingkan sesuatu.
Kebo Ijo : saya tidak melihat masalah apapun dalam hal itu, mamanda.
Tunggul Ametung : misalnya, kau tetap jadi kepala pengawal sedang Ken Arok
mendapat tambahan penghargaan dalam bentuk barang atau uang.
Tunggul Ametung : kamilah yang harus berterima kasih. Kami telah diberi kesempatan
untuk melakukan dua kebaikan. Pertama menghentikan kegiatan
Ken Arok; kedua meredakan ketegangan antara Mamanda semua
dengan Sang Prabu.
Tunggul Ametung : saya kira, ya. Marilah kita persiapkan segalanya di dalam,
Mamanda. (berpaling kepada Mpu Sridhara dan Mpu Pamor)
Mamanda, dipersilahkan masuk.
Mpu Pamor : terima kasih, Akuwu, di sini lebih sejuk. ( Lohgawe, Tunggul
Ametung dan Kebo Ijo pergi).
Adegan 4
Mpu Pamor : nuraniku gelisah. Saya tidak yakin bahwa kebijakan Maharesi
Lohgawe itu tepat.
Mpu Pamor : saya tak tahu mengatakannya, akan tetapi hati saya tak enak.
Rasanaya saya berkhianat kepada raja.
Mpu Sridhara : namanya bukan berkhianat kalau raja berniat menginjak kita,
Pamor
Mpu Pamor : memang itu tidak dapat diterima. Akan tetapi adalah benar pula,
bahwa kaum kita tidak melaksanakan dharma sebaik yang kita
inginkan.
Mpu Sridhara : jadi kau mau apa? Kau memilih menyembah kepadanya?
Mpu Pamor : saya tidak tahu. Saya harus menangkan diri dulu. Saya bermaksud
bertapa untuk beberapa lama. Saya akan pergi ke Panawijen.
Adegan 5
Tunggul Ametung : kalau dia bertanya, kapan kita bersedia menerimanya, katakan
setiap waktu.
Lohgawe : (kepada Mpu Pamor dan Mpu Sridhara) setengah tugas kita
selesai. Tinggal kita berusaha mendidik Ken Arok,
menjinakkannya, hingga benar-benar ia jadi seorang manusia.
Lohgawe : ya, kita akan mengirim berita kepada beliau dengan secepat-
cepatnya.
Mpu Pamor : saya menyesal tidak akan dapat tinggal di sini, Maharesi.
Mpu Pamor : saya tidak bermaksud pulang ke ibu kota. Saya bermaksud pergi
ke Panawijen.
Tunggul Ametung : sampaikan sembah saya kepada Mpu Purwa, mertua saya.
Lohgawe : baiklah kalau begitu. Tapi janganlah pergi ke ibu kota tanpa
berunding dulu denganku.
Di taman Baboji.
Adegan 1
Ken Arok : (melihat ke sekeliling, tampak tak paham) kalau tidak ada benteng
di sekeliling tempat ini, kita lebih mudah diserang daripada di
dalam hutan atau dalam bangunan.
Adegan 2
Lohgawe : saya menuju ke Pakuwon ketika mendapat kabar kau ada disini.
Kebo Ijo : kanda Akuwu bermaksud beristirahat disini bersama yunda Ken
Dedes.
Lohgawe : oh, saya mengarti. Tapi saya tidak mengganggu kalau berbicara
dengan angkat-angkatku, bukan?
Kebo Ijo : tentu saja tidak, mamanda. Kanda Ken Arok dapat mengatur
segala-galanya. Jumlah prajurit cukup banyak di sini.
Ken Arok : kau awasi mereka selagi saya berbicara dengan mamanda, Kebo
Ijo.
Adegan 3
Ken Arok : saya bukan murid yang baik, tapi saya akan mendengarkan,
mamanda.
Adegan 4
Terdengar bunyi kerta. Muncul Tita dengan pengawal lainnya, kemudian muncul kereta.
Ken Arok : baik, mamanda. (Tunggul Ametung muncul dan turun dari kereta.
Ia mengulurkan tangannya, membantu Ken Dedes turun, betisnya
terbuka dan Ken Arok melihatnya dengan terpesona).
Tunggul Ametung : ingin sekali saya berbicara dengan mamanda. Sang Prabu tidak
puas akan keterlambatan upeti dari Tumapel, mamanda.
Adegan 5
Lohgawe : mari kita lanjutkan pembicaraan kita tentang titipan itu, anakku.
Ken Arok : mamanda, saya baru melihat betis permpuan seperti itu.
Lohgawe : Ken Dedes wanita luar biasa. Ia adalah wanita nareswari. Siapapun
yang menikahinya akan menjadi raja. (tersenyum) saya sudah
berulang-ulang mengatakan hal itu kepada Akuwu. Sekarang,
marilah kita lanjutkan pembicaraan kita.
Ken Arok : apakah hanya betisnya atau seluruhnya, tidak menjadi masalah
bagiku. Masalahnya, bagaimana saya mendapatkan wanita
nareswari itu.
Lohgawe : (terkejut dan cemas) anakku, Ken Arok, jangan berpikir yang
bukan-bukan.
Ken Arok : tidak, sama sekali tidak, mamanda. Adakah saran Mamanda?
Adegan 6
Muncul Tita.
Adegan 7
BABAK VIII
Adegan 1
Mpu Gandring sedang bekerja di bengkelnya. Muncul Ken Arok dengan Tita.
Mpu Gandring : selamat siang. Ah, rupanya kalian. Kapan dari Karuman?
Mpu Gandring : sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan Bango samparan.
Kudengar usahanya maju, ya?
Mpu Gandring : syukur. Kau sendiri, kudengar kau bekerja pada Akuwu Tumapel?
Mpu Gandring : bagus. Daripada hidup liar, tanpa masa depan yang jelas, lebih
baik pilih hidup yang wajar. Kesempatan untuk maju bukannya
tidak terbuka kalau kau hidup secara wajar.
Mpu Gandring : syukur kalau kau paham. (kepada Tita) dank au Tita, bagaimana
ayahmu di Siganggeng. Masihkah ia jadi kepala desa?
Mpu Gandring : syukur. Tampaknya kalian maju. Pakaian kalian sekarang lebih
cocok untuk mata.
Mpu Gandring : sudah kubilang, keris yang baik hanya dapat diselesaikan dalam
satu tahun.
Mpu Gandring : tidak, Arok. Membuat keris tidak hanya berarti menempa atau
menyepuh. Membuat keris berarti bertapa, samadi, memuja,
membakar dupa dan seterusnya. Keris yang dibuat secara
sembarang akan membahayakan pemiliknya.
Mpu Gandring : tidak hanya bagus dipandang mata, Tita, keris ini tidak akan
bengkok. Bahkan baju zirah yang tipis bisa ditembusnya kalau
ditusukkan oleh tangan yang kuat.
Ken Arok : kalau begitu keris ini sudah dianggap selesai, Mpu.
Mpu Gandring : sama sekali belum! Aku masih harus bertapa beberapa minggu
lagi, menyerahkan sajen ditempat-tempat keramat tertentu, agar
keris ini lebih banyak isinya.
Ken Arok : Mpu dapat bertapa dan menyajikan sajen baginya walaupun saya
membawanya sekarang, bukan?
Mpu Gandring : kau ini tidak sabar benar, Arok. Apakah kau akan membunuh
orang?
Tita : Arok!
BABAK IX
Adegan 1
Kebo ijo, Tita dan beberapa orang prajurit sedang giliran menjaga.
Prajurit 1 : bagus sekali. Saya belum pernah melihat keris seindah itu.
Kebo Ijo : silakan (melepas keris dan membiarkannya dilihat oleh kedua
prajurit)
Kebo Ijo : ya. Hadiah karena kebaikan hatiku, katanya. Padahal saya tidak
merasa baik hati kepadanya. Saya hanya melaksanakan dharma
ksatrya belaka (tersenyum).
Adegan 2
Kebo Ijo : selamat malam, kakanda. Apakah giliran kakanda sudah tiba?
Malam rasanya masih muda.
Ken Arok : saya sudah cukup lama tidur. Tidurlah kau, supaya besok kau
segar bugar.
Kebo Ijo : ah, kakanda. Baiklah kalau kakanda sudah siap berjaga, kami akan
tidur sekarang. Mari kawan-kawan, mari Tita (mereka pergi).
Kebo Ijo : (tertawa) selamat jaga! (pergi, Ken Arok memberi isyarat pada
Tita).
Adegan 3
Ken Arok melambai ke suatu arah; muncul dua orang prajurit lain, anak buah Ken Arok.
Adegan 4
Muncul Tita.
Tita : (mereka duduk) sudah bertahun-tahun kita bersama, tapi kau tetap
teka-teki bagiku, Arok.
Tita : jadi kau beranggapan antara sahabat tidak perlu saling mengerti?
Ken Arok : kau tahu ayah ibuku tak jelas. Paman lembong, bapak angkatku
yang pertama, menemukanku sebagai bayi di kuburan. Mungkin
aku bayi siluman.
Tita : (main-main) dan waktu kecil kau nakal seperti anak genderuwo.
Ken Arok : (tetap sungguh-sungguh, walaupun santai) bukan Cuma kau yang
bilang begitu.
Tita : (main-main) jambu satu pohon habis kau lahap dalam satu malam.
Ken Arok : (mulai main-main) tidak aku sendiri. Kau yang sakit perut.
Ken Arok : tapi kalau berjudi aku sering kalah. Kau kadang-kadang menang.
Tita : itu tidak penting, bukan? Uangmu kembali karena waktu pulang
pemenangnya kau rampok.
Tita : pantas.
Ken Arok : kalian berjaga disini. Aku pergi dulu. Jangan gaduh, ya?
Adegan 5
Prajurit 4 : tapi saya dengar banyak pendeta dari ibu kota berbondong-
bondong kesini.
Tita : pendeta ?
Prajurit 4 : ya.
Prajurit 3 : ya.
Prajurit 3 : mana saya tahu. Saya hanya bilang mungkin ada hubungannya.
Adegan 6
Tita : ah, kau! Selalu untuk apa! (terdengar jeritan. Diikuti teriakan
wanita: tolong! Tolong!).
Ken Arok : Tita ikut aku! Kalian tinggal disini! (mereka masuk kedalam
pakuwon).
Adegan 7
Prajurit 3 : tidak tahu. Tapi Ken Arok dan Tita sudah masuk ke dalam. Kami
disuruh tinggal disini. (terdengar suara tangis dari dalam
Pakuwon)
Adegan 8
Muncul Ken Arok dari gerbang diiringkan oleh Tita. Ken Arok memegang keris Mpu Gandring
yang berdarah.
Ken Arok : Akuwu Tunggul Ametung tewas dibunuh orang. Pasti orang
dalam! Sekitar Pakuwon dijaga ketat. Ini keris pembunuhnya.
Siapa yang kenal dengan keris ini? keris siapa ini?
Ken Arok : panggil Kebo ijo. Paksa bawa kesini! (prajurit berlarian).
Adegan 9
Ken Arok : (mendekat pada Kebo Ijo) kau cerdik! Kau seekor ular! (menusuk
Kebo Ijo; kebo Ijo mati). Kawan-kawan, karena kedudukannya
sebagai kepala kawal diserahkan kepadaku, Kebo Ijo marah dan
Adegan 10
Ken Arok : tidak, kau tidak paham. Tapi itu tak penting. (blackout).
BABAK X
Di pendapa Pakuwon Tumapel. Hadir Ken Arok, Tita, Bango Samparan, anak-anak
buah Ken Arok dan bekas anak buah Tunggul Ametung. Seorang menenteng baki
berisi dupa, air bunga dan genta.
Adegan 1
Ken Arok : kalian tahu, akulah kepala kawal di Tumapel. Oleh karena itu,
kekuasaan atas wilayah Tumapel jatuh ke tanganku. Yang tidak
menurut perintahku akan tah, siapa Ken Arok. Sekarang, segera
panggil mamanda Lohgawe dan pendeta-pendeta lain. Dan kau,
Tita, persilakan Ken Dedes hadir di pendapa. (Tita pergi, demikian
juga beberapa prajurit, kea rah yang berlainan dengan yang
diambil oleh Tita).
Adegan 2
Lohgawe : tapi…
Ken Arok : tidak ada tapi, mamanda. Kalau mamanda mengaku sebagai ayah
pungutku. Sekaranglah mamanda harus memperlakukan aku
sebagai anak pungut mamanda. (Lohgawe didorong untuk berdiri
di depan Ken Arok dan Ken Dedes. Ken Dedes bangkit, akan tetapi
dipegang oleh Ken Arokdan didudukan kembali tidak berdaya).
Mulailah dengan upacara! (Lohgawe membaca doa sambil
membunyikan genta, lalu memercikan air bunga pada pengantin).
Lohgawe : atas nama segala yang suci, dan dengan menyeru Dewi Ratih dan
dewa Kamajaya, kunyatakan bahwa Ken Arok dan Ken Dedes,
syah sebagai suami-istri. (hadirin bergumam menyatakan
persetujuannya. Lohgawe akan mengundurkan diri, akan tetapi
Ken Arok memegang tangannya).
Ken Arok : tugas mamanda belum selesai, masih ada upacara lain.
Lohgawe : Ken Arok, masalahnya tidak semudah itu. Perlu ada persiapan-
persiapan dulu.
Ken Arok : tidak ada yang sukar bagi Ken Arok, nobatkanlah saya sekarang,
masalah-masalah akan ditanggulangi kemudian. Percayalah
kepada saya.
Ken Arok : kawan-kawan! Rakyatku! Ada yang tidak setuju kalian dibebaskan
dari berbagai pajak, yaitu raja Kertajaya. Bagaimana pendapat
kalian?
Lohgawe : Kertajay bukan raja yang lemah. Pasukannya paling baik di seluruh
bumi Jawa. Dia pernah sesumbar, hanya Betara gurulah yang
mampu mengalahkannya.
Lohgawe : benar. Ada yang mendengarnya secara langsung. Itu dia. Sridhara,
kemarilah!
Ken Arok : benarkah Kertajaya mengatakan bahwa dia hanya akan dikalahkan
oleh Betara Guru?
BABAK XI
Adegan 1
Kertajaya : saya tidak menduga kaum Brahmana sudah begitu bejat. Mereka
menyangka, mereka akan lolos dengan perbuatan ini.
Kertajaya : ya. Setelah peristiwa ini tak aka nada yang bernama Brahmana di
bumi Kediri. Pajak-pajak dapat disalurkan kepada hal-hal yang
lebih berguna bagi anak negeri.
Mpu Narayana : saya harap Mahisa Walungan dan Gubar Baleman sudah dapat
menangkap mereka dalam tiga hari ini. saya ingin sekali melihat
muka Mpu Sridhara dan Mpu Pamor. Saya ingin bertanya kepada
mereka, apakah mereka tidak kehilangan ingatan.
Mpu Aditya : mungkin gagasan gila itu tidak datang dari mereka, maksud saya
Sridhara dan Pamor, melainkan dari Lohgawe pendeta dari
Jambudwipa itu.
Kertajaya : tidak mustahil. Saya kenal pada Sridhara dan Pamor. Terutama
Pamor, benar-benar saya tidak bisa percaya.
Mpu Aditya : lalu mereka menyatakan berdirinya kerajaan baru. Saya masih
sukar untuk percaya, bahwa ini benar-benar terjadi.
Adegan 2
Pembawa berita : ampun beribu ampun, gusti prabu, hamba membawa berita duka
dari medan perang.
Pembawa berita : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba mohon diri. Tugas
hamba sudah selesai.
Adegan 3
Mpu Aditya : saya kira dialah datangnya gagasan membebaskan rakyat dari
pajak-pajak.
Kertajaya : gagasan gila! Bagi seorang pemimpin itu berarti menggali lobang
kubur sendiri. Dari mana ia akan menggaji para ponggawa?
Mpu Narayana : sukar dipercaya, sungguh. Kalau tidak gila mereka itu apa ?
Kertajaya : gila atau goblok, mereka harus bayar mahal Kediri ini.
Adegan 4
Pembawa berita : dia sedang bergerak kesini, dengan pasukannya yang besar.
Kertajaya : (berjalan kea rah singgasana, tertegun) taka da tempat lain untuk
mengungsi, selain Dewalaya. (menusuk dadanya dengan keris).
BABAK XII
Adegan 1
Di samping Ken Arok, hadir Bango Samparan, Tita, Lohgawe dan anak-anak buah Ken Arok
lainnya. Ken Arok dikelilingi oleh gadis-gadis dan Ken Umang selirnya. Ken Umang menyuapi
Ken Arok dari sebuah bangku tinggi, seakan-akan Ken Arok seekor binatang. Terdapat pejabat
kerajaan yang sedang berjudi, sementara di tempat lain pula yang sedang minum tuak dan
mabuk.
Bango Samparan : (tertawa) jangan takut; tidak ada usaha yang mantap seperti
penyelenggaraan rumah-rumah hiburan. Memang, pada awal
pembukaannya ada suara-suara sumbang, akan tetapi setelah lima
tahun, apalagi setelah lima belas tahun, orang-orang sudah
menganggap rumah-rumah hiburan sebagai bagian dari hidup
mereka.
Lohgawe : Bango Samparan, anda tidak pernah melaporkan segi buruk dari
penyelenggaraan lembaga-lembaga judi dan pelacuran itu. Anda
tidak pernah melaporkan kepada raja bahwa banyak orang-orang
kampong menjual tanahnya, ternaknya, juga anak dan istrinya
menjadi budak karena berjudi. Juga anda tidak pernah melaporkan
bahwa banyak gadis-gadis yang jadi penghuni rumah hiburan
bertentangan dengan kehendak mereka. Banyak diantaranya ditipu
atau dipaksa masuk sana.
Bango Samparan : jangan lupa, Mamanda makan dari hasil lembaga-lembaga yang
Mamanda sebut itu.
Lohgawe : izinkan aku meninggalkan kalian; masih ada pekerjaan yang harus
kuselesaikan.
Adegan 2
Ken Arok : dia bijaksana. Dia tahu bahwa kalaupun dia lari saya akan
mendapat gantinya. Jadi tidak ada gunanya.
Bango Samparan : tapi setiap kali dia hadir di tengah-tengah kita tampaknya selalu
seperti orang yang sakit perut. Heran, bagaimana dia mau bertahan
di sini.
Ken Arok : (tertawa) apa ruginya? Suatu hiburan! Saya pura-pura mendengar
omong kosongnya dengan sungguh-sungguh, lalu saya lakukan
hal-hal yang paling tidak disukainya. Itulah sebabnya dia selalu
tampak sakit perut, seperti kata bapak.
Ken Arok : (tertawa) makanya kukirimkan dia kepada kakeknya, biar dia
diajari di sana bahwa seekor lalatpun tidak boleh dibunuh, apalagi
Ken Arok.
Ken Umang : Sri Ratu lebih senang sembahyang daripada melayani raja, bukan?
Ken Arok : saya tidak mengajakmu bicara. Saya bicara dengan Tita.
Ken Arok : buat apa? Bikinlah tubuhmu semakin montok, lupakan yang lain.
(kepada penjaga) prajurit, persilakan Sri Ratu hadir di ruangan ini.
(prajurit pergi).
Ken Arok : aku tidak melihatnya dalam seminggu. Di samping itu kau
mengingatkanku akan Anusapati. Aku ingin bertemu dengannya,
aku ingin tahu sampai sejauh mana dia belajar dari kakeknya.
Tita : jadi kau kah yang mengirimkan dia pergi ke Panawijen dan bukan
ibunya?
Ken Arok: (tertawa) tentu saja aku yang menyebabkan dia pergi ke Panawijen,
walaupun ibunya sendiri yang menyampaikan kehendakku itu.
Tentu saja Ken Dedes tidak mengerti maksudku.
Adegan 3
Muncul Ken Dedes. Dengan ragu-ragu dan merasa tidak senang dia melewati orang-orang
kearah Ken Arok.
Ken Dedes : saya akan mengganggu kakanda. Biarkanlah saya berada di antara
anak-anak kita. Mereka memerlukan saya berada di sana, apalagi
kalau kakanda tidak berada di antara mereka.
Ken dedes : dia baik-baik saja, kakanda. Kemarin saya terima suratnya.
Ken Dedes : dia tidak bicara tentang pelajarannya, kakanda. Saya akan
menanyakan dalam surat saya kepadanya. Dia akan senang bahwa
kakanda memperhatikan pelajarannya.
Ken Arok : bagus. Katakana padanya, saya sangat senang kalau dia belajar
dengan baik.
Ken Dedes : terima kasih, kakanda. Dapatkah saya meninggalkan ruangan ini?
Ken Arok : saya tak hendak mengganggumu, tapi janganlah lupa Adinda
menyampaikan pesanku kepada anak kita, Anusapati.
Adegan 4
Adegan 5
Ken Arok : lebih baik Ratu diawasi, agar mendorong anaknya cepat-cepat jadi
pendeta Buddha.
Ken Arok : tidak ada yang lebih cocok bagi orang seperti dia daripada
berpakaian lembayung dan berkepala gundul, bukan?
Adegan 1
Punta, Prasanta dan Juru deh sedang beristirahat sambil menunggu majikan mereka,
Anusapati. Juru Deh tidur di tempat.
Punta : jadi ?
Punta : hohohoho! Jadi kamu sedang berpikir, ya? Jadi kamu kira otakmu
cukup bagus buat berpikir, ya?
Prasanta : memang otakmu masih mulus, masih asli, karena tidak pernah
dipergunakan.
Punta : bermimpi?
Juru deh : lho, kan saya bermimpi. Bagaimana orang bermimpi bisa
menyindir?
Juru Deh : orang yang dalam impianku itu yang sok pinter.
Prasanta : hahahaha!
Punta : tidak.
Prasanta : makanya.
Prasanta : Juru Deh, yang sok pinter dalam mimpimu itu siapa?
Prasanta : Juru Deh, kamu Cuma memikirkan diri sendiri. Kamu harus ikut
membereskan persoalan ini.
Juru Deh : lah, kenapa jadi begitu? Apa saya harus bertanggung jawab karena
saya bermimpi?
Punta : harus.
Juru Deh : oh, begitu. Baiklah, lain kali saya bermimpi dengan tertib.
Punta : lalu?
Punta : dasar!
Prasanta : hahahahaha!
Juru Deh : kalian berkomplot, ya? Baiklah, saya akan pergi dulu. Saya akan
mencari orang yang sok pinter dan yang satu lagi, yang goblok.
Kedua-duanya kutemukan di dalam mimpiku tadi.
Prasanta : Jangkrik!
Adegan 2
Punta : kamu bilang tadi kamu sedang berpikir. Apa sih yang kamu
pikirkan?
Prasanta : kan majikan kita, Pangeran Anusapati sudah dewasa. Beliau putra
sulung, jadi pasti menjadi raja Singhasari nanti.
Prasanta : pertama, saya tidak suka tuwak dan takut mabok. Di Keraton
begitu banyak tuwak. Kedua, saya tidak punya uang untuk berjudi.
Ketiga, di sana begitu banyak perempuan penghibur, istriku suka
cemburu.
Prasanta : Punta, kena apa sih hari ini? ambil air dingin, dong, lalu guyur
kepalamu.
Prasanta : tobaaaat! Mati saya! Tadi disebut pendiam, sudah bicara dianggap
bohong. Sudahlah, terserah kamulah. Saya tidak akan bicara apa-
apa lagi.
Punta : tapi kamu harus menjawab teguran orang. Itu termasuk sopan
santun.
Punta : kalau begitu kamu benar-benar tidak punya malu. Kamu bertahun-
tahun hidup di Padepokan tidak tahu sopan santun.
Punta : biar kamu tidak mendengarkan, saya akan bicara sendiri, karena
memang kamu tidak jujur, suka bohong, suka menipu, tidak tahu
sopan santun, bebal….
Punta : biar!
Adegan 3
Muncul Emban, membawa sebuah gendi dan ubi jalar bakar besar diatas cempeh.
Emban : rajin betul kalian belajar. Saya dengar kalian sedang menghafalkan
ayat-ayat kitab Kutaramanwa. Saya mendengar tadi Punta
mengatakan larangan terhadap bohong, menipu, harus sopan
santun dan sebagainya. Silakan minum dulu. Mana Juru Deh.
Prasanta : baik, mbok. Terima kasih. (Emban pergi). Nah, jadi kita mendapat
bagian lebih besar, kan?
Prasanta : makanya.
Prasanta : baiklah, jadi saya dapat dua pertiga kamu satu pertiga.
Prasanta : kamu harus merasa beruntung masih dapat lebih dari sepertiga.
Adegan 4
Punta : dia tidak adil. Dia pura-pura mau membagi dua, padahal potongan
yang diambilnya lebih besar. Saya tidak terima.
Juru Deh : supaya adil, bagaimana kalau saya potong sedikit bagian dari
Santa?
Prasanta : ya! Itu baru adil! (Punta menyodorkan bagiannya kepada Juru Deh.
Juru Deh memotongnya, lalu memakannya. Punta mengakurkan
bagiannya kepada bagian Prasanta).
Punta : sialan! Sekarang punyaku jauh lebih kecil daripada punya kamu,
Santa! Jangan makan dulu! Itu tidak adil!
Prasanta : jangkrik!
Adegan 5
Pengawal : jangan kotorkan halaman ini, Pangeran dan Mamanda segera akan
berteduh disini.
Muncul Anusapati bersama Mpu Purwa. Semua memberi hormat. Mereka duduk.
Anusapati : ya. Sejak hamba mulai remaja tibulah pertanyaan itu. Siapakah
hamba ini? siapakah ayah hamba? Apakah sebenarnya peran dan
kedudukan hamba di kerajaan?
Mpu Pamor : kakenda ingin tahu, apa yang menyebabkan cucunda bertanya
demikian.
Anusapati : hamba sejak dini menyadari, bahwa hamba berbeda dalam segala
hal dari saudara-saudara hamba. Dalam rupa jasmani, dalam
pikiran dan perasaan, hamba sungguh lain dari adinda Wong
Ateleng, Adinda Panji Saprang dan adinda Agnibaya. Waktu
hamba kecil hamba pernah bertanya pada ibunda, mengapa hamba
berbeda. Ibunda menghindarkan diri dari desakan hamba ketika
itu. Tapi pada kedatangan beliau ke sini yang terakhir, dengan
berurai air mata beliau mengatakan yang sebenarnya. Bahkan
beliau memperlihatkan dan memberikan keris yang menewaskan
Tunggul Ametung kepada hamba.
Anusapati : (kepada Mpu Purwa) kakenda pun tidak perlu khawatir. Hamba
tidak akan melakukan sesuatu tanpa hamba pikir matang-matang.
Ketika ibunda Ken Dedes memberikan keris itu, tanpa rasa
dendam dan bahkan dengan rasa sedih hamba berkata kepada
beliau, bahwa baik berita beliau, baik keris yang beliau berikan,
semuanya sudah terlambat.
Anusapati: ibunda pun mengatakan hal yang sama. Beliau berkata, bahwa
itulah yang harus hamba katakana setelah hamba belasan tahun
berada di Panawijen.
Mpu Pamor : dari kejahatan lahir kejahatan, demikian sabda sang Buddha.
Demikian pula tertulis dalam kitab weda. Artinya, Ken Arok pun
akan dan harus menerima hasil dari perbuatannya membunuh
ayahmu, yang tidak punya utang apa-apa kepadanya.
Mpu Purwa : kita tidak berhak membalas kejahatan dengan kejahatan. Hanya
kebaikan yang menyudahkan kejahatan. Demikian ajaran sang
Buddha.
Mpu Purwa : ah, kita sudah terlibat lagi ke dalam perdebatan yang tidak akan
ada habisnya. Saya khawatir tidak ada yang diuntungkan,
termasuk cucunda Anusapati. Dia malah akan jadi bingung.
Marilah kita beristirahat, Mpu Pamor.
Mpu Purwa : silakan, kau sudah dewasa. Kakenda sudah tak terlalu senang
mengaturmu (pergi).
Adegan 7
Pembawa berita : beberapa orang desa Batil mohon menghadap. Mereka menunggu
sampai kedua mamanda pergi.
Adegan 8
Orang Batil 1 : kami datang kesini mewakili warga Desa Batil yang lain yang
sedang ditimpa keprihatinan.
Orang Batil 1 : kami memberanikan diri menghadap pangeran, karena kami tidak
punya arah lain tempat kami berpaling, kecuali Pangeran.
Orang Batil 1 : oh! Tapi… maaf Pangeran, kami tidak bermaksud membicarakan
kebijakan Ayahanda Pangeran
Orang Batil : wahai, kami tidak menduga Pangeran akan mengatakan hal itu!
Orang Batil 1: kami tidak tahu apa yang harus kami katakan, Pangeran.
Anusapati : kalian harus berani mengatakan apa yang baru saya katakan.
Orang Batil : dalam hati sudah lama kami mengatakan itu, Pangeran. Lebih
daripada itu, Pangeran.
Anusapati : ya. Dalam hati kalian pun mengatakan, bahwa ayahanda Tunggul
Ametung dibunuh secara licik oleh sang Prabu. (orang-orang
bergumam dan gelisah ).
Anusapati : kesedihan kalian yang disebabkan kejahatan keji itu akan membuat
kalian mampu memahami kesedihanku. Ingatlah kawan-kawan,
walaupun saya tak pernah mengenal ayahanda, keris yang
menusuknya juga menusukku, karena saya adalah darah
dagingnya.
Orang Batil 1 : Pangeran tidak perlu ragu-ragu. Tidak kami saja yang dengan
senang hati berdiri di pihak Pangeran.
Anusapati : bukan, sama sekali saya tak ragu-ragu akan kesetiaan kalian.
Namun tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik.
Saya tak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Juga saya tak
mau membalas kejahatan dengan kebaikan. Kita harus membalas
kejahatan dengan keadilan, kawan-kawan. Dengan adil kepada
penjahat berarti kita berbuat baik, bukan hanya kepada penjahat
itu, akan tetapi juga kepada semua.
Anusapati : terima kasih atas kesediaan kalian. Kita akan berkeliling kerajaan
untuk beberapa tujuan. Akhirnya kita akan tiba di ibu kota.
Orang Batil 1 : rasanya Betara Wishnu akan segera turun di bumi Jawa.
Adegan 1
Hadir Ken Arok, Tita, Bango Samparan, Lohgawe, Ken Umang, gundik-gundik, penjaga-
penjaga dan pengikut-pengikut Ken Arok yang lain. Di pentas terdapat tempat-tempat judi dan
alat-alat karawitan (waditra) yang sedang ditabuh. Ada gadis yang sedang menari ditemani pria
mabuk. Yang menari, yang judi, yang minum tuak dan mabuk sama sibuknya.
Ken Umang : tidak, kanda sudah terlalu lama berjudi. Kanda terlalu banyak
minum. Sekarang istirahat dulu.
Ken Arok : baiklah. Aku menari! He, mana gadis itu?mana gadis yang baru
kau bawa dari desa itu? Mana hadiah yang baru kuterima itu!
Panggil! Suruh dia menari denganku! (kepada prajurit) dua orang
bawa gadis itu kesini.
Ken Arok : Karawitan, lebih nyaring! (ia mulai menari, walaupun agak
sempoyongan karena sudah mabuk).
Adegan 2
Setelah beberapa lama Ken Arok menari, muncullah dua orang prajurit yang sebelumnya pergi.
Mereka memegang seorang gadis dan mendorongnya ke tengah-tengah ruangan.
Ken Arok : ini dia! Ke sini cantik! Mari menari denganku! (Ken Arok akan
menjamah gadis itu, akan tetapi gadis itu mundur. Ken Arok
tambah bernafsu, sambil berseru-seru ia mencoba menangkap
gadis itu. Gadis itu berkelit, lalu berlari ke tempat lain. Ken Arok
memburunya. Orang-orang membuat lingkaran agar gadis itu
tidak lolos. Di dalam lingkaran itu Ken Arok memburu-buru gadis
yang menjerit-jerit dan minta tolong. Orang-orang tertawa-tawa
Adegan 3
Adegan 4
Akhirnya gadis itu kelelahan dan Ken Arok dapat menangkapnya. Ken Arok berusaha
melepaskan pakaian gadis itu, ketika prajurit-prajurit dengan senjata terhunus menyerang dan
mulai membunuhi hampir semua pria yang ada di sana, kecuali pendeta Lohgawe. Wanita-
wanita berjeritan dan berlarian ke sana ke mari. Ken Arok dikepung dalam sebuah lingkaran dan
ditusuki dengan keris, berulang-ulang. Tapi ia sangat kuat. Akhirnya pembawa keris Mpu
Gandring menusuknya. Ken Arok meraung dan mencoba menerkam, tapi ia rubuh dan
merangkak lalu mati.
Orang Desa Batil : telah kubunuh binatang itu! (semua bersorak). Pangeran Anusapati
raja kita! (semua bersorak. Anusapati dengan diiring oleh Mpu
Pamor berjalan ke tempat mayat Ken Arok, dan memandangnya).
Anusapati : binatang ini telah mati. Semoga dengan ini kita pun telah
membunuh binatang yang ada dalam diri kita masing-masing.
Diketik ulang