Anda di halaman 1dari 82

SAINI K.M.

Ken
Arok
Diketik ulang oleh Dado Tisna

Dramatic Personae
Ken Arok – Penjahat, Kemudian menjadi Raja Singhasari

Tita – Sahabat dan pembantunya

Bango Samparan – ayah Pungutnya, seorang penjudi

Kertajaya – Raja Kediri

Mahisa Walungan – adiknya, Panglima pasukan Kediri

Gubar Baleman – Panglima pasukan Kediri

Mahisa Taruna – Perwira dalam pasukan Kediri

Mpu Narayana – Menteri Kertajaya

Mpu Aditya – Menteri Kertajaya

Mpu Pamor – pendeta Kerajaan Kediri yang kemudian mengasingkan diri ke Panawijen

Mpu Sridhara – pendeta Kerajaan Kediri yang kemudian mengasingkan diri ke Tumapel

Lohgawe – pendeta yang datang dari Jambu-dwipa, ayah angkat Ken Arok

Tunggul Ametung – akuwu Tumapel

Ken Dedes – istrinya, kemudian jadi istri Ken Arok

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 2


Mpu Purwa – ayah Ken Dedes, seorang pendeta Buddha di Panawijen

Mpu Gandring – pendai keris, salah seorang korban Ken Arok

Kebo Ijo – seorang pengawal Tunggul Ametung, korban lain Ken Arok

Anusapati – anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung

Punta, Prasanta dan Juru Deh – tiga orang panakawannya

Orang desa Batil – anak buah Anusapati

Prajurit-parajurit, emban-emban, gadis-gadis, pembawa beban, dan sebagainya.

BABAK I

Suatu jalan di tengah belantara. Siang hari, menuju sore.

Adegan 1

Tampak Ken Arok tidur di suatu tempat yang agak tinggi, sesuatu yang dapat dibayangkan
penonton sebagai batu besar atau cabang pohon dan sebangsanya.

Tita, sahabat dan pembantu Ken Arok berdiri di suatu tempat sambil mengamati kearah
darimana rombongan pedagang akan datang. Beberapa orang, antara tiga sampai lima orang
perampok berada didekatnya, juga tampak mengawasi dan gelisah.

Perampok 1 : Tita, bisakah dia tidur seperti itu?

Tita : (tersenyum) apa salahnya dia tidur?

Perampok 1 : ya tidak ada salahnya. Tapi rasanya tidak pantas. Orang lain
gelisah dan tegang, ia enak-enak tidur.

Tita : kalau kau takut, kami tidak memaksamu ikut dalam perjalanan ini.

Perampok 1 : kau tahu saya tidak takut.

Tita : barangkali kau tidak percaya kepadanya?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 3


Perampok 1 : (ragu-ragu) tidak juga. Dia begitu terkenal, masa bertindak
sembrono.

Tita : (tersenyum) kau tidak akan memahaminya. Dia bukan manusia.


Sekarang, tenanglah.

Adegan 2

Ken Arok bangun dan bangkit. Seperti seekor harimau ia menggeliat. Ia berjalan kea rah anak
buahnya. Gerakannya memperlihatkan gerakan seekor binatang buas, lembut tapi penuh tenaga.
Ia memandang ke arah matahari.

Ken Arok : Dalam beberapa saat mereka akan tiba.

Tita : bagaimana kau tahu ?

Ken Arok : dari Kediri mereka berangkat subuh. Mereka membawa beban dan
mereka tidak akan cepat. Jadi dalam beberapa saat baru mereka
akan tiba di sini.

Tita : kau yakin?

Ken Arok : sudah kucium bau mereka. Sekarang cepat kalian bersembunyi.
Aku akan membunuh yang paling kuat diantara mereka. Begitu
aku menyerang, kalian langsung menyerang. (para perampok
bersembunyi kecuali Ken Arok).

Tita : Arok, bersembunyilah kau.

Ken Arok : Tidak. Bersembunyilah kalian. (terdengar suara rombongan


datang. Ken Arok berdiri ditengah jalan).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 4


Adegan 3

muncul rombongan, terdiri dari para pengawal, pembawa beban dan pengusung tandu tertutup.

Ken Arok : maaf, dapatkah saudara-saudara berhenti sebentar?

Pengawal : ada perlu apa?

Ken Arok : dapatkah saya bertemu dengan pemimpin pengawal?

Pemimpin pengawal : saya, ada apa?

Ken Arok : dapatkah saya berbicara dengan tuan di tempat lain? Saya tidak
mau membuat rombongan cemas.

Pemimpin pengawal : baik. Ada apa? Marilah di tempat itu. (mereka berjalan ke
suatu tempat menjauh dari rombongan yang menunggu)
katakanlah, ada apa?

Ken Arok : ada perampok, tuan.

Pemimpin pengawal : perampok? Dimana?

Ken Arok : disini, Tuan (sambil menusuknya).

Pemimpin pengawal : bajingan! (mati)

Adegan 4

Kawan-kawan Ken Arok menghambur dan menghabisi pengawal lain. Pembawa beban
melarikan diri meninggalkan barang bawaan. Ken Arok melangkah ke arah tandu, membukanya,
lalu menyeret gadis yang berada di dalamnya, membawanya ke luar pentas. Kawan-kawan Ken
Arok menumpulkan barang-barang rampasan dengan gembira, dari luar pentas terdengar
jeritan gadis yang di bawa Ken Arok. Black out.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 5


BABAK II

Di Keraton Kediri. Siang hari.

Adegan 1

Raja Kertajaya dihadap oleh para menteri, pendeta kerajaan, di antaranya Mpu Pamor dan
Mpu Sridhara, kedua panglimanya, yaitu Mahisa Walungan dan Gubar Baleman.

Kertajaya : persilakan Mahisa Taruna masuk. (penjaga ke luar, lalu kembali


mengiringkan Mahisa Taruna). Sekarang, bicaralah Mahisa Taruna.

Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba datang diutus oleh
panglima Nala untuk mohon tambahan prajurit…

Kertajaya : wah! Wah! Kami mengharapkan kau datang membawa berita


bahwa kepala Ken Arok berada dalam perjalanan untuk
diserahkan kepada kami.

Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Kata panglima Nala, tambahan
seratus prajurit akam cukup untuk dapat menangkap dia, hidup
atau mati, dalam seminggu.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 6


Kertajaya : kami tidak habis pikir, apa kalian ini mau memadamkan
pemberontakan besar atau menangkap seorang perampok?

Mahisa Taruna : ampun atas kelancangan hamba, Gusti Prabu. Tapi Ken Arok
bukan perampok biasa.

Kertajaya : (mengejek) kalian cerdik, Mahisa Taruna. Kau tutupi


ketidakmampuan kalian dengan memuji lawan kalian.

Mahisa Taruna : kami bersumpah tidak akan pulang sebelum memenggal


kepalanya, Gusti Prabu. Namun, tanpa tambahan prajurit kami
khawatir kami tidak dapat menangkapnya.kami sudah tahu tempat
persembunyiannya.

Kertajaya : (mengejek) dari dulu kalian tahu tempat persembunyiannya,


bukan? Mula-mula kalian mengepungnya di Kabalon, kalian gagal.
Dia lolos ke Desa Tugaran, kalian berbondong-bondong ke sana
dengan segala perbekalan dan persenjataan, ia menghilang dan
muncul di gunung Pustaka, kalian kejar ke desa Limbahan, ke
Rabut dan akhirnya ke desa panitikan. Sekarang kemana lagi?

Mahisa Taruna : dia berada di Gunung Lejar, Gusti Prabu.

Kertajaya : nah, tangkap dan bawa kepalanya ke sini kalau kalian tahu ia
berada di sana.

Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Tanpa tambahan prajurit
seratus orang kami khawatir pengepungan akan gagal kembali.

Kertajaya : kami tidak bersedia memberikan tambahan prajurit. Kerahkanlah


para petani untuk membantu kalian.

Mahisa Taruna : Gusti Prabu, para petani tidak berani lagi membantu kami.

Kertajaya : (tertegun) tidak berani? Sudahkah rakyat Kediri menjadi pengecut


semua?

Mahisa Taruna : penghulu Tugaran yang dengan penuh semangat mengabdi pada
gusti Prabu dan mengerahkan warganya, anak gadisnya diculik

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 7


dan diperkosa oleh Ken Arok. Demikian pula anak seorang
penyadap yang menunjukan tempat persembunyiannya di Hutan.

Kertajaya : rakyatku tidak hanya penghulu Tugaran dan penyadap enau itu!

Mpu Pamor : maaf, gusti Prabu. Hamba beranikan diri berkata karena menurut
pendapat hamba keadaan sudah sangat buruk. Benar kata Mahisa
Taruna, bahwa Ken Arok adalah perampok yang luar biasa. Ia
tidak hanya berhasil menakut-nakuti rakyat yang setia kepada
Gusti Prabu, tapi bahkan…

Kertajaya : bahkan apa?

Mpu Pamor : dia berhasil membuat banyak rakyat Gusti Prabu memihak
kepadanya. (Kertajaya tertegun).

Mahisa Taruna : apa yang dikatakan Mamanda pendeta benar belaka, Gusti Prabu.
Itulah sebabnya sangat sukar bagi kami menangkapnya. Ken Arok
berada di kampung-kampung seperti ular berada di dalam semak
duri, Gusti Prabu.

Kertajaya : binatang apapun dia, tidak ada alasan bagi kalian untuk
mempergunakannya untuk menutupi kelemahan kalian.

Mpu Pamor : Gusti, pasukan Gusti Prabu adalah pasukan terpuji yang disegani
di Bumi Jawa. Namun Ken Arok berhasil menyesatkan banyak dari
rakyat Gusti Prabu dengan memanfaatkan keresahan mereka
sekitar masalah pajak, Gusti Prabu.

Mahisa Taruna : perkataan Mamanda pendeta benar semata, Gusti Prabu.

Kertajaya : (tertegun sejenak, lalu bicara kepada Mahisa Taruna) Perwira,


bukanlah urusanmu hal-hal yang berhubungan dengan pajak dan
pemerintahan.

Mahisa Taruna : ampun beribu ampun, Gusti Prabu.

Mpu Pamor : maaf, Gusti Prabu, maksud hamba hanya memberikan keterangan
dari hati yang tulus.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 8


Kertajaya : mamanda, terima kasih atas keterangan itu. Akan tetapi yakinlah,
bahwa dalam hal menagtur pajak dan pemerintahan umumnya,
kami telah dipersiapkan dalam masa pendidikan yang bertahun-
tahun.

Mpu Pamor : Gusti Prabu, hamba sama sekali tidak menyinggung kebijaksanaan
Gusti Prabu yang berada di luar hak hamba.

Kertajaya : kami tidak tersinggung, Mamanda. Kami pun tidak keberatan


Mamanda berbicara secara langsung tentang tugas-tugas yang
berhubungan dengan Darma Ksatrya. Namun sebaliknya, kami
harap Mamanda pun tidak tersinggung kalau kami menyatakan,
bahwa kalau ada rakyat kami yang memihak kepada perampok
dan pemerkosaan itu, hal itu diantaranya disebabkan
terbengkalainya tugas Mamanda dan kaum Brahmana umunya.
Janganlah heran kalau ada warga Kediri yang berkata: mengapa
Ken Arok jadi perampok dan pemerkosa, padahal di Kediri
terdapat pendeta-pendeta terkenal yang bertugas mendidik rakyat
kearah kebaikan? Bukankah sebagian pajak yang dibayarkan oleh
rakyat diserahkan kepada para pendeta, agar para pendeta dapat
melaksanakan tugas mendidik rakyat dengan tenteram?

Mpu Pamor : maaf beribu maaf, kalau perkataan Mamanda tidak tepat, Gusti
Prabu. Sudi apalah Gusti menganggap Mamanda tidak pernah
mengatakannya.

Kertajaya : mamanda tidak perlu minta maaf. Kata-kata itu Mamanda ucapkan
dari hati yang tulus. Artinya, dengan ketulusan yang sama
Mamanda akan bersedia membantu kami sesuai dengan darma
kaum Brahmana. Mamanda kami persilakan berangkat mencari
Ken Arok dan kawan-kawannya; kami beri waktu Mamanda untuk
mendidiknya hingga jadi warga Kediri yang baik, ya, selama tiga
bulan. Seandainya Mamanda tidak berhasil melaksanakan tugas
itu, seandainya darma kaum Brahmana tidak terpenuhi, kami tidak
berkeberatan menerima kembali Mamanda di istana, akan tetapi
bukan sebagai kaum Brahmana, melainkan sebagai warga kerajaan

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 9


biasa saja. Oleh karena itu kami akan menuntut agar Mamanda
semua menyembah kepada kami. Itu masuk akal. Semua warga
Kediri menyembah kepada kami, kecuali kaum Brahmana. Akan
tetapi kaum Brahmana yang gagal melaksanakan darmanya
bukanlah Brahmana, oleh karena itu wajib menyembah kepada
kami.

Mahisa Walungan : kakanda Prabu…

Kertajaya : diamlah Mahisa Walungan. (kepada para pendeta) Mamanda


semua, janganlah mengecewakan kami; janganlah mencoba-coba
main kucing-kucingan dengan Kertajaya. Kami yakin, Mamanda
semua terlalu bijaksana untuk itu; Mamanda cukup memahami,
bahwa Kertajaya terlalu kuat untuk Mamanda semua. Hanya
Betara Guru, sekali lagi, hanya Betara Guru yang dapat
mengalahkan Kertajaya.

Mahisa Walungan : kakanda.

Kertajaya : diamlah, Mahisa Walungan. (kepada Mahisa Taruna) perwira,


sampaikan kepada panglima Nala, bahwa para prajurit diizinkan
kembali ke ibu kota untuk beristirahat. Tugas akan diambil oleh
para pendeta. (kepada Mahesa Walungan dan Gubar Baleman)
mari kita pergi, kita sudah terlalu lama di sini (pergi).

Adegan 2

Mahisa Taruna : apa yang telah terjadi? Dapatkah saya mempercayai telinga saya?

Mpu Pamor : karena lidahku terpeleset, roda sejarah berputar entah kearah
mana. Wahai Betara Raya!

Mpu Sridhara : mungkin ini kehendak sang Betara.

Mpu Pmaor : kita harus berusaha melunakkan hati beliau. Tentu tidak sekarang.
Api sedang berkobar-kobar, dan yang mendekat akan hangus
terbakar.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 10


Mahisa Taruna : mamanda semua, hamba mohon diri. Ah, betapa akan
kebingungan panglima Nala menerima perintah yang aneh ini.

Mpu Sridhara : panglima Nala tidak bingung sendiri, anakku. Berangkatlah,


semoga kau selamat. (Mahisa Taruna pergi).

Mpu Pamor : kita harus memikirkan, bagaimana kita mengatasi masalah ini.

Mpu Sridhara : jangan terlalu berkecil hati. Siapa tahu peristiwa ini justru
merupakan awal kesempatan bagi kita untuk memecahkan
masalah yang sesungguhnya.

Mpu Pamor : saya sungguh prihatin, menagpa saya harus memojokkan kita
semua ke keadaan seperti ini.

Mpu Sridhara : tenanglah.

Mpu Pamor : kalau dalam tiga bulan tidak mampu mengehntikan Ken Arok
berarti kaum Brahmana celaka.

Mpu Sridhara : atau Kertajaya yang berkahir ?

Mpu Pmaor : apa maksudmu?

Mpu Sridhara : kita akan mengirim utusan ke jambu dwipa. Kita mohon Mamanda
Lohgawe sudi berkunjung ke bumi jawa. Sekarang, marilah kita
tinggalkan tempat ini. (mereka pergi dengan pendeta-pendeta
lain).

Adegan 3

Kertajaya, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman muncul kembali dan memandang ke arah
para pendeta pergi.

Mahisa Walungan : asal tidak kakanda laksanakan dalam keadaan marah saja.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 11


Kertajaya : sudah sejak lama kupikirkan, Walungan. Menurutku tindakan ini
sekaligus akan mencapai tiga sasaran. Pertama, kaum Brahmana
akan terjaga dari kelalaiannya dan sadar akan tanggung jawabnya;
kedua, kesadaran ini diharapkan akan menempatkan mereka
kembali pada kedudukannya yang tepat; ketiga, mereka akan
menyadari bahwa tugasku sebagai raja dan darma Ksatrya tidak
seringan seperti yang mereka hinakan.

Mahisa Walunngan :tapi bagaimana dengan Ken Arok? Bukankah dengan


dipanggilnya panglima Nala pulang, rakyat, khususnya rakyat
Tumapel akan sangat menderita?

Kertajaya : (tertawa) percayakah engkau bahwa aku akan memanggil Nala?

Gubar Baleman : Gusti Prabu mengatakannya kepada Mahisa Taruna.

Kertajaya : saya tidak pikun, Walungan, gubar. Mereka akan kembali ke sini,
akan tetapi pasukan lain akan kita kirim untuk melindungi
Tumapel. Panglima Nala sudah bekerja dengan cukup baik, tapi
para pendeta itu kerjanya Cuma tidur diatas karung-karung hasil
bumi yang mereka terima sebagai pajak.

Mahisa Walungan : saya tahu sekarang, semua ini sandiwara belaka! (black out).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 12


BABAK III

Di suatu tempat di Tumapel. Siang hari.

Adegan 1

Mpu Pamor dan Mpu Sridhara duduk di suatu tempat dikelilingi oleh pendeta-pendeta lain.
Mereke sedang menunggu seseorang.

Mpu Pamor : adakah kemungkinan surat itu tidak sampai?

Mpu Sridhara : telah kuusahakan segalanya agar utusan tidak mendapat


hambatan. Kita telah menyediakan biaya untuk dua pengawal
bersenjata selama di jalan darat.

Mpu Pamor : mungkinkah timbul persoalan dari pihak raja?

Mpu Sridhara : itulah yang harus lebih kita khawatirkan. Dari sikapnya, kebijakan-
kebijakannya, tindakan-tindakannya dan terakhir dari
tantangannya kepada kita jelaslah bagiku, bahwa Kertajaya
bermaksud menyampingkan golongan kita. Itu adalah bentuk

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 13


kemurtadan yang tidak kepalang tanggung. Makanya saya tidak
setuju dengan pendapatmu, bahwa tindakannya yang terakhir
hanya didorong oleh kemarahan. Tidak. Secara bencana ia akan
melenyapkan wibawa dan kekuasaan golongan kita.

Adegan 2

Muncul pembawa berita

Pembawa berita : mamanda, rombongan pendeta agung Lohgawe sudah tampak.


Mereka sedang mendaki tebing menuju kesini.

Mpu Pamor : syukurlah.

Mpu Sridhara : rapikan tempat duduk bagi beliau.

Adegan 3

Muncul Pendeta Lohgawa dengan dua orang pengiringnya. Semua memberi hormat.

Mpu Sridhara : selamat datang di wilayah Tumapel. Semoga sang Betara


melindungi anda dan rombongan.

Lohgawe : demikian pula sebaliknya. (mereka duduk) baiklah, semoga


keluarga kalian baik-baik pula. Karena masalahnya terasa penting,
kita perlu mendahulukan pembicaraanya. Lain-lain dibelakang.

Mpu Sridhara : benar, Maharesai.

Lohgawe : baiklah. Surat kalian yang panjang lebar telah kupelajari.


Tampaknya masalahnya sungguh-sungguh juga. Itulah sebabnya
kami tak sabar untuk segera bertemu dengan kalian.

Mpu Sridhara : kami lebih tak sabar lagi, Maharesi.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 14


Lohgawe : kalau kami tak salah paham, Kertajaya bermaksud menghalangi
pelaksanaan darma kaum kita di tengah-tengah rakyatnya.

Mpu Sridhara : dari sikap, kata-kata dan tindakanya kami tidak dapat mengambil
kesimpulan lain, kecuali itu, Maharesi.

Lohgawe : rupanya Kertajaya ini sudah benar-benar tersesat. Bukankah


keinginannya itu sama artinya dengan keinginan melepas salah
satu soko-guru alam semesta?

Mpu Sridhara: itulah sebabnya kami menyampaikan surat kepada Maharesi.

Lohgawe : adakah diantara leluhurnya yang memiliki kecendrungan kuat kea


rah yang sama? Maksudku, kecendrungan untuk tidak menyukai
kaum kita.

Mpu Sridhara : perselisihan kaum kita dengan kaum ksatrya terjadi dari waktu ke
waktu. Hal itu wajar saja, menurut pikiran kami. Namun dengan
Kertajaya lain halnya. Secara berencana dia menggerogoti wibawa
kaum kita. Mula-mula diantara para satria yang muda-muda,
kemudian ke lingkungan yang lebih luas. Pernah seorang diantara
kami mendengar dia berkata “lihat para brahmana,” katanya,
“mereka menyanyi di kuil dan menghabiskan minyak serta hasil
pajak kita; sedang kita kadang-kadang harus menghabiskan darah
di medan perang dan setelah itu tentu tidak lagi mendapat bagian
dari pajak. Orang mati tidak perlu makan dan minum,” katanya.
Jadi dia mempergunakan tiap kesempatan untuk mengecilkan arti
tugas para brahmana dan menonjolkan darma Ksatrya. Itulah
sebabnya kami beranggapan, bahwa tindakannya yang terakhir
kepada kami bukan suatu kebetulan.

Lohgawe : apakah dia juga menyebarkan Wiracarita Mahabarata dan


Ramayana?

Mpu Pamor : sejauh pengetahuan kami beliau senang sekali dibacakan cerita itu.
Biasanya pada malam hari di pendapa, setelah upacara paseban,
ketika para ksatrya dan wakil-wakil rakyat berkumpul di Istana.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 15


Dalam kesempatan seperti itu dibeberkan pula lukisan-lukisan
yang menggambarkan kejadian-kejadian dalam cerita.

Lohgawe : jelas.

Mpu Sridhara : jelas bagaimana, Maharesi ?

Lohgawe : ia berusaha menyebarkan kedua Wiacarita itu.

Mpu Pamor : menurut pendapat kami beliau tidak menyebarkannya, maharesi.


Tampaknya beliau lebih menyukai kedua wiracarita itu.

Lohgawe : kalian tidak melihat hubungan yang lebih dalam. Tindakan


menyelenggarakan pembacaan kedua Wiracarita di depan
khalayak adalah bukti adanya persekongkolan semesta. Siapa tahu
dibelakang kalian Kertajaya telah mengadakan hubungan yang
lebih daripada erat dengan kaumnya yang ada di jmabudwipa.
Pamor, Sridhara, ketahuialah, bahwa kaum ksatrya secara sadar
dan berencana berusaha menggerogoti wibawa kita dengan
berbagai cara, diantaranya melalui wiracarita itu. Tidakah kalian
sadar, betapa kecilnya peran kaum Brahmana dalam kedua
wiracarita itu, dan betapa menonjolnya peran kaum ksatrya
sebagai penopang soko-guru alam semesta?

Mpu Sridhara : wahai, betapa jelasnya hubungan itu!

Mpu Pamor : kami sama sekali tidak mendapatkan kesan bahwa beliau
melakukan sesuatu di luar penghiburan, Maharesi.

Lohgawe : kau terlalu murni, terlalu baik, terlalu kekanak-kanakan, Pamor.


Kau seharusnya melihat hubungan yang jelas antara acara
pembacaan Wiracarita itu dengan kehendaknya untuk kalian
sembah.

Mpu Sridhara : wahai, seharusnya kami menyadari hal ini dari dulu.

Lohgawe : sekarang belum terlambat Sridhara.

Mpu Sridhara : apakah kiranya yang kami lakukan, Maharesi?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 16


Lohgawe : sekarang, jelaskanlah dulu kepadaku tentang dua orang yang ingin
kuketahui, yaitu Ken Arol dan Tunggul Ametung yang telah
berbaik hati kepada kalian.

Mpu Sridhara : asal-usul Ken Arok tidak karuan, Maharesi. Sebagai bayi ia
ditemukan di Kuburan lalu dipungut sebagai anak oleh seorang
pencuri bernama Lembong, orang desa Pangkur. Ketika tumbuh
menjadi anak-anak, ia mulai pandai mencuri dan berjudi. Tak ada
ternak, barang atau uang yang aman dari tangannya yang panjang.
Begitu parahnya ia keranjingan berjudi, hingga akhirnya ia tidak
sengaja menghabiskan harta ayah-pungutnya, akan tetapi bahkan
menjual kerbau majikannya. Ketika berangkat remaja, ia tidak saja
mencuri, akan tetapi merampok dan lebih daripada perampok lain,
ia biasa memperkosa. Naywa orang tidak ada harganya baginya.
Sedikit tersinggung ia cepat mencabut keris dan membunuh orang,
misalnya di Kabalon. Akhirnya Prabu Kertajaya memerintahkan
pasukan Kediri memburu dan menangkapnya. Akan tetapi terbukti
bahwa dia sangat licin.

Mpu Pamor : dan sama sekali biadab.

Mpu Sridhara : karena prajurit Kediri tidak berhasil menangkapnya, rakyat yang
tidak merasa aman, yang hartanya, anak gadisnya bahkan
nyawanya terancam, akhirnya mengadakan semacam persetujuan
diam-diam dengannya. Mereka membiarkan Ken Arok dan kawan-
kawannya membuka tempat perjudian dan pelacuran di tepi hutan
daerah Tumapel ini, dan rakyat bukan saja pura-pura tidak tahu,
akan tetapi tidak berani melaporkannya kepada prajurit Kediri.
Sekarang dia berada di tempat itu dengan ayah pungutnya yang
kedua, penjudi kawakan yang bernama Bango samparan.

Lohgawe : tampaknya orang itu memang luar biasa.

Mpu Pamor : dia seekor ular berbisa, Maharesi.

Lohgawe : sekarang tentang Tunggul Ametung.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 17


Mpu Sridhara : Akuwu Tumapel ini orang baik-baik. Sudah barang tentu sebagai
manusia ia punya kelemahan. Istrinya, Ken Dedes, tidak
dinikahinya secara wajar. Tunggul Ametung menculiknya dari
tempat ayahnya di desa Panawijen. Ia berusaha menebus
kesalahannya dengan menghormati ayah Ken Dedes, seorang
pendeta Buddha yang bernama Mpu Purwa, walaupun orang tua
itu tampaknya belum bersedia mengampuninya.

Lohgawe : baiklah tentang itu semua, tapi bagaimana hubungannya dengan


masalah kita? Misalnya, mengapa dia demikian baik terhadap
kalian dan membiarkan tempat ini dijadikan tempat pertemuan di
luar pengetahuan dan mungkin di luar persetujuan Kertajaya?

Mpu Pamor : seperti kami, dia kena murka sang Prabu, Maharesi. Lebih sering
kena murka, karena kebetulan Ken Arok melakukan kerusuhan di
wilayah Tumapel.

Mpu Sridhara : di samping itu, Maharesi, Tumapel adalah daerah yang luas dan
kaya. Penduduknya banyak, dan sangat hormat kepada akuwunya.
Siapa tahu Tunggul Ametung dalam hati kecilnya mengharapkan
sesuatu dari kita.

Lohgawe : betul, betul, saya paham sekarang. Ada satu pertanyaan: apakah
Tunggul Ametung seorang yang bijaksana?

Mpu Sridhara : maksud Maharesi?

Lohgawe : apakah dia memberikan penghargaan yang sama kepada pedang


dan suluh? Apakah harkat ksatrya dihargainya tanpa menghinakan
brahmana?

Mpu Sridhara : sedikitnya ia tidak pernah menghina kami, Maharesi.

Mpu Pamor : tampaknya dia orang baik dan dapat diyakinkan, bahwa ksatrya
tanpa brahmana adalah buta dan brahmana tanpa ksatrya adalah
lemah.

Lohgawe : kita akan bertemu dengan Tunggul Ametung kemudian dengan


Ken Arok.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 18


Mpu Pamor : dengan Ken Arok ?

Lohgawe : mengapa tidak ?

Mpu Pamor : mengapa tidak ?

Mpu Pamor : dia seekor ular, ular berbisa, Maharesi.

Lohgawe : serahkan ke tanganku, Pamor.

Mpu Sridhara : bagaimana rencana Maharesi ?

Lohgawe : kita akan melempar tiga ekor burung dengan sebuah batu, dan
untuk ketiga ekor burung itu kita sudah mendapat umpannya.

Mpu Sridhara : kami belum paham, Maharesi.

Lohgawe : ingat, kalau dalam dua bulan kita tidak berhasil mencari jalan
keluar dari masalah Ken Arok ini, maka kalian akan harus
menyembah Kertajaya. Jelas, itu adalah malapetaka. Nah,
menangkap atau membunuh Ken Arok adalah suatu yang
mustahil, seperti kalian tulis dalam surat kalian kepadaku. Tapi itu
sebenarnya tidak penting. Kertajaya hanya menginginkan agar
rakyatnya tidak diganggu dan pajak-pajak mengalir. Ia tidak mau
kehilangan muka dan kehilangan kekayaannya. Kalau kita berhasil
memenuhi keinginannya itu kita akan lolos dari cengkraman
masalah ini. lebih daripada itu, wibawa kita akan naik, bukan saja
di mata Kertajaya, akan tetapi di mata rakyat umunya.

Mpu Sridhara : ingin sekali kami mengetahu bagaimana caranya, Maharesi.

Lohgawe : marilah kita pergi ke tempat Akuwu Tunggul Ametung. (blackout)

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 19


BABAK IV

Di Istana Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Siang hari.

Adegan 1

Hadir pendeta Lohgawe, Mpu Sridhara, Mpu Pamor, Tunggul Ametung, para pembantu
kepercayaan Tunggul Ametung dan prajurit jaga.

Tunggul Ametung : benar seperti kata Mamanda, kami di Tumapel ini terjepit. Kami
memahami beban warga Tumapel sudah cukup berat, akan tetapi
sebagai akuwu kami adalah abdi sang prabu. Berat lidah kami
untuk berterus terang kepada beliau, apalagi kalau beliau sedang
murka. Padahal, perlu Mamanda semua mengetahuinya, bahwa
banyak diantara mereka yang jadi perampok dan bergabung
dengan Ken Arok justru karena beratnya pajak. Karena panen
gagal, misalnya, sedang pajak yang banyak macamnya itu narus
tetap dibayar, maka mereka memilih lari ke dalam hutan. Benar
pula, bahwa ada diantara mereka yang jadi penjahat akibat senang
main judi dan berfoya-foya, akan tetapi orang-orang macam itu di
mana-mana juga ada, tidak di tumapel saja.

Lohgawe : dengan demikian jelas, bahwa ananda senasib dengan kami. Di


satu pihak kita merasa lebih paham mengenai masalah yang

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 20


sebenarnya, di pihak lain kita tidak dapat berterus terang kepada
sang prabu.

Tunggul Ametung : mamanda mengucapkannya dengan baik sekali.

Lhgawe : dan ketika Mpu Pamor ini terpeleset lidah dan berterus terang,
sang Prabu demikian murkanya hingga mereka terpaksa
meninggalkan istana.

Tunggul Ametung : sukar utnuk dapat dipercaya!

Lohgawe : itulah persoalan kita, ananda. Akan tetapi persoalan kita tidaklah
seberat yang ditanggung oleh rakyat Kediri. Benar, bahwa sang
Prabu menuntut kami menyembah kepada beliau kalau kami tak
menyelesaikan masalah Ken Arok, akan tetapi…

Tunggul Ametung : dapatkah saya percaya kepada telinga saya? Apakah tadi
Mamanda mengatakan bahwa sang Prabu menuntut Mamanda
menyembah kepada beliau?

Lohgawe : benar, ananda. Rupanya masalah Ken Arok ini telah


mengguncangkan soko-soko guru alam semesta.

Tunggul Ametung : wahai Betara raya! Tapi sebagai akuwu saya tak berhak
mengatakan sesuatu tentang sikap dan kebijaksanaan sang Prabu.

Lohgawe : lupakanlah, ananda. Tadi Mamanda katakana, bahwa masalah


kami, kaum Brahmana, kecil saja disbanding dengan beratnya
beban di bahu rakyat Kediri.

Tunggul Ametung : Mamanda semua terlalu tabah, terlalu tabah!

Lohgawe : tapi memang tidak ada yang dapat diperbuat mengenai masalah
kami itu. Yang penting ialah bagaimana kita dapat meringankan
beban rakyat itu. Untuk membicarakan hal itulah kami datang
kesini, ananda.

Tunggul Ametung : kami merasa benar-benar mendapat kehormatan diajak berunding


tentang hal itu, Mamanda.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 21


Lohgawe : ini untuk kepentingan semua, ananda. Begini, ananda, kami
mempunyai gagasan, kalau Ken Arok tidak dapat dibunuh,
mengapa tidak dijinakkan saja. Kalau seekor ular sanca tidak dapat
dicegah membunuh ternak dan manusi, mengapa tidak kita
sediakan kambing di depan guanya secara teratur. Nah, dalam
keadaan tenang siapa tahu kita dapat menemukan cara yang baik
untuk membunuhnya.

Tunggul Ametung : dapatkah Mamanda menjelasakan lebih terurai?

Lohgawe : Mamanda akan berusaha menghubunginya, baru kemudian


membuat rencana yang lebih terperinci. Namun pada dasarnya
rencana itu sederhana saja. Kita akan memberikan sesuatu yang
diinginkannya tanpa terlalu merugikan kita, tapi dia kita tuntut
untuk menghentikan kejahatan-kejahatannya.

Tunggul Ametung : saya belum dapat mengatakan apa-apa, Mamanda.

Lohgawe : ananda adalah pemimpin yang baik. Ananda sangat berhati hati,
mamanda sungguh hormat kepada ananda. Darah raja-raja pasti
mengalir di urat ananda. Memang, ananda tidak usah menentukan
sikap sekarang. Yang penting antara kita sudah ada pengertian,
dan ananda sudah bersiap-siap untuk menghadapi perkembangan
masalah ini.

Tunggul Ametung : tapi Mamanda, menurut berita yang saya terima, akibat perbuatan-
perbuatannya, Ken Arok itu dapat membahayakan manusia.

Lohgawe : mamanda memrcayakan keselamatan manusia pada sang Betara.

Tunggul Ametung : baiklah, kalau begitu, kami hanya dapat berdoa dan membakar
dupa. Sekarang, saatnya tiba untuk beristirahat. (memberi isyarat.
Gong berbunyi dan bergema).

Adegan 2

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 22


Muncul Ken dedes dengan segala kecantikan dan kegemilangannya diiringkan oleh dayang-
dayangnya.

Ken Dedes : jamuan telah tersedia, Mamanda, semua dipersialakan pindah


ruangan. (blackout)

BABAK V

Di dalam hutan di daerah gunung Lejar. Waktu, sembarang.

Adegan 1

Pentas tampak sibuk. Di bagian depan orang-orang yang minum tuak. Ada yang mabuk,
setengah mabuk dengan segala tingkahnya. Bagian tengah orang-orang menari dengan
ronggeng merangkap pelacur. Di bagian belakang orang berjudi. Muncul pembawa berita.

Pembawa berita : paman Bango Samparan mana?

Seseorang : di dalam!

Pembawa berita: katakan ada tamu!

Seseorang : kenapa rebut-ribut ? suruh masuk!

Pembawa berita : ini tamu penting! Pendeta agung!

Seseorang : yang betul?

Pembawa berita : cepat beritahu paman Bango Samparan.

Seseorang : kau bermimpi. Pendeta Agung tidak mungkin mencari tasbih di


sini. Ia hanya akan menemukan dadu.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 23


Pembawa berita : kau mabuk, ini sungguh-sungguh!

Adegan 2

Muncul Bango Samparan dengan Tita.

Pembawa berita : ini dia!

Tita : ada apa?

Pembawa berita : beberapa orang pendeta, diantaranya pendeta Agung ingin


bertemu dengan Ken Arok.

Bango Samparan : heran! Harusnya ada halilintar di siang bolong, pohon beringin
runtuh atau gerhana dulu.

Tita : apa yang dikatakannya kepadamu?

Pembawa berita : saya sudah mengatakannya. Mereka datang bukan untuk berjudi
atau menari.

Tita : (kepada Bango Samparan) paman, Arok harus diberi tahu.

Bango Samparan : (kepada pembawa berita) suruh mereka pindah ruangan, ruangan
ini akan dipergunakan untuk sembahyang (pembawa berita)
menyuruh orang-orang pergi.

Tita : saya panggil Ken Arok.

Adegan 3

Ruangan kosong, tinggal Bango Samparan dan pembawa Berita.

Bango Samparan : persilakan mereka masuk. (pembawa berita keluar). Saya sudah
tahu, si Arok ini luar biasa. Bayangkan, pendeta agung ini ingin
menghadap kepadanya. Bayangkan!

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 24


Adegan 4

Muncul pendeta Lohgawe diiringkan oleh Mpu Sridhara, Mpu Pamor dan beberapa pengiring.

Bango samparan : (menghormat) selamat datang Mamanda semua. Silakan masuk.


(kepada pembawa berita) mamanda semua pasti haus, ambilkan
minuman! (pembawa berita pergi).

Mpu Pamor : (kepada mpu Sridhara) saya rasa ini salah.

Mpu Sridhara : kesalahan Kertajaya lebih besar. Tenanglah.

Bango Samparan : saya dengar mamanda ingin bertemu dengan anak hamba, Ken
Arok.

Lohgawe : benar, mudah-mudahan dia ada.

Bango Samparan : sedang dipanggil, mamanda.

Lohgawe : bagus.

Adegan 5

Muncul Ken Arok, tangan kiri dan kanannya memeluk dua orang gadis. Ia diiringkan Tita.

Ken Arok : (kepada kedua gadis) kijang-kijangku, pergilah dulu. Kalian lihat
ada tamu! Selamat datang, mamanda.

Lohgawe : senang sekali kami dapat bertemu dengan kau, anakku.

Ken arok : tentu ada urusan penting.

Lohgawe : kau telah menduganya.

Ken Arok : baiklah. Akankah kita bicarakan sekarang juga?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 25


Lohgawe : (memandang kepada Bango samparan dan Tita serta para
pengiring) ya, tapi…

Tita : kami sebaiknya meninggalkan ruangan ini supaya pembicaraan


lebih tenang. (kepada Bango Samparan dan para pengiring). Mari,
kita minum di belakang, (mereka pergi).

Lohgawe : anakku, kuminta kau mau berdamai dengan kerajaan.

Ken Arok : untuk apa?

Lohgawe : agar hidupmu lebih tenang, agar pasukan Kertajaya tidak


memburu-burumu.

Ken Arok : (tersenyum) bagaimana kalau saya senang diburu-buru?

Lohgawe : kau bukan binatang buruan, anakku.

Ken Arok : (tertawa) siapa tahu.

Lohgawe : jelas, kau manusia. Sedang manusia memiliki pola kehidupan


tertentu, pola kehidupan yang manusiawi. Manusia hidup dalam
peradaban.

Ken Arok : peradaban? Apa itu?

Lohgawe : hidup bersama menurut peraturan tertentu yang menguntungkan


kita semua.

Ken Arok : contohnya?

Lohgawe : lihatlah masyarakat kerajaan kita. Kaum brahmana hidup menurut


peraturan sendiri yang menjelaskan tugas dan kewajibannya,
demikian juga kaum ksatrya atau sudra. Kalau tugas dan
kewajiban masing-masing golongan dilaksanakan dengan baik,
akan senanglah hidup setiap anggota masyarakat kerajaan.

Ken Arok : (tertawa) kalau saya ikut hidup di dalam… apa itu?

Lohgawe : peradaban.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 26


Ken Arok : ya, itu… kalau saya ikut didalamnya saya akan dibunuh. Saya
mendengar orang mengatakan, bahwa saya sudah melakukan
semua kejahatan tatayi. Mereka bilang, Kertajaya wajib membunuh
saya.

Lohgawe : prabu Kertajaya tidak akan berani membunuhmu kalau beliau


memahami persoalan sebenarnya.

Ken Arok : persoalan apa?

Lohgawe : persoalan yang berhubungan dengan sebab-sebab samapai kau


melakukan perbuatan-perbuatanmu itu.

Ken Arok : (memandang heran Lohgawe) persoalan apa itu?

Lohgawe : kau jangan main-main, anakku, jangan pura-pura.

Ken Arok : baru pertama kali saya bicara dengan pendeta agung. Saya tidak
mengerti.

Lohgawe : kami datang justru untuk membawa pencerahan kepadamu.

Ken Arok : mamanda diutus oleh prabu Kertajaya?

Lohgawe : tidak. Kami datang kesini atas kehendak sendiri.

Ken Arok : kertajaya tidak akan setuju.

Lohgawe : beliau tidak mengetahui.

Ken Arok : bagaimana saya berdamai dengan kerajaan tanpa Kertajaya


mengetahui?

Lohgawe : kerajaan bukan Kertajaya. Kerajaan adalah rakyat Kediri.


Berdamailah dengan mereka.

Ken Arok : soal saya adalah pasukan Kertajaya. Rakyat tidak saya
perhitungkan.

Lohgawe : pasukan Kertajaya tidak akan mengganggumu kalau kau setuju.

Ken Arok : setuju apa?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 27


Lohgawe : kau jadi pengawal pribadi Akuwu tumapel.

Ken Arok : apa imbalannya?

Lohgawe : pasukan Kertajaya tidak akan mengganggumu lagi.

Ken Arok : saya tak takut kepada pasukan Kertajaya atau pasukan siapapun.

Lohgawe : tapi mereka jadi persoalan bagimu, bukan?

Ken Arok : itu saya bisa mengurusnya.

Lohgawe : kau tidak perlu pusing-pusing lagi kalau kau setuju jadi pengawal
pribadi Akuwu Tumapel.

Ken Arok : bagi saya bukan imbalan kalau pasukan Kertajaya tidak
mengganggu. Gangguan itu tidak memusingkan saya. Saya minta
imbalan lain.

Lohgawe : katakanlah.

Ken Arok : satu: bukan saya sendiri yang jadi pengawal, tapi semua anak buah
saya. Dua: kerajaan tidak mengganggu kegiatan saya di sini.

Lohgawe : seandainya imbalan itu disetujui, tidak akan ada lagi gangguan
terhadap rakyat Kediri.

Ken Arok : dari anak buah saya, tidak.

Lohgawe : baiklah, anakku, kami akan membicarakannya dengan tunggul


Ametung. Kami harus berangkat sekarang juga. Sekali lagi, kau
bersedia tidak mengganggu rakyat Kediri dengan imbalan jadi
pengawal pibadi Tunggul Ametung ?

Ken Arok : dengan semua anak buah saya.

Lohgawe : ya. Dan kau minta usahamu disini tidak diganggu?

Ken Arok : betul.

Lohgawe : baiklah, kami harus segera menghubungi Tunggul Ametung.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 28


Ken Arok : nanti dulu, Mamanda. Setiap tamu yang datang kesini harus
dijamu.

Lohgawe : anakku, kami harus segera kembali ke Tumapel. Kami harus segera
menyampaikan berita penting ini dan membicarakannya dengan
Akuwu.

Ken Arok : tingkah-laku pendeta paling sukar saya pahami, mamanda. Apa
boleh buat.

Lohgawe : kami pamit, anakku.

Ken Arok : mamanda semua akan dikawal supaya tidak diganggu. (berseru)
penjaga!

Adegan 6

Muncul penjaga (pembawa berita)

Ken Arok : bawa tiga orang kawanmu, kawal para pendeta ke tepi hutan.

Pembawa berita : baik, Arok. (mempersialakan para pendeta dan mereka pergi).

Lohgawe : kami akan segera mengirim berita, anakku.

Ken Arok : bagus. (para pendeta pergi. Ken Arok tertawa dengan gelinya).

Adegan 7

Muncul Bango samparan dan Tita.

Tita : ada urusan apa mereka ?

Ken Arok : pendeta itu menyangka bahwa mereka sudah memberikan


perangkap yang bagus.

Bango samparan : apa yang mereka katakan?

Ken Arok : kata-kata besar. Omong kosong.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 29


Bango Samparan : maksudku, apa yang mereka mau?

Ken Arok : mereka tidak mau kita merampok. Mereka minta saya jadi
pengawal Akuwu Tumapel.

Bango Samparan : kau mau?

Ken Arok : dengan syarat. Saya mau makan. Mana gadis-gadis. Ayo menari
lagi! Ambilkan tuakku! (blackout)

BABAK VI

Di Pakuwon Tunggul Ametung. Waktu, sebarang.

Adegan 1

Mpu Pamor dan Mpu Sridhara sedang duduk di ruang pendapa pakuwon.

Mpu Sridhara : kau termenung saja. Pamor.

Mpu Pamor : saya rasa ini salah, Sridhara.

Mpu Sridhara : apa yang salah ?

Mpu Pamor : apa yang kita lakukan.

Mpu Sridhara : maksudmu?

Mpu Pamor : kita berunding dengan penjahat, musuh kerajaan, diluar


pengetahuan raja.

Mpu Sridahara : kerajaan raja lebih besar, Pamor. Meminta kaum brahmana
menyembah kepadanya adalah kemurtadan. Seperti dikemukakan

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 30


oleh Maharesi Lohgawe, raja hendak memusnahkan kita, kalau
tidak secara jasmaniah, wibawa kita. Itu berarti meruntuhkan soko-
guru alam semesta . semua akan hancur berantakan.

Mpu Pamor : mungkin dalam hal itu kau benar. Akan tetapi merangkul penjahat
yang telah melakukan semua jenis kejahatan tatayi adalah tidak
benar.

Mpu sridhara : bukan merangkul, Pamor. Maharesi Lohgawe memasang


perangkap. Kau lihat sendiri, betapa bodohnya sebenarnya Ken
Arok. Ia jahat karena ia tidak berpendidikan. Dharma kita yang
pertama adalah mengajar. Apa salahnya Maharesi Lohgawe
mengajar dia dan mengubahnya menjadi orang baik?

Mpu Pamor : saya mendapat kesan ia tidak bodoh sama sekali.

Mpu Sridhara : mengapa ? tidakkah keu dengar ia bertanya tentang apa artinya
peradaban?

Mpu Pamor : saya dengar. Tapi rasanya kita tidak dapat menyebut seekor
harimau atau ular sanca sebagai bodoh. Binatang-binatang buas itu
hidup dengan hukum-hukum sendiri. Mereka akan binasa kalau
hidup dengan hokum lain. Secara naluri Ken Arok tahu akan hal
itu.

Mpu sridhara : Ken Arok bukan seekor harimau atau seekor ular, pamor.

Adegan 2

Masuk Tunggul Ametung dan pendeta lohgawe.

Tunggul Ametung : benar, mamanda, saya dapat memutuskannya. Akan tetapi kebo ijo
perlu memahami masalah yang kita hadapi.

Lohgawe : ananda seorang yang bijaksana dan pandai memelihara hati orang.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 31


Tunggul Ametung : saya tidak perlu memelihara hati kebo ijo, mamanda. Dia sudah
sangat memahami saya. Soalnya, pikirannya akan sangat berguna.

Lohgawe : syukurlah kalau itu pertimbangannya. Dapatkah kita


memanggilnya sekarang juga?

Tunggul Ametung : (kepada penjaga) penjaga! (muncul) persilakan kepala jaga Kebo Ijo
masuk. (penjaga menyembah dan pergi. Tunggul Ametung melihat
kea rah kedua pendeta lain). Mamanda berdua, mengapa tidak
masuk?

Mpu Sridhara : disini lebih sejuk, akuwu.

Adegan 3

Masuk Kebo Ijo, memberi hormat kepada para pendeta.

Kebo Ijo : saya menerima perintah, akuwu.

Tunggul Ametung : tidak, Kebo Ijo. Duduklah, kita akan merundingkan sesuatu.

Lohgawe : benar, perwira, ada hal penting, diantaranya menyangkut dirimu.

Kebo ijo : saya siap, mamanda.

Lohgawe : begini, perwira. Dalam tawar-menawar kami dengan ken Arok,


telah disetujui bahwa hanya setengah dari anak buah Ken Arok
akan dijadikan pengawal Akuwu. Akan tetapi Ken Arok
menyetujui usul itu dengan syarat, yaitu bahwa dia diangkat
menjadi kepala pengawal. Artinya, kau menjadi wakilnya.

Kebo Ijo : saya tidak melihat masalah apapun dalam hal itu, mamanda.

Lohgawe : kau benar-benar perwira yang mendahulukan kerajaan daripada


dirimu, perwira.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 32


Tunggul Ametung : tidakkah kau punya gagasan lain yang dapat kami pertimbangkan
untuk diusulkan kepada Ken Arok?

Kebo Ijo : maksud akuwu?

Tunggul Ametung : misalnya, kau tetap jadi kepala pengawal sedang Ken Arok
mendapat tambahan penghargaan dalam bentuk barang atau uang.

Kebo Ijo : saya benar-benar tidak berkebaratan jadi wakilnya, akuwu.

Tunggul Ametung : baiklah kalau begitu.

Lohgawe : syukurlah,Perwira. Kau benar-benar Ksatrya yang setia kepada


dharma. Kami, kaum Brahmana, harus berterima kasih kepadamu
dan kepada tuanmu, Akuwu Tunggul Ametung.

Tunggul Ametung : kamilah yang harus berterima kasih. Kami telah diberi kesempatan
untuk melakukan dua kebaikan. Pertama menghentikan kegiatan
Ken Arok; kedua meredakan ketegangan antara Mamanda semua
dengan Sang Prabu.

Lohgawe : kau membalikan perkaranya, Ananda. Jadi, sekarang kita sudah


dapat mengirimkan beritanya kepada Ken Arok?

Tunggul Ametung : saya kira, ya. Marilah kita persiapkan segalanya di dalam,
Mamanda. (berpaling kepada Mpu Sridhara dan Mpu Pamor)
Mamanda, dipersilahkan masuk.

Mpu Pamor : terima kasih, Akuwu, di sini lebih sejuk. ( Lohgawe, Tunggul
Ametung dan Kebo Ijo pergi).

Adegan 4

Mpu Pamor : hati saya tak enak, sridhara.

Mpu Sridhara : maksudmu?

Mpu Pamor : nuraniku gelisah. Saya tidak yakin bahwa kebijakan Maharesi
Lohgawe itu tepat.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 33


Mpu Sridhara: tidak ada kebijakan yang lebih baik daripada yang telah
diputuskannya.

Mpu Pamor : saya tak tahu mengatakannya, akan tetapi hati saya tak enak.
Rasanaya saya berkhianat kepada raja.

Mpu Sridhara : namanya bukan berkhianat kalau raja berniat menginjak kita,
Pamor

Mpu Pamor : Raja tidak seluruhnya keliru.

Mpu sridhara : maksudmu? Tidakkah keinginannya disembah oleh kaum


Brahmana, suatu hal yang keterlaluan?

Mpu Pamor : memang itu tidak dapat diterima. Akan tetapi adalah benar pula,
bahwa kaum kita tidak melaksanakan dharma sebaik yang kita
inginkan.

Mpu Sridhara : jadi kau mau apa? Kau memilih menyembah kepadanya?

Mpu Pamor : saya tidak tahu. Saya harus menangkan diri dulu. Saya bermaksud
bertapa untuk beberapa lama. Saya akan pergi ke Panawijen.

Mpu Sridhara : taka da salahnya.

Adegan 5

Muncul Lohgawe, Tunggul Ametung, Kebo Ijo dan utusannya.

Tunggul Ametung : kalau dia bertanya, kapan kita bersedia menerimanya, katakan
setiap waktu.

Utusan : baik, Akuwu (menyembah. Pergi).

Lohgawe : (kepada Mpu Pamor dan Mpu Sridhara) setengah tugas kita
selesai. Tinggal kita berusaha mendidik Ken Arok,
menjinakkannya, hingga benar-benar ia jadi seorang manusia.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 34


Mpu Sridhara : syukurlah kalau begitu. Persoalan kita dengan Sang Prabu sudah
dapat kita selesaikan.

Lohgawe : ya, kita akan mengirim berita kepada beliau dengan secepat-
cepatnya.

Mpu Sridhara : haruskah kita mengirim berita; bukankah kita dapat


menyampaikan laporan secara langsung?

Lohgawe : (tersenyum) Sridhara, Pamor, kuputuskan, kita, tidak kembali ke


ibu kota dulu. Kita akan tinggal di Tumapel untuk beberapa lama.

Mpu Sridhara : apa maksud Maharesi?

Lohgawe : kujelaskan nanti.

Mpu Pamor : saya menyesal tidak akan dapat tinggal di sini, Maharesi.

Lohgawe : tapi saya tidak mengijinkanmu pulang ke ibu kota.

Mpu Pamor : saya tidak bermaksud pulang ke ibu kota. Saya bermaksud pergi
ke Panawijen.

Tunggul Ametung : Panawijen?

Mpu Pamor : benar, Akuwu.

Tunggul Ametung : sampaikan sembah saya kepada Mpu Purwa, mertua saya.

Mpu Pamor : saya akan menyampaikannya.

Lohgawe : baiklah kalau begitu. Tapi janganlah pergi ke ibu kota tanpa
berunding dulu denganku.

Mpu Pamor : Maharesi tak perlu khawatir. (blackout)

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 35


BABAK VII

Di taman Baboji.

Adegan 1

Ken Arok, Kebo Ijo, sejumlah prajurit.

Kebo Ijo : indah sekali taman ini, bukan, kakanda ?

Ken Arok : indah ?

Kebo Ijo : pohon-pohonnya serba teratur. Diselingi padang rumput dengan


menjangan jinaknya. Dan di sana, di dekat telaga buatan, kakanda
lihat bunga-bungaan aneka warna. Lalu anjungan yang indah
dengan sebahagian tiang-tiangnya yang dibuat dari kayu cendana
yang wangi itu.

Ken Arok : (melihat ke sekeliling, tampak tak paham) kalau tidak ada benteng
di sekeliling tempat ini, kita lebih mudah diserang daripada di
dalam hutan atau dalam bangunan.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 36


Kebo Ijo : (tersenyum) rupanya keamanan Akuwu senantiasa jadi renungan
kakanda. (Ken Arok tampak tidak paham. Ia seperti punya firasat
bahwa seseorang akan datang).

Adegan 2

Muncul pendeta Lohgawe.

Lohgawe : saya menuju ke Pakuwon ketika mendapat kabar kau ada disini.

Ken Arok : saya mendapat tugas jaga disini, mamanda.

Kebo Ijo : terimalah sembahku, mamanda.

Lohgawe : tampaknya penjagaan kuat sekali.

Kebo Ijo : kanda Akuwu bermaksud beristirahat disini bersama yunda Ken
Dedes.

Lohgawe : oh, saya mengarti. Tapi saya tidak mengganggu kalau berbicara
dengan angkat-angkatku, bukan?

Kebo Ijo : tentu saja tidak, mamanda. Kanda Ken Arok dapat mengatur
segala-galanya. Jumlah prajurit cukup banyak di sini.

Ken Arok : kau awasi mereka selagi saya berbicara dengan mamanda, Kebo
Ijo.

Kebo Ijo : baik, kakanda. (pergi).

Adegan 3

Lohgawe : anakku, sambil menunggu datangnya majikanmu, marilah kita


lanjutkan pembicaraan kita terdahulu.

Ken Arok : saya bukan murid yang baik, tapi saya akan mendengarkan,
mamanda.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 37


Lohgawe : nah, sekarang akan kujelaskan kepadamu pasal dalam Kitab
Kutaramanwa yang berkenaan dengan titipan. Pasal 160 bab titipan
mengatakan sebagai berikut : “penitipan milik sebaiknya dilakukan
kepada orang yang tinggi wangsanya, baik kelakuannya, tahu akan
dharma, setia kepada katanya, bersih hatinya dan orang kaya.
Itulah tempat penitipan harta milik.

Barang siapa menerima titipan, jika penitipnya mati tanpa


meninggalkan ahli waris, yang dititipi tidak perlu
mengembalikannya. Jika penerima titipan itu mati, titipan tidak
hilang. Anaknya sebagai ahli waris harus mengembalikan titipan
itu kepada penitip. Titipan tidak akan disita oleh raja yang
berkuasa.”

Pasal 154 Kitab Kutaramanwa mengenai titipan juga menyatakan


sebagai berikut: “barang siapa merusak barang titipan, jika terbukti
titipan itu dipergunakannya, dipakai, diganti rupa, tanpa minta
izin penitip, perbuatan itu disebut merampas. Perbuatan itu sama
dengan merusak barang titipan dengan sengaja. Semua barang
titipan itu harus dikembalikan pada penitip dengan nilai dua
lipat…”

Adegan 4

Terdengar bunyi kerta. Muncul Tita dengan pengawal lainnya, kemudian muncul kereta.

Lohgawe : mereka sudah datang. Kita lanjutkan pembicaraan lain kali,


anakku.

Ken Arok : baik, mamanda. (Tunggul Ametung muncul dan turun dari kereta.
Ia mengulurkan tangannya, membantu Ken Dedes turun, betisnya
terbuka dan Ken Arok melihatnya dengan terpesona).

Lohgawe : semoga Ananda Akuwu dan istri dalam keadaan sehat-sejahtera!

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 38


Tunggul Ametung : mamanda! Sungguh menyenangkan bertemu dengan mamanda
disini!

Lohgawe : mamanda sedang berbincang-bincang dengan Ken Arok.

Tunggul Ametung : mamanda, kami mempersilakan Mamanda singgah di anjungan.

Lohgawe : baik Ananda Akuwu, tapi tidak sekarang.

Tunggul Ametung : ingin sekali saya berbicara dengan mamanda. Sang Prabu tidak
puas akan keterlambatan upeti dari Tumapel, mamanda.

Lohgawe : nanti kita berbicara, ananda Akuwu. Sekarang mamanda sedang


memberikan pelajaran kepada Ken Arok.

Tunggul Ametung : tapi mamanda harus singgah di anjungan. Kami menunggu,


mamanda. (kepada Ken Dedes) mari, adinda.

Ken Dedes : (kepada Lohgawe) mamanda, kami mohon diri.

Lohgawe : silakan, Ananda putri (mereka pergi dengan Tita).

Adegan 5

Tinggal Lohgawe dan Ken Arok.

Lohgawe : mari kita lanjutkan pembicaraan kita tentang titipan itu, anakku.

Ken Arok : mamanda, saya baru melihat betis permpuan seperti itu.

Lohgawe : bukan perempuan, anakku, wanita.

Ken Arok : saya baru melihat betis seperti itu.

Lohgawe : Ken Dedes wanita luar biasa. Ia adalah wanita nareswari. Siapapun
yang menikahinya akan menjadi raja. (tersenyum) saya sudah
berulang-ulang mengatakan hal itu kepada Akuwu. Sekarang,
marilah kita lanjutkan pembicaraan kita.

Ken Arok : betisnya disebut nareswari?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 39


Lohgawe : wanita nareswari, anakku.

Ken Arok : apakah hanya betisnya atau seluruhnya, tidak menjadi masalah
bagiku. Masalahnya, bagaimana saya mendapatkan wanita
nareswari itu.

Lohgawe : (terkejut dan cemas) anakku, Ken Arok, jangan berpikir yang
bukan-bukan.

Ken Arok : tidak, sama sekali tidak, mamanda. Adakah saran Mamanda?

Lohgawe : ya, sebaiknya kita lanjutkan pelajaranmu, sekarang saya ingin


menjelaskan tentang bab Astacorah atau pencurian, yaitu pasal 55,
56 dan 57. Jika seorang pencuri tertangkap ketika melakukan
pencurian, ia dihukum mati; anak-istrinya, miliknya dan tanahnya
diambil alih oleh raja yang berkuasa. Jika pencuri itu mempunyai
budak laki-laki atau perempuan, budak-budak itu tidak diambil-
alih oleh raja yang berkuasa, tapi dibebaskan dari segala utangnya
pencuri yang bersangkutan…

Adegan 6

Muncul Tita.

Tita : mamanda, akuwu sudah tidak sabar menunggu mamanda. Kalau


pembicaraan dengan Ken Arok sudah selesai, mamanda
dipersilakan segera ke anjungan.

Lohgawe : rupanya benar-benar penting. Kita lanjutkan nanti, anakku.

Ken Arok : ya, mamanda. (Lohgawe dan Tita pergi). Tita!

Adegan 7

Tita muncul kembali.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 40


Ken Arok : Tita, aku akan membunuh Tunggul Ametung. (blackout).

BABAK VIII

Di Lulumbang, di bengkel pandai besi Mpu Gandring. Siang.

Adegan 1

Mpu Gandring sedang bekerja di bengkelnya. Muncul Ken Arok dengan Tita.

Tita : selamat siang, Mpu.

Mpu Gandring : selamat siang. Ah, rupanya kalian. Kapan dari Karuman?

Ken Arok : tadi pagi, Mpu.

Mpu Gandring : apa kabar ayahmu?

Ken Arok : baik, Mpu. Terima kasih.

Mpu Gandring : sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan Bango samparan.
Kudengar usahanya maju, ya?

Ken Arok : lumayan, Mpu.

Mpu Gandring : syukur. Kau sendiri, kudengar kau bekerja pada Akuwu Tumapel?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 41


Ken Arok : benar, Mpu.

Mpu Gandring : bagus. Daripada hidup liar, tanpa masa depan yang jelas, lebih
baik pilih hidup yang wajar. Kesempatan untuk maju bukannya
tidak terbuka kalau kau hidup secara wajar.

Ken Arok : (tertegun, lalu tersenyum) perkataan Mpu benar sekali.

Mpu Gandring : syukur kalau kau paham. (kepada Tita) dank au Tita, bagaimana
ayahmu di Siganggeng. Masihkah ia jadi kepala desa?

Tita : pernah berhenti sebentar, Mpu. Sekarang bekerja kembali sebagai


kepala desa setelah kami bekerja pada Akuwu Tumapel.

Mpu Gandring : syukur. Tampaknya kalian maju. Pakaian kalian sekarang lebih
cocok untuk mata.

Tita : begitukah, Mpu?

Mpu Gandring : mengapa tidak?

Ken Arok : mpu, bagaimana dengan keris pesanan saya?

Mpu Gandring : sudah kubilang, keris yang baik hanya dapat diselesaikan dalam
satu tahun.

Ken Arok : apa tidak bisa dipercepat?

Mpu Gandring : tidak, Arok. Membuat keris tidak hanya berarti menempa atau
menyepuh. Membuat keris berarti bertapa, samadi, memuja,
membakar dupa dan seterusnya. Keris yang dibuat secara
sembarang akan membahayakan pemiliknya.

Ken Arok : rasanya enam bulan cukup lama, Mpu.

Mpu Gandring : enam bulan terlalu singkat. Aku tak bisa


mempertanggungjawabkan keris yang dibuat sesingkat itu. Ada
pandai keris yang membuat keris dalam dua bulan, tapi bagiku
yang begitu bukanlah keris. Itu mainan anak-anak yang berbahaya.

Ken Arok : dapatkah saya melihat keris pesanan saya?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 42


Mpu Gandring : mengapa tidak? (pergi ke tempat penyimpanan keris, lalu
mengambil satu dan menyerahkannya kepada Ken Arok)

Tita : alangkah bagusnya.

Mpu Gandring : kau lihat gagangnya belum selesai.

Tita : dengan gagangnya yang setengah selesai itu matanya semakin


tampak kebagusannya.

Mpu Gandring : tidak hanya bagus dipandang mata, Tita, keris ini tidak akan
bengkok. Bahkan baju zirah yang tipis bisa ditembusnya kalau
ditusukkan oleh tangan yang kuat.

Ken Arok : kalau begitu keris ini sudah dianggap selesai, Mpu.

Mpu Gandring : sama sekali belum! Aku masih harus bertapa beberapa minggu
lagi, menyerahkan sajen ditempat-tempat keramat tertentu, agar
keris ini lebih banyak isinya.

Ken Arok : jadi saya tidak dapat membawanya sekarang juga?

Mpu Gandring : jelas tidak. Aku tidak dapat mempertanggungjawabkannya di


kemudian hari.

Ken Arok : Mpu dapat bertapa dan menyajikan sajen baginya walaupun saya
membawanya sekarang, bukan?

Mpu Gandring : kau ini tidak sabar benar, Arok. Apakah kau akan membunuh
orang?

Ken Arok : tidak, Mpu (menusukkan keris ke tubuh Mpu Gandring)

Tita : Arok!

Mpu Gandring : kau… Binatang! (Ken Arok mencabut keris membersihkannya


dengan tak acuh). Kau sendiri akan mampus oleh keris itu, juga
tujuh keturunanmu… kau tidak bisa lolos… (mati).

Tita : mengapa kau bunuh orang tua itu ?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 43


Ken Arok : ada tiga tujuan yang hendak kucapai. Pertama, aku tak usah
membayar pada orang tua itu, yang lainnya kau akan tahu
kemudian…

Tita : kau sungguh tak terduga, Arok. (blackout).

BABAK IX

Di depan gerbang Pakuwon tumapel. Malam hari.

Adegan 1

Kebo ijo, Tita dan beberapa orang prajurit sedang giliran menjaga.

Prajurit 1 : kerismu baru, Kebo ijo.

Kebo Ijo : betul, bagaimana pendapatmu?

Prajurit 1 : bagus sekali. Saya belum pernah melihat keris seindah itu.

Kebo Ijo : betul ?(senang).

Prajurit : dari minggu yang lalu saya mengamatinya.

Prajurit 2 : dapat saya melihatnya?

Kebo Ijo : silakan (melepas keris dan membiarkannya dilihat oleh kedua
prajurit)

Prajurit 1: berapa kau bayar untuk keris ini?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 44


Kebo Ijo : ini hadiah.

Kebo Ijo : ya. Hadiah karena kebaikan hatiku, katanya. Padahal saya tidak
merasa baik hati kepadanya. Saya hanya melaksanakan dharma
ksatrya belaka (tersenyum).

Prajurit 1: kau beruntung.

Kebo Ijo : saya sedang mujur. Bintang saya sedang terang.

Adegan 2

Muncul Ken Arok.

Kebo Ijo : selamat malam, kakanda. Apakah giliran kakanda sudah tiba?
Malam rasanya masih muda.

Ken Arok : saya sudah cukup lama tidur. Tidurlah kau, supaya besok kau
segar bugar.

Kebo Ijo : kakanda baik sekali kepada saya.

Ken Arok : kalau kau mau balas budi, cepatlah tidur.

Kebo Ijo : ah, kakanda. Baiklah kalau kakanda sudah siap berjaga, kami akan
tidur sekarang. Mari kawan-kawan, mari Tita (mereka pergi).

Ken Arok : selamat tidur, semoga pulas, Kebo Ijo.

Kebo Ijo : (tertawa) selamat jaga! (pergi, Ken Arok memberi isyarat pada
Tita).

Adegan 3

Ken Arok melambai ke suatu arah; muncul dua orang prajurit lain, anak buah Ken Arok.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 45


Ken Arok : kalian akan berjaga dengan Tita nanti. Siap-siaplah disini.

Prajurit 3: ya, Arok.

Adegan 4

Muncul Tita.

Tita : jadi kau menghadiahkan keris itu kepadanya?

Ken Aok : mengapa tidak ?

Tita : aku benar-benar tidak mengerti.

Ken Arok : diamlah, kau akan mengertinya kemudian.

Tita : (mereka duduk) sudah bertahun-tahun kita bersama, tapi kau tetap
teka-teki bagiku, Arok.

Ken Arok : apa penting betul kau mengerti aku?

Tita : (heran) jawabanmu sering tidak terduga, Arok. Itulah yang


menyebabkanku tetap tidak mengenalmu.

Ken Arok : apa maksudmu?

Tita: maksudku, sampai sekarang aku tidak dapat memastikan, orang


macam apa kau ini. kau begitu berbeda dengan orang lain, bahkan
dengan kami, kawan-kawanmu.

Ken Arok : itu tidak penting.

Tita : nah, itu lagi. Jawabanmu sembarangan saja.

Ken Arok : aku tidak berkata sembarangan.

Tita : jadi kau beranggapan antara sahabat tidak perlu saling mengerti?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 46


Ken Arok : untuk apa? Aku sendiri tidak pernah berusaha mengerti diriku.

Tita : kau ini siluman, Arok.

Ken Arok : (sungguh-sungguh) mungkin.

Tita : (heran) mungkin?

Ken Arok : kau tahu ayah ibuku tak jelas. Paman lembong, bapak angkatku
yang pertama, menemukanku sebagai bayi di kuburan. Mungkin
aku bayi siluman.

Tita : (main-main) dan waktu kecil kau nakal seperti anak genderuwo.

Ken Arok : (tetap sungguh-sungguh, walaupun santai) bukan Cuma kau yang
bilang begitu.

Tita : (main-main) jambu satu pohon habis kau lahap dalam satu malam.

Ken Arok : (mulai main-main) tidak aku sendiri. Kau yang sakit perut.

Tita : kau sendiri tak pernah sakit. Dasar binatang.

Ken Arok : tapi kalau berjudi aku sering kalah. Kau kadang-kadang menang.

Tita : itu tidak penting, bukan? Uangmu kembali karena waktu pulang
pemenangnya kau rampok.

Ken Arok : kalah itu tak enak.

Tita : pantas.

Ken Arok : pantas apa?

Tita : waktu penyadap di Kapundungan hampir mencelakakan kau, kau


perkosa anak gadisnya.

Ken Arok : gadis itu cantik.

Tita : kau bajingan.

Ken Arok : Tita, waktunya sudah cukup.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 47


Ken Arok : waktu apa ?

Ken Arok : kalian berjaga disini. Aku pergi dulu. Jangan gaduh, ya?

Tita : pergilah, ular beludak! (Ken Arok pergi).

Adegan 5

Tita berjalan kea rah kedua prajurit yang berjaga.

Prajurit 3 : tadi pagi, di pasar, saya mendengar orang bercakap-cakap tentang


banyaknya warga kerajaan yang pindah kesini, ke Tumapel.

Tita : daerah disini subur dan kaya.

Prajurit 4 : tapi saya dengar banyak pendeta dari ibu kota berbondong-
bondong kesini.

Tita : pendeta ?

Prajurit 4 : ya.

Tita : buat apa mereka datang kesini ?

Prajurit 4 : mana saya tahu?

Prajurit 3 : mungkinkah itu disebabkan karena disini ada pendeta dari


Jambudwipa itu?

Tita : maksudmu mamanda Lohgawe ?

Prajurit 3 : ya.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 48


Tita : apa hubungannya Mamanda lohgawe dengan berdatangannya
pendeta dari ibukota?

Prajurit 3 : mana saya tahu. Saya hanya bilang mungkin ada hubungannya.

Prajurit 4 : orang-orang mengobrol juga tentang upeti Tumapel.

Tita : apa kata mereka ?

Prajurit 4 : saya tidak tahu, saya hanya mendengar saja.

Adegan 6

Muncul Ken Arok.

Tita : Arok, kawan-kawan bilang banyak pendeta datang kesini dari


ibukota.

Ken Arok : betul. Mamanda Lohgawe bilang begitu.

Tita : untuk apa mereka datang kesini?

Ken Arok : belum jelas.

Tita : kau bisa menanyakannya kepada pamanda Lohgawe.

Ken Arok : untuk apa?

Tita : ah, kau! Selalu untuk apa! (terdengar jeritan. Diikuti teriakan
wanita: tolong! Tolong!).

Ken Arok : Tita ikut aku! Kalian tinggal disini! (mereka masuk kedalam
pakuwon).

Adegan 7

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 49


Muncul prajurit-prajurit dari berbagai arah ke lapangan depan gerbang.

Prajurit 1 : ada apa? Ada apa?

Prajurit 3 : tidak tahu. Tapi Ken Arok dan Tita sudah masuk ke dalam. Kami
disuruh tinggal disini. (terdengar suara tangis dari dalam
Pakuwon)

Prajurit 2 : mari kita masuk!

Adegan 8

Muncul Ken Arok dari gerbang diiringkan oleh Tita. Ken Arok memegang keris Mpu Gandring
yang berdarah.

Ken Arok : Akuwu Tunggul Ametung tewas dibunuh orang. Pasti orang
dalam! Sekitar Pakuwon dijaga ketat. Ini keris pembunuhnya.
Siapa yang kenal dengan keris ini? keris siapa ini?

Prajurit : keris Kebo Ijo! Itu Keris Kebo Ijo!

Ken Arok : panggil Kebo ijo. Paksa bawa kesini! (prajurit berlarian).

Adegan 9

Kebo Ijo diseret ke lapangan depan gerbang.

Kebo ijo : ada apa? Apa-apaan ini?

Ken Arok : (mendekat pada Kebo Ijo) kau cerdik! Kau seekor ular! (menusuk
Kebo Ijo; kebo Ijo mati). Kawan-kawan, karena kedudukannya
sebagai kepala kawal diserahkan kepadaku, Kebo Ijo marah dan

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 50


dendam terhadap Akuwu. Ia memesan keris ini dari seorang Mpu
dan malam inilah ia menyampaikan maksudnya. Sekarang, marilah
kita urus jenazah Akuwu. Bawa mayat Kebo ijo ke dalam (prajurit-
prajurit mengusung mayat Kebo Ijo ke dalam Pakuwon).

Adegan 10

Tinggal Ken Arok dan Tita.

Tita : (menggelengkan kepala) sekarang aku paham!

Ken Arok : tidak, kau tidak paham. Tapi itu tak penting. (blackout).

BABAK X

Di pendapa Pakuwon Tumapel. Hadir Ken Arok, Tita, Bango Samparan, anak-anak
buah Ken Arok dan bekas anak buah Tunggul Ametung. Seorang menenteng baki
berisi dupa, air bunga dan genta.

Adegan 1

Ken Arok : kalian tahu, akulah kepala kawal di Tumapel. Oleh karena itu,
kekuasaan atas wilayah Tumapel jatuh ke tanganku. Yang tidak
menurut perintahku akan tah, siapa Ken Arok. Sekarang, segera
panggil mamanda Lohgawe dan pendeta-pendeta lain. Dan kau,
Tita, persilakan Ken Dedes hadir di pendapa. (Tita pergi, demikian
juga beberapa prajurit, kea rah yang berlainan dengan yang
diambil oleh Tita).

Adegan 2

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 51


Pendeta Lohgawe diiringi oleh prajurit dengan dorongan senjata. Kemudian dari berbagai arah
muncul pendeta-pendeta lain, juga diiringkan dengan senjata terhunus. Diantara mereka
terdapat Mpu sridhara. Kemudian Ken Dedes, muncul, diiringkan oleh dua orang embannya.

Ken Arok: adinda, Ken Dedes, silakan duduk disampingku.

Lohgawe : ada apakah, anakku Ken Arok? Mengapa prajurit-prajuritmu


memperlakukanku dengan kasar?

Ken Arok : mamanda akan diminta melaksanakan upacara yang sangat


penting. Prajurit-prajurit itu sangat bergairah melaksanakan
perintahku. Maafkan mereka.

Lohgawe : upacara apa?

Ken Arok : hari ini saya bermaksud mempersitri Ken dedes.

Ken dedes : oh!

Lohgawe : tapi…

Ken Arok : tidak ada tapi, mamanda. Kalau mamanda mengaku sebagai ayah
pungutku. Sekaranglah mamanda harus memperlakukan aku
sebagai anak pungut mamanda. (Lohgawe didorong untuk berdiri
di depan Ken Arok dan Ken Dedes. Ken Dedes bangkit, akan tetapi
dipegang oleh Ken Arokdan didudukan kembali tidak berdaya).
Mulailah dengan upacara! (Lohgawe membaca doa sambil
membunyikan genta, lalu memercikan air bunga pada pengantin).

Lohgawe : atas nama segala yang suci, dan dengan menyeru Dewi Ratih dan
dewa Kamajaya, kunyatakan bahwa Ken Arok dan Ken Dedes,
syah sebagai suami-istri. (hadirin bergumam menyatakan
persetujuannya. Lohgawe akan mengundurkan diri, akan tetapi
Ken Arok memegang tangannya).

Ken Arok : tugas mamanda belum selesai, masih ada upacara lain.

Lohgawe : upacara apalagi?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 52


Ken Arok : mamanda pernah mengatakan bahwa siapapun yang memperistri
Ken Dedes, akan menjadi raja. Oleh karena itu, nobatkanlah
dengan segala kesucian anak pungut mamanda ini menjadi raja.
(hadirin bergumam menyatakan persetujuan)

Lohgawe : Ken Arok, masalahnya tidak semudah itu. Perlu ada persiapan-
persiapan dulu.

Ken Arok : tidak ada yang sukar bagi Ken Arok, nobatkanlah saya sekarang,
masalah-masalah akan ditanggulangi kemudian. Percayalah
kepada saya.

Bango Samparan : ayolah, pendeta.

Lohgawe : saya tak punya pilihan lain. (mengulangi upacara yang


dilakukannya terdahulu). Sebagai pendeta agung, bersama ini
kunyatakan Ken Arok syah sebagai raja bagi seluruh wilayah
Tumapel. (hadirin bersorak seraya mengacung-ngacungkan
senjata).

Ken Arok : kawan-kawan, tenanglah! Sekarang saya adalah raja wilayah


Tumapel. Tumapel akan kuganti namanya agar lebih cocok.
Tumapel adalah kotaku, maka akan kunamai ia Singhasari!
(hadirin sekali lagi bersorak). Kunyatakan pula Ken Dedes sebagai
Pramesuriku! (hadirin bersorak lagi). Dan aku sejak hari ini akan
bergelar sang Amurwabhumi, karena aku akan menguasai seluruh
bumi Jawa! Umumkan itu ke seluruh pelosok negeri!

Hadirin : hidup sang Amurwabhumi! Jaya sang Amurwabhumi!

Ken Arok : dan sekarang, dengarlah wahai rakyatku! Dengarlah


kebijaksanaanku yang pertama bagi kalian. Dengan ini sang
Amurwabhumi menyatakan, bahwa seluruh rakyatnya dibebaskan
dari pajak-pajak saarik purih, satampaking wuluku dan wadung
pacul. (hadirin bersorak-sorai bagaikan gila).

Lohgawe : semuanya ini berarti perang melawan Kediri, Ken Arok.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 53


Ken Arok : jelas, mamanda! Mamanda akan kuangkat menjadi penasihatku.
Mamanda akan kuangkat menjadi pendeta kerajaan, menjadi
Purohita. (kepada hadirin) kawan-kawan, bagaimana pendapat
kalian kalau mamanda Lohgawe keuangkat jadi Purohita?

Hadirin : setuju! Setuju! Hidup mamanda Lohgawe! Hidup Purohita!

Ken Arok : kawan-kawan! Rakyatku! Ada yang tidak setuju kalian dibebaskan
dari berbagai pajak, yaitu raja Kertajaya. Bagaimana pendapat
kalian?

Hadirin : bunuh Kertajaya! Hancurkan Kediri! Serbu Daha! Rebut Kediri!

Lohgawe : Kertajay bukan raja yang lemah. Pasukannya paling baik di seluruh
bumi Jawa. Dia pernah sesumbar, hanya Betara gurulah yang
mampu mengalahkannya.

Ken Arok : benarkah dia berkata begitu?

Lohgawe : benar. Ada yang mendengarnya secara langsung. Itu dia. Sridhara,
kemarilah!

Ken Arok : benarkah Kertajaya mengatakan bahwa dia hanya akan dikalahkan
oleh Betara Guru?

Mpu Sridhara : benar, Ken Ar… eh, sang Amurwabhumi.

Ken Arok : (kepada hadirin) kawan-kawan! Rakyatku! Dengarlah! Tenanglah!


Upacara pemberian gelar akan seger dilaksanakan. (kepada
Lohgawe) mamanda, berilah saya gelar Betara Guru dihadapan
rakyatku. (upacara diulang untuk ketiga kali).

Lohgawe : bersama ini sang Amurwabhumi dengan syah mempergunakan


namanya yang lain, yaitu Betara Guru!

Hadirin : hidup Sang Amurwabhumi! Hidup Betara Guru!

Ken Arok : kawan-kawan, besok kita akan berangkat ke Kediri dan


membunuh Kertajaya. Malam ini kita akan berpesta! Sembelih
kerbau sesuka kalian! Alirkan tuak dari guci-guci! Bongkar

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 54


gudang-gudang! Menari dan menyanyilah kalian, karena hari ini
dan selanjutnya adalah hari kemenangan kita! (hadirin bersorak.
Ken Arok menyeret Ken Dedes meninggalkan ruangan. Blackout).

BABAK XI

DI Kediri. Kertajaya dihadap oleh pembantu-pembantunya, yaitu Mpu Aditya dan


Mpu Narayana. Siang.

Adegan 1

Kertajaya : saya tidak menduga kaum Brahmana sudah begitu bejat. Mereka
menyangka, mereka akan lolos dengan perbuatan ini.

Mpu Narayana : mereka mencari kehancuran sendiri.

Kertajaya : ya. Setelah peristiwa ini tak aka nada yang bernama Brahmana di
bumi Kediri. Pajak-pajak dapat disalurkan kepada hal-hal yang
lebih berguna bagi anak negeri.

Mpu Narayana : saya harap Mahisa Walungan dan Gubar Baleman sudah dapat
menangkap mereka dalam tiga hari ini. saya ingin sekali melihat
muka Mpu Sridhara dan Mpu Pamor. Saya ingin bertanya kepada
mereka, apakah mereka tidak kehilangan ingatan.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 55


Kertajaya : mereka sinting dan jahat. Bayangkan, mereka membunuh Akuwu
Tumapel. Dapatkah kalian membayangkan kebejatan seperti itu?

Mpu Aditya : mungkin gagasan gila itu tidak datang dari mereka, maksud saya
Sridhara dan Pamor, melainkan dari Lohgawe pendeta dari
Jambudwipa itu.

Kertajaya : tidak mustahil. Saya kenal pada Sridhara dan Pamor. Terutama
Pamor, benar-benar saya tidak bisa percaya.

Mpu Narayana : saya kira memang Lohgawe inilah biang keladinya.

Kertajaya : ah, semoga pasukan kita menangkap mereka hidup-hidup. Saya


ingin menghukumnya hingga berpuluh tahun kemudian anak
negeri akan tetap ingat. Saya ingin menjadikan penghukuman itu
sebagai peringatan dan pelajaran bagi kaum brahamana
khususnya, anak negeri umumnya.

Mpu Narayana : mereka pantas dicincang!

Kertajaya : lebih dari itu. Bayangkan, mereka berkomplot dengan perampok


dan membunuh Tunggul Ametung, bawahanku yang baik itu.

Mpu Aditya : lalu mereka menyatakan berdirinya kerajaan baru. Saya masih
sukar untuk percaya, bahwa ini benar-benar terjadi.

Mpu Narayana : kita hanya bisa percaya kalau mereka sinting.

Kertajaya : mereka bermain-main dengan mendorong roda sejarah. Disangka


mereka akan bebas. Mereka akan tergilas sendiri.

Adegan 2

Masuk pembawa berita. Menyembah.

Kertajaya : ada apa?

Pembawa berita : ampun beribu ampun, gusti prabu, hamba membawa berita duka
dari medan perang.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 56


Kertajaya : katakana!

Pembawa berita : panglima Gubar Baleman gugur, Gusti Prabu.

Kertajaya : ya Dewata Raya! Ia gugur dalam melaksanakan dharma ksatrya.

Mpu Aditya : bagaimana sampai panglima Baleman gugur? Rasanya tidak


mungkin! Bukankah lawan hanya segerombolan petani yang kena
hasut?

Pembawa berita : bukan segerombolan, yang mulia, beribu-ribu. Betapapun gagah


perwiranya prajurit-prajurit Kediri, menghadapi jumlah yang
berlipat-lipat itu kewalahan juga.

Kertajaya : tutup mulutmu, utusan. Kau tak berhak memberikan penjelasan!

Pembawa berita : ampun beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba mohon diri. Tugas
hamba sudah selesai.

Kertajaya : pergi, cepat!

Adegan 3

Pembawa berita pergi.

Kertajaya : jangan terlalu cemas, Aditya, Narayana. Mahisa Walungan akan


bisa mengurus petani-petani kena hasut itu. Gugurnya Gubar
Baleman hanya karena kesialan saja. Tak ada yang salah dengan
pasukan kita. Jangan khawatir.

Mpu Narayana : kita benar-benar harus mencincang Lohgawe itu.

Kertajaya : sabarlah, saatnya akan tiba.

Mpu Aditya : saya kira dialah datangnya gagasan membebaskan rakyat dari
pajak-pajak.

Kertajaya : gagasan gila! Bagi seorang pemimpin itu berarti menggali lobang
kubur sendiri. Dari mana ia akan menggaji para ponggawa?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 57


Prajurit mana mau bertempur tanpa mendapat upah? sungguh
gagasan gila. Hanya pada saat-saat pertama saja petani-petani ini
mau angkat senjata, di musim mengerjakan sawah mereka akan
berhenti bertempur, karena mereka tahu, mereka akan mati
kelaparan kalau terus bertempur.

Mpu Narayana : sukar dipercaya, sungguh. Kalau tidak gila mereka itu apa ?

Kertajaya : gila atau goblok, mereka harus bayar mahal Kediri ini.

Adegan 4

Satu lagi pembawa berita muncul. Ia menangis.

Kertajaya : apa yang terjadi?

Pembawa berita : celaka, Gusti.

Kertajaya : adinda Gusti, Mahisa Walungan, gugur.

Mpu Narayana : ya Dewata Raya!

Mpu Aditya : ini tidak dapat dibiarkan!

Pembawa berita : dia sedang bergerak kesini, dengan pasukannya yang besar.

Kertajaya : siapa dia?

Pembawa berita : Betara Guru, Gusti.

Kertajaya : apa, Betara Guru?

Pembawa berita : panglima pasukan musuh bernama Betara Guru, Gusti.

Kertajaya : (tertegun) Narayana, Aditya, kita akan mengungsi.

Mpu Narayana : kemana, gusti?

Kertajaya : (berjalan kea rah singgasana, tertegun) taka da tempat lain untuk
mengungsi, selain Dewalaya. (menusuk dadanya dengan keris).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 58


Aditya/Narayana : Gusti! (Kertajaya tewas. Blackout).

BABAK XII

Di Istana Singhasari. Delapan belas tahun setelah dikalahkannya Kertajaya. Malam.

Adegan 1

Di samping Ken Arok, hadir Bango Samparan, Tita, Lohgawe dan anak-anak buah Ken Arok
lainnya. Ken Arok dikelilingi oleh gadis-gadis dan Ken Umang selirnya. Ken Umang menyuapi
Ken Arok dari sebuah bangku tinggi, seakan-akan Ken Arok seekor binatang. Terdapat pejabat
kerajaan yang sedang berjudi, sementara di tempat lain pula yang sedang minum tuak dan
mabuk.

Bango Samparan : perkiraanmu tepat, Arok.

Ken Arok : perkiraan apa?

Bango Samparan: perjudian keliling itu berhasil baik.

Ken Arok : perjudian keliling yang mana?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 59


Bango Samparan : wah, kau lupa, rupanya. Dulu ketika rumah-rumah judi
penghasilannya berkurang, kau menyarankan agar kita
mengadakan perjudian ditempat-tempat panen, baik panen buah-
buahan, padi ataupun ikan. Bahkan kau menyarankan diadakan
perjudian ditempat penjualan hasil hutan. Ternyata hasilnya bagus.

Ken Arok : syukur. Bagaimana dengan rumah-rumah hiburan?

Bango Samparan : (tertawa) jangan takut; tidak ada usaha yang mantap seperti
penyelenggaraan rumah-rumah hiburan. Memang, pada awal
pembukaannya ada suara-suara sumbang, akan tetapi setelah lima
tahun, apalagi setelah lima belas tahun, orang-orang sudah
menganggap rumah-rumah hiburan sebagai bagian dari hidup
mereka.

Lohgawe : Bango Samparan, anda tidak pernah melaporkan segi buruk dari
penyelenggaraan lembaga-lembaga judi dan pelacuran itu. Anda
tidak pernah melaporkan kepada raja bahwa banyak orang-orang
kampong menjual tanahnya, ternaknya, juga anak dan istrinya
menjadi budak karena berjudi. Juga anda tidak pernah melaporkan
bahwa banyak gadis-gadis yang jadi penghuni rumah hiburan
bertentangan dengan kehendak mereka. Banyak diantaranya ditipu
atau dipaksa masuk sana.

Ken Arok : (tertawa) Mamanda, sebagai Purohita mamanda tidak berhak


bicara tentang kebijaksanaan-kebijaksanaanku. Tugas Mamanda
adalah melakukan upacara-upacara.

Bango Samparan : jangan lupa, Mamanda makan dari hasil lembaga-lembaga yang
Mamanda sebut itu.

Lohgawe : izinkan aku meninggalkan kalian; masih ada pekerjaan yang harus
kuselesaikan.

Adegan 2

Lohgawe meninggalkan pentas.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 60


Bango Samparan : saya heran, mengapa dia tidak meloloskan diri dari Singhasari dan
pulang ke Jambudwipa.

Ken Arok : dia bijaksana. Dia tahu bahwa kalaupun dia lari saya akan
mendapat gantinya. Jadi tidak ada gunanya.

Bango Samparan : tapi setiap kali dia hadir di tengah-tengah kita tampaknya selalu
seperti orang yang sakit perut. Heran, bagaimana dia mau bertahan
di sini.

Ken Arok : (tertawa) dia bemaksud mengubah saya, bapak.

Bango Samparan : mengapa kau biarkan dia?

Ken Arok : (tertawa) apa ruginya? Suatu hiburan! Saya pura-pura mendengar
omong kosongnya dengan sungguh-sungguh, lalu saya lakukan
hal-hal yang paling tidak disukainya. Itulah sebabnya dia selalu
tampak sakit perut, seperti kata bapak.

Tita : kau bajingan!

Ken Arok : kau menyebut rajamu bajingan, Tita.

Tita : habis harus menyebut apa?

Ken Arok : memang dari dulu lidahmu tajam.

Tita : aku tak pernah menyebutmu bajingan di depan umum, bukan?

Ken Arok : kau boleh menyebutku sesukamu, di mana saja.

Tita : (sungguh-sungguh) Arok, bagaimana dengan Anusapati?

Ken Arok : ada apa dengan dia?

Tita : akhirnya ia akan tahu bahwa kau bukan ayahnya.

Ken Arok : (tertawa) makanya kukirimkan dia kepada kakeknya, biar dia
diajari di sana bahwa seekor lalatpun tidak boleh dibunuh, apalagi
Ken Arok.

Tita : kau bajingan!

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 61


Ken Arok : hai, sudah hampir satu minggu saya tidak melihat ratuku.

Ken Umang : Sri Ratu lebih senang sembahyang daripada melayani raja, bukan?

Ken Arok : saya tidak mengajakmu bicara. Saya bicara dengan Tita.

Ken Umang : jadi saya tidak boleh ikut bicara?

Ken Arok : buat apa? Bikinlah tubuhmu semakin montok, lupakan yang lain.
(kepada penjaga) prajurit, persilakan Sri Ratu hadir di ruangan ini.
(prajurit pergi).

Tita : mengapa kau mengganggunya?

Ken Arok : ia adalah ratuku, dan aku adalah raja.

Tita : maksudku, untuk apa kau memanggilnya sekarang.

Ken Arok : aku tidak melihatnya dalam seminggu. Di samping itu kau
mengingatkanku akan Anusapati. Aku ingin bertemu dengannya,
aku ingin tahu sampai sejauh mana dia belajar dari kakeknya.

Tita : jadi kau kah yang mengirimkan dia pergi ke Panawijen dan bukan
ibunya?

Ken Arok: (tertawa) tentu saja aku yang menyebabkan dia pergi ke Panawijen,
walaupun ibunya sendiri yang menyampaikan kehendakku itu.
Tentu saja Ken Dedes tidak mengerti maksudku.

Tita : ular macam, apa kau ini?

Adegan 3

Muncul Ken Dedes. Dengan ragu-ragu dan merasa tidak senang dia melewati orang-orang
kearah Ken Arok.

Ken Dedes : kakanda memanggilku?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 62


Ken Arok : nah, kiranya kau datang juga. Kemana saja dalam seminggu ini?

Ken Dedes : kakanda tahu di mana saya berada.

Ken Arok : duduklah di sampingku.

Ken Dedes : tidak, kakanda, saya tidak mau mengganggu kakanda.

Ken Arok : tidak benar. Saya mau kau berada di sini.

Ken Dedes : saya akan mengganggu kakanda. Biarkanlah saya berada di antara
anak-anak kita. Mereka memerlukan saya berada di sana, apalagi
kalau kakanda tidak berada di antara mereka.

Ken Arok : baiklah. Tapi bagaimana kabarnya Anusapati?

Ken dedes : dia baik-baik saja, kakanda. Kemarin saya terima suratnya.

Ken Arok : maksudku, bagaimana kemajuannya dalam belajar?

Ken Dedes : dia tidak bicara tentang pelajarannya, kakanda. Saya akan
menanyakan dalam surat saya kepadanya. Dia akan senang bahwa
kakanda memperhatikan pelajarannya.

Ken Arok : bagus. Katakana padanya, saya sangat senang kalau dia belajar
dengan baik.

Ken Dedes : terima kasih, kakanda. Dapatkah saya meninggalkan ruangan ini?

Ken Arok : saya tak hendak mengganggumu, tapi janganlah lupa Adinda
menyampaikan pesanku kepada anak kita, Anusapati.

Ken Dedes : terima kasih, kakanda, saya mohon diri. (pergi).

Adegan 4

muncul Lohgawe dan berpapasan dengan Ken Dedes.

Lohgawe : perlengkapan upacara sudah siap. Mamanda khawatir Sri Ratu


terlambat. Jadi mamanda menyusul ke sini.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 63


Ken Dedes : mamanda tahu, saya tidak pernah lama berada di ruangan ini.
(keduanya pergi).

Adegan 5

Bango Samparan: pendeta itu harus diawasi.

Ken Arok : buat apa?

Tita: kau selalu Tanya.

Bango Samparan : karena ia selalu tampak sakit perut.

Ken Arok : lebih baik Ratu diawasi, agar mendorong anaknya cepat-cepat jadi
pendeta Buddha.

Tita : jadi rencanamu dia jadi pendeta Buddha?

Ken Arok : tidak ada yang lebih cocok bagi orang seperti dia daripada
berpakaian lembayung dan berkepala gundul, bukan?

Tita : ular kepala dua, kau! (blackout).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 64


BABAK XIII

Di Padepokan Panawijen. Siang hari.

Adegan 1

Punta, Prasanta dan Juru deh sedang beristirahat sambil menunggu majikan mereka,
Anusapati. Juru Deh tidur di tempat.

Punta : Santa, kok kamu pendiam betul?

Prasanta : bukannya saya pendiam.

Punta : jadi ?

Prasanta : kamu yang banyak omong. Rewel.

Punta : e,e,e,e! orang kasih perhatian, malah membalas dengan dengki.

Prasanta : orang sedang berpikir diganggu.

Punta : hohohoho! Jadi kamu sedang berpikir, ya? Jadi kamu kira otakmu
cukup bagus buat berpikir, ya?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 65


Prasanta : memang saya juga tahu…

Punta : tahu apa?

Prasanta : otak kamu yang paling bagus.

Punta : lho, kapan kamu sadar bahwa otakmu mulus?

Prasanta : memang otakmu masih mulus, masih asli, karena tidak pernah
dipergunakan.

Juru Deh : (tiba-tiba) hahahahahaha!

Punta: orang tidur tertawa! Ngorok saja, jangan ikut campur!

Juru Deh : saya bermimpi.

Punta : bermimpi?

Juru Deh : ada orang sok pinter, terkecoh.

Punta : kamu menyindir, ya?

Juru deh : lho, kan saya bermimpi. Bagaimana orang bermimpi bisa
menyindir?

Punta : tapi… tapi kamu bilang ada orang pinter terkecoh.

Juru Deh : sok pinter.

Punta : kamu menyebutku sok pinter, ya?

Juru Deh : orang yang dalam impianku itu yang sok pinter.

Punta: siapa dia?

Juru Deh : lah, bagaimana saya tahu? Tanyalah sendiri.

Prasanta : hahahaha!

Punta: kalian berdua berkomplot, ya?

Prasanta : lah, kenapa jadi begini?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 66


Punta: salah kamu sendiri!

Prasanta: Juru Deh, ada apa sih dengan si Punta?

Juru Deh: tidak apa-apa, otaknya kan yang paling mulus.

Punta : kamu yang muali. Kamu bilang saya rewel.

Prasanta : jadi saya harus bilang kamu pendiam, ya?

Punta : tidak.

Prasanta : makanya.

Punta : makanya apa?

Prasanta : saya bilang sebaliknya.

Punta: baik. Saya bilang kamu sok pinter.

Prasanta : Juru Deh, yang sok pinter dalam mimpimu itu siapa?

Juru Deh : nanti saya dianggap ikut campur.

Prasanta : Juru Deh, kamu Cuma memikirkan diri sendiri. Kamu harus ikut
membereskan persoalan ini.

Punta : betul, kamu yang harus bertanggung jawab.

Juru Deh : lah, kenapa jadi begitu? Apa saya harus bertanggung jawab karena
saya bermimpi?

Punta : harus.

Juru Deh : santa, bagaimana ini?

Prasanta : salah kamu ikut campur.

Juru Deh : jadi saya harus mempertanggungjawabkan mimpiku?

Punta&Prasanta: (bersamaan) ya!

Juru Deh : Santa, kamu bikin saya jadi kambing hitam!

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 67


Prasanta : salah kamu bermimpi sembarangan.

Juru Deh : oh, begitu. Baiklah, lain kali saya bermimpi dengan tertib.

Punta : tapi kamu harus mempertanggungjawabkan mimpi itu.

Juru deh : baik. Dengan ini saya pertanggungjawabkan mimpiku.

Punta : lalu?

Juru deh : lalu apa?

Punta : bagaimana kamu mempertanggungjawabkannya?

Juru Deh : ajari dulu saya, bagaimana caranya.

Punta : dasar!

Juru Deh: dasar apa?

Punta : pikir sendiri.

Prasanta : hahahahaha!

Juru Deh : kalian berkomplot, ya? Baiklah, saya akan pergi dulu. Saya akan
mencari orang yang sok pinter dan yang satu lagi, yang goblok.
Kedua-duanya kutemukan di dalam mimpiku tadi.

Prasanta : Jangkrik!

Adegan 2

Tinggal Punta dan Prasanta

Punta : kamu bilang tadi kamu sedang berpikir. Apa sih yang kamu
pikirkan?

Prasanta : saya bingung, harus bagaimana saya hidup di Keratin nanti.

Punta : hah? Kamu kira kamu mau jadi raja?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 68


Prasanta : yang betul saja. Masa calon raja berkawan dengan orang macam
kamu!

Punta : sialan! Baiklah, kenapa kamu bingung; apa hubungannya dengan


Keraton.

Prasanta : kan majikan kita, Pangeran Anusapati sudah dewasa. Beliau putra
sulung, jadi pasti menjadi raja Singhasari nanti.

Punta : apa bingungnya?

Prasanta : pertama, saya tidak suka tuwak dan takut mabok. Di Keraton
begitu banyak tuwak. Kedua, saya tidak punya uang untuk berjudi.
Ketiga, di sana begitu banyak perempuan penghibur, istriku suka
cemburu.

Punta : kamu bohong! Kamu bukan memikirkan itu!

Prasanta : Punta, kena apa sih hari ini? ambil air dingin, dong, lalu guyur
kepalamu.

Punta : habis kamu tidak mau terus terang!

Prasanta : tobaaaat! Mati saya! Tadi disebut pendiam, sudah bicara dianggap
bohong. Sudahlah, terserah kamulah. Saya tidak akan bicara apa-
apa lagi.

Punta : tapi kamu harus menjawab teguran orang. Itu termasuk sopan
santun.

Prasanta : saya tidak akan menjawab.

Punta : kalau begitu kamu benar-benar tidak punya malu. Kamu bertahun-
tahun hidup di Padepokan tidak tahu sopan santun.

Prasanta : saya tidak akan menjawab.

Punta : dasarnya kamu ini memang bebal; bertahun-tahun mengabdi


kepada Pangeran Anusapati, sifat-sifat burukmu tidak hilang juga.

Prasanta : saya akan diam.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 69


Punta : padahal setiap orang mengatakan, bahwa Pangeran Anusapati itu
teladan, baik dalam sopan santun, ketekunan, keramah-tamahan
dan kebijaksanaan. Banyak orang mengatakan, Pangeran kita
bagaikan titisan Sri Kreshna. Tapi tak ada satu pun sifatmu yang
baik.

Prasanta : saya tidak mendengarkan.

Punta : biar kamu tidak mendengarkan, saya akan bicara sendiri, karena
memang kamu tidak jujur, suka bohong, suka menipu, tidak tahu
sopan santun, bebal….

Prasanta : saya tidak mendengar.

Punta : biar!

Adegan 3

Muncul Emban, membawa sebuah gendi dan ubi jalar bakar besar diatas cempeh.

Emban : rajin betul kalian belajar. Saya dengar kalian sedang menghafalkan
ayat-ayat kitab Kutaramanwa. Saya mendengar tadi Punta
mengatakan larangan terhadap bohong, menipu, harus sopan
santun dan sebagainya. Silakan minum dulu. Mana Juru Deh.

Prasanta : Juru Deh sudah minumtadi, mbok.

Emban : oh, kalau begitu ini buat kalian berdua saja.

Prasanta : baik, mbok. Terima kasih. (Emban pergi). Nah, jadi kita mendapat
bagian lebih besar, kan?

Punta : tinggalkanlah sebagian baginya.

Prasanta : mengapa ? tadikan dia menyebutmu sok pinter.

Punta : kamu juga disebut goblok tadi.

Prasanta : makanya.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 70


Punta : makanya apa?

Prasanta : kita habiskan bagiannya.

Punta : kamu tidak jujur.

Prasanta : baiklah, jadi saya dapat dua pertiga kamu satu pertiga.

Punta : itu tidak adil.

Prasanta : jadi kamu mau makan bagian Juru Deh?

Punta : demi keadilan, mau. (prasanta memotong ubi dengan pisaunya,


lalu memberikan sebagian kepada Punta). Kamu tidak adil. Kamu
sengaja memotong agar bagian yang kau ambil lebih besar!

Prasanta : kamu harus merasa beruntung masih dapat lebih dari sepertiga.

Punta : tapi itu tidak adil.

Adegan 4

Muncul Juru Deh.

Juru Deh : ada apa? Belum berhenti ributnya?

Punta : dia tidak adil. Dia pura-pura mau membagi dua, padahal potongan
yang diambilnya lebih besar. Saya tidak terima.

Prasanta : nanti dulu. Nanti dulu.

Juru Deh : supaya adil, bagaimana kalau saya potong sedikit bagian dari
Santa?

Punta : saya setuju.

Prasanta : baiklah, agar jangan rewel berkepanjangan. (Juru Deh


mengeluarkan pisaunya, memotong bagian Prasanta, dan langsung
menyuapkannya ke mulutnya).

Punta : sekarang adil.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 71


Prasanta : nanti dulu! Sekarang punyaku lebih kecil. Kamu Juru Deh
memotongnya terlalu besar.

Juru Deh : kamu tahu saya tidak bawa ukuran.

Prasanta : itu tidak adil. Saya tidak terima!

Juru Deh : kalau begitu harus kupotong punya Punta.

Prasanta : ya! Itu baru adil! (Punta menyodorkan bagiannya kepada Juru Deh.
Juru Deh memotongnya, lalu memakannya. Punta mengakurkan
bagiannya kepada bagian Prasanta).

Punta : sialan! Sekarang punyaku jauh lebih kecil daripada punya kamu,
Santa! Jangan makan dulu! Itu tidak adil!

Prasanta : jangkrik!

Juru Deh : saya tidak bersedia lagi memotong.

Juru Deh : saya sudah terlalu kenyang.

Punta : sialan! (membanting ubinya dan menginjak-injaknya. Prasanta


hendak memakan ubinya, tapi Punta menepuk tangannya). Jangan!
Itu tidak adil! (ubi Prasanta jatuh, lalu diinjak-injak olehnya).

Prasanta : tobaaat! Tewas! Tewas! (Juru Deh bersedawa).

Adegan 5

Muncul pengawal pribadi Pangeran Anusapati.

Pengawal : jangan kotorkan halaman ini, Pangeran dan Mamanda segera akan
berteduh disini.

Juru Deh : barang siapa pemilik ubu harus membersihkan kulitnya.

Prasanta : jangkrik! (Prasanta dan Punta mengambil sampah dan


membuangnya ke luar pentas).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 72


Adegan 6

Muncul Anusapati bersama Mpu Purwa. Semua memberi hormat. Mereka duduk.

Anusapati : hamba tidak terkejut, kakenda berdua.

Mpu Purwa : syukurlah. Tidak ada di dunia yang perlu mengejutkanmu.

Mpu Pamor : memang tidak ada, Raden.

Anusapati : hamba tidak terkejut bukan karena bijaksana, kakenda berdua,


melainkan, karena sebelumnya hamba sudah punya firasat.

Mpu Pamor : firasat?

Anusapati : ya. Sejak hamba mulai remaja tibulah pertanyaan itu. Siapakah
hamba ini? siapakah ayah hamba? Apakah sebenarnya peran dan
kedudukan hamba di kerajaan?

Mpu Pamor : kakenda ingin tahu, apa yang menyebabkan cucunda bertanya
demikian.

Anusapati : hamba sejak dini menyadari, bahwa hamba berbeda dalam segala
hal dari saudara-saudara hamba. Dalam rupa jasmani, dalam
pikiran dan perasaan, hamba sungguh lain dari adinda Wong
Ateleng, Adinda Panji Saprang dan adinda Agnibaya. Waktu
hamba kecil hamba pernah bertanya pada ibunda, mengapa hamba
berbeda. Ibunda menghindarkan diri dari desakan hamba ketika
itu. Tapi pada kedatangan beliau ke sini yang terakhir, dengan
berurai air mata beliau mengatakan yang sebenarnya. Bahkan
beliau memperlihatkan dan memberikan keris yang menewaskan
Tunggul Ametung kepada hamba.

Mpu Purwa : sang Buddha oernah menyatakan bahwa lewat perempuanlah


terutama siluman Mara menggoda dan menyesatkan manusia.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 73


Mpu Pamor : bagaimanapun juga, Ken Dedes adalah putrimu, Mpu Purwa.

Anusapati : (kepada Mpu Purwa) kakenda pun tidak perlu khawatir. Hamba
tidak akan melakukan sesuatu tanpa hamba pikir matang-matang.
Ketika ibunda Ken Dedes memberikan keris itu, tanpa rasa
dendam dan bahkan dengan rasa sedih hamba berkata kepada
beliau, bahwa baik berita beliau, baik keris yang beliau berikan,
semuanya sudah terlambat.

Mpu Purwa : demikianlah kau harus berkata, cucunda.

Anusapati: ibunda pun mengatakan hal yang sama. Beliau berkata, bahwa
itulah yang harus hamba katakana setelah hamba belasan tahun
berada di Panawijen.

Mpu Purwa : kakenda menyesal harus mengatakan kepadamu, bahwa kematian


ayahmu Tunggul Ametung adalah akibat perbuatannya sendiri.
Dari kejahatan akan lahir kejahatan. Ayahmu menculik ibumu dari
padepokan ketika kakenda sedang pergi. Pembunuhan
terhadapnya adalah hasil perbuatannya, cucunda.

Mpu Pamor : dari kejahatan lahir kejahatan, demikian sabda sang Buddha.
Demikian pula tertulis dalam kitab weda. Artinya, Ken Arok pun
akan dan harus menerima hasil dari perbuatannya membunuh
ayahmu, yang tidak punya utang apa-apa kepadanya.

Mpu Purwa : kita tidak berhak membalas kejahatan dengan kejahatan. Hanya
kebaikan yang menyudahkan kejahatan. Demikian ajaran sang
Buddha.

Mpu Pamor : membalas kejahatan dengan kebaikan tidaklah berarti membiarkan


kejahatan merajalela. Dalam Baghawad Gita dengan jelas
dikemukakan, lawanlah kejahatan, asal perlawananmu demi
pelaksanaan darma juga, dan bukan demi kepentingan diri sendiri.

Mpu Purwa : disitulah masalahnya. Sering sekali orang melakukan tindakan


yang bertentangan dengan darmanya dengan mempergunakan
semboyan pelaksanaan darma.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 74


Mpu Pamor : sama seringnya dengan orang yang bersemboyan melawan
kejahatan dengan kebaikan untuk menyembunyikan kepengecutan
atau sifat mementingkan diri sendiri dan keamanan diri sendiri.

Mpu Purwa : ah, kita sudah terlibat lagi ke dalam perdebatan yang tidak akan
ada habisnya. Saya khawatir tidak ada yang diuntungkan,
termasuk cucunda Anusapati. Dia malah akan jadi bingung.
Marilah kita beristirahat, Mpu Pamor.

Anusapati : hamba mohon diperkenankan tinggal di sini barang sejenak lagi,


kakenda.

Mpu Purwa : silakan, kau sudah dewasa. Kakenda sudah tak terlalu senang
mengaturmu (pergi).

Adegan 7

Muncul pembawa berita.

Anusapati: ada apa, prajurit ?

Pembawa berita : beberapa orang desa Batil mohon menghadap. Mereka menunggu
sampai kedua mamanda pergi.

Anusapati : ah, kawan-kawan lamaku, silakan mereka masuk!

Adegan 8

Masuk beberapa orang warga desa Batil.

Anusapati : sahabat-sahabatku, apa kabar? Alangkah senangnya saya bertemu


dengan kalian kembali.

Orang batil 1: semoga pangeran baik-baik. Kami berada di bawah lindungan


Sang Betara raya.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 75


Anusapati : syukur. Kalian harus kujamu. Akan tetapi saya dapat menjamu
kalian belakangan. Pasti kalian datang jauh-jauh kesini karena hal
penting.

Orang batil 1 : ampun Pangeran, kami mengganggu pangeran dengan keluh


kesah kami.

Anusapati : lha, ada apa?

Orang Batil 1 : kami datang kesini mewakili warga Desa Batil yang lain yang
sedang ditimpa keprihatinan.

Anusapati : katakanlah kepadaku.

Orang Batil 1 : kami memberanikan diri menghadap pangeran, karena kami tidak
punya arah lain tempat kami berpaling, kecuali Pangeran.

Anusapati : kalian adalah sahabat-sahabatku yang baik.

Orang Batil 1 : Pangeran muda, dengarlah keluhan kami. Bertahun-tahun lamanya


kami merasa khawatir. Ternyata kemudian kekhawatiran kami
terjadi. Beberapa bulan yang lalu kerajaan telah mendirikan rumah
judi dan rumah hiburan di sebelah Timur desa batil. Akibatnya
segera berwujud. Banyak keluarga yang menjadi melarat karena
hartanya ludas di tempat berjudi; banyak pemuda-pemuda yang
mata gelap dan jadi perampok atau sedikitnya pencuri. Yang lebih
menyedihkan, untuk mengisi rumah-rumah hiburan, ponggawa-
ponggawa menculik gadis-gadis dan wanita-wanita desa. Memang
selama belasan tahun rakyat dibebaskan dari tiga macam pajak
yang berat. Akan tetapi menyadari sekarang, bahwa kalau disuruh
memilih, lebih baik kami membayar pajak daripada disuruh
menerima adanya tempat perjudian dan pelacuran di tempat kami.
Oleh karena itu kami berpaling kepada Pangeran, sebagai majikan
yang sayang kepada kami dan sebagai putra sulung sang Prabu.

Anusapati : jadi kalian bermaksud meminta bantuanku untuk menyampaikan


usul kepada Sang Prabu?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 76


Orang Batil 1 : benar, Pangeran. Para sesepuh desa telah berketetapan hati untuk
lebih baik membayar pajak daripada membiarkan malapetaka
menimpa warga desa kami.

Anusapati : bukan warga desa kalian saja, kawan-kawan.

Orang Batil 1 : oh! Tapi… maaf Pangeran, kami tidak bermaksud membicarakan
kebijakan Ayahanda Pangeran

Anusapati : jangan takut, kawan-kawan. Pertama, saya juga tidak setuju


dengan kebijakan itu. Saya tidak setuju pada kebijakan yang dapat
membuat para pemuda jadi perampok dan pemudi jadi pelacur.
Kedua, saya bukan putra Sang Prabu. (orang-orang bergumam).

Orang Batil : wahai, kami tidak menduga Pangeran akan mengatakan hal itu!

Anusapati: mengungkapkan sesuatu yang sebenarnya sudah ada dalm hati


kalian, bukan?

Orang Batil 1: kami tidak tahu apa yang harus kami katakan, Pangeran.

Anusapati : kalian harus berani mengatakan apa yang baru saya katakan.

Orang Batil : dalam hati sudah lama kami mengatakan itu, Pangeran. Lebih
daripada itu, Pangeran.

Anusapati : ya. Dalam hati kalian pun mengatakan, bahwa ayahanda Tunggul
Ametung dibunuh secara licik oleh sang Prabu. (orang-orang
bergumam dan gelisah ).

Orang Batil 1: wahai! Kiranya Pangeran sudah menduga semuanya. Wahai,


betapa hati kami berdarah kembali mengingat ayahanda Pangeran
yang budiman.

Anusapati : kesedihan kalian yang disebabkan kejahatan keji itu akan membuat
kalian mampu memahami kesedihanku. Ingatlah kawan-kawan,
walaupun saya tak pernah mengenal ayahanda, keris yang
menusuknya juga menusukku, karena saya adalah darah
dagingnya.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 77


Orang Batil 1 : mengapa Pangeran tidak mengatakannya dari dulu? Tidakkah
Pangeran percaya kepada kami? Yakinlah, kami berdiri di pihak
Pangeran.

Anusapati : bukan, kawan-kawan, sekali-kali bukan karena saya tak percaya


pada kalian. Namun masalahnya tidak sesederhana itu.

Orang Batil 1 : Pangeran tidak perlu ragu-ragu. Tidak kami saja yang dengan
senang hati berdiri di pihak Pangeran.

Anusapati : bukan, sama sekali saya tak ragu-ragu akan kesetiaan kalian.
Namun tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik.
Saya tak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Juga saya tak
mau membalas kejahatan dengan kebaikan. Kita harus membalas
kejahatan dengan keadilan, kawan-kawan. Dengan adil kepada
penjahat berarti kita berbuat baik, bukan hanya kepada penjahat
itu, akan tetapi juga kepada semua.

Orang Batil : kami berada di bawah perintah Pangeran.

Anusapati : terima kasih atas kesediaan kalian. Kita akan berkeliling kerajaan
untuk beberapa tujuan. Akhirnya kita akan tiba di ibu kota.

Orang Batil 1 : rasanya Betara Wishnu akan segera turun di bumi Jawa.

Anusapati : Hyang Wishnu sudah berada di tengah-tengah kalian (blackout).

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 78


BABAK XIV

Di Keraton Singhasari. Siang hari.

Adegan 1

Hadir Ken Arok, Tita, Bango Samparan, Lohgawe, Ken Umang, gundik-gundik, penjaga-
penjaga dan pengikut-pengikut Ken Arok yang lain. Di pentas terdapat tempat-tempat judi dan
alat-alat karawitan (waditra) yang sedang ditabuh. Ada gadis yang sedang menari ditemani pria
mabuk. Yang menari, yang judi, yang minum tuak dan mabuk sama sibuknya.

Ken Arok : aku tambah taruhannya. Kupertaruhkan salah seorang dari


gundikku.

Pria : tidak, Gusti, hamba tidak terima. Uang saja, Gusti.

Ken Arok : tidak? Kau tak suka?

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 79


Ken Umang : kanda, kanda terlalu mabuk. Istirahat dulu, atau berhentilah
minum. Makan sesuatu.

Ken Arok : siapa yang mabuk? Tidak. Ayo putar dadunya.

Pria : Gusti belum meletakkan taruhannya.

Ken Arok : mana uangku?

Ken Umang : sudah habis.

Ken Arok: ambil!

Ken Umang : tidak, kanda sudah terlalu lama berjudi. Kanda terlalu banyak
minum. Sekarang istirahat dulu.

Ken Arok : baiklah. Aku menari! He, mana gadis itu?mana gadis yang baru
kau bawa dari desa itu? Mana hadiah yang baru kuterima itu!
Panggil! Suruh dia menari denganku! (kepada prajurit) dua orang
bawa gadis itu kesini.

Prajurit : baik, Panglima. (pergi).

Ken Arok : Karawitan, lebih nyaring! (ia mulai menari, walaupun agak
sempoyongan karena sudah mabuk).

Adegan 2

Setelah beberapa lama Ken Arok menari, muncullah dua orang prajurit yang sebelumnya pergi.
Mereka memegang seorang gadis dan mendorongnya ke tengah-tengah ruangan.

Ken Arok : ini dia! Ke sini cantik! Mari menari denganku! (Ken Arok akan
menjamah gadis itu, akan tetapi gadis itu mundur. Ken Arok
tambah bernafsu, sambil berseru-seru ia mencoba menangkap
gadis itu. Gadis itu berkelit, lalu berlari ke tempat lain. Ken Arok
memburunya. Orang-orang membuat lingkaran agar gadis itu
tidak lolos. Di dalam lingkaran itu Ken Arok memburu-buru gadis
yang menjerit-jerit dan minta tolong. Orang-orang tertawa-tawa

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 80


dan berseru “Tangkap! Tangkap!” karawitan terus berbunyi. Yang
berjudi berhenti berjudi, para pemabuk sempoyongan ingin
menyaksikan apa yang terjadi).

Adegan 3

Muncul Anusapati diiringkan seorang diantara penduduk desa Batil. Ia memperhatikan


semuanya, lalu membimbing orang desa Batil itu ke suatu tempat.

Anusapati : (mencabut keris dan menyerahkannya kepada orang desa Batil)


inilah keris Mpu Gandring itu! Tak ada lagi keraguanku.
Lakukanlah kehendakmu! (orang itu pergi. Anusapati tetap
memperhatikan pemandangan yang terjadi di depan matanya).

Adegan 4

Akhirnya gadis itu kelelahan dan Ken Arok dapat menangkapnya. Ken Arok berusaha
melepaskan pakaian gadis itu, ketika prajurit-prajurit dengan senjata terhunus menyerang dan
mulai membunuhi hampir semua pria yang ada di sana, kecuali pendeta Lohgawe. Wanita-
wanita berjeritan dan berlarian ke sana ke mari. Ken Arok dikepung dalam sebuah lingkaran dan
ditusuki dengan keris, berulang-ulang. Tapi ia sangat kuat. Akhirnya pembawa keris Mpu
Gandring menusuknya. Ken Arok meraung dan mencoba menerkam, tapi ia rubuh dan
merangkak lalu mati.

Orang Desa Batil : telah kubunuh binatang itu! (semua bersorak). Pangeran Anusapati
raja kita! (semua bersorak. Anusapati dengan diiring oleh Mpu
Pamor berjalan ke tempat mayat Ken Arok, dan memandangnya).

Anusapati : binatang ini telah mati. Semoga dengan ini kita pun telah
membunuh binatang yang ada dalam diri kita masing-masing.

Orang-orang : Hidup Prabu Anusapati! (berulang-ulang).

Anusapati : (berjalan kea rah singgasana di sampingnya. Pendeta Lohgawe


berjalan dan menyerahkan lambing Purohita kepada Mpu Pamor)
kawan-kawan! Dengarkanlah kiranya perkataanku ini. (sunyi) roda
“Ken Arok” karya SAINI K.M. 81
sejarah harus berputar lagi. Roda sejarah yang telah
menggelundung tidak terkendali dan menggilas begitu banyak
korban, telah kita tahan. Sekarang kita harus memutarnya kembali
dan mengarahkannya ke tujuan yang benar, betapa pun tidak
jelasnya tujuan itu, betapa pun banyaknya silangan jalan.
Berdirilah kalian disampingku dan marilah kita menghambur ke
masa depan dengan penuh semangat dan ketetapan hati!

Orang-orang : hidup Prabu Anusapati! Hidup Singhasari! (berulang-ulang.


Blackout)

Bandung, 7 Juni 1983

Diketik ulang

Rancaekek, 24 Februari 2013.

“Ken Arok” karya SAINI K.M. 82

Anda mungkin juga menyukai