Anda di halaman 1dari 66

BUKU

“LANGGAR”
1920-1928

KI AGENG SURYAMENTARAM
POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG JIWA

BUKU
“LANGGAR”
1920-1028
Ki Ageng Suryamentaram

1. Surat kepada Sdr. ARDAN guru sekolah kejuruan Lempuyangan Yogyakarta


.... (1)
[ILMU KEPENDIDIKAN (PEDAGOGI)]
2. Surat kepada Sdr. SUKARSA guru Tamansiswa, Yogyakarta ... (2)
[WIRID, dzikir, doa, dan amalan-amalan lainnya yang dikutip dari ayat-ayat Al
Qur' an dan Hadits]
3. [KEREWAJA] … (4)
Kepada Paman KARSANA dik mantri pamicis atau pak Suta
4. [TIWIKRAMA] … (5)
5. [JUNGGRING SALAKA DINGKLIK SAOTO] … (6)
6. Berkunjung ke JAYENGREJA dan MUKIMAN … (8)
7. [EKSTASE, keadaan di luar kesadaran diri (spt. keadaan orang yang sedang
khusyuk bersemadi)] … (9)
8. [UNIVERSITAS] … (10)
9. Surat kepada R. M. Prawirawiwara … (12)
10. Surat kepada R. M. Prawirawiwara … (14)
11. [WINDUKENCANA] … (15)
surat kepada Saudara SINGGIH
12. [MENEGASKAN PELAJARAN] … (16)
surat kepada R. SINGGIH
13. Surat DARI RM Suryadiputra Bandung kepada M. Pranawidigda … (17)
[TENTANG AJARAN BRM SURYAMENTARAM]
14. [AYAM BERKAKI TIGA] … (19)
15. Surat kepada Ingkang Putra Raden Lurah ATMAKUSUMA … (21)
[keterangan bab AYAM BERKAKI TIGA]

1
16. Surat kepada MUKIMAN … (22)
[DUKUNGAN SURGA BELAS KASIH]
16. surat kepada : R. M. Prawirawiwara … (23)
lalu diteruskan kepada Suryadiputra, Tejakusuman
serta : R. Cokrodirjo (Sumarsono), Semarang
18. [APA YANG MAKSUD (PAMRIH) AJARAN] …. (26)
19. surat kepada : R. B. Atmosebronto … (27)
20. [MURID MAGANG KEPADA SANG GURU DEWA] … (27)
21. surat kepada Jayeng rejo … (32)
22. Surat kepada : Dutadiprajan … (33)
23. surat kepada : Mas Hardjosumarno, guru HIS Ngrembang … (36)
24. [JALAN YANG BENAR] … (38)
25. [ANUGERAH MENGASIHI DIRI] … (42)
26. Surat kepada : saudara Sukarso, Guru Taman Siswa … (44)
27. Dik Atmoharjomulyo … (47)
28. Berkunjung ke Mukiman … (50)

SURAT KEPADA SDR. ARDAN


guru Sekolah Kejuruhan Lempuyangan, Yogyakarta
ILMU KEPENDIDIKAN (PEDAGOGI)

Setelah mengucap salam takzim, sebenarnya saat saya ada di Yogya, saya ingin
bertemu Anda, tetapi tidak berhasil. Saya dengar Anda sedang bepergian ke
Banyumas. Saya justru sangat bahagia, keperluan saya adalah ingin melanjutkan
pembicaraan tentang bekal manusia (PEDAGOGI) untuk menjalankan
KEDEWAANNYA.
Oleh karena itu, saya bergegas pulang ke Bringin, karena urat (zenuw) saya tidak
mampu menahan terjangan rasa bahagia tak terlukiskan (geest-verukking), siang-
malam selalu bahagia.
Jika berangkat tidur tidak bisa langsung tidur karena bahagia. Bangun tidur
belum cuci muka sudah merasa bahagia, lalu mempersiapkan pekerjaan
pedagogi saya merasa bahagia.
Terasa semakin bahagia karena tidak ada barang yang tidak sesuai dengan
keinginan (disharmonis).
Hanya ada satu Prabot – ing SEMARA BUMI (pedagog), yakni SIR yang
dipengaruhi (kabawani) KERAJAAN SURGA.
Kebutuhan manusia hidup selain makan, hanyalah kasih sayang (cinta).
Manusia rela bekerja keras mencari uang, pangkat serta kekuasaan agar dicintai
orang lain.

2
Cinta itu nikmat.
Oleh karena itu, manusia haus akan kasih sayang (cinta) orang lain.
Namun demikian, akibatnya justru sebaliknya.
PERTENGKARAN, IRI, KESOMBONGAN (PAMBEG), lalu terperosok ke
jurang kesengsaraan (cilaka),
BENCI kepada kisah hidupnya sendiri,
BENCI kepada orang lain karena orang lain tidak mencintainya.
Usaha mendapatkan keberuntungan yang demikian itu justru mendatangkan
kesengsaraan.
Ada pun jalan yang benar adalah siratalmustaqim,
ilmu sendiri (milik sendiri –DALEM DEWEK).
Jika diamalkan (dipun wateg), hilanglah semua keruwetan di dalam benak.
Akhirnya, bisa bermain-main (angliling utawi ngudang) dengan hati sendiri.
Lalu, muncullah perasaan tenteram tak terluliskan karena hilangnya perasaan
MENYESAL dan TAKUT. Takut kepada segala sesuatu yang belum terjadi.
Jika ketenteraman tadi sudah berakar,
lalu mampu BERDIRI SENDIRI (JUMENENG PRIBADI), tidak butuh
kasih sayang (cinta) orang lain atau kaya kasih sayang (cinta).
KASIH SAYANG (CINTA) adalah buah PENGETAHUAN tentang dzat
segala sesuatu yang ada (dad-ing dumadi).
Jika buah itu sudah matang, buah itu menjadi makanan segala sesuatu yang
ada. Sang Maha Kasih Sayang (Cinta) lalu menjadi petani, menanam benih
pengetahuan di dalam benak manusia dengan mengolah sawah benak
menggunakan bajak (luku) simpati, penghalus benak (garu) sabar, penyiang
rumput belas kasih.
SABAR itu muncul dari terang penglihatan, bahwa dari benih padi tumbuh
padi.
SIMPATI itu adalah penglihatan jiwa, melihat sesama, tidak ada penghalang
yang mampu menghalangi simpati.
Jika anak panah dilepas, semua yang tampak terlihat murni. Itulah senjata
sakti (aji-ajining) Nirwatakawaca, oleh karena itu, setelah Harjuna bisa
mengalahkan Nirwatakawaca ia menjadi lelaki (lanang-ing) jagat raya.
Kerja pendidik (pedagoog) hanyalan menebar BENIH-PENGETAHUAN
menggunakan simpati. Jika penyebaran pengetahuan itu terlambat, mungkin
bangsa Jawa tidak mampu mengatasi masalah besar yang akan terjadi, alias
hancur (tenyok).
Oleh sebab itu, bangsa Jawa tidak bisa membangun kehidupan (tata-bebrayan)
baru yang lebih mulia. Melangkah masuk memasuki gerbang “AKU-AGUNG”
diri Anda sendiri.
Sampai di sini apa yang saya ungkapkan. Walaupun bumi ini tertimpa (tangkep)
langit, tetap terus dilanjutkan.

Saudaramu (rakanta),
wg Suryamentaram

3
SURAT KEPADA sdr. SUKARSA,
guru Taman Siswa, Yogyakarta
[WIRID, dzikir, doa, dan amalan-amalan lainnya yang dikutip dari ayat-ayat
Al Qur' an dan Hadits]

Saat pertemuan terakhir di langgar (mushala), membuat Anda ruwet, karena pada
saat itu kita membicarakan teori yang tidak berguna.
Saya berharap semoga surat ini bisa menghilangkan kekesalan (semplah) Anda.
KEKESALAN,
hanyalah karena lelah pikiran, tidak berlangsung selamanya.
Seperti halnya orang capai tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan.
Lelah otot hanya berlangsung sehari atau dua hari. Akan tetapi, lelah pikiran
sering kali berlangsung berbulan-bulan. Lelah otot sembuh dipijat tangan, tapi
lelah pikiran “dipijat” dengan pengertian yang benar.
Setelah ini, saya akan menyampaikan jalan yang benar dengan saya sertai
TEOSOFI agar bisa dibandingkan.
Jika sudah mengerti,
bahwa diperturutkannya kehendak tidak membuat orang menjadi beruntung,
(menurut pengalaman sebelumnya menggunakan sarana perhitungan ilmu
matematika), padahal Anda tunjuk sendiri kehendak Anda, ditunjukkan
menggunakan telunjuk (bukan dilihat menggunakan kata pembesar).
Contoh: besuk jika saya sudah anu, lalu anu, anu. Tentu kemudian hilang (0).
Jika dipahami menggunakan rasa tanpa suka-benci, berarti: si-Kehendak bukanlah
si-Rasa Aku.
Cara bagaimana menunjukkan adalah menggunakan pengertian (KENA, ORA
MATIRI).
Yaitu apa yang dimaksud pesan (weweka).
PENGANUT BUDHA menyebutnya KELUAR DARI PINTU PIKIRAN.
Pada saat itu terasa tubuh bergetar, disertai perasaan tenteram, dengan kata lain
segala apa pun telah terpenuhi (punapa kadugi), sebaliknya adalah kesal.
Anda teliti sendiri wujud si Kehendak:
- perasaan tidak mau menghadapi masalah dan
- perasaan sewenang-wenang.
Serta dijelaskan dengan “tidak membuat orang menjadi beruntung”.
Sekarang ini-di sini Anda sudah menangkap “raja dari segala keinginan.”
Yaitu:
NYAI KOPEKIPUN KANJENG SINUHUN KANJENG SULTAN
AGUNG,
CACINGIPUN SITI JENAR.
Apa yang menghalangi kemampuan melihat NYAI-KOPEK (=BADAN
SENDIRI) adalah rasa malu. Karena orang beranggapan baik tentang dirinya
sendiri, padahal jelek dan tidak senonoh.
Rasa malu ini sering kali berlangsung lama, sering kali berlangsung sebentar,
sering kali berbulan-bulan atau hanya beberapa hari.
Terbukanya rasa mengetahui itu terjadi saat bertemu atau bahagia sekali.
BAB SUSAH, jembatan (galinganipun) Sunan Kali:

4
Langit yang saya jalani,
bubungan jauh tak terperi,
saya berjalan tanpa tujuan,
tidak melihat utara selatan,
timur barat ditelanjangi,
di atas ke bawah,
di depan ke belakang,
saya tidak tahu,
semakin bingung,
Sang Dewa Ruci berbicara,
si rasa Aku Melihat sebenarnya merasakan hatimu.
Baris yang paling belakang perkataan Sang Guru, yang berarti “susah yang tidak
kuat kutanggung itu tidak ada”.
JUSTRU SOMBONG-MENANTANG:
kumpulkan susah sejagat,
lalu tuang ke dalam hatiku,
tidak mungkin kelabuhi,
tidak akan kuperangi.
Jika setiap kali kesusahan datang,
diterima dengan cara demikian, tentu kemudian lahirlah GUSTI YESUS.
RASA BERUNTUNG karena RASA MELIHAT (MENGETAHUI) itu TIDAK
BISA DIUNGKAPKAN DENGAN KATA-KATA.
Padahal kebiasaan manusia adalah jika mengalami kesusahan lalu ia menuduh-
menyalahkan orang lain, atau menyerah kepada nasib, dan tidak ada guna,
sebab,
menuduh berarti “mati rasakarena percaya tanpa harus meneliti”,
menyerah pada nasib berarti “mati rasa karena percaya tanpa mengerti (percaya
tanpa meneliti)”.
Tetapi, jika sekali menerima kesusahan dengan “rasa yakin-teguh dan tenteram
karena rasa melihat (mengetahui) sendiri”, bahwa kesusahan itu bernilai nol.
Oleh karena itu, muncul pembedaan watak kehewanan dan watak kedewaan.
Jadi,
rasa palastra (matinya rasa kehewanan) menjadi jalan berkuasanya rasaAku
melihat (mengetahui).
SETELAH ITUlalu bersumpah:
(1) KEHENDAK (KAREP), skarang AKU tidak menyukai apa pun selain
kamu.
(2) KEHENDAK, skarang AKU tidak mau mengikuti siapa pun selain kamu,
karena kamu sudah pasti keliru.
(3) KEHENDAK, skarang AKU sudah tidak punya siapa pun selain kamu,
kamulah satu-satunya yang kupandangi, AKU tidak bisa mendapatkan
keberuntungan jika aku tidak memandangimu.
SETELAH BERSUMPAH, lalu sobeklah mata,
menjadi mampu melihat (menyaksikan) hal-hal yang tidak mengenakkan
untuk dijalani.

5
Saat mendapatkan cobaan, lalu mengira bahwa “keadaan yang ada di dalam
peristiwa-peristiwa dan barang-barang” bisa menyertai atau menghalang-halangi.
(1) MITOS (GUGON-TUHON) memperluat perilaku larangan baik atau
buruk.
(2) Tidak ada apa pun yang bisa mengelabuhi si Rasa Aku, begitu kata Sang
Guru Jagat yang sudah paham tentang segala yang ada.
Baik-buruk, benar-salah sudah tidak bersentuhan dengan AKU-
MELIHAT (MENGETAHUI).
(3) rasa menghindari (sesuatu) termasuk perlakuan si Kramadangsa.
Saya teringat saat bertemu dengan Juffrouw Boesket di Salatiga,
perumpamaannya “diri kita ini hanyalah semata-mata menjalahkan perintah Dia
Yang Dihormati (sang pepunden), sang Guru Dewaji”.
Hingga saya merasa gemas sehingga saya layani zeg Juffrouw, ya si Rasa Aku-
Melihat (Mengetahui) inilah si Dia Yang Dihormati (si Pepunden), tetapi
menerima nasib dan memilih tetap menjadi ia yang menghormati (memundi) dan
ia yang berguru saja, tentu bertemu, ia memilih (“menghendaki”) yang bagus saja,
oleh karena itu pasti mendapatkan yang buruk.
Cara bagaimana memerangi rasa “memilih-menghindari” adalah menggunakan
sarana perkataan “ia yang adalah ini-itu, bukanlah Aku” betapa pun si Kehendak
sangat menginginkan.
Yakni mengungkap kedudukan rasa Aku-Melihat (Mengetahui).
SETELAH ITU gerbang permata (gapura kencana) nomor dua tentu terbuka.
Sampai di sini saja. Nanti bila bertemu lagi dilanjutkan.
Semoga, rasa terombang-ambing (hoyag-hayig) Anda menjadi rasa yakin-teguh
dan tenteram (tatag-tentrem).
Catatan: Tidak lama lagi Sang Pemberi Terang akan datang menemuhi papan
Dewantara.

nir titi
saudaramu,
wg Suryamentaram.

KEREWAJA kepada Paman KARSANA


dik mantra pamicis atau pak Suta

Kerewaja ini digunakan untuk menolak semua bisa PUJIAN dan CELAAN.
Kemudian, semua celaan diterima dengan perkataan: “YA BENAR, MEMANG
BEGITULAH AKU”.
Lalu dicari di dalam diri sendiri.
JIKA BERTEMU SEPI, ini tanda bahwa penglihatan jiwa belum terbuka.
Jika mata jiwa sudah terbuka, tentu melihat “celaan itu nyata”
karena ia yang memiliki sifat “ia yang dicela” adalah “sang kehendak”.
Keterangan tambahan: semua sifat yang dicela (cinacad) adalah ulah sang
kehendak.

6
Oleh karena itu, ulah tadi abadi, maksudnya kebaikan manusia tidak boleh
ditunggu-tunggu, diharapkan.
Bisa sabar tidak makan hanya saat kenyang.
Bisa menahan marah hanya saat tidak tersinggung, dan seterusnya.
Jika sudah begitu,
saat ada celaan, celaan itu justru membangunkan sang Pribadi: Iya lho pasti.
Dikatakan manusia tidak boleh menjadi buruk atau melakukan keburukan. Siapa
yang bisa menghilangkan keburukan. Lalu, terlihat semua keburukan diri sendiri.
Lalu, sang pribadi tentu jatuh cinta (gandrung),
akhirnya berkelana di dalam surga anon, berbicara kepada dirinya sendiri seperti
berikut:
Saat aku bertingkah jungkir-balik mencari pujian atau sebaliknya takut dicela
KOK PANTAS
Saat meringis karena malu Ini kok pantas sekali.
Saat keterlaluan mengejek orang yang dibenci kok pantas sekali.
Saat diam tak berucap kata, karena takut jika keliru atau berdosa kok pantas
sekali.
Saat pulang kerja belum disiapkan minuman lalu marah-marah sambil
bermuka masam kok pantas sekali.
Saat melakukan segala upaya demi tersesatnya orang lain kok pantas dan
terampil sekali.
Setelah mengembara lalu mendapatkan PAKAIAN ONTROKUSUMA.
Tanda keaslian pakaian itu adalah huruf-huruf yang berbunyi COCOK.
Setiap kali bertemu orang, kyai Ontrokusuma berbunyi seperti ini:
“Orang itu kok mirip aku. Astaga, dia juga mirip aku.”
Jika sudah begitu, anak panah datang setan pencela (panacad) berubah menjadi
bunga, saat mengenai kere waja.
Jika bisa pujian meracuni orang yang dipuji, bisa itu bisa melempar orang yang
dipuji, jatuh ke neraka kesombongan-pamer (naraka kumentus).
Penolak bisa pujian adalah perkataan berikut:
“Ya, benar, tidak ada yang melebihi keterampilanku, kegantenganku, serta
kekuasaanku”.
Karena semua sifat terbuji adalah kerja pribadi, yang maha mengetahui
(anon).
Kekuasaannya adalah suka kepada semua manusia (diri sendiri).
Akibat dari kekuasaannya adalah membuat orang beruntung.
Oleh karena itu, saat orang dipuji, pujian itu terasa nikmat. Jika tidak, itu tanda
kerasnya hati, agar apa pun perkataannya diikuti.
Adapun sang Pribadi menanggapi pujian dengan perkataan berikut:
“Jika mata orang terbuka, lalu melihat orang yang memuji, betapa
senangnya. Saat melihat tumitnya terkena kotoran ayam saja, orang suka.
Apalagi melihat muka yang bersinar bak mentari.”

nir titi,
wg. suryamentaram

7
TIWIKRAMA

Setelah runtuhnya negeri Ngalengka, KEHENDAK (KAREP).


Sang Raja Batara Rama, AKU, melakukan TIWIKRAMA.
Mengenakan mahkota MERASA BENAR,
Duduk di atas singgasana PENGETAHUAN NYATA
(bukan apa kata orang, bukan apa yang pantas)
Menggandeng Dewi Sinta, BELAS KASIH (WELAS ASIH),
menempati gua wijaya, MENURUTI KEMAUAN,
para prajurid (para rewanda), INDERA yang disambut di-ranangga
ditaburi dengan bunga Wijaya Kusuma, TERKENA NAMUN TIDAK
MEMATIKAN
lalu semua menjadi hidup,
karena banyak para raksasa itu saat berperang
mati berduel dengan raksasa, dikuliti, disayat-sayat dan dipotong-potong
oleh raksasa.
Batara lalu pulang mengendarai Rata Jaladara, KEMAUAN UNTUK
MEMBUAT KEBERUNTUNGAN, lalu mengunjungi Negeri Pancawati,
WINDU KENCANA.
Para prajurit mendapatkan serangan anak panah oleh Guwa Wijaya, MENURUTI
KEMAUAN,
lalu tersadar menjadi dewa lagi,
kemudian memainkan alat musik lokananta, APA SAJA MAU, MAKAN
ENAK, TIDUR NYENYAK,
TIDAK MENYESAL, TIDAK TENGGELAM,
karena apa yang memunculkan penyesalan adalah RAKSASA
PEREMPUAN SARISIH
yang menjadikan tenggelam RAKSASA bertingkah kasar dan
MEMAKSAKAN DIRI.
suka pakaian bagus, suka rumah bagus, suka kicauan burung, angin, dan
ombak, apa lagi orang baik .... sangat suka .... ha ha ha hak.
Suka lagu, motor, burung hantu (keblak), kereta uap (setum wales),
apa berbisik-bisik ... atau tertawa kecil di ... ha haak.
Suka tari, sastra, suka semua keterampilan (kagunan), suka semua barang
yang berbau harum.
SUKA tanda kekuasaan Tuhan yang indah (kodrat) seperti:
gunung-gunung, langit, laut,
manusia, dan lain sebagainya,
pasar malam, pertunjukan wayang, mengobrol, permainan, cembeng ... ?
nyanyian diiringi rebana, shalawat nabi, zikir,
SUKA
Suka segala pengetahuan tentang dunia materi, seperti:
Astronomi, ukuran gelap, gejala-gejala badah, dan lain sebagainya.
Singkatnya,
kata, tidak ada ruang sekecil apa pun, waktu semenit pun
yang tidak menyenangkan.

8
nir titi,
wg. suryamentaram

JUNGGRING SALAKA DINGKLIK SAOTO

JUNGGRING SALAKA
adalah tempat tinggal pada dewa yang maha mulia.
Manusia
yang miliki kemampuan melihat seperti dewa,
kemudian tentu dimuliakan derajatnya [kasendal mayang] oleh Sang Penata
Jagat Raya.
Walaupun orang itu adalah bajingan, dia diangkat menjadi dewa.
Manusia yang mampu mendapatkan kemampuan melihat seperti dewa adalah
manusia yang sudah terhindar dari nasib buruk (cilaka).
(biar pun orang itu menjadi bajingan).
Lalu merasakan Kasih Sayang kepada semua manusia.
Berkat dorongan kasih sayang itu melakukan tindakan yang berbuah
keberuntungan
untuk seorang teman,
yang secara kebetulan sedang menapaki jalan penuh kesulitan.
Akan tetapi SANG BELAS-KASIH tidak kunjung berkurang,
justru semakin berkembang, sama seperti
seorang ibu yang sedang memperhatikan anaknya yang masih bayi dan
sedang sakit.
Kesabarannya seperti kucing yang sedang lapar
sedang menunggu tikus yang sedang tengok kiri-kanan keluar dari lubang.
Justru menyombongkan diri dengan berkata demikian:
biar pun langit runtuh dan mengubur bumi, kutunggu keberuntunganmu
Seperti Burisrawa menunggu Sembadra,
jangankan janda,
mayatnya pun ia mau terima.
KETULUSAN CINTA seperti itu
menjadikan penglihatan dewa terbuka.
Akhirnya tahu bahwa semua orang merasa benar.
SELANJUTNYA rahasia dari rahasia, tangan saya gemetar,
untuk menulis lanjutannya.
MAU MEMULAI gemetar lagi,
merasa benar adalah mahkota Batara Wisnu.
Belum merasa enak, keburu harus menyerah
(merasa benar ADALAH MAHKOTAKU)
AKU tidak pernah keliru.
“Hati-hati jaga urat Anda membaca kalimat di atas”
Jangan sampai seperti Arjuna saat terjaga,
Manusia seluruh jagat sekejap mata pasti lebur jika tidak kujata,
oleh karena itu mereka berjoget-joget di pangkuanku.

9
Semua bersenang-senang karena terkena cahaya mahkotaku.
Oleh karena itu, saat orang merasa keliru, bingung.
Obat kebingungan itu hanyalah perkataan demikian:
tidak ada yang akan menghukummu,
tetapi jika kamu ulangi kedua kali,
suruh tiga kali, selamat.
SINGGASANA BATARA WISNU,
pengetahuan nyata (bukan apa kata orang, bukan apa yang pantas).
Oleh karena itu, manusia yang mampu duduk di atas singgasana pengetahuan
mengenakan “mahkota merasa benar”,
tetap mewakili Batara Wisnu.
Tidur-bercumbu (kelon) bersama Bidadari, dijaga para dewa.
Batara Kala hanya hanya duduk terdiam, menunggu perintah.
Batara Kala berkata dalam hati demikian:
Andai aku diperintahkan oleh mereka yang sedang tidur-bercumbu untuk
merusak jagat, tidak butuh waktu satu menit pasti lebur.
OLEH KARENA ITU,
manusia yang merasa benar berdasarkan pengetahuan dari apa kata orang
atau apa yang pantas, adalah seperti Petruk menjadi raja.
TERUNGKAP bahwa singgasananya adalah DINGKLIK SAOTO, pincang,
jika dituruti, pililih biji daripada daging duren.
Saat mendengar pengetahuan yang tidak sesuai dengan pengetahuannya
sendiri, lalu dingklik saoto menjadi goyah,
akibatnya terjengkang rebah jantung berdenyut keras,
lalu, luka babak-belur, keluar darah, komat-kamit membaca mantra.
Mahkota merasa benar dipertegas-diperkuat
dengan mengejek pengetahuan orang lain,
akibatnya justru terjerembab masuk comberan menyumpah-serapahi.
MANUSIA
yang mewakili Batara Wisnu,
“saat bertemu manusia lain merasa benar”
(SETIAP ORANG PASTI BEGITU),
lalu gembira
Sebab mengetahui layang-layang sendiri, meskipun bentuknya tidak enak
dilihat (pating paletot).
Apa yang menyebabkan bentuk tidak enak dilihat itu adalah singgasana dingklik
saoto, pengetahuan apa kata orang, apa yang pantas.
MERASA BENAR maksudnya,
jika diucapkan atau ditulis,
tentu kurang sebutan, terlalu banyak warna.
Karena begitu gaibnya,
jangankan apa yang disebut manusia,
malaikat Mukarabin pun tidak mampu melihat.
Oleh karena itu, manusia yang suka mencari-cari kesalahan orang lain,
agar merasa keliru tidak mendapatkan persembahan Dewi Sinta,
KASIH-SAYANG (CINTA), yang sempurna.

10
Tentu terkena kutukan,
jatuh di negeri Ngalengka, bingung atau takut berkumpul manusia,
semakin lama ia yang diejek semakin meningkat,
setiap orang diminta mengikuti kemauannya,
tetapi jika diikuti, justru semakin bingung.
SEBALIKNYA,
jika mewakili Batara Rama,
mengenakan mahkota MERASA BENAR [RUMAOS BENER],
duduk di atas singgasana PENGETAHUAN NYATA,
menggandeng DEWI SINTA belas-kasih,
tentu ia yang dihargai, dikasihi semakin dekat,
sehingga mengetahui-melihat
manusia yang berada di bagian dasar-kerak neraka SELALU MERASA
BENAR.

nir titi,
wg. suryamentaram

BERKUNJUNG ke JAYENGREJA dan MUKIMAN

Malaikat penjaga pintu surga,


menghalang-halangi manusia masuk surga,
bernama Batara Meri dan Pambegan
menjadi sebab orang tidak bisa seenaknya,
lalu bertingkah jungkir-balik tidak karuan.
Perkataan dua malaikat itu adalah sebagai berikut:
ayo mencari banyak uang, mencari banyak kepandaian,
jangan sampai bodoh (krepo) seperti si anu, jadilah cerdas-cemerlang
(kempling) seperti si anu,
jika tidak begitu, ke mana harus kutaruh muka ini,
pasti diejek oleh si anu, tidak bisa mengejek si anu,
jelas harus bersungguh-sungguh bertapa agar bisa bersaing dengan si anu,
jangan sampai ada orang yang mengungguli,
siapa yang mengejek dan tidak menghargai aku pasti saya teluh.
Apa yang membuat semua merasa malu dan susah adalah dua malaikat tadi,
lalu manusia menolak kejadian-kejadian yang telah lalu serta yang belum
terjadi
Adapun hidup-mati kedua malaikat itu
ditentukan anak panah Kyai Samarasa.
Manusia itu sama persis, tidak ada bedanya.
Jika melihat dua malaikat itu sudah mati,
manusia lalu pasti masuk surga tenteram.
Tidak hangus karena api, tidak basah karena air,
tidak terluka oleh senjata,
jika diejek oleh manusia atau

11
dipercaya karena mampu mengalahkan atau mengungguli kepercayaan hati
orang.
Jawaban Kyai Samarasa,
manusia itu sama adanya, tidak berbeda.
Di surga itu setiap kali bertemu manusia hanya berkokok besar (kluruk) atau
kecil (klirik),
karena begitu miripnya.
Karena tulisan, saya tidak bisa menjelaskan dengan hati, oleh sebab itu hanya
pernyataan, bahwa apa yang mengganggu manusia adalah dua malaikat itu.
Jika kamu mengasuh anak, perhatikan,
lalu lepaskan anak panah Kyai Samarasa tadi,
jika bidikan tepat, selang lima hari pasti sudah terlihat akibatnya.
Kedua malaikat itu memiliki dua anak,
Batara Ngongso (tamak) dan Batara Kipa-Kipa (menolak sama sekali).
Lalu bercucu Wirang (malu) dan Muring (marah),
Cicit mereka Nglalu (bunuh diri) dan Matak Aji.
Oleh karena itu, manusia,
selalu terbelit jaring anak cucu kedua malaikat tadi.
temanmu yang sungguh sayang,
wg suryamentaram

EKSTASE

Karena saya tidak bisa datang ke Yogya, di sini saya akan mengungkapkan rasa
hati saya tentang segala hal terkait ekstase (rasa senang terhindar dari kesusahan).
Ekstase ada tiga jenis:
(1) ekstase pengetahuan, (2) kasih-sayang (cinta), dan (3) kekuasaan
(1) EKSTASE PENGETAHUAN adalah,
Merasakan pengetahuan tentang dorongan KEHENDAK
sudah tidak lagi tertutupi (kasamaran).
Oleh karena itu, saat mengetahui SANG KEHENDAK yang berubah rupa
tentu merasakan seanang, karena mengetahui-melihat Sang Kehendak.
(2) EKSTASE KASIH-SAYANG (CINTA) adalah,
Jika KEBUTUHAN SENDIRI sudah terpenuhi, lalu melihat-mengetahui
ORANG LAIN justru bisa menjadi orang lain, lalu bisa merasakan orang lain,
maksudnya begini: APA PUN TINDAKAN orang ini selalu berujung
kesusahan.
Karena dzat KEHENDAK adalah kesusahan. Padahal, tidak mencari
kesusahan.
Oleh karena itu, jika sudah mampu menjadi orang seperti ini,
(yaitu, menemui kesusahan tetapi tidak mencari).
Lalu merasakan suka kepada semua orang,
setiap kali bertemu orang seakan ingin memeluknya dan berkata demikian:
“astaga ada perwujudan kok begitu bagus luar biasa”.

12
Jika memahami hal di atas, tentu bisa memperkirakan betapa gembira-bahagia
manusia.
Yang merasakan EKSTASE KASIH-SAYANG (CINTA),
Yang disukai hanya manusia.
Padahal setiap hari bertemu manusia, seakan ingin memeluknya.
Biar pun mata terpejam sendiri di dalam kamar, pasti bertemu manusia,
benar apa kata Sang Sidharta, begini: dahulu aku menangis hingga keluar air
mata darah, sekarang aku selalu tertawa.
Karena segala hal tadi sudah menjadi baik dan lucu, serta tidak perlu dicari.
Ekstase pengetahuan adalah
kemabukan yang menyebabkan tertawa terbahak-bahak.
Ekstase kasih-sayang (cinta) adalah
kemabukan yang menyebabkan diam fokus pada arti penting. Jika bertemu
manusia seolah sedang dipanggil kekasihnya, yang adalah Sang Permaisuri.
Setiap orang dianggap ia yang dipuja dan dihormati (pepundenipun), oleh karena
inilah penyebab keberuntungan.
Oleh karena itu, manusia yang mampu menyelami orang lain, justru menjadi
orang lain, terhindar dari neraka pengejek (pamoyok), memasuki surga belas-kasih
(cinta), yakni tempat tinggal para Arhat, mereka yang sudah mencapai Nirwana.
(3) EKSTASE KEKUASAAN adalah,
perasaan saat setiap kali bertemu manusia melihat-mengetahui bahwa
kesusahan dan penyebab kesusahan serta obat kesusahan.
Semua itu tidak lagi tertutupi.
Saat digunakan obat itu terbukti manjur, manusia semacam itu tidak memiliki
kemauan lain selain “memberi keberuntungan orang lain”, sehingga ia
bersumpah begini: “aku tidak rela meninggalkan jagat, jika masih ada manusia
mengalami kesusahan”.
Kesanggupan yang demikian itu sungguh membukakan mata,
lalu memunculkan kemampuan melihat-mengetahui bahwa semua kekuatan
yang ada DI MUKA BUMI DI BAWAH LANGIT, mendukungnya,
semua mengikuti kemauannya, seperti menyerahkan jiwa-raga (sarah
mungging ranu).
Perkataan Sang Kresna tidak berubah: manusia yang demikian itu dilayani
oleh semua kekuatan (sidi)
Rasa ekstase yang demikian itu tidak terlukiskan.
Sedangkan menang berkelahi melawan satu orang saja sudah begitu bahagia,
padahal ia menag melawan semua yang berwujud, beserta junjungan
(pangeran) mereka.
Demikianlah apa yang bisa saya ungkapkan.
wg suryamentaram

UNIVERSITAS

Terasa lega (kumepyur) hati saya,


saat saya berada di Yogya,

13
mendengar penjelasan,
buah perkataan kakak Cokrodirja.
Bertiga bersama saya dan kakak Prawirawiwara.
Penjelasan saat Kakak berdiskusi hingga pagi berempat dengan Kyai Ajar
Dewantara.
Memunculkan hati saya merasa seperti diterkam harimau salah,
apalagi saat saya merasa kantuk
lalu digotong ke Kyai Ajar Dewantara
Dibawa ke Surakarta,
untuk menakut-nakuti Kyai Luran Kangmas Dipati Mangkunegaran,
hingga tujuh kesempatan saya tidak bisa berbicara,
semua yang demikian itu
jika berlanjut berkepanjangan mungkin bisa menyebabkan tidak enaknya
pengalaman (lampah).
Demikianlan,
karena kakang Cakradirja dan paman Ajar tidak mengerti
kondisi Universitas milik Beliau,
yang baru saja diturunkan dari junggring salaka
oleh para dewa.
Tertindih oleh Kyai Lurah dimas Batara Narada,
Diturunkan di luar ruang dan waktu,
lalu ikut campur tangan ingin menyampaikan maksud kepada Kakak
terkait kondisi Universitas milik Beliau,
karena saya yang dipercaya oleh Dimas Lurah Batara Narada.
untuk mengurus [ambahureksa] milik Beliau tadi.
Universitas milik Beliau tadi berisi pelajaran tentang tiga hal:
(1) Kegunaan (kunst = seni, kesenian)
(2) Pengetahuan tentang Kesempurnaan (wetenschap of wijsbegeerte)
(3) Agama (religie)
SEKOLAH MILIK BELIAU tadi,
Diperlukan untuk mengetahui-melihat KETAMPANANDIRI SENDIRI.
(Eigen Schoonheid te bewonderen)
Di atas daftar isi terdapat papan nama berbunyi begini:
“tidak ada yang tampan melebihi aku”
Siapa pun orang yang bisa membaca papan nama itu boleh sekolah
Di atas pintu sebelah samping terdapat tulisan begini:
“akulah Sang Tampan Pribadi”
Para murid yang bisa membaca papan nama itu sudah lulus, boleh keluar dari
sekolah lalu mendapatkan gelar diploma yang berbunyi begini:
“hidup itu berlangsung abadi bahagia tidak bisa mati dan mengalami
kesusahan”.
Euwige extase of (samadi).
SEKOLAH KESEMPURNAAN,
Untuk mengetahui KEKUASAAN DIRI SENDIRI.
(Eigen wijsheid te erkennen)

14
Mereka yang ingin ikut bersekolah harus membawa sertifikat yang berbunyi
begini: “tidak ada yang mengguli keterampilanku”
Siswa lulus sekolah jika sudah mampu mendendankan lagu penghantar tidur
berikut:
“akulah Sang Terampil Pribadi” (Ik ben de Wijzheid Zelf).
Lalu, dirangkul Ki Lurah dimas Batara Narada.
Dijadikan guru (hoogleerar), di dalam UNIVERSITAS milik Beliau,
diberi gelar diploma yang berbunyi sebagai berikut:
“manusia hidup itu tenteram selamanya, tidak ada sesuatu yang
menyentuhku”
(niets doet Mij aan).
SEKOLAH AGAMA tadi,
untuk mengetahui-melihat PENGUASA DIRI SENDIRI.
Murid yang ingin bersekolah harus membawa sertifikat yang berbumyi
sebagai berikut:
“tidak ada daya yang bisa mengalahkan aku”,
lulus sekolah jika sudah
mengangkang mengendarai NANDI SURA, memegang CIS TRISULA, yang
bisa mengucapkan:
“akulah yang maha kuasa pribadi”.
Lalu derajatnya ditinggikan oleh Kyai Lurah Dimas Sang Hyang Jagat Nata,
untuk melengkapi 30 dewa”.
Lalu diberi tutup kepala (ketu) kedewaan dengan huruf berbunyi demikian:
“manusia ini boleh dan bisa menuruti apa pun kemauannya, tidak ada yang
menghalang-halangi”.
Di atas adalah
ringkasan kondisi Universitas milik Beliau,
manusia yang belum mengetahui-melihat Universitas milik Belkau tadi tentu
belum paham.
Meskipun demikian
pandangan (verhouding) kakak Cokrodirja dan paman Ajar dan Taman Siswa
miliknya tidak bertentangan,
ada pun apa yang dipahami oleh paman AJAR
apa yang telah disampaikan di atas, saya percaya Kak,
supaya paman Ajar tidak lagi ragu (era-eru).
Karena saat saya bekelana di dunia ini,
melihat-mengetahui semburat cahaya darmabrata, cahaya satria petapa,
setelah saya dekati, tak kusangka paman Ajar sendiri.
Lalu saya mintakan pusaka pulanggeni kepada Kyai Lurang Dimas Batara
Narada, sudah dikabulkan,
tetapi berpesan agar saat memberikan pusaka itu,
adalah saat ketika paman Ajar menikah dengan Dewi Supraba di tempat
dewa Indra (ka-endran).
Sekarang setiap hari Dewi Supraba selalu dilulur oleh para Bidadari
semoga paman Ajar rajin luluran juga,
jangan sampai kecewa kalah bersinar dari pasangannya.

15
Ada pun mereka yang akan menghantarkan pengantin saat ini baru saya
gembleng, agar memiliki siku tangan tajam, otot kawat, tulang baja, jari-jari
gunting.
Karena sekarang ini Prabu Pracona juga melamar Dewi Supraba,
bahkan sekarang menghadang di tengah jalan menuju tempat tinggal dewa
Indra (ka-endran),
membawa senjata andalan ditya sekipu.

adinda (rayinta),
Abdi dalem juru kunci Universitas milik Beliau,
Merangkap tukang air dan pengangguran.

SURAT KEPADA R. M. PRAWIRAWIWARA

Setelah mengucap salam takzim,


setelah saya merasa berhutang kepada paman Ajar Dewantara,
sat saya membangungkan UNIVERSITAS milik Beliau.
Saat itu saya sanggup memberikan pusaka Kyai Pulanggeni milik Beliau.
Di dalam dunia perdukunan saya hanya menyatakan syarat-syaratnya saja,
jika paman Ajar memenuhi syarat-syarat tadi,
Kyai Pulanggeni pasti kemudian diberikan,
lalu juga menikah dengan Dewi Supraba,
dan kemudian menjalani hidup SEMARABUMI,
sarat yang harus dipenuhi oleh paman Ajar adalah bertapa di dalam gua yang
angker dan gelap.
Ada pun nama gua itu:
aku baik-bajik (aku tidak pernah keliru), aku tidak bisa keliru,
aku tidak pernah melakukan hal buruk, aku tidak bisa menjadi buruk,
saya yang berkata, saya saksi perkataan saya,
saya yang merasakan, semantanane aku
jadi, gua itu anker karena ada yang menunggu, yaitu:
(1) HALILINTAR KASIH-SAYANG (CINTA) yang minta dituruti
(2) KALAMENTEL SIH yang minta dikasihi, disayangi, dicintai
Oleh karena itu, jika paman Ajar berada di dalam gua,
dan terjadi kilatan petir,
lalu harus menjawab begini:
kamu pasti marah jika kemauanmu tidak kuturuti,
biasanya aku juga marah jika kemauanku tidak kau turuti.
Kemudian harus menarik busur panah Kyai Pasopati ........
sudah bertingkat jungkir-balik agar kemauan dituruti, atau bertingkah tidak
keruah ingin kemauan dituruti ....
jika bidikan jitu pasti gagal
Kyai ... menuruti kemauan sesuka hati ... menancap di dada HALILINTAR
GUGU.
Di sana Bledeg pasti gagal menjadi BATARA BAYU.

16
Dewa tadi lalu menyembah dan berkata:
saya adalah dewa semua kekuatan,
jika ada perlu paduka menghentakkan kaki tiga kali,
tentu saya akan datang. Lalu menghilang.
Setelah menghilangnya Batara Bayu,
pasti mendapatkan kenikmatan yang tidak bisa dituliskan.
Anda bisa diucapkan perasaan itu begini:
di muka bumi di bawah langit tidak ada yang mengalahkan aku.
KALAMENTEL datang seperti seorang putri menggendong bayi menangis,
putri itu memiliki sengat keluh-kesah di dalam mulutnya,
yang kehebatannya luar biasa mengerikan,
yang bisa melongsorkan gunung batu.
Oleh karena itu, saat manusia terkena sengatannya, bengkak dan akhirnya
mati.
(Kanjeng Panembahan Senapati di laut selatan).
Penawar sengatan keluh-kesah itu adalah,
putri tadi harus dipondong dan dinina-bobobokan.
Kehendakmu itu,
saat terwujud pasti kemudian memanjang,
berkepanjangan tidak karuhan dan tak akan terpuaskan.
Tidak ada usaha mendapatkan keberuntungan yang terwujud.
Kalamentel pasti gagal menjadi BATARA KAMAJAYA,
KASIH SAYANG (CINTA0 merdeka:
lalu menyembah dan menyerahkan KYAI PULANGGENI, menuruti
kemauan sendiri.
Batara Narada pasti turun menghantarkan pengantin DEWI SUPRABA, aku
bahagia, diikuti para BIDADARI, aku ikut berbahagia,
numpang bahagia, ikut merasakan bahagia.
PEMBERITAHUAN untuk paman Ajar,
teman sekolah saya satu kelas, semua kupasrahkan.
Saya teringat saat paman Ajar masih sekolah
kadang-kadang juga bermain sok bengkat juga,
lawannya nabi Kilir Kanjeng Sultan Agung, Kanjeng Sunan Kali,
jika bermain lud-ludan pei dengan BATARA NARADA dan SANG
SIDARTA KAPILAWASTU.
Mereka yang kadang-kadang sok ngloco PITAGORAS atau PLATO.
Jika bermain bas-basan janji dengan PRABU JAYABAYA. Betah semalam
Jika bermain mul-mulan biasanya melawan LAOSE dikeroyok berdua
dengan KONGHUCU.
Mereka yang memasahkan sebagai lawan ARISTOTELES dan KANT.

nir titi
wg suryamentaram

17
SURAT KEPADA R. M. PRAWIRAWIWARA

Perkara WIRID,
yang termasuk di dalam KORAN saya sudah tidak lagi mengungguli,
bahkan saya bisa meniru, kata-kata serta kalimat yang sebelumnya saya belum
tahu.
Saya tidak bisa berterimakasih kepada ia yang memasukkan koran
sebab semua itu bukan keperluanku (Suryamentaram menyaksikan)
tetapi semata-mata menjalankan kewajiban tuhan (dalem).
Menurut pandangan saya ia yang memasukkan koran tidak melakukan kehilafan.
Apa yang menyebabkan goncangnya bumi,
lalu menjadi gelap gulita tidak tahu arah utara selatan adalah iri dan
kesombongan,
maha resi yang memasukkan koran sungguh bisa dipercaya.
Selalu menjalankan kewajiban tuhan (dalem),
padahal hidup-mati iri dan sombong itu tergantung pada meriam stikgas Kyai
Samarasa, padahal maha resi tadi sudah punya,
bukankah tinggal menembak saja .. Ta.
Karena tanah Jawa
dibandingkan dengan bumi hanya sepotong kecil,
padahal tidak bisa dipisahkan dari bumi,
bahkan jangan sampai pisah,
oleh karena itu, yang dibidik untuk dihujani ga adalah potongan kecil tadi.
Hanya sebesar tempurung kelapa nasionalisme iri dan kesombongan harus
dijadikan persembahan bumi,
nasionalisme semarabumi tetap agung,
tidak hanya mengandalkan berani mati,
yang hanya berani berkoar-koar di dalam mimpi.
Di samping itu, aku berpesan,
jika kamu bertemu dengan yang memasukkan koran tadi, berihal mantap-teguh
pendirian (tatag),
jika BERTINGKAT MENUNJUKKAN KEBERANIAN (CELILA-CELILI) juga
mantap-teguh pendirian.
RAGU-RAGUjuga mantap-teguh pendirian.
INI INDIVIDUAL.
Hanya inilah pesanku.

arinta

WINDUKENCANA
SURAT KEPADA SAUDARA SINGGIH

Setelah mengucap salam taksim,


saya ingin mengungkapkan rasa di dalam hati saya.
Sayang sekali YEPRO BUSKET tidak bisa cepat

18
mengikuti intuisinya.
Saya kira kebetulan sekali.
Jika pengetahuan baru ini diterima oleh saudara TEOSOPI Belanda,
lalu dibawah ke Belanda.
Karena het denkvermogen –ipun TEOSOF sudah siap
untuk menerima pengetahuan ini.
TANAH JAWA dan BELANDA punya pekerjaan bersama
untuk memenuhi kebutuhan jagat (de menscheid).
Ada pun bangsa yang tidak bisa memberi sumbangan akan sirna.
Setiap bangsa akan saling mengenal erat dengan bangsa yang lain.
Sudah terbukti apa yang menghalangi kedatangan Windukencana
adalah rasa unggul, rasa sombong, rasa diri tinggi dan nasional.
Karena rasa diri unggul, karena tidak melihat diri sendiri (zelf kennis) atau
orang lain.
Dan sekarang,
introspeksi menggunakan Pengetahuan tentang Jiwa yang mampu mencabut
semua rasa diri unggul sampai ke akar-akarnya.
Akibatnya,
Berbuah rasa tenteram dan damai,
sebab,
jika menggunakan istilah Theosophi, sang karena diriku sudah mulai
bekerja di dunia.
Karena rust en vrede (rasa tentram, rasa damai),
lalu mampu melihat hati orang lain. Tumbuh rasa yang sama seperti rasa
orang lain.
Setiap kali bertemu manusia,
mengetahui-melihat bahwa sama-sama sengsara,
melarat, manusia kaya, manusia rendah, manusia luhur, manusia terampil,
manusia bodoh, semua sama-sama sengsara.
Manusia yang sudah mengetahui-melihat obatnya, lalu pasti tumbuh rasa
belas-kasih, dan rasa damai tadi berbuah rasa beruntung.
Karena terdorong oleh nabi MUSA dengan TANDA TANGAN belas-kasih.
Diri berbudi luhur mulai bekerja.
Apakah Anda pernah merasakan dan sampai berhasil
di dalam hal menggiring rasa gelap di dalam hati teman
hingga mendapatkan rasa terang
berkat KEADAAN NYATA PENGETAHUAN?
Apakah Anda sudah mengerti bahwa di jagat agung ini tidak ada daya yang
keluruhannya mengungguli luhur rasa kasih-sayang sejati?
Di saat ini Asal-Rasa-Mengetahui-melihat
Berdiam di dalam rasa manusia.
Di dalam suasana itulah,
sambil menebar bunga ketenteraman dan keberuntungan,
Anda menduduki singgasana Dewa (Batara)
yang sudah bisa membunuh Nyamadipati.
Karena, rasa “yang mati bukan si Rasa Aku” sudah tertanam di dalam rasa.

19
Semua wujud anak panah fitnah yang dilepas ke arah pribadi
yang demikian itu pasti runtuh-rontok berubah menjadi bunga berbau harum.
Di samping itu,
yang perlu dijaga oleh para cerdik-pandai-terpelajar dari segala jurusan, seperti:
yang dari iblis, para Kyai karbitan, atau Sekolah di Barat
Jika tidak mendapatkan pencerahan,
tentu “rasa saya mencari unggul, tidak mau diungguli” terus berkembang tak
terkendali, akhirnya merusak jagat.
Kaum theosofi yang bersungguh-sungguh menjalankan ilmu,
perlu berhati-hati demi keagungan pribadi Mr. K.H. Ngalaihissalam.
Jika tidak secepatnya mendapatkan pertolongan,
banyak yang datang dan hanya tipuan,
seperti apa yang kita saksikan,
orang-orang yang sungguh-sungguh menjalankan ilmu
sepertinya sudah tidak bisa lepas dari segala yang gaib [gaib-gaiban],
bukankah seperti itu sangat memprihatinkan?
Mereka yang mestinya mengolah rasa kedesaan, justru kemudian tetap
terjebak menghidup-hidupkan rasa kehewanan
meskipun karena ketidaktahuan.
Banyak anggota teosofi yang diserang-diterkam oleh hasrat-hasrat
kehewanan seperti itu,
tetapi tidak ada yang menyadari.

MENEGASKAN PELAJARAN
surat kepada R. SINGGIH

Sudah setahun saya dan Anda sama-sama bekerja mengerjakan kewajiban Beliau
(dalem), mendirikan Universitas milik Beliau, di bumi ini (ngarcapada).
Dari luar ruang dan waktu, sekarang ini sudah berjalan Universitas milik Beliau
berdiri di bumi ini,
sudah sementara waktu teman-teman yang ikut mengelola dan membantu menjaga
agar milik Beliau terhindar dari hama kesombongan, yang kemudian
membangunkan cacing kremi kebencian,
dan juga sudah sementara waktu mahaguru-profesor (hoogleraar) yang turut
mengajar di Universitas tadi.
Perkiraan saya, sekarang ini sudah tidak lagi mudah jika milik Beliau tadi
dimusnakan dari muka bumi, seperti halnya memerangi para hoogleraar
Universitas milik Beliau yang pagar dan atapnya sudah banyak yang rusak.
Sekarang ini sudah terbukti pekerjaan mereka yang mengelola milik Beliau di
samping memisahkan juga menegaskan (in de leer verdiepen).
Sudah beberapa hari saya kirim surat kepada Mukiman, seri Tiwikrama. Lanjutan
dari “Junggring Salaka Dingklik Saoto”, sama seperti surat saya kepada paman
Ajar Dewantara melalui kakak Prawirawiwara.
Akan tetapi benar, bahwa paman Ajar Dewantara tentu mendapatkan pulanggeni
dan menikah dengan Dewi Supraba, tetap berdiam-tinggal di Samara Bumi.

20
Hanya itu.

wg suryamentaram

TERLEWATKAN:
Seperti Samarabumi Prabu Batara Kresna, cara bagaimana aku memerintah jagat
ini hanya menggunakan tangan kiri (kede), memakai jari kelingking kiri, aku tidak
berubah.

SURAT DARI RM SURYADIPUTRA BANDUNG KEPADA M.


PRANAWIDIGDA
tentang ajaran B.R.M. SURYAMENTARAM

Saya menemukan koran Sedya Tama, dua terbitan


kiriman Anda kepada putra M. SUMONO, ...
koran tadi memuat wirid junjungan (gusti): Suryamentaram.
Sepertinya saya juga sudah memahami makna penjabaran ajaran tadi
yang memuat pengetahuan keduniawian, belum kegaibannya.
Maksudnya penjabaran ajaran tadi baru memberi tahu tentang Kemauan (Karep),
belum tentang KEHENDAK (KARSA), dan lain sebagainya.
Penjabaran ajaran tadi memiliki dua sifat.
Para pembaca bisa membedakan perkara tadi, yakni:
I. Sifat penjabaran ajaran
Inilah wujud Sang-Guru-Jagat,
yang sedang meraba-raba kenyataan hidup.
II. Sifat penjelaan
Yaitu lahirnya rasa kurang “pas” yang pasti terjadi,
karena “bahasa rasa’ yang asli dimentahkan dengan “bahasa pikir” atau
“lisan”,
sehingga justru terjadi kegelapan makna atau tergelincir makna.
Setelah keperluan saya sendiri.
Yaitu saat Anda secara kebetulan menghadap Junjungan (Gusti):
dan sedang longgar pemikiran,
saya persilakan memperhatikan tiga perkara yang saya jabarkan.
Tetapi, belum begitu paham (bewust) (karena sadar, karena rasa mengerti).
(Kecuali jika onbewust atau jika saya memiliki kemantapan sendiri, tentang
letak pilihan berada).
Tentang yang demikian itu saya minta keterangan dari Junjungan (Gusti),
jika ada salah dan kurang berkenannya perkataan saya, semoga dimaafkan.
Orang belum punya pengetahuan, hanya melihat saja.
Kyai Abdulrachman dan Kyai Sabtri Girijaya, sudah memberi isyarat benar,
tetapi kok sama sekali tidak memberi keterangan.
Isyarat Kyai Girijaya: terang Kresna (yang mampu melihat jagat berlapis tujuh)
sambil membawa lampu Listrik dinyalakan terputus-putus.
Bandung, 20/9 ‘28

21
wg suryamentaram

JAWABAN
Tentang Kemauan (Karep) dan Kehendak (Karsa):
Anda lihat diri Anda sendiri, Anda lihat baik-baik,
Si dia yang sedang melihat mengarah ke dalam, tidak mengarah ke luar,
seperti cangkir, gelas, dan tunggu beberapa saat,
apa saja yang terlihat oleh rasa sekarang-di sini Anda.
wg. suryamentaram

LANJUTAN JAWABAN
Melanjutkan jawaban saya melalui mas Pranawidigda.
Apa yang menjadikan gelap manusia adalah pengalaman menahan diri, seperti:
pemujaan semedi, mengendalikan nafas, berendam di dalam air, dan lain
sebagainya, dengan maksud mendapatkan kesempurnaan hidup atau mati.
Ada pun menahan diri adalah seperti:
menahan diri dari makan dan minum, nafsu, mengindari garam, mutih, pati geni
dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, manusia memiliki pengalaman menahan diri, barangkali karena
takut tersesat, atau tidak diterima.
Lepaskanlah si Kemauan [Karep] itu, tanpa rasa takut,
karena tidak menyebabkan apa-apa terhadap si Aku.
Apakah Anda tidak tahu bahwa si Rasa Aku adalah Batara dari semua Dewa?
Si Rasa Aku itu bukanlah dewa saat duduk di singgasana rasa-ada-abadi-
melihat-mengetahui.
Sekarang paman tinggal duduk di singgasana.
Ada pun singgasananya adalah ... menahan diri dulu ...
tangan saya bergegar untuk melanjutkan,
awas hati-hati urat syaraf Anda
singgasananya adalah: merasa diri paling tinggi.
Ucapkan di dalam rasa,
tidak satu pun yang mengungguli aku.
Jika manusia merasa masih ada yang mengungguli,
seperti mangkuk daun pisang (takir) di atas ombak.
Akhirnya terperosok neraka memuja (memundi), biar pun yang dipuji itu
adalah dewa, atau manusia atau yang lain.
Keterangan lagi:
Bukankan paman unggul atas Kanjeng Sunan Kali?
Beliau bisa terbang sekejap mata sampai di Mekah, paman bisa sarapan.
Nah, unggul bukan.
Jika ada manusia sampai ke Venus, bukankah paman bisa mengelus-elus cerek
keramik (teko).
Nah, unggul bukan.
Jika ada manusia bisa meredam sakit, bukankah paman teriak-teriak saat sakit.
Nah, unggul bukan.

22
Jika ada manusia mampu menjadikan raga jiwa (ngrogoh sukma), bukankah
paman bisa memetik melati.
Nah, unggul bukan.

nirtiti,
putra wg suryamentaram

AYAM BERKAKI TIGA

Kakak Prawirawiwara baru saja datang ke sini membawa pertanyaan teman-


teman, begini:
apakah pengetahuan yang Anda miliki dari meminjam itu tidak menghalang-
halangi kemajuan??
Makna pertanyaan tadi terlalu pendek.
(Sudah jelas, terlalu pendek, karena jika cukup maknanya panjang tidak akan
bertanya demikian)
Jawabannya:
Memang benar menghalang-halangi kemajuan.
Ada pun jika yang dimaksud dengan kemajuan tadi adalah Kehendak Junjungan
(Dalem), jawabannya:
Siapa yang bisa menghalang-halangi Kehendak Junjungan,
ijinkan saya mendongeng:

Bab I
Pada masa PRABU BRAWIJAYA TERAKHIR,
manusia menyukai AYAM BERKAKI TIGA.
Yaitu sungguh-sungguh-berusaha keras bertapa, memuja keris, sehingga lupa
dunia akhirat mereka.
Artinya, mereka lupa akan usaha mencari nafkah dan jiwa mereka.
maksudnya mereka tidur.
Sekarang ini masih banyak ditemukan peninggalan jaman itu.
Lalu digantikan oleh AGMA ISLAM sesuai Kehendak Junjungan.
Di situ agama Islam berjaya,
memahami hidup, memahami penghidupan,
Tidak heran begitu mudah karena manusia tidur.
Manusia tidak mengerti utara-selatan.

Bab II
Pada jaman DEMAK AKHIR (Pajang)
Manusia menyukai SAPI LIAR (PRUCUL).
Yakni memainkan alat musik dari kulit sapi (terbangan).
Kapan pun jika sudah naik haji, hafal Quran, lalu dihormati dengan memberi
persembahan bunga boreh tanpa henti.
Sehingga lupa akan penghidupan dan hidupnya,
atau tidur,

23
sekarang ini masih banyak peninggalan jaman itu,
tidak mungkin ada sapi liar berkuasa.
Lalu digantikan oleh Kehendak Jungungan (Dalem) SASTRA GENDING di
MATARAM, minum-minum dan berjoget-joget,
memukuli kening sapi liar bermain musik dari kulit sapi (terbangan),
menikmati sinden (sindenan),
dosa-dosa apa, mana surgamu,
pengetahuan lahir-batin berjaya.

Bab III
Pada jaman MATARAM AKHIR
manusia menyukai HARIMAU SUKUN (PALSU) TANPA GIGI.
Maksudnya berjoget-joget, menikmati sinden (sindenan).
Jika sudah merasa kerabat Mentaram, bisa berjoget, terampil membaca, kemudian
dikelilingi perawan, hingga lupa akan penghidupan dan hidup mereka,
atau tidur lagi,
sekarang ini masih banyak ditemukan peninggalan jaman itu,
yang memuja-muja (memundi) kerabat raja.
Paling tidak merka yang bergelar den mas, pasti beda, kan.
Tidak menyangka, ternyata palsu (sukun).
Kemudian digantikan oleh Kehendak Junjungan [Dalem] TATANAN
(ORGANISASI)
dari ROMA [NGERUM], negeri ITALIA,
yang membawa penjajah (Kumpeni).

Laku, memukuli kening harimau ompong yang berjoget-joged,


meskipun kerabat raja tetapi jika tidak berperilaku priyayi, tidak berguna.
Hanya kerabat raja saja kok mau bersaing-bertaruh.
Pada saat itu Penjajah [Kompeni] sedang kesurupan Sang Maha Pemenang.
Mengerti lahir batin hingga tersandung Penjajah.

Bab IV
Pada jaman KARTASURA AKHIR,
manusia menyukai KEBO KULIT PUTIH (BULE) BERKAKI LIMA.
Maksudnya berperilaku priyayi,
asal bisa duduk bersila dengan bagus dan pandai berbicara, tidak ada orang (Zie:
‘pringgalaya’)
Gubernur Van Dorp.
Yang lupa akan hakikat manusia hidup, sekarang peninggalan jaman ini masih
banyak ditemukan,
yang memuji-mengagungkan tata krama, tanpa memahaminya.
Lalu digantikan oleh Kehendak Junjungan (Dalem), enak, sekolah, serta
GIYANTI.
Senjatanya kuat menahan diri, suka bekerja.
Lalu memukuli [naboki] mreka yang berperilaku priyayi [mlitit] sampai acak-
acakan ikat kepala mereka.

24
Kala itu, si kepek bersinar,
pepatahnya, jika lahir-batin manusia sudah cocok, ya enak.

Bab V
JAMAN SEKARANG manusia suka PONGAH BERKALUNG KAIN SUTRA
BERBUNGA-BUNGA (KENTUS KALUNG CINDE).
Yaitu terampil dan sungguh-sungguh menjalankan laku.
Setiap kali megantongi-menenteng (nyengkelit), orang lain tidak diperhitungkan.
Jika hidup membujang (wadat) saya terlihat pangudasmarane:
saya tidak ada waktu membicarakan pasangan (bojo).
Oleh karena itu, terombang-ambing, betem,
maklum manusia pongah berkalung sutra berbunga-bunga:
sudah memiliki diploma, hidup membujang, tahan lapar, tahan tidak tidur, hemat,
astaga siapa lawannya.
Ditambah lagi tekun bersemedi, tekun sesirih, sering melakukan bepergian
mencari keramat, bisa meliaht jin, bisa menjadikan raga jiwa (ngroboh sukma),
sampai lupa hakikat hidup.

Jaman sekarang mereka memuja (memundi) keterampilan dan laku,


terampil artinya banyak yang dihafal.
Meskipun dungu (gebleg), asal hafal buku
juga sudah bisa berulah (mobat-mabit).

Sampai di sini perkataanku,


saya kira Anda bisa menyelesaikan-menjawab pertanyaan tadi untuk Anda sendiri.

nirtiti
wg suryamentaram

SURAT KEPADA INGKANG PUTRA RADEN LURAH ATMAKUSUMA


keterangan bab AYAM BERKAKI TIGA DAN LAIN SEBAGAINYA

Padahal perilaku congak mengenakan kalung sutra berbunga-bunga (kentus


kalung cinde) adalah sangat bersusah payah,
terlanjur tidak sempat hidup.
Perabotannya yaitu:
(1) agama, (2) ilmu pengetahuan [wetenschap, (3) keterampilan.
Tiga perabotan tadilah yang mengendalikan banyak orang, di jaman kegelapan.
Oleh karena itu, tiga perabotan tadi harus buta sama sekali. Yaitu:
I. AGAMA
Adalah apa yang bisa menyebabkan menggelembung [besar kepala] si
Congkak (si Kentus).
Sempurnanya agama, mengharuskan pengertian tentang agama lain, harus
bisa padu,
harus hafal buku-buku yang bersentuhan dengan agama.

25
Jika dipelajari dengan sungguh-sungguh tidak selesai di dalam dua puluh
tahun, justru tersandung [ketungkak] kebencian terhadap barang yang ada.
Masih harus tambah menjalani anu, menghindari-menahan diri dari anun,
jika tidak,
perabot manusia yang kasliya adalah si Congkak (si Kentus) baru bisa
menggelembung,
Sebagai contoh:
sudah tidak bisa berkata-kata, karena sama-sama tidak mengerti,
lalu menjadi buta, karena menyepelekan orang lain,
setiap orang terlihat bodoh,
bukankah buta sama sekali,
padahal manusia yang seperti itu dipuja-dihormati manusia.
Perhatikan para pembesar agama dan para kiai,
lalu di mana tempat orang biasa seperti saya ini?
Semua itu belum termasuk pantangan serta kewajibannya,
jika ada yang terkilir lalu keluarlah keelokannya, seperti:
“awas”, “bisa meredam penyakit”, “mengawini peri dan semacamnya”.
Jika kamu melihat apa yang membuat orang menggelembung (congkak)
pasti ketakutan luar biasa,
terima nasib tidak menjadi congkak,
apa yang membuat orang menggelumbung (congkak) yaitu bunuh diri.
Jika tidak begitu, mati saja,
oleh karena itu, rupa para congkak buruk memalukan [jeginggis].
II. ILMU PENGETAHUAN (Wetenschap).
Anda bisa lihat sendiri bahwa menjadi dokter itu susah sekali,
begitulah cara bagaimana derajat kepintaran itu dihasilkan,
mereka yang gagal harus bunuh diri
apa yang sudah rusak dibuang ke luar jagat,
apa yang terjadi kemudian adalah tidak tahu arah utara-selatan, karena
keluar tanduk,
yang rusak tentu terus berada di neraka bertumpuk-tumpuk,
tengoklah kiri-kanan Anda yang banyak mengalami kebobrokan dan
belajar bagaimana melanggar aturan dan berakibat hal-hal yang tidak
diharapkan
keluar tanduk juga tidak pada tempatnya, di pantat, rupa mereka
mengundang iba dan lucu,
sudah pasti ilmu pengetahuan Milik Junjungan (Dalem) “yang kalian
pinjam” itu disambut dengan selamat datang
bersama kebobrokan sekolah dan perguruan,
manusia hidup menjadi objek untuk diinjak-injak pada dokter dan kiai.
III. KETERAMPILAN (KAGUNAN)
Di dalam kehidupan lalu menjadi kultir dan beschaving.
Maksudnya, menjadi penyakit masyarakat.
Perintah keterampilan tadi dijalani dengan bersusah-payah,
mereka yang kaya menonjolkan diri-beda, mereka yang melarat ingin
meniru-menyamai.

26
Perilaku-perlakuan harus seperti ini, kendaraan harus seperti ini, rumah
harus seperti ini, sedang berduka karena kematian anggota keluarga harus
begini.
Benarlah mereka yang bisa menonjol di sana, seperti si Congkak
berkalung sutra berbunga-bunga (si kentus kalung cinde)
Jika mereka paham, “mereka hanya menjalani kewajiban Junjungan (Dalem)”,
tidak menjadi ayam berkaki tiga
Sudah terbukti apa yang disombongkan hanyalah ejek-mengejek dan saling
menyombongkan diri
bukan karena ia menjadi dokter, bukan karena ia menjadi beschafd
nirtiti, pamanmu, wg suryamentaram]

SURAT KEPADA MUKIMAN


[DUKUNGAN SURGA BELAS KASIH]

Sangat bahagia di hatiku sudah bertemu dik Ardan dan kak Hani di dalam surga
belas-kasih.
Yakni, sudah bisa membuka pintu surga penglihatan (anon).
Maksudnya, bisa memasukkan manusia ke dalam ekstase pengetahuan.
Padahal munculnya windu kencana di tanah Jawa mengharuskan adanya manusia
yang berada di dalam dua puluh empat surga penglihatan, yang bisa menyengaja
(tidak terjadi secara kebetulan)

Membuka pintu surga penglihatan, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang sudah
berada di surga belas-kasih.
Oleh karena itu, saya sangat berharap akan dukungan teman-teman saya yang
sudah bisa dan layak memberi dukungan.
Ada pun apa yang diinginkan oleh manusia jernih seperti saya ini hanyalah hati
manusia yang sudah mendapatkan ekstase ilmu pengetahuan.
Seperti mereka yang sudah menemukan Nirvana [Arhat] yang mendukung
Sidarta.
Saat Sang Sidarta meninggal, para Arhat saling berjanji satu sama lain untuk
bertemu di dalam ritual slametan (kenduri) di dalam gua batu buntu (bunton)
(tidak memiliki jalan).
Setelah para Arhat memasuki gua itu, hanya ananda tertinggal sendiri dan belum
memasuki gua karena belum mengetahui ilmunya, di situ ananda lalu menangis,
karena tidak bisa ikut kenduri, karena ia biasa bekerja menarik angsa, karena
begitu kuatnya cinta kepada Sidarta, akhirnya bisa masuk ke dalam gua.
Sekarang sudah banyak calon, teman-teman, yang sengaja sekolah di Universitas
Milik Junjungan [Kagungan Dalem], oleh karena itu teman-teman yang sudah
layak mendukung datang ke gua batu buntu, yakni gerbang surga belas-kasih.
Keluar dari neraka tanpa rasa (sepa) dan ejekan (pamoyok).
Selaki rembulan terlihat besar, mumpun lebar lingkar terang rembulan (efek halo).
Jika bertemu dik Ardan, sampaikan pesan salam hormat dan baktiku kepada pak
Lurah Lempuyangan.

27
nirtiti,
wg suryamentaram

SURAT KEPADA : R. M. PRAWIRAWIWARA


LALU DITERUSKAN KEPADA SURYADIPUTRA, TEJAKUSUMAN
SERTA : R. COKRODIRJO (SUMARSONO), Semarang

Setelah saya sedikit bisa beristirahat,


di desa teringat surat kakak kiai dan hatiku berbahagia luar biasa.
Simpati ternyata sungguh enak meskipun tanpa lauk,
oleh karena itu, manusia yang tidak peduli pada aturan, berani merusak simpati,
terkena kutukan,
kata kakak Kiai Habsudi.
oleh karena itu, barang kali agak berlebihan, setiap kali berbicara hal itu saya
sedikit kurang bisa mengendalikan diri
(karena pekerjaan yang berat dan berbahaya, akan saya ungkapkan belakangan).
Menurutku, apa yang terjadi sesuai dengan yang saya harapkan.
Ternyata sepertinya saya sedang memuji,
tetapi sebenarnya hanya menunjukkan supaya tahu kepada diri sendiri.
Mengetahui bahwa diri sendiri itu ganteng, baik, terampil, berani bertaruh tak ada
yang mengungguli,
Terlebih surat saya kepada paman Ajar dan paman Suryadiputra, atau Sumarsono,
Andai saya berkomentar tentang diri saya sendiri, saya pasti hanya memuji diri
sendiri,
jika kakak dan saya yang pada kesemaptan belakangan itu juga memiliki rasa
seperti rasa yang saya puji.
Besuk diulangi lagi, atau jika surat ini Anda kasih tahu ke kakak,
ya lumayan lega.
Inilah rupa orang yang memuji.
Hanya ingin mengungkapkan,
Bahwa tindak-tanduk manusia itu punya pengaruh besar terhadap oran glain,
lebih besar lagi pengaruhnya terhadap terhadap orang yang bersimpati,
lebih besar lagi terhadap mereka yang percaya atau anak-anak.
Pengaruh tadi jika benar bisa menjadikan mulia, jika keliru bisa berakibat
kerusakan,
perjalanan hidupmu dan hidupku di dalam beberapa bulan belakangan sudah
cukup untuk mengetahui pasti tentang pengaruh tadi.
Aku ingin melanjutkan dan merasa deg-degan, tetapi terpaksa saya lanjutkan.
Perkataan kedua kakakku itu sangatlah hebat, belum merasa enak atas apa yang
disajikan.
(Jika tidak saya sertai bisa ketakutan).
Seperti saya,
apa yang kuciptakan menjadi ada,

28
hanya satu kekurangan (cacade) jika saya bersabda kadang-kadang tidak
mengetahui atau tidak merasa
Aku sudah pernah membuat gila orang Madiun, lalu pergi tidak ketahuan ke
mana.
Keruan saja, sabda kakak Kiai seperti halilintar,
perilakunya seperti matahari, maksudnya, semua orang selalu melihat,
jadi, orang tinggal memuji atau mengejek.
Tidak bisa menghindari berbicara panjang-lebar,
lihatlah, keampuhan kakak Kiai saat Agustusan saat berkata kepada saya
bahwa saya mirip tupai atau semacamnya atau lebih rendah.
Ah, saya tidak bisa menulis lebih banyak tentang keampuhan.
Apa yang saya katakan berbahaya tadi, keterangan ia yang dipuja (pepunden),
ia yang dipuja berdiam di jaman mandeg.
Ada pun jika berdiam di jaman perdagangan, yakni memakai pakaian baru
(beskap).
Padahal
pada saat manusia secara individu atau rakyat (volk) memuja atau menghidup-
hidupkan [ngleluri], lalu lumpuhlan dayanya
yang memunculkan sesuatu yang baru, yang sesuai dengan jamannya.
Daya tadi disebut scheppings vermogen (daya cipta, daya kreasi).
Wujud daya itu adalah seperti saat kakak Kiai membuka bluwening Istana
(mengajukan sekolah perkumpulan)
lalu orang-orang bisa bernafas lega, berganti udara.
Jika aku sudah mendapatkan berkah, bisa menghela nafas,
sampai ke Bringin, tidak hanya mencium bau kotorang puyuh atau ajam jantan,
hemm, sebenarnya memang usia Rama Kyai dulu terlalu panjang, hingga saya
tidak bisa bernafas karena selalu dibungkam.
Sedikit nakal, seperti itukah perilaku terhadap bapakmu.
Akan tetapi rasa hatiku memang begitu,
Sekarang pun jika aku teringat masih terengah-engah.
Beruntung ada penjaga penjara (sipir) yang berbelas-kasih.
Sedikit menyimpang,
kembali lagi ke ia yang dipuja (pepunden).
Pada saat itu kakak Kiai pasti membuang ia yang dipuja,
Lihatlah, sebesar itulah berkah orang yang membuang ia yang dipuja,
lihatlah rupa orang yang suka memuja,
bukankah juga bertingkah tidak menghiraukan aturan [yab-yaban], mencari
keselamatan, sambil jungkir-balik,
takut terkena kutukan, celaka atau dosa.
Oleh karena itu berbahaya,
karena ia yang dipuja itu meresap hingga sumsum tulang.
Benar apa kata kakak Sumarsono, lalu pusing dan tidur saat di Kroya dahulu,
oleh karena itu inisiatif pribadi [pangawikan pribadi] itu menghilangkan ia yang
dipuja
Jika manusia memiliki seseorang yang dipuja, ia akan bertanya kepadanya saat ia
membutuhkan sesuatu,

29
ada yang datang ke tempat-tempat keramat, ada yang buka buku,
ada yang bertanya kepada pusakanya, ada yang membaca mantra dan lain
sebagainya.
Lha, kemudian ke manakah pribadi tadi.
Tentu saja pribadinya tertutup oleh ia yang dipuja.
Kan sudah jelas, toh.
Jika ia yang dipuja hilang,
pribadinya lalu mandeg, melongo, tidak tertutupi lagi.
Lha, sekarang sampailah pada apa yang ingin saya ceritakan,
saat saya melihat badan saya sendiri, yang seperti itu kok merinding,
melongo, dan bersuara seperti halilintar (aku pasti benar tidak bisa keliru).
Tetap hilangnya ia yang dipuja,
saya membangunkan scheppings vermogen (daya cipta, daya kreasi).
Jadi jelaslah kiranya
bahwa inisiatif pribadi itu bisa melanggar volk (rakyat), padahal kemudian
menjadi grondtoon (nada dasar, tintingan dasar)
tetapi rasa pasti bisa membangunkan daya cipta rakyat.
Akhirnya bisa mewujudkan sesuatu yang baru.
Segala tata rasa yang tidak enak dijalani
sirna dengan sendirinya, seperti: menyambut kelahiran bayi, pernikahan,
mengalami duka-cita akibat kematian anggota keluarga
dan lain sebagainya dijalani dengan senang, tidak dengan susah-payah,
memaksakan diri, menjalaninya dengan sedang-sedang saja, tanpa beban.
Karena saat tersebar inisiatif pribadi itu menjadikan orang sederhana di dalam hal
tata cara, karena perkenalan dengan manusia sampai pada hati.
Tetangga mengetahui kesusahan dan kebahatiaannya.
Dan lagi sama-sama merasa ikut memikul beban.
Contohnya, ada seseorang yang mengalami kematian anggota keluarga
(kesripahan).
Ada orang yang sedang kehilangan sanak keluarga kok malah dibikin lebih susah.
Ada orang yang rela berhutang hanya untuk menyingkirkan mayat
atau mengganggu pekerjaan tetangga.
Oleh karena itu, buah dari inisiatif pribadi itu adalah hilangnya ia yang dipuja,
percaya pada diri sendiri, mengikuti kehendak sendiri, bersenang-senang.
Kiltir, beskaping, berkasih-kasihan menjadi raja suka menyombongkan diri.
Akan tetapi, kesombongan itu muncul akibat prasangka bahwa orang lain tidak
mengerti masalah yang dihadapinya sendiri.
Apakah dia yang somgong itu tidak berlari keluar jagat, saat terkena caya
matahari inisiatif pribadi.
Padahal apa yang sering dipakai itu bernama pujaan (pepunden),
sebesar-besar pujaan adalah ilmu rahasia yang tidak boleh diberitahukan kepada
orang lain
Manusia dungu (gebleg) saja bila punya ilmu rahasia sombong minta ampun,
ucapannya menyepelekan sekali,
jika kamu sudha mengerti apa yang saya pegang ini, jangan begitu.

30
Lalu setiap orang terlihat bodoh. Ada apa, setiap kali berada di kamar sendiri
berkeluh-kesah luar biasa, tetapi jika berkata-kata dengan orang lain
menyombongkan diri tidak pernah mengalami kesusahan.
Sampai di sini sudah cukup, jika kamu berkunjung kakak Kiai kamu sudah bisa
menjelaskan apa sebab jika saya kadang-kadang melempar orang dan berhasil
terlembar ke atas, seperti gabus tenggelam tertindih batu, padahal yang dilihat
batu itu, bukankan demikian.

nirtiti,
arinta, wg suryamentaram

TERLEWATKAN:
Siapa lagi yang menggantikan pekerjaan para Sunan,
pada jaman Demak jika bukan Kakak,
siapa lagi jika bukan kedua kakak saya itu.
Bersama saya, betul kan.
Saya masih punya satu lagi Sunan, yaitu Kakak Mangkukusuma,
murid petapa yang paling lama [Universitas].
Putus sekolahnya, putus pertapaannya, putus pengalaman hidupnya,
sekarang barunya sudah wangi: putra-putra Mangkukusuman, sungguh rendah
hati, bangungkan daya kreasi rakyat dengan inisiatif pribadi.
Terlebih di kalangan perempuan,
menghidup-hidupkan dan memelihara [ipuk-ipuk] semangat dengan telaten,
dan tidak lama pasti akan terlihat buahnya.
s.m.

TERLEWATKAN LAGI:
Ada lagi yang mirip dengan “menuruti kemauan sendiri” (scheppings vermogen),
yaitu “mendoakan anak-cucu”.
Jangankan anak-cucu,
baru didoakan oleh dirinya sendiri saja sudah terbalik leher belakangnya (kuwalik
cengele).
wg suryamentaram

Saya membaca surat kakak Sumarsono, saya rasa-rasakan kok benar.


Oleh karena itu, saya mau mengajar,
hanya karena gemas rasa hatiku.
Sebab, nanti di belakang jika kakak Sumarsono mau menggantikan mengajar,
lalu saya berhenti saja.
Dan lagi saya sudah merasa sedikit malas MENGAJAR.
Akan tetapi mengajar itu kan pekerjaan yang penting?
Itu disebut departemen onderwis dan Erendines,
tetapi aku keburu capek.
Jika tidak cepat-cepat ada yang menggantikan dan yang bisa dipercaya,
pekerjaan itu akan terbengkalai.
Saya sangat berharap agar kakak Sumarsono menggantikan mengajar

31
mau atau tidak mau, harus.
Saya cuman berpesan saja apa yang saya maksud ajaran
adalah apa yang membuat saya gemas.

APA MAKSUD AJARAN

I. Orang-orang tadi jangan sampai menuruti PARA GURU YANG LAIN.


Karena semua ilmu para guru itu keliru, aku sudah tahu itu.
Inilah kekeliruan para guru tadi:
ilmu mereka pastilah ilmu yang condong pada KEINGINAN MEREKA,
memakai kewajiban menahan diri dari seperti: makan, tidur, bercumbu
(cumbana) dan lain sebagainya.
Atau bersungguh-sungguh menjalani laku seperti: sabar, teguh pendirian, jujur
dan lain sebagainya.
Guru macam apa itu.
Nah, apakah layak diikuti para guru seperti itu.
II. Orang-orang tadi disuruh mengikuti KEMAUAN SENDIRI,
karena kadang-kadang mengikuti kitab,
mengikuti Kanjeng Sultan Agung, Prabu Brawijaya, Jayabaya,
atau tulisan yang bercerita tentang pembukaan hutan untuk daerah baru
(layang-layang babad).
Nah kan menjadi tidak keruan, kan.
Manusia mengikuti kemauan banyak orang.
III. Jangan sampai orang-orang tadi mengikuti PENGHARAPAN SENDIRI.
Seperti: jika begitu diri sendiri mendapatkan kemuliaan,
atau anak-cucu, atau bangsa mereka.
Lha, bukankah menjadi kacau-balau,
ada orang yang katanya mendoakan semua orang, atau dirinya sendiri.
IV. Jangan sampai orang-orang tadi menghidup-hidupkan SIAPA-SIAPA,
maksudnya meniru-niru. Seperti: bapak-ibu, kakek-kaek dan nenek-nenek.
Atau meniru orang yang memiliki kelebihan.
Menjadi tidak pas [salang surup], kan,
manusia kok menghidup-hidupkan, hayo,
nah ... ada apa dengan menghidup-hidupkan.
V. Jangan sampai orang-orang memuja (memundi),
seperti: MANUSIA, KITAB, KERAMAT, BOROBUDUR, KEINDAHAN,
dan lain sebagainya.
Singkatnya, diri sendiri adalah yang paling baik.
Maksudnya, sudah tidak ada lagi benda atau manusia yang harus dihormati.
Nah, bukankah terbalik pemikirannya (cengele, cengel = tengkuk),
Ada manusia kok menghormati-menghargai sesuatu yang tidak jelas.
Jika kakak Sumarsono mengerti apa yang saya katakan di atas,
pasti kemudian ingin sekali mengajar.
Atau mungkin orang-orang tadi dibuat percaya kepada para guru.
Padahal,

32
mengajar itu adalah volks opvoeding.
Jika tidak memakai “AJARAN INI”,
pasti menjadi manusia yang gampang terheran-heran,
hanya melihat manusia yang waspada saja terheran-heran,
hanya melihat manusia yang tidak pernah makan saja terheran-heran,
hanya melihat manusia yang perkataannya bertuah saja terheran-heran,
hanya melihat manusia membangun borobudur saja terheran-heran,
hanya melihat kapal terbang saja terheran-heran,
tetapi tidak terheran-heran pada dirinya sendiri.
Panjang dongeng,
saya sangat mengharap kakak Sumarsono segera menggantikan mengajar,
di Semarang.
Sangat penting, lho.
Tetapi jika di Yogya sudah ada yang menggantikan.
Saya sangat berharap dijawab lho.
Jika kakak sudah sanggup [kaduga] (saya pastikah lho), hati saya tenteram.
Lain hari barangkali saya bisa bertemu.

nirtiti,
arinta, wg suryamentaram

SURAT KEPADA : R. B. ATMOSEBRONTO

Saya teringat akan paman Atmosebronto, kok hatiku terasa trenyuh.


Jika sudah hilang kotoran, pasti besar berkahnya, untuk tetangga sekitar.
Kesulitan yang ditemu pada saat itu adalah tentang BAIK-BURUK [ALA-BECIK].
Hakikat baik,
baik merdeka dan menjadikan beruntung itu,
memiliki sumbernya di dasar surga pemberian maaf [pangapura].
Untuk sampai di situ, manusia harus bisa memaafkan dirinya sendiri.
Begini penjelasanya:
Jelas manusia itu tidak bisa baik,
seperti di dalam hal pangkat, derajat dan keramat.
Saat memiliki keinginan merebut pangkat,
Bagaimana bisa baik, keinginan semacam itu merupakan kebutuhan badaniah
[wadag].
Saat pangkat rendah orang menjadi ambisius (nggrangsang), saat terlalu
tinggi orang menjadi berulang tidak baik (prungsang).
Tetap tidak bisa dihindari.
Siapa yang bisa menahan diri dari makan-tidur-bercumbu (cumbana),
pasti akibatnya tidak diharapkan,
lalu muncul keajaiban juga,
seperti waspada, hebat, bisa menjadikan raga jiwa (grogoh sukma), dan lain
sebagainya.
Sama seperti air yang direbus, mendidih.

33
Jika sudah paham, pastilah tidak marah-marah pada air mendidih.
Atau tidak terheran-heran pada air mendidih.
Sudah barang tentu tidak lama setelah hilangnya upaya mencari kebaikan,
ia yang melihat (si anon) lalu bersinar di dasar surga pemberian maaf.
Tidak pernah berhenti berucap begini:
andai kamu memotong leherku pun, aku akan memaafkanmu,
saat pipi kiri kau tampar, tentu kuberikan pipi kananku

nartiti, wg suryamentaram

MURID MAGANG KEPADA SANG GURU DEWA

Manusia bisa mencapai level dunia halus yang berada di atas dunia ini.
Jika mendapatkan pengajaran [wulanganing] dari guru dewa.
Manusia yang terpilih bisa menjadi murid sang guru dewa adalah
manusia yang jiwanya sudah sedikit maju.
Ada pun ciri-ciri manusia yang bisa masuk murid pemagangan adalah:
(1) manusia yang mencari pengetahuan
(2) manusia yang suka menolong
(3) manusia yang teguh-setia (mantep) kepada seseorang,
atau ajaran atau agama.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
(1) MANUSIA YANG MENCARI PENGETAHUAN
Orang yang bisa mendapatkan kunjungan sang guru dewa,
adalah orang yang mencari pengetahuan dan selalu tidak puas akan
pengetahuan yang ia miliki, atau biridan patut-patut, yang berasal dari
panca indera.
Pengetahuan kata orang adalah pengetahuan yang tidak diketahui sendiri,
tetapi pantas dan tidak masalah,
seperti,
pengetahuan tentang Allah, surga-neraka, malaikat kirun-wanakirun,
nirvana.
Lahir kembali, karma, kemajuan manusia evolusi,
semua itu adalah ilmu pengetahuan mitos (gugon tuhon).
Ada pun pengetahuan yang yang berasal dari diridan patut (redelijk) itu
adalah seperti:
Materialisme, Idealisme, Proletarisme, Monoteisme, monisme, teisme,
Ateisme, panteisme, atumisme, dan lain sebagainya.
Semua itu hanyalan pengetahuan sepatutnya (redelijk),
yaitu ilmu pengetahuan mitos.
Manusia mencari pengetahuan dan mendapatkan kunjungan guru dewa,
adalah manusia yang sudah puas dengan pengetahuan mitos di atas
Tetapi mencari pengetahuan tentang kenyataan,
sehingga lupa kepada dunianya,
jadi manusia yang seperti itu hidup terlunta-lunta.

34
Ia dilahirkan selalu dalam kesusahan, hatinya tidak pernah puas,
karena segala apa yang ada di dunia
sudah tidak ada lagi yang bisa menjadikannya puas,
apa lagi perasaan “wah” [kekaguman], tidak lagi butuh.
(2) MANUSIA YANG SUKA MENOLONG,
apa yang bisa menjadi jalan kedatangan sang guru dewa
adalah manusia yang mencari pengetahuan hingga lupa akan dirinya
sendiri, tetapi lalu berpikir bahwa
manusia yang ditolong tidak menedapatkan pertolongan,
contohnya
cara menolong menggunakan keterampilan,
yang menolong punya pikiran begini:
“jika mausia kaya pengetahuan pasti tidak akan jatuh miskin-sengsara”.
Akibatnya, lalu menyelenggarakan berbagai macam pengajaran.
Tetapi akhirnya manusia yang memberi pertolongan itu mengerti bahwa
manusia kaya ilmu pengetahuan itu masih sangat miskin,
karena tahu
manuisa yang kaya harta, melarat harta.
Kaya mau, melarat mau. Kaya keramat, melarat keramat.
Di situ lalu merasa tidak bisa memberi pertolongan orang lain,
justru punya pikiran
dewa atau tuhan pun (pangeran) tidak bisa menolong manusia.
Di situlah hatinya luluh,
keinginan kuat (ancas) untuk mendapatkan yang indah-indah hilang,
sehingga dunia ini terlihat hitam dan jelek (cemeng juwewek boten kewek).
(4) MANUSIA YANG TEGUH-SETIA (MANTEP)
manusia bisa mendapat kunjungan sang guru dewa
adalah manusia yang teguh-setia dan tidak mencari belas-kasihan
sehingga bisa mengalahkan diri sendiri,
bisa jadi juga teguh-setia kepada guru, majikan, orang tuanya, atau agama.
Tetapi salah satu dari yang telah disebutkan itu saat diberi keteguhan-
kesetiaan
tidak yang lain yang memberi terang:
diambil menantu oleh gurunya, mendapatkan penerimaan dari majikannya,
jika teguh-setia kepada agama,
tetapi boleh diminta oleh mereka yang memiliki kesamaan agama,
dianggap wali, Arhat atau murid.
Manusia yang teguh-setia demikian itu lalu mengerti bahwa
semua orang yang mendapatkan keteguhan-kesetiaannya tidaklah
sempurna, lalu hilanglah keteguhan-kesetiananya.
Tidak ada lagi yang diberi keteguhan-kesetiaan di dunia dan di akhirat.
Terbukalah, HAMBAR TANPA RASA [SEPA], tertunduk SEPI,
seluruh jagad tidak berisi apa-apa,
HAMPA-KOSONG tanpa bayangan.
Tengok kiri-kanan dengan tatapan kosong.
SEKOLAH AGAMA ISLAM YANG GAIB,

35
menyatakan bahwa manusia bisa bertemu Allah (Gusti Allah) (rukyat),
tidak sekedar makrifat (makripat),
seperti nabi junjungan mi’raj (mikrat).
Di situlah manusia lalu melihat kehendak tuhan (pangeran).
Dan melihat susunan jagat raya beserta isinya,
Berikut adalah pernyataan Kanjeng SULTAN AGUNG di Mataram,
“jagat ini saya duduki sesak”,
Berikut adalah pernyataan Kanjang SUNAN KALI JAGA,
“jagat ini aku genggam tidak melar”
Sekolah gaib tadi
memberi pengajaran bagaimana manusia bisa bertemu dengan Gusti Allah.
Jalan yang harus ditempuh adalah
PASRAH, RELA dan IKHLAS.
Setiap saat kiai-murid harus membangunkan ketiga rasa tadi.
Cara menjalaninya adalah sebagai berikut:
setiap kali setelah shalat, kiai-murid lalu berpikir hal-hal seperti berikut:
BAB PASRAH:
Semua kemauan dan perilaku saya tidak bisa berpengaruh.
Ketika saya belum lahir, saya tidak memiliki kemauan apa-apa,
jadi, kelahiranku bukan karena kemauanku,
saat saya kecil, saya tidak punya kemauan agar menjadi besar, saat muda
tidak berusaha menjadi tua.
Hidup. Akhirnya mati, meskipun aku tidak mau.
Sakit-enak-bahagia, beruntung-celaka silih berganti,
meskipun aku tidak mau atau mau.
Justru hati, kemauan dan pikiran saya juga selalu bergerak,
tidak bisa saya suruh berhenti, tidak bisa saya suruh bergerak.
Jika penglihatan kiai-murid menjadi hitam-gelap
saat memahami-melihat pikiran seperti itu,
sehingga tidak merasakan apa pun yang lain
(mereka yang mencapai penglihatan hitam seperti itu adalah mereka yang
sudah menempuh pelajaran cukup lama).
lalu muncul rasa yang terasa.
Rasa itu adalah sebagai berikut:
biar pun begitu aku tidak ikut gerak jagat seisinya,
dan juga gerak hatiku serta kemauanku, aku tidak ikut,
aku pasrah kepada Gusti Allah yang menggerakkan dan
yang menghentikan segala yang bergerak.
Rasa yang demikian itu adalah rasa pasrah.
Jika ingin mencoba rasa pasrah itu tunggulah rasa itu datang pada saat Anda lelah,
tetapi semakin lama dilanjutkan semakin sering datang, bahkan saat anda sadar
pun Anda akhirnya bisa merasakan.
Itulah rasa yang menyebabkan gila.
Karena,
kedatangan rasa itu bersamaan dengan bersinarnya cahaya tuhan (pangeran)
yang luar biasa indah, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

36
Oleh karena itu, kiai-murit lalu jatuh-cinta-kasmaran
senyum tuhan (pangeran) yang diberikan kepada dirinya,
tetapi kemudian menghilang begitu saja tidak ketahuan ke mana perginya.
Ditelantarkan pada kekayaan dunia, saat digapai-direngkuh justru terasa hambar
[sepa],
Ditelantarkan pada derajat, saat diangkat justru lepas.
Begitu juga cara bagaimana membangungkan rasa rela.
RELA:
adalah kecenderungan atau senang,
saat sehabis shalat,
kiai-murid berpikir begini:
segala pengalaman hidup adalah kehendak tuhan (karsaning pangeran),
lintasan matahari ke arah Barat, jatuhnya hujan, laparnya perutku,
bahagia-sedihnya hatiku, semua itu adalah kehendak tuhan.
Jadi, semua pengalaman hidup itu sudah benar, aku tidak menginginkannya, aku
sudah bahagia,
hati yang demikian itu, hingga menjadi dasar, segala gerak semua yang hidup, di
jagat raya, atau di dalam hati buruk-baik, tidak ada yang di-waoni.
Cara bagaimana membangunkan rasa Ikhlas sama seperti membangunkan rasa
pasrah dan rela.
MAKSUD IKHLAS,
adalah teguh hati, tidak mengalami kesedihan mendalam dan berkeluh kesah.
Gagasan kiai murid seperti ini:
perjalanan hidup sudah terjadi pada diriku,
dan aku tidak bisa mengubah apa yang akan terjadi.
Di belakang hari akan mendapati pengalaman hidup seperti apa, aku tidak tahu.
Entah hidup panjang, entah lalu mati, entah jadi pejabat kerajaan (tumenggung),
apa yang kuharapkan tidak bisa bertemu dengan kenyataan pengalaman hidup.

Jika benar-salah ketiga peralatan yang disebutkan di atas dinalar,


atau dibicarakan oleh mereka yang membaca,
ini hanya menjadi tanda bahwa mereka tidak memahami KENYATAAN,
persis seperti air yang dipanasi lalu mendidih,
begitu juga manusia,
dikucuri air hidup tentu kemudian memilah-milah sendiri hal-hal yang bisa rusah
dan yang tidak.
Manusia yang sudah keluar dari triguna adalah manusia yang duduk termenung
dan berpikir demikian:
apa yang berulah ini, berulah itu adalah triguna, aku tonggak pohon waru
tidak ikut-ikutan barang kosong tidak bisa dikejar.

AGAMA BUDHA
juga mengjaarkan peralatan agar bisa mendapatkan kunjungan guru dewa,
setiap kali kiai murid harus berpikir begini:
manusia lahir sengsara, manusia mati sengsara.
Anak-anak tumbuh besar sengsara. Menjadi tua sengsara,

37
Berkumpul dengan ia yang dibenci sengsara,
Singkata kata, hidup itu sengsara.
Karena dzat kemauan itu sengsara.
Saat punya kemauan menggebu-gebu, ambisius,
memang enak,
segala yang menghalangi ingin dihilangkan,
apakah enak jika tidak terlaksana,
kemauan memunculkan kekecewaan-patah semangat, apakah enak.
Jika terlaksana kemauan, lalu takut kehilangan, apakah enak.
Atau orang mencari pekerjaan,
setelah mendapatkannya lalu kecewa, membenci pekerjaannya,
apakah enak,
atau saat sudah mendapatkan apa yang diinginkan lalu bosan, dan
menginginkan yang lain lagi,
oleh karena itu, kemauan itu tanpa akhir.
wg suryamentaram

SURAT KEPADA JAYENGREJO

Bersama surat ini kukirim surat dari Rembang,


sampaikan kepada kakak Prawirowiworo,
bahwa maksud surat skarang sudah hebat sama seperti para kiai.
Besuk jika berkunjung ke negara saja kakak suruh colek,
enak duel dengan bukan kiai, sama seperti pengalaman teman-teman.
Sudah kutrima surat adik Wiryopranjono,
Hatiku berbangga karean adik sudah bisa menjadi penerang bagi tetangga sekitar,
jika nanti aku datang ke negara aku ingin berkunjung Kamal,
ada pun sekarang sudah seperti kayangan Cokrokembang, tempat tinggal Batara
Kamajaya yang berbelas-kasih, oleh karena itu menjadi semakin jelas
perwujudannya,
Batara Kamajaya semakin jelas keberuntungannya, semakin banyak pengalaman
hidup yang mengherankan
mereka dekat menjadi saudara, musuh menjadi pembantu.
Benar Adik, terheran-heran saat mendapatkan kepercayaan, karena,
di junggring salaka ada peraturan yang tidak bisa diubah,
seperti peraturan di bumi, air direbus mendidih,
peraturan di junggring salaka adalah sebagai berikut:
jika ada manusia yang terbakar cinta, sengaja memberi temannya
keberuntungan, sendiri tetapi terlaksana,
para dewa lalu bersorak, dan menghujani segala yang berbau harum,
Sang Pengatur Jagat (Sang Hyang Jagatnata) lalu memerintahkan untuk
menyediakan sepuluh orang untuk diberi keberuntungan.
Orang yang sedang terbakar cinta tadi,
kekuatan cintanya bisa meliputi sepuluh orang, lalu dipasrahi manusia satu
negara, jika meliputi satu bangsa, lalu satu jagat.

38
Padahal setiap kali cintanya meningkat, pasti pengetahuannya meningkat,
teralihkan perhatiannya [katungka] oleh Sang Pengatur Jagat. Lalu
memahami gerakan segala sesuatu yang bergerak.
Pengaruh cinta tadi adalah dipercaya oleh banyak orang,
di situ ada godaan yang lebih halus, yaitu
banyak orang tadi disuruh melayani diri sendiri.
Maksudnya akan dijadikan jalan kecemerlangan,
sudah banyak kiai yang terjebak di situ,
akhirnya disingkirkan di luar jagat,
dikurung menggunakan gagasannya sendiri.
Ada pun rasa godaan itu adalah kebencian terhadap golongan lain,
yang berbeda dari golongannya sendiri.
Lalu, sengaja merobohkan golongan itu dengan mengejek.
Godaan itu hilang dengan menyalibkannya seperti Tuhan (Gusti) Yesus.
Maksudnya, begitu kuatnya cinta itu menjadikan orang mengerti
bahwa golongan lain memiliki manfaat untuk dunia.
Seperti golongannya sendiri.
Jika begitu, ia akan membantu golongan tadi.
Jika badannya sudah disalib tidak lagi bersusah-payah mencari
kecemerlangan, lalu paham bahwa
Semua itu ada manfaatnya, lalu bisa ikut berbahagia dengan tindakan orang
lain yang mengingkari dirinya sendiri, meskipun orang lain membenci
dirinya sendiri, setan pencela lalu berlari keluar jagat.
Penglihatan yang demikian itu menghasilkan pengertian
bawha manusia sejagat itu adalah satu dan utuh.
Begitulah penglihatan orang yang sudah disentuh,
memang bisa bertingkah aneh, membantu golongan A, lalu membangu
musuh
Lalu membantu golongan B, atau menjadikannya musuh.
Asik berkata (hatiku bahagia sekali) bila keburukannya sendiri justru menjadi
contoh, yaitu sudah muncul sang penebus, siapa yang meminum darahku dan
memakan dagingku pasti selamat. Oleh karena itu, para tamu itu pantas disuguhi
pengalaman hidup mereka sendiri yang memalukan agar bisa lepas dari ambisi
mencari kebaikan, aku sudah berkeinginan untuk menyembelih bapakku sendiri,
kusuguhkan banyak hal yang menjadi keberuntungan.
Hanya inilah perkataanku,
wg suryamentaram

SURAT KEPADA : DUTADIPRAJAN

Setelah salam dan doaku,


dan setelah aku sampai di desa, teringat saat pertemuan terakhir kali,
di sini akan kujabarkan.
Perjalanan hidup manusia yang digambarkan
memakai LAYANG RAMAYANA, yaitu:

39
perumpamaan pangkat MANUSIA karena adanya kemajuan,
jika sudah mengerti lalu bisa sengaja menyusuri jalan-jalan
yang sudah digariskan untuk dijalani,
padahal,
siapa pun yang menyusuri jalan yang benar mendapatkan kesenangan yang
semakin bertambah,
sebaliknya,
mereka yang melenceng dari garis, pasti semakin banyak mengalami
kesulitan dan semakin sulit.
I. PERANG SUBALI MELAWAN MAHESASURA,
SUBALI
adalah perumpamaan upaya untuk mencapai kemajuan,
karena PANGKAT, DERAJAT, KERAMAT.
Subali selalu mengajak rajin bekerja, berperilaku baik, rajin belajar
serta sungguh-sungguh bertapa, dan lain sebagainya, agar tercapai
kemajuan tadi.
MAHESASURA
selalu mengajak kepada perilaku
merusak usaha mencapai keinginan tadi, seperti
malas, pemarah, waonan tidak tahan bertapa dan lain sebagainya.
Perang Subali melawan Mahesasura berlangsung seru saat manusia
memiliki keinginan menggebu-gebu (ambisius).
- saat melarat berambisi mencari kekayaan serta mengejek mereka
yang kaya
- saat kaya takut melarat dan mengejek mereka yang miskin.
- saat kalah-rendah berambisi mencari kemenangan-kejayaan, dirinya
sendiri disanjung-puja sebagai yang bersinar-berjaya, mengejek
mereka yang berjaya,
buah rasa malu bertambah setiap hari, rasa malu tak terkatakan sering
datang,
Segala cara atau pantangan dijalani semua.
- Ambisi mereka yang sudah berjaya tidak berbeda,
mengejek mereka yang sama-sama berjaya atau yang lebih rendah,
supaya abadi kejayaannya.
- Jika sudah berusaha mencari kesempurnaan kematian atau
mendoakan anak-cucu, berarti sudah mentok ambisinya.
Itulah, sebesar-besar ambisi, meskipun secara lahir tidak terlihat,
apa yang dilakukan adalah mengejar keinginan hidup tenteram karena
ilmunya.
Kematian Mahesasura hanya bisa terjadi karena penerimaan diri karena
sebab dari luar,
maksudnya, mengerti bahwa usahanya hanya sampai di situ,
manusia bisa melarat atau kaya, rendah atau tinggi,
tetapi jalan hidupnya sudah ditentukan,
kebanyakan orang tua sampai pada kematian Mahesasura.
Sepertinya, karena sudah pada loyo,

40
mereka yang sudah loyo tadi, semakin tua semakin lemah, wuwuh
sendon waon,
raut mukanya mengerikan.
II. PERANG SUGRIWA – SUBALI
Setelah Mahesasura mati,
maksudnya, keinginan untuk mendapatkan atau gagal mendapatkan,
Subali berhasil menggendong Dewi Tara.
Maksud DEWI TARA,
jika gagal mendapatkan, berarti berani mengalami kesusahan. Jika
terwujud, merasakan keberuntungannya.
Ternyata Sugriwa sudah mendapatkannya lebih dahulu.
SUGRIWA
adalah pemikiran seperti ini:
- Mana kesusahan manusia melarat dan rendah.
- Mana keberuntungan manusia kaya dan tinggi (luhur).
Rasa Sugriwa hanya berlangsung sesaat, serta tidak begitu jelas,
tetapi semakin lama semakin jelas.
Rasa Sugriwa hanya datang saat hati manusia tenteram.
Saat menemukan kesulitan, rasa itu menghilang tanpa bekas,
oleh karena itu, perang Sugriwa tertutupi, karena pemikiran seperti itu
tidak lazim.
Justru dipotong-dimatikan.
Tetapi setiap saat hati menjadi tenteram,
rasa Sugriwa itu kembali datang, sehingga memunculkan pengertian
sebagai berikut:
bukankah manusia hidup menjadi keberuntungan.
dan menghindari kesusahan (cilaka).
Padahal jika hanya terpenuhinya kemauan (ancase) tidaklah
beruntung.
Di situ,
manusia lalu mencari hakikat keberuntungan,
yaitu mencari PRABU RAMA
PRABU RAMA ditemukan
saat mendapatkan manusia mendapatkan pengalaman hidup sulit atau
kesusahan, padahal ada rasa lain yang menertawakan dan berakta,
bukankah kamu kuat menjalaninya.
Rasa itu terjadi bersamaan dengan rasa senang-bahagia dan bukan rasa
senang akibat terpenuhinya kemauan.
Semakin lama Rasa Prabu Rama itu semakin sering datang.
Manusia semakin jatuh cinta dengan rasa itu.
Bahkan disengaja menjalani hidup susah-sulit supaya mendapatkan
kunjungan Prabu Rama tadi
itulah rasa yang menjadikan orang gila,
karena Sugriwa sudah dihalang-halangi oleh daun kelapa muda (janur
kuning), maksudnya kesenangan manusia sudah berubah,
yaitu saat kecewa atau hidup susah, dan lain sebagainya,

41
maksudnya, jika kemauannya terwujud menjadi senang-bahagia, jika
tidak lebih kecewa
Subali hilang karena
Dipanah menggunakan panah GUWAWIJAYA, yakni pengertian atau
sumpah sebagai berikut:
meskipun begitu, “kehendak” adalah “keinginan yang paling
besar”, bisa terwujud dan bisa juga gagal terwujud, sama saja tidak
berbeda, sekarang aku tidak mau turut campur.
Sumpah yang demikian itu berakibat pada putusnya kemauan,
manusia kemudian merasa lepas dari beban seperti bisul yang sudah
pecah, karena pada saat yang bersamaan mengerti bahwa apa yang
menjadi kesulitan bagi manusia hanyalah saut, yaitu kemauan tadi.
Padahal sudah tidak mengkhawatirkan
Tetap memiliki peliharaan Nyai Kopek, atau Cacing seperti Siti Jenar.
III. PERANG NGALENGKA
Tidak lama setelah Subali hilang, kebutuhan manusia untuk dirinya
sendiri sudahlah cukup, di situ tetap berdiam pribadi, terlepas dari
bahaya tanpa kesusahan.
Suasana menjadi sepi karena semua prihatin.
Di situ PRABU RAMA lalu teringat akan DEWI SINTA:
yaitu cinta kepada seluruh manusia,
karena setiap manusia terlihat baik, lucu, dan tidak mengkhawatirkan.
Cinta itu disertai oleh rasa belas-kasih, lalu mau menularkan
keberuntungannya.
Saat keberuntungan ditularkan kepada seorang manusia (teman),
dan saat keberuntungan itu terwujud, terang, lalu merasa bahagia,
di dunia tidak ditemukan,
yakni, kebahagiaan berkasih-kasihan suci,
dan merdeka tidak tergantung kepada saudara, pekerjaan dan juga
perilaku, dan seterusnya
Nah, tidak ada kesenangan yang melebihi berkasih-kasihan suci.
Sehingga bisa luluh perbedaan aku-sendiri, maksudnya
dua orang atau lebih terasa satu.
Saat perasaan luluh itu datang, lalu memunculkan pemikiran begini:
betapa pun demikian,
keberuntungan manusia itu terjadi saat orang lain mendapatkan
keberuntungan.
Itulah perumpamaan SENGGANA DUTA pulang dari Ngalengka,
pengaruh luluhnya rasa tadi memunculkan sumpah berikut:
aku tidak ingin meninggalkan jagat,
jika masih ada manusia kesusahan.
Itulah kisah hidup tambak,
Prabu Rama ingin menaklukkan Ngalengka.
Para dewa bersorak-sorai.
Maksudnya, segala hal yang hidup di bumi
bersama-sama membantu manusia yang bersumpan demikian tadi,

42
tetap abadi di dunia, karena
apa yang dilakukan adalah menangis, karena
setiap kali bertemu manusia, manusia itu terlihat susah.
Karena kecenderungan (dzat-ing) kemauan itu adalah kesusahan.
Oleh sebab itu, karena sudah tidak ada lagi manusia lain.
Setiap orang adalah dirinya sendiri,
doa Sayid Abubakar Sidik,
Ya Allah,
semoga semua manusia paduka masukkan surga,
sayalah yang menanggung neraka mereka.
Itulah gerbang belas-kasih,
keluar dari neraka hambar dan ejekan
bukankah apa yang dicintai adalah manusia,
meskipun berada sendiri di dalam kamar pasti bertemu manusia.

KEMATIAN YURU RUMPUNG,


jika ada manusia bertengkar, tidak memusuhi salah satu,
sang belas-kasih bisa mencakup keduanya.

KEMATIAN SARPA KENAKA,


perkataan bertuah yang sebelumnya digunakan untuk mengutuk orang
lain, sekarang digunakan untuk memuliakan orang lain atau
membahagiakan orang lain,
asal-usulnya dari kasih-sayang palsu,
yaitu, kasih-sayang yang menuntut kepatuhan, atau kasih-sayang yang
menuntut balik kasih-sayang, seperti:
orang tua kepada anaknya, kasih-sayangnya memiliki pamrih agar
anak patuh kepadanya,
saat pamrihnya tidak dipenuhi, kasih-sayang berubah menjadi
kutukan,
atua kasih-sayang kepada orang tua, anak patuh karena ingin
dikasih-sayangi, jika tidak anak pun tega membunuh orang tuanya,
atau malu punya orang tua seperti itu.

BERBALIKNYA WIBISANA
adalah ketegasan atau kekerasan hati (kawegigan atau kalungidan) yang
sebelumnya digunakan untuk membuka aib, atau menyesatkan orang
lain.
Lalu digunakan untuk membesarkan hati [ngarem-aremi] orang lain
agar teguh hati menjalani hidup.

KEMATIAN DASAMUKA
terjadi saat bersama dengan manusia penuh kebencian,
bisa luluh,
lalu menggendong Dewi Sinta belas-kasih,
aliran kasih-sayang tidak lagi ada yang menghalang-halangi,

43
yaitu air penyiram taman surga.
rakanta,
wg suryamentaram

SURAT KEPADA : MAS HARDJOSUMARNO,


GURU H.I.S. REMBANG

Setelah salam takzim, saya ingin memberi tahu bahwa saya sudah menerima surat
Anda:
I. Kira-kira bulan puasa mendatang saya ada di Yogya.
II. Soal pertanyaan, di mana sang aku dan kemauan berdiam saat aku tidur.
Jika pikiran yang bertama demikian belum siap,
lebih baik dijawab, tidak tahu,
karena pertanyaan tadi berhubungan dengan perasaan yang dalam,
yakni perasaan hidup abadi.
Tidak hanya mengerti tetapi rasa merasakan,
oleh karena itu manusia merasa tidak hidup abadi.
Karena rasa merasakan tersandung pada hal-hal yang tidak abadi.
Jelasnya begini:
Rasa manusia adalah aku inilah yang sadar (herinnering),
sudah barang tentu merasakan hal demikian itu memunculkan rasa
yang terbalik. Seperti, perasaan begini:
- Aku belum lahir “tidak merasakan apa-apa”
- Saat aku tidur di malam hari “tidak merasakan apa-apa”
Sesungguhnya “rasa merasa” itu abadi.
Meskipun pengalaman yang sudah dialami dilupakan,
Seperti,
saat masih bayi juga “terasa merasakan” tetapi sekarang lupa,
dan saat belum lahir juga “terasa merasakan”,
oleh karena itu
jika “rasa merasa” itu tidak tersandung ingatan (herinnering)
tentu kemudian merasa abadi.
Tetap berdiam abadi sekarang.

Apabila kecewa dan cemas sudah hilang, lalu bisa melihat pengalaman hidup diri
sendiri dengan merasa demikian,
nah itu dia orang yang menjalani.
Aku tidak mengetahui apa pun, tidak melahirkan, tidak dilahirkan.
Ibarat pengalaman itu buku catatan, buku catatan itu adalah buku baru,
dan lagi sedikit sekali catatan yang dibuat,
banyak pengalaman hidup, banyak rasa di hati
atau gagasan yang tidak tercatat.

Oleh karena itu,


jika “rasa merasa” sudah keluar dari catatan,

44
hidup terasa ramai dan lagi hingar-bingar (kreceg), tidak hambar (sepa).

Saat manusia tidur, tidak bermimpi apa pun


menengok catatan, tetapi tidak ada catatan di buku itu.
Singkatnya, hidup di dalam catatan-catatan tadi sama dengan tipuan,
hanya sampai di situ apa yang bisa ditemukan di dalam catatan, nanti saat bertemu
lagi kembali didatangkan.

III. Bab MELIHAT KEHENDAK


Kehendak lahir di dalam keinginan (ancas),
keinginan itu berlapis-lapis,
oleh karena itu apa yang dilihat adalah keinginan yang paling besar,
kepada keinginan inilah orang berkata demikian:
- Jika kehendak ini terwujud, tidak memberi keberutnungan.
- Jika terwujud, tidak berakibat kesusahan.
Karena begitu terangnya pengertian tadi, saat diinginkan lalu hilang
(geobjectiveerd), maksudnya keinginan itu bukanlah aku,
diinginkan lalu berdiri terdiam di depannya.

yaitu
Nyai Kopek milik Kanjeng Sinuwun Sultan Agung di Mataram,
cacing milik Siti Jenar, setan yang dipercaya orang Islam,
oleh karena itu, para wali diceritakan memiliki peliharaan,

jika keinginan itu hilang,


tentu manusia menjadi terang.

Mengerti bahwa yang mengatur manusia adalah,


yang menggerakkan hati adalah keinginan, seperti:
rasa malu tidak lain adalah keinginan mendapatkan kebaikan tetapi tidak
terwujud,
hilangnya rasa malu tidaklah cepat, tetapi beralngsung sedikit demi sedikit,
seperti perumpamaan manusia yang tangannya akan dipotong satu persatu,
lalu kakinya dan seterusnya.

Rasa ekstase semakin kuat,


ekstase itu terjadi karena senang, meninggalkan kemauan, keinginan,
bukan senang karena terpenuhinya kemauan,
terangnya penglihatan tadi menyebabkan gerak hati

Semua itu terjadi karena keinginan oleh karena itu jika hati terasa tidak enak,
prihatin, lalu penyebabnya pasati ditemukan pada keinginan itu,
terbukti tikus sedang menggerogoti hati

Mencari kejayaan atau enak.

45
buah dari pencerahan tadi tidak hanya terjadi pada diri sendiri,
tetapi meluap kepada tetangga,
karena setelah terang,
melihat orang lain juga mendapatkan terang,
akhirnya tumbuh perasaan belas-kasih,
mau menjadikan orang lain beruntung,

rasa belas-kasih tadilah yang memunculkan pencerahan.


Oleh karena itu, semua pengetahuan yang tidak berdasarkan pada belas-kasih,
seperti anak kecil yang memiliki keampuhan,
merusak tetangga atau diri sendiri,

oleh karena itu, jika rasa belas-kasih tadi tumbuh,


sebaiknya lalu dipupuk
dengan melihat manusia setiap kali bertemu.

Manusia tadi terlantar di dalam kesengsaraan, tanpa keteguhan,


di situ rasa belas kasih semakin kuat,
sehingga bersumpah demikian
aku tidak akan meninggalkan jagat, jika masih ada manusia berkesusahan [cilaka].

Sedikit meleset dari persoalan, tetapi cukup sekian dulu,


salam rindu saya kepada dik Sujak.

nirtiti,
wg suryamentaram

JALAN YANG BENAR


Saya merasa begitu bahagia mendengar penjelasan Anda,
saudara-saudara di Rembang sedang sungguh-sungguh berusaha mendapatkan
kebeningan (kaweningan).
Di sini saya akan menambahkan keterangan
Bagaimana jalan yang langsung menuju surga bening, yang tidak lain adalah
surga kuasa.
Sudah tidak ada lagi yang mengalahkan.
Jalan menuju surga itu adalah keluar dari surga tenteram dan teguh-mantap
(tatag),
padahal malaikan penjaga surga tenteram adalah Dewa Malu (Batara Wirang),
yang menjaga surga hambar (sepa) (sepi-memagut, merana, cemas).
Malu (Wirang),
adalah buah dari iri-sombong,
berkat terangnya penglihatan bahwa manusia itu adalah sama,
iri-sombong akan sirna.
Malu terasa melompat di dalam hati dan sangat mengerikan,
saat iri-sombong masih hidup,

46
Batara Wirang bisa ditutupi dengan PENGHARAPAN [PANGGAYUH] dan
GAGASAN yang cemerlang,
saat putus
dari pohonnya Batara Wirang lalu terasa terdiam di dalam hati,
yang kekuatannya luar biasa.
Akan tetapi, dewa ini akan mati seperti ekor cicak yang putus dan bergerak-gerak
tidak beraturan.
Rasa malu tadi andai bisa berkata-kata akan seperti ini:
“manusia sejagat tidak ada yang sejelek aku”.
Manusia yang menanggung malu seperti itu sudah barang tentu bertindak tanpa
pemikiran.
Tanpa tempat tinggal,
kabur melarikan diri, membaca mantra, bunuh diri, ngendat dan lain sebagainya.
Jika mampu berpikir bahwa rasa malu itu akan mati,
(bisa berpikir jika paham ilmu kebeningan),
lalu ditantang saja,
silakan menumpuk seluruh malu ke dalam hatiku, tidak mungkin aku akali-
hindari,
jika hanya rasa malu sekali, pasti aku kuat.
Tidak lama setelah malu hilang (bisa jadi berhari-hari atau berbulan-bulan),
lalu tumbuh rasa tenteram.
Kata rasa tenteram itu sebagai berikut,
hanya seginikah bobotnya,
heran, segini aja beratnya bisa bikin orang pontang-panting sampai Bringin,
kesombongannya aja setinggi langit, seperti memiliki kemampuan
mematahkan baja batangan,
katanya, pilih mati jika tidak menjadi wali atau raja.
Mana, kenyataan yang kau sombongkan itu,
tidak menjadi wali, tidak juga menjadi raja, tapi kok tidak mati juga, bahkan
masih hidup

TENTANG HAMBAR (SEPA)


Rasa hambar itu lebih dalam daripada rasa malu.
Sehingga, tidak lama setelah iri-sombong hilang,
lalu manusia berhadap kepada DEWA HAMBAR (BATARA SEPA).
Semua pengharapan yang berhubungan dengan iri-sombong,
sudah hilang, meskipun sudah bersusah-payah mencari pangkat-derajat-keramat.
Oleh karena itu, kedatangan Batara Sepa sungguh mengejutkan.
Kekuatannya mengerikan.
Apakah Anda bisa membayangkan rasa hambar, sepi-memagut, merana yang
demikian itu,
jika disandingkan dengan orang yang sedang berduka-cita (kasripahan), semua
kesenangannya datang secara bersamaan,
saat masih iri-sombong,

47
hati masih bisa dibuat puas (diberi penghiburan), dengan dukun, berbincang santai
dengan gurunya, tirakat, bermain, minum-minum, mabuk-mabukan, mendatangi
tledek dan lain sebagainya.
Ada pun jika calon bening,
sudah mengerti, bahwa pemberian penghiburan itu tidak meyakinkan,
lalu justru ditantang demikian:
andai ada tiga tiga hambar lagi, tak akan menyerah
akhirnya Batara Sepa duduk menyembah,
menyerahkan kunci surga mantap-teguh pendirian dan berkata:
Duh Gusti, hamba adalah malaikat penunggu surga mantap-teguh pendirian,
taring hamba ini mencari mangsa (kreceg)
oleh karena itu manusia yang terkena gigitan hamba, pasti takut sendiri.
Selalu berlari tunggang-langgang ramai-ramai mencari perlindungan,
tidak bisa tidur jika tidak dipijat, dibacakan atau sangat lelah sedang
berlindung.
Lalu bertingkah aneh mencari sambilan, atau mabuk-mabukan,
seperti:
mengundang tledek, atau tirakat, melakukan puja-semedi.
Ada pun panah saya sudah merana,
oleh karena itu manusia yang terkena anak panah yang saya lepaskan pasti
tengkurep,
Takut keluar dari kamar, mencari kematian,
jika berkata-kata, kata-katanya tidak bisa dipercaya, lalu mendapatkan
keramat, sebelah utara Magelang
jika tidak tengkurep, membaca mantra,
jika waspada, lalu mendapatkan keramat, sebelah utara Magelang.
Oleh karena itu, jika kena pengaruh terang,
mengerti bahwa pengalaman hidup hanyalah merana lalu bahagia.
Lalu muncul rasa sengaja menjajagi rasa merana dan hambar tadi.
Akhirnya, mengetahui ukuran kedalamannya:
bahwa merana dan hambar tadi tidak bisa menyebabkan kesulitan pada
manusia,
sedalam-dalamnya perasaan merana, manusia pasti mampu menanggungnya,
lalu terbukalah mata,
tahu bahwa merana itulah sarana untuk naik surga mantap-teguh pendirian,
kacaunya barakdengan tulisan berikut:
“tidak ada perjalanan hidup yang berat melebihi hambar”.
Jelasnya begini:
hambar adalah rasa yang mengajak pada hidup abadi sekarang ini.
Di surga mantap-teguh pendirian manusia lalu menjadi kreceg,
apa yang disukai adalah apa yang ada.
Asal-usul hambar
adalah hilangnya ia yang dipuja (pepunden) atau sesembahan
yaitu apa yang disukai, diikuti,
yang pantas dibela hingga mati.

48
Saat masih anak-anak manusia ini dipuja oleh orang tuanya, atau yang
mengasuh.
Akhirnya, tahu bahwa ia yang dipuja itu tidaklah sempurna,
ada manusia yang sudah ubanan masih memuja orang tuanya.
Akhirnya, kendorlah kepatuhannya, di situlah muncul rasa hambar,
membuat hati sedih, terombang-ambing tidak memiliki pegangan.
Jika bertambah umur, pepundennya santun,
jika perempuan terhadap laki-laki, jika laki-laki terhadap perempuan.
Atau teman yang bisa diberi tahu isi hati.
Akhirnya, tahu bahwa ia yang dipuja tidaklah sempurna.
Mereka berkasih-kasihan hanya mencari untung diri sendiri,
akhirnya hilang kepercayaannya,
sehingga punya pendapat bahwa manusia sejagat tidak bisa dipercaya
(ada pula orang yang sudah keriput masih memuja.
Ia yang dipuja tadi hilang saat tahu bahwa manusia
hanya mengejar pemenuhan kebutuhan sendiri, gisa juga karena perceraian,
atau bertengkar dengan temannya, atau ditinggal mati
(sudah terbukti bahwa manusia mati itu tidaklah sempurna).
Di situ rasa hambar [sepa] pasti menimpanya,
benci terhadap jagat seisinya.
Karena semua tidak bisa dipercaya.
Karena begitu berat kesengsaraannya hingga tidak bisa melihat apa yang
sedang dialami.
Rasa seperti itu sudah sangat dekat dengan kegilaan
jika umur bertambah, ia yang dipuja (pepunden) santun kepada guru, buku
atau manusia yang memiliki kelebihan.
Jaman dulu atau sekarang.

SAYA MENDONGENG
Saat saya suka mahaguru, saya menganggap guru saya itu orang yang melebihi
saya, oleh karena itu berguru karena saya tidak percaya pada diri saya sendiri,
akhirnya saya tahu bahwa guru itu tidak lebih seperti saya juga,
di situ hati saya seperti disayat sembilu.
Sampai saya menangis darah.
Ada manusia yang bicara tinggi, ternyata tidak berbeda dari saya,
Lalu santun memuja manusia yang memiliki kelebihan,
Seperti:
Kanjeng Sinuwun Sultan Agung, Kanjeng Sunan Kali, Meester Lead Beater,
Gusti Yesus, Sang Sidarta.
Saat saya menjalankan ajarannya, tetapi selalu gagal,
lalu punya pemikiran,
kalau begitu manusia yang punya kelebihan itu hanya lelucon saja,
seperti ajaran Gusti Yesus bahwa ditempeleng pipi kiri, berikan pipi kanan,
padahal
saat saya telat membawakan sesuatu, marah-marah juga dia.
Ia yang dipuja tadi hilang karena diterangi pengertian berikut:

49
Jika ada manusia punya kelebihan apa yang kamu dapat darinya.
Kamu tetap saja dirimu sendiri, tidak kurang-tidak lebih.
Meester Leadbeater bisa menjadikan badan jiwa (ngrogoh sukma).
Biarkan saja, diri sendiri tidak bisa.
Apakah manusia tidak bisa meniru, bisa saja.
lebih baik meniru diri sendiri saja
(ada juga manusia yang sudah tua-renta masih memiliki guru, dan juga ia yang
dipuja).
Tidak lama setelah ia yang dipuja hilang,
manusia lalu bisa melepaskan dirinya sendiri.
Tetapi lama-kelamaan dirinya sendiri ‘tertangkap basah’ tidak bisa dipercaya,
di situlah manusia bisa melepaskan dirinya sendiri, demikian:
karena dirimu sudah tidak bisa dipercaya,
sekarang terserah kamu,
aku sudah sangat percaya “bahwa kamu tidak bisa dipercaya”.
Di sini manusia langsung masuk surga bening atau kuasa.
Ternyata apa yang menyulitkan manusia adalah dirinya sendiri.
Padahal sudah jelas bahwa dirinya sendiri tidak bisa diajak berrembug,
nah, bukankah kemudian didiamkan saja.

Waspadalah saudara-saudara saya di Rembang.


Di surga tenteram,
Jika mendapatkan pengalaman berpisah dari ia yang disukai
(anak, istri, teman, guru, murid, dan sebagainya),
rasanya seperti ingin mengakhiri hidup.
Tetapi tidak mengapa,
justru merana, kesedihan mendalam, tidak lagi ingin hidup lebih lama,
bahkan dengan hewan pun iri
Tetapi tidak apa,
Jika diterangi oleh pengertian berikut:
celaka, ternyata manus hanya seperti ini.
Apakah manusia bisa tahan hidup merana selama hidup.
Jika bisa menjalani hidup demikian, syukurlah,
di sini pintu surga mantap-teguh pendirian (tatag) tentu kemudian terbuka,
di lihat dari surga mantap-teguh pendirian,
semua orang terlihat selamat, tidak ada yang mengalami kesulitan-kesusahan.
Semua berzikir demikian:
TIDAK ADA APA PUN YANG BISA MENGUBAHKU.
Demikianlah ocehan saya.
nartiti, wg. wuryamentaram

ANUGERAH MENGASIHI DIRI

Tolong kirimkan surat ini kepada dik Wiryapranjono, dan dik Martosusastro
beserta salam serta doaku,

50
maksud surat ini adalah melanjutkan pembicaraan terakhir kali,
tentang “dik Pranjono mendapatkan pengalaman hambar”,
karena kesungguhan teman-teman berkurang di dalam berdiskusi tentang
pengetahuan.
Sepertinya hanya mengisi waktu luang.
Dik Pranjono sepertinya disepelekan,
hanya disamakan dengan manusia,
yang terlalu banyak bicara (barang crigis, nyunggi crigis, anggeret crigis),
keterangannya “tidak melakukan hal demikian pantas kan?”

Jika dik Pranjono atau aku mendapatkan gelar “banyak bicara”, “pantas dan
layak”,
keterangannya begini:
Ekstase berarti “apa yang datang dari pengertian”, ada yang muncul akibat
“kepercayaan”,
dua ini cukup,
bukankah mereka yang tidak ekstase juga cukup.
Ada pun pengalaman merasakan hambar,
yaitu Dasamuka terbang ke Suralaya, ingin mendapatkan umur panjang,
maksudnya ingin mendapatkan kesenangan abadi.
yaitu raja derajat, yang dicari manusia seluruh jagat.

Apa yang menyebabkan keinginan akan kesenangan itu adalah kasih sayang palsu
[sih palsu] yang pada awalnya menyegarkan. Akhirnya membuat orang ketagihan.
Seperti halnya apyun (candu).
Jika disebut kasih sayang palsu sepertinya kurang pas, lebih baik kasih sayang
picisan (nyaksenan).

Kasih sayang itu punya rasa bahwa ia yang dikasihi hilang tidak bisa hidup.
Perkataannya seperti berikut:
Yah, mau bagaimana lagi
jika kamu tidak ada, harus bagaimana aku menjalani hidup.
Apa yang saya tunggu-tunggu, yang saya harapkan hanya kamu,
tetapi kamu yang kuharap-harapkan, yang kunantikan, jika tanpamu aku
tidak bisa lagi hidup.
Padahal perasaan kasih sayang itu terus menjadi lahir batin,
terasa sangat menyegarkan, siapa yang mencium pasti terbawa arus, siapa yang
menjamah pasati mabuk,
siapa yang melirik, pasti terbelalak, karena begitu indahnya.

Tetapi perhatikan dia yang sedang jatuh cinta, pasti dia pusing ketagihan, jika
sudah pernah sakit lumayan lama, tidak ada orang yang menyapa, itulah genangan
hambar.
Kakak Prawirawiwara kaya akan pengalaman ini.
Jika sedang sakit lalu ada orang yang merawat dan dipenuhi segala keinginannya,
kamu pasti tahu rasa kasin sayang seperti itu.

51
Ditunggui kucing saja sudah merasa tenteram,
apalagi ditunggui orang yang disukai.
Perumpamaannya adalah Kanjeng Panembahan Senapati jatuh cinta pada Kanjeng
Ratu Kidul,
yaitu, suka disanjung-sanjung, dibesarkan hatinya, dibutuhkan orang, diikuti
orang, anak, terasa sangat segar-menyenangkan,

Sekilas seperti “lebih enak itu” daripada “kasih sayang pribadi”.


Hemmm, aku sudah kekenyangan “makan kasih sayang” yang demikian itu,
bahkan, perutku sudah tidak muat lagi.

Aku teringat saat di kereta bersama Mukiman.


Ada kondektur Belanda menyapaku dengan senang hati dan menghormati,
padahal belum kenal.
Bahkan, mendapatkan salam dan doa,
saat sudah berbalik, aku berkata kepada Mukiman,
segar rasanya ya Muk, inilah apa yang menjadikan manusia ketagihan,
Mencari derajat dan keramat.
Padahal kasih-sayang semacam itu jika dikejar lari.
Seperti Kanjeng Ratu Kidul yang saat tidur berupa raksasa.

Gagasanku,
jika ilmu ini tidak kusebarkan, pasti aku digunjingkan orang,
lalu bisa ngekul, apa pun katanya diikuti.

Padahal perabotannya sederhana saja,


Lah, hanya mengantuk, berselimut kain panjang, melarat sepanjang hidup,
akhirnya berkelahi,
berkelahi dengan derajat dan keramat, yakitu kasih-sayang picisan,

kasih-sayang semacam itu hilang jika


“tidak dibalas”, tetapi “diterima sebagai mana mestinya”,

cara bagaimana menerima adalah sebagai berikut


suatu hari kakak Atmodarminto bertemu temannya yang memiliki anak sedang
sakit keras,
teman kakak itu bertindak ceroboh-tergesa-gesa, mencari dukun, meminta restu
kepada siapa pun orang, berkeluh-kesah kepada kakak Atmodarminto

kasih-sayang pribadi seperti ini,


wee lha, kok mudah sekali orang ini, karena kebutaannya,
beruntung hanya pergi ke dukun,
jika tidak pasti hanya menunggui orang sakit keras, padahal orang yang dikasihi,
beruntung sang dukun dapat penghasilan, yang menggunakan dukun mendapatkan
hasil ringannya sakit,
bukankah hal demikian itu tidak kurang baik?

52
Turunnya anugerah kasih-sayang pribadi (yang memberi keberuntungan)
disebabkan oleh terangnya penglihatan.

Melihat oran glain


luluh menjadi orang lain,
lalu ikut merasakan “rasa dan suasana hati” orang lain,
lalu “bisa menyebut” bahwa orang lain adalah benar, sudah baik
tidak mengkhawatirkan dan tidak ingi mengubah.

Di situ kasih-sayang mengalir deras seperti sungai yang sedang banjir


Manusia lalu berasa agung dan memenuhi jagat.
Karena dia adalah kasih-sayang pribadi sendiri,
yang memberi hidup segala yang ada. Yang memberi makan seluruh yang hidup.

Perkataan sang kasih-sayang pribadi ke seluruh pribadi begini:


Wahai semua makhlukku,
kalian adalah aku, aku adalah kalian.
Beruntunglah seperti aku, aku beruntung tanpa mengalami kesusahan
[cilaka].
Berdiam seorang diri tanpa pasangan, abadi tanpa mengalami kerusakan,
agung tidak ada yang terlewatkan, kuasa tanpa timbangan, memerintah tanpa
kesulitan.
Tidak ada apa pun yang lain selain aku, tidak ada gerakan apa pun kecuali
aku, aku sang kasih-sayang pribadi. Aku, aku, aku.
nartiti,
wg. suryamentaram

Terlewatkan
Ada dua karsis surga belas-kasih.
I. Sebelum mulut bisa berkata-kata, harus sudah bisa tidak merusak.
II. Sebelum nyawa bisa berdiri di hadapan sang guru, harus membersihkan hati.

I. Maksudnya:
apa pun yang dikatakan tidak bisa melukai orang lain.
Tidak mencari kebenarannya sendiri.
Atau kecemerlangan-kejayaan diri sendiri.
Bisa berkata-kata itu maksudnya bisa memberi pemahaman orang lain agar ia
mendapatkan keberuntungan.
Tidak hanya berkata-kata dan hanya dirinya sendiri yang mengerti.
Jika berkata-kata bisa menjadi terang bagi orang lain.
Lalu punya kemampuan berkaca pada diri sendiri bahwa dirinya sendiri
kekurangan kasih sayang.

Bukan karena kebodohan orang lain,


lalu paham bahwa dirinya sendirilah yang gelap.

53
Maksudnya, mendekatkan kebutuhan sendiri.
Jadi, dirinya sendiri masih memiliki kesulitan yang memprihatinkan.
Ada hal-hal yang sama-sekali ditolak atau dipilih.

Di surga belas-kasih,
manusia tidak memiliki kesulitan, kecuali kesulitan orang lain.
Kucing pun jika disapa merasa bahagia, karena mendapatkan kasih-sayang.
Apakah manusia saat diajak berkata-kata tidak paham,
padahal
KASIH-SAYANG ITU ADALAH BAHASA [KATA-KATA] SEMUA YANG
HIDUP.

II. Maksudnya
karena begitu penuhnya kebahagiaan, rasa senang [bungah],
dan lagi, merasa bahwa kebahagiaan itu tidak akan berubah.
Lalu terang penglihatan belas-kasih orang lain,
lalu sungguh memberi keberuntungan, kepada manusia seluruh dunia.
Walau apa pun alatnya.
Perkataan belas-kasih itu demikian:
kamu boleh meminta apa pun, asal kamu beruntung,
meminta mainan rembulan atau matahari.

wg suryamentaram.

Terlewatkan lagi
Sekarang sudah terbukti bahwa teman-teman dik Wiryapranjono, sudah cukup,
seperti pejabat keamanan (jagabaya) yang beristri dua,
istri muda dikasari (dikrawus) istri tua, bukankah sudah cukup.
Karena kebahagiaan karena dikasari, bahagia sekali,
Bahkan aku yang mengajar pun iri.
Bukankah yang mengajar tidak bisa menjalani, hanya numpang bahagia,
saya berharap, di Wiryapranjono ikut numpang bahagia.

Satu lagi contoh.


Yang bahkan aku pun iri pada yang kuajar.
Ada orang punya satu anak laki-laki, bersekolah dan pintar.
lalu mendapatkan panghkat tinggi, sudah sepantasnya,
tentu anak itu dibangga-banggakan oleh ayahnya.
Akhirnya sakit ingatan dan meminta obat kepadaku,
yang kuobati bapaknya, lalu istrinya mati.
Rasa memberi saran kepadaku bahwa anak dan istrinya mati,
lalu saya suruh menikah lagi, dan bekerja,
tak kusangka saranku diikuti. Betapa mudahnya
yang mengajar saja tidak bisa menjalani, hanya bisa berbanyak kata, numpah
bahagia.
wg (Sm)

54
SURAT KEPADA : SAUDARA SUKARSO, GURU TAMAN SISWA

Setelah salam dan doa saya,


saya merasa sangat bahagia, saat berada di rumah besar (loji).
Ada pun pernyataannya,
bisa membuat mengerti saudara BELANDA,
jika bisa diberi stempel,
barangkali bisa menolong sodara orang-orang JAWA, yang terbiasa menggunakan
bahasa Belanda.

Jika mendapatkan pertolongan saudara MIRTEN, barangkali bisa terlaksana.


Baru saja saya ingat saat saudara Mirten berbicara:
“ada penerangan di jalan – ada asal-usul sejati yang menerangi jalan”
sindirannya sangat dalam dirasakan,
di situ
saya akan menjelaskan METODE SAYA yang menjelaskan penyebab orang
mendapatkan pengalaman
seperti yang sudah disebut di dalam “ada penerangan di jalan”,

jika Anda bertemu saudara Mirten


barangkali bisa menceritakan bagaimana bisa mengerti.
Jika metode saya juga digunakan untuk bisa mendapatkan
pengalaman seperti yang sudah disebutkan, di dalam “ada penerangan di jalan”,
lalu bisa bekerja bersama-sama,
sebelum mata bisa melihat,
terlebih dahulu harus sudah bisa bebas dari
meneteskan air mata-karena trenyuh, suka-benci.
yaitu berdirinya pribadi yang sudah bebas dari
rasa iri dan sombong (iri-pambegan),
karena tahu bahwa semua orang di dalam hal rasa hidup yang pokok,
yang adalah sama, yakni bahagia-sedih, sama,
lalu masuk surga tenteram,
karena tumbuh makna rasa aku, yang bukan orang lain (kramadangsa),
bukan berarti bahwa rasa kehendak lalu tidak menalami bahagia-sedih,
kebahagiaan dan kesediahan justru semakin dalam.
Pribadi yang demikian itu sudah tidak butuh dihibur lagi atau ditenangkan,
Saat ia yang melihat belum muncul di dalam rasa manusia,
setiap saat mendapatkan kesusahan, biasanya lalu dihibur
dengan gambaran yang bagus-bagus di alam pengharapan [pangajeng-ajeng],
atau dibesarkan hatinya dengan perasaan menang-mulia di bandingkan orang
lain.
Meskipun kesusahan itu seberat gunung,
si Aku melihatnya dan tetap duduk enak di singgasana surta tenteram.
Adapun sekarang ini, Pengetahuan Mawas Diri yang bisa digunakan untuk
mengetahui semua gagasan lahir.

55
Akhirnya, bisa menangkap basah (ngonangi) Raja Segala Keinginan
(Rajaning Sadaya Gegayuhan), si pencipta rekaab-rekaan (anggitan),
atau keinginan yang tinggi itu sendiri (PANGKAT-DERAJAT-KERAMAT),
memang KEINGINAN POKOK
keinginan itu disebut si pencipta karya rekaan-rekaan
Karena semua pendapatnya keliru.
Perkiraan bahwa ada kebahagiaan abadi pokoknya keliru.

Jika sudah jelas mengerti,


jika terwujud, keinginan itu tidak menjadikan orang berbahagia,
padahal lalu ada kesusahan besar.
Tentu kemudian tertinggal tanpa mendapatkan apa pun
jika apa yang menjadikan prihatin (cilaka) adalah keinginan,
akhirnya semua keinginan lalu hilang (rasa tanpa suka-benci)
yaitu surga tanpa keinginan.
Setiap saat akan muncul keinginan dijawab demikian:
“tidak membuat orang beruntung”, tentu lalu hilang.
Ada pun apa yang terjadi adalah seperti biasa,
tetapi tidak tenggelam,
terhindar dari akibat perbuatan,
karena sudah tahu bahwa buah dari perbuatan adalah bahagia-sedih.
Rasa hambar yang menimpa menjadikan orang kacau-balau.
Karena dunia-akhirat sudah tidak ada yang diinginkan,
oleh karena itu, jika tidak terima tentu akan kembali hidup.
Tetapi, jika mampu menjalani pasti terwujud,
inilah rasa tenteram dan bahagia.
Suka menertawakan dirinya sendiri, keinginan:
“tetapi selalu keliru dan lucu”.
rasa tenteram dan bahagia itu tidak sesuai dengan terpenuhinya keinginan.

Aku menjadi senang karena:


mengerti dan merasa bahwa dirinya sendiri
“tidak boleh rusak dan memiliki mainan si keinginan yang juga tidak boleh
rusak”
Berada di surga tenteram dan bening.
Karena kebutuhan sendiri sudah tercukupi,
”mengerti bahwa sudah tidak bisa lagi mengalami kesusahan”
Manusia itu lalu memiliki mata yang tidak bisa rusak,
dan tidak pernah terpejam,
mata tadi digunakan untuk melihat hal yang tidak bisa rusak,
yaitu MANUSIA (RASA-MERASA)
Mata tadi bernama belas-kasih.

MATA KASIH
mampu melihat bahwa SEMUA MANUSIA TIDAK RUSAK,
padahal bagus dan lucu,

56
Perkataan Sang Sidarta,
dulu aku menangisi semua manusia hingga aku meneteskan air mata darah.
Tetapi sekarang aku hanya tertawa.
Karena tidak ada hal yang berubah.
Kesusahan seperti apa pun manusia pasti mampu menjalani.
Dan tidak bisa rusak, meskipun ia merasa tidak mampu menjalani.
Sama seperti melihat hidung mengeluh keras, bukankah lucu sekali.

Ada pun MATA BELAS-KASIH


mampu melihat bahwa SETIAP ORANG adalah SUSAH
karena dzat keinginan adalah susah, perasaannya terbalik-balik,
penglihatannya keliru
padahal
sang Belas-Kasih tadi melihat obat susah.
Lalu sengaja memberi keberutungan kepada semua manusia.
Lalu memberi pertolongan menerangi kiri-kanan, karena
kesulitan manusia sudah tidak tertutupi lagi.
Di situ ada godaan yang luar biasa halus,
yaitu, merasa bahwa dirinya sendiri lebih unggul.
Manusia “yang terbedakan dari sesama” (“bi-neda ing sasama”),
godaan itu mengajak melebur diri sendiri,
supaya terlihat beda dari kelompok lain,
supaya dirinya sendiri bisa memimpin dan apa pun kata-katanya diikuti.

Bila godaan ini belum hilang, manusia belum bisa sampai pada apa yang
dikatakan berikut:
godaan ini ini hilang karena pengertian
“bahwa keluhuran dan kecemerlangan-kejayaan itu tidaklah abadi, dan
hambar, dibandingkan dengan berkasih-kasihan suci dan terang”
Oleh karena saat manusia mampu memberi penerangan orang lain,
manusia yang diberi penerangan tentu lalu mengasihi si pemberi terang
akhirnya mereka yang saling berkasih-kasihan berkasih-kasihan seperti
pengantin baru,
padahal kasih-sayang yang demikian itu abadi tanpa kekecewaan,
tidak tergantung pada ruang dan waktu dan keadaan.
Karena, kasih-sayang itu adalah kasih-sayang yang diberikan kepada “hal
yang tidak bisa rusak”
tidak ada keberuntungan yang melebihi kasih-sayang ini.
Jika semua ini sudah terang, godaan tadi tentu hilang.
Serta mengerti bahwa keberuntungan manusia adalah jika manusia itu
melihat orang beruntung
lalu apa yang dicari tidak lain adalah keberuntungan orang lain.
Yaitu, merasakan rasa orang lain,
tidak terhalang-halangi oleh dirinya sendiri.
Setiap orang terlihat benar, pada hal memang benar.

57
Maksudnya, anugerah kasih-sayang pribadi, hilangnya ejekan dan
perseteruan.
Karena MEESTER COLIN tidak menyukai metode,
saya hanya menjelaskan metode saya sendiri.

Saya jelaskanmetode kakak Sidarta


Di sini saya mengungkap [anglandak] rahasia yang luar biasa rumit,
oleh karena itu pekerjaan GEESTELIJKE ALCHEMIE di dalam praktek.

Jika dipikir-pikir,
bahwa dirinya tentu akan mati, ia berpikir sangat dalam.
Buah dari pemikiran itu tentulah gagasan setelah mati.
Jika manusia percaya pada surga,
lalu rajin beribadah (prihatin), kesusahan.
Jika manusia percaya pada belas-kasih, tentu berpikir tentang karma.
Akhirnya rajin mencari karma baik, prihatin, kesusahan.
Demikianlah jalannya.
Jika rasa hidup manusia seluruh dunia adalah sama, rasa hidup itu menjadi
AKSIOMA.
Sama seperti dua kali dua sama dengan empat. Semua yang tidak sesuai aksioma
pasti sirna.
Kebencian akibat saling mengungguli, tentu hilang.
Rasa tenteram atau seenaknya menjadi dasar pengelihatan terang.
Melihat perjalanan hidup diri sendiri atau orang lain, dan waspada.
Bisa melihat ia yang mengendalikan orang per orang.
Ada yang memberi keberuntungan, ada yang menimbulkan kesusahan.

Serta melihat pertarungan yang menjadi racun kehidupan.


Lalu menjadi watak, simpati tentu berkurang,
coba dibandingkan dengan buah gagasan-pendapat
“bahwa orang lain semua keliru”, “yang benar hanyalan diri sendiri”,
pasti benci kepada orang lain,
memberi belas kasih dengan rasa sombong lalu menjadi watak,
tumbuhnya rasa mengerti bahwa
“manusia adalah abadi”, maksudnya “pergantian bahagia dan susah”,
tentu terbebas dari keinginan-keinginan,
karena “diterima atau ditolak” pengalaman tetap saja begitu adanya
Rasa “mau” menjalani segala pengalaman, muncul dengan sendirinya.
Jika tidak mau, apa lagi yang harus diperbuat. Karena memang pasti mampu
menjalani.
Tentu harus percaya pada dirinya sendiri, karena sudah renta pun pasti mampu
menjalani.
Tentu tenteram lalu datang, tidak bisa tidak.
- Mitos (gugon-tuhon) lalu sirna. Karena manusia pastilah selamat.
Perlukah muji ndarindil mencari selamat.
- Rasa goyah lalu sirna.

58
Karena jelas terbukti kenyataan bahwa dirinya sendiri tidak bisa berubah.
Andai bumi-langit menjadi satu, tidak menjadi masalah.
- Reka-reka (anggitan) keinginan tentu sirna.
Karena terliaht jelas, apa pun perbuatan yang ia lakukan terliaht jelas.
Begitu jugalah ajaran kakak Sidarta:
- Rasa melihat-tahu “bahwa keinginan-kehendak” tidak bisa berakibat lain
kecuali kesusahan, padahal abadi (bukankah manusia kemudian
mengalami kesusahan abadi)
- Tentu kemudian tidak peduli lagi dengan keinginan, atau dilepas saja.
- Bukankah lalu muncul nirvana dengan sendirinya.
Jika ada keinginan kuat untuk mendapatkan keberuntungan, lalu jelas hanya
ditertawakan saja.
Karena keinginan berarti kesusahan abadi.

Penggambaran nirwana seperti apa yang dikatakan oleh kakak Sidarta sendiri
adalah sebagai berikut:
ada gajah menengok mata air, melihat bayangan sendiri lalu berkata, “itu
bukanlah diriku”
gajah tadi lebih cerdas daripada manusia “yang punya keinginan lalu mengangap
keinginan itu adalah dirinya”
Oleh karena itu, sangat kebetulan jika Anda mengikuti kursus Budhisme.
Jika mungkin Anda ikuti ajarannnya
sehingga mendapatkan “rasa terasa-mengeri-melihat-mengetahui” sendiri bahwa:
- keinginan berarti kesusahan abadi.
- Aku yang melihat apa pun perilaku keinginan, beruntung abadi.
Namun demikian, nanti saat bertemu kita langjutkan lagi.
nartiti, wg suryamentaram

DIK ATMOHARJOMULYO

Setelah salam dan doaku, saya sudah menerima suratmu, bersama surat dari
Rembang. Selain itu, aku akan menjelaskan pengakuanmu dan kakak
Kartosumanto,
perkara lautan kehendak-keinginan dan lautan rasa.
Yakni, hilangnya segala yang ada,
maksudnya hilangnya makna.
Patokan ilmu adalah sebagai berikut:
I. Segala hal yang ada itu ada.
II. Segala hal yang ada itu abadi,
dulu ada –skarang ada—besuk ada.
III. Wujud dari segala yang ada dikelompokkan menjadi:
1. jasad
2. daya (keinginan)
3. pengertian (pengetahuan)

59
Daya tadi adalah
apa yang menampilkan wujud dan menggerakkan segala yang hidup, seperti
melintasnya matahari, tumbuhnya peopohonan, gerak tangan, kedip mata, dan lain
sebagainya.
Munculnya makna terjadi karena tahu-melihat (Sang Nyawang),
tahu-melihat lawan serta manfaat benda satu dan benda yang lain.
Seperti:
matahari bermanfaat untuk menjemur, hujan untuk menumbuhkan pepohonan
(tanaman),
tanaman dimakan manusia, dan lain sebagainya.

Ada pun jika Ia Yang Melihat-Tahu (Sang Nyawang) tahu segala sesuatu
seutuhnya,
makna pasti sirna.
Karena apa yang utuh tadi tidak memiliki pengalaman, dan kebutuhan,
di luar yang utuh, tidak ada apa-apa,
ia yang mengetahui-melihat tidak memiliki pembantu, tidak memiliki
kebutuhan,
tidak memiliki pamrih, tidak memiliki tujuan,
maksudnya lautan kehendak-keinginan
Kehendak-keinginan yang tidak memiliki tujuan sama dengan keinginan-
kehendak tanpa keinginan-kehendak
wujudnya adalah:
Jerman renyek, ya renyek semata, tidak berakibat pada perubahan apa pun.

Sama dengan:
Inggris midid, Gunung Kelud meletus, kepala Suryamentaram pecah,
dik Mul kentut, Den Bei Sastrosupadmo menubruk janda, mas Jayeng
melirik perawan, bintang kemukus ronda ke surya raya, [masih bersinar saat
matahari sudah terbit],
sang keinginan tidak berkurang, tidak juga bertambah.
Jika Ia Yang Mengetahui-Melihat bisa melihat dengan cara demikian,
lalu keluar dari makna, dan dirinya sendiri.
Hanya terpaku melihat,
lalu memasuki lautan rasa.
Yaitu rasa yang merasakan segala sesuatu utuh:
melihat diri sendiri bertingkah macam-macam sama dengan
melihat air terjun, angin kencang.
Di dalam lautan rasa-kehendak-keinginan,
tidak ada apa pun yang lahir dan mati,
tidak ada pergi dan datang,
tidak ada kemarin dan esuk,
karena sudah begitu jelas, begitu abadi, begitu tidak ada perubahan.

Rasa melihat yang demikian itu,

60
dimulai dengan perasaan merinding, yang adalah asal-usul agama ia yang
dipuji.
karena mengetahui sesuatu yang sangat besar,
dirinya sendiri merasa kecil seperti manusia yang menatap hamparan lautan,
gunung besar tinggi berdiri kokoh,

setelah merinding lalu terheran-heran,


karena melihat sesuatu yang indah dan bagus lalu merasa jatuh cinta,
yaitu asal-mula kegunaan,

Setelah terheran-heran lalu merasa gagak atau mantap-teguh pendirian


(tatag)
karena tahu:
bahwa tidak ada seorang pun yang bisa mengakali dirinya
yakni sumber pengetahuan.
Lalu patuh kepada mereka yang hebat, seperti: nabi, wakli dan seterusnya.
Lalu tidak berani mengikuti kemauan dirin sendiri.

Contohnya:
ada teman bertanya kepadaku
“bagaimana mungkin ada manusia bisa bertemu dengan dewa, malaikat, atau
Gusti Allah. Benarkah itu.”
Jawabanku:
saya kok belum pernah bertemu,
Anda juga belum pernah bertemu, kan. Bukankah ini cukup.

Rasa “lautan rasa” adalah segar, gagah, tinggi, berani.


Seperti manusia pulang dari peperangan,
persisnya seperti “manusia baru saja dapat utangan”.

Setelah ini saya ingin menjelaskan patokan ilmu yang telah disebut di atas.
I. Segala hal yang ada itu ada. Tidak bisa diadakan, tidak bisa mengadakan.
Sementara ajaran ada yang membuat padokan sebagai berikut:
“segala yang ada, pasti ada yang mengadakan”
Ajaran yang demikian itu, jelas keliru,
kritiknya adalah:
apa yang mengadakan segala hal itu juga ada yang mengadakan, karena ada
yang mengadakan,
karena patokannya adalah bahwa segala yang ada pasti ada yang mengadakan.
Begitulah seterusnya, lalu tanpa batas, alias tidak tahu
Kritik kedua adalah:
pengetahuan yang keliru di atas didasarkan pada asumsi bahwa “ada segala
yang ada” atau daya yang bisa mengadakan segala yang ada dari “tidak ada
(suwung)”.
Jika pengetahuan yang seperti itu diikuti,
lalu ada pengetahuan sebagai berikut, contoh:

61
- kelak aku bisa jadi tidak ada
- semua manusia kelak bisa memiliki tanduk
- kelas 2x2 = 5 atau 6.
- Kadang-kadang kelak matahari terbit dari selatan
- kadang-kadang kelak hujan uang,
- dan seterusnya.
Oleh karena itu, pikiran manusia yang mantap terhadap pengetahuan yang
demikian itu tidak teratur seperti orang tua yang sudah tidak bisa pergi ke
mana-mana.
Yaitu, sumber mitos (gugon tuhon).

II. Segala sesuatu yang ada itu abadi, dulu ada –sekarang ada –kelak juga ada.
maksudnya,
apa yang abadi adalah asal segala yang ada.
Adapun segala yang ada,
terjadi dari segala hal yang ada pertama, tidak berdiri sendiri.
Seperti:
Es, terjadi dari air dan dingin.
Jika air dan dingin terpisah, lalu hilanglah wujud es itu,
lalu muncul benda lain yaitu air.

Oleh karena itu, segala hal yang ada


tergantung pada hal yang lain, serta keadaan yang lain.

Ada pun apa yang tidak berubah adalah asal-usul es,


meskipun berkali-kali berubah keadaan.

Adapun sang asal itu tidak terlihat mata,


tetapi bisa dilihat dengan penglihatan asal,
yaitu pengertian.
Yang bisa mengerti tanpa kesaksian.
Seperti: aku mengerti bahwa aku ada
yang menggerakkan tanganku, kehendak-kemauan
aku tidak bisa rusak, dan seterusnya.

III. Wujud hal yang ada atau hal asal digolongkan menjadi:
1. Jasad
2. Daya (keinginan-kehendak)
3. Pengertian atau pengetahuan
Sementara ajaran mengajarkan bahwa hal asal tadi hanya satu,
tetapi lahir menjadi tiga kelompok, atau tiga tetapi satu.
Lalu disebut tri-tunggal.
Yang demikian itu adalah keliru,
Si Pengertian lalu ingin meninggalkan pengetahuan yang terang,
Menggunakan pengetahuan dugaan.

62
Artinya begini:
saat aku menggerakkan tanganku,
bukankan sudah jelas bahwa si tangan dan si keinginan-kehendak dan si
melihat sudah lengkap,
tidak usah bertanya apakah itu satu atau tiga.

Sementara ajaran ada yang mengajarkan


bahwa apa yang menggerakkan keinginan-kehendak manusia adalah dewa,
atau tuhan (pangeran),

ajaran yang demikian itu keliru dan gelap.


Saat dik Jamul mengunjungi restoran Romeri,
apa yang menggerakkannya sudah jelas sekali,
jadi, jika begitu yang menunggu restoran itu adalah dewa yang maha mulia,
karena bisa menggerakkan kehendak manusia.

Nah, jika begitu apa yang dianggap tuhan oleh aku juga sudah membantu,
aku mau saja menganggap tuhan dewa yang demikian itu,
jika syarat memanggilnya hanyalan shalat lima waktu, tidaklah berat.

Pengetahuan patokan tiga hal tadi


memiliki kekuatan pengasuh-pendidik (paedagogie) (panggula wentah)
PIKIRAN,
lalu bisa digunakan untuk berpikir dengan benar dan semestinya,
seperti telinga untuk mendengarkan, mata untuk melihat.

Jika pikiran tidak waras, lalu manusia seperti mabuk bunga kecubung.
Penglihatannya kabur,
Seperti:
orang sakit, diobati dengan selamatan
butuh uang, berpuasa (tirakat)
mencari kesempurnaan, melakukan pemujaan dan semedi
setelah berdosa, minta ampunan
dan lain sebagainya

Sampai di sini perkataanku.


rakanta, wg suryamentaram
BERKUNJUNG KE MUKIMAN
Bersama surat ini aku mengirim jawaban kepada adik Atmokusumo,
sebelum aku menjawab,
aku berpesan kepadamu, bahwa sekarang ini ada makhluk halus bergentayangan
yang memerangi pengetahuan tentang keberuntungan.
Makhluk halus tadi berbadan semangat,
yang kurang-lebih seperti pertanyaan Atmokusumo nomor I.

63
Oleh karena itu, perkiraanku adik Atmokusuma sedang bertemu dengan makhlul
halus tadi.

Bab I:
Bagaimanakah Indonesia setelah memiliki ilmu keberuntungan.
Karena saat ada undang-undang WILDE SCHOLEN, ilmu keberuntungan kok
(0).

Jawaban bab I:
jika Indonesia memiliki pengetahuan keberuntungan, kemudian beruntunglah
Indonesia.
Ada pun beruntung, mustinya yang mengetahui keberuntungan itu adalah manusia
yang beruntung.
Semakin berkembang keberuntungan kepada siapa pun orang,
di bidang penghidupan –suami-istri—pergaulan dan lain sebagainya,
semua itu terjadi dengan keberuntungan.
Pengetahuan tentang keberuntungan tidak mengajukan sekolah kesusahan,
tetapi sekolah keberuntungan.
Dan tidak berdasar pada nasional, tetapi rakyat.
Maksud rakyat: keperluan dan kebutuhan.
Terkikisnya rakyat: hama buat rakyat,
nasional adalah salah satu dari penjelasan tentang asli (ungkul).

Bab II:
Apakah Ki Aging Bringin memiliki cita-cita (ideyal) Indonesia merdeka.
Manusia dan penghidupannya.

Jawaban Bab II:


Cita-cita yang bermakna tujuan bertolak belakang dengan keberuntungan, yang
disebut keberuntungan muncul saat cita-cita hilang.
Cita-cita itu gelap!, tidak mengetahui terwujud atau tidak.
Rasanya berat. Jika tidak terwujud mati saja.
Cita-cita itu berkembangnya keaslian (babaring ungkul). Hama bagi rakyat
(Amaning rakyat).

Bab ini sedikit terlalu jauh,


karena di jaman asli (ungkul), cita-cita dijadikan objek kesombongan,
bahkan kadang-kadang saling mengungguli, persaingan kebaikan,
Seluhur-luhurnya cita-cita adalah: kebaikan.
dan pengabtian itu adalah raja dari keaslian, hama bagi rakyat.
Jika Adik punya anggapan bahwa manusia yang mencita-citakan Indonesia
merdeka (0), terlalu jauh, karena
manusia yang mengejar cita-cita, adalah manusia yang ingin bunuh diri
coba telusuri, apa yang memunculkan cita-cita tadi, nanti juga akhirnya ketemu,
tidak disangka
adalah pembantu (jongos) disia-siakan dan diberhentikan dari pekerjaannya

64
mister dan dokter mencari pasaran dan pengaruh, den mas terlunta-lunta
[kasurang-surang], pada pedagang dan tukang pangkas rambut mencari
pelanggan, dan lain sebagainya.

Bab III:
Jika Ki Ageng Bringin memiliki cita-cita,
Bagaimana manusia diatur.
Maksudnya:
jika cara B.O. cita-cita merdeka dimunculkan dari sekolah,
jika Sarikat Islam, dagang,
jika komunis, revolusi.

Jawaban bab III:


keberuntungan itu muncul saat cita-cita hilang.
Ada pun perkara “tindakan beruntung”, menurut “perasaan beruntung”: (bukan
cita-cita) beruntung.
Adapun aturannya
manusia diatur oleh manusia sendiri.

Adapun yang disebut asli, aturannya adalah saling bersaing keaslian


Ada pun yang dimaksud manusia “aku tidak merasa beruntung”, aturannya adalah
saling bersaing keberutnungan
padahal asli itu terasa enak jika orang lain (tetangga) kesusahan.

Jadi, aturan keberuntungan semua orang, atau beruntung secara bersama-sama,


melihat secara bersama-sama
kaya-mulia-susah-berkuasa bersama-sama.
Aturan yang demikian itu bukanlah cita-cita,
akan tetapi buah dari rasa beruntung secara bersama-sama

Karena sekarang ini,


setelah rahasia asli terbuka,
lalu ada asli yang terbakar kemarahannya (kemropok),
mengeluarkan pernyataan sesumbar memerangi pengetahuan keberuntungan,
sombong lebih asli,
cara bagaimana memerangi juga cara asli.

Bolehkah, ikut protes Wilde Scholen, protes (anim), bezuiniging (PHK),


bahkan jika berada di istana,
sesumbar tadi menyatakan bahwa pengetahuan keberuntungan benci kepada raja,
jika orang-orang pergerakan,
digosipkan bahwa pengetahuan keberuntungan itu alat penjajah, imperialis,
jika di antara orang-orang (kulit) putih,
dikatakan pengetahuan keberuntungan itu komunis.
Jika di antara orang-orang beragama,
dikatakan pengetahuan keberuntungan itu merusak agama.

65
Beruntung kiranya,
watak orang yang mudah terbakar kemarahan itu tidak bertahan lama
Watak yang berasal dari patokan yang benar,
menurut kebutuhan manusia bertahan lama dan semakin kuat.
Sampai di sini saja bicara tentang orang yang mudah terbakar kemarahan.

Yang penting
kemunculan rasa beruntung,
yang terjadi setelah hilangnya rasa iri-sombong
menjadi rasa tenteram,
hilangnya rasa asli,
berbuah kaya dan damai di dalam kebersamaan,
kaya memunculkan rumah keberuntungan,
maksudnya kebutuhan dan keperluan keberuntungan,
damai di dalam kbersamaan (guyub) memunculkan pergaulan yang beruntung,
pengaruh keberuntungan memunculkan kebutuhan umum, keperluan umum, dan
pergaulan umum
keberuntungan muncul setelah asli (ungkul) hilang.

Hanya demikianlan pesanku.


nirtiti, wg suryamentaram]

66

Anda mungkin juga menyukai