Makalah Birokrasi Kel 4
Makalah Birokrasi Kel 4
Makalah ini kami susun sebagi salah satu tugas kelompok mata kuliah Birokrasi dan
Governansi Publik dengan Dosen Pengampu Bapak Wahyu Hario Satriyotomo, S.H., M.H.
Disusun oleh :
BAB 3 PENUTUP
Latar Belakang
Penegakan hukum ditunjukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum
dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan
wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakan hukum menurut proposi ruang
lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung
tujuan yang hendak dicapai.
Dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara
hukum yang memberlakukan aturan hukum dan penegak hukum sebagai bagian dari
pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik berarti bisa melaksanakan semua funsi
pemerintahan. Definisi pemerintahan dalam dokumen kebijakan “Governance For
Sustainable Human Depelopment (1997)” merupakan instrument kekuasaan atau pelaksanaan
dan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, politikdan administrasi untuk
menyelenggarkan berbagai kegiatan kenegaraan pada semua tingkatan dengan tujuan
menciptakan kemakmuran, keutuhan, dan kohesi sosial dalam masyarakat. Seperti diketahui
bahwa birokrasi pemerintah mempunyai fungsi mengatur, memerintah, menyediakan
fasilitas, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan supaya kepentingan-
kepentingan umum pelayanan administrasi dapat dipenuhi melalui serangkaian aturan-aturan
yang sama bagi semua pihak. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, maka dalam sistem
birokrasi telah diatur suatu struktur yang dimaksudkan untuk memberikan solusi yang paling
mendukung dan mempermudah kinerja para pejabat pemerintah dalam mencapai sturktur ini
mencakup adanya pembagian kerja, pelimpahan wewenang, dan prinsip impersonalitas yang
tidak berbedabeda dalam pemberian layanan. Salah satunya yaitu mengenai pelayanan publik
yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Di dalam praktiknya, pelayanan publik tidak dapat terhindar dari adaya korupsi, kolusi,
nepotisme, termasuk pungutan liar (pungli) yang kerap ditemukan. Pungutan liar (pungli)
menjadi salah satu kejahatan pemerasan, hal ini sering terjadi dalam kehidupan
masyarakat.Hal ini disebabkan kurangnya komitmen dari atasan pelaksana pelayanan publik,
kurangnya integritas dan profesionalitas pelaksana pelayanan publik bahkan adanya perilaku
korup yang dimiliki oleh pelaksana pelayanan publik tersebut.
Meskipun kasus pungli ini telah menjadi rahasia umum, namun pada kenyataannya
jarang mendapatkan tindak lanjut, bahkan sering ditutupi. Padahal adanya pungutan liar
(pungli) menghambat berjalannya proses pembangunan dalam berbagai bidang, rusaknya
tatanan masyarakat dan menimbukan ketidak percayaan masyarakat kepada lembaga
pemerintah.
Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-
undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pungutan liar adalah termasuk tindakan
korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa ( extra ordinary crime) yang harus
diberantas. Pungli (pemerasan) adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri
atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
"Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan
jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
“Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan
pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk
pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.
”Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang diatur dalam
Pasal 423 KUHP merupakan tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan
ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
pelakunya dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dengan pidana
penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun dan pidana
denda paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-
unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kebohongan untuk
atau agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat unsur-
unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan rangkaian kekerasan atau
dengan ancaman agar orang lain menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya.
Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan jabatan ini,
karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam KUHP diadopsi oleh UU
No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki oleh UU No. 20 tahun 2001, yang
dimuat dalam pasal 8.
Pungutan liar terdiri atas unsur- unsur obyektif dan unsur-unsur subjektif antara
lain, yaitu:
a. Unsur-unsur Obyektif
Pada pungutan liar yang menjadi unsur-unsur objektif dalam hal ini diatur
dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001
berasal dari Pasal 423 KUHP adalah :
2. Menyalahgunakan kekuasaan
b. Unsur-unsur Subyektif
Pada pungutan liar yang menjadi unsur-unsur subjektif dalam hal ini diatur dalam
rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal
423 KUHP adalah :
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum
Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak
untuk diterapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, Hal
inilah yang dapat meminimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat
yang dilayani sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar.
Pasalnya, pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan pegawai pemerintahan
dalam proses pelayanan. Pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi
tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan
publik dan masyarakatBerdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar
telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga
perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu
menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu
dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.
Tugas Tim SABER PUNGLI antara lain merumuskan rencana aksi dalam
mencegah (preventif), melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman
aparatur sehingga tercipta budaya anti pungutan liar di instansi pemerintahan dan
pelayanan publik.
KESIMPULAN
Adapun penjelasan beberapa pasal di dalam KUHP yang dapat mengakomodir perbuatan
pungutan liar adalah sebagai berikut : - Pasal 368 KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun
menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.” - Pasal 415 KUHP "Seorang pegawai negeri atau orang lain yang
ditugaskan menjalankan suatujabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat-surat berharga yang disimpan karena
jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang
lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun".
”Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan yang diatur dalam Pasal 423
KUHP merupakan tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan ketentuan pidana yang
diatur dalam Pasal 12 huruf e dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama
dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling banyak satu
miliar rupiah.
SARAN
Daftar Pustaka